Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan bisa melalui
pancaindra manusia seperti indra pengelihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba, tetapi sebagian besar pengetahuan yang didapatkan oleh
manusia berasal dari indra pengelihatan dan pendengaran yaitu mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2014).
2.1.2 Pengetahuan Tentang DM
Pengetahuan mengenai DM tipe 2 adalah pengetahuan tentang
pengertian, tanda dan gejala seperi poliuri, polifagi, polidipsi, faktor
penyebab DM seperti obesitas dan kurangnya olahraga, komplikasi DM
seperti gagal jantung, kebutaan dan pengobatan seperti obat oral atau injeksi
insulin (Irawan, 2018).
1. Pengertian DM
DM merupakan penyakit metabolic yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia yang disebabkan karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya (Perkeni, 2015)
2. Tanda dan gejala
a. poliuria (frekuwensi buang air kecil yang banyak)
b. polidipsia (sering merasa haus)
12
c. polifagia (sering merasa lapar)
d. Terjadinya penurunan berat badan yang tidak diketahui
penyebabnya adapun keluhan lainnya seperti badan terasa lemah,
kesemutan, gatal, mata kabur dan juga terjadinya disfungsi ereksi
pada pria dan pruritus pada wanita (Perkeni, 2015)
3. Faktor penyebab DM
a. Merokok, kebiasaan yang buruk seperti merokok dapat
mempengaruhi ketebalan plasma diding pembuluh darah
(aterosklerosis), dapat menyebabkan komplikasi kardiovaskuler,
peningkatan prevalensi metabolik sindrom serta peningkatan indeks
massa tubuh (IMT) yang juga dapat beresiko menurunkan HDL
(Hight Density Lipoprotein) dan meningkatkan kolestrol, tingginya
trigliserida dan peningkatan lingkar pinggang
b. Obesitas, menyebabkan peningkatan asam lemak atau free fatty acid
(FFA) yang akan menyebabkan turunya pengambilan glukosa
kedalam membran plasma dan juga akan menyebabkan terjadinya
resistensi insulin pada jaringan otot dan adiposa
c. Hipertensi, tekanan darah tinggi bisa menyebabkan pendistribusian
glukosa pada sel tidak berjalan secara optimal sehingga akan terjadi
akumulasi glukosa dan kolestrol di dalam darah
d. Pola makan yang tidak tepat seperti mengkonsumsi karbohidrat dan
ketidakseimbangan konsumsi dengan kebutuhan energi
e. Kurangnya aktivitas fisik
4. Komplikasi
a. Komplikasi akut
13
1. Hipoglikemia, merupakan kadar glukosa darah seseorang yang
dalam keadaan dibawah nilai normal (<50 mg/dl). Gejala umum
yang terjadi biasanya seperti lapar, gemetar, mengeluarkan
keringat, berdebar-debar, pusing, pandangan menjadi gelap,
gelisag dan koma.
2. Hiperglikemia
Terjadi apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba.
Gejala yang mungkin muncul seperti polyuria, polydipsia dan
plifagia, kelelahan yang berlebihan dan pandangan kabur
b. Komplikasi kronis
1. Komplikasi makrovaskuler
Yang pada umumnya berkembang pada komplikasi
makrovaskuler pada penderita DM adalah trombosit otak atau
pembekuan darah di sebagian otak, jantung coroner, gagal
jantung kongestif dan stroke
2. Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi ini sering terjadi pada penderita DM tipe 1.
Hiperglikemia yang menetap dan pembentukan proten yang
terglikasi seperti HbA1c menyebabkan dinding pembuluh darah
semakin lemah dan menyebabkan penyumbatan pada pembuluh
darah kecil, seperti nerfropati, diabetic retinopati, neuropati dan
amputasi (Perkeni, 2015).
14
5. Pengobatan
DM adalah merupakan jenis penyakit kronis seumur hidup, namun bisa
dikontrol dengan penerapan pola hidup sehat seperti terapi nutrisi
medis dan aktivitas fisik bersamaan dengan intervensi farmakologis.
Dua intervensi farmakologis diabetes, diantaranya dengan obat
antihiperglikemia oral atau antidiabetes oral dan/ suntikan (Jonathan,
Kuswinarti, & Mulyani, 2019)
2.1.3 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan terbagi menjadi enam tingkatan yaitu :
1. Tahu (know)
Tahu berarti mengingat sesuatu materi atau hal yang sebelumnyya
pernah dipelajari. Pada tingkat ini termasuk kedalam tingkat mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan semua bahan yang sebelumnya
pernah dipelajari. Oleh karenanya pada tingkat tahu ini tergolong pada
tingkatan yang paling rendah, untuk mengukur bahwasannya seseorang
tahu tentang sesuatu yang dipelajari antara lain orang tersebut dapat
mendefinisikan, menyebutkan, menguraikan, menyatakan dan lain
sebagainya. Misalnya, dapat menyebutkan tanda dan gelaja DM.
2. Memahami (comprehension)
Memahami merupakan sesuatu kemampuan untuk dapat
menjelaskan secara tepat tentang objek yang diketahui dan juga dapat
menginterpretasikan materi atau objek tersebut secara benar. Seseorang
15
yang telah faham tentang suatu objek harus bisa menjelaskan,
menyimpulkan, menyebutkan contoh, meramalkan dan sebagainya.
Misalnya, dapat menjelaskan mengapa harus membatasi makanan yang
mengandung kalori.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi berarti memiliki kemampuan untuk menggunakan materi
yang sebelumnya pernah dipelajari pada situasi dan kondisi yang
sebenarnya. Aplikasi bisa diartikan sebagai pengunaan hukum-hukum,
rumus, metode, prinsip di dalam konteks atau di dalam situasi yang lain.
Misalnya, dapat menerapkan metode atau cara untuk mengotrol kadar
glukosa darah supaya tetap dalam batas normal.
4. Analisis (analysis)
Analisa merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam
sebuah satu struktur organisasi dan masih terdapat kaitan atau
hubungan satu dengan yang lainnya. Kemampuan ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti dapat membedakan, memisahakan dan
mengelompokan dan lain sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sisntesis merupakan suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-
bagian di dalam suatu bentuk yang baru atau merupakan suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi
yang telah ada. Contohnya, dapat merencanakan, dapat menyesuaikan,
16
dapat menyesuaikan terhadap teori atau suatu rumusan-rumusan yang
telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau sebuah penilaian terhadap sebuah materi atau objek.
Penilaian tersebut didasarkan pada sebuah kriteria yang ditentukan
sendiri atau mengunakan kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat
membandingkan antara kadar glukosa darah tinggi dan kadar glukosa
normal (Notoatmodjo, 2014).
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
1. Pendidikan
Pendidikan merupakan sebuah proses dalam melakukan perubahan
sikap atau perilaku melalui pengajaran dan pendidikan baik individu
ataupun keompok. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimilki
seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan yang
dimilikinya
2. Usia
Peningkatan usia sangat perpengauh terhadap cara berfikir dan daya
tangkap. Semakin tinggi usia maka semakin berkembang pula daya
tangkapnya tetapi akan menurun pada usia tua
3. Pekerjaan
Saling tukar-menukar informasi dalam pekerjaan dapat meningkatkan
tingkat pengetahuan seseorang
4. Keluarga dengan penyakit
17
Keluarga yang memiliki penyakit tertentu memiliki hubungan secara
signifikan dengan pengetahuan karena memilliki riwayat menjaga dan
merawat anggota keluarga. Sehingga memiliki keinginan untuk
mengetahui pengertian, tanda dan gejala, dan tatacara merawat tinggi
5. Pengalaman penyakit
Pengalaman pernah menderita penyakit tertentu memiliki hubungan
dengan pengetahuan. Kerena penderita cenderung mencari informasi
mengenai penyakitnya, langkah atau cara mengurangi resiko. Selain itu
keinginan sembuh penderita juga berhubungan dengan pengetahuannya
(Irawan, 2018).
2.1.5 Cara Mengukur Pengetahuan
Pengekuran pengetahuan bisa dengan wawancara atau interview atau
dapat juga melalui angket (pertanyaan-pertanyaan tertulis) yang menanyakan
terkait isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian. Wawancara
merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data, dimana
peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan atau bercakap-
cakap secara tatap muka dengan orang. Angket merupakan suatu cara
pengumpulan data mengenai suatu masalah yang umumnya banyak
menyangkut kepentingan umum. Angket dilakukan dengan mengedarkan
daftar pertanyaan yang berupa formulir yang diajukan secara tertulis kepada
subjek untuk menperoleh tanggapan, informasi serta jawaban dan lain
sebagainya (Notoadmojo, 2010).
18
2.1.6 Kriteria Pengetahuan
Menurut Notoadmojo (2010) pengetahuan seseorang dapat dievaluasi
dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif :
1. Baik, bila subyek menjawab benar 76%-100% dari seluruh pertanyaan
2. Cukup, bila subyek menjawab benar 56%-75% dari seluruh pertanyaan
3. Kurang, bila subyek menjawab benar < 56% dari seluruh pertanyaan
(Notoadmojo, 2010).
2.2 Konsep Kepatuhan
2.2.1 Pengertian Kepatuhan
Menurut psikologi kesehatan, kepatuhan ialah sesuatu yang mengarah
kepada kondisi ketika perilaku seorang individu sesuai dengan nasehat
ataupun tindakan yang dianjurkan oleh praktisi kesehatan atau bisa juga
sesuai dengan sebuah informasi yang diperoleh dari sebuah sumber
informasi lainnya seperti nasehat yang diberikan melalui brosur promosi
kesehatan (Ian & Marcus, 2011). Lutfey dan Wishner (1999),
mengemukakan sebuah konsep kepatuhan (Compliance) dalam ranah medis,
sebagai suatu tingkatan yang menunjukkan perilaku pasien untuk mentaati
dan mengikuti prosedur atau saran dari ahli medis. Dari beberapa
pengertian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai definisi
kepatuhan yaitu sebuah kecenderungan perilaku pasien untuk melaksanakan
nasehat atau perintah yang disarankan oleh seseorang yang memiliki
kewenangan, seperti dokter, perawat, dan tenaga medis atau kesehatan
lainnya (Safitri, 2013).
19
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Menurut WHO faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan
diantaranya :
a. Karakteristik pengobatan dan penyakit (durasi penyakit, kompleksitas
terapi dan pemberian perawatan). Faktor pengobatan dan penyakit
terkait durasi penyakit yang tergolong lama menyebabkan pasien
terganggu untuk melakukan kewajiban mengkonsumsi obat
b. Faktor intrapersonal (jenis kelamin, usia, stres, rasa percaya diri, depresi
dan penggunaan alcohol). Faktor intrapersonal terkait rasa percaya diri
berhubungan dengan faktor interpersonal terkait dukungan keluarga.
Kondisi pasien yang sering lupa untuk mengkonsumsi obat atau
membawa obat ketika sedang berpergian bisa dipengaruhi karena
kuranganya dukungan keluarga untuk mengingatkan. Keluarga
mempunyai peranan penting dalam memberikan dorongan ataupun
motivasi, support system dan melakukan perawatan pada anggota keluarga
yang mengalami DM.
c. Faktor interpersonal (hubungan pasien dengan petugas kesehatan dan
dukungan sosial)
d. Faktor lingkungan (Nanda, Wiryanto, & Triyono, 2018).
2.2.3 Aspek–aspek kepatuhan pengobatan
Tingkatan pasien dalam menjalani pengobatan sesuai anjuran terdiri dari :
1. Disiplin dalam minum obat
Disiplin dalam meminum obat yang diresepkan oleh dokter secara
teratur sesuai aturan pemakaian dan tidak mencampurnya dengan obat
lain tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter
20
2. Diet sesuai anjuran dokter
Diet yang diresepkan oleh dokter dan ahli gizi yaitu diet yang rendah
gula. Jika memiliki berat badan yang berlebih maka ada usaha untuk
menurunkan berat badan secara bertahap melalui cara yang tepat.
Langkah untuk melakukan diit DM adalah memilih jenis karbohidrat
yang aman, mengurangi makanan yang memiliki kandungan lemak yang
tinggi atau berkolestrol, menghindari makanan yang manis, dan
mengkonsumsi makanan yang berserat.
3. Mengontrol kadar glukosa darah
Memonitor diabetes melalui pengujian yang sistematis dan secara
teratur terhadap tingkat DM yang dilakukan oleh pasien sendiri. Untuk
pemeriksaan ini bisa dilakukan dengan lembar uji atau test strips baik
baik darah ataupun urine dengan dilakukan pemeriksaan ini diharapkan
pasien bisa mengetahui apakah kadar glukosa darah mereka masih
dalam kondisi normal (Safitri, 2013).
2.2.4 Terapi Farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan
a. Obat Antidiabetik Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antidiabetes oral dibagi menjadi 5
golongan :
1. Pemacu sekresi insulin (insulin scretagogue) seperti sulfonylurea, glinid,
21
2. Peningkatan sensivitas terhadap insulin seperti metformin,
tiazolidindion (TZD).
3. Penghambat absorsi glukosa di saluran pencernaan seperti
penghambat alfa glukosidase obat ini bekerja dengan memperlambat
absorbs glukosa di dalam usus halus, sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan
4. Penghambat DPP-IV (dipeptidyl peptidaseIV) obat golongan ini
menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like
Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif.
Aktifitas GLP-1 untuk meningkatan sekresi insulin dan menekan
sekresi glucagon bergantungkadar glukosa darah . contoh obat
golongan ini seperti sitagliptin dan linagliptin
5. Penghambat SGLT-2 )sodium glucose Cotransporter 2) merupakan
golongan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat
penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara
menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang
termasuk golongan ini seperti canagliflozin, empagliflozin,
Ipragliflozin
b. Obat antihipeglikemi suntik
Termasuk antigiperglikemi suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan
kombinasi insulin dan agonis GLP-1
1. Insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis :
a. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
22
b. Insulin kerja pendek (short acting insulin)
c. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
d. Insulin kerja panjang (long acting inulin)
e. Insulin kerja ultra panjang (ultra long acting insulin)
f. Insuli campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan
kerja cepat dengan menengah (premixed insulin)
2. Agonis GLP-1
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan
pendekatan baru untuk pengobatan DM. agonis GLP-1 dapat
bekerja pada sel beta sehingga terjadi penigkatan pelepasan
insulin, mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat
pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan.
c. Terapi kombinsi
Pengaturan dier dan aktivitas fisik merupakan hal yang utama dalam
penatalaksanaan DM, namun jika diperlukan dapat dilakukan bersamaan
dengan pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi
sejak dini. Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu
dimulai dengan dosis rendah dan kemudian dinaikan secara bertahap
sesuai dengan respon kadar glukosa darah (Perkeni, 2015).
2.2.5 Cara Penilaian Patuh dan Tidak Patuh
Kuisioner kepatuhan penggunaan obat MMAS-8 dengan masing-masing
nilai pertanyaan 0-1. Nilai akhir 0 menunjukan tingkat kepatuhan responden
“tinggi”, nilai akhir 1-2 menunjukan tingkat kepatuhan responden “sedang”
dan skor akhir >2 menunjukan tingkat kepatuhan responden “rendah” serta
23
untuk mengetahui patuh atau tidaknya responden bisa dilihat ddari kepatuhan
pengambilan obat digunakan rumus MPR (Medication Possession Ratio) yang
dirumuskan sebagai jumlah hari perolehan obat dibagi dengan jumlah hari
terlewat mengambil obat ditambah jumlah perolehan obat terakhir. Nilai
perhitungan MPR <0,8 mennjukan bahwa pengambilan obat kembali tidak
teratur dan kepatuhan pasien yang rendah (Srikartika, Cahya, & Wahyu
Herdianti , 2016).
2.2.6 Hubungan Pengetahuan dan Kepatuhan Pengobatan Diabetes
Pengetahuan seseorang khususnya tentang pengetahuan mengenai DM
(pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab, komplikasi dan pengobatan
seperti obat oral atau injeksi insulin) memiliki pengaruh terhadap kepatuhan
pengobatan baik secara langsung ataupun tidak langsung karena pengetahuan
merupakan stimulus terhadap tindakan. Sebuah tindakan atau perilaku yang
didasari dengan pengetahuan akan lebih bertahan lama dibandingan dengan
suatu perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
Pengetahuan yang baik memiliki pengaruh terhadap perawatan yang adekuat
dan secara efektif memungkinkan pasien untuk mematuhi pengobatan. Pasien
DM yang memiliki pengetahuan tentang DM yang baik kemungkinan besar
pasien akan memiliki kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan yang dia
jalani. Sedangkan pasien yang memiliki pengetahuan yang kurang kemungkinan
besar juga pasien akan kurang mematuhi pengobatan yang di sarankan oleh
petugas kesehatan, bahkan boleh jadi mereka tidak memiliki kepatuhan
pengobatan sama sekali karena mereka merasa tidak ada yang salah dengan apa
yang dilakukannya. Kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan dapat
24
menyebabnya buruknya hasil terapi, kontrol glikemik yang buruk, beresiko
untuk mengembangkan komplikasi DM dan peningkatan rawat inap serta
kematian.
2.3 Konsep Diabetes Mellitus
2.3.1 Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis serius yang
disebabkan karena pangkreas tidak bisa menghasilkan insulin yang cukup
atau ketika tubuh tidak bisa secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkan oleh pangkreas, insulin sendiri merupakan hormon yang
berfungsi mengatur glukosa darah yang ada didalam tubuh (Infodatin,
2018). DM merupakan suatu jenis penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
bisa juga karena kelainan keduanya (Perkeni, 2015).
2.3.2 Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus
Berbagai tanda maupun gejala yang bisa ditemukan pada pasien DM
diantaranya seperti poliuria (frekuwensi buang air kecil yang banyak),
polidipsia (sering merasa haus), polifagia (sering merasa lapar) dan
terjadinya penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya
adapun keluhan lainnya seperti badan terasa lemah, kesemutan, gatal, mata
kabur dan juga terjadinya disfungsi ereksi pada pria dan pruritus pada
wanita (Perkeni, 2015).
2.3.3 Klasifikasi
1. Diabetes mellitus tipe 1
25
DM tipe 1 merupakan diabetes yang bergantung pada insulin dimana
tubuh kekurangan hormon insulin, dikenal dengan istilah Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilanganya sel beta penghasil
insulin pada pulau-pulau langerhans pangkreas.
1 Diabetes mellitus tipe 2
DM tipe 2 terjadi dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat
berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan
seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau
berkuranganya respon sensitifitas insulin.
2 Diabetes tipe lain
DM tipe ini diakibatkan karena akibat dari penyakit lain yang
mempengaruhi produksi insulin atau mempengaruhi kerja insulin.
Penyebab DM semacam ini adalah radang pangkreas (pangkreatitis),
gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis, penggunaan hormon
kortikosteroid, pemakaian obat-obatan antihipertensi dan antikolesterol,
malnutrisi dan infeksi
26
3 Diabetes mellitus gestasional (DMG)
Intoleransi glukosa terjadi dan yang pertama kali ditemukan saat
hamil. Keadaan ini terjadi karena pembentukan beberapa hormon pada
ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin (Padila, 2018).
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis DM dapat ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa darah atau
gula darah. Pemeriksaan gula darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan secara
enzimatik dengan menggunakan bahan plasma darah vena. Pemantauan dari
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan glukosa
darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis DM tidak bisa ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria. Adapun kriteria diagnosis DM meliputi :
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
ada asupan kalori minimal 8 jam
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah dilakukan tes toleransi
glukosa oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan adanya keluhan
klasik
4. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang telah
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).
Hasil periksaan laboratorium yang tidak memenuhi kriteria DM digolongkan ke
dalam kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa terganggu (TGT)
dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
27
1. GDPT : hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan
pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam < 140 mg/dl
2. TGT : hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199
mg/dl dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dl
3. Diagnosis prediabetes bisa juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c antara 5,7-6,4%
Diagnosis DM dikelompokkan kedalam beberapa katagori diantaranya normal,
prediabetes dan diabetes (Perkeni, 2015).
HbA1c (%) Glukosa darah
puasa (mg/dL)
Glukosa plasma 2 jam
setelah TTGO (mg/dl)
Normal < 5,7 < 100 < 140
Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 124 mg/dL ≥ 200 mg/dL
Tabel 2.3.4 Diagnosis DM
2.3.5 Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2
Faktor resiko yang menyebabkan terjadinya DM tipe 2 diantaranya :
1. Umur
Semakin bertambahnya umur seseorang maka angka kejadian DM
tipe 2 semakin tinggi karena seiring bertambahnya usia maka sistem tubuh
akan mengalami penurunan tanpa terkecuali sistem endokrin. Peningkatan
usia mengakibatkan kondisi resistensi pada insulin yang mengakibatkan
tidak stabilnya level glukosa darah.
28
2. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki resiko yang lebih besar untuk menderita DM karena
fisik wanita memiliki peluang mengalami peningkatan indeks masa tubuh
yang lebih besar dan juga kondisi hormonal perempuan yang membuat
lemak dalam tubuh menjadi mudah terakumulasi (Willaer, 2016).
3. Tingkat Pendidikan
Seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi biasanya akan lebih
banyak memiliki pengetahuan tentang kesehatan dan dengan pengetahuan
yang dimilikinya maka seseorang yang memilki pengetahuan yang tinggi
akan memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya. Orang dengan
pengetahuan tinggi cenderung tidak terkena penyakit DM tipe 2
4. Riwayat Keluarga
Seseorang yang memiliki keluarga dengan riwayat DM memiliki
kemungkinan sebesar 10 kali lipat menderita DM tipe 2 dibandingakn
orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga DM pada keluarganya
5. Kebiasasan Merokok
Kebiasaan yang buruk seperti merokok dapat mempengaruhi
ketebalan plasma diding pembuluh darah (aterosklerosis), dapat
menyebabkan komplikasi kardiovaskuler, peningkatan prevalensi
metabolik sindrom serta peningkatan indeks massa tubuh (IMT) yang juga
dapat beresiko menurunkan HDL (Hight Density Lipoprotein) dan
meningkatkan kolestrol, tingginya trigliserida dan peningkatan lingkar
pinggang
6. Indek Massa Tubuh (IMT)
29
IMT yang terlalu tinggi atau obesitas bisa menyebabkan peningkatan
asam lemak atau free fatty acid (FFA). Peningkatan FFA akan menyebabkan
turunya pengambilan glukosa kedalam membran plasma dan juga akan
menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada jaringan otot dan adiposa
7. Hipertensi
Hipertensi bisa menyebabkan pendistribusian glukosa pada sel tidak
berjalan secara optimal sehingga akan terjadi akumulasi glukosa dan
kolestrol di dalam darah. Sebaliknya jika kondisi tekanan darah berada
pada rentan normal maka glukosa darah akan terjaga dalam rentan normal
pula karena insulin bersifat sebagai zat pengendalian dari sistem renin dan
angiotensin, kadar insulin yang cukup bisa menyebabkan tekanan darah
terjaga. Seseorang dengan tekanan darah diatas 120/90 mmHg akan
beresiko diabetes 2 kali lipat dibandingan orang dengan tekanan darah
normal
8. Pola Makan
Pola makan adalah salah satu komponen yang sangat penting dalam
menjaga agar tubuh tetap dalam keadaan stabil dan tidak beresiko
menimbulkan DM. Pola makan yang tidak tepat seperti mengkonsumsi
karbohidrat dan ketidakseimbangan konsumsi dengan kebutuhan energi
akan menimbulkan terjadinya hiperglikemia yang jika dibiarkan terus
menerus akan beresiko terjadinya DM
9. Aktifitas Fisik dan Olahraga
Aktifitas fisik dapat mempengaruhi peningkatan insulin sehingga
kadar glukosa darah akan berkurang. Apabila produksi insulin tidak
mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka berakibat
30
terjadi DM. Berolahraga dan melakukan aktivitas fisik dapat membantu
menurukan berat badan serta membuat sensifitas insulin meningkat,
membuat aliran darah lancar, dengan lancarnya aliran darah angka kejadian
DM dapat menurun sebanyak 50 persen (Isnaini & Ratnasari, 2018).
2.3.6 Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya yang sasarannya tutujukan pada
kelompok yeng memiliki faktor resiko, yaitu mereka yang belum
terkena akan tetapi mereka berpotensi untuk terkena DM dan
kelompok dengan intoleransi glukosa.
Tindakan yang dilakukan untuk upaya pencegahan primer meliputi :
penyuluhan mengenai perlunya pengaturan gaya hidup sehat sedini
mungkin, materi penyluhan meliputi :
a. Program penurunan berat badan
1. Diet yang sehat
2. Pengaturan jumlah asupan kalori yang ditujukan untuk mencapai
berat badan yang ideal
3. Karbohidrat yang komplek merupakan sebuah pilihan dan diberikan
secara terbagi atau terpisah dan seimbang sehingga menyebabkan
glukosa darah yang tinggi setelah makan
4. Komposisi diet yang sehat yaitu mengandung sedikit lemak jenuh
dan tinggi serat larut
b. Latihan jasmani
31
Latihan jasmani yang disarankan yaitu latihan dikerjakan setidaknya 150
menit setiap minggu dengan melakukan latihan aerobic dengan
tingkatan sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal) atau 90
menit setiap minggu dengan latihan aerobik berat (mencapai denyut
jantung > 70% maksimal). Latihan jasmani terbagi menjadi 3-4 kali
dalam seminggu.
c. Berhenti melakukan kebiasaan merokok
d. Pada kelompok yang memiliki resiko tinggi dibutuhkan intervensi
farmakologis
2. Pencegahan sekunnder
Pencegahan sekunder merupakan upaya mencegah ataupun
menghambat timbulnya penyulit pada pasien yang sudah terdiagnosis
DM. Tindakan pada pencegahan sekunder dilakukan dengan
melakukan pengendalian kadar glukosa yang sesuai dengan target terapi
dan dilakukan pengendalian faktor resiko penyulit yang lainnya dengan
pemberian pengobatan seoptimal mungkin. Melakukan upaya deteksi
dini adanya penyulit merupakan sebuah bagian dari pencegahan
sekunder tindakan ini dilakukan pada awal pengelolaan penyakit DM.
Program penyuluhan memiliki peranan penting untuk meningkatkan
kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan yang telah
dibuat sehingga program tersebut mencapai target terapi yang
diharapkan. Program penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama
dan perlu dilakukan pengulangan pada pertemuan berikutnya.
3. Pencegahan tersier
32
Pencegahan tersier memiliki sasaran khusus yaitu kelompok dengan
penyandang DM yang telah mengalami penyulit dalam mencegah
terjadinya kecacatan lebih lanjut dan meningkatkan kualitas hidup.
Upaya rehabilitasi pada kelompok dengan DM dilakukan sedini
mungkin, sebelum terjadinya kecacatan yang menetap. Pada upaya ini
tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga pasien, misalnya
materi penyuluhan tentang sebuah upaya rehabilitasi yang bisa
dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal (Perkeni, 2015).
2.3.7 Pengobatan dan Penanganan Diabetes Mellitus Tipe 2
Pada penderita DM tipe 2, penatalaksanaan pengobatan yaitu dengan
menerapkan pola hidup sehat, mengurangi berat badan, diet yang sehat, dan
berolahraga. hal ini merupakan sebuah penanganan yang difokuskan pada
gaya hidup dan aktifitas fisik. Pengontrolan tingkat kadar glukosa darah
merupakan kunci program pengobatan, sebagai langkah pengontrolan
glukosa darah dapat diberikan obat anti hiperglikemia oral atau oral anti
diabetes (OAD) yang dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi,
atau dilakukan pemberian injeksi insulin (Perkeni, 2015).