Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi dan Morfologi Kedelai Edamame
Tanaman kedelai dikenal dengan beberapa nama botani Glycine soja dan
Soja max. Kedelai termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, sub-
divisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Rosales, famili Leguminosae,
sub-famili Papilionaceae, genus Glycine, spesies Glycine max (L.) Merr.
(Adisarwanto, 2005). Berbagai varietas edamame yang pernah dikembangkan di
Indonesia antara lain Ocunami, Tsuronoko, Tsurumidori, Taiso dan Ryokko.
Warna bunga varietas Ryokko adalah putih, sedangkan varietas yang lainnya
ungu. Saat ini varietas yang dikembangkan untuk produk edamame beku adalah
Ryokko asal Jepang dan R 75 asal Taiwan (Sumarno, 2011).
Kedelai edamame dikonsumsi secara langsung dengan merebusnya
terlebih dahulu. Kedelai edamame memiliki rasa yang gurih dan tekstur biji yang
lembut serta lebih cepat matang saat direbus, sehingga warna hijau polongnya
masih dapat dipertahankan (Cheng, 1991; Konovsky et al., 1994).
Perbedaan utama kedelai edamame dengan kedelai biasa secara morfologi
adalah pada ukurannya. Kedelai edamame relatif lebih besar jika dibandingkan
dengan kedelai biasa. Selain itu kedelai edamame memiliki kandungan gizi yang
berbeda terutama kandungan kadar asam fitat lebih tinggi sehingga lebih halus
dan lebih mudah dimasak. Kandungan gizi dalam 100 g kedelai edamame terdapat
582 kkal, protein 11,4 g, karbohidrat 7,4 g, lemak 6,6 g, vitamin A atau karotin
100 mg, B1 0,27 mg, B2 0,14 mg, B3 1 mg, dan 27% vitamin C, serta mineral
10
2
seperti fosfor 140 mg, kalsium 70 mg, besi 1,7 mg, dan kalium 140 mg (Johnson
et al., 1999, Nguyen, 2001; Comlekcioglu dan Simsek, 2011). Kedelai edamame
memiliki ukuran biji jauh lebih besar dari kedelai biasa, bobot 100 biji mencapai
30 g, jumlah biji per polong lebih dari 2, warna bulu abu-abu, tekstur biji dan
polong lembut, dan potensi hasil polong segar sekitar 7-10 ton/ha
(Shanmugasundaram dan Yan, 2004).
Edamame merupakan tanaman semusim, tumbuh tegak, daun lebat,
dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman edamame berkisar antara 30 sampai
lebih dari 50 cm, bercabang sedikit atau banyak, bergantung pada varietas dan
lingkungan hidupnya. Tanaman kedelai memiliki daun majemuk yang terdiri atas
tiga helai anak daun (trifoliolat) dan umumnya berwarna hijau muda atau hijau
kekuning-kuningan (Irwan, 2006). Bentuk daun kedelai ada yang bulat (oval) dan
lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik
(Andrianto dan Indarto, 2004). Daun pertama yang keluar dari buku sebelah atas
kotiledon berupa daun tunggal yang letaknya berseberangan (anifoliolat). Daun-
daun yang terbentuk kemudian adalah daun-daun trifoliolat (Sumarno, 2011).
Tanaman kedelai memiliki sistem perakaran tunggang, yang bercabang
membentuk akar sekunder. Selain itu kedelai juga seringkali membentuk akar
adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil (Andrianto dan Indarto, 2004).
Pertumbuhan batang kedelai memiliki dua tipe yaitu determinate dan
indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas
keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate
dicirikan dengan tidak tumbuhnya lagi batang setelah tanaman mulai berbunga,
3
sedangkan tipe indeterminate dicirikan dengan masih tumbuhnya batang dan daun
setelah tanaman berbunga (Adisarwanto, 2005). Selain itu terdapat varietas
tanaman kedelai hasil persilangan yang mempunyai tipe batang yang mirip
keduanya sehingga dikategorikan sebagai semi-determinate atau semi-
indeterminate (Irwan, 2006).
Kedelai berbunga sempurna yaitu memiliki benang sari dan putik dalam
satu bunga. Mahkota bunga akan rontok sebelum membentuk polong (Rukmana
dan Yuniarsih, 1996). Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu, berwarna putih atau
ungu. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak daun. Jumlah bunga pada
setiap ketiak daun beragam antara 2-25 bunga bergantung pada kondisi
lingkungan tumbuh dan varietas. Bunga kedelai pertama pada umumnya terbentuk
pada buku ke lima, ke enam, atau pada buku yang lebih tinggi. Periode berbunga
pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 2-
3 minggu di daerah tropik. Tanaman kedelai di Indonesia mulai berbunga pada
umur 30-50 hari setelah tanam (Fahrudin, 2000).
Budidaya kedelai edamame tidak jauh berbeda dengan budidaya kedelai
biasa, karena kedelai edamame dipanen lebih awal, yaitu ketika polong sudah
berisi penuh, sehingga tidak memerlukan pengeringan brangkasan dan pembijian.
Kedelai edamame lebih cocok tumbuh di dataran sedang hingga tinggi. Varietas
tertentu dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah. Kedelai edamame
memerlukan takaran pupuk relatif lebih tinggi dari kedelai biasa, yaitu 100-150 kg
urea, 100-150 kg SP-36, dan 100-125 kg KCl (Asadi, 2009). Pupuk urea diberikan
dalam 3 tahap yaitu: pertama, saat tanam; kedua, saat berbunga; dan ketiga, saat
4
pengisian polong. Pupuk KCl diberikan dalam dua tahap yaitu: dua per tiga saat
tanam dan sepertiganya saat berbunga, sedangkan pupuk SP-36 diberikan
seluruhnya pada saat tanam.
Kedelai edamame dapat dipanen pertama kali saat berumur 45 hari,
tergantung varietasnya. Tahap pertumbuhan reproduktif kedelai secara
keseluruhan terdiri atas delapan tahap (R1-R8). Tahap R1 ditandai dengan
munculnya bunga pertama, kemudian pada tahap R2 muncul bunga pada dua buku
teratas. Sedangkan tahap R3 dan R4 merupakan tahap pembentukan dan
perkembangan polong pada empat buku teratas yang dilanjutkan dengan tahap
perkembangan biji yang mengisi sampai separuh bagian ruang polong (R5), dan
biji memenuhi ruang polong (R6). Tahapan R7 dan R8 merupakan tahap
pematangan polong dan biji (Handayani dan Hidayat, 2012).
Kualitas kedelai edamame ditentukan oleh rasa, tingkat kemanisan, aroma,
tekstur, bau langu (beany flavor), dan rasa pahit (Johnson et al., 1999). Rasa
manis disebabkan oleh kandungan sukrosa, glukosa, fruktosa, dan raffinosa
(Suwan, 2015). Sedangkan rasa enak atau gurih disebabkan oleh kandungan asam
amino seperti asam glutamat. Bau langu berasal dari oksidasi asam linolenik oleh
enzim lipoksigenase, sedangkan rasa pahit oleh kandungan enzim lipoksigenase
sendiri (Masuda, 1991). Kedelai edamame paling banyak dikonsumsi oleh
penduduk Jepang, disusul oleh Korea, Cina, dan Taiwan. Secara komersial kedelai
edamame juga telah berkembang di berbagai negara seperti Argentina, Australia,
Israel, Mongolia, New Zeland, dan Thailand. Secara non komersial juga sudah
berkembang di Malaysia, Nepal, Filipina, dan Srilangka (Wang et al., 1979). Di
5
Indonesia kedelai rebus sudah cukup lama dikenal dan dikonsumsi. Kedelai yang
disukai adalah varietas kedelai berbiji agak besar seperti Orba, Tambora, dan
Galunggung, namun jumlah dan pasarnya masih terbatas. Di dataran tinggi
Cipanas Jawa Barat kedelai edamame sudah mulai berkembang.
2.2 Rizobakteri yang Menghasilkan IAA
Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan
internal pada tanaman (Decoteau, 1998; Milovanovic et al., 2011). Faktor
eksternal pada tanaman adalah nutrisi dan lingkungan, sedangkan faktor internal
pada tanaman adalah genetik dan hormon (Salisbury dan Ross, 1995). Secara
alamiah tanaman sudah mengandung hormon pertumbuhan seperti indole asam
asetat atau IAA. IAA endogen tanaman berada pada jaringan meristem yaitu
jaringan yang aktif tumbuh seperti ujung tunas atau tajuk dan akar (Davies et al.,
1999). Sedangkan IAA eksogen adalah hormon yang dimanfaatkan tanaman yang
berasal dari luar sistem metabolisme tanaman. Bakteri dapat menghasilkan IAA
yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk proses pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (Dewi, 2008). Bakteri yang hidup di rizosfer dikenal
dengan istilah rizobakteri. Rizobakteri adalah bakteri yang dapat ditemukan pada
rizosfer tanaman, di permukaan akar atau berasosiasi dengan akar berbagai jenis
tanaman.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa rizobakteri yang dapat menghasilkan
IAA dapat digunakan sebagai biostimulan untuk meningkatkan pertumbuhan dan
hasil tanaman. Ahmad et al. (2004) melaporkan bahwa Azotobacter isolat AZS1
6
yang menghasilkan IAA sebesar 7,4 mg/ml pada media Nutrient Broth (NB) tanpa
penambahan L- tryptophan dapat meningkatkan panjang akar tanaman Sesbania
aculeate sebesar 9,31% jika dibandingkan dengan kontrol. Sharma dan Rai (2015)
melaporkan bahwa rizobakteri isolat P19 yang menghasilkan IAA sebesar 50,25
µg/ml pada media dengan penambahan L - tryptopan dapat meningkatkan bobot
kering tanaman tomat sebesar 16,67% jika dibandingkan dengan kontrol. Reetha
et al. (2014) melaporkan bahwa Bacillus subtilis yang menghasilkan IAA 12,67
µg/ml pada media Nutrient Broth dapat meningkatkan bobot kering akar tanaman
bawang merah sebesar 15,47% jika dibandingkan dengan kontrol. Abaid et al.
(2015) melaporkan bahwa rizobakteri Serratia liquefaciens FA-2 yang
menghasilkan IAA 4,2 µg/ml pada media dengan penambahan L- tryptopan dapat
meningkatkan biomassa tanaman gandum sebesar 14,74% jika dibandingkan
dengan kontrol. Sivasankari et al. (2014) melaporkan bahwa penambahan 1
mg/ml L- tryptophan pada 5 ml media dapat meningkatkan kemampuan Bacillus
cereus dalam meningkatkan panjang tajuk dan akar tanaman Vigna unguiculata,
peningkatan panjang tajuk dan akar tanaman V. unguiculata sebesar 23,8% dan
26,5% jika dibandingkan dengan perlakuan 5 ml media tanpa penambahan L-
tryptopan. Patten dan Glick (2002a) melaporkan bahwa perlakuan Pseudomonas
putida GR12-2 wild type yang menghasilkan IAA 14,5 µg/ml pada media Tryptic
Soy Broth (TSB) dengan penambahan 50 µg/ml L- tryptophan dapat
meningkatkan jumlah akar tanaman kacang hijau sebesar 198,53% jika
dibandingkan dengan kontrol. Apastambh (2014) melaporkan bahwa perlakuan
Pseudomonas fluorescens isolat Yps25 yang menghasilkan IAA 28,4 µg/ml dapat
7
meningkatkan panjang tajuk dan panjang akar sebesar 88% dan 113,33% jika
dibandingkan dengan kontrol. Gravel et al. (2007) melaporkan bahwa P. putida B
strain 1 yang menghasilkan IAA 23,4 µg/ml dengan penambahan tryptamine
dapat meningkatkan kandungan nitrogen pada daun tanaman tomat sebesar 5.72%
jika dibandingkan dengan kontrol. Ramezanpour et al. (2010) melaporkan bahwa
bakteri isolat MZ26 yang menghasilkan IAA 86,1 mg/l dapat meningkatkan
kandungan nitrogen pada daun dan biji tanaman padi sebesar 55% dan 13,42%
jika dibandingkan dengan kontrol. Cassan et al. (2009) melaporkan bahwa
Azospirillum brasilense Az39 yang menghasilkan IAA 13,16 µg/ml dapat
memacu perkecambahan biji dan pembentukan bintil akar tanaman kedelai.
1.3 Mekanisme Kerja IAA dalam Memacu Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Mekanisme IAA dalam memacu pertumbuhan dan meningkatkan hasil
tanaman berdasarkan hipotesis pertumbuhan asam (Abel et al., 1994; Abel dan
Theologis, 2010; Rechenmann, 2010; Kotake et al., 2000; Rayle dan Cleland,
1992; Tepfer dan Cleland, 1979; Didonet dan Magalhaes, 1993). Dalam teori ini,
IAA diikat oleh protein reseptor ABP1 yang berikatan dengan protein CBP1 yang
berada di membran plasma. Adanya ikatan komplek IAA dan protein ABP1 dan
CBP1 akan mengaktifkan ATPase pompa proton. ATPase pompa proton berada
di membran sel tanaman dan berfungsi mengeluarkan H+ dari sitoplasma menuju
dinding sel. IAA akan meningkatkan kerja ATPase pompa proton sehingga
banyak H+ yang keluar dari sitoplasma menuju dinding sel. Konsentrasi H
+ yang
meningkat menyebabkan pH dinding sel menurun atau bertambah asam. Kondisi
8
asam pada dinding sel akan mengaktifkan enzim ekspansin dan xyloglucan
endotransglycosylase atau hidrolase (XTH). Enzim ekspansin dan xyloglucan
endotransglycosylase akan melonggarkan dinding sel dengan cara memutus ikatan
hidrogen pada ikatan silang mikrofibril (serat selulosa, hemiselulosa, dan pektin).
Ikatan silang yang terputus menyebabkan dinding sel menjadi lebih kendur dan
lunak. Aktivasi ATPase juga dapat menginduksi hiperpolarisasi membran plasma
dan mengaktifkan K+ yang berada di saluran membran plasma. Hal tersebut akan
menyebabkan masuknya ion ke dalam sel sehingga meningkatkan konsentrasi ion
di dalam sel. Konsentrasi ion yang meningkat akan mempengaruhi masuknya air
ke dalam sel secara osmosis. Masuknya air ke dalam sel menyebabkan tekanan
turgor sel meningkat. Tekanan yang meningkat dan didukung dengan dinding sel
yang kendur akan menyebabkan terjadinya pemanjangan sel (Gambar 2.1).
Peristiwa pemanjangan sel terutama terjadi di daerah pemanjangan sel di ujung
batang dan ujung akar.
Gambar 2.1.
Hipotesis pertumbuhan asam (sumber: Rechenmann, 2010)
9
Mekanisme IAA dalam memacu pertumbuhan dan meningkatkan hasil
tanaman berdasarkan hipotesis aktivasi gen (Abel dan Theologis, 2010; Guilfoyle
et al., 1998; Rechenmann, 2010; Weijers et al., 2005; Bianco dan Kepinski, 2011;
Kotake et al., 2000; Kepinski dan Leyser, 2002; Guilfoyle, 1995). Dalam teori ini,
IAA berikatan dengan protein penerima (reseptor) yang disebut protein transport
inhibitor response 1 (TIR1). TIR1 berinteraksi dengan protein cullin, protein S-
phase kinase, dan protein RBX1 membentuk ligase tipe ubiquitin SCF (SCF TIR1
).
IAA berikatan dengan SCF TIR1
dan menstimulasi SCF TIR1
untuk berikatan dengan
protein Aux/IAA inhibitor yang telah berikatan dengan Auxin- activated
Transcription Factor (ARFs). Dengan adanya IAA, maka protein Aux/IAA
inhibitor terlepas dan akan didegradasi oleh ATP dependent protease 26S
proteosom (Petrasek dan Friml, 2009; Worley et al., 2000; Dharmasiri dan
Estelle, 2002; Reed, 2001). Sedangkan Auxin- activated transcription factor akan
bergerak menuju Auxin - dependent promoter untuk memulai terjadinya proses
transkripsi gen target atau Auxin – regulated gene (Chapman dan Estelle, 2009;
Dharmasiri dan Estelle, 2002; Dharmasiri dan Estelle, 2004; Weijers et al., 2005;
Gray et al., 2001; Ulmasov et al., 1999) (Gambar 2.2). IAA meningkatkan
transkripsi DNA menjadi mRNA, mRNA keluar dari inti ke sitosol dan
ditranslasikan di ribosom untuk sintesis protein. Adanya peningkatan sintesis
protein untuk membentuk enzim-enzim baru dan mengaktifkan enzim-enzim
tertentu melalui jalur biokimia yang spesifik dapat mempengaruhi proses
metabolisme tanaman. Sarkissian (1970) melaporkan bahwa IAA dapat
mengaktifkan enzim citrate synthase. Enzim citrate synthase merupakan enzim
10
kunci dalam daur siklus Krebs, enzim ini menggabungkan molekul asetil-CoA
dengan oksaloasetat membentuk asam sitrat. Bianco et al. (2006a) melaporkan
bahwa enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme energi melalui daur siklus
Krebs pada Escherichia coli dapat diaktifkan oleh IAA. IAA mengaktifkan gen
gltA, sdhB, dan sucA yang bertanggung jawab dalam pembentukan enzim citrate
synthase, succinate dehydrogenase, dan 2-oxoglutarate dehydrogenase.
Peningkatan metabolisme tanaman dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman
atau berat kering tanaman yang nantinya dapat meningkatkan hasil tanaman
(Salisbury dan Ross, 1995). Berat kering tanaman merupakan parameter yang
sering digunakan untuk menunjukkan hasil metabolisme dalam tubuh tanaman
tanpa adanya pengaruh kadar air dalam sel.
Gambar 2.2
Hipotesis aktivasi gen (sumber: Petrasek dan Friml, 2009)
Beberapa peneliti melaporkan bahwa IAA dapat mengatur ekpresi gen
pada tanaman. Tian dan Reed (1999) melaporkan bahwa IAA dapat mengontrol
perkembangan akar tanaman Arabidopsis thaliana dengan cara mengaktifkan gen
SHY/IAA3 yang bertanggung jawab dalam pertumbuhan akar dan pembentukan
akar lateral. Krizek (2011) melaporkan bahwa IAA mengatur perkembangan
11
bunga A. thaliana dengan cara mengaktifkan gen AIL/PLT yang bertanggung
jawab dalam inisiasi pembentukan organ bunga. Sundberg dan Ostergaard (2009)
melaporkan bahwa IAA mengatur pertumbuhan organ bunga dengan cara
mengaktifkan gen YUC2 dan YUC6 yang bertanggung jawab dalam pembentukan
serbuk sari. Hu et al. (2003) melaporkan bahwa IAA mengatur ukuran organ
tanaman dengan cara mengaktifkan gen ARGOS yang bertanggung jawab dalam
pertumbuhan sel dan proliferasi sel. Catala et al. (2000) melaporkan bahwa IAA
dapat meningkatkan ukuran sel pada buah tomat dengan cara mengaktifkan gen
LeEp2, LeEXT1, dan Cel7 yang bertanggung jawab dalam pembentukan enzim
ekspansin, xyloglucan endotransglycosylase, dan 1,4-β- glucanase. Enzim- enzim
tersebut berfungsi untuk melonggarkan dinding sel dengan cara memutus ikatan
hidrogen pada ikatan silang mikrofibril sehingga akan terjadi pemanjangan sel
selama pertumbuhan buah tomat. Nagpal et al. (2005) melaporkan bahwa IAA
mengatur ekspresi gen ARF6 dan ARF8 yang bertanggung jawab dalam
pemasakan benang sari dan putik pada bunga A. thaliana. Peng dan Chen (2011)
melaporkan bahwa IAA mengatur ekspresi gen MtPIN10, SGL1, dan MtCUC2
yang bertanggung jawab dalam perkembangan daun dan bunga. Borisov et al.
(2003) melaporkan bahwa IAA mengatur ekspresi gen LjNin yang bertanggung
jawab dalam memulai organogenesis bintil akar tanaman kacang. Kobayashi et al.
(2012) melaporkan bahwa IAA menekan ekspresi gen LONGHYPOCOTYL5
(HY5) di akar tanaman A. thaliana. Gen HY5 bertanggung jawab dalam
pembentukan klorofil, sehingga akar tanaman tersebut tidak berwarwa hijau.
12
2.4 Biosintesis Indole Asam Asetat (IAA) dalam Tanaman dan Bakteri
Biosintesis IAA adalah suatu proses pembentukan IAA yang dikatalisis oleh
enzim yang terjadi dalam tanaman dan mikroorganisme. Proses biosintesis IAA
terjadi beberapa tahap, dimana produk dari satu tahap akan menjadi substrat bagi
tahap berikutnya. Proses biosintesis IAA dalam tanaman terjadi didalam jaringan
merismatik yang aktif yaitu tunas, daun muda dan buah yang sedang tumbuh
(Salisbury dan Ross, 1992). IAA disintesis dari asam amino tryptopan, dengan
hasil perantara sejumlah substansi yang secara alami mirip IAA seperti indole
acetonitrile, indole asam piruvat dan indole asetataldehyde. IAA merupakan salah
satu hormon tanaman yang dapat meningkatkan pembentukan DNA dan RNA
sehingga dapat meningkatkan pembentukan protein dan produksi enzim (Oneill
dan Scott, 1987; Sacher, 1968; Evans dan Ray, 1969). Mekanisme tanaman dalam
mensintesis IAA secara genetik belum sepenuhnya dimengerti (Normanly dan
Bartel, 1999), namun demikian para peneliti telah melaporkan bahwa terdapat dua
jalur utama untuk biosintesis IAA yaitu jalur biosintesis IAA yang tergantung
pada tersedianya tryptopan atau dependent Trytophan dan jalur biosintesis IAA
yang tidak tergantung pada tersedianya tryptopan atau independent Trytophan
(Gambar 2.3) (Wright et al., 1991; Normanly et al., 1997; Cohen et al., 2003;
Mano dan Nemato, 2012; Rozov et al., 2012).
Biosintesis IAA dalam jaringan tanaman yang tergantung pada tersedianya
tryptopan memiliki lima jalur yaitu (1) jalur indole asam piruvat, jalur indole asam
piruvat merupakan jalur biosintesis IAA yang paling umum dalam perubahan
asam amino tryptopan menjadi IAA. Dalam jalur ini, tryptopan diubah menjadi
13
indole asam piruvat oleh enzim tryptopan aminotransferase (Normanly dan Bartel,
1999; Gao dan Zhao, 2014). Pada tanaman Arabidobsis, enzim tryptopan amino
transferase dikode oleh gen TAA1 (Mano dan Nemato, 2012). Selanjutnya indole
asam piruvat diubah menjadi indole acetaldehyde oleh enzim indole-3-pyruvate
decarboxylase (Stepanova et al., 2011). Selanjutnya indole acetaldehyde diubah
menjadi IAA oleh enzim indole-3-acetaldehyde oxidase (Kriechbaumer dan
Glawischnig, 2005; Won et al., 2011; Gao dan Zhao, 2014). Zhao (2012) dan Dai
et al. (2013) melaporkan bahwa biosintesis IAA melalui jalur indole asam piruvat
juga dapat terjadi melalui perubahan tryptopan menjadi indole asam piruvat yang
dikatalisis oleh enzim tryptopan aminotransferase kemudian indole asam piruvat
diubah menjadi IAA oleh enzim flavin monooxygenase YUC; (2) jalur
tryptamine, dalam jalur ini tryptopan diubah menjadi tryptamine oleh enzim
tryptopan decarboxylase yang dikode oleh gen TDC. Tanaman yang terdeteksi
mengaktifkan gen TDC dalam biosintesis IAA adalah Catharanthus roseus,
Camptotheca acuminate, Ophiorrhiza pumila, dan Oryza sativa (Mano dan
Nemoto, 2012). Selanjutnya tryptamine diubah menjadi N-hydroxytryptamine
oleh flavin monooxygenase yang dikode oleh gen YUC atau YUCCA (Zhao et al.,
2001; Zhao, 2012; Yamamoto et al., 2007; Gao dan Zhao, 2014). Tanaman yang
terdeteksi mengaktifkan gen YUC adalah A. thaliana, Petunia hybrid, O. sativa,
Zea mays, Solanum lycopersicum, dan Pisum sativum (Mano dan Nemato, 2012).
Selanjutnya N-hydroxytryptamine diubah menjadi indole-3-acetaldoxime oleh
enzim yang belum teridentifikasi. Selanjutnya indole-3- acetaldoxime diubah
menjadi indole-3-acetonitrile oleh enzim cytochrome P450 monooxygenase
14
CYP71A13 (Nafisi et al., 2007; Zaitoon, 2014). Kemudian indole-3-acetonitrile
diubah menjadi IAA oleh enzim nitrilase (Park et al., 2003; Mano dan Nemoto,
2012). Beberapa peneliti melaporkan bahwa jalur tryptamine juga dapat melalui
perubahan tryptopan menjadi tryptamine yang dikatalisis oleh enzim tryptopan
decarboxylase kemudian tryptamine diubah menjadi indole acetaldehyde oleh
enzim amine oxidase. Selanjutnya indole acetaldehyde diubah menjadi IAA oleh
enzim indole-3-acetaldehyde oxidase atau enzim indole-3-acetaldehyde
dehydrogenase (Kriechbaumer dan Glawischnig, 2005; Clarke dan Mann, 1957;
Quittenden et al., 2009; Spaepen et al., 2007; Taiz dan Zeiger, 2010); (3) jalur
indole acetonitrile, dalam jalur ini tryptopan diubah menjadi indole-3-
acetaldoxime oleh cytochrome P450 monooxygenase CYP79B2/B3 (Sugawara et
al., 2009; Zhao et al., 2002; Zhao, 2012; Gao dan Zhao, 2014). Selanjutnya
indole-3-acetaldoxime diubah menjadi indole-3-acetonitrile oleh enzim
cytochrome P450 monooxygenase CYP71A13 (Nafisi et al., 2007; Zaitoon,
2015). Kemudian indole-3-acetonitrile diubah menjadi IAA oleh enzim nitrilase
(Taiz dan Zeiger, 2010). Tanaman yang terdeteksi melakukan biosintesis IAA
melalui jalur indole acetonitrile adalah A. thaliana dan Z. mays (Mano dan
Nemoto, 2012); (4) jalur indole glucosinolate, dalam jalur ini tryptopan diubah
menjadi indole-3-acetaldoxime oleh cytochrome P450 monooxygenase
CYP79B2/B3 (Sugawara et al., 2009; Zhao, 2012). Selanjutnya indole-3-
acetaldoxime diubah menjadi indole-3-S-alkylthiohydroximate oleh cytochrome
P450 monooxygenase Sur2-1. Selanjutnya indole-3-S-alkylthiohydroximate
diubah menjadi thiohydroximate oleh S-alkyl-thiohydroximate lyase Sur1-3
15
(Ljung et al., 2005). Selanjutnya thiohydroximate diubah menjadi indole
glucosinolate oleh enzim yang belum teridentifikasi. Selanjutnya indole
glucosinolate diubah menjadi IAA oleh enzim yang belum teridentifikasi. Jalur ini
terdeteksi pada spesies tanaman yang menghasilkan glucosinolate (Halkier dan
Gershenzon, 2006; Hirani et al., 2012) seperti tanaman dalam famili Brassicaceae,
Poaceae, dan Musaceae (Taiz dan Zeiger, 2010); (5) jalur acetamide, jalur ini
merupakan jalur yang umum ditemukan di biosintesis IAA pada bakteri. Namun,
Pollmann et al. (2009) melaporkan bahwa tanaman A. thaliana dapat melakukan
biosintesis IAA melalui jalur acetamide. Dalam jalur ini, tryptopan diubah
menjadi indole acetamide oleh enzim yang belum diketahui. Selanjutnya indole
acetamide diubah menjadi IAA oleh enzim IAA synthase.
Gambar 2.3
Diagram jalur biosintesis IAA (sumber: Mano dan Nemoto, 2012)
16
Biosintesis IAA dalam jaringan tanaman yang tidak tergantung pada
tersedianya tryptopan hanya memiliki satu jalur yaitu jalur indole glyserol
phosphate (Ouyang et al., 2000; Tao et al., 2008). Mekanisme tanaman dalam
mensintesis IAA dalam jalur glyserol phosphate belum sepenuhnya dimengerti,
namun demikian para peneliti telah melaporkan bahwa asam khorismat yang
merupakan produk biosintesis asam shikimat diubah menjadi anthranilat oleh
enzim anthranilate synthase (Herrmann, 1995; Tzin dan Galili, 2010; Zhao, 2010).
Tzin dan Galili (2010) melaporkan bahwa anthranilate diubah menjadi 5-
phosphor-β-D-ribosyl anthranilate oleh anthranilate phosphoribosyltransferase.
Radwanski dan Last (1995) melaporkan bahwa 5-phosphor -β-D-ribosyl
anthranilate diubah menjadi 1-(2- carboxyl- phenylamino)-1-deoxy-D-ribulose-5-
phosphate oleh enzim phosphoribosylanthranilate isomerase. Selanjutnya 1-(2-
carboxyl-phenylamino)-1-deoxy-D-ribulose-5-phosphate diubah menjadi indole-
3- glycerol phosphate oleh enzim indole-3-glycerol-phosphate synthase.
Selanjutnya indole-3- glycerol phosphate mengalami kehilangan gugus D-
glyceraldehyde 3-phosphate sehingga terbentuk indole. Selanjutnya indole
mengikat gugus pyridoxal-5-phosphate dan L- serine. Mano dan Nemoto (2012)
melaporkan bahwa ikatan senyawa indole pyridoxal-5-phosphate dan L- serine
akan menjadi IAA, namun demikian enzim dan jalur biosintesis IAA dari indole
pyridoxal-5-phosphate dan L- serine belum sepenuhnya dimengerti. Tanaman
yang terdeteksi melakukan biosintesis IAA yang tidak tergantung pada
tersedianya tryptopan adalah jagung (Ostin et al., 1999) dan Arabidopsis (Wang et
al., 2015).
17
Kemampuan tanaman dalam mensintesis IAA endogenous dipengaruhi
oleh beberapa faktor pembatas sehingga pertumbuhan tanaman tersebut kurang
optimal. Ketersediaan IAA eksogenous dibutuhkan tanaman untuk
mengoptimalkan pertumbuhannya. Salah satu IAA eksogenous adalah IAA yang
disintesis oleh rizobakteri. IAA yang disintesis oleh rizobakteri masuk kedalam
jaringan akar tanaman sehingga akan mengubah konsentrasi IAA endogenous di
organ akar. IAA eksogenous dapat digunakan untuk proses pemanjangan akar
primer, pembentukan akar lateral dan rambut akar (Leveau dan Lindow, 2005;
Okon dan Kapulnik, 1986).
Peran IAA bagi rizobakteri masih belum diketahui secara jelas, namun
dalam asosiasi dengan tanaman di lingkungan alaminya, IAA yang diproduksi
oleh rizobakteri mampu menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Spaepen et al., 2007). Talboys et al. (2014) melaporkan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan tanaman tersebut memicu terjadinya eksudasi akar berupa senyawa
organik yang dapat dimanfaatkan bagi pertumbuhan rizobakteri. Rizobakteri
dalam mensintesis IAA sangat tergantung pada ketersediaan tryptopan (Martens
dan Frankenberger, 1993). Biosintesis IAA oleh rizobakteri dalam tanah dapat
dipacu dengan adanya tryptopan yang berasal dari eksudat akar (Arshad dan
Frankerberger, 1991). Idris et al. (2007) melaporkan bahwa rizobakteri Bacillus
amyloliquefaciens FZB42 dapat memacu pertumbuhan tanaman jika di rizosfer
tersedia tryptopan. Tryptopan dari eksudat akar diubah menjadi IAA oleh
rizobakteri dengan menggunakan tiga jalur yaitu jalur indole acetamide, indole
asam piruvat dan tryptamine.
18
Jalur indole acetamide, dalam jalur ini tryptopan diubah menjadi indole
acetamide oleh enzim tryptopan-2-monooxygenase yang dikode oleh gene
aux1/iaaM/tms1, kemudian indole acetamide diubah menjadi IAA oleh enzim
indole-3-acetamide hydrolase yang dikode oleh gen aux2/iaaH/tms2 (Mano dan
Nemoto, 2012). Jalur indole acetamide telah terdeteksi dalam beberapa spesies
bakteri misalnya, P. syringae pv. syringae (White dan Ziegler, 1991), B.
japonicum dan Rhizobium fredii (Sekine et al., 1989), A. brasilense (Prinsen et al.,
1993; Malhotra dan Srivastava, 2006), patogen tanaman A. tumefaciens dan P.
savastanoi (Yamada et al., 1985) dan Streptomyces spp. (Manulis et al., 1994).
Jalur indole asam piruvat merupakan jalur utama untuk biosintesis IAA
pada tanaman. Namun, gen yang berperan dalam jalur ini belum teridentifikasi
pada tanaman. Pada bakteri, produksi IAA melalui jalur indole asam piruvat telah
diketahui. Biosintesis IAA melalui jalur indole asam piruvat, tryptopan diubah
menjadi indole asam piruvat oleh enzim tryptopan deaminase, indole asam piruvat
kemudian diubah menjadi indole-3- acetaldehyde oleh enzim indole-3-pyruvat
decarboxylase. Selanjutnya indole-3- acetaldehyde diubah menjadi indole asam
asetat oleh indole-3- acetaldehyde dehydrogenase. Biosintesis IAA pada bakteri
melalui jalur indole asam piruvat yang dikatalisis oleh enzim indole-3-pyruvat
decarboxylase yang dikode oleh gen ipdC (Lopez et al., 2000). Bakteri
mengekspresikan gen ipdC untuk biosintesis IAA terjadi pada fase stasioner dan
diinduksi oleh adanya tryptopan yang ada di rizosfer (Ryu dan Patten, 2008;
Spaepen et al., 2007; Patten dan Glick, 2002b). Spaepen et al. (2007) melaporkan
bahwa Azospirillum mengekpresikan gen ipdC untuk biosintesis IAA terjadi pada
19
fase stasioner dan biosintesis IAA akan meningkat jika pH dalam media rendah.
Beberapa spesies bakteri telah diidentifikasi melakukan biosintesis IAA melalui
jalur indole asam piruvat misalnya A. brasilense (Zakharova et al., 1999), E.
cloacae, E. herbicola (Ryu dan Patten, 2008), P. fluorescens (Oberhansli et al.,
1991), Rhodococcus sp. BF1332 (Lee et al., 2012) dan Rhodococcus fascians
(Vandeputte et al., 2005).
Jalur tryptamine pada bakteri dimulai dengan proses dekarboksilasi
tryptophan menjadi tryptamine. Selanjutnya tryptamine secara langsung
dikonversi menjadi IAA oleh amine oxidase. Bakteri memiliki beberapa jalur
yang berbeda dalam mensintesis IAA dan strain bakteri mampu melakukan
sintesis IAA lebih dari satu jalur (Spaepen et al., 2007) seperti Azospirillum
dalam mensintesis IAA melalui jalur indole asam piruvat dan tryptamine
(Normanly et al., 1997; Spaepen et al., 2007) sedangkan E. herbicola pv.
gypsophilae dalam mensintesis IAA melaui jalur indole asam piruvat dan
acetamide (Manulis et al., 1998). Lee et al. (1988) melaporkan bahwa A.
brasilense mensintesis IAA melalui jalur indole asam piruvat dan acetamide, hal
ini ditunjukkan dengan terdeteksinya aktivitas tryptophan decarboxylase dan
tryptamine oxidase pada kultur A. lipoferum SK16. Manulis et al. (1998)
melaporkan bahwa E. herbicola pv. gypsophilae mensintesis IAA melalui jalur
indole asam piruvat dan acetamide, hal ini ditunjukkan dengan terdeteksinya
aktivitas tryptophan decarboxylase dan tryptophan-2- monooxygenase pada kultur
E. herbicola pv. gypsophilae.
20
2.5 Pola Transportasi Indole Asam Asetat (IAA) dalam Tanaman
Biosintesis IAA merupakan proses yang komplek yang terjadi dalam
tanaman. Biosintesis IAA terjadi dalam jaringan meristem di tajuk dan akar
(Ljung et al., 2005). IAA yang terbentuk, selanjutnya didistribusikan langsung ke
seluruh bagian tanaman untuk digunakan dalam proses pembelahan sel,
pemanjangan sel, pertumbuhan akar lateral, perkembangan daun dan bunga
(Davies, 1999). IAA yang didistribusikan ke seluruh bagian tanaman namun tidak
semua bagian tanaman mendapat bagian yang sama, bagian yang jauh dari ujung
akan mendapatkan IAA lebih sedikit. Pola transportasi IAA dalam tanaman terjadi
melalui dua jalur, yaitu jalur non polar dan polar (Petrasek dan Friml, 2009;
Zazimalova et al., 2007). Jalur transportasi IAA secara non polar terjadi melalui
floem. Michniewicz et al. (2007) melaporkan bahwa sistem transportasi IAA
secara non polar terjadi melalui floem dan berlangsung relatif cepat dengan
perpindahan molekul berlangsung selama 5 - 20 cm per jam. Pada sistem ini,
auksin bersama dengan metabolit lain seperti fotoasimilat ditransportasikan
melalui floem ke akar, daun yang sedang berkembang, dan jaringan lain kemudian
secara bertahap di distribusikan lebih spesifik melalui sistem polar (Ruiz et al.,
2001). Jalur transportasi IAA secara polar terjadi melalui sel ke sel dengan
perpindahan molekul berlangsung selama 5-20 mm per jam (Lomax et al., 1995).
Distribusi IAA endogenous dan eksogenous terjadi melalui jalur transportasi
secara polar (Michniewicz et al., 2007; Lomax et al., 1995).
Pola transportasi IAA secara polar memiliki dua tipe yaitu tipe transportasi
ke seluruh bagian tanaman (jarak jauh) dan tipe transportasi ke jaringan spesifik
21
(jarak dekat). Transportasi IAA antara sel satu dengan sel yang lain terjadi secara
pasif dan aktif. Arah transportasi IAA di tajuk terjadi secara basipetal (bergerak
dari jaringan apical tajuk ke akar) sedangkan arah transportasi IAA di akar terjadi
secara acropetal (bergerak dari ujung akar ke bagian atas akar) dan basipetal
(bergerak dari bagian atas akar menuju ke ujung akar) (Rashotte et al., 2001;
Lewis et al., 2007; Lewis dan Muday, 2009). IAA masuk ke dalam sel secara
pasif dengan cara berdifusi dalam bentuk molekul IAA yang tidak mengalami
protonasi pada gugus karboksilnya (IAAH). Sedangkan IAA yang mengalami
disosiasi (ion IAA-) masuk dan keluar sel secara aktif dibantu oleh protein
pembawa (carrier protein) (Gambar 2.4).
Gambar 2.4
Pola Transportasi IAA (sumber: Petrasek dan Friml, 2009)
Protein pembawa berfungsi untuk membawa masuk dan keluar IAA
dalam sel. Protein pembawa masuk (influx protein) berfungsi untuk memasukkan
IAA dari sel satu ke sel yang lain (Friml dan Palme, 2002). Protein pembawa
masuk yang telah diidentifikasi pada tanaman Arabidopsis adalah AUX1, LAX1,
LAX2, dan LAX3 (Parry et al., 2001; Petrasek dan Friml, 2009; Estelle, 1998).
22
Sedangkan protein pembawa masuk yang telah diidentifikasi pada tanaman
mentimun adalah CS-AUX1 (Kamada et al., 2003). Jones et al., (2009)
melaporkan bahwa aktivitas AUX1 dapat meningkatkan efisiensi serapan IAA
jika dibandingkan dengan berdifusi secara pasif sehingga transportasi IAA lebih
efisien dalam jaringan tanaman. Sedangkan protein pembawa keluar (efflux
protein) berfungsi untuk mengeluarkan IAA dari sel satu ke sel yang lain
(Laskowski et al., 2008; Ge et al., 2010).
Protein pembawa keluar yang telah diidentifikasi pada tanaman
Arabidopsis adalah PIN1, PIN2, PIN3, PIN4, PIN7, ABCB1, ABCB4, dan
ABCB19 yang terdapat pada membran plasma (Peer et al., 2004; Mravec et al.,
2008; Petrasek et al., 2006; Teale et al., 2006; Taiz dan Zeiger, 2010; Henrichs et
al., 2012). Sedangkan protein pembawa keluar yang telah diidentifikasi pada
tanaman jagung adalah ZmPIN1a dan ZmPIN1b (Carraro et al., 2006). PIN1
berperan dalam mengeluarkan IAA dari sel satu ke sel yang lain secara acropetal
sedangkan PIN2 berperan dalam mengeluarkan IAA dari sel satu ke sel yang lain
secara basipetal (Wu et al., 2007; Sukumar et al., 2009). Morris (2000)
melaporkan bahwa PIN3 yang berada di jaringan akar dan batang berperan dalam
mengeluarkan IAA dari sel satu ke sel yang lain secara lateral atau mengeluarkan
IAA ke arah samping. Transport beberapa IAA juga terjadi dari sitosol (cytosol)
ke lumen ER (endoplasmic reticulum) dengan bantuan PIN5 yang mungkin
diperlukan dalam pengaturan metabolisme auksin (Mravec et al., 2008).