23
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkerasan Jalan Menurut Sukirman (2003), perkerasan jalan adalah lapisan perkerasan yang terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada transportasi, dan selama masa pelayanan diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. 2.1.1. Jenis Konstruksi Perkerasan Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan menjadi (Sukirman, 1999): 1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. 2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton. 3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur di atas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur. 2.1.2. Struktur Perkerasan Jalan Lentur Pada umumnya struktur perkerasan jalan lentur (flexible pavement) dibuat secara berlapis dan terdiri atas lapisan permukaan (surface course) yaitu lapisan aus dan lapis antara. Lapisan dibawahnya ialah lapisan pondasi yang terdiri dari lapisan pondasi atas (base course) dan pondasi bawah (subbase course). Lapisan ini diletakkan di atas tanah dasar yang dipadatkan (subgrade) (Sukirman, 1999).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkerasan Jalan

Menurut Sukirman (2003), perkerasan jalan adalah lapisan perkerasan yang

terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi

memberikan pelayanan kepada transportasi, dan selama masa pelayanan diharapkan

tidak terjadi kerusakan yang berarti.

2.1.1. Jenis Konstruksi Perkerasan

Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat dibedakan

menjadi (Sukirman, 1999):

1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya

bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang

menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton

dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis

pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.

3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku

yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur

di atas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.

2.1.2. Struktur Perkerasan Jalan Lentur

Pada umumnya struktur perkerasan jalan lentur (flexible pavement) dibuat

secara berlapis dan terdiri atas lapisan permukaan (surface course) yaitu lapisan aus

dan lapis antara. Lapisan dibawahnya ialah lapisan pondasi yang terdiri dari lapisan

pondasi atas (base course) dan pondasi bawah (subbase course). Lapisan ini

diletakkan di atas tanah dasar yang dipadatkan (subgrade) (Sukirman, 1999).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

5

Masing-masing elemen lapisan di atas termasuk tanah dasar secara bersama-

sama memikul beban lalu lintas. Tebal struktur perkerasan dibuat sedemikian rupa

sampai batas kemampuan tanah dasar memikul beban lalu lintas, atau dapat

dikatakan tebal struktur perkerasan sangat tergantung pada kondisi atau daya

dukung tanah dasar (Sukirman, 1999).

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan

Sumber: Sukirman (2003)

1. Elemen Tanah Dasar (sub-grade)

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari

sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Tidak semua jenis tanah dapat digunakan

sebagai tanah dasar pendukung badan jalan secara baik, karena harus

dipertimbangkan beberapa sifat yang penting untuk kepentingan struktur jalan,

seperti: daya dukung dan kestabilan tanah yang cukup, komposisi dan gradasi

butiran tanah, sifat kembang susut tanah, kemudahan untuk dipadatkan, kemudahan

meluluskan air (drainase), plastisitas dari tanah, sifat ekspansif tanah dan lain-lain

(Sukirman, 1999).

Pemilihan jenis tanah yang dapat dijadikan tanah dasar melalui penyelidikan

tanah menjadi penting karena tanah dasar akan sangat menentukan tebal lapis

perkerasan di atasnya, sifat fisik perkerasan di kemudian hari dan kelakuan

perkerasan seperti deformasi permukaan, dan sebagainya (Sukirman, 1999).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

6

2. Elemen Lapis Pondasi Bawah (sub-base course)

Lapis pondasi bawah (sub-base) adalah suatu lapisan yang terletak antara

lapis tanah dasar dan lapis pondasi atas (base), yang berfungsi sebagai bagian

perkerasan yang meneruskan beban di atasnya, dan selanjutnya menyebarkan

tegangan yang terjadi ke lapis tanah dasar (Sukirman, 1999).

Lapis pondasi bawah dibuat di atas tanah dasar yang berfungsi di antaranya sebagai

berikut (Sukirman, 1999):

A. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan

menyebarkan beban roda.

B. Menjaga efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-

lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya

konstruksi).

C. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.

D. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.

Bermacam-macam material setempat (CBR > 20 % PI < 10 %) yang relatif

lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Ada

berbagai jenis lapis pondasi bawah yang sering dilaksanakan, yaitu (Sukirman,

1999):

A. Pondasi bawah yang menggunakan batu pecah, dengan balas pasir.

B. Pondasi bawah yang menggunakan sirtu yang mengandung sedikit tanah.

C. Pondasi bawah yang menggunakan tanah pasir.

D. Pondasi bawah yang menggunakan agregat.

E. Pondasi bawah yang menggunakan material ATSB (Asphalt Treated Sub-

Base) atau disebut Laston Bawah (Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah).

F. Pondasi bawah yang menggunakan stabilisasi tanah.

3. Elemen Lapis Pondasi Atas (base course)

Lapis Pondasi Atas (LPA) adalah suatu lapisan perkerasan jalan yang terletak

antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah (sub-base), yang berfungsi sebagai

bagian perkerasan yang mendukung lapis permukaan dan beban-beban roda yang

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

7

bekerja di atasnya dan menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis pondasi bawah,

kemudian ke lapis tanah dasar (Sukirman, 1999).

Lapis pondasi atas dibuat di atas lapis pondasi bawah yang berfungsi di antaranya

(Sukirman, 1999):

A. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda.

B. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

C. Meneruskan limpahan gaya lalu lintas ke lapis pondasi bawah.

Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR > 50%, PI <4 %) dapat

digunakan sebagai bahan lapis pondasi atas, antara lain: batu pecah, kerikil pecah,

dan/atau stabilisasi tanah dengan semen atau kapur. Secara umum dapat berupa

(Sukirman, 1999):

A. Pondasi atas yang menggunakan pondasi Telford.

B. Pondasi atas yang menggunakan material agregat.

C. Pondasi atas yang menggunakan material ATB (Asphalt Treated Base)

atau disebut Laston (Lapisan Aspal Beton) Atas.

D. Pondasi atas yang menggunakan stabilisasi material

4. Elemen Lapis Permukaan (surface course)

Fungsi Lapis Permukaan antara lain (Sukirman, 1999):

A. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda.

B. Sebagai lapis kedap air, yaitu lapisan yang melindungi lapisan di

bawahnya dari resapan air yang jatuh di atas permukaan perkerasan.

C. Sebagai lapisan aus (wearing course) yaitu lapisan yang langsung

menderita gesekan akibat rem kendaraan, sehingga mudah menjadi aus.

Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah campuran bahan agregat dan

aspal, dengan persyaratan bahan yang memenuhi standar. Penggunaan bahan aspal

diperlukan sebagai bahan pengikat agregat dan agar lapisan dapat bersifat kedap

air, di samping itu bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang

berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas

(Sukirman, 1999).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

8

Jenis lapisan permukaan (surface course) yang umum dipergunakan di

Indonesia antara lain:

1. Lapisan bersifat nonstruktural, yang berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap

air yang meliputi:

A. Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapisan penutup yang terdiri

dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi

seragam, dengan tebal maksimum 2 cm.

B. Burda (lapisan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari

lapisan aspal yang ditaburi agregat, yang dikerjakan dua kali secara

berurutan dengan tebal maksimum 3,5 cm.

C. Latasir (lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari

lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus, dicampur, dihampar dan

dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat maksimum 1-2 cm.

D. Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup terdiri dari lapisan aspal

taburan pasir dengan ukuran butir maksimum 3/8 inci.

E. Latasbum (lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang

terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan

tertentu yang dicampur dalam keadaan dingin dengan ketebalan

maksimum 1 cm.

F. Lataston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama Hot Rolled Sheet

(HRS) merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran agregat

bergradasi timpang/senjang, filler dan aspal keras dengan perbandingan

tertentu, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu panas dengan

tebal padat maksimum 2,5-3 cm.

2. Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan

menyebarkan beban roda, yaitu antara lain:

A. Penetrasi Macadam (lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri atas

agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka seragam yang

diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis

demi lapis dengan ketebalan maksimum 4-10 cm.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

9

B. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri atas

campuran agregat asbuton dan bahan pelunak yang dihampar dan

dipadatkan dalam keadaan dingin dengan ketebalan padat pada tiap lapisan

antara 3-5 cm.

C. Laston (lapis aspal beton) merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan

yang terdiri atas campuran aspal keras dan agregat bergradasi menerus,

dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu panas.

D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi

Bergradasi Terbuka (CEBT).

5. Lapis Resap Pengikat (prime coat)

Lapis resap pengikat merupakan bagian dari struktur perkerasan lentur yang

tidak mempunyai nilai struktur akan tetapi mempunyai fungsi yang sangat

besar terhadap kekuatan dan keawetan struktur terutama untuk menahan gaya

lateral atau gaya rem. Lapis resap pengikat dilaburkan diantara lapisan material

tidak beraspal dengan lapisan beraspal yang berfungsi untuk menyelimuti

permukaan lapisan tidak beraspal.

6. Lapis Perekat (tack coat)

Sama halnya dengan lapis resap pengikat, lapis perekat dilaburkan diantara

lapis beraspal lama dengan lapis beraspal yang baru (yang akan dihampar di

atasnya), yang berfungsi sebagai perekat diantaranya.

2.2. Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan

Lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban lalu

lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri.

Dengan demikian memeberikan kenyamanan kepada si pengemudi selama masa

pelayanan jalan tersebut. Untuk itu dalam perencanaaan perlu dipertimbangkan

seluruh faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi perkerasan

jalan seperti (Alamsyah, 2003):

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

10

2.2.1. Fungsi Jalan

Berdasarkan fungsinya jalan terbagi menjadi lima yaitu (Alamsyah, 2003):

1. Jalan arteri primer : dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60

km/jam, lebar badan jalan tidak kurang 8 meter, jumlah jalan masuk dibatasi

secara efisien, jarak antara jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek

500 meter dan lainnya.

2. Jalan kolektor primer : dirancang dengan kecepatan rencana 40 km/jam, lebar

badan jalan tidak kurang 7 meter, jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien dan

jarak antaranya lebih dari 400 dan lainnya.

3. Jalan lokal primer : dirancang untuk kecepatan rencana 20 km/jam, kendaraan

angkutan barang dan bus diijinkan melalui jalan ini, lebar jalan tidak kurang 6

meter.

4. Jalan arteri sekunder : dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah

20 km/jam, lebar jalan tidak kurang 6 meter dan lainnya.

5. Jalan lokal sekunder : dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah

10 km/jam, lebar badan tidak kurang 5 meter, angkutan barang dan bus tidak

diijinkan melewati jalan ini.

2.2.2. Klasifikasi dalam Perencanaan Perkerasan Jalan

Dalam klasifikasi ini jalan dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (Alamsyah,

2003):

Tipe jalan I (jalan masuk/akses langsung sangat dibatasi efisien)

Tabel 2.1 Tabel Klasifikasi Jalan

Fungsi Kelas

Utama Sekunder

Arteri I

Kolektor II

Arteri II Sumber SNI 1732-1989-f

Tipe jalan II ( jalan masuk/akses langsung diijinkan secara terbatas seperti tabel

berikut ini:

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

11

Tabel 2.2 Tipe Jalan II

Fungsi Volume LL Rencana (smp) Klas

Utama Arteri I

Kolektor 10.00 atau lebih I

Sekunder

Arteri

20.000 atau lebih I

Kurang dari 20.000 II

Kolektor

6000 atau lebih II

Kurang dari 6000 III

Lokal

500 atau lebih III

Kurang dari 500 VI

Sumber SNI 1732-1989-f

Kecepatan rencana, kecepatan yang ditetapkan untuk rencana atau desain

perencanaan dimana korelasi segi-segi fisiknya akan mempengaruhi kendaraan,

kecepatan yang dimaksud kecepatan maksimum yang dipertahankan, sehingga

kendaraan yang bergerak seakan-akan diarahkan dalam pergerakannya (Alamsyah,

2003).

Tabel 2.3 Kecepaatan Rencana

Tipe Jalan Klas Jalan Kecepatan (km/jam)

Kelas I 100 atau 80

Tipe I Klas II 100 atau 60

Klas I 60

Tipe II Klas II 60 atau 50

Klas III 40 atau 30

Klas IV 30 atau 20

Sumber : Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Analisa Komponen Bina Marga

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

12

2.2.3. Kinerja Perkerasan (Pavement Performance)

Kinerja perkerasan jalan meliputi 3 hal yaitu (Alamsyah, 2003):

1. Keamanan, yang ditentukan oleh besarnya gesekan akibat adanya kontak antara

ban dan permukaan jalan. Besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh

bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan, kondisi cuaca dan sebagainya.

2. Wujud perkerasan jalan (structural perkerasan), sehubungan dengan kondisi fisik

dari jalan tersebut seperti adanya retak-retak, amblas, alur, dan gelombang.

3. Fungsi pelayanan (fungtional performance), sehubungan dengan perkerasan

tersebut memberikan pelayanan kepada pemakai jalan. Wujud perkerasan dan

fungsi pelayanan umumnya merupakan satu kesatuan yang dapat digambarkan

dengan “kenyamanan mengemudi (riding quality).

Dalam perencanaan konstruksi jalan yang baik harus mempunyai kriteria –

kriteria sebagai berikut (Alamsyah, 2003):

1. Menjadi life cycle cost yang minimum

Dalam melaksanakan suatu pembangunan infrastruktur diperlukan adanya biaya,

oleh karena itu pelaksanaan perlu melakukan analisa ekonomi teknik dalam

merencanakan suatu anggaran biaya. Pemilihan bahan serta pelaksanaan yang

menjadi kunci pokok dalam merencanakan suatu anggaran. Konstruksi jalan

umumnya diketahui bahwa perkerasan dengan lapis aspal (lentur) lebih murah

dari perkerasan lapis beton (kaku). Pandangan ini dapat dipertimbangkan dalam

benak perencana karena aspek umur jalan serta lalu lintas rencana yang akan

melewati jalan tersebut dapat mempengaruhi daya tahan struktur perkerasan.

Oleh karena itu pemilihan jeis perkerasan harus di analisis dengan discounted

whole life cost terendah.

2. Mempertimbangkan kemudahan saat pelaksanaan

Dengan pelaksanaan yang mudah maka konstruksi jalan akan cepat selesai

dengan jumlah pekerja maupun alat berat yang optimum, sehingga dapat

menekan biaya serta menghindari denda (penalty) akibat keterlambatan

pengerjaan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

13

3. Memilih material yang efisien dan memanfaatkan material lokal semaksimum

mungkin.

Pelaksanaan yang baik dan didukung dengan material yang baik pula akan

menghasilkan struktur perkerasan yang baik. Dengan memanfaatkan material

lokal juga dapat menekan biaya angkut/distribusi material tersebut. Pemilihan

material juga harus mempertimbangkan kemampuan pelaksanaan yang tersedia,

atau dibutuhkan tidaknya alat berat dalam mengolah material tersebut.

4. Mempertimbangkan faktor keselamatan pengguna jalan

Keselamatan pengguna jalan diatur dalam undang-undang nomor 22 tahun 2009

pada bab xx pasal 273 ayat 1-4. Tertulis bahwa penyelenggara jalan apabila

menyebabkan kecelakaan terhadap pengguna jalan akan dikenakan denda

tertentu dan hukuman pidana. Oleh karena itu suatu jalan haruslah dibuat aman,

nyaman terhadap penggunaannya hingga umur rencana yang ditentukan.

5. Mempertimbangkan kelestarian lingkungan

Aspek lingkungan perlu dipertimbangkan pada setiap pelaku konstruksi dalam

menjalankan kegiatan pembngunannya. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan

(AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha atau

kegiatan yang direncanakan pada lingkugan hidup yang diperlukan bagi proses

pengambilan keputusan mengenai penyelenggaraan usaha atau kegiatan.

Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 juga mengatur

dan memberi pertimbangan atau solusi kepada pihak desainer dalam hal

kemampuan mendesain suatu struktur perkerasan. Ketentuan pertimbangan

dalam kemampuan serta pemilihan jenis perkerasan dapat dilihat pada tabel

berikut (Pratama, 2015):

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

14

Tabel 2.4 Ketentuan Pertimbangan Desain Perkerasan

Sumber : MKJI 2013

Catatan: Tingkat kesulitan

1. Kontraktor kecil - medium

2. kontraktor besar dengan sumber daya yang memadai

3. membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus – dibutuhkan kontraktor Burda.

2.2.4. Umur Rencana

Menurut Kementrian Pekerjaan Umum umur rencana suatu jalan raya

merupakan jumlah waktu dalam tahun yang dihitung sejak jalan tersebut dibuka

sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapis

permukaan yang baru. Umur perkerasan jalan ditetapkan pada umumnya

berdasarkan jumlah kumulatif lintas kendaraan standar (CESA, Cumulative

Equivalent Standard Axle) (Pratama, 2015).

Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 umur

rencana digunakan untuk menentukan jenis perkerasan dengan mempertimbangkan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

15

elemen perkerasan berdasarkan analisis discounted whole of life cost terendah.

Berikut ini adalah tabel ketentuan umur rencana dengan mempertimbangkan

elemen perkerasan yang disajikan dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor

02/M.BM/2013 (Pratama, 2015):

Tabel 2.5 Umur Rencana Perkerasan Jalan Baru (UR)

Sumber : MKJI 2013

Dilihat pada tabel hubungan antara umur rencana, jenis perkerasan dan

elemen perkerasan. Untuk perkerasan yang direncanakan dengan umur 10 tahun,

perkerasan tanpa penutup dapat digunakan, sedangkan untuk perkerasan umur 20

tahun, perkerasan lentur menjadi pilihan utama. Untuk perkerasan dengan umur

rencana 40 tahun lebih dianjurkan menggunakan perkerasan kaku. Ketentuan tabel

diatas tidaklah mutlak. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi desain perkerasan

seperti ketersediaan material lokal, beban lalu lintas, kondisi lingkungan serta nilai

bunga sangat penting untuk dipertimbangkan (Rahadian, 2013).

Diilustrasikan misalnya, untuk desain perkerasan lentur 10 tahun, terutama

pada kasus overload, maka dalam kondisi kritis saat harus di-overlay akan

membutuhkan overlay yang tebal. Namun jika Desain perkerasan lentur dibuat 20

tahun, umumnya pada waktu yang sama, hanya membutuhkan overlay non

struktural yang ditempatkan sebelum aspal eksisting mencapai kondisi kritis. Selain

itu, penutupan untuk kegiatan pemeliharan yang terlalu sering juga meningkatkan

biaya delay pengguna jalan, karenanya umur desain 20 tahun memberikan biaya

siklus hidup lebih rendah. Ditinjau dari sisi penghematan nilai sekarang biaya siklus

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

16

hidup, peningkatan umur rencana juga akan memberikan penghematan yang cukup

signifikan (Rahadian, 2013).

2.2.5. Lalu lintas

Perencanaan teknik jalan lalu lintas sangat diperlukan, karena kapasitas dan

konstruksi struktur perkerasan yang akan direncanakan tergantung pada komposisi

lalu lintas yang akan menggunkan jalan pada suatu segmen jalan yang ditinjau,

adapun pendahuluan Manual PD T-19-2004-B survei lalu lintas dapat dilakukan

dengan cara manual, semi manual (dengan bantuan kamera video), ataupun

otomatis (menggunakan tube maupun loop) (Rahadian, 2013).

Analisis lalu lintas pada ruas jalan yang didesain harus juga meperhatikan

faktor pengalihan arus lalu lintas yang didasarkan pada analisis secara jaringan

dengan memperhitungkan proyeksi peningkatan kapasitas ruas jalan yang ada atau

membangun ruas jalan yang baru dalam jaringan tersebut, dan pengaruhnya

terhadap volume lalu lintas dan beban terhadap ruas jalan yang didesain (Rahadian,

2013).

1. Volume Lalu Lintas

Volume lalu lintas diperlukan guna menentukan jumlah dan lebar jalur

pada suatu jalan dalam penentuan karakteristik geometrik, sedangkan jenis

kendaraan akan menentukan kelas beban atau MST (Muatan Sumbu Terberat)

yang berpengaruh pada perencanaan konstruksi strukturb perkerasan. Volume

lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati suatu titik

pengamatan selama satu satuan waktu (hari, jam atau menit). Volume lalu lintas

juga dapat berupa volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) yaitu volume lalu

lintas yang diperoleh dari nilai rata-rata kendaraan selama beberapa hari

pengamatan dan lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) yaitu volume lalu

lintas harian yang diperoleh dari nilai rata-rata jumlah kendaraan selama satu

tahun penuh (Sukirman, 2010).

Pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 analisis

volume lalu lintas harus didasarkan pada survei faktual yakni dengan melakukan

survei lalu lintas aktual, dengan durasi minimal 7 x 24 jam, dengan pedoman

pada Manual Pd T-19-2004-B dan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

17

Hal yang ditekankan dalam analisis volume lalu lintas pada Manual Desain

Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 ini adalah hasil survei lalu lintas

sebelumnya dapat dipakai sebagai tolak ukur dalam survei lalu lintas aktual dan

LHRT yang dihitung adalah untuk semua jenis kendaraan kecuali speda motor,

ditambah 30% jumlah speda motor (Pratama, 2015).

2. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

Kebijakan dalam perencanaan faktor pertumbuhan lalu lintas harus

didasarkan pada data-data pertumbuhan historis atau rumusan korelasi dengan

faktor pertumbuhan lain yang valid. Data histori pertumbuhan lalu lintas apabila

tidak lengkap atau tidak tersedia, Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor.

02/M.BM/2013 menyediakan tabel faktor pertumbuhan lalu lintas minimum

sebagai berikut:

Tabel 2.6 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum

KELAS JALAN

FAKTOR PERTUMBUHAN LALU LINTAS (%)

2011 – 2020 >2021 – 2030

Arteri perkotaan 5 4

Kolektor rural 3.5 2.5

Jalan desa 1 1

Sumber : MKJI 2013

Menghitung pertumbuhan lalu litas selama umur rencana Manual Desain

Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 menyajikan rumus sebagai berikut:

R =𝑛(1 + 0.01) 𝑈𝑅 − 1

0.01𝑖

Dimana,

R = Faktor Pengali Pertumbuhan Lalu lintas

i = Tingkat pertumbuhan lalu lintas tahunan

UR = Umur Rencana (tahun)

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

18

3. Faktor Lajur

Lalu lintas kendaraan terdistribusi pada lajur – lajurnya dan distribusi arus

pada arus lajur – lajur jalan yang umumnya dipengaruhi oleh komposisi/jenis

kendaraan. Di Indonesia ada 2 kondisi perilaku umum berlalu lintas. Pada jalan

bebas hambatan, kendaraan berat berada pada jalur kiri dan kendaraan ringan

yang berkecapat lebih tinggi berada pada jajur kanan, sedangkan untuk jalan

umum kendaraan berat berada pada jalur kanan dikarenakan pada jalur kiri

terdapat kendaraan yang lebih lambat seperti sepeda motor, angkot dan becak.

Perilaku berlalu lintas secar komprehensif telah dimasukkan kedalam

perencanaan struktur perkerasan sebagai salah satu faktor distribusi lajur.

Terdapat perubahan dalam menentukan faktor distribusi lajur pada perencanaan

desain 2013 dengan 2002 yang dapat dilihat pada tabel berikut (Suryo, 2012):

Tabel 2.7 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

Dapat dilihat pada tabel faktor distribusi lajur pada Maual Desain Perkerasan

Lentur Pd T-01-2002-B memberikan sengkang batas atas dan bawah, sedangkan

pada Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 langsung

memberikan nilai persen (%) besar faktor distribusi lalu lintas dengan

mengambil persen (%) minimum yang awalnya disajikan pada manual desain

sebelumnya.

4. Perkiraan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Vactor)

Perusakan jalan oleh kendaraan dihitung dalam bentuk satuan faktor yang

disebut dalam faktor perusak jalan (Vehicle Damage Vactor). Menghitung faktor

kerusakan jalan perlu diperoleh gambaran tentang beban sumbu kendaraan dan

onfigurasi sumbu kendaraan yang ada. Perhitungan beban lalu lintas yang akurat

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

19

sangatlah diperlukan dalam tahap perhitungan dalam kebutuhan konstruksi

jalan. Pada panduan Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013

perhitungan beban lalu lintas dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu (Pratama,

2015):

I. Studi jembatan timbang/timbangan statis lainnya khusus untuk ruas jalan

yang didesain.

II. Studi jembatan timbang dan standar yang pernah dikeluarkan dan dilakukan

sebelumnya juga telah publikasikan serta dianggap cukup resprensentatif

untuk ruas jalan yang didesain.

III. Data WIM Regional yang dikeluarkan oleh Direktorat Binamarga Teknik.

IV. Tabel Klarifikasi Kendaraan dan Nilai VDF Standard Manual Desain

Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 pada tabel 2.11 halaman

berikutnya.

Dari keempat ketentuan sumber pengumpulan data beban lalu lintas berbeda

terhadap prasarana jalan yang akan dibangun. Ketentuan untuk cara

pengumpulan data beban lalu lintas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.8 Pengumpulan Data Beban Lalu Lintas

SPESIFIKASI PENYEDIA

PRASARANA JALAN

SUMBER DATA BEBAN LALU

LINTAS

Jalan bebas hambatan 1 atau 2

Jalan Raya 1 atau 2 atau 4

Jalan Sedang 1 atau 2 atau 3 atau 4

Jaan Kecil 1 atau 2 atau 3 atau 4

Sumber : MKJI

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

20

Tabel 2.9 Nilai VDF Standart

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

2.2.6. Beban Lalu lintas

Beban lalu lintas adalah beban kendaraan yang dilimpahkan ke perkerasan

jalan melalui kontak antara ban dan lapis aus/permukaan atas jalan secara dinamis

dan berulang-ulang selama masa pelayanan jalan (Rahadian, 2013).

Beban kendaraan dilimpahkan melalui roda kendaraan yang terjadi berulang

kali selama masa pelayanan jalan sebagai akibat repetisi kendaraan yang melalui

atau melintas pada jalan tersebut. Beban kendaraan yang terjadi secara dinamis

pada perkerasan jalan sangatlah mempengaruhi hasil dari perencanaan konstruksi

struktur perkerasan jalan dan kekuatan struktur pelayanan jalan selama umur

rencana (Sukirman, 2010).

1. Beban Sumbu Standar

Beban sumbu 100kN diijinkan dibeberapa ruas yaitu untuk jalan kelas I.

Namun nilai CESA selalu ditentukan berdasarkan beban sumbu standar

80kN.

2. Pengendalian Beban Sumbu

Untuk keperluan desain, tingkat pembebanan saat ini (aktual) diasumsikan

berlangsung sampai tahun 2020. Setelah tahun 2020, diasumsikan beban

berlebih terkendali dengan beban sumbu nominal 120kN.

3. Beban Sumbu Standar Komulatif

Terdapat sedikit perbedaan dalam perhitungan komulatif beban sumbu

standard dengan Manual Desain Perkerasan Lentur Tahun 2002, Manual

Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 membagi ESA menjadi 2

yaitu ESA4 dan ESA5. ESA4 merupakan jumlah pengulangan sumbu standar

pada perkerasan jalan pada umumnya (perkerasan berbutir), sedangkan

untuk perkerasan lentur (asphalt) ESA4 harus diubah menjadi ESA5 dengan

mengalikan ESA4 dengan Traffic Multiplier (TM) atau disebut juga

kelelahan lapisan aspal.

2.2.7. Desain Pondasi Jalan

Dalam Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 secara

khusus membahas detail desain subgrade jalan dengan menerapkan prinsip strong

ba

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

approach yaitu umur rencana pondasi yang lebih besar dari umur lapis

aus/permukaan (Pratama, 2015).

Umur rencana pondasi jalan untuk semua perkerasan baru maupun pelebaran

digunakan minimum 20 tahun, dengan alasan:

I. Pondasi jalan yang tidak dapat ditingkatkan selama umur pelayanan kecuali

dengan rekonstruksi total.

II. Keretakan dini akan terjadi pada perkerasan kaku pada tanah lunak yang

pondasinya didesain lemah.

III. Perkerasan lentur dengan desain pondasi lemah pada umumnya selama

umur rencana akan membutuhkan perkuatan dengan lapis struktual, yang

berarti kurang efisien dalam segi biaya dibandingkan dengan umur rencana

yang lebih panjang.

Desain pondasi jalan adalah desain perbaikan tanah dasar dan lapis penompang

(capping), tiang pancang mikro, drainase vertikal dengan bahan strip (wick drain)

atau penanganan lainnya yang dibutuhkan untuk memberikan landasan pendukung

struktur perkerasan lentur maupun perkerasan kaku dan sebagai akses untuk lalu

lintas konstruksi pada musim penghujan (Pratama, 2015).

Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 memberikan empat

kondisi lapangan yang perlu dipertimbangkan dalam prosedur desain pondasi jalan

yaitu:

I. Kondisi tanah dasar normal yang memiliki ciri-ciri CBR > 2,5 dan dapat

dipadatkan secara mekanis. Desain semacam ini meliputi perkerasan di atas

timbunan, galian atau tanah asli (kondisi normal ini lah yang sering

diasumsikan oleh desainer). Dalam manual metode untuk prosedur desain

pondasi normal disebut Metode A.

Kondisi tanah dasar langsung diatas timbunan rendah (kurang dari 3m) diatas

tanah lunak aluvial jenuh. Prosedur laboratorium untuk penentuan CBR tidak

dapat digunakan untuk kasus ini, karena optimasi kadar air dan pemadatan secara

mekanis tidaklah mungkin dilakukan dilapangan. Tindakan lanjutnya tanah asli

akan menunjukan kepadatan rendah dan daya

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

23

I. dukung tanah yang rendah sampai kedalaman yang signifikan yang

membutuhkan prosedur stabilitas khusus. Dalam manual metode untuk

prosedur desain pondasi normal disebut metode B.

II. Kasus yang sama dengan kondisi b namun tanah lunak alluvial dalam

kondisi kering. Prosedur laboratorium untuk penentuan CBR memiliki

validitas yang terbatas karena tanah dengan kepadatan rendah dapat muncul

pada kedalaman pada batas yang tidak dapat dipadatkan dengan peralatan

konvensional. Kondisi ini membutuhkan prosedur stabilitas khusus. Dalam

manual metode unutk prosedur desain pondasi normal disebut Metode C.

III. Tanah dasar di atas timbunan tanah gambut. Dalam manual desain metode

untuk prosedur desain pondasi normal disebut metode D.

Metode pengerjaan setiap kondisi dari tanah dasar lebih jelas dijabarkan pada

Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 dan untuk perbaikan tanah

dasar dapat dilihat pada tabel 2.11.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

24

Tabel 2.10 Solusi Desain Pondasi Jalan Minimum

Sumber : MKJI 2013

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)

25

Tabel 2.11 Desain Perkerasan Lentur Opsi Biaya Optimum Termasuk CTB

Sumber : MKJI 2013

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.eprints.umm.ac.id/64475/91/BAB 2.pdf · 2020. 8. 13. · D. Campuran Emulsi Bergradasi Rapat (CEBR) dan campuran emulsi Bergradasi Terbuka (CEBT)