49
7 BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambut Gambut (Peat) merupakan campuran dari fragmen material organik yang berasal dari tumbuh –tumbuhan yang telah berubah sifatnya secara kimiawi dan menjadi fosil. Material gambut yang berada dibawah permukaan mempunyai daya mampat yang tinggi dibandingkan dengan material tanah yang umumnya (Mac Farlane, 1958). Sub komisi 6 pada kongres Ilmu Tanah Internasional di Rusia pada Tahun 1930 telah merumuskan pengertian Peat atau gambut sebagai ”Bahan organik tanah dengan kedalaman 0,5 meter dan luasnya 1 Hektar”. Pengertian ini bertahan cukup lama hingga Anderson (1964) pada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. Apabila mineral di antara 35% - 65% maka tanah tersebut disebut Muck (gambul). Gambut hanya mungkin terbentuk apabila terdapat limpahan biomass atau vegetasi pada suatu kawasan yang mengalami hambatan dalam proses dekomposisinya. Faktor penghambat utama tersebut adalah genangan air sepanjang tahun atau kondisi rawa. Dalam konteks yang demikian, hutan sebagai penghasil limpahan biomass, khususnya pada areal-areal yang selalu tergenang air adalah merupakan kawasan potensial terbentuknya gambut.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

  • Upload
    ngotu

  • View
    219

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

7

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Gambut

Gambut (Peat) merupakan campuran dari fragmen material organik yang berasal

dari tumbuh –tumbuhan yang telah berubah sifatnya secara kimiawi dan menjadi fosil.

Material gambut yang berada dibawah permukaan mempunyai daya mampat yang tinggi

dibandingkan dengan material tanah yang umumnya (Mac Farlane, 1958). Sub komisi 6

pada kongres Ilmu Tanah Internasional di Rusia pada Tahun 1930 telah merumuskan

pengertian Peat atau gambut sebagai ”Bahan organik tanah dengan kedalaman 0,5 meter

dan luasnya 1 Hektar”. Pengertian ini bertahan cukup lama hingga Anderson (1964)

pada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”.

Apabila mineral di antara 35% - 65% maka tanah tersebut disebut Muck (gambul).

Gambut hanya mungkin terbentuk apabila terdapat limpahan biomass atau

vegetasi pada suatu kawasan yang mengalami hambatan dalam proses dekomposisinya.

Faktor penghambat utama tersebut adalah genangan air sepanjang tahun atau kondisi

rawa. Dalam konteks yang demikian, hutan sebagai penghasil limpahan biomass,

khususnya pada areal-areal yang selalu tergenang air adalah merupakan kawasan

potensial terbentuknya gambut.

Page 2: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

8

Menurut (Maltby, 1992) akumulasi bahan organik sebagai hasil perombakan

tidak sempurna sisa jaringan tanaman yang mati pada suatu kondisi air yang berlimpah

yang mengakibatkan kekurangan oksigen. Akumulasi dipacu oleh faktor – faktor

lingkungan antara lain suhu rendah, pH rendah dan pasokan hara sedikit. Pada saat

proses perombakan bahan organik berjalan lambat dan sisa tumbuhan terus menimbun

tahun demi tahun maka terjadilah deposit gambut.

Gambar 2.1 Lahan Gambut.

2.1.1. Sifat dan Jenis tanah Gambut

Tanah gambut pada umumnya berwarna coklat tua sampai kehitaman,

akibat mengalami proses dekomposisi sehingga muncul senyawa – senyawa

humus yang berwarna gelap. Selain itu gambut juga memiliki sifat menyerap air

yang tinggi serta dapat menahan air 2 – 4 kali dari beratnya, terlebih pada

gambut lumut (moss peat) yang belum terdekomposisi dapat menahan air 12 – 15

kali bahkan sampai 20 kali beratnya.

Page 3: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

9

Salah satu sifat tanah gambut yang penting untuk diketahui adalah tanah

gambut mempunyai sifat menyusut (subsidience), hal ini disebabkan karena

proses dehidrasi (kehilangan air) maupun proses dekomposisi bahan organik

yang terus berjalan sehingga ketebalan gambut akan terus menyusut (Setiadi,

1990). Selain itu tanah gambut juga cenderung bersifat lebih asam apabila

dibandingkan dengan tanah mineral pada kejenuhan basa yang sama.

Komponen pembentuk tanah gambut terdiri dari zat organik dan zat

anorganik dalam jumlah yang kecil. Zat organik tersebut terdiri dari selulosa,

lignin, bitumen (wax dan resin), humus, dan yang lainnya. Selulosa (C6H10O5)

merupakan senyawa organik yang paling utama terdapat pada tanah: dimana

komposisi dari zat organik ini tidak stabil, tergantung pada proses

pembusukannya, misalnya selulosa pada tingkat pembusukan dini (H1-H2)

sebanyak 15-20% tetapi pada tingkat pembusukan lanjut (H9-H10) mencapai

50-60%. Unsur – unsur pembentukgambut sebagian besar terdiri dari karbon,

hidrogen, nitrogen dan unsur lainnya seperti Al, Si, Na, S, P, Ca. Tingkat

pembusukan pada tanah gambut akan menaikkan kadar karbon dan menurunkan

oksigen (Setiadi, 1990). Partikel organik berukuran kurang dari 0,1μm, dimana

sifat spesifik dari partikel koloidal ini sangat tergantung dari mineral pembentuk

iklim dan tingkat dekomposisi tanah.

Page 4: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

10

Tabel 2. 1 Unsur utama Gambut Berdasarkan perbedaan tingkat Humifikasi.

(Sumber. Setiadi, 1990)

2.1.2. Klasifikasi Tanah Gambut

Pengklasifikasian mengenai tanah gambut telah banyak dilakukan tetapi

sampai saat ini belum ditemukan sistem klasifikasi yang berlaku baku secara

universal, karena banyak peneliti yang mengklasifikasikan tanah gambut

berdasarkan hal yang berbeda dan untuk kepentingan yang berbeda pula.

Beberapa klasifikasi yang ada antara lain :

A. Menurut Mac Farlane (1969), berdasarkan kadar serat tanah gambut

dapat digolongkan menjadi :

Fibrous Peat, merupakan tanah gambut yan mempunyai

kandungan serat sebesar 20% atau lebih, dan gambut ini

mempunyai dua jenis pori yaitu makropori (pori diantara

serat) dan mikropori (pori yang ada didalam serat – serat yang

bersangkutan).

Page 5: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

11

Amorphous Granular Peat, merupakan gambut yang

mempunyai kandungan serat kurang dari 20% dan terdiri dari

butiran dengan ukuran koloidal (2μ), serta sebagian besar air

porinya terserap di sekeliling permukaan butiran gambut.

B. Menurut Van De Meene (1982), berdasarkan perbedaan bentuk

dan kondisi geografisnya, tanah gambut dibedakan menjadi :

Topogenous Peat atau Marsh Peat merupakan gambut yang

diendapkan dibawah muka air tanah. Endapan gambut ini

dibentuk oleh tumbuhan yang menyerap sisa makanan yang

terbawa air limpahan sungai akibat pasang surut sungai dan

hasil dekomposisi tumbuhan di daerah lembah antar

pegunungan. Endapan gambut ini disebut juga Eutropic Peat

atau gambut yang terbentuk oleh tumbuhan yang kaya akan

nutrisi.

Ombrogeneus Peat, merupakan gambut yang diendapkan

diatas muka air tanah. Endapan gambut ini dibentuk oleh

tumbuhan yang menyerap zat makanan hasil dekomposisi

material organik / gambut itu sendiri dan tergantung pada

daerah genangan air. Endapan gambut ini disebut juga

Oligotropic peat atau gambut yang terbentuk dari tumbuhan

yang kekurangan zat makanan atau kandungan nutrisinya

rendah.

Page 6: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

12

C. Rigg dan Gessel (1956), membagi gambut menjadi 4 jenis yaitu :

Tanah gambut yang berasal dari lumut.

Tanah gambut berserat.

Tanah gambut yang berasal dari kayu, seperti batang, daun,

dan ranting.

Tanah gambut sedimen yang berasal dari tumbuhan

mikroskopik.

D. Menurut ASTM D2607-69 (1989), berdasarkan kandungan organik dan

kadar seratnya tanah gambut dibagi menjadi :

Spahagnum Moss Peat, yang memiliki kandungan serat

minimum sebesar 66,6% dari berat kering.

Hypnum Moss Peat, yang memiliki kandungan serat

minimum sebesar 33,3% dari berat kering.

Reed Sedge Peat, yang memiliki kandungan serat minimum

sebesar 33,3% dan serat – serat selain lumut (Moss).

Peat Hummus yang memiliki kandungan serat lebih kecil

dari 33,3% dari berat kering.

Gambut lainnya yaitu semua bentuk selain klasifikasi

diatas.

Page 7: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

13

E. Menurut ASTM D4427-84 (1989) dan Organic Sediments Research

Center (OSRC) dari The University of South Carolina (A.O. Landva, E.O

Korpijaako, dan P.E. Pheeney, 1982) berdasarkan kadar abunya gambut

digolongkan menjadi :

Low Ash Peat yang memiliki kadar abu kurang dari 5% berat kering.

Medium Ash Peat yang memiliki kadar abu 5% - 15% berat kering.

High Ash Peat yang memiliki kadar abu 15% - 25% berat kering.

F. Selain menurut OSRC, LGS (Lousiana Geological Survey) dan Jarrett

System (1982) juga mendefinisikan bahwa suatu tanah disebut sebagai

tanah gambut bila kandungan abunya kurang atau sebesar 25%. Sedang

menurut Davis (1946) suatu tanah disebut sebagai tanah gambut apabila

kandungan abunya sebesar 35% atau kurang . Berdasarkan USSR System

suatu tanah disebut sebagai tanah gambut apabila kandungan abunya

sebesar 50% atau kurang.

Page 8: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

14

Kelima sistem klasifikasi tanah gambut berdasarkan kandungan

abunya dapat ditunjukkan sebagai berikut :

Tabel 2. 2 Klasifikasi Tanah berdasarkan OSRC System, Jarrett System, Davis,

USSR System dan LGS System.

(Sumber. ASTM, 1983)

G. Klasifikasi tanah yang dibuat oleh Amaryan, dkk.adalah :

Tabel 2. 3 Klasifikasi tanah Gambut menurut Amaryan, dkk.

( Peat Engineering Hanbook, 1991)

Page 9: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

15

2.1.3. Sejarah Tanah Gambut di Indonesia

Menurut Anderson (1964), orang pertama yang menemukan gambut di

daerah tropika adalah Beecari pada tahun 1904, tetapi penemuan itu baru berarti

setelah dilaporkan oleh Potonie dan Koordes pada tahun 1909 mengenai

pentingnya gambut di pedalaman Sumatera sebagai bahan asal Batubara.

Penelitian mengenai hutan gambut di Sumatera Selatan dan Riau pernah

dilakukan oleh Endert (1920) dan Sewandodo ( 1938).

Sedangkan penelitian pertama yang dilakukan mengenai asal dan

perkembangan gambut di Indonesia dilakukan oleh Polak pada tahun 1930-an

(Diemont, 1986). Proses pembentukan gambut di daerah tropika seperti di

Indonesia terutama dipengaruhi oleh kelebihan kadar air dan kekurangan oksigen

serta pH yang rendah. Sieffermann et al (1987) memberikan pemikiran tambahan

mengenai terjadinya gambut di wilayah tropika yaitu disebabkan oleh

kemampuan faktor organik untuk bereaksi dengan tanah mineral dan desaturasi

basa yang sangat kuat.

Diemont (1986) merangkum pemikiran Polak (1933), Anderson (1964),

Adriesse (1974) dan Driessen (1978) tentang pembentukan gambut di Indonesia

yaitu sebagai berikut :

Permukaan laut berada dalam kondisi stabil 5000 tahun yang lalu.

Beberapa abad kemudian terjadi dengan cepat deposisi sedimen pantai

yang menyebabkan terbentuknya daratan pantai yang luas dibeberapa

daerah pantai timur Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya. Beberapa

daratan tersebut tertutupi oleh komunitas Hutan Mangrove.

Page 10: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

16

Komunitas Mangrove itu membuat daerah menjadi stabil dan

mengakibatkan terjadinya perluasan tanah –tanah yang akhirnya

membentuk daerah mangrove dan Lagoon yang mampu mengurangi

kadar garam serta meningkatkan daerah air yang segar (Fresh water)

yang mengakibatkan terjadinya hutan tropika atau danau berair segar.

Danau berair segar itu secara bertahap menampung bahan organik yang

dihasilkan oleh tumbuhan, dan berkembang menjadi hutan gambut

tropika yang dipengaruhi oleh air tanah gambut (Groundwater peat).

Pembentukan gambut seperti ini disebut sebagai gambut topogen yaitu

terbentuk berdasarkan kondisi topografi dan geomorphologi.

Diatas gambut topogen tersebut terbentuklah hutan gambut

Ombrotrophic.

2.1.4. Tanah Gambut di Indonesia

Secara geologis gambut terbentuk pada lingkungan pengendapan yang

berbeda-beda yaitu dapat terjadi pada daerah dataran rendah, dataran tinggi dan

pegunungan, sedangkan kondisi pembentukannya terjadi pada daerah beriklim

tropis, sedang dan dingin. Serta tumbuhan pembentuk gambut juga sangat

bervariasi di setiap daerah mulai dari tumbuhan tropis hingga padang rumput

atau lumut pada daerah yang tinggi. Karena beragamnya tipe tumbuhan tersebut

maka sumber formasi pembentuk endapan gambut juga akan berbeda. Dengan

demikian, karena bervariasinya kondisi iklim dan tumbuhan sisa di suatu daerah

pembentukan maka tipe gambut di suatu daerah akan berbeda dengan daerah

yang lain.

Page 11: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

17

Luas lahan gambut diperkirakan sekitar 384 juta hektar yang tersebar di

seluruh negara di dunia. Diantaranya sekitar 31 juta hektar terdapat didaerah

tropika, yaitu 21 juta hektar di Asia Tenggara, 4,5 juta hektar di Amazone dan

Caribean, 3 juta hektar di USA, 1,5 juta hektar di Afrika dan 1 juta hektar di

Cina. Di Asia Tenggara sendiri lahan gambut sebagian besar terpusat di

Indonesia dan Malaysia, dan sedikit di beberapa negara lainnya seperti Filipina,

Thailand, Vietnam, dan Papua (Andriesse, 1986).

Sedangkan menurut Soekardi dan Hidayat (1988) lahan gambut di

Indonesia diperkirakan seluas 18,4 juta hektar yang terbagi atas 4,5 juta ha di

pulau Sumatera, 9,3 juta ha di pulau Kalimantan, dan sekitar 4,6 juta ha di pulau

Irian Jaya, dan di pulau-pulau lainnya hanya menempati lembah pedalaman

dengan luas yang sedikit. Lahan gambut tersebut tersebar di pantai timur

Sumatera, pantai selatan dan barat Kalimantan, pantai selatan Irian, dan sedikit di

Sulawesi, Maluku dan Jawa.

Peta penyebaran lahan gambut di Indonesia dapat dilihat di bawah ini :

Gambar 2.2 Peta penyebaran Gambut di Indonesia. (Sumber. GEOguide)

Page 12: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

18

2.1.5. Pengujian pada Tanah Gambut

Penyelidikan tanah merupakan suatu upaya memperoleh informasi bawah

tanah untuk perencanaan pondasi bangunan sipil. Penyelidikan tanah mencakup

antara lain, pengeboran tanah, pengambilan contoh tanah, pengujian lapangan,

pengujian laboratorium dan observasi air tanah. Penyelidikan tanah merupakan

bagian yang penting dalam perencanaan pondasi sehingga harus dilakukan oleh

personal yang terampil dalam melakukan eksplorasi dan diawasi oleh ahli

geoteknik.

Uji baling-baling lapangan merupakan uji coba untuk mendapatkan

kekuatan geser tanah liat secara langsung. Kekuatan geser yang didapat

berhubungan dengan kondisi tidak alir (undrained). Alat uji berupa baling-baling

yang ditekan kedalam tanah. Baling-baling yang umum dipakai berbentuk

persegi dengan perbandingan tinggi sebesar dua kali lebar. Baling-baling tersebut

diputar sehingga terjadi gesekan antara tanah berbentuk silinder disela-sela

baling-baling dengan tanah disekitarnya. Momen puntir yang dibutuhkan untuk

memutar silinder tanah tersebut diukur dan dapat dicari kekuatan geser tanah

yang dianggap bekerja secara homogen diselimut silinder tanah serta sisi atas dan

bawahnya.

Uji baling-baling sangat sesuai untuk dilakukan pada tanah jenis liat

sangat lunak hingga sedang. Pada tanah lunak, uji baling-baling dapat dilakukan

dengan menekan baling-baling secara menerus pada beberapa kedalaman.

Sedangkan pada tanah liat sedang, uji baling-baling harus dilakukan dengan

bantuan membuat lubang bor terlebih dahulu kemudian disusul dengan uji

baling-baling. Uji baling-baling tidak dapat dilakukan pada tanah liat keras

Page 13: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

19

karena baling-baling tidak dapat ditekan masuk kedalam tanah. Uji baling-baling

juga tidak sesuai untuk pasir.

Untuk tanah liat sangat lunak hingga lunak, sangat dianjurkan untuk

menggunakan alat uji baling-baling buatan Swiss yaitu SGI (Swedish

Geotechnical Institute) Vane atau buatan Norwegia yaitu Geonor Vane yang

mana stang putar terlindung dengan selubung luar dan putaran torsi dapat

dilakukan dengan kecepatan rendah yang standard. Alat uji baling-baling

sederhana dengan stang putar tunggal hanya boleh dipakai pada tanah liat sedang

yang tidak terlalu sensitif terhadap gangguan. Banyak faktor mempengaruhi hasil

uji baling-baling antara lain gesekan stang putar dengan selubung, pelat baling-

baling yang lebih tebal dari standar yaitu 5% lebar baling-baling, aus serta

rusaknya plat baling-baling. Alat uji coba sebaiknya dilakukan perawatan berkala

dan dikalibrasi ulang. Kecepatan putar uji coba juga harus dijaga konstan yaitu

0,1 derajat per detik.

Page 14: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

20

Gambar 2. 3 Uji Baling – baling

(Sumber. Peat Engineering Handbook)

Perhitungan kekuatan geser untuk baling-baling persegi adalah sebagai

berikut :

Sfv =

⎭⎬⎫

⎩⎨⎧

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎠⎞

⎜⎝⎛+×⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛×⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛

HDHDP

T

31

22

106

dimana: Sfv = kekuatan geser uji baling-baling (KPa)

T = torsi atau momen puntir (N.m)

D = lebar baling-baling (cm)

H = tinggi baling-baling (cm)

Page 15: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

21

Perlu diperhatikan bahwa kekuatan geser uji baling-baling (field vane

shear strength) yang diukur serta dihitung dengan formula diatas belum tentu

merupakan kekuatan geser tidak alir (undrained shear strength) dari tanah yang

diukur. Banyak faktor mempengaruhi hasil uji antara lain kecepatan uji,

pengaruh isotropi tanah liat sendiri, sejarah tegangan tanah dan lain-lain.

Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, Bjerrum (1972) memperkenalkan faktor

koreksi untuk mendapatkan kekuatan geser tanah tidak alir dari kekuatan geser

uji Baling-baling.

Dengan mendapatkan faktor koreksi (m), kekuatan tanah dapat diperoleh

dengan perkalian dibawah ini:

SfvmSu ×=

dimana: Su = kekuatan geser tanah tidak alir (undrained shear strength )

m = faktor koreksi

Gambar. 2. 4 Grafik Korelasi Uji baling – baling.

(Sumber. Paper HATTI)

Page 16: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

22

2.2 Timbunan pada Lahan Gambut

Permasalahan yang timbul bilamana akan membangun diatas lapisan tanah

gambut adalah: terbatasnya informasi perilaku dan cara memperkirakan pemampatan

serta metode perubahan lapisan tanah gambut yang akan dijadikan sebagai tanah dasar

suatu konstruksi. Dalam studi ini dibahas studi analisis dan eksperimen penggunaan

material geosintetik dan bambu pada tanah gambut Sumatera.

2.2.1. Kasus – Kasus dalam Timbunan Tanah Gambut

Kasus – kasus yang mungkin timbul pada lahan gambut adalah :

A. Penurunan Konsolidasi tanah yang cukup lama

B. Perilaku pemampatan tanah gambut yang cenderung berbeda dengan

jenis tanah lainnya.

C. Pemilihan sistem drainasi air tanah.

D. Akibat – akibat yang muncul karena daya dukung tanah yang cukup

rendah.

E. Kesulitan jalannya konstruksi akibat sulitnya bahan baku.

F. Keruntuhan tanah dasar di bawah timbunan.

2.2.2. Alternatif Penanggulangan pada Tanah Gambut

Beberapa Metode yang sering digunakan untuk menanggulangi ataupun

menangani permasalahan pada tanah gambut adalah :

A. Metode perbaikan Permukaan :

• Trench Method

• Sand Mat Method

• Material Placement Method

Page 17: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

23

B. Metode Pengurangan Beban mengganti material perkuatan dengan:

• Serbuk Gergaji

• Potongan – potongan kayu

• EPS Block

C. Metode Penggantian (Replacement Method) :

• Penggantian dengan Penggalian

• Penggantian dengan Timbunan

• Perpindahan dengan Peledakan

D. Metode Vertical Drain.

E. Konstruksi dengan Corduroy.

F. Perkuatan dengan Geosintetik

(a).Penggalian dan penggantian (b). Cerucuk kayu dengan potongan kayu

(c). Sand Mat Method (d). Matras bambu

Page 18: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

24

(f) (e). Penggantian material (f).Timbunan ulang

(g).Vertical drain Gambar 2. 5 Alternatif Penanggulangan pada Tanah Gambut

( Sumber. Banlitbang dan Brosur geosintetik) 2.3. Geosintetik

Geosintetik adalah suatu produk yang dibentuk oleh bahan polimer dan

digunakan terkait dengan tanah, batuan dan rekayasa geoteknik lainnya sebagai bagian

dari proyek konstruksi.

2.3.1. Sejarah Geosintetik

Awalnya perkembangan geosintetik dari usaha perkuatan tanah rawa

dengan cara menambah material sehingga memperkuat dan menstabilkan tanah.

Bahan yang dipakai mula-mula adalah batang pohon dan semak – semak. Tanah

lunak akan menerima material berserat sampai terbentuk suatu massa yang

mempunyai sifat memadai sesuai kegunaan yang diinginkan.

Namun diperoleh bahwa perkuatan material tesebut tidak cukup kuat

akibat dari beban yang dipikul dan kondisi waktu. Kemudian percobaan terus

Page 19: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

25

dikembangkan secara sistematis dimana kayu yang dipakai mempunyai bentuk

dan ukuran yang seragam disusun seperti lapisan matras. Terus dikembangkan

samapai mengisi bagian atas dengan tanah lunak, beberapa dengan campuran

berpasir bahkan dengan perkerasan blok batu. Namun kekurangan terhadap

waktu dan ikatan tetap ditemukan.

Tahun 1926, pertama kali digunakan produk pabrik yang berupa katun

tebal oleh South Carolina Highway Department. Hingga tahun 1935 hasil dari

proyek ditemukan bahwa jalan dalam kondisi bagus, patahan/ retakan dan

keruntuhan berkurang. Dari proyek inilah penggunaan geosintetik dalam separasi

dan perkuatan mulai digunakan.

2.3.2. Sifat dan jenis Geosintetik pada Perkuatan Tanah

Beberapa fungsi umum dari geosintetik adalah sebagai Penyaring/ Filter,

Pemisah/ Separator, Drainasi/ Drainage, Perkuatan/ Reinforcement, Pengontrol

Erosi/ Erosion Control, Pelindung/ Protection, Pelapis kedap/ Sealing,

Pembungkus/ Container.

Klasifikasi Jenis – jenis Geosintetik antara lain:

1. Geotekstil (Woven dan Non Woven)

2. Geogrid.

3. Geonet.

4. Geomembrane.

5. Geosynthetic Clay Liners

6. Geopipes.

7. Geocomposite

8. Geofoam.

Page 20: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

26

Gambar 2.6 Contoh Geosintetik (Sumber . Brosur Geosintetik)

2.3.3. Aplikasi Geosintetik untuk Perkuatan Tanah

Pengunaan geosintetik telah banyak berkembang, berbagai jenis dan

ragam dari geosintetik telah dikembangkan, salah satunya untuk pengunaan

perkuatan tanah.

Tipe geosintetik yang umum digunakan untuk perkuatan tanah dalam

dilihat pada Gambar 2.8

Geosintetik

Geotekstil

Geogrid

Geocomposite non woven dengan benang-benang perkuatan

uniaksial (satu arah)

biaksial (dua arah)

non woven (tidak dianyam)

woven (teranyam)

Gambar 2.7. Bagan tipe geosintetik untuk perkuatan tanah

Page 21: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

27

(a) (b)

Gambar 2.8 (a) Geosintetik woven dan (b) non woven (Sumber Koerner, 2005)

(a) (b)

Gambar 2.9 (a) Biaksial geogrid dan (b) Uniaksial geogrid (Sumber Koerner, 2005)

2.4. Bambu

Menurut Siopongco dan Munandar (1987) bambu adalah tanaman yang termasuk

Bamboodiae, salah satu anggota sub familia rumput, yang pertumbuhannya sangat

cepat.

Gambar 2.10 Hutan Bambu

Page 22: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

28

2.4.1. Keunggulan Bambu

Pada masa pertumbuhan, bambu tertentu dapat tumbuh vertikal 5 cm per

jam, atau 120 cm per hari. Bambu dapat dimamfaatkan dalam banyak hal.

Sebagai komponen bangunan, bambu dapat dijumpai dalam bentuk tiang, balok,

lantai, dinding atau sekat, struktur atap, serta atap, pintu dan jendela, langit –

langit tangga, dinding penahan tanah, perancah pada saat pelaksanaan bangunan

berlantai banyak, tirai gulung, peralatan dapur, penyalur air minum, jembatan

ringan, bahan makanan, bahan kerajinan tangan, alat musik. Bahkan ketika

Thomas Alva Edison memerlukan kawat halus yang dapat dipakai untuk

menghasilkan cahaya dalam bola lampunya yang pertama, Edison berpaling pada

bambu sebagai bahannya. Waktu Graham Bell mengembangkan kotak musik

piringan hitam, maka bambulah yang dijadikan bahan baku untuk membuat

jarum kotak musik yang pertama.

Tanaman bambu mempunyai ketahanan yang luar biasa, Rumpun bambu

yang telah dibakar, masih dapat tumbuh lagi, bahkan pada saat Hiroshima

dijatuhi bom atom sampai rata dengan tanah, bambu adalah satu- satunya jenis

tanaman yang masih dapat bertahan hidup. Bambu bahkan dapat tumbuh

diladang yang sangat kering seperti kepulauan Nusa Tenggara atau dilahan yang

banyak disirami air hujan seperti di Parahiyangan (Salim,1994).

Page 23: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

29

2.4.2. Jenis Bambu

Menurut Sharma (1987) didunia tercatat lebih dari 75 genus dan 1250 species

bambu, sedang Uchimura (1980) menyatakan bahwa bambu yang ada di Asia

Selatan dan Asia Tenggara kira – kira 80% dari keseluruhan bambu yang ada di

dunia. Genus Bambussa mempunyai jumlah spesies paling banyak dan terutama

tersebar di daerah tropis, termasuk di Indonesia.

Adapun jenis bambu yang akan di bahas terbatas pada jenis bambu yang

banyak terdapat di Indonesia, yang antara lain :

A. Bambusa vulgaris Schrad

Beberapa jenis bambu yang mempunyai nama botani bambusa

vulgaris Schrad antara lain bambu kuning, bambu tutul, dan bambu

ampel. Bebrapa nama daerah dari bambu yang termasuk jenis ini yaitu:

Hao adulo, Aur gading, Bambu kuring, Buluh swanggi, Bulog gading,

Haur bahenda dan yang lainnya.

Bambusa vulgaris Schrad mempunyai rumpun tidak rapat dan

tidak teratur, warna kulit kuning, hijau, hijau bertutul cokelat, hijau

bergaris teratur,atau kuning bergaris hijau. Tinggi bambu bervariasi 10-

20 m, dengan diameter 7-13 cm, dan tebal dinding 6-15mm.

Bambusa vulgaris Schrad banyak dipakai untuk tanaman hias,

peralatan rumah tangga, bahan kerajinan serta bahan kertas.

Page 24: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

30

B. Dendrocalamus asper (Schult.F) Backer ex Heyne

Bambu dengan nama botani Dendrocalamus asper (Schult.F)

Backer ex Heyne di Indonesia dikenal dengan nama Bambu petung. Di

berbagai daerah, bambu yang termasuk jenis ini di kenal dengan nama :

Buluh petong, Buluh swanggi, Bambu batueng, Pering betung, Betong,

Bulo lotung, Awi bitung, Jajang betung, Pring betung, Pereng petong,

Tiing petung, Au petung, Bulo patung dan Awo petung.

Bambu jenis ini mempunyai rumpun agak rapat, dapat tumbuh di

dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 2000 m di atas

permukaan air laut. Pertumbuhan cukup baik khususnya untuk daerah

yang tidak terlalu kering. Warna kulit batang hijau kekuningan. Batang

dapat mencapai panjang 10-14 m, panjang ruas berkisar antara 40-60 cm,

dengan diameter 6-15 cm, tebal dinding 10-15 mm.

Bambu betung banyak dipakai sebagai bahan bangunan, perahu,

kursi, saluran air, dinding (Gedeg), dan kerajinan tangan.

C. Gigantochloa atroviolacea Widjaja

Bambu dengan nama botani Gigantochola atroviolacea Widjaja

lebih dikenal dengan nama bambu hitam. Jenis bambu ini juga dikenal

dengan nama Awi hideung, Pring wulung, dan Pring ireng.

Bambu hitam mempunyai rumpun jarang, tumbuh di dataran

rendah sampai ketinggian 650 m diatas permukaan air laut.Warna kulit

batang hitam, hijau kehitam – hitaman atau ungu tua. Tinggi batang dapat

mencapai 20 m, panjang ruas 40-60 cm, dengan diameter 6-8 cm, tebal

dinding buluh 6-8 mm.

Page 25: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

31

D. Gigantochloa atter (Hassk) Kurz ex. Munro

Bambu dengan nama botani Gigantochloa atter (Hassk) Kurz ex.

Munro di Indonesia dikenal dengan nama Bambu Atter, sedang

diberbagai daerah lebih dikenal dengan nama Awi Ater, Pring Jawa,

Pring Legi, Pereng Keles, Tereng Galah, Auloto, dan Tabadiketul.

Bambu Atter dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran

rendah sampai dataran ketinggian 750 m diatas permukaan air laut. Kulit

batang berwarna hijau sampai hijau gelap. Tinggi batang dapat mencapai

22 m, panjang ruas 40-50 cm, diameter 5-10 cm, tebal dinding 8 mm.

E. Gigantochloa verticillata (Wild) Munro

Bambu dengan nama botani Gigantochloa verticillata (Wild)

Munro dikenal dengan nama Bambu Andong, sedang diberbagai daerah

dikenal dengan nama Awi gombong, Awi surat, Awi temen, dan Pring

surat.

Bambu andong mempunyai rumpun tidak terlalu rapat. Warna

kulit batang hijau kekuningan dengan garis kuning sejajar batang. Tinggi

batang berkisar antara 10 -12 m, panjang ruas 40-60 cm, diameter 8-12

cm, dan tebal dinding sampai 20 mm.

Bambu andong dapat dipakai untuk bahan bangunan, chopstick

dan kerajinan tangan.

Page 26: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

32

F. Gigantochloa apus BI Ex. (Schult.f) Kurz

Bambu dengan nama botani Gigantochloa apus BI Ex. (Schult.f)

Kurz di Indonesia dikenal dengan nama Bambu Apus atau Bambu Tali,

sedang di berbagai daerah dikenal dengan nama Awi tali, Pring tali, Pring

apus, Pereng tali, Tiing tali, dan Tiing telantan.

Bambu Apus dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan

dengan tinggi 1000 m di atas permukaan laut. Tinggi batang 8-11 m, ruas

45 – 65 cm, diameter 5-8 cm, tebal 3-15 mm.

Jenis bambu ini kuat, liat, baik untuk kerajinan anyaman karena

seratnya kuat dan lentur. Menurut Sulthoni (1988) bambu ini tidak

mudah terserang hama bubuk sekalipun tidak diawetkan. Oleh karena itu

bambu jenis ini banyak dipakai sebagai bahan bangunan.

2.4.3. Sifat Mekanik Bambu

Pemakaian Bambu seringkali didasarkan pada pengalaman nenek

moyang saja. Perangkaian batang – batang struktur bambu dilakukan secara

konvensional menggunakan tali atau pasak, sehingga rangkaian itu kurang

kokoh. Sebagai akibat penyusutan bahan, ikatan tali/pasak menjadi kendor,

sehingga struktur akan mengalami perubahan bentuk yang cukup besar, dan

kekuatannya pun merosot. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pemakaian

bambu selama ini hanya terbatas pada pemakaian struktur yang ringan saja.

Agar suatu bahan dapat di pakai secara optimum, maka sifat mekanik

bahan itu harus dipahami betul. Tanpa pemahaman sifat mekanik, pemakaian

bahan dapat berlebihan, sehingga dari segi ekonomis akan boros, sedang

pemakaian dengan ukuran yang kecil dapat membahayakan pemakainya. Jika

Page 27: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

33

sifat mekanik dapat dikuasai, maka dapat dipikirkan cara mengatasi

kelemahannya, serta memamfaatkan sifat – sifat unggulannya. Lebih lanjut

pemakaian bahan dapat diusahakan lebih optimum. Selain itu dapat juga

dipikirkan kemungkinan diversifikasi produk.

Untuk mengetahui sifat mekanik bambu, Ghavani (1990) melakukan

pengujian dengan bentuk spesimen seperti terlihat pada gambar 2.11.

Gambar 2. 11. Uji Spesimen Bambu

( Sumber: Rekayasa Bambu, Morisco. 1999 )

Page 28: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

34

Menurut Morisco (1999) dan Ananda (1996), bambu mempunyai

kekuatan tarik dua kali lebih besar dibandingkan kayu, sedangkan kuat tekannya

10% lebih tinggi dibandingkan dengan kekuatan tarik kayu.

Apabila dibandingkan dengan baja yang mempunyai berat jenis antara

6.0 – 8.0 (Sementara BJ bambu 0.6 – 0.8), kuat tarik (Tensile Strength) baja

hanya sebesar 2.3 – 3.0 lebih besar dibandingkan dengan kekuatan tarik bambu.

Dengan demikian bambu mempunyai kekuatan tarik per unit berat jenisnya

sebesar 3 - 4 kali lebih besar dibandingkan dengan baja (Gambar 2.12)

Gambar 2.12. Diagram Tegangan dan Regangan Bambu dan Baja. ( Sumber: Morisco, 1999 )

Page 29: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

35

Gambar 2. 13. Pengambilan Spesimen Bambu

(Sumber: Morisco, 1999).

2.4.4. Aplikasi Bambu Untuk Perkuatan Tanah

Konstruksi timbunan di atas tanah lunak disebut reklamasi. Reklamasi

adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah (pasir berlanau) dengan skala volume

dan luasan yang sangat besar pada suatu kawasan atau lahan yang relatif masih

kosong dan berair, misalnya pantai, daerah rawa suatu lokasi di laut, tengah

sungai yang lebar ataupun di danau.

Oleh karena itu dilaksanakan pada kawasan tersebut di atas maka

problem utama tersebut umumnya berkisar pada permasalahan rekayasa

geoteknik, yaitu terkendala dengan kuat dukung tanah yang rendah dan

penurunan yang besar akibat konsolidasi maka stabilitas timbunan di atas tanah

tersebut perlu perhatikan. Salah satu perkuatan yang dapat digunakan adalah

dengan penggunaan matras dan tiang bambu sebagai soil reinforcement.

Page 30: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

36

Untuk memilih metoda perbaikan tanah yang tepat dan juga ekonomis

harus mempertimbangkan juga faktor – faktor lainnya seperti : (Rahardjo (1998)

1. Kualifikasi Pelaksana / Kontraktor.

2. Waktu Pelaksanaan.

3. Pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya.

4. Biaya.

Melihat faktor di atas maka penggunaan bambu yang telah dilaminasi

cukup baik untuk bahan perbaikan tanah. Bambu memiliki banyak sifat yang

baik untuk konstruksi, karena bambu kuat, ulet, lurus, ringan dan mudah

pengerjaannya. Selain itu bambu mudah didapat dengan harga yang relaif murah.

Bambu dalam bentuk bulat biasa dipakai untuk konstruksi lainnya sebagai

perancah (Scafollding) [ASTM (1989), Ananda et al (1996) dan CNBRC (001)].

Selain keunggulan – keunggulan bambu seperti yang dipaparkan tersebut

diatas, maka bambu dalam penggunaannya menemui beberapa keterbatasan.

Dalam pemakaian sebagai bahan bangunan (konstruksi), faktor yang sangat

mempengaruhi adalah sifat fisik bambu yang membuat sukar dikerjakan secara

mekanis, variasi dimensi dan ketidakseragaman panjang ruas [ Bodiq et al

(1982), Fangchun (2000) ].

Page 31: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

37

2.5.1. Perkuatan Timbunan jalan dengan Bambu

Permasalahan longsoran timbunan jalan yang banyak terjadi selama ini

dapat ditanggulangi dengan membuat sistem perkuatan timbunan. Salah satu

alternatif perkuatan timbunan adalah dengan mengembangkan teknologi

sederhana dengan sistem perkuatan (penulangan) timbunan menggunakan matras

bambu (Corduroy) atau cerucuk bambu.

Yang dimaksud dengan penulangan tanah (Corduroy) adalah tanah

timbunan dibuat berlapis bambu untuk memperoleh suatu konstruksi yang

komposit. Ataupun menggunakan bambu sebagai pondasi dasar (cerucuk) untuk

memperkuat stabilisasi tanah.

Mempertimbangkan ketersediaan bambu sangat banyak dan tidak sulit

didapat di Indonesia serta jenis bambu ini memiliki kuat tarik yang cukup besar,

maka bambu tali dapat digunakan sebagai bahan lokal untuk penulangan tanah.

Keuntungan dari penggunaan perkuatan dengan Bambu adalah :

1. Ketersediaan bambu yang cukup banyak di Indonesia .

2. Pelaksanaan lapangan sangat mudah dikerjakan .

3. Teknologi sederhana ini dengan menggunakan bahan lokal sebagai

substitusi produk import sangat dapat diandalkan.

Page 32: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

38

Gambar 2.15. Konstruksi Perkuatan Bambu. (Sumber : Pusat Penelitian Antar Universitas, Institut Teknologi Bandung)

Page 33: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

39

2.5. Metode Elemen Hingga / The Finite Element Method

Banyak program komputer yang menggunakan metode ini, sehingga dalam

menggunakannya perlu memahami konsep dasar, struktur, sistem operasi program itu.

Program Plaxis menggunakan konsep metode elemen hingga.

Metode elemen hingga didasari prinsip membagi atau diskretisasi dari suatu

kontinum, di mana kontinum tersebut dapat berupa sistem struktur, massa ataupun benda

padat lainnya yang akan dianalisis. Pembagian dalam metode ini untuk membagi suatu

benda menjadi elemen yang lebih kecil, sehingga mudah untuk dianalisis. Dengan

adanya pembagian tersebut maka suatu sistem yang memiliki derajat kebebasan tak

terhingga dapat didekati menjadi suatu sistem yang memiliki derajat kebebasan

berhingga.

Semakin kecil elemen yang dibagi yang akan ditinjau, maka hasil analisisnya

akan semakin akurat. Dalam syarat pembagian menjadi elemen kecil ini tidak

mengalami putus di suatu tempat.

2.5.1. Langkah-langkah dalam Metode Elemen Hingga

Langkah – Langkah perumusan dan penerapan dari metode elemen

hingga terdiri atas 8 langkah, yaitu:

Page 34: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

40

Gambar 2.16. (a) Diskritisasi benda dua dimensi

(b) Distribusi ue pada suatu elemen umum e.

(Sumber: Desai, 1979)

Langkah 1. Diskritisasi dan Memilih Konfigurasi Elemen.

Langkah ini menyangkut pembagian benda menjadi sejumlah benda

“kecil” yang sesuai. Yang dinamakan elemen-elemen hingga. Perpotongan antara

sisi elemen dinamakan simpul atau titik simpul dan permukaan antara elemen-

elemen disebut garis simpul dan bidang simpul. Seringkali kita perlu

memasukkan titik simpul tambahan di sepanjang garis-garis dan bidang simpul.

(Gambar 2.16 b).

Page 35: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

41

Gambar 2.17. Berbagai jenis elemen (a) Elemen satu-dimensi (b) Elemen

dua-dimensi (c) Elemen tiga-dimensi (Sumber: Desai, 1979)

Jenis elemen yang akan digunakan tergantung pada karakteristik

rangkaian kesatuan dan idealisasi yang kita pilih untuk digunakan. Sebagai

contoh, jika suatu struktur atau suatu benda diidealisasi sebagai suatu garis satu-

dimensi, elemen yang akan kita gunakan adalah suatu elemen “garis” (Gambar

2.17.a). Untuk benda-benda dua-dimensi, kita gunakan segitiga dan segiempat

(Gambar 2.17.b), sedangkan untuk idealisasi tiga-dimensi, dapat dipakai suatu

Page 36: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

42

prisma segi enam (Hexahedron) dengan kekhususan yang berbeda (Gambar

2.17.c).

Gambar 2.18. Diskritisasi untuk batas tak teratur

(Sumber: Desai, 1979)

Walaupun kita dapat membagi-bagi benda itu ke dalam beberapa bagian

elemen dengan bentuk yang teratur pada bagian dalam (Gambar 2.18), kita bisa

membentuk provisi khusus jika batas yang ada ternyata tak teratur. Dalam

banyak hal, batas tak teratur dapat didekati dengan sejumlah garis lurus (Gambar

2.18). Sebaliknya, dalam banyak persoalan lainnya, mungkin perlu memakai

fungsi matematis dengan orde yang secukupnya untuk mendeteksi batas yang

ada. Sebagai contoh, jika bentuk batas adalah serupa dengan suatu kurva

parabola, maka kita dapat memakai suatu fungsi kaudratis orde-dua untuk

mendekati batas tersebut.

Page 37: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

43

Langkah 2. Memilih Model atau Fungsi Pendekatan.

Dalam langkah ini, dipilih suatu pola atau bentuk untuk distribusi besaran

yang tak diketahui (Gambar 2.18.) yang dapat berupa suatu perpindahan dan atau

tegangan untuk persoalan tegangan-deformasi, maupun perpindahan untuk

persoalan gabungan yang menyangkut efek-efek aliran maupun deformasi.

Titik-titik simpul elemen memberikan titik-titik strategis untuk penulisan

fungsi-fungsi matematis yang menggambarkan bentuk distribusi dari besaran

yang tak diketahui pada wilayah elemen. Sejumlah fungsi matematis seperti

polinomial dan deret trigonometri dapat dipakai untuk maksud ini, terutama

polinomial karena mereka memberikan perumusan elemen hingga yang mudah

dan sederhana. Jika kita menyatakan u sebagai besaran yang tak diketahui, maka

fungsi interpolasi dapat dinyatakan sebagai

u = N1 u1 + N2 u2 + N3 u3 + . . . + Nm um (2.1.)

di sini u1, u2, u3, . . . um adalah nilai dari besaran-besaran yang tak

diketahui pada titik-titik simpul dan N1, N2, . . . Nm adalah fungsi-fungsi

interpolasi. Misalnya dalam hal elemen garis dengan dua simpul ujung (Gambar

2.17.a) kita bisa mempunyai u1 dan u2 sebagai besaran yang tak diketahui atau

sebagai derajat kebebasan dan untuk segitiga (Gambar 2.17.b) kita mempunyai

u1, u2, . . . u6 sebagai besaran yang tak diketahui atau derajat kebebasan jika kita

berhubungan dengan suatu persoalan deformasi dengan dua perpindahan pada

setiap simpul.

Derajat kebebasan dapat didefinisikan sebagai suatu perpindahan bebas

(tak diketahui) yang dapat terjadi di suatu titik. Sebagai contoh, untuk persoalan

deformasi satu-dimensi dalam suatu kolom (Gambar 2.17.a) hanya ada satu arah

Page 38: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

44

dengan suatu titik bebas bergerak, yaitu dalam arah sumbu tunggal. Jadi sebuah

titik mempunyai satu derajat kebebasan. Untuk persoalan dua-dimensi (Gambar

2.17.b), jika deformasi hanya dapat terjadi dalam bidang benda (dan akibat

lenturan diabaikan), maka suatu titik hanya bebas bergerak dalam dua arah

koordinat yang bebas, jadi di sini suatu titik mempunyai dua derajat kebebasan.

Setelah semua langkah metode elemen-hingga dilaksanakan, maka kita

bisa menemukan jawaban sebagai nilai dari besaran u yang tak diketahui di

semua simpul, yaitu u1, u2, . . . um. Tetapi dalam mengawali tindakan untuk

memperoleh jawaban, kita telah mengasumsikan secara teoritis atau terlebih

dahulu bahwa bentuk atau pola yang kita harapkan akan memenuhi syarat,

hukum dan prinsip persoalan yang ada.

Jawaban yang diperoleh akan dinyatakan dalam besaran yang tak

diketahui hanya di titik-titik simpul. Ini adalah salah satu hasil proses diskritisasi.

Gambar 2.19. menunjukkan bahwa jawaban akhir adalah suatu kombinasi

jawaban setiap elemen yang dihubungkan menjadi satu pada batas-batas yang

sekutu (bersama). Selanjutnya hal ini dilukiskan dengan memberi sketsa suatu

penampang lintang di sepanjang A-A. Dapat dilihat bahwa jawaban yang dihitung

tidak perlu sama seperti jawaban kontinu yang digambarkan dengan kurva

bergaris tebal. Jelaslah, kita ingin mendiskritisasi sedemikian rupa sehingga

jawaban hasil perhitungan akan sedekat mungkin pada jawaban eksak, yaitu

kesalahan minimum.

Page 39: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

45

Gambar 2.19 Pendekatan potongan-potongan kecil jawaban pada elemen

(a) Rakitan (b) Elemen-elemen yang bersebelahan

(c) Bagian di sepanjang penampang A-A

(Sumber: Desai, 1979)

Langkah 3. Menentukan Hubungan Regangan (Gradien)-

Perpindahan (yang tak Diketahui) dan Tegangan-Regangan.

Untuk maju ke langkah berikutnya, yang mempergunakan suatu prinsip

(katakanlah, prinsip energi potensial minimum) untuk penurunan persamaan-

persamaan elemen, kita harus menentukan besaran-besaran yang tepat yang

muncul dalam prinsip tersebut. Untuk persoalan tegangan-deformasi, salah satu

dari besaran semacam ini adalah regangan (atau gradien) perpindahan. Misalnya,

Page 40: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

46

dalam hal deformasi yang hanya terjadi dalam satu arah y (Gambar 2.17.a),

diasumsikan bahwa regangan €y, yang bernilai kecil dinyatakan oleh :

€y = dv (2.2.) dy

di sini v adalah deformasi dalam arah y. Untuk hal aliran fluida dalam

satu arah, hubungan semacam ini adalah gradien gx dari tinggi tekan fluida

(Gambar 2.19.b):

gx = dφ (2.3.) dx

di sini φ adalah tinggi tekan fluida atau potensial dan gx adalah gradien

dari φ, yaitu laju perubahan φ terhadap koordinat x.

Gambar 2.20. Persoalan-persoalan yang di idealisasi menjadi satu-dimensi.

(a)Tegangan-deformasi satu-dimensi.

(b) Aliran satu-dimensi. (Sumber: Desai, 1979)

Selain regangan atau gradien, kita juga harus menentukan suatu besaran

tambahan, tegangan atau kecepatan; umumnya hal ini dilakukan dengan

menyatakan hubungannya dengan regangan. Hubungan semacam ini adalah

suatu hukum konstitutif dan menyatakan tanggapan atau pengaruh (perpindahan,

regangan) dalam suatu sistem karena bekerjanya suatu penyebab (gaya). Hukum

Page 41: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

47

tegangan-regangan adalah salah satu bagian yang paling penting dalam analisis

elemen-hingga. Kecuali kalau ditentukan untuk mencerminkan secara tepat

perilaku dari bahan atau sistem, maka hasil-hasil dari analisis dapat mempunyai

arti yang sangat kecil. Sebagai suatu contoh yang sederhana, tinjauan hukum

Hooke, yang mendefinisikan hubungan tegangan terhadap regangan dalam suatu

benda pejal:

σy = Ey €y (2.4.a)

Di sini σy = tegangan dalam arah vertikal dan Ey = modulus elastisitas

Young. Jika kita mensubstitusi €y dari Persamaan (2.3) ke dalam Persamaan

(2.4a), kita akan memperoleh pernyataan untuk tegangan yang dinyatakan dalam

suku-suku perpindahan sebagai

σy = Ey dv (2.4.b)

dy

Salah satu dari hukum kontitutif yang linear sederhana adalah hukum

Darcy untuk aliran fluida melalui media berpori:

vx = - kx gx (2.4.c)

di sini kx = koefisien permeabilitas, vx = kecepatan, dan gx = gradien.

Page 42: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

48

Langkah 4. Menurunkan Persamaan-persamaan Elemen.

Dengan memakai hukum atau prinsip yang tersedia, kita akan

memperoleh persamaan-persamaan yang mengatur perilaku elemen. Persamaan-

persamaan ini dinyatakan dalam bentuk yang umum, sehingga dapat dipakai

untuk semua elemen dalam benda yang didiskritisasi.

Ada sejumlah cara yang berbeda yang mungkin dipakai untuk

menurunkan persamaan-persamaan elemen. Dua cara yang paling umum dipakai

adalah metode energi dan metode residu.

Dari kedua metode itu akan menghasilkan persamaan-persamaan yang

menggambarkan perilaku suatu elemen, yang umumnya dinyatakan sebagai

[k] {q} = {Q} (2.5)

Di sini [k] = matriks sifat elemen, {q} = vektor besaran yang tak

diketahui di simpul-simpul elemen, dan {Q} = vektor parameter pemaksa simpul

elemen. Persamaan (2.5) dinyatakan dalam pengertian yang umum; untuk

persoalan yang khusus mengenai analisis tegangan, [k] = matriks kekakuan, {q}

= vektor perpindahan simpul dan {Q} = vektor gaya simpul.

Langkah 5. Perakitan Persamaan Elemen untuk Mendapatkan

Persamaan Global atau Persamaan Rakitan dan Mengenal Syarat

Batas.

Tujuan akhir adalah memperoleh persamaan-persamaan untuk benda

secara keseluruhan yang akan menentukan kira-kira perilaku keseluruhan benda

atau struktur. Kenyataannya, penggunaan cara-cara variasi atau residu memang

bersangkut paut dengan benda keseluruhan; adalah untuk tujuan penyederhanaan

Page 43: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

49

bahwa kita meninjau tata cara dalam Langkah 4 seolah diterapkan pada suatu

elemen tunggal.

Sekali persamaan-persamaan elemen, Persamaan (2.5), ditetapkan untuk

suatu elemen umum, maka kita akan soap menghasilkan Persamaan secara

berulang-ulang untuk elemen-elemen lainya dengan berkali-kali memakai

Persamaan (2.5). Kemudian kita menjumlahkannya untuk mendapatkan

persamaan-persamaan global. Proses perakitan ini didasarkan pada hukum

kecocokan atau kekontinuan. Hal ini memerlukan bahwa benda harus tetap

kontinu yang artinya bahwa, titik-titik yang bersebelahan harus tetap

bersebelahan satu sama lain setelah diberikan beban (Gambar 2.20.). Dengan

kata lain, perpindahan dua titik yang berbatasan atau yang berurutan harus

mempunyai nilai-nilai identik (Gambar 2.20.a).

Tergantung pada jenis dan sifat persoalan, kita dapat saja memaksakan

syarat-syarat kekontinuan yang lebih berat. Misalnya, untuk deformasi yang

terjadi dalam suatu bidang datar, maka mungkin cukup memaksakan

kekontinuan dari perpindahan saja. Sebaliknya, untuk persoalan-persoalan

pelenturan, sifat-sifat fisis benda yang mengalami deformasi karena beban selain

memerlukan kekontinuan dari perpindahan, juga kita harus memastikan bahwa

kemiringan atau turunan pertama dari perpindahan juga kontinu atau cocok pada

simpul-simpul yang berbatasan (Gambar 2.19.b). Seringkali hal ini menjadi perlu

untuk memenuhi kecocokan dari lengkungan-lengkungan atau turunan kedua.

Page 44: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

50

Akhirnya, kita memperoleh persamaan rakitan yang dinyatakan dalam

notasi matriks sebagai :

[K] {r} = {R} (2.6)

Di sini [K] = matriks sifat rakitan, {r} = vektor rakitan dari simpul yang

tak diketahui dan {Q} = vektor rakitan dari parameter pemaksa simpul.

Untuk persoalan tegangan-deformasi, besaran-besaran tersebut masing-

masing adalah matriks kekakuan rakitan, vektor perpindahan simpul dan vektor

beban simpul.

Gambar 2.21. Kecocokan antar elemen.

(a) Kecocokan untuk persoalan dalam bidang datar.

(b) Kecocokan untuk persoalan jenis-pelenturan. (Sumber: Desai, 1979)

Page 45: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

51

Syarat-syarat Batas

Syarat batas adalah batasan atau penyangga fisis (Gambar 2.21.b) yang

harus ada sehingga suatu struktur atau benda dapat berdiri sendiri di dalam

ruang. Syarat-syarat ini umumnya diperinci dan dinyatakan sebagai nilai-nilai

yang diketahui dari besaran-besarn yang tak diketahui pada suatu bagian

permukaan atau batas S1 dan atau gradien atau turunan dari besaran yang tak

diketahui pada S2. Gambar 2.22.a menggambarkan suatu balok. Dalam kasus

balok yang disangga secara sederhana, batas S1 adalah dua titik ujung di mana

perpindahan diberikan. Batasan semacam ini seringkali dinamakan syarat batas

balok, dipaksakan atau geometris.

Pada tumpuan-timpuan sederhana dari balok, momen lentur adalah nol;

yaitu turunan kedua dari perpindahan menghilang. Batasan semacam ini

seringkali dinamakan syarat batas alamiah.

Gambar 2.23.b menunjukkan suatu silinder di mana fluida atau

temperatur mengalir. Pada batas S1, temperatur atau tinggi tekan fluida diketahui;

hal ini adalah syarat batas pokok. Ujung kanan kedap terhadap air, atau diisolasi

terhadap kalor; selanjutnya syarat batas diperincikan sebagai fluks fluida atau

kalor yang sebanding dengan turunan pertaman dari tinggi tekan fluida atau

temperatur. Syarat batas ini adalah syarat batas almiah.

Page 46: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

52

Gambar 2.22. Syarat batas atau batasan

(a) Benda tanpa batasan

(b) Benda dengan batasan

(Sumber: Desai, 1979)

Gambar 2.23. Contoh syarat batas.

(a) Balok dengan syarat-syarat batas.

(b) Aliran pipa dengan syarat-syarat batas. (Sumber: Desai, 1979)

Page 47: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

53

Untuk mengambarkan syarat-syarat batas dalam pendekatan elemen-

hingga, benda dinyatakan oleh Persamaan 2.6, dan biasanya perlu mengubah

persamaan ini hanya untuk syarat-syarat batas geometris. Persamaan rakitan

akhir yang telah dimodifikasi dinyatakan dengan menambahkan garis di sebelah

atas sebagai berikut:

[K] {r} = {R} (2.7)

Langkah 6. Memecahkan Besaran-besaran Primer yang tak

Diketahui

Persamaan (2.8) adalah sekumpulan persamaan aljabar simultan linier

(atau tak linear), yang dapat dituliskan dalam bentuk baku dan umum sebagai

K11 r1 + K12 r2 + . . . + K1n rn = R1

K21 r1 + K22 r2 + . . . + K2n rn = R2.. (2.8)

Kn1 r1 + Kn2 r2 + . . . + Knn rn = Rn

Persamaan-persamaan ini dapat dipecahkan dengan memakai metode

eliminasi Gauss atau metode iterasi yang sudah dikenal. Di akhir langkah ini,

kita telah memecahkan besaran-besaran yang tak diketahui (perpindahan) r1, r2,

. . . rn. Besaran-besaran ini dinamakan besaran-besaran primer yang tak

diketahui, karena mereka muncul sebagai besaran-besaran pertama yang dicari

dalam Persamaan dasar (2.8). Pemberian nama primer akan berubah tergantung

pada besaran yang tak diketahui yang muncul dalam Persamaan (2.8). Misalnya,

jika persoalan dirumuskan dengan memakai tegangan sebagai besaran yang tak

diketahui, maka tegangan tersebut dinamakan besaran primer.

Page 48: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

54

Langkah 7. Memecahkan Besaran-besaran Penurunan atau

Sekunder.

Seringkali besaran-besaran tambahan atau sekunder harus dihitung dari

besaran-besaran primer. Dalam hal persoalan tegangan-deformasi, besaran-

besaran semacam ini dapat berupa regangan, tegangan, momen dan gaya geser,

untuk persoalan aliran besaran-besaran itu dapat berupa kecepatan dan debit.

Adalah relatif langsung untuk mencari besaran-besaran sekunder jika besaran-

besaran primer diketahui, karena kita dapat memakai hubungan antara regangan

dengan perpindahan dan hubungan antara tegangan dengan regangan yang sudah

ditentukan dalama langkah 3.

Langkah 8. Interpretasi Hasil-hasil.

Tujuan akhir dan penting adalah mengurangi hasil-hasil penggunaan cara

elemen-hingga menjadi suatu bentuk yang siap dipakai dalam analisis dan

perancangan. Umumnya hasil-hasil diperoleh dalam bentuk keluaran yang

dicetak dari komputer. Kemudian kita memilih potongan-potongan yang kritis

dari benda dan memplotkan nilai-nilai perpindahan dan tegangan di sepanjang

benda atau kita dapat membuat tabal dari hasil-hasil tersebut. Seringkali sangat

menguntungkan dan tidak membuang waktu dengan menggunakan ‘routine’

yang tersedia dan memerintahkan komputer untuk memplot atau mentabulasikan

hasil-hasilnya.

Page 49: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambutthesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2007-3-00391-SP BAB II.pdfpada tahun 1960 menambah pengertian ini dengan ”jumlah mineral maksimun 35%”. ... 4

55

2.6. Program Plaxis

Dalam menganalisis timbunan pada kasus di Perkebunan Kelapa Sawit –

Rantau - Sumatera Utara digunakan program Plaxis 7.11 yang sudah dilengkapi

dengan kemampuan untuk melakukan permodelan elemen hingga.

2.6.1 Sejarah Program Plaxis

Program Plaxis pertama kali dikembangkan oleh Departemen Pekerjaan

Umum dan Pengendalian Air di negara Belanda pada tahun 1987. Pada awal

pembuatannya elemen hingga, yang merupakan dasar dari program ini, masih

harus ditentukan atau dimodelkan secara manual. Tujuan utama pengembangan

program Plaxis pada waktu itu adalah untuk dapat menggunakan metode elemen

hingga agar lebih mudah dalam pengaplikasiannya untuk analisis tanggul sungai

pada tanah lunak. Di sini dapat ditentukan tingkat ‘kehalusan’ elemen tersebut, di

mana semakin halus elemen yang dipakai maka hasil perhitungan akan semakin

akurat.

Penggunaan Program Plaxis dikhususkan sebagai alat bantu untuk

memudahkan pekerjaan yang dikerjakan oleh Insinyur Geoteknik dalam

mengerjakan perhitungan manual menggunakan metode elemen hingga yang

cukup rumit serta membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pengerjaannya.

Program Plaxis mempunyai banyak kemampuan menganalisa seperti:

kestabilan konstruksi, faktor keamanan, deformasi, analisa konstruksi. Yang

digunakan dalam aplikasi konstruksi timbunan, dinding penahan tanah dan

terowongan.