Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Studi Pustaka
Berdasarkan dari beberapa sumber terdahulu yang mengamati penelitian variasi
kampuh las, teknik pengelasan dan arus pengelasan terhadap kekuatan tarik antara lain:
Penelitian dari saudara Dito Fauzi Bega Pranawan dan Djoko Suwito, UNS
(2016) yaitu pengaruh teknik pengelasan alur spiral, zigzag dan lurus dengan arus 85
A terhadap kekuatan tarik baja ST 41 dengan mesin las SMAW. Hasil dari penelitian
menyatakan bahwa pengaruh variasi dari teknik pengelasan alur spiral, zigzag dan
lurus mempengaruhi dari nilai kekuatan tarik namun tidak begitu signifikan, yaitu nilai
paling tinggi nilainya terdapat pada alur spiral sebesar 33.40 kgf/mm², sedangkan nilai
terendah terdapat pada alur lurus dengan nilai sebesar 30.28 kgf/mm². (Pranawan 2016)
Penelitian dari saudara (Muhammad Ricky Saputra, UMM 2018) yaitu
pengaruh variasi arus pengelasan terhadap kekuatan tarik baja ST 37 tebal 5 mm
dengan sambungan Lap Joint dan dilas menggunakan mesin las SMAW dan
pengulangan uji sebanyak 5 kali. Variasi arus yang digunakan yaitu 75 A, 90 A, 110 A
dan hasil dari pengujian menyatakan bahwa variasi dari perbadaan arus berpengaruh
pada kekuatan tarik. Dari arus 85 A dihasilkan kekuatan tarik rata-rata sebesar 35,954
6
kgf/mm², dari arus 90 A dihasilkan kekutan tarik rata-rata sebesar 39,338 kgf/mm² dan
dari arus 110 A dihasilkan kekuatan tarik rata-rata sebesar 39,838 kgf/mm².
Penelitian dari saudara (Winarno, Daryono, and Jufri 2018) mengamati
kekuatan geser baja ST 40 dengan tebal 5 mm terhadap variasi beda arus 80 A, 90 A
dan 100 A dengan sambungan las model Butt Joint dengan pengulangan sebnyak 5
spesimen, menggunakan pengujian tarik dan hasil yang didapatakan yaitu menyatakan
bahwa pengaruh terhadap variasi arus berpengaruh pada kekuatan geser. Pada variasi
80 A menghasilkan nilai kekuatan geser sebesar 128.4916 N/mm² pada specimen
nomor 5, pada variasi 90 A menghasilkan nilai kekuatan geser sebesar 124.7528
N/mm² pada specimen nomor 5, dan pada variasi 100 A menyatakan nilai terkecil yaitu
120.1484 N/mm² pada specimen nomor 4, dengan demikian variasi arus pada
pengelasan baja ST 40 dengan sambungan But Joint menyatakan bahwa semakin tinggi
arus maka semakin rendah kekuatan gesernya.
Penelitian dari saudara (Bontong 2018) Dalam penelitian ini bahan yang
digunakan adalah baja karbon rendah, kemudian dilakukan pembuatan kampuh pada
setiap spesimen dimana kampuh yang dipergunakan adalah kampuh V dengan sudut
70°, dengan variasi arus 100 Ampere, 130 Ampere, 160 Ampere, dengan elektroda
E7018 diameter 3,2 mm selanjutnya dilakukan pengujian ketangguhan dan pengujian
tarik. Hasil ketangguhan tertinggi terjadi pada arus pengelasan 100 Amper yaitu 1,43
J/mm2 sedangkan ketangguhan terendah terjadi pada arus 160 Amper yaitu 1,27
J/mm2.. Nilai kekuatan tarik tertinggi terjadi pada arus 130 A yaitu 66.45 Kg/mm2
7
sedangkan nilai kekuatan tarik terendah terjadi pada arus 62,78 Kg/mm2. Variasi arus
sangat berpengaruh terhadap ketangguhan dan kekuatan tarik.
Penelitian dari saudara (Afdhal Putra, Iqbal and Program 2018). Arus besar
untuk pengelasan tergantung pada jenis elektroda , posisi pengelasan dan ketebalan
bahan dasar atau benda kerja tebal yang akan dilas. Kekuatan lasan 80 A, 90 A, 100 A
akan mempengaruhi hasil dari kekuatan lasan dan mengubah sifat mekanik material.
Pengamatan struktur mikro bertujuan untuk apakah ada perubahan struktur mikro
dengan variasi arus listrik selama proses pengelasan. Pengamatan dan pengujian
mikrostruktur dilakukan pada spesimen yang diambil pada tiga titik bahan baku, area
HAZ dan area pengelasan. Pengelasan SMAW menggunakan material baja struktural
ST 37. Prosedur pengujian menggunakan standar pengujian material ASTM E08.
Bahan uji adalah dengan pengujian tarik untuk menentukan kekuatan tarik bahan dan
pengujian struktur mikro dilakukan untuk melihat dan menganalisis deformasi struktur
atom sebagai akibat dari variasi arus selama proses pengelasan. Elektroda yang
digunakan E 6013 karena elektroda ini cocok untuk pengelasan pada baja ST 37 yang
dikategorikan sebagai baja karbon rendah. Proses pengelasan terdiri dari 11 prosedur
perencanaan koneksi pengelasan berdasarkan.
Dengan demikian penulis akan meneliti kekuatan tarik baja karbon rendah ST
40 dengan pengaruh variasi kampuh las dan kuat arus.
8
2.2. Baja Karbon
Baja karbon adalah jenis baja paduan rendah yang terdiri dari unsur besi (Fe)
dan Karbon (C), seperti diketahui besi merupakan unsur dasar dan karbon sebagai
unsur paduan utama. Dalam pembuatannya baja akan didapati pula penambahan
kandungan unsur kimia yang lain yaitu sulfur (S), fosfor (P), silicon(Si), mangan (Mn)
dan unsur kimia lainya. Baja karbon memiliki kandungan karbon sebesar 0.2% sampai
2,14%, dimana unsur karbon yang akan mempengaruhi kekuatannya semakin besar
unsur karbonnya maka semakin keras strukturnya. Dalam penggunaanya baja karbon
sering digunakan dalam industry untuk pembuatan alat-alat perkakas, komponen
mesin, struktur bangunan dan lain-lain. Menurut pengertian ASM handbook vol:148
(1993), baja karbon dapat dikelompokkan dalam berdasarkan jumlah presentase
kandungan karbon.
• Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)
Baja karbon rendah adalah baja dengan komposisi karbon dalam struktur baja yaitu
kurang dari 0.3% C. baja karbon rendah bersifat tangguh dan ulet yang tinggi tetapi
sifat ketahanan aus dan kekerasan yang rendah. Pada umumnya baja jenis ini digunakan
dalam pengapliasikan di ranah pembuatan komponen struktur bangunan, pipa, struktur
jembatan, bodi mobil dan lai-lain. (JA Sukma, 2012)
9
2.3. Pengelasan
Pengelasan adalah penyambungan atara dua atau lebih logam yang berdasarkan
pada prinsip proses difusi yang mana logam las dan elektroda mencair karena panas
yang terjadi pada saat pengelasan. Banyak kelebihan dari sambungan dengan
pengelasan yaitu dapat digunakan dalam bergabai macam konstruksi ringan maupun
berat, mampu menahan kekuatan yang besar, terbilang mudah pengoperasiannya dan
dan dari segi ekonomis cukup terjangkau. Kekurangan dari sambungan las terjadi
perubahan-perubahan struktur mikro pada bahan karna panas masuk yang mana
merubah sifat mekanis dari bahan dan juga terdapat perubahan pada fisik nya.(Riswan
Dwi Djamiko 2008)
2.3.1. Proses Pengelasan Busur
Penegelasan busur , khususnya, telah banyak digunakan karena biaya murah ,
kemudahan, dan penerapan yang sangat luas. Faktanya pengelasan busur telah
mengalami kemajuan luar biasa dalam 30 tahun terakhir sebagai hasil dari inovasi
teknologi yang ditujukan pada peningkatan produktivitas, stabilisasi las kualitas dan
penghematan tenaga kerja. Baru-baru ini, ketiga tujuan ini telah ditautkan dalam bentuk
lanjutan otomatis pengelasan. Diharapkan otomatisasi akan melakukannya meningkat
dengan mantap, didorong oleh kekurangan tenaga kerja terampil seperti oleh teknologi
baru. Yang paling teknologi otomasi yang sukses akan sederhana dan lebih murah
daripada teknologi tinggi,pendekatan berbiaya tinggi yang populer di kalangan peneliti
pengelasan. Pengelasan busur menempati posisi paling penting dalam kelompok
proses pengelasan fusi, dan karena untuk fleksibilitas dan efektivitas biaya, ini adalah
10
teknologi yang sangat diperlukan untuk pembangunan bangunan berbingkai baja,
bangunan kapal, kendaraan bermotor manufaktur, pembangkit listrik dan industri
lainnya. kualitas lasan yang dihasilkan khususnya tergantung pada bahan las yang
digunakan dan diperlukan peningkatan kinerjaakan menempati posisi paling penting
dalam grup proses pengelasan fusi. Perkembangan dalam sumber daya pengelasan
berfokus pada fenomena transfer regularisasi logam dan meningkatkan laju deposisi
logam dan kedalaman penetrasi oleh kontrol arus . Fokus perkembangan control
teknologi telah berubah dengan meningkatnya otomatisasi dalam pengelasan.
Pengembangan dari berbagai sensor untuk melacak jalur pengelasan dan kontrol
adaptif terhadap kondisi pengelasan sebagai respons untuk bentuk alur, bentuk
pekerjaan, dan posisi pengelasan telah menjadi target pembangunan. Banyak
kombinasi sensor dan perangkat lain berkembang menjadi sistematis untuk
memasukkan seluruh peralatan pengelasan dan kinerjanya kontrol. Tren ini telah jelas
terlihat selama sepuluh tahun terakhir, terutama di industri pembuatan kapal. Pemilihan
proses pengelasan terbaik untuk aplikasi yang diberikan tergantung pada persyarata
pekerjaan dan sejauh mana proses menyediakan keuntungan ekonomi. Untuk tingkat
tertentu, suatu perusahaan memilih untuk menentukan jenis produk yang dapat
diproduksi secara kompetitif.(Kah and Martikainen 2012).
11
2.4. Jenis-Jenis Pengelasan Busur
Prose pengelasan terbagi menjadi 2 yaitu: Consumable Electrode yaitu
elektroda ikut habis mencair dan sekaligu menjadi bahan isi dan Non Consumable
Electrode dimana elektroda tidak ikut mencair, bahan isi yang digunakan adalah bahan
lain yang dicaikan bersamaan dengan proses pencairan logam induk. Macam-macam
pengelasan kategori Consumable Electrode diantaranya adalah Shielded Metal Arc
Welding (SMAW), Gas Metal Arc Welding (GMAW/MIG), Submerged Arc Welding
(SAW) dan Flux Core Arc Welding (FCAW). Sedangkan pengelasan Non Consumable
Electrode merupakan salah satu metode utama untuk pembuatan konstruksi yang
penting dari baja dengan tingkatan yang berbeda ( termasuk baja paduan tinggi)
alumininum, titanium, tembaga, nikel, dan logam dan paduan non-ferro lainnya.
Metode ini bersifat universal karena memungkinkan penyatuan bagian kecil dan besar
serta tebal struktur logam dan tidak memerlukan penggunaan pelapis dan fluks
elektroda atau penghapusan terak.(Savinov et al. 2018)
Gambar 2.1 Pengelasan Consumable Electrode
Sumber: (Hery Sonawan, 2003)
12
Gambar 2.2 Pengelasan Non Consumable Elektrode
Sumber: (Hery Sonawan, 2003)
1. Shielded Metal Arc Welding (SMAW)
Pengelasan SMAW adalah salah satu macam pengelasan yang paling popular
baik digunakan dalam skala kecil maupun dalam skala proyek. Pengelasan SMAW
menggunakan elektroda Consumable Electrode yang mana ikut mencair dan sebagai
logam pengisi. Elektroda berada pada kutub negatif dan benda kerja berada pada
kutub positif . Peleburan antara elektroda dan benda kerja disebabkan karna panas
dari busur listrik. Fluks atau pembungkus elektroda berfungsi sebagai pelindung
agarcairan las tidak bereaksi dengan linkungan/atmosfe. (Arifin 2018)
2.5. Sambungan Las
2.5.1. Sambungan Tumpul
Pada sambungan ini ada beberapa macam bentuk yaitu kampuh V groove,
single bavel, J groove, X groove U groove. Kelemahan dari but joint yaitu Kelelahan
dengan sambungan las butt jonint dinilai ketidakselarasan diniai, berdasarkan struktur
pendekatan stres hotspot.(Dong, Teixeira, and Guedes Soares 2019).
13
Gambar 2.3 Sambungan Las Butt Joint
Sumber: (Ahcmadi 2014)
2.6. Elektroda
Elektroda berselaput pada las busur listrik mempunyai perbedaan bahan dari
kawat maupun selaput. Ukuran diameter kawat standar antara mulai 1.5 mm hingga 7
mm dan Panjang antara 350-450 mm. jenis jenis selaput elektroda misalnya, kalsium
karbonat (Ca C03), selulosa kaolin, kalium oksida, titanium dioksida, oksida besi,
mangan serbuk besi, besi silicon dan sebagainya dengan jumlah kandungan berbeda
tiap jenis elektroda. Ketika pengelasan, selaputm yang mengandung CO2 berfungsi
sebagai pelindung cairan las. O2 dan N pada udara luar dapat mempengaruhi sifat
mekanik dari logam las.
2.6.1. Klasifikasi Elektroda
Dalam pemilihan kitaa harus tahu spesifikasinya dan berikut adalah penamaan
elektroda baja karbon rendah untuk las busur menurut AWS(American Welding
Society)) dinyatakan dengan tanda E XXXX yang artInya sebagai berikut :
➢ E : menyatakn elektroda busur
➢ XX : kekutan tarik deposit las (ribuan(lb/in²
14
➢ X(Ketiga) : posisi pengelasan. Angka 1 pengelasan segala posisi, angka 2
posisi dibawah tangan.
➢ X (terakhir) : jenis selaput dan arus yang cocok
Contoh E 6013 Artinya:
• Kekuatan tarik minimum deposit las 60.000 000 Ib/in² atau 42 kg/mm², Dapat
dipakai untuk pengelasan segala posisi dan Jenis selaput elektroda Rutil-
Kalium dan pengelasan dengan arus AC atau DC + atau DC –
2.6.2. Elektroda Baja Lunak
Dan bermacam-macam jenis elektroda baja lunak perbedaannya hanyalah
pada jenis selaputnya. Sedang kan kawat intinya sama.
E 6012 dan E 6013
Dari kedua jenis elektroda ini dapat menghasilkan tembusan sedang karna
tegolong jenis selaput rutil. Peneglasan untuk jenis ini dapat pada posisi apapun,
namun kebanyakan daslam penguunaan jenis E 6013 sangan baik untuk posisi
dibawah tangan dan jenis E 6012 lebih baik digunakan pada ampere yang tinggi dari
E 6013 karena mengandung lebih banyak kalium yang mudah digunakan pada amper
yang rendah
15
2.7. Deformasi Las
Tenganan struktur disebabkan oleh tegangan sisa selama proses penggunaan.
Jika benda kerja dipanaskan dan diperlalukan dingin dengan merata, struktunya akan
memuai dan menyusut secara merata, tanpa deformasi atau tegangan termal.
Bagaimanapun pada daerah las memuai dan menyusut secara terbatas bila dipanaskan
dan didinginkan secara cepat. Deformaso dan tegnagn sisa dapat timbul apabila daerah
las ditahan dengan logam induk disekitarnya. Daerah las akan melengkung jika struktur
yang dilas menggunakan logam tipis. Jika menggunakan las dengan logam yang tebal
maka deformasi yang terjadi sangat kecil dan tegangan sisanya mulai timbul.
Berdasarkan itu hubungan antara deforms dan tegangan sisa saling berlawanan.
2.8. Cacat-cacat las
Jika pekerjaan pengelasan direncanakan atau dilaksanakan dengan tidak benar,
bermacam-macam cacat las dapat terjadi, menghasilkan kualitas sambungan las yang
buruk dan tampilan struktur yang dilas tidak memuaskan. Cacat-cacat las berikut dapat
terjadi
1. Tampilan rigi las buruk
Tampilan rigi yang terlihat kurang pada kaki las.buruknya tampilan rigilas
disebabkan pada kondisi pengelasan yang kurang memadai atau kurang
telitinya peroses pengelasan yang dilakaukan oleh juru las, yang berpengaruh
terhadap berkurangnya kekuatan pada sambungan las.
2. Lubang cacing (keropos), jurang, lubang memanjang
16
Lubang ini tebentuk jika leburan logam mulai membeku sebelum gas CO2, H2
dan N2 dilepaskan secara serentak yang mana terperangkap dlaam rigi las.
Istilah “pipa” untuk lubang cacing yang berbentuk memanjang. Dan
“pit/Jurang” disebut lubang terbuka di permukaan. Cacat-cacat tersebut
sebenarnya tidak berpengaruh terhadap kekuatannya selama ukuranya tebilang
kecil jikalau ukuran cacat besar maka pengulangan muatan akan timbul dan
menyebabkan berkurangnya kekuatan pada sambungannya.
3. Penetrasi kurang, peleburan kurang, terak terperangkap
Hal ini terjadi leburan logam tidak tembus kedalam sambungan secara sempurna
dengan penembusan yang penuh. Kurangnya peleburan didalam batas antara
logam las dan logam induk atau antara lajur-lajur las yang menyebabkan
peleburan kurang( lack of fusion). Pengurangan kekuatan sambungan las terjadi
disebabkan oleh cacat yang karena kurangnya celah atau takikan. Lelehan retak
tetap tinggal dalam logam las tanpa naik kepermukaan penyebab terak
terperangkap ( Slag Inclusion).
4. Retak didalam daerah las
Retak jenis ini merupakan retakan yang paling serius, meskipun retakan yang
terjadi kecil.dalam bentuk retakan takikan runcing dimana terdapat konsentrasi
tegangan, memungkinkan menjadi sebab paling besar tejadinya kerusakan pada
struktur yang dilas retak secara menyeluruh diurutkan berdasarkan tempat
terjadinya retak, kedalaman retak logam las, retak logam induk dan retak pada
logam yang terpengaruh panas (Heat Effect Zone). Retak juga dapat terjadi
berdasarkan menurut suhu yang dialami, kedalam retak panas dan retak dingin.
17
Retak panas terjadi pada temperatur atau sedikit dibawah pada rentang suhu
pembekuan. Pada retak dingin terjadi pada temperatur 3000°C atau dibawahnya
5. Retak Panas
Terjadi pada suhu temperatur yang tinggi atau sedikit dibawah rentang suhu
pembekuan .Logam akan terkoyak oleh adanya tegangan tarik seperti
penyusutan dan pembekuan logam las ini terjadi karena logam induk yang berisi
fosfor, sulfur atau unsur-unsur sejenis dengan daya regang pada temperatur
tinggi. Hal ini disebut retak padat dan retak panas . patahan ini mudah terlihat
karena patahan dari tetakan ini kadang-kadang teroksidasi. Terdapat bermacam-
macam retak panas, seperti retak kawah, retak bentuk buah per, retak rigi
memanjang, dan retak sulfur. (Sunaryo 2013)
Gambar 2.4 Macam-macam cacat las
Sumber: (Sunaryo 2013)
18
2.9. Pemeriksaan dan Pengujian
2.9.1. Pengujian dan Pemeriksaan Daerah Las
Keterampilan juru las umumnya sangat berpengaruh pada hasil pengelasan.
Keursakan hasil las baik bagian atau dalam sangat sulit diamati dengan metode
pengujian yang sederhana. Selain itu karena struktur yang dilas merupakan bagian
integral dari seluruh badan material las maka retakan yang timbul akan menyebar luas
dengan cepat bahkan mungkin bisa menyebabkan kecelakaan yang serius. Untuk
mencegah kecelakaan tersebut pengujian dan pemeriksaan daerah-daerah las sangatlah
penting. Tujuan dalm pengujian adalah untuk menentukan kualitas produk tertentu,
sedangkan tujuan pemeriksaan adalah untuk menetukan hasil dari pengujian apakah
sesuai dan relative dapat diterima dalam standar kualitas tertentu atau dengan kata lain
dalam pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan kualitas dan menjamin terhadap
kualitas konstruksi las. Untuk pengendalian kualitas pengujian dan pemeriksaan dapat
dikelompokan dlam 3 kelompok sesuai dengan pengujian dan pemeriksaan dilalkuan
yaitu, sebelum, selama dan sesudah. Pemeriksaan sebelum pengelasan meliputi
pemeriksaan peralatan las, material pengelasan yang akan digunakan; pengujian
verifikasi prosedur pengelasan yang harus sesuai dengan prosedur pengelasan dan
pengujian kualifikasi juru las sesuai dengan ketrampilan juru las. Pemeriksaan sesuai
standar pengelasan adalah pemeriksaan kemiringan baja yang dilas, pemeriksaan galur
las pada setiap sambungan. Tindakan pemeriksaan yang dilakukan selama proses
pengelasan: pemeriksaan tingkat kekeringan elektroda dan kondisi penyimpanan
elektrode; pemeriksaan las ikat; pemeriksaan kondisi kondisi pengelasan terpending
19
(arus listrik, tegangan listrik, kecepatan proses pengelasan, urutan proses pengelasan,
dsb.); pemeriksaan kondisi-kondisi sebelum dilakukan pemanasan; dan pemeriksaan
status sumbing-belakang. pengujian/pemeriksaan yang dilakukan setelah proses
pengelasan meliputi: pemeriksaan temperatur pemanasan dan tingkat pendinginan
sesudah proses pemanasan dan pelurusan; pemeriksaan visual pada ketelitian ukuran;
dan pemeriksaan pada bagian dalam dan permukaan hasil las yang rusak.
2.9.2. Uji tarik
Pengujian dengan metode pengujian tarik adalah cara pengujian yang paling
mendasar. Pengujian ini sangat mudah dan sudah mengalami standarisasi misalnya di
Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang JIS 2241. Prosenya dengan menarik spesimen
kita akan mengetahui bagaimana reaksi dari spesimen terhadap tenaga tarikan yang
diberikan dan sampai sejauh mata spesimen mengalami pertambahan Panjang dan
kemudian putus. Alat uji tarik memiliki cengkraman grip yang sangat kuat . merek
terkenal untuk alat uji tarik misalnya Shimazu, Instron dan. (Sastranegara 2009)
Ada banyak aspek yang dapt kita pelajari dalam proses pengujian tarik ini.
Pengujian ini mernarik suatu spesimen sampai terjadinya puts, kita akan mendapatkan
informasi karakter berupa kurva seperti pada gambar 2.9 pada kurva ini menunjukan
hubungan antara gaya tarik terhadap perubahan panjangnya. Karakter dari kurva ini
sangat membantu dalam membaca fenomena yang terjadi pda spesimen ketika dibeikan
gaya.(Sastranegara 2009)
20
Gambar 2.5 Gambaran singkat uji tarik dan datanya
Sumber: (Sastranegara 2009)
Dalam pengujian tarik hal yang sangat penting untuk diamatai yaitu pada saat
spesimen mengalami Ultimate Tensile Strength atau kemampuan maksimum bahan
dalam menahan beban, dan dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tarik maksimum.
Hukum Hooke (Hooke's Law)
hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan
perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone.
Tegangan adalah beban dibagi luas penampang spesimen dan regangan adalah
pertambahan panjang dibagi
panjang awal bahan.
Tegangan : σ = F/A
21
F: gaya tarikan (N), A: luas penampang (mm²)
Regangan : ε = ∆L/L
∆L: pertambahan panjang, L: panjang awal
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:
E = σ / ε
Pada gambar 2.6 yaitu hubungan antara tegngan dan regangan. Dan pada
gambar 2.7 adalah kurva standar dama pengujian tarik. E yaitu gradien kurva dalam
daerah linier di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E di
istilahkan "Modulus Elastisitas" atau "Young Modulus". Kurva SS adalah kurva yang
menyatakan hubungan antara regangan dan tegangan.(Sastranegara 2009)
Gambar 2.6 Kurva tegangan-regangan
Sumber: (Sastranegara 2009)
22
• Berikut ini adalah detail profil uji tarik dan sifat mekanis logam
Profil-profil dalam uji tarik secara detail sangat diperlukan dalam kebanyakan
analaisa teknik data yang didapatkan dari uji tarik dapat dikelompokan sebagai
berikut pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Profil data hasil uji tarik
Sumber: (Sastranegara 2009)
Sifat-sifat mekanik bahan dengan berpedoman pada hasil uji tarik seperti pada
gambar 2.7. pada gambar di simbolkan awal benda sebelum ditarik dengan huruf O dan
sampai patah dengan dismbolkan huruf D.(Sastranegara 2009)
1. Batas elastis σ E ( elastic limit)
Dalam gambar 2.11dapat kita baca bahwa pada titik A jika suatu spesiemn
diberi beban kemudian dihilangkan, maka spesimen tersebut akan kembali
23
pada posisi semula yaitu regangan nol yaitu pada titik O. jika benda ditarik
memelebihi titk A, untuk hokum Hooke tidak berlaku karena terdapat
perubahan permanen dari spesimen.
2. Batas proporsional σp (proportional limit)
Suatu titik dimana hokum hooke masih bisa ditolelir
3. Deformasi plastis (plastic deformation)
Adalah perubahan bentuk yang tidak dapat kembali keposisi awal. Gambar
2.7 yaitu bahan ditarik sampai batas prosional dan sampai pada posisi landing.
4. Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress)
Yaitu Tegangan maksimum sebelum spesimen memasuki tahap daerah
landing peralihan deformasi elastic ke deformasi plastis.
5. Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress)
Yaitu Tegnagan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki
daerah deformasi plastis. Jiak hanya disebutkan teeganagn luluh maka yang
dimakud itu adalah tegangan ini.
6. Regangan luluh εy (yield strain)
Yaitu regangan dimana bersifat permanen yang pada saat akan memasuki
tahap deforms plastistis.
7. Regangan elastis εe (elastic strain)
Yaitu regangan yang disebabkan oleh perubahan elastis spesiemn. Pada saat
beban ditiadakan reganagn ini akan kembali ke posisi semula.
8. Regangan plastis εp (plastic strain)
24
Yaitu Regangan yang disebabkan oleh perubahan plastis. Pada saat beban
dihilangalkan regangan ini tetap ada sebagai perubahan permanen bahan.
9. Regangan total (total strain)
Yaitu gabungan antara regangan plastis dan regangan elastis, Perhatikan
beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada yaitu regangan
total. Saat beban dihilangkan , posisi regangan ada pada titik E dan besar
regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
10. Tegangan tarik maksimum (UTS, ultimate tensile strength)
Pada gambar 2.7 dilihat dari titik C (σβ), merupakan niali besar tegangan
maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
11. Kekuatan patah (breaking strength) Pada gambar 2.7 disimboolkan dengan
titik D, dimana besar tegnagan saat pengujian yang menyebabkan patah.
12. Yaitu tegangan luluh tanpa batas jelas dari antara perubahan elastis dan plastis
dan pada hasil uji tarik tidak emiliki daerah linier dan landing yang jelas,
tegangan luluh biasanya diartikaqn sebgai tegangan yang mengasilakan
regangan yang bersifat permanen sebesar 0.2%, dan disebut regangan offset-
strain pada gambar 2.8.
25
Gambar 2.8 Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk
kurva tanpa daerah linier
Sumber: (Sastranegara, 2009)
• Istilah lan dalam runag lingkuy pengujian tarik
Berikut adalah beberapa istilah seputar pengujian tarik.
1. Kelenturan (ductility)
Yaitu merupakan sifat mekanik dari bahan yang menyatakan besar deformasi
plastis yang terjadi sebelum bahan putus atau tidak berhasil dalam uji tarik.
Benda dapat disebut lentur atau ductile bila regangannya melebihi 5%
sebelum putus , bila kurang dari itu maqka benda bersifat brittle.
2. Derajat kelentingan (resilience)
Yaitu kapasitas suatu bahan menyerap energi dalam tahap perubahan elastis.
Dan sering disebut modulus keletingan Derajat kelentingan, dengan satuan
strain energy per unit volume (Joule/m3 atau Pa). Dalam
3. Derajat ketangguhan (toughness)
26
Yaitu Kapasitas suatu bahan menyerap sejumlah energi dalam tahap plastis
hingga bahan tersebut putus. Sering diistilahkan dengan Modulus
Ketangguhan (modulus of toughness). Dalam gambar 2.11, modulus
ketangguhan sama dengan luas daerah dibawah kurva OABCD.
4. Pengerasan regang (strain hardening)
Yaitu sifat logam yang biasanya ditandai dengan naiknya nilai tegangan
benbanding regangan setelah memasuki tahap plastis.