63
BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi Jalan panjang perfilman Iran memang bukan tanpa rintangan, sejak dijadikan alat dokumentasi pemerintahan kerajaan Qajar beserta kehidupan privasi keluarganya, Iran terus memproduksi film-film baik fiksi maupun dokumenter tentang kondisi sosial budaya masyarakatnya, atau mengisahkan pemimpin- pemimpin negara mereka. Periode 1960an, di masa kepemimpinan Shah Reza Pahlevi, ketika Amerika Serikat mulai mempropagandakan aksi menentang komunis di negara-negara Islam dan Arab, Iran tidak ketinggalan memproduksi film-film bertema liberal dan mengusung nilai-nilai Barat secara besar-besaran. Kendali pemerintah atas industri perfilman makin memperkuat citra Iran yang pro-Barat. Pada saat itu, pemerintahan Shah merupakan sekutu dekat Amerika Serikat di Timur Tengah. Pemerintah mengontrol sepenuhnya industri film, sehingga kemudian terjadi percampuran dua sektor film, swasta dan film yang disubsidi pemerintah. 1 Tidak seperti negara lain di dunia ketiga, film dijadikan sebagai komoditas komersial yang dapat dipasarkan dan dipakai sebagai media hiburan massal, 2 perfilman Iran hanya berputar pada lingkungan istana dan keluarga kerajaan. Sinematografi hanya dipertunjukkan pada saat-saat tertentu seperti pernikahan atau khitanan atau acara-acara kerajaan pada masa dinasti Qajar, yang biasanya ditampilkan yaitu film komedi pendek yang diimport dari Prancis dan Russia. 3 Shah Reza, penguasa pertama dari dinasti Pahlevi, mulai berkuasa di Iran pada tahun 1920-an. Meskipun tertarik pada modernisasi dan teknologi, ia belum mengerti bagaimana pentingnya industri film. Satu-satunya kontribusi Shah pada perfilman ialah ketika menganugerahkan penghargaan kepada Mo’tazedi berupa 1 Hamid, Naficy, “Iranian Cinema Under Islamic Republic” dalam American Antropologist Vol. 97. No.3. 1995, (www.jstor.org/stable/683274 . Diakses terakhir pada 28 Januari 2009 Pukul 15:01 BBWI) hal.548 2 Roy Armes, Third World Film Making and the West, (Berkeley: University of California Press. 1987) hal. 55 3 Hamid Reza Sadr, Iranian Cinema: A Political History, (London: I.B. Tauris. 2006) hal. 14 Universitas Indonesia

BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

  • Upload
    buianh

  • View
    236

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

BAB II

SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN

DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN

2.1 Perfilman Iran Prarevolusi

Jalan panjang perfilman Iran memang bukan tanpa rintangan, sejak

dijadikan alat dokumentasi pemerintahan kerajaan Qajar beserta kehidupan privasi

keluarganya, Iran terus memproduksi film-film baik fiksi maupun dokumenter

tentang kondisi sosial budaya masyarakatnya, atau mengisahkan pemimpin-

pemimpin negara mereka. Periode 1960an, di masa kepemimpinan Shah Reza

Pahlevi, ketika Amerika Serikat mulai mempropagandakan aksi menentang

komunis di negara-negara Islam dan Arab, Iran tidak ketinggalan memproduksi

film-film bertema liberal dan mengusung nilai-nilai Barat secara besar-besaran.

Kendali pemerintah atas industri perfilman makin memperkuat citra Iran yang

pro-Barat. Pada saat itu, pemerintahan Shah merupakan sekutu dekat Amerika

Serikat di Timur Tengah. Pemerintah mengontrol sepenuhnya industri film,

sehingga kemudian terjadi percampuran dua sektor film, swasta dan film yang

disubsidi pemerintah.1

Tidak seperti negara lain di dunia ketiga, film dijadikan sebagai komoditas

komersial yang dapat dipasarkan dan dipakai sebagai media hiburan massal,2

perfilman Iran hanya berputar pada lingkungan istana dan keluarga kerajaan.

Sinematografi hanya dipertunjukkan pada saat-saat tertentu seperti pernikahan

atau khitanan atau acara-acara kerajaan pada masa dinasti Qajar, yang biasanya

ditampilkan yaitu film komedi pendek yang diimport dari Prancis dan Russia.3

Shah Reza, penguasa pertama dari dinasti Pahlevi, mulai berkuasa di Iran

pada tahun 1920-an. Meskipun tertarik pada modernisasi dan teknologi, ia belum

mengerti bagaimana pentingnya industri film. Satu-satunya kontribusi Shah pada

perfilman ialah ketika menganugerahkan penghargaan kepada Mo’tazedi berupa

                                                            1 Hamid, Naficy, “Iranian Cinema Under Islamic Republic” dalam American Antropologist Vol. 97. No.3. 1995, (www.jstor.org/stable/683274. Diakses terakhir pada 28 Januari 2009 Pukul 15:01 BBWI) hal.548 2 Roy Armes, Third World Film Making and the West, (Berkeley: University of California Press. 1987) hal. 55 3 Hamid Reza Sadr, Iranian Cinema: A Political History, (London: I.B. Tauris. 2006) hal. 14

Universitas Indonesia  

Page 2: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

500 toman atas jasanya merekam dokumentasi pada saat Shah dinobatkan sebagai

raja. Pemahaman Shah Reza terhadap peradaban dan modernitas membawa

banyak nilai-nilai Barat ke dalam masyarakat Iran. Misalnya, ia melarang

penggunaan cadar di kalangan perempuan. Ia menerapkan cara berpakaian a la

Barat untuk pria-pria Iran.

Di tahun 1970 perfilman Iran memasuki tahap kedewasaannya. Institut

Seni Drama, yang didirikan pada tahun 1963, menghasilkan lulusan angkatan

pertamanya di awal dekade ini. Banyak film-film progresif yang dihasilkan oleh

mereka. Dekade 1970-an merupakan dekade istimewa bagi perfilman Iran.

Dekade ini juga memperlihatkan tingginya kepercayaan Shah dalam

keberhasilannya di bidang sosial dan politik. Karena kondisi yang mulai stabil

tidak dapat disangkal lagi, maka rezim Shah mengizinkan dibuatnya film-film

dengan tema kritik sosial.

Lingkungan budaya, politik, dan ekonomi yang baru dari pertengahan

1960-an hingga akhir 1970-an menciptakan perfilman nasional yang unik dan

khas yang menunjukkan akar perspektif orang Iran terhadap seni, sastra, dan

budaya. Film-film yang bertendensi komersial di 1970-an bertemu dengan bentuk-

bentuk inovatif dari pembuatan film. Film-film selanjutnya merupakan balasan

berupa film politik yang mengembangkan bahasa simboliknya dalam kaitannya

dengan sejarah panjang sensor film. Perfilman dunia ketiga ini berbeda dibanding

film-film dunia ketiga yang diproduksi di Amerika Latin, Afrika atau negara-

negara berkembang mana pun, karena konteks sosial-historis yang berbeda pula.

Beberapa pembuat film dari periode ini terpaksa meninggalkan Iran karena

keadaan politik dan budaya yang baru. Mereka yang bertahan harus berani

menantang gaya baru dalam seni dan budaya dengan pertimbangan-pertimbangan

agama dan moral penguasa baru setelah revolusi Islam meletus.

2.2 Perfilman Iran Pascarevolusi

Sistem politik dan hukum Iran yang selalu berubah dari waktu ke waktu

dan situasi ekonomi yang memburuk ditambah dengan ketidakpuasan masyarakat

terhadap kebijakan pemerintahan Shah Reza Pahlevi, bukan hanya mendesak

reformasi total pada birokrasi pemerintah namun juga mendorong terjadinya

Universitas Indonesia  

Page 3: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

revolusi. Akhirnya pada Februari 1979, meletuslah revolusi Islam yang digawangi

Khomeini yang secara total meruntuhkan kebijakan-kebijakan yang timpang dari

rezim Pahlevi. Iran tumbuh menjadi negara yang memadukan sistem demokrasi

sekaligus teokrasi pertama di dunia dan semakin memantapkannya sebagai negara

penganut Islam Syiah terbesar. Sistem politik di Iran dipengaruhi apa yang sedang

terjadi di dalam lingkungan-lingkungannya. Hal ini diperjelas di dalam undang-

undang Republik Islam Iran yang menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam

struktur politik Republik Islam Iran, berada ditangan Imam sesuai dengan ajaran

mazhab Syiah yang menerapkan prinsip Imamah (keimaman) sebagai salah satu

ajaran utamanya.4 Regulasi yang dibuat pemerintah Republik Islam pun dengan

segera ditetapkan berlandaskan hukum syariah dan menghapus peraturan-

peraturan sekuler rezim Shah. Tidak terkecuali peraturan perfilman.

Ketika revolusi Islam yang terjadi pada tahun 1978-1979 melengserkan

rezim Shah Reza dan menggantikannya dengan rezim Republik Islam, hampir

terjadi penghentian industri film lokal. Semangat antisinema pun mulai menjalar

di Iran. Pemerintah Republik Islam menganggap film dapat merusak moral bangsa

karena berasal dari budaya Barat. Selain itu, film dianggap sebagai salah satu alat

ideologi Barat dengan rezim Pahlevi (1925-1979) yang dibuat dalam bentuk

media dan industri hiburan.5

Gaya hidup kapitalis ditandai dengan dibangunnya bioskop-bioskop

komersil. Hingga akhirnya revolusi Islam meletus di tahun 1979 yang di dua

tahun pertamanya pemerintah Republik Islam memerintahkan untuk membakar

gedung-gedung bioskop. Mullah mengangggap bioskop-bioskop sebagai tanda

kemusyrikan dan menyaingi keberadaan masjid. Kontrol lebih ketat diberlakukan

terhadap film-film yang diproduksi di dalam negeri. Film-film asing dilarang

didistribusikan di dalam negeri dan otomatis tidak ditayangkan. Sebenarnya,

Ayatollah Rohulla Khomeini pun mendukung keberadaan perfilman asal tidak

disalahgunakan. Menurutnya film adalah penemuan modern yang seharusnya

digunakan untuk mendidik masyarakat, bukan sebaliknya, merusak generasi muda

                                                            4  Bambang Cipto, Dinamika Politik Iran: Puritanisme Ulama, Proses Demokratisasi dan Fenomena Khatami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 77-81. 5 Sadr.Op.cit. hal.131

Universitas Indonesia  

Page 4: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Iran.6 Film-film Iran diproduksi dengan tidak melupakan nilai-nilai tradisi dan

kental akan budaya Islam, bukan mengandung nilai-nilai yang diusung Barat.

Meskipun pembersihan dari pemerintah melibatkan perubahan ideologikal

dan kultural dalam film, namun tidak sepenuhnya menghapus produksi film anak

negeri. Kecuali berkaitan dengan sensor ketat pemerintah, yang setidaknya

membatasi jumlah film yang akan tayang. Menteri Budaya dan Pedoman Islam

pada tahun 1982 membuat satu regulasi yang disetujui oleh kabinet mengenai

pengawasan terhadap industri film nasional.7 Pemusatan kebijakan tersebut yaitu

semua film yang akan diputar harus melalui proses penyuntingan dari pemerintah

dengan tahap-tahap: tinjauan sinopsis oleh kementerian, pengeluaran izin

produksi, meninjau keseluruhan film, dan mengizinkan film untuk diputar.

Regulasi pemerintah seperti ini mulai diterapkan ketika film Bahram Baizai

Marg-e Yazdgerd (Death of Yazdgerd, 1980), dan Cherikeh-ye Tara (The Ballad

of Tara, 1981) dilarang diputar. Nasib sama dialami oleh Mohsen Makhmalbaf

dengan dua filmnya, Shabha-ye Zayandehrud (Zayandehrud’s Night, 1991) dan

Nowbat-e Asheqi (A Time to Love, 1991) ikut ditarik sebelum diputar di pasaran.8

Khomeini sendiri akhirnya memanfaatkan instrumen-instrumen seperti

film sebagai media propaganda melawan budaya Barat dan menjaga budaya

Islam. Semenjak periode transisi dan instabilitas sosial terjadi, tampaknya terjadi

suatu kecenderungan bagi para sineas nasional untuk menghasilkan sebuah gaya

perfilman baru. Arah baru sinematik ini sepertinya dalam beberapa waktu dinilai

oleh pemerhati film internasional, terutama Barat, sebagai bagian dari tradisi

Islam Syiah yang antimodern. Hasil reportase di media negara-negara Barat

mengatakan bahwa perlakuan pemerintah terhadap pekerja seni pertunjukan dan

hiburan di Iran tidaklah manusiawi dan teraniaya, serta sensor yang keras terhadap

kreatifitas anak negeri semakin memperkuat adanya intoleransi terhadap mereka.9

Meskipun demikian, perfilman baru yang perlahan muncul di Iran menciptakan

suatu industri dan sistem yang baru pula. Yaitu perfilman nasional yang kini

memiliki struktur finansial sendiri; nilai-nilai ideologikal, tematik, dan produksi

                                                            6 Ibid. 7 Ibid. hal.156 8 Naficy, Op.cit. hal. 548-558 9 Ibid. 

Universitas Indonesia  

Page 5: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

yang khas. Yang harus ditekankan saat ini adalah bahwa film Iran kini bukanlah

sinema propagandistik yang didukung oleh ideologi yang sedang berkuasa.

Bahkan, kedua belah pihak, pemerintah dan sineas nasional saling bekerjasama.

Para sineas posrevolusioner menilai bahwa film Iran pascarevolusi lebih

menekankan pada plot, tema, karakterisasi, hubungan antar manusia, dan

pencitraan perempuan. Kualitas film, di sisi lain, memakai nilai-nilai tersebut dan

menciptakan kritik atas kondisi sosial selama pemerintah Republik Islam

berkuasa.

Pada awal masa revolusi, pemerintah memang berusaha keras untuk

membuat film yang Islami, yang bisa diarahkan lewat cara yang benar. Namun di

saat yang sama, gaya lain dalam ‘mengarahkan’ film juga dihasilkan. Beberapa

pembuat film mengatur cara untuk menciptakan bahasa yang dapat melewati batas

aman sensor pemerintah. Film-film yang diinspirasi dari kejadian sehari-hari atau

dari puisi-puisi Persia, diformulasikan baik melalui film dokumenter atau fiksi.

Walaupun terkesan bermain aman, namun kesegaran dan kemurnian film-film

tersebut dapat menyentuh perasaan masyarakat pemerhati film.

Perang Teluk dengan Irak yang terjadi selama delapan tahun, membuat 56

film yang diproduksi, hampir sepertiganya difokuskan pada tema-tema

perkelahian dan operasi militer, sementara sisanya mengkonsentrasikan diri pada

pengaruh perang dalam kondisi sosial dan psikologis masyarakat.10 Arusi-ye

Khuban (Marriage of the Blessed) dan Bashu: The Little Stranger merupakan

film-film dengan gayanya yang kompleks bukan hanya memasukkan unsur

ketegangan dari masyarakat di saat perang, tetapi juga memberi kritik tajam

terhadapnya.

Bersamaan dengan ideologi pemerintah yang berpihak pada kaum yang

tertekan, film-film Iran banyak berkonsentrasi pada tema masyarakat kelas bawah,

misalnya dalam film The Peddler, dan Off the Limit yang menunjukkan bahwa

kaum miskin dapat ditunjukkan memiliki moralcenter yang dapat membimbing

mereka mencari keadilan. Otoritarianisme dan kontrol kekuasaan yang dapat

melakukan segalanya menjadi isu utama dari banyaknya film-film

pascarevolusioner. Perempuan dan representasi mereka di dalam film menjadi

                                                            10 Sadr, Op.cit. hal.167

Universitas Indonesia  

Page 6: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

bahan perdebatan utama, menyebabkan para pembuat film seketika setelah

revolusi terjadi tidak mau melibatkan perempuan dalam film untuk menghindari

kontoversi. Bagaimanapun, sejak pertengahan 1980-an, representasi perempuan

dalam film perlahan menghilang baik dari belakang layar, maupun sebagai

karakter dominan di film.

Melodrama keluarga telah menjadi tema populer walaupun peraturan

pemakaian hijab tetap menciptakan ambiguitas dalam proses perfilman atas

perlakuan dan pencitraan perempuan. Untuk beberapa lama, para sineas memilih

untuk memakai sedikit pemeran perempuan dan menampilkannya tidak dalam

waktu lama. Ketika perempuan dimainkan, mereka kebingungan jika perempuan

disettingkan di dalam rumah, yang merupakan (menurut ideologi) domain aman

perempuan. Peraturan hijab mengharuskan aktris menutup rambutnya baik itu

dengan menggunakan selendang atau syal, rambut palsu, atau topi.

Ketidakleluasaan seperti ini, yang perlahan berkurang, membuat interaksi dengan

lawan main menjadi terbatas, dan akhirnya menghasilkan rekonfigurasi gender.11

Jika perempuan mendapat kesulitan dalam menampilkan diri di depan kamera,

tampaknya mereka tidak banyak mendapat masalah dengan belajar di sekolah film

atau bekerja di belakang kamera sebagai sutradara. Di sub bab berikutnya, penulis

menjelaskan film-film yang dihasilkan oleh sineas-sineas perempuan dan yang

terhitung film-film berperspektif perempuan.

2.3 Film-film Iran Berperspektif Perempuan

Pada masa rezim Shah Reza Pahlevi, yang menuntun Iran menuju

modernitas, kebijakan penggunaan hijab oleh penguasa Dinasti Qajar perlahan

dihapus. Di penghujung masa kepemimpinannya di tahun 1942, Shah Reza

membuat peraturan baru bagi perempuan-perempuan Iran untuk tidak memakai

hijab di lingkungan publik. Sebuah kebijakan liberalis yang sama sekali tidak

berjalan mulus bagi kaum konservatif dan tradisional yang merupakan mayoritas

di Iran.

                                                            11 Shahla Lahiji, “Chaste Dolls and Unchaste Dolls: Women in Iranian Cinema since 1979,” dalam R.Tapper (ed.) The New Iranian Cinema, (London: IB Tauris, 2002) hal. 215 

Universitas Indonesia  

Page 7: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Politik penggunaan hijab bagaimanapun telah menjadi bahan perdebatan

yang tak kunjung usai dari masa transisi rezim Shah Mohammad Reza Pahlevi ke

masa pemerintahan Republik Islam, atau di antara kaum sekuler dan agamis.

Maka ketika kebijakan pembebasan perempuan dari hijab diterapkan pada masa

rezim Pahlevi yang mengusung modernitas, muncul pergerakan baru yang

dimotori kaum perempuan, sebagaimana yang terjadi ketika kewajiban

penggunaan hijab bagi perempuan di masa pemerintahan Khomeini di bawah

hukum Islam terjadi.12 Sesungguhnya hak untuk berekspresi di ruang publik dan

berpartisipasi dalam proses berpolitik merupakan intisari perjuangan pergerakan

perempuan Iran yang sudah berlangsung lama. Di balik persoalan budaya dan

konstitusi yang selama ini dianggap membatasi kebebasan perempuan, perjuangan

hak-hak perempuan Iran sendiri bergantung pada kemampuan mereka

bernegosiasi pada penguasa, pembuat peraturan, termasuk hak-hak mereka dalam

berbusana.

Meskipun usungan hak-hak kesetaraan itu ditujukan baik untuk laki-laki

dan perempuan, namun hanya sedikit yang memilih menggunakannya. Di dalam

masyarakat pada kenyataannya arus westernisasi yang datang memberi alasan

bagi kaum patriarki13 tradisional dan relijius untuk ‘melindungi’ perempuan-

perempuan Iran atas ancaman moralitas dari kaum urban. Patriarki di negara Iran

sesungguhnya tidaklah berbeda secara fundamental dengan istilah yang sama yang

digunakan masyarakat non Islam, namun dogma relijius merupakan satu hal yang

menantang kaum perempuan Iran dalam rangka memperjuangkan hak-hak

kesetaraan mereka. Salah satu cara untuk melindungi para perempuan Iran bagi

kaum patriarki di Iran adalah dengan mewajibkan istri, anak perempuan, dan

saudara perempuan mereka untuk tidak berkeliaran di muka umum tanpa

menggunakan hijab.

                                                            12Sandra Mackey, The Iranians: Persia, Islam, and the Soul of the Nation, (New York: Penguin Books, 1998) hal. 180 13 Melani Budianta dalam tulisannya “Pendekatan Feminis terhadap Wacana” dalam Analisis Wacana, dari Linguistik sampai Dekonstruksi” (Yogyakarta: Penerbit Kanal, 2002), hal.207 menjelaskan bahwa: Patriarki adalah sebutan terhadap sistem yang sudah melalui tatanan sosial politik dan ekonominya memberikan prioritas dan kekuasaan terhadap laki-laki. Dengan demikian, secara langsung maupun tidak langsung, dengan kasat mata maupun tersamar, laki-laki melakukan penindasan atau subordinasi terhadap perempuan.

Universitas Indonesia  

Page 8: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Tantangan untuk menempatkan kembali kesetaraan gender kini ada dalam

setiap aspek kehidupan di Iran, baik itu dalam kehidupan domestik atau publik;

pragmatis atau ideologis; akademik maupun estetik. Simbiosis antara identitas

tradisional dengan hal-hal yang baru diterjemahkan melalui representasi budaya

dan seni. Instrumen demikian telah dijadikan pembuktian eksistensi sosial dan

politik oleh para budayawan dan seniman. Model produksi budaya yang berupa

bentuk kreatifitas dialektikal, perpaduan antara kultur tradisional dengan rasa

modernisme, inilah yang memberikan definisi baru bagi identitas nasional,

kultural, bahkan gender.14 Dari sejumlah bentuk representasi budaya, penulis

memfokuskan penelitian pada film, karena film dianggap sebagai salah satu satu

wadah ‘advokasi’ perempuan Iran dan sebagai media yang menyuarakan aspirasi

pihak-pihak yang dianggap minoritas, terlepas dari batasan agama dan pemerintah

yang dipercaya dapat menghalangi gerakan hak-hak perempuan itu sendiri.

Dalam beberapa tahun terakhir, perfilman Iran telah menjadi simbol dari

perkembangan budaya, sosial dan politik di Iran. Para pembuat film Iran telah

mengembangkan gaya naratif yang bersifat non-konfrontasi untuk

mengekspresikan suara mereka, meskipun masih diawasi pemerintah melalui

lembaga sensor. Karya-karya sutradara kawakan seperti Kiarostami atau

Makhmalbaf, dapat dikatakan telah membantu perfilman Iran yang oleh dunia

internasional diklaim mewakili apa yang disebut sebagai sinema 90-an, film-film

yang diakui secara posisi artistik dapat merepresentasikan film yang berjaya di

periode tersebut. Tidak kalah kencangnya dengan suara para pembuat film pria,

perempuan-perempuan pembuat film Iran pun termasuk di antara mereka yang

aktif mengekspresikan pandangan mereka melalui dunia perfilman profesional.

Partisipasi dan karya-karya yang dibuahkan oleh sineas perempuan ini mendapat

antusiasme positif dari publik, bukan hanya karena mencitrakan perempuan-

perempuan Iran melainkan juga lelaki-lelakinya menjadi lebih realistis, bukan

artifisial.

Semenjak industri film Iran bergulir pada awal abad 20, masyarakat

menyambut positif sebuah seni pertunjukan baru yang bukan hanya menawarkan

unsur hiburan untuk masuk dalam kehidupan masyarakat, namun juga media baru

                                                            14 Naficy. Op.cit. hal. 548-558

Universitas Indonesia  

Page 9: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

yang mencerminkan kehidupan masyarakat Iran sendiri. Tentu saja berbagai

macam tema diusung oleh para pembuat film semata demi memanjakan

penikmatnya, namun seperti yang dijabarkan pada awal bab ini, keterlibatan

pemerintah Iran dari masa ke masa tetap menjadi syarat yang menentukan kemana

industri film Iran berjalan. Sejarah menunjukkan bahwa keberlangsungan

perfilman Iran baik sebelum maupun setelah revolusi Islam, adalah gambaran

nyata dinamika sosial dan politik yang terjadi di Iran.15

Berkaitan dengan pendekatan penulis dalam penelitian ini, yaitu yang

berhubungan dengan isu politik tentang representasi perempuan dalam film, latar

belakang produksi, serta bagaimana film tersebut diterima oleh penonton, dan

sebelum pembahasan lebih lanjut pada bab berikutnya tentang salah satu film

yang dapat merepresentasikan alasan diatas, penulis membagi secara kronologis

perjalanan panjang perfilman Iran, terutama yang berkaitan dengan perempuan

pada masa sebelum revolusi Islam bergulir dan pascarevolusi Islam.

2.3.1 Masa Prarevolusi

Dokhtar-e Lor (The Lor Girl) pada tahun 1933, karya sutradara

Abdolhossein Sepanta, merupakan film bicara Persia pertama yang dirilis.16 Film

ini bukan hanya menjadi obyek eksperimen untuk diproduksi sebagai film panjang

berbicara pertama dengan genre drama, tetapi juga menjadi film pertama yang

menampilkan tokoh utama perempuan dalam film Iran. Dokhtar-e Lor berkisah

seputar seorang gadis bernama Golonar, yang hidup sebatang kara dan mencari

nafkah dengan menjadi gipsy, menjadi penyanyi dan penari di kedai-kedai teh dan

penginapan-penginapan di jalan Lorestan-Khuzistan. Walaupun permasalahan

dalam produksi film masih banyak, seperti gaya penceritaan yang kurang dan

representasi yang lemah dari realita kehidupan masyarakat Iran pada masa itu,

namun kisah kepahlawanan seorang gadis Iran yang hidup independen rupanya

dapat menarik perhatian publik kala itu dilihat dari jangka waktu pemutaran di

bioskop hingga dua tahun.17

                                                            15 Sadr, Op.cit. hal. 169 16 Ibid. hal.35 17 Ibid.

Universitas Indonesia  

Page 10: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Antara tahun 1933 hingga 1937, beberapa film Iran yang lain masih

diproduksi di India. Produksi film Iran relatif vakum selama sebelas tahun, setelah

akhirnya penggambilan gambar pertama di Iran diizinkan.18 Film-film yang

diproduksi pada sepuluh tahun pertama bergulirnya perfilman Iran, kebanyakan

menghadirkan kisah-kisah romantik yang dipadu dengan tendensi moralitas yang

kuat.19 Pada sebagian besar film-film tersebut, karakter-karakter perempuan

dimainkan sebagai korban dari amoralitas laki-laki. Perempuan-perempuan ini

tidak dihadirkan sebagai contoh dari superioritas moral, meskipun mereka

merupakan bentuk advokasi dari tipe sederhana tokoh yang tertindas. Dapat

dikatakan mereka hanya dijadikan pelengkap dan penghias kebanyakan film.

Tokoh-tokoh utama perempuan tidak banyak yang memiliki kecantikan fisik, dan

biasanya dipilih dari pemain-pemain teater maupun penyanyi-penyanyi terkemuka

Iran. Mereka biasanya memainkan peran yang jauh lebih muda dari usia mereka

sebenarnya. Pada akhirnya memang peran mereka terlihat palsu, miskin ekspresi

dan nilai artistik sekaligus artifisial. Pada sebagian film-film tersebut, kekerasan

terhadap perempuan juga sering menjadi bagian dari cerita, namun aksi para aktor

tetap ditunjukkan lewat cara yang simbolik.20

Ketika mendiskusikan peran perempuan dalam film-film di masa awal

perfilman Iran, yang perlu dicatat adalah karena masih terbatasnya penikmat film

pada masa itu, maka mereka, para pemeran perempuan, mengalami kesulitan

untuk menarik perhatian penuh masyarakat, dengan begitu peran mereka

tergolong netral.

Peran perempuan hanya ditampilkan beberapa adegan, itu pun hanya

berupa peran yang terpinggirkan, misalnya menjadi penari kabaret atau wanita

prostitusi yang kemudian ditolong oleh seorang lelaki jagoan, si pemeran utama.

Masa ini menjadi satu periode dalam perfilman Iran yang paling meminggirkan

citra perempuan dan jauh dari realitas kehidupan perempuan pada saat itu.

Kehidupan, kesengsaraan, dan kebahagiaan dari perempuan normal Iran, baik itu

sebagai ibu rumahtangga, petani, buruh pabrik, pelajar, karyawati, ilmuwan,

                                                            18 Ibid. hal. 48 19 Ibid. hal.96 20 Najmeh Khalili Mahani, Women of Iranian Popular Cinema: Projection of Progress, 2006. Offscreen Edisi. 10, (diakses terakhir 24 Maret 2009 pukul 17:20 pada www.offscreen.com)hal. 7

Universitas Indonesia  

Page 11: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

perawat, seniman, penulis, pengacara, hingga pendidik, yang menjadi contoh

nyata gambaran perempuan Iran saat itu, tidak memiliki tempat dalam peran-peran

yang ditunjukkan lewat film-film Iran. Film-film demikian kosong dari

penggambaran perempuan yang sebenarnya, bahkan lelaki yang sebenarnya. Apa

yang ditampilkan lewat layar perak sepenuhnya murni fantasi termurah tanpa nilai

artistik dan estetik yang seharusnya menjadi esensi sebuah film.

Memasuki awal 1960-an, industri film Iran perlahan memasuki babak baru

dengan lahirnya generasi baru kreator film. Sejumlah pemuda Iran yang menimba

ilmu perfilman di Eropa kembali ke Iran. Produksi film semakin membaik dengan

lahirnya film-film yang lebih berkualitas secara teknik maupun dari segi

konstruksi ceritanya. Film-film tersebut diikutkan dan diantaranya memenangkan

penghargaan di festival-festival film internasional. Sejumlah majalah film

nasional ikut berkontribusi dengan membuka diskusi-diskusi mengenai perfilman

nasional dan mengajak masyarakat penikmat film dalam negeri untuk terlibat dan

menerima perubahan ini.

Pada tahun 1968, kedatangan apa yang disebut sebagai produksi film avant

garde (gelombang perintis dalam seni) ditandai dengan dirilisnya Gheysar,21 yang

sedikit banyak membawa perubahan pencitraan perempuan ke dalam film.

Dengan harapan menarik generasi baru pecinta film Iran serta mendapat aklaimasi

dari lingkaran intelektual, sutradara film Gheysar mengarahkan peran perempuan

ke batas film yang berteks dominan lelaki. Jadi walaupun ia memiliki cara

pandang yang sama seperti sutradara film bertema perempuan yang sudah ada,

namun setidaknya ia berusaha untuk melihat dan melakukan pendekatan yang lain

dalam mencitrakan perempuan. Setelah dua dekade berjalannya industri film di

Iran, kategori film yang berhubungan dengan relasi manusia, yang sebelumnya

dipresentasikan secara murah dan komersil, kini menawarkan pada masyarakat

konteks manifestasi dari budaya tradisional yang melawan fenomena kultur asing

dari luar yang semakin merajarela.22

Di periode perfilman avant garde, terutama setelah Gheysar dirilis dan

film-film yang mengklaim sebagai film avant garde, penampilan-penampilan

                                                            21 Iranian movie database dalam http://www.iranactor.com (diakses pada tanggal 11 Maret 2009 pukul 17:33) 22 Sadr, Op.cit. 39

Universitas Indonesia  

Page 12: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

perempuan ditandai dengan peran yang menunjukkan ketidakberuntungan dan

musibah. Misalnya kisah seorang gadis yang lemah dan tidak dapat

mempertahankan kehormatan keluarganya. Kemudian peran perempuan separuh

baya dalam beberapa film biasanya digambarkan sebagai pedagang obat bius,

berasal dari daerah perbatasan, atau cerita tentang istri tuan tanah yang suka

menindas orang-orang miskin, atau paradoks antara perempuan inosen dan

materialis yang mendamba lelaki-lelaki berkantung tebal.

Gheysar dan film-film sejenis digandakan dalam jumlah banyak. Dari sisi

komersil, para pembuat film menambah unsur-unsur seks dan nuditas dalam film-

film mereka, untuk mendapat respon publik yang lebih besar. Kemudian film-film

penerus Gheysar yang berorientasi bisnis lebih jauh lagi menilai kapabilitas

perempuan hanya lewat tubuh mereka, yang mempresentasikan citra perempuan

yang kehilangan kendali dan jati diri.

Dalam kisaran waktu sepuluh tahun, lebih dari 400 film bergenre sama

diproduksi. Sementara masyarakat semakin kecanduan terhadap film-film absurd

dan penuh dengan definisi tidak realistis terhadap perempuan, penilaian

masyarakat sebagai penonton film, sepanjang periode ini menganggap perempuan

sebagai boneka tak bernilai, atau makhluk yang dilahirkan amoral. Sikap yang

juga amoral pada masyarakat bersamaan dengan berubahnya kondisi sosial di

Iran di periode berikutnya.

Chesme, karya Bahram Beizai, adalah film pertama yang diadaptasi dari

judul drama dalam teater. Namun nuansa yang kental teatrikal, tidak mampu

menarik minat konsumen film untuk menontonnya. Masih dari sutradara yang

sama, Ragbar (The Downpour), juga diangkat dari cerita drama yang menawarkan

representasi baru dari kisah klasik mengenai kehidupan dan percintaan orang

biasa dalam konteks yang tidak biasa. Ragbar membawa pesan paling realistis dan

penting sepanjang sejarah perfilman Iran dalam menilai perempuan, mengenai

kisah pertemanan perempuan-perempuan berbeda kelas dengan lelaki-lelaki

berpendidikan maupun yang tidak berpendidikan. Berkat kontribusi Ragbar dalam

menerjemahkan sisi lain perempuan sekaligus menciptakan estetika dalam sebuah

film sebenarnya, akhirnya membuahkan hasil maksimal berupa sukses box-office

dan memenangkan sejumlah penghargaan film.

Universitas Indonesia  

Page 13: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Sukses Ragbar mengantar pada produksi film bertema sejenis. Gharibeh

va Meh (The Stranger and The Fog), Kalagh (The Crow), Cherikeh-ye Tara (The

Ballad of Tara), dan Marg-e Yazdgerd (Death of Yazdgerd), masih disutradarai

oleh Beizai, merupakan sejumlah film yang berdasarkan pada kehidupan

perempuan Iran dengan aspek kekuatan feminin dan maternalnya. Sayangnya,

film-film tersebut tidak sempat dirilis karena bersamaan dengan meletusnya

revolusi Islam sekaligus berbenturan dengan aturan tidak dibolehkannya

menampilkan sosok dan wajah perempuan ke dalam film.

2.3.2 Kondisi Perempuan Pada Masa Pemerintahan Shah

Kebijakan liberal Shah Reza berdampak besar bagi kelangsungan

kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Iran. Shah melarang berdirinya

lembaga pendidikan agama. Untuk mencapai tujuan-tujuan nasionalisnya, ia

menyatakan perlunya pendidikan yang modern dan teknikal. Imbasnya, sekolah-

sekolah Islam, Kristen dan agama lainnya dibubarkan atas kebijakan Shah. Semua

rakyat Iran, baik pria dan wanita, diwajibkan belajar di sekolah-sekolah nasional.

Di akhir kepemimpinannya, hanya terdapat satu bentuk sekolah dasar dan sekolah

lanjutan yang tersisa, itupun sekolah sekuler yang menjadi milik negara.23

Kemudian dengan tetap dilanjutkannya oposisi terhadap kaum agamis,

Shah Reza melanjutkan perangnya terhadap cadar. Setelah tahun 1936, gedung-

gedung bioskop dan pemandian umum ditutup bagi setiap perempuan yang

bercadar. Peraturan juga melarang perempuan yang mengenakan hijab untuk

menaiki bus dan taksi. Polisi diperintahkan untuk menangkap para perempuan

yang tetap mengenakan hijab dan busana Muslim lainnya, jika perlu dilepas pada

saat itu juga. Sementara para perempuan elit kelas atas kegirangan dengan

diberlakukannya kebijakan liberal tersebut, mayoritas perempuan Iran yang

menolak pelarangan hijab lebih suka mengasingkan diri di rumah. Dengan tetap

mengabaikan apakah perempuan Iran menerima atau tidak ide modernisasinya

baik secara emosional maupun kultural, Shah mengeluarkan hak-hak

kewarganegaraan dan pendidikan tinggi untuk perempuan yang merupakan

setengah populasi penduduk Iran. Seperti biasa, maksud tersendiri Shah adalah

                                                            23 Mackey, Op.cit. hal. 179.

Universitas Indonesia  

Page 14: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

untuk membangun negara modern. Meskipun begitu, penduduk pria tetap

memiliki hak eksklusif untuk memilih dan terlibat dalam pemerintahan,

mengajukan cerai, dan memiliki hak pengasuhan anak, yang semuanya tidak

dimiliki perempuan.24

Baru pada tahun 1967, para perempuan Iran sedikit diuntungkan dengan

diberlakukannya Undang-Undang Perlindungan Keluarga dan Aksi perlindungan

Perempuan yang diusung para feminis Iran. Di bawah ketetapan ini, seorang

perempuan, dalam keadaan tertentu, dapat mengajukan cerai, menolak suaminya

berpoligami, menjamin kesetaraan hak waris, dan memenangkan hak asuh anak.

Undang-undang ini juga menghapus praktik-praktik Syiah terhadap perkawinan

Mut’ah dan melarang pernikahan perempuan di bawah umur, di usia 9 hingga 15.

Namun, usaha Shah atas kepentingan hak-hak perempuan ini tidak cukup besar

berhubungan dengan kebijakan modernisasi Shah, juga terhadap prinsip-prinsip

kesetaraan antara kaum perempuan dan laki-laki.25 Ironisnya, perempuan sendiri

terkadang melawan kebebasan mereka. Sebagai contoh, gaji yang diterima

perempuan pekerja di Iran tidak pernah mencapai level finansial yang cukup yang

dapat memerdekakan, memoderatkan, dan membuat mereka keluar dari desakan

keluarga patriarkal. Sebagai konsekuensinya, perempuan yang sebelumnya

dinyatakan sebagai tiang produksi dalam negeri yang sama seperti laki-laki, juga

dibutuhkan oleh keluarga sebagai fungsionaris tradisionil, yaitu ibu yang merawat

anak-anaknya dan ibu rumah tangga yang mengurusi hal-hal domestik pada

umumnya. Pada pertengahan tahun tujuh puluhan, ketika krisis ekonomi

bergejolak, para perempuan dari berbagai kelas mempertanyakan kegunaan

liberalisasi yang selama ini mereka kerahkan, yang kemudian mendorong mereka

untuk melirik usungan baru revolusi berbasis ideologi Islam yang dianggap dapat

lebih menjanjikan.26

2.3.3 Masa Pascarevolusi

Pada masa pemerintahan Shah Pahlevi, perempuan dalam film sering

digambarkan sebagai tokoh atau pemeran pendukung saja. Pada dasarnya,                                                             24 Ibid. Hal. 182 25 Ibid. hal. 261 26 Ibid. Hal. 262 

Universitas Indonesia  

Page 15: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

perempuan dimanfaatkan secara fisik sebagai penghias cerita. Maka aktris-aktris

yang bermain dalam film-film komersil secara tidak resmi diwajibkan untuk

berpenampilan menarik, menantang dan menyegarkan penonton, laiknya aktris-

aktris Hollywood atau Eropa. Setelah revolusi Islam bergulir, kendala untuk

merepresentasikan perempuan sesungguhnya terjadi lagi. Kali ini perempuan

dilarang mengumbar tubuhnya dengan mewajibkan penggunaan hijab bagi para

aktris yang terlibat dalam film. Di masa awal revolusi, keterlibatan perempuan

dalam produksi film malah pernah dilarang sepenuhnya.27

Periode perfilman Iran pada masa pascarevolusi Islam dibagi menjadi tiga

kategori: era pascarevolusi dan Perang Teluk (1979-1988), pasca-perang dan masa

rekonstruksi (1989-1996), dan era reformasi pada masa kepemimpinan Khatami

(1997-2005). Pertumbuhan partisipasi perempuan dalam perfilman Iran diukur

dari jumlah perempuan yang bekerja baik di belakang maupun di depan layar,

keragaman karakter dalam narasi, dan sukses secara box-office dari film-film yang

bertemakan atau diperanutamakan oleh perempuan. Perkembangan ini

menunjukkan bahwa perempuan Iran dapat melangkah lebih jauh dari area privasi

menuju lingkungan publik yang lebih besar. Bukan hanya dalam karakter film

yang bersifat fiksi, namun juga sebagai partisipasi mereka yang signifikan dalam

budaya perfilman praktis.28

Periode pascarevolusi yang terjadi pada tahun 1979 ditandai dengan masa

berakhirnya era monarki, kemudian setahun sesudahnya Perang Teluk meletus

yang berakhir di tahun 1988, dan kematian Ayatollah Khomeini di tahun 1989.

Pada tahun-tahun pertama revolusi dan selama perang berlangsung, bermunculan

sejumlah opini politis dari orang-orang yang dianggap sebagai perlawanan

terhadap penguasa Republik Islam. Mereka yang dianggap mengadakan

konspirasi anti-revolusi dihabisi dengan dieksekusi mati atau digulingkan ke

penjara.

Film, tidak luput dari pemberantasan ideologikal tersebut. Dari 2208 film

yang akan dirilis antara tahun 1979 hingga 1982, setelah dikaji ulang oleh

                                                            27 Sadr.Op.cit. hal.166 28 Naficy, Op.cit. hal. 28

Universitas Indonesia  

Page 16: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

pemerintah, hanya 252 film saja yang mendapat izin layak putar.29 Lebih lanjut,

bukan hanya telah dipolitisasi, alasan pembenaran moral dilakukan oleh

pemerintah atas representasi perempuan dalam film yang mereka anggap tidak

pantas. Di bawah peraturan hukum Islam yang berlaku, penampilan terbuka aktris

yang berakting dalam film sangat dilarang, berlaku sama seperti interaksi antara

perempuan dengan lelaki yang bukan mahramnya. Agar tetap berada dalam

koridor aman Islam, Menteri Budaya dan Pedoman Islam pada masa

kepemimpinan Khomeini hampir menyensor habis setiap penampilan perempuan

yang ada dalam film. Film-film karya Bahram Baizai dan Dariush Mehrju’i, yang

kebanyakan bertema perempuan atau kuat karakter perempuannya, sepenuhnya

dilarang beredar di seluruh negeri.30

Di akhir tahun 1982, sejumlah film yang mengetengahkan tema perang

bermunculan. Bersama dengan munculnya film-film dengan plot thriller ini

membuktikan bahwa produksi film-film bertema serupa tidak hanya

menguntungkan secara komersil, namun juga bermanfaat sebagai mesin

propaganda. Imbasnya, pemerintah mendukung produksi internal film dengan

menaikkan pajak penghasilan film-film import dan mengadakan pemotongan

pajak dan asuransi untuk produksi film dalam negeri. Produksi film yang secara

cepat naik di pertengahan tahun 1984 merupakan refleksi dukungan dan sokongan

pemerintah kepada industri film domestik.31

Gambar 2.1: Grafik Film yang Diproduksi

                                                            29 Ibid. hal. 33 30 Cherikeh-ye Tara (1979) dan Marg-e Yazdgerd (1980) dilarang beredar. Keduanya disutradarai oleh Bahram Baizai. Kemudian film-film Dariush Mehrjui sering menjadi representasi simbolik atas kekacauan yang terjadi dalam masyarakat Iran. 31 Naficy, Op.cit. hal. 39-40 

Universitas Indonesia  

Page 17: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Dalam masyarakat yang memisahkan perempuan dengan peran profesional

mereka di dalam mayarakat itu sendiri, tidaklah diperlukan sebuah proyeksi citra

dari seorang perempuan, kecuali jika peran perempuan itu hanya sebatas peran

kedua, sebagai pendukung cerita atau peran pembantu. Misalnya, perempuan yang

berperan sebagai ibu yang bijak dan tidak banyak dialog, peran sebagai istri

penurut, atau hanya penduduk biasa. Bahkan dalam memerankan karakter ibu,

saudara perempuan, atau istri, aktris-aktris tersebut tidak dibenarkan untuk

memerankan tokoh yang sebagaimana mestinya. Sama tidak realistisnya (antara

fiksi dengan kehidupan nyata) dengan peran aktor dalam memerankan karakter

suami, adik dan anak laki-laki, yang sejatinya bukan mahram mereka. Kemudian

karakter seorang istri, tubuh sang aktris harus sepenuhnya tertutup dari kepala

hingga kaki, walaupun dalam plot ada interaksi dengan karakter si suami.

Ironisnya, pemerintah pun melarang kontak apapun antara aktor dengan aktris.

Karena satu ‘pandangan’ saja antara aktor dan aktris dilarang, maka sebuah film

romantis yang pertama kali dibuat di masa revolusi, Golhaye Davoudi (1984)

karya Rasoul Sadr Ameli, menggambarkan kisah cinta antara dua orang buta.

Walaupun industri perfilman yang disokong oleh pemerintah sengaja

diproduksi sebagai media propaganda, prospek komersial film-film tersebut

mendorong dibukanya kembali lapangan akting untuk aktor perempuan.

Sebelumnya karena peran yang mereka mainkan bukanlah peran yang ‘Islamis’,

kebanyakan dari mereka meninggalkan Iran karena dilarang bekerja atau terlibat

dalam aktifitas perfilman apapun saat revolusi berlangsung. Bahkan proses

pembersihan lembaga pemerintahan (paksazi) dari karyawan, guru, dokter,

pengacara, insinyur, akuntan, dan manajer yang kebanyakan adalah perempuan,

yang dianggap tidak memenuhi syarat pembentukan pemerintah Islam yang ideal,

telah membuat republik baru ini kehilangan banyak ahli yang banyak berjasa bagi

negara. Bagi para aktris, mereka yang telah mendukung liberalisasi sinema pada

masa Shah, dianggap sebagai anti-revolusioner. Bagaimanapun, ketika mengingat

pengalaman para aktris tersebut dan jasanya pada negara dahulu, baik secara

komersial maupun secara ideologikal, industri baru perfliman di masa Republik

Islam ini tidak punya pilihan lain selain mengizinkan para aktris tersebut untuk

kembali berkontribusi didalamnya.

Universitas Indonesia  

Page 18: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Ketika perang berakhir di tahun 1988, dan dengan meninggalnya

Ayatollah Khomeini di tahun 1989, serta dimulainya kepemimpinan presiden Ali-

Akbar Hashemi, perfilman Iran menjadi saksi bukan hanya atas meningkatnya

jumlah perempuan yang ditampilkan dalam layar perak, namun juga mencatat

pertumbuhan aktor perempuan yang menjadi pemeran utama dalam sejumlah film.

Berakhirnya perang bukan hanya menandakan meningkatnya representasi

perempuan dalam film, tetapi juga menjadi ladang baru bagi sutradara perempuan

untuk berkreasi di belakang kamera. Di akhir dasawarsa 1980-an, Pouran

Derakhshandeh, Rakhsan Bani-Etemaad, dan Tahimeh Milani, mencetak sukses,

baik secara komersial maupun kritikal, sebagai sutradara perempuan yang mampu

menciptakan film-film yang mengekspresikan pandangan feminisnya untuk

melawan kultur patriarki Iran. Secara umum, film-film dari sutradara-sutradara

perempuan ini adalah gambaran nyata adanya aktris-aktris berkualitas yang

menjanjikan, kritis sosial feminis, mencatat sukses komersial, dan mendobrak

dominasi pria dalam ladang perfilman yang selama ini identik dengan dunia

maskulin.

Kesuksesan para sutradara perempuan ini merupakan imbas dari

terbungkamnya suara feminin dari perfilman Iran. Dengan pandangannya sendiri

atas permasalahan perempuan, mereka adalah resonansi komunitas sosial yang

selama ini absen di negara mereka sendiri. Keberhasilan komersial sebuah film

biasanya ditunjukkan dengan unsur hiburan (entertainment) dari film tersebut,

tingkat kontroversi film, atau kombinasi antara keduanya. Meskipun banyak juga

film yang tidak lolos sensor dari Kementerian Budaya dan Pedoman Islam, yaitu

film-film yang mengandung teks politik yang kuat atau subteks dari kritik sosial,

atau film-film yang mendorong batas tabu antara cinta dan seksualitas, tetap saja

film-film tersebut dapat menarik penonton dalam jumlah besar. Survey statistik

dan kepopuleran film-film yang memiliki peran utama wanita mengindikasikan

bahwa dengan mengkombinasikan romantisme dengan kritik feminis, dapat

menghasilkan sukses box-office. Apalagi memadukannya dengan unsur komedi

atau suspense yang menjamin langgengnya film tersebut di puncak box-office.

Memasuki periode 1990-an, film-film yang mengeksplorasi kisah cinta

dan hubungan lelaki dan perempuan biasanya tetap bersih dari unsur seksualitas.

Universitas Indonesia  

Page 19: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Pada film yang lebih berbobot, cinta dilibatkan dalam pernyataan-pernyataan yang

lebih abstrak maupun yang nyata, seperti yang diperlihatkan dalam film Wedding

of The Blessed (1990, Makhmalbaf), Hamoun (1991, Mehrjui), dan The Actor

(1992, Makhmalbaf). Tetap dengan referensi literatur dan budaya Persia, mereka

mendefinisikan cinta secara mistik. Cinta dalam ketiga film tersebut ditunjukkan

sebagai simbiosis antara identitas filosofis dan logika intuitif dari sang pemeran

pria protagonis kepada perempuan yang dicintainya. Maka, makna cinta di ketiga

film tersebut digenderkan. Untuk pria, ini menunjukkan hasrat alami yang dapat

membuat pasangan bersatu. Dan hasrat yang hanya mereka ketahui itu

disampaikan melalui suatu abstraksi. Baik itu lewat kreatifitas (seperti dalam The

Actor), kepercayaan (sebagaimana dalam The Wedding of the Blessed) atau

melalui arti penting kehidupan (seperti dalam Hamoun). Bagi perempuan, di sisi

lain, cinta diterjemahkan melalui sesuatu yang sedikit gamblang, namun tetap

sukar dipahami. Cinta berbicara kepada pengorbanan, pertahanan, kecemburuan,

dan perlindungan.

Dengan kesuksesan tak terduga lewat Aroos (The Bride) karya Behrooz

Afkahmi di tahun 1992, dan kemunculan bintang muda sekaligus aktris atraktif

Niki Karimi, perfilman Iran menjadi lebih membumi dan lebih mendalami arti

cinta. Karena diizinkannya representasi interaksi dan atraksi yang manusiawi,

antara lelaki dan perempuan. Aroos bercerita tentang seorang pria muda yang

terpaksa menjalankan bisnis gelap untuk mengumpulkan cukup uang agar dapat

menikahi kekasihnya. Dalam perjalanan bulan madu bersama istrinya, ia tanpa

sengaja menabrak seorang penduduk desa. Karena ia menolak untuk membantu

korban tersebut, dan setelah melalui perdebatan panjang, sang istri

meninggalkannya. Terpengaruh oleh kebaikan istrinya dan takut karena ia dapat

menghancurkan pernikahannya, ia kembali dengan penuh penyesalan untuk

menghadapi konsekuensi perbuatannya dan untuk membayar kesalahannya.

Dengan penjualan lebih dari 1,3 juta tiket, Aroos bukan hanya melahirkan standar

baru dalam kesuksesan komersial, namun juga memasukkan feminitas sebagai

agent for change dari tindakan dan adat sosial.

Kemunculan Nargess (1993, Rakhsan Bani-Etemad), dengan beraninya

dapat melepaskan perfilman Iran ke dalam gambaran yang sebenarnya akan

Universitas Indonesia  

Page 20: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

seksualitas. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Hamid Dehbashi, Bani-Etemaad

merekonstruksi disposisi dan kealamiahan seksualitas. Perselingkuhan antara

pencuri muda, Adel, dengan kekasihnya yang lebih tua, Afagh, dinarasikan

dengan intensitas gairah kelam yang tinggi. Dan dengan satu hentakan, Bani-

Etemad menjawab penikmat film kedua generasi, kepada deseksualisasi

perempuan dalam perfilman Iran.32 Afagh (Farimah Farjami) dan Narges (Atefeh

Razavi) digambarkan sebagai karekter yang kuat membongkar patriarkikal

dimana terdapat peran gender dan hubungannya dengan kekuasaan. Alih-alih

mendapat sukses box-office, Nargess sukses sebagai film bertaraf festival, karena

memang Bani-Etemaad tidak bermaksud membuat film komersial.

Bagaimanapun, Nargess mendorong batas wacana seksual dengan langkah-

langkah dan batas-batas dan membuka pintu untuk gelombang film-film

berperspektif perempuan berikutnya di Iran di penghujung 1990-an.

Film-film tentang perempuan di periode 1990-an ditampilkan secara fatal,

walaupun karakter-karakter di dalamnya diperankan dengan kuat. Gambaran

budaya dan ketidaksamaan hukum terhadap perempuan, membawa permasalahan

ketidaksetaraan gender dari wacana sastra intelektual ke dalam forum budaya

populer seperti film, yang lebih mudah diterima. Representasi tetap perempuan di

dalam film-film yang dibuat selama masa pascaperang di era Hashemi (1988-

1996) perlahan mulai meningkat pada platform Khatami yang dibuat berdasarkan

perbaikan-perbaikan kultural. Di awal periode kedua kepemimpinannya (2000-

2001), reperesentasi perempuan dalam film melangkah menuju puncak sejarah

perfilman Iran. 33

                                                            32 Hamid Dehbashi, Close Up: Iranian Cinema, Past, Present, and the Future, (London:Verso, 2001) hal.228. 33 Op.cit.,www.iranactor.com (diakses terakhir pada tanggal 11 Maret 2009, pukul 17:38)

Universitas Indonesia  

Page 21: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Gambar 2.2: Jumlah aktris yang tampil dalam berbagai peran dalam film. Dihitung dari

jumlah pemain wanita pada tiap film di tiap tahun produksi.34

Gambar 2.3: Pertumbuhan representasi perempuan dalam film. Berdasarkan rasio kalkulasi jumlah

total pemeran perempuan di semua film di tiap tahun produksi.35

Walaupun keterlibatan regulasi pemerintah yang berbelit-belit dan adanya

batasan kultural dan sosial, namun karakter-karakter perempuan dalam film-film

yang dibuat di masa reformasi tetap menghasilkan perbedaan signifikan dibanding

film-film pendahulunya. Di dalamnya, mereka memperlihatkan perlawanan

pragmatis dan konsisten menolak untuk menerima kondisi pengorbanan mereka.

Pemberontakan demikian yang melawan identitas yang sudah dikenal, melawan

seksualitas yang disangkal, menentang gerakan yang terkungkung, dan menentang

kreatifitas yang termarjinalkan, adalah tema umum utama dari perfilman periode

ketiga di masa Republik Islam.36 Data statistik dari pemeran dan sukses komersial

memberikan kesan bahwa perfilman di masa ini telah berani mengetengahkan dan

mengutamakan isu-isu perempuan. Dari grafik 2.3 menunjukkan selama

pertengahan pertama kepemimpinan Khatami pada masa reformasi, kehadiran

perempuan dalam film tumbuh hampir tiga kali lipat.

Salah satu karya terbesar di masa ini adalah Red (2000, Fereydoun

Jeyrani), dibintangi Hediyeh Teherani yang berperan sebagai seorang wanita yang

telah habis kesabarannya karena suaminya yang posesif dan takut tidak

mencintainya lagi. Ia kemudian meminta untuk bercerai pada suaminya. Karena

hukum dan pengadilan menolak gugatan cerainya, dan karena ancaman

pembunuhan atas anak perempuannya, dengan pengorbanan secara fisik,                                                             34 Iranian Actor Database, www.iranactor.com (diakses terakhir 11 Maret 2009, pukul 17:38) 35 Ibid. 36 Dehbashi, Op.cit. hal. 214 

Universitas Indonesia  

Page 22: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

psikologis dan hukum, ia melawan balik. Dalam Tootia (2000, Iraj Ghaderi),

seorang perempuan yang aktif dan cerdas juga diceritakan hampir menggugat

cerai suaminya. Namun pilihannya untuk kembali pada pernikahannya tidak

diputuskan berdasarkan ekspektasi tradisionil akan perannya sebagai perempuan,

tetapi berdasarkan pilihan maternalnya, ketika datang ancaman yang dapat

membahayakan nyawa anaknya. Jika tokoh perempuan dalam Red dianggap

memberontak melawan tirani domestik patriarki, karakter Mozdeh Shamsai dalam

Sag Koshi (Dog Killing, 2002, Bahram Baizai), diceritakan mengambil

perlawanan terhadap korupsi sosial masyarakat patriarki.37

Bukan hanya karakter-karakter ibu dan istri yang bermain dalam

gelombang baru sinema feminis Iran, yang mengangkat suara mereka atas

ketidaksepakatan aturan patriarki, namun juga karakter-karakter perempuan muda

yang mempertanyakan pembatasan tradisionil atas ekspresi keidentitasan mereka.

Dalam Dokhtari Ba Kafhshaye Katani (A Girl in Sneakers, 2000, Rasoul Sadr-

Ameli), karakter gadis tomboy mulai dipertunjukkan. Tokoh Tadayee yang

dimainkan oleh Pegaah Ahangarani, dikisahkan tertangkap basah bersama

pacarnya di taman. Karena berpacaran dianggap ilegal dan menentang aturan

Islam, keluarganya memastikan keperawanannya lewat pemeriksaan medis. Ia

kemudian kabur dari rumah dan memulai perjalannya dan menyaksikan

kebrutalan dan terganggunya subkultur perkotaan dan pulang ke rumahnya dengan

perspektif baru tentang tempatnya di masyarakat dan relasinya dengan lelaki.

Dalam In Deep Breath (2003, Parviz Shahbazi), Aida (Maryam Palizban)

mempertanyakan identitasnya yang disikapi selama masa-masa terakhir

pelariannya sebagai seorang gadis yang di luar konvensional. Ia ikut serta pergi

mengembara bersama dua lelaki muda kaya untuk lari dari kebosanan. Karakter

Aida menjadi labuhan atas tujuan dan aspirasi hidup mereka.38

Kisah tabu lainnya tentang virginitas, misalnya kehamilan di luar ikatan

perkawinan, yang dapat menarik atensi publik terjadi dalam film Shukaran (2001,

Behrooz Afkhami), I’m Taraneh, 15 (2003, Rasoul Sadr-Ameli), dan Khakestari

(2003, Mehrad Mir-Fallah). Dalam Shukaran, Hedyeh Teherani berperan sebagai

                                                            37 www.offscreen.com/biblio/essay/women_of_iran/ (diakses terakhir pada 24 Maret 2009 pukul 17:44) 38 Ibid.

Universitas Indonesia  

Page 23: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Sima, perawat yang menjalin affair dengan lelaki kaya yang sudah menikah.

Ketika ia mengandung, lelaki tersebut berusaha untuk mengakhiri hubungannya

dengan mencari alamat ayah Sima yang seorang pecandu. Ia menuduh Sima

sebagai pelacur, dan menolak untuk bertanggungjawab atas kehamilannya dan

menuduhnya berusaha untuk memerasnya demi mencarikan uang untuk ayahnya

yang pecandu. Meskipun ending film ini berakhir dengan kematian Sima akibat

kecelakaan mobil, Shukaran tidak memberikan pandangan negatif atas karakter

Sima yang eksentrik. Terlebih, ia dipresentasikan sebagai perempuan cerdas dan

karakter yang simpatik yang menjadi korban dari ambisinya. Secara kontras, I’m

Taraneh, 15 dan Khakestari berkisah tentang para gadis muda yang tergoda

rayuan teman lelaki sebayanya, yang menghamilinya kemudian melarikan diri.

Mereka adalah gadis-gadis yang harus menghadapi akibat dari perbuatan skandal

mereka, dan harus memikul banyak kesalahan, penghinaan, dan diskriminasi dari

keluarga dan masyarakat. Namun demikian, ketika diberikan kesempatan untuk

menikahi ayah yang akan menjadi anak-anaknya, mereka menolak untuk terlibat

dalam pernikahan tanpa cinta dan memilih untuk hidup independen dari lelaki-

lelaki yang telah meninggalkan mereka dalam situasi yang paling keras.39

Jika dipikirkan bahwa pernyataan kebebasan dari kelaliman suami seperti

dalam Red, kelaliman sosial dalam Sag Koshi dan tirani intelektual dalam Tootia,

memberikan film-film dramatik ini pada happy ending pada mereka.

Bagaimanapun, kejamnya kenyataan hidup dari perempuan pemberontak, ibu

muda yang single, atau gadis pengembara, adalah jauh berbeda dari gambaran

kuat dalam karakter Taraneh, Tadayee, dan Aida. Meskipun begitu, apakah ia

terlalu banyak bahasa gaya (seperti dalam Sag Koshi dan Red) atau terbentuk

senyata mungkin (seperti dalam I’m Taraneh, 15 dan Deep Breath), alur-alur

dalam cerita diatas membuat contoh intersubyektif atas identifikasi diri para

remaja yang mengamatinya dalam refleksi sebuah film. Dalam kata lain,

emansipasi yang dinarasikan dengan perbuatan-perbuatan para karakter di atas

dapat mengejutkan dan membawa penonton untuk mengklaim satu identitas baru

bagi perempuan.

                                                            39 Iran movie database www.iranactor.com (diakses terakhir pada tanggal 24 Maret 2009 pukul 17:46)

Universitas Indonesia  

Page 24: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pada dalam film-film yang

dibuat di tahun-tahun pertama revolusi, kebebasan dan pergerakan fisik

perempuan dalam film sesedikit mungkin ditampilkan. Ketika sutradara Bahram

Baizai mempertontonkan kemungkinan mobilitas perempuan yang lebih banyak

dalam film-filmnya, teritorialisasi feminitas belakangan ini mulai terfasilitasi

melalui properti yang nyata. Mobil, telah menjadi kendaraan penting untuk

memperlihatkan kehadiran perempuan dalam lingkungan publik. Dalam banyak

drama keluarga akhir-akhir ini, mobil menjadi unsur penting yang memberikan

gagasan romantis selayaknya cincin berlian dalam drama-drama Hollywood.

Misalnya dalam Red (Fereydon Jeyrani), suami yang posesif dan paranoid

(Mohamad Reza Forutan) dapat meyakinkan istrinya (Heydeh Teherani) untuk

mengakhiri keributan antara mereka dengan membelikan mobil baru yang mahal

untuk membuktikan bahwa ia tidak menentang partisipasi istrinya di kegiatan

sosial, meskipun ia tetap menentang istrinya untuk bekerja sebagai perawat.

Mobil juga dijadikan sebagai instrumen atas pemberontakan. Sebagai

contoh, Tahmineh Milani seringkali mempergunakan mobil dalam filmnya

sebagai simbol kebebasan perempuan. dalam Two Women (1999, Tahmineh

Milani) Fereshteh (Niki Karimi), yang berasal dari keluarga relijius dan

tradisionil, mengejutkan temannya Roya (Marila Zare’i) dengan kemampuannya

mengendarai mobil ketika mereka melarikan diri dari penguntit berbahaya. Dalam

Fifth Reaction (2003, Milani) Fareshteh (Niki Karimi), janda yang baru saja

bercerai, ‘mencuri’ kembali anak-anaknya dari rumah mertuanya, dan dengan

mobil sahabatnya Taraneh (Marila Zare’i), mereka melalui berbagai aksi bersama

membawa anak-anak Fareshteh kembali.

Selain menjadi media ekspresi perempuan secara fisik, mobil juga

dijadikan tempat pertemuan paling aman, sebuah lokasi yang privat untuk

berkenalan dengan dunia di luar batas rumah, kelas, tradisi, atau bahkan hukum

sekalipun. Melalui film 10 (2002) Abbas Kiarostami, menjadi pioneer

penggunaan adegan tetap dalam mobil sebagai sarana perbincangan dan

wawancara serta memanfaatkan pembangunan karakter melaluinya. Ia

menciptakan kasus terumit dari seorang perempuan Iran modern dan paling bebas

bergerak. Kiarostami menciptakan karakter pengemudi perempuan yang melewati

Universitas Indonesia  

Page 25: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

kompleksitas masyarakat dan menjadi akrab dengan paradoks-paradoks dari

lingkungannya. Hanya di dalam mobilnya lah, seorang supir taksi perempuan

mendapatkan kesempatan untuk berbagi cerita tentang cinta, kehilangan, seks,

hasrat, dan kepercayaan dengan karakter-karakter yang tidak biasa seperti pelacur

dan peziarah makam.

Sebuah ikhtisar dari perfilman populer Iran selama 10 tahun terakhir

menunjukkan bahwa representasi konflik berbasis gender dalam film telah

mendorong industri perfilman Iran selanjutnya kepada sebuah pernyataan besar

dari kehidupan perempuan Iran karena sikap pembuat film terhadap perempuan

telah menjadi satu kriteria mutakhir untuk mengevaluasi sebuah karya

sinematografi.40 Para sutradara film sendiri semakin sadar akan reaksi dan kritik

atas gambaran perempuan yang tidak realistis dan telah disimpangkan sebagai

karakter yang penuh belas kasihan, angkuh dan terobsesi. Jadi meskipun suatu

film hanya memfokuskan pada satu aspek, dapat penuh akan bias dan prasangka

yang dapat mengurangi nilai artistik kritisisme. Citra perempuan yang

digambarkan lewat proyeksi di masa kini dapat dibenarkan dengan banyaknya

catatan ketidakadilan yang telah diperlakukan terhadap perempuan di masa lalu.41

3.2.4 Kondisi Perempuan Iran di Bawah Pemerintahan Republik Islam

Pada masa awal revolusi (1979-1989), Iran hidup sebagai negara neo-

Syiah usungan Ayatollah Rohulla Khomeini, sebuah Republik Islam yang prinsip

bernegaranya diatur oleh konstitusi berbasis agama dan pemerintahannya terdiri

dari pimpinan ulama yang melaksanakan otoritas sebagai elit politik. Dalam terma

kultur Iran, teokrasi berusaha untuk membersihkan negara dan masyarakat dari

kebobrokan pemerintah terdahulu. Representasi Velayat-e Faqih oleh Khomeini

adalah percobaan paling tegas dalam sejarah Iran untuk mempersoalkan aspek-

aspek budaya, sosial, ekonomi, dan politik dalam masyarakat kepada gagasan

transendental “pemerintahan tuhan”. Dalam fungsinya, inilah pemerintahan

                                                            40 Shahla Lahiji, “Chaste Dolls and Unchaste Dolls: Women in Iranian Cinema since 1979,” dalam R.Tapper (ed.) The New Iranian Cinema, (London: IB Tauris, 2002) hal. 215 41 Ibid. hal. 216

Universitas Indonesia  

Page 26: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

dengan kader para ulama yang memanipulasi perintah-perintah atas hierarki dan

otoritas dalam sistem yang didominasi para penguasa.42

Dalam euforia revolusi 1979, Islam dianggap sebagai tema besar yang

dapat mempersatukan Iran pascarevolusi. Sementara Shah Pahlevi mengusahakan

berdirinya Iran sebagai negara yang mengusung nilai-nilai budaya Persia pra-

Islam, Khomeini beserta jajarannya mencoba untuk mengkarakterisasi Iran hanya

dalam budaya Islam. Dengan adanya nilai-nilai Islam dalam konstitusi negara

teokrasi, nilai-nilai tersebut meliputi seluruh kehidupan berkeluarga,

bermasyarakat dan bernegara di Iran. Melalui hukum dan intimidasi, peraturan

pemakaian hijab diwajibkan bagi semua perempuan, baik Muslim maupun non-

Muslim. Peraturan ketat tentang segregasi menurut jenis kelamin juga

diberlakukan di lingkungan sekolah, pantai, taman, kendaraan umum, dan tempat

publik lainnya. Untuk menjamin dilaksanakannya peraturan ini, sejumlah polisi

moral Iran yang bertugas menjaga nilai-nilai Islam di masyarakat diturunkan dan

diizinkan untuk berpatroli di lingkungan masyarakat.43

Khomeini juga melakukan penghapusan Aksi Perlindungan Perempuan

(FPA) yang tercantum dalam undang-undang perlindungan keluarga tahun 1967.

Khomeini menganggap undang-undang ini sebagai permainan pihak asing dan

pemerintah untuk mengubah firman Tuhan yang jelas. Salah satu program FPA

ditentang keras oleh para ulama pada waktu itu berkaitan dengan perceraian dan

pengasuhan anak. Walaupun mendapatkan dukungan dari Asosiasi Pengacara

Perempuan, FPA tidak menghapus bagian paling diskriminatif dari hukum Perdata

yang diambil langsung dari syariah, misalnya: pelarangan poligami dan nikah

mut’ah; tidak memberikan hak-hak setara bagi perempuan dalam perceraian,

pengasuhan dan perwalian anak; tidak juga ia menjamin kesetaraan hak bagi

perempuan dalam hak waris atau hak-hak mereka untuk bekerja di luar rumah,

tindakan-tindakan yang seolah-olah menentang syariah ada di seputar isu-isu

tentang status personal perempuan yang paling penting.44 Pembubaran FPA

berdampak negatif bagi perempuan, khususnya kelas bawah.

                                                            42 Mackey, Op.Cit.hal. 275-276 43 Ibid. hal. 335 44 Haideh Moghissi. Feminisme dan Fundamentalisme Islam. (Yogyakarta: LKiS. 2005) hal. 142

Universitas Indonesia  

Page 27: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Di Iran, kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik kelompok Islamis

dimaksudkan untuk mengkonter gagasan-gagasan feminis dan membungkam para

aktivis yang memperjuangkan demokrasi gender, melewati batasan-batasan

hukum Islam dan politik Islam. Maksud represifnya sangat jelas sekali. Tetapi,

bagi negara-negara lainnya di Timur Tengah dan Afrika Utara, Iran tampaknya

memberikan harapan bagi sebuah masyarakat yang didasarkan pada prinsip-

prinsip moral dan etis Semenanjung Arabia pada abad ke-7.45 Iran

memperkenalkan pemerintahan fundamentalis Islam pertama yang berkuasa

melalui sebuah gerakan revolusioner yang mendapatkan dukungan massa. Di

samping itu, dengan berkecamuknya perang sipil serta konflik politik dan militer

di Afghanistan dan Sudan, Iran sebaliknya telah menjadi model utama bagi

sebuah pemerintahan Islam ‘yang berhasil’.

Manipulasi para Islamis terhadap isu-isu gender dan konsep-konsep

feminis telah menyebabkan kebingungan bagi banyak para intelektual sekuler,

termasuk para feminis Islam sebagai agenda mereka, sebagian menerimanya

dengan antusias, tidak sedikit pula yang dengan tegas menolaknya. Ketika ini

terjadi, perdebatan tentang isu-isu ini di kalangan feminis sekuler Iran menjadi

lebih marak dan hidup dibandingkan di kalangan feminis Timur Tengah lainnya.

Tetapi, relevansi persoalan ini tidak hanya terbatas di Iran. Perdebatan ini

menempatkan perjuangan ideologis pada landasan di mana kerangka rujukan

dasarnya telah ditentukan oleh kelompok fundamentalis; sebuah wilayah yang

bertolak belakang dengan kebutuhan, kepentingan, dan ungkapan para akademisi,

peneliti dan aktivis feminis sekuler, baik di dalam atau di luar masyarakat Islam.46

Di Iran sendiri, emansipasi terhadap perempuan sering diasosiasikan

dengan Barat. Perempuan Iran modern yang telah terwesternisasi, biasanya

wanita-wanita kelas menengah atas, dianggap sudah teracuni oleh budaya Barat

(westoxificated), yang merusak identitas budaya bangsa Iran dan menyimpang

dari nilai-nilai Islam. Problematika seperti ini yang menyulitkan perempuan-

                                                            45 Ibid. hal.180 46 Ibid. hal.181 

Universitas Indonesia  

Page 28: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Universitas Indonesia  

                                                           

perempuan Iran untuk mengasumsikan identitas feminisnya atau bahkan untuk

mengkritisi budaya Islam secara praktis.47

Apakah itu feminis atau humanis, baik itu populer maupun repertoir, baik

itu sukses komersil atau sepenuhnya dilarang beredar, perfilman Iran telah

mencapai satu keberhasilan dalam menggunakan kesempatan dan mengambil

keuntungan dari pencarian paradoksikal Republik Islam menuju modernisme

Islam dan menjadi saluran berekspresi bagi generasi yang telah mengalami sebuah

revolusi, perang dan reformasi, yang terjadi di tiga dekade ini.48 Perfilman di Iran

ada di antara institusi yang terlelap yang dibangunkan oleh suara-suara dari

‘gender kedua’. Sekalipun begitu, di dalam kehampaan representasi keragaman

feminin, suara-suara sineas perempuan, baik itu yang bekerja di belakang maupun

di belakang kamera, telah menggemakan terus-menerus kepada publik yang

selama ini tertidur. Dari sini, kita melihat pada gambaran kemajuan yang telah

dibuat oleh perempuan perfilman Iran, dari kekalahan menuju kebangkitan

menuju revolusi. Perkembangan kemajuan ini memperlihatkan kesiapan para

penonton untuk sebuah perubahan. Kepada para sineas yang telah mengambil

resiko terus didorong untuk membuka imajinasi dan harapan penonton untuk

melewati tradisi-tradisi dan pantangan-pantangan.

Di bab selanjutnya, penelitian akan difokuskan kepada dua film Iran yang

paling merepresentasikan citra perempuan yang baru dalam perfilman Iran selama

ini. Perempuan yang sebelumnya digambarkan sebagai the second class person,

melalui film 10 dan Persepolis diharapkan mampu memperlihatkan keadaan

terbalik dengan memanfaatkan potensi dirinya di tengah keterkungkungan budaya

patriarki.

 47 M. Tavakoli-Targhi ‘Women of the West Imagined: the Farangi Other and the emergence of the woman question in Iran’ dalam Nickie Charles dan Helen Hitjens (ed). Gender, Ethnicity, and Political Ideologies, (London: Routledge. 1998), hal. 96 48 Lahiji, Op.Cit. hal 217

Page 29: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

BAB III

ANALISIS FILM 10 KARYA ABBAS KIAROSTAMI

DAN FILM PERSEPOLIS KARYA MARJANE SATRAPI

Untuk mengetahui citra perempuan yang terefleksikan dalam film 10 dan

film Persepolis, penulis merujuk pada pembangunan sebuah citra perempuan,

apakah tokoh perempuan dicitrakan sebagai obyek penderita atau perempuan

sebagai satu individu yang berkuasa yang dapat memanfaatkan potensi dirinya.

Dengan ini, penulis dapat mengetahui tokoh perempuan dalam kedua film

dikonstruksikan seperti apa.1 Terlepas dari kemampuan kedua sutradara

menerjemahkan citra perempuan dalam film-filmnya, penulis menggolongkan

sendiri gambaran yang penulis tangkap ketika menonton kedua film tersebut.

Naomi Wolf, seorang feminis yang mengemukakan bahwa perempuan

membutuhkan citra baru yang lebih kokoh untuk mengalahkan dominasi budaya

patriarki, menyatakan dua pendekatan feminisme, yaitu feminisme kekuasaan dan

feminisme korban. Pendapat Naomi Wolf tidak jauh berbeda dengan pandangan

feminisme Islam yang menginginkan semua perempuan berjuang untuk

menghentikan diskriminasi terhadap kaumnya. Namun feminisme Islam

memasukkan unsur agama dalam menentukan rambu-rambu bagi sikap dan

perilaku perempuan dan laki-laki. Bagi feminisme Islam, kesetaraan gender

tidaklah semata melihat dengan cara bahwa apa yang dilakukan pria juga bisa

dilakukan wanita, tetapi kesetaraan gender dikembalikan kepada nilai-nilai agama.

Pemikiran ini menganggap bahwa bila wanita dianggap berdosa, dianggap aib dan

tidak patut melakukan sesuatu, mengapa pria tidak dianggap berdosa dan boleh

melakukan hal yang berdosa bagi perempuan tersebut. Kalau perempuan tidak

boleh melakukan hal-hal tertentu, mengapa pria boleh melakukan atau sebaliknya.

                                                            1Kamla Bhasin dalam bukunya Menggugat Budaya Patriarki (Yogyakarta: Bentang Budaya, 1996) hal.14, mengemukakan bahwa: “media adalah alat yang penting di tangan laki-laki untuk menyebarluaskan ideologi gender dan kelas. Dari film dan televisi sampai majalah, koran, radio, penggambaran perempuan sifatnya stereotipikal dan terdistorsi. Pesan-pesan mengenai superioritas laki-laki dan inferioritas perempuan sangat merajalela, khususnya dalam film. Bersama sektor-sektor lain, perempuan sangat ditonjolkan di media secara profesional dan bias-bias dalam pemberitaan, liputan, iklan, dan pesan-pesan masih sangat seksis.”  

Universitas Indonesia  

Page 30: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Jawaban yang kritis terhadap pertanyaan ini dikaitkan dengan ajaran agama dalam

kitab suci, bukan dari penafsiran patriarki terhadap kitab suci tersebut.

Berdasarkan pendapat Naomi Wolf, maka salah satu pendekatan

feminisme yang digunakan untuk menganalisis citra perempuan dalam penelitian

ini adalah pendekatan feminisme kekuasaan dan feminisme korban. Ia

menyatakan sebagai berikut:

Feminisme Korban melihat perempuan dalam peran sosial seksual yang murni dan mistis, dipandu oleh naluri untuk mengasuh dan memelihara, serta menekankan kejahatan-kejahatan yang telah terjadi atas perempuan-perempuan “mulia” ini, sebagai jalan menuntut hak-hak mereka. Yang kedua, Feminisme Kekuasaan, menganggap perempuan sebagai manusia biasa –yang seksual, individual, tak lebih baik dan tidak lebih buruk ketimbang laki-laki yang menjadi mitranya- dan mengklaim hak-haknya atas logika yang sederhana saja: Perempuan memang memiliki hak-hak itu.2

Wolf menyatakan perlunya membangun citra baru perempuan. Citra yang

akan mendorong perempuan ke arah aksi adalah citra yang agresif, keahlian dan

tantangan ketimbang pencitraan Feminis Korban. Pergeseran titik ini menuntut

perempuan agar memandang diri sebagai orang yang potensial bagi perubahan,

dengan banyak sumber daya, bukan lagi sebagai korban-korban. Dengan begitu

Wolf lebih menyarakankan pendekatan pada Feminisme Kekuasaan dengan

melakukan langkah-langkah praktis yang mempraktekkan toleransi, bukannya

pembenaran diri sendiri. Feminis Kekuasaan menurut Wolf:

“Menyemangati kita untuk mengidentifikasikan diri satu sama lain terutama melalui keperempuanan yang memiliki sisi kesenangan dan kekuatan yang digenggam bersama-sama, bukannya melalui kebersamaan menanggung derita serta kelemahan”.3

Dengan pendekatan Feminisme Kekuasaan yang digagas Wolf inilah

penelitian dilakukan atas kedua film. Karena kedua film dari Timur Tengah ini

bernuansa Islam dan berbudaya Muslim-Iran, maka pemikiran feminisme Islam

menjadi dasar pemikiran untuk memaknai film dalam penelitian ini.

Sebelumnya, selain karena ketiadaan subtitle dari bahasa Indonesia,

penulis mengutip dialog menggunakan bahasa Inggris, dan tidak

menerjemahkannya ke bahasa Indonesia, walaupun penulis menjelaskan kembali

                                                            2 Naomi Wolf, Gegar Gender (Yogyakarta: Pustaka Semesta Press. 1997) hal.xxv 3 Ibid. hal. 82

Universitas Indonesia  

Page 31: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

konteks dialog tersebut di dalam analisis. Bahasa Inggris lebih dipilih

dibandingkan dengan bahasa Indonesia, mengingat bahasa Inggris lebih jelas

mengungkapkan atau menunjuk kata orang ketiga tunggal. Pembicaraan mengenai

konteks sosial dan budaya dalam hal ini terbatas pada apa yang ditampilkan

melalui subtitle bahasa Inggris, sebagai teks terjemahan. Pengamatan atas teks-

teks terjemahan tidak akan berpengaruh pada teks asli. Pembahasan mengarah

kepada bagaimana gagasan feminisme Islam menghadapi dominasi budaya

patriarki yang muncul dalam film, terutama melalui peristiwa-peristiwa yang

ditampilkan dalam film dan dari dialog-dialog yang tercipta antara tokoh di

dalamnya.

3.1 Analisis Film 10

Sesuai judulnya, film karya Abbas Kiarostami 10 berisi sepuluh

perjalanan, sepuluh tujuan, sepuluh dialog, dan sepuluh situasi emosional yang

keseluruhan dilakukan di dalam mobil. Penggunaan mobil di dalam film

dilakukan untuk menghasilkan makna keintiman yang kuat dan diharapkan dapat

menampilkan realitas keseharian yang ditunjukkan tokoh-tokohnya. Demi

menghasilkan keintiman dan realitas tersebut maka Kiarostami menggunakan

teknik sinematografi yang sedikit ‘menyimpang’ dari film-film fiktif lain, ia

menggunakan digital-micro-cinema melalui kamera digital yang diletakkan di

dashboard mobil untuk menghasilkan efek dramatis. Secara otomatis, sutradara

tidak berperan serta dalam pengambilan gambar film, karena ketidakhadirannya di

belakang kamera tergantikan oleh teknik mise-en-scene atau pengambilan gambar

hanya dilakukan dua kali secara bergantian di waktu yang sama. Karena teknik

sinematografinya, film 10 sering disebut juga sebagai film dokumenter-drama.

3.1.1 Hijab, Tipikal Berbusana Perempuan Muslim-Iran

Ada kesamaan mendasar yang ditemui ketika membahas gambaran fisik

tokoh-tokoh perempuan baik di film 10 maupun Persepolis. Topik permasalahan

dalam kedua film ini adalah penggunaan hijab pada tiap tokoh perempuannya baik

pada pemeran utama maupun pemeran pendukung. Kecuali pada tokoh Amin,

yang merupakan satu-satunya tokoh pria, sutradara sengaja tidak memberikan

Universitas Indonesia  

Page 32: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

nama pada semua tokoh yang berperan dalam film 10. Dilihat dari tokoh

perempuan yang muncul secara berurutan, tokoh perempuan dalam film 10 yakni:

supir taksi (ST) yang merupakan tokoh utama; adik ST, selanjutnya akan diberi

keterangan sebagai Penumpang 1 (P1); peziarah tua atau Penumpang 2 (P2);

pelacur atau Penumpang 3 (P3); perempuan muda I atau Penumpang 4 (P4); dan

perempuan muda II atau Penumpang 5 (P5).

ST, tokoh protagonis dalam film ini, adalah seorang ibu berusia 30-an

yang bekerja sebagai supir taksi di Teheran. Kiarostami menggambarkan tokoh

ST sebagai perempuan urban kelas menengah yang atraktif. Penampilan fisiknya,

memberikan gambaran bahwa ia merupakan karakter yang bebas dengan

pemakaian kerudung yang tidak sepenuhnya menutupi rambut dan leher, pakaian

bermerek a la Eropa, serta kacamata hitam yang ia gunakan selagi menyusuri

jalanan Teheran. Dengan dalih kesopanan dan menaati peraturan tentang

penggunaan hijab, ST tetap menyematkan selembar selendang untuk menutupi

kepalanya. Cara berpakaiannya sedikit banyak menggambarkan kehidupan

perempuan Iran yang hidup dalam lingkungan masyarakat paradoksial antara

modernisasi dan teokrasi.

Tokoh perempuan lain adalah adik ST atau P1 yang muncul di menit ke-

18. Penampilannya memang tidak ‘seterbuka’ ST, dengan baju terusan lengan

panjangnya dan hijab yang menutupi dada. Namun selagi menunggu kakaknya

mengambil kue tart di toko, di mobil ia kerap kali membuka setengah

kerudungnya dan mengipas-ngipas sebagian lehernya sehingga dapat terlihat oleh

orang-orang yang berlalu lalang di sekitar jalan. Penampilan fisik ST dan P1 juga

dapat dibedakan menurut profesi dan aktivitas keseharian mereka berdua. P1

adalah seorang guru, yang diharuskan berpenampilan formal dan sopan sekaligus

juga seorang ibu beranak satu. Sedangkan ST adalah perempuan yang telah

bercerai dan dibebaskan oleh suami barunya untuk bekerja sebagai pengemudi

taksi. ST juga mempunyai seorang anak lelaki yang tinggal bersamanya. Cara

berpakaian ST terlihat lebih bebas dibandingkan P1 karena lingkungan keluarga

dan profesinya sendiri yang mengizinkan ia berekspresi lebih leluasa.

Tokoh perempuan selanjutnya adalah P2 yang merupakan peziarah

perempuan tua. Diceritakan peziarah tua ini menumpang mobil ST untuk

Universitas Indonesia  

Page 33: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

berziarah ke makam Imam Ali sekaligus menunjukkan kepadanya jalan pulang

saat ST tersesat setelah mengantarkan P1. P2 mengenakan hijab sebatas dada dan

membawa sejuntai tasbih, yang menurutnya merupakan hartanya yang paling

berharga. Walau hanya muncul dalam satu adegan, kesan yang ia timbulkan cukup

kuat sebagai perempuan tua yang relijius, rendah hati, dan bersahabat. Perlu

diketahui bahwa dalam adegan ini, angle kamera tidak mengambil penuh gambar

tokoh peziarah, kecuali saat pertama kali ia meminta tumpangan kepada ST dan

ketika ia turun dari mobil. Sehingga hanya suaranya saja yang terdengar, bukan

profil keseluruhan. Walaupun P2 hanya muncul pada awal dan akhir adegan,

namun penampilan fisiknya seketika berubah yang dapat dilihat dari pakaian yang

ia gunakan di awal dan akhir adegan. Di awal, ketika ia berbicara dengan ST

lewat jendela mobil, ia hanya menggunakan kerudung bermotif sebatas dada.

Namun ketika ia turun dari mobil, P2 sudah mengenakan cadar hitam panjang

beserta jubahnya sebatas mata kaki. Ia pun menawari ST untuk ikut berziarah,

namun ST menolak dengan dalih tidak membawa cadar, maka kita dapat

mengetahui bahwa pemakaian cadar diwajibkan bagi peziarah perempuan di Iran.

Gambar 3.1: Film 10, adegan 9 mnt. 00:12

Di adegan selanjutnya, ketika menyusuri Teheran di malam hari, ST

bertemu dengan tokoh perempuan lain yang bekerja sebagai seorang pelacur (P3).

Semula ia mengira ST adalah laki-laki, maka dengan segera ia menaiki mobil

setelah ST meminggirkan mobilnya untuk ia tumpangi. Hampir sama seperti P3,

di dalam film, P3 tidak digambarkan secara penuh fisiknya. Penonton tidak dapat

melihat wajahnya, profil pelacur ini ditampilkan belakangan di akhir adegan, itu

pun hanya melalui kaca spion mobil ST. Kecenderungan Kiarostami tidak

menampilkan profil utuh tokoh ini bisa jadi untuk menghindari penyuntingan dari

pemerintah Republik Islam. Namun ia pun menanggapi kebijakan pemerintah

melalui alur cerita yang menarik. Adegan terakhir menarik perhatian kita karena

Universitas Indonesia  

Page 34: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

tanpa diduga sepeninggalnya perempuan itu dari mobil ST, P3 pun berjalan

menuju persimpangan lampu merah dan menunggu ‘tumpangan’ dari mobil lain,

dan yang terlihat hanyalah profil P3 dari belakang dengan memakai kerudung,

pakaian dan celana panjang yang tergolong sopan dan rapih, serta memakai sepatu

berhak tinggi. Disini kita melihat bahwa di Teheran, seorang pelacur pun tetap

menggunakan hijab.

Pada adegan ke-7 (atau adegan ke-4 menurut hitungan mundur film 10),

ST bertemu dengan penumpang selanjutnya (P4). Peristiwa terjadi di mobil pada

malam yang sama ketika ST bertemu dengan P3, dan di hari yang sama saat ia

bertemu Amin, P1, dan P2. Tidak banyak yang dapat digambarkan lewat

perbincangan singkat mereka. P4 adalah seorang perempuan muda yang sedang

patah hati. Cara berpakaian P4 tidak tergambar karena peristiwa terjadi di malam

hari dengan tidak adanya efek pencahayaan yang cukup di film ini (yang sengaja

dilakukan oleh sutradara). Hanya cara P4 memakai hijab mencerminkan gaya

berpakaian remaja yang hanya mengikat kedua ujung kerudungnya ke bawah

dagu, namun hanya setengah bagian kepalanya saja yang terbungkus sehingga

sebagian rambut P4 terlihat.

Tokoh perempuan selanjutnya ialah seorang perempuan muda (P5) yang

baru pulang berziarah dari makam Imam dan menumpang mobil ST di hari

berikutnya. Jika pada adegan ke-3, tokoh P2 mengenakan cadar yang menutupi

kepala hingga kakinya, maka penumpang ST berikut ini hanya mengenakan

sehelai kerudung yang menempel di kepalanya. ST heran karena beberapa saat

sebelumnya ia tidak diperbolehkan masuk makam karena tidak menggunakan

cadar, namun P5 berkata bahwa ia berziarah dengan tetap menggunakan cadar

yang sekarang ia simpan di tasnya. ST pun paham dan berkata bahwa sebagian

situs makam meminjamkan cadar untuk perempuan yang tidak memakai cadar

atau yang tidak memakai hijab dengan sempurna.

Dari sini kita mengetahui sekali lagi seperti pada adegan P2 di awal film,

bahwa semua perempuan diwajibkan memakai cadar jika ingin berziarah dan

ternyata tidak semua perempuan di Iran menggunakan cadarnya setiap saat. Dua

tokoh perempuan dalam film ini hanya menggunakan cadarnya saat akan

memasuki makam dan sedang berziarah. Bahkan seorang perempuan tua yang

Universitas Indonesia  

Page 35: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

relijius sekalipun hanya mengenakannya sepanjang ia masih dalam area makam.

Di hari berikutnya, ST bertemu lagi dengan P5. Kali ini ia mengenakan

kerudungnya begitu ketat. Ketika ST menanyakan cara berkerudungnya, P5

kemudian melepaskan kerudungnya dan memperlihatkan kepalanya yang botak.

Ternyata ia mencukur habis rambutnya karena frustasi akibat ditinggal oleh

tunangannya. Di sisa adegan ini, ST terkesima dan menyuruhnya untuk

melepaskan saja kerudungnya karena menurutnya ia menjadi lebih cantik dengan

penampilan barunya.

Dari film 10, Kiarostami memperlihatkan kenyataan bahwa tidak semua

perempuan Iran merasa nyaman dengan mengenakan hijab. Apa yang mereka

kenakan seolah-olah semata hanya untuk menuruti kewajiban negara yang

mengatur mereka bagaimana cara berpakaian dan cara hidup yang beragama.

Seperti yang terjadi di belahan negara Muslim lainnya, kode berbusana

yang Islami dianjurkan bagi setiap perempuan, tak terkecuali Iran. Dalam kajian

yang mendalam, tampak bahwa justifikasi terhadap cadar atau praktik Islami

lainnya, selain wujud radikal mereka, secara faktual tidak benar dan secara politik

sengat konservatif. Bahkan, banyak tulisan-tulisan tentang perempuan dan Islam

membahas prakti-praktik tertentu tanpa sama sekali mengaitkannya dengan

fundamentalisme Islam, salah satu tantangan ideologis, politis dan filosofis terkuat

saat ini bagi feminisme dan konsep feminis adalah tentang otonomi individual dan

hak perempuan untuk memilih.4

Haideh Moghissi mengemukakan alasan perempuan memilih hijab (cadar).

Menurutnya, dalam tulisan-tulisan yang memandang cadar sebagai sarana

pemberdayaan, unsur pilihan itu diambil secara taken for granted, sementara

unsur paksaan, baik dalam bentuk kekerasan atau intimidasi, atau tekanan sosial,

kultural dan politik, seringkali diabaikan sama sekali. Unsur paksaan inilah yang

paling dominan.5

Di Aljazair, pilihan perempuan adalah antara menggunakan cadar atau

mati. Di Sudan, setelah kejatuhan Numeiri tahun 1989, penerapan undang-undang

pakaian Islami menjadi salah satu tindakan revolusioner pertama yang diambil

                                                            4 Haideh Moghissi. Feminisme dan Fundamentalisme Islam. (Yogyakarta: LKiS. 2005) hal.65 5 Ibid. hal.59 

Universitas Indonesia  

Page 36: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

oleh junta militer fundamentalis. Perempuan-perempuan karir di Sudan diusik dan

dipersoalkan oleh rezim penguasa dan orang-orang yang mengangkat dirinya

sendiri sebagai ‘para penjaga moral’ berkenaan dengan keberadaan mereka di

muka umum serta hubungan mereka dengan rekan laki-laki di perusahaan mereka.

Sementara kelompok fundamentalis lain masih terus berjuang, kita melihat bentuk

kekerasan lain dalam penerapan cadar. Di Tepi Barat dan Jalur Gaza, usaha-usaha

yang dilakukan oleh Hamas untuk memaksa perempuan mengenakan kerudung

dilakukan melalui intimidasi dan ancaman, jika kedapatan perempuan tidak

memakai kerudung, lalu dianggap sebagai sekutu Israel. Di Irak merdeka, atau

Kurdistan, dua faksi suku Kurdi yang saling bermusuhan, untuk memenuhi

tuntutan Republik Islam Iran, keduanya berusaha mewajibkan cadar terhadap

perempuan Kurdi dengan undang-undang. Di Jordan, di mana praktik-praktik

Islami masih sedang diperdebatkan, kampanye untuk merubah penampilan

perempuan dilakukan melalui pendekatan penarik dan pemukul.6 Sejumlah

perempuan Jordan kemungkinan terpengaruh oleh argumen-argumen kelompok

fundamentalis dan telah mengadopsi cadar, baik karena alasan politis maupun

spiritual. Di Mesir, cadar yang telah diperbaharui dikaitkan dengan kegagalan

modernisasi kapitalis selama satu abad dalam mengupayakan perbaikan nyata

dalam kehidupan perempuan dan untuk mengubah nilai-nilai dan praktik-praktik

patriarkal relijius. Setelah seabad modernisasi yang dicanangkan oleh Barat,

orang-orang tetap hanya memiliki pilihan antara keamanan serta perlindungan

besar-besaran ekonomi pasar yang korup dan kacau. Dengan kata lain,

modernisasi gaya Dunia Ketigalah yang telah menentukan pilihan perempuan,

bukan daya tarik spiritual dan ideologis Islam dan cadar.7

Sebagaimana kita ketahui bahwa Iran merupakan negara penganut Islam

Syiah terbesar di dunia. Kebijakan penggunaan hijab bagi perempuan Iran telah

menjadi kewajiban semenjak pemerintahan Republik Islam mulai bergulir di

tahun 1979. Jika perempuan Iran diharuskan memakai cadar, maka ia harus

mengenakan pakaian yang panjang dan longgar untuk menutupi kepala dan ambin

yang memotong bagian tubuh atas, atau paling tidak selendang yang dipakai untuk

                                                            6 Ibid. hal.60 7 Ibid.hal.61 

Universitas Indonesia  

Page 37: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

menutupi kepala.8 Kebijakan pemimpin spiritual Iran Ayatollah Rohullah

Khomeini sejak masa revolusi Islam dahulu memang mewajibkan perempuan Iran

menggunakan hijab walaupun tidak mengharuskan mereka memakai cadar.

Menurut Khomeini, perempuan berhak menentukan bagaimana cara berpakaian

selama itu sopan dan harus tetap mengenakan hijab.9 Semua itu berdasarkan

dengan prinsip hukum syariah yang berlaku di Iran. Penggunaan hijab, yang

masih berlangsung hingga kini, menurut Khomeini adalah peraturan yang telah

ditentukan oleh hukum Islam yang dimaksudkan untuk melindungi status

perempuan.10 Lebih jauh lagi, kebijakan ini dimaksudkan untuk menjaga nilai-

nilai perempuan Iran dari pihak imperialis yang merusak moral bangsa. Seperti

yang telah ditunjukkan pada masa Shah Reza dahulu.11 Menurutnya, penampilan

perempuan Iran dahulu adalah bentuk pemihakan pada budaya Barat

(gharbzadeh). Perempuan gharbzadeh yakni mereka yang diidentifikasikan

sebagai perempuan yang penuh make-up, memakai rok mini, memakai celana

terlalu ketat, memakai pakaian terlalu pendek, terlalu jauh dalam berhubungan

dengan pria, dan merokok di depan publik, atau dahulu lebih dikenal sebagai ‘the

painted dolls of the Pahlevi’.12 Pandangan menarik mengenai gharbzadeh

sebenarnya adalah bahwa pandangan ini merupakan kritik “tradisional” terhadap

modernitas yang kemudian menciptakan sebuah agenda untuk kembali kepada

tradisi-tradisi dan cara hidup yang Islami.13

Menurut Qasim Amin, pemakaian cadar tidak lebih dari sekedar tradisi.

Cadar merupakan suatu tradisi yang lahir dari interaksi pergaulan antar bangsa,

yang dinilai baik dan lalu dilabeli sebagai pakaian yang Islami. Ia berargumen

bahwa cadar sesungguhnya telah hadir dalam masyarakat Yunani Kuno, dan

                                                            8 Asghar Ali Engineer. Pembebasan Perempuan. (Yogyakarta: LKiS, 2003). hal. 83 9 Juliana Shaw dan Behrooz Arezoo. (trans.) The Position of Women from the Viewpoint of Imam Khomeini. (Teheran: The Institute for Compilation and Publication of Imam Khomeini’s Works. 2001) hal. 53-54 10 Ibid. 11 Shah Reza pernah melarang penggunaan hijab bagi perempuan-perempuan Iran. Menurutnya, jika ingin menjadikan Iran sebuah negara modern, maka diharuskan untuk mengeliminir segala hal yang dianggap sebagai citra keterbelakangan, seperti pemakaian hijab bagi perempuan. 12 Afsaneh Najmabadi, “Hazards of Modernity and Morality: Women, State and Ideologi in Contemporary Iran” dalam Daniz Kandiyoti (ed.). Women, Islam, & the State. (London: Macmillan Press Ltd. 1991) hal. 65 13 Ali Mirsepassi, Intellectual Discourse and the Politics of Modernization: Negotiating Modernity of Iran. (Cambridge Univ.Press. 2000) hal. 78

Universitas Indonesia  

Page 38: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

karenanya bukanlah suatu ciri khas Islami tetapi suatu tradisi yang dikenal luas di

setiap bangsa, bahkan di Spanyol dan Amerika sekalipun.14 Walaupun terdapat

perbedaan kerangka berpikir di antara Amin dan aktivis feminis kontemporer

karena kritik-kritik yang diusung Amin terdengar cukup konvensional di masa

sekarang, namun jasa Amin yang sangat besar memberikan pengaruh bagi gerakan

feminisme Islam dan memberikan resonansi di berbagai belahan dunia Islam,

keberaniannya melawan arus dan menggugat struktur dan sistem sosial yang

sudah mapan selama berabad-abad. Salah satunya, mengenai perempuan dan

tradisi hijab. Apa yang dimaksud Amin dengan tradisi hijab di Mesir saat itu

adalah pemakaian cadar dan pemingitan perempuan. Gagasan utama Amin

bukanlah bermaksud membongkar dan membuang norma hijab yang telah

digariskan ajaran agama, melainkan merestorasi bentuk hijab yang sebenarnya

(hijab syar’i), seperti yang dikehendaki oleh teks-teks suci ajaran agama. Menurut

Amin, dalam Quran dan Sunah sesungguhnya tak ada larangan eksplisit terhadap

tindakan penampakan wajah perempuan. Menurut Amin seorang perempuan yang

bercadar tidak dapat leluasa menangani urusan niaganya ataupun melakukan

berbagai aktivitas kehidupan sosial lainnya yang secara jelas berkaitan langsung

dengan penghidupannya.15

Pemerintah Republik Islam mewajibkan perempuan memakai hijab

dengan alasan teologi. Hijab dan cadar dianggap merupakan pola berpakaian

perempuan Muslim. Namun pejuang feminis Arab Muslim pada tahun 1920-an

ketika melakukan gerakan membuka hijab, menyatakan bahwa penggunaan hijab

adalah bentuk lain pengungkungan perempuan, bukan merupakan ajaran agama.

Menurut mereka cara berpakaian seperti ini adalah tradisi yang telah ada bahkan

sebelum Islam masuk. Pandangan seperti ini awalnya diterima perempuan Timur

Tengah yang melakukan gerakan membuka hijab pada awal abad 20 yang

diprakarsai Huda Sya’rawi dari Mesir. Namun pada tahun 1970-an, muncul

gerakan kembali menggunakan hijab. Tidak bisa dihindari bahwa permasalahan

politik dan ekonomi ikut mempengaruhi gerakan ini. Hijab menjadi trend lagi saat

itu, dipakai lebih karena alasan sosial ketimbang alasan teologis. Menggunakan

                                                            14 M.Arskal Salim GP. “Pembebasan Perempuan di Dunia Islam: Pemikiran Qasim Amin”. Jurnal Perempuan. Edisi 10, (Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, Februari-April 1999) hal.46 15 Ibid.

Universitas Indonesia  

Page 39: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

hijab merupakan bentuk perlawanan terhadap kapitalisme Barat. Bagi perempuan

Timur Tengah penggunaan hijab merupakan alat penolakan untuk menggunakan

produk-produk Barat.16

Menurut Fatima Mernissi dalam The Veil and the Male Elite: A Feminist

Interpretation of Women’s Rights In Islam, hijab berarti kain penutup atau tabir,

yang sesungguhnya ‘diturunkan’ bukan untuk meletakkan suatu pembatas antara

seorang laki-laki dan seorang perempuan, tetapi antara dua orang laki-laki.

Peristiwa hijab terjadi saat ditariknya tirai oleh Nabi antara dirinya dengan

seorang laki-laki yang berada di pintu masuk kamar pengantin beliau.

Terganggunya privasi beliaulah yang mengawali turunnya ayat tentang hijab,

Quran Surat 33 ayat 53.17

3.1.2. Keterbukaan dan Kebebasan Berekspresi Perempuan

Sifat dan sikap karakter perempuan dalam film merupakan salah satu

faktor yang membantu dalam meneliti citra perempuan di dalam film. Penelitian

ini diuntungkan dengan banyaknya dialog yang dilakukan oleh masing-masing

karakter dalam film 10 sehingga watak dan sikap mereka dapat langsung terlihat.

Seperti yang dilakukan di sub bab sebelumnya, penulis akan menganalisis sifat

dan sikap tokoh-tokoh perempuan mulai dari adegan pertama (di dalam film

dihitung mundur menjadi adegan 10). Secara umum, keterbukaan dan kebebasan

berekspresi perempuan menjadi pokok permasalahan dalam film 10, yang akan

dianalisis pada sub bab ini.

Sudah menjadi rutinitas keseharian bagi ST untuk menjemput anak

lelakinya, Amin dan mengantarnya ke tempat tujuan sebelum ia memulai

aktivitasnya sebagai supir taksi di Teheran. Sebagai adegan pembuka di film ini,

terjadi perdebatan antara ST dan Amin di dalam mobil. Konflik di adegan ini

dimulai ketika Amin mempertanyakan peran ibunya yang menjadi penyebab

perceraian dengan ayahnya. Ia pun tidak ingin tinggal dengan ayah tirinya. Ia

menilai ibunya egois dan tidak bertanggungjawab. Dengan nada tinggi, Amin                                                             16 Margot Badran, “Competing Agenda: Feminists, Islam and the State in Nineteenth-and Twentieth- Century Egypt” dalam Women, Islam and the State oleh Deniz Kandiyoti (ed.), (London: Macmillan. 1991) hal. 226-227 17 Fatima Mernissi, The Veil and the Male Elie (translated by Mary Jo Lakeland). (New York: Basic Books. 1991) hal. 85

Universitas Indonesia  

Page 40: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

terus menerus menolak bujukan ibunya mengalih perhatian dengan mengajaknya

membeli es krim bersama sebelum mengantarnya ke kolam renang. Kemudian

ketika ibunya bercerita tentang teman perempuannya, Amin menanggapi dengan

kasar bahwa itu bukan urusannya. Ketika menjawab tuduhan Amin yang

menganggap ia menelantarkan anaknya sendiri, ST mengelaknya dan berkata

bahwa ia sudah tidak bisa hidup bersama ayah Amin karena ia mereka sudah tidak

saling mencintai. Amin pun menuduh ibunya berbohong, seraya mengibaskan

tangannya, karena ia mengatakan pada pengadilan bahwa ayahnya seorang

pecandu dan sering memukulnya. Dengan suara lantang ST menjawab jika ia

memang harus berbicara seperti itu jika ingin menggugat cerai suaminya. “…the

rotten laws in this society of ours give no rights to women!” ucap ST “to get a

divorce a woman has to say that she is beaten or her husband’s on drugs”

(adegan 1, 6:35)

Gambar 3.2: Film 10, adegan 1 mnt. 11:32

Peran ST sebagai seorang ibu yang tegas dan diplomatis ditunjukkan di

adegan ini. Ia menanggapi omongan cengeng dan kasar anaknya dengan

melarangnya berkata kasar karena bagaimanapun omongan ibunya lah yang harus

didengar. Bukan omongan orang lain seperti yang Amin lakukan selama ini. Amin

menolak untuk mendengarkan ibunya karena ia tidak mau terus menerus dikuliahi.

“…because you’re going to lecture me again,” keluhnya, “you always have to

talk.” (adegan 1, 2:25). Kemudian ST terdiam sebentar dan menanyakan apa

benar ia selalu menguliahinya. Sikap Amin semakin kasar ketika ia

mempersilahkan ibunya berbicara apapun, ia tetap tidak akan mempercayainya,

“…say what you like. I don’t believe it. I don’t believe it.”. “Don’t believe it then,”

kata ST “You only talk to fight. Like those children full of hate.” (adegan 1, 3:25).

Universitas Indonesia  

Page 41: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Sementara situasi semakin memanas, ST pun mulai berubah dalam

menyikapi anaknya dengan mengajaknya bicara pelan-pelan dan selayaknya orang

dewasa, “You see, Amin. If we lived to 100, we’d still argue. Unless you listen to

me and start thinking. You must have your own experiences to understand life.”

(adegan 1, 4:04). Amin menanggapinya dengan menutup kedua telinganya dan

menggumam tidak jelas. Mengetahui anaknya sulit untuk diajak berdiskusi, maka

sikap ST kembali lagi seperti seorang ibu yang menyelesaikan masalah dengan

anak kecilnya dengan menenangkan dan melarangnya berbicara kasar.

Dialog antara ibu dan anak (berumur 10 tahun) dalam adegan ini memang

jarang terdengar dalam peristiwa keseharian di lingkungan kita. Namun dengan

tegas sutradara memberikan informasi yang bukan tidak mungkin dapat dialami

berkaitan dengan peran seorang ibu dalam keluarganya. Sikap ibu yang lunak

namun tetap rasional tampak ketika tokoh ST kembali beradu argumentasi dengan

Amin. Ketika anaknya dengan jelas menggumamkan kata tidak sopan, ST berkali-

kali melakukan tindakan yang terhitung aman dan berusaha tidak memancing

ledakan amarah anaknya muncul kembali.”…you stupid cow…” (adegan 1, 5:56)

gumam Amin, “Bravo…God bless you,” (adegan 1, 5:58) ST menanggapi. Atau

ketika dengan jelas Amin mencerca ibunya kembali “…you’ll never know how to

talk. And you’ll never be anything! (adegan 1, 10:36). Kemudian ST kembali

hanya menjawab “Bravo…Bravo...Thank you.” (adegan 1, 10:39). Dan sekali lagi

ketika Amin mengakhiri pembicaraan dengan berinisiatif keluar dari mobil, “I’ll

show you what I’ll do. You stupid. I’ve never seen anyone so stupid.” (adegan 1,

16:27). Sementara anaknya keluar dari mobil, ST mengucapkan kata terakhir

“Bravo, Amin!” (adegan 1, 16:30)

Dua sekuen berikutnya adalah adegan ST dan adik perempuannya (P1)

sebagai penumpang ST selanjutnya di hari yang sama. Setelah melalui perdebatan

emosional dengan anaknya, dialog antara ST dengan P1 berlangsung ringan. ST

dan P1 digambarkan sebagai dua perempuan yang saling menaruh simpati dan

berbagi cerita atas pengalaman mereka menghadapi berbagai kesulitan hidup

berumahtangga.

Pada adegan dengan P2, ST terlihat menghormati perempuan tua itu

dengan menawarkan tumpangan. Begitu mengetahui peziarah yang ia berikan

Universitas Indonesia  

Page 42: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

tumpangan adalah perempuan yang relijius dan rendah hati, dengan segera ST

membetulkan letak kerudungnya dan mengencangkannya. Sikap demikian

ditunjukkan untuk menghormati perempuan yang lebih tua. Sikap ST dalam

menghormati orang yang lebih tua juga ditunjukkan ketika ia dan P1 berpapasan

dengan seorang perempuan tua cacat dan miskin di pinggir jalan dengan

menawarkan tumpangan kepadanya. Sifat dermawan kembali ditunjukkan di

adegan ke-3 ini.

Dalam adegan ST bersama P3 di perjalanan berikutnya, pada awalnya ia

mengira ST adalah laki-laki. ST pun tidak segera mengusirnya atau langsung

menghindar, namun ia meminggirkan mobilnya dan meminta pelacur itu bercerita

tentang pekerjaan dan kehidupannya. “Pretend I’m a man. Just imagine I’m a

man,” (adegan 4, 1:37) ucap ST ramah “You’ve only had experience with men.

Talk to a woman for once. I’d like to know”. P3 pun lalu terkikik geli “I’m not

working in that field yet” (adegan 4, 1:51) Ia pun mengklaim jika ia mulai

menyukai pekerjaannya. Rasa penasaran ST semakin kelihatan ketika ia

menanyakan pada P3 alasan memilih pekerjaannya. Penumpangnya bilang ia

melakukannya untuk seks dan cinta. Kita dapat melihat raut muka ST berubah

“That’s all life is?” (adegan 4, 2:20). Dengan suara yang atraktif, P3 pun

mengatakan bahwa pernikahan pun sebenarnya adalah perdagangan yang

melibatkan seks18, “you’re (para istri) the wholesalers. We’re (pelacur) the

retailers.” (adegan 4, 11:33). Jika sebelumnya ketika ST beradu argumentasi

dengan anaknya ia dengan tegas mempertahankan prinsipnya tentang

kemerdekaan perempuan, maka seolah-olah lewat perbincangan singkatnya di

adegan ini ia mendengar perkataannya terlempar kembali dari kata-kata P3, bahwa

seorang perempuan memiliki hak untuk menentukan hidupnya sendiri. Jadi

walaupun ST terlihat sering menggeleng-gelengkan kepalanya sebagai bahasa

tubuh bahwa ia tidak sependapat dengan P3, namun ketika ia menilai perkataan P3

tentang hidup perempuan yang merdeka, ia menghargainya dan berkata bahwa ia

                                                            18  Nawaal el Saadawi menyamakan hubungan perkawinan dimana istri tidak bisa menikmati hubungan seks dengan suami sama seperti hubungan “pelacuran”, istri sama seperti perempuan yang dibayar paling murah. Dalam tulisan-tulisan Saadawi, ia banyak mengulas hal-hal seperti ini. Antara lain dalam Perempuan dalam Budaya Patriarki. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001) hal. 24-27 

Universitas Indonesia  

Page 43: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

tidak mempunyai maksud untuk menghakimi siapapun terkait pekerjaan P3. Rasa

penasaran ST terjawab dan ia pun mendapat satu pelajaran lagi mengenai hidup.

Ketika ST bertemu dengan P4, seorang gadis yang sedang patah hati, sifat

ST yang dewasa dan sikapnya yang tenang mampu meredakan emosi P4 yang

labil. Begitu mengetahui P4 tidak mampu mengendalikan emosinya, ST langsung

bersikap layaknya seorang kakak kepada adiknya, atau bahkan seperti seorang ibu

kepada anak gadisnya. Dari dialognya dengan P4, sifat dan sikap ST yang rasional

dan selalu memberikan ketenangan muncul kembali. Sedangkan P4 lebih

digambarkan sebagai perempuan yang emosional dan rapuh.

Perbicangan ST dengan P3 sebelumnya merupakan salah satu adegan yang

paling menarik. Gambaran sifat ST yang selalu ingin belajar dan menghargai

pandangan hidup orang lain dapat terlihat. Juga ketika suatu hari ia bertemu

dengan penumpang selanjutnya (P5), seorang gadis lugu yang, sama seperti P4,

sedang mengalami patah hati, gambaran sifat dan sikap ST yang atraktif dan

ramah kembali muncul seperti pada adegan peziarah tua. ST meminggirkan

mobilnya di depan masjid ketika ia bertemu dengan P5 yang menjadi penumpang

pertamanya di hari itu. Sifat akrab ST muncul ketika selama beberapa saat tidak

ada perbincangan di dalam mobil. Begitu ia mengetahui penumpangnya tidak

banyak bicara, ST memulai percakapan dengan menanyakan apa ia juga sering

berziarah. Ketika percakapan berlangsung hangat, ST bercerita tentang

pengalamannya berziarah dan menanyakan apa yang dilakukan P5 ketika

berziarah. Perbincangan terus berlangsung hangat dan bersahabat, dari sini

diketahui bahwa ST pandai memancing P5 untuk dengan mudah bercerita tentang

kehidupannya, tentang tunangannya yang kontradiktif, yang tidak segera

menikahinya. Di hari berikutnya, ia bertemu kembali dengan P5, namun kali ini ia

mendapati P5 sudah putus hubungan dengan tunangannya. ST merasa simpati

karena P5 berani terang-terangan menunjukkan bahwa ia patah hati karena

ditinggal tunangannya dengan perempuan lain. Rasa simpati ST lebih terlihat lagi

ketika ia meminta P5 untuk membuka hijabnya yang terlalu ketat. Begitu ia

mendapati P5 telah mencukur habis rambutnya, ST tercengang dan menanyakan

apa yang terjadi. Gadis itu dengan lugu mengatakan bahwa ia frustasi dan merasa

lega jika ia melampiaskan masalahnya lewat caranya sendiri. Sikap ST berubah

Universitas Indonesia  

Page 44: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

dengan menanggapi cerita P5 menjadi lebih dekat, dengan bersikap layaknya

seorang kakak begitu tahu P5 menangis ST mengusap air matanya secara refleks.

Dengan maksud menghibur, ia memuji potongan baru P5, “…in any case, it really

suits you...” Sikap tegar begitu ditunjukkan di adegan ini, tidak seperti P4 yang

terlihat cengeng dan tidak mampu mengendalikan emosinya, P5 di sini bukan

hanya digambarkan sabar dalam menghadapi cobaan tetapi juga tidak takut salah

mengekspresikan perasaannya, “Yes, it’s hard…No. not that hard. The hardest

part for me is admitting that it’s hard. I’m ashamed of saying that it’s hard.”

(adegan 9, 1:56). Walaupun terdengar P5 meragukan sendiri perkataannya, ia pun

dengan segera mengutarakan perasaannya, lega karena meluapkannya dengan

menangis dan tertwa, pada ST begitu ia membuka hijabnya dan bercerita, “…I’m

laughing and crying…I felt great…I stopped crying. Now it much better.” (5:20).

Gambar 3.3: Film 10, adegan 9 mnt. 4:25

Empat interaksi dan dialog yang terjadi antara ST dengan para

penumpangnya memperlihatkan bahwa dalam film ini segala kemungkinan dalam

hidup yang melibatkan mereka sebagai perempuan dapat terjadi lewat peristiwa

keseharian. Dari masing-masing adegan dapat terlihat bagaimana sifat dan sikap

tokoh yang terlibat dalam film muncul lewat berbagai interaksi dan dialog

diantara mereka. ST yang berjiwa bebas, akrab, rasional, dan mau belajar lewat

orang lain; seorang peziarah tua yang relijius dan rendah hati; seorang pelacur

yang atraktif, terbuka dan berterus terang; seorang gadis remaja yang beremosi

labil; dan seorang perempuan muda yang lugu dan tegar. Persamaan diantara

mereka termanifestasi ketika muncul sikap ingin mengekspresikan diri sesuai

dengan apa yang mereka inginkan.

Kebebasan dan keterbukaan menjadi maksud terpenting yang

diinterpretasikan melalui semua pendapat yang mereka ajukan di dalam tiap

adegan di atas. Tentang pelepasan diri dari keterkungkungan segala aturan-aturan

Universitas Indonesia  

Page 45: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

masyarakat ataupun pemerintah, tentang izin berkehendak yang membatasi

perempuan untuk berekspresi, atau tentang permasalahan rumah tangga terwujud

dalam beberapa titik permasalahan yang diutarakan pada masing-masing tokoh

perempuan. Tokoh ST di awal film mengatakan kepada anaknya ia memang harus

berbohong jika ingin bercerai dengan suaminya, dengan mengatakan bahwa

suaminya seorang pecandu dan sering memukul dirinya. Alasan seperti ini yang

disahkan oleh pengadilan di Iran bagi istri yang ingin menggugat cerai suaminya.

Padahal suami ST tidak terbukti melakukannya, dan ia malah menggugat balik

ST, maka dengan begitu pengadilan mengabulkan permintaan cerai si suami.

Inisiatif ST untuk menuduh suaminya bersalah justru mampu membuat

permintaan cerainya terkabulkan, karena memang mereka sudah tidak saling

mencintai lagi. Namun hukum pemerintah Republik Islam telah memberi

keputusan yang jelas bahwa seorang istri tidak bisa menggugat cerai suaminya

begitu saja.

3.1.3 Pandangan Hidup Tokoh Perempuan

Dalam film 10, terbagi dua pandangan hidup yang diinterpretasikan oleh

tokoh-tokoh perempuan melalui dialog-dialognya. Kemandirian wanita (melalui

tokoh ST dan P3) dan kepasrahan (melalui tokoh P4 dan P5) adalah dua

pandangan hidup yang dapat penulis terjemahkan dari peristiwa yang terjadi di

tiap adegan. Sementara dari peristiwa di masing-masing adegan pula, penulis

dapat mengetahui kedudukan tokoh perempuan dalam keluarga dan masyarakat.

Seperti yang telah disebutkan melalui interpretasi gambaran fisik, sifat,

dan sikap tokoh perempuan, tokoh utama ST menggambarkan perempuan yang

berjiwa bebas dan mandiri. Selain itu dari dialog yang terjadi dalam film, ada

usaha dari sutradara untuk memperlihatkan bahwa ST adalah perempuan yang

berani memberontak karena ketimpangan sosial yang terjadi di masyarakat.

Seperti yang ia perlihatkan dalam adegan pertama (kesepuluh dalam hitungan

mundur), “…the rotten laws in this society of ours give no rights to women!” ucap

ST “to get a divorce a woman has to say that she is beaten or her husband’s on

drugs,”(adegan 1, 15:29). Kemudian ketika ia memberi pengertian kepada

anaknya, “(in here) A woman has no right to live! A woman has to die so as to be

Universitas Indonesia  

Page 46: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

able to live? I ran away..I was like a zombie!”,(adegan 1, 16:07). Kata-kata yang

terlampiaskan dari mulutnya memperlihatkan jiwa untuk memberontak dan

mengkritik ketimpangan sosial masyarakat dan hukum negara. Sekaligus juga

melalui perkataannya, ia menggugat adanya diskriminasi gender dan

memperlihatkan sekalipun ia adalah korban dari sistem negara, namun ia mampu

mengelola dan memanfaatkan potensi dirinya.

Pandangan hidup tokoh perempuan dalam film 10 seringkali menciptakan

sebuah citra baru bagi perempuan Iran dan juga perempuan muslim umumnya.

Seperti yang diutarakan melalui dialog antara ST dan P3, seorang pelacur yang

tidak sengaja menumpang dalam mobil ST. “The reason (why I do this) is for sex,

love, sex, love, sex…” (adegan 4, 2:12). Dari pembicaraan selanjutnya, P3 seolah

ingin memperlihatkan bahwa ia tidak dipaksa oleh pihak lain yang

memanfaatkannya atas motif ekonomi. Ia memulai pekerjaannya dengan

kesadaran kritis sebagai perempuan yang berhak menentukan sendiri atas dirinya,

dan sepenuhnya mengambil kemanfaatan tanpa adanya kekuasaan di luar dirinya.

Sementara P3 hanya menertawakan pertanyaan ST mengenai perasaan bersalah

dan ketakutannya akan dosa, ia pun mengklaim pernyataan ST bahwa ia hanya

melayani pelanggannya, menerima uang, kemudian selesai, tidak ada kisah yang

berlanjut dengan para lelaki itu. P3 kemudian menambahkan bahwa di dalam

hidup pun sesungguhnya ada interdependensi antara dirinya dengan ST, terkait

posisi ST dalam keluarga sebagai seorang istri dan posisi P3 dalam masyarakat

sebagai perempuan yang menjadikan pekerjaannya sebagai proses give and take,

yang juga melibatkan para istri. Kutipan you’re the wholesalers and we’re the

retailers seolah menjadi jargon P3 yang membangkitkan nurani ST. Dari dialog

antara P3 dan ST seolah tergambar bahwa P3 membanggakan profesinya sebagai

pelacur. Ia menganggap profesinya memberikan kebebasan dan ruang lebih luas

kepada perempuan. Menurut pandangan P3, menjadi istri yang patuh, melayani

suami dan menjadi budak di rumah tangga, tidak membuat perempuan diakui

keberadaannya. Cara P3 menyebut “istri” dengan nada sarkastis dan mengejek,

menunjukkan perasaan kecewanya terhadap laki-laki dan terhadap sikap

perempuan memandang diri mereka. Ia menggambarkan bahwa simbol materi

tertentu dapat mengangkat derajat manusia dan membuatnya dianggap terhormat.

Universitas Indonesia  

Page 47: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Ketika ia mengatakan you’re the wholesalers untuk memposisikan peran istri

yang sakit, ST hanya terdiam namun cukup terusik dengan perkataan P3. Seolah

P3 ingin menyatakan ST sebagai istri yang tidak berguna bagi suaminya, padahal

P3 pun tidak lebih berharga darinya. Gagasan-gagasan feminisme yang

memberontak dan menolak nilai-nilai patriarki seketika bersinggungan dengan

perkataan P3 yang kental dengan budaya patriarki.

Jiwa perempuan yang independen terutarakan ketika ST berhadapan

dengan dua penumpangnya yang masih gadis, yang sama-sama mengalami patah

hati. “Life is so vast, why depend on just one person? It’s not love. It’s an illusion.

You’re wrong to cling to him. It’s an illusion. That’s all!” (adegan 7, 2:17) kata

ST ketika ia berusaha menenangkan P4 yang menangis terisak di dalam mobilnya.

Sindiran ST atas sifat para remaja yang terlalu posesif pada tiap pasangannya,

“you were hurting each other like psychopaths: why are you late? who’s on the

phone? where were you? why this, why that?” (2:25) semakin memperjelas

pandangan hidup ST yang tidak ingin bergantung pada orang lain atau

melampiaskannya hanya pada satu orang. Seolah bercerita tentang pengalamannya

sendiri, ST juga menjelaskan kepada P4 kenapa perempuan selalu bergantung

kepada pihak lain karena kultur yang tertanam dalam hidup sedari kecil

mengharuskan mereka berpegang teguh pada ibu dan ayah, kemudian pada

kekasih kita, kemudian pada anak kita, dan ketika anak kita diambil, kita pun

harus bergantung pada pekerjaan kita, “…Like idiots,” (adegan 7, 3:08) ucapnya.

Pandangan hidup ST yang mandiri dan rasional semakin tergambar ketika ia

menginginkan P4 kuat dan tegar, “you can’t live to the world without losing. We

came into the world for that. To win and to lose.” (5:07). Dengan perbincangan

yang berlangsung lebih tenang, ST dan P5, tokoh selanjutnya, berbicara tentang

takdir. Ketika P5 baru pertama kali bertemu dengan ST, ia menyatakan jodoh dan

pernikahan sudah digariskan oleh takdir. ST lebih suka menyatakan takdir sebagai

sesuatu yang berjalan apa adanya, come what may. Dari sini, pandangan hidup

tokoh perempuan tergambar lagi melalui kepasrahan, seperti yang ditunjukkan

oleh P5 dan P4 (pada akhir adegan).

Universitas Indonesia  

Page 48: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

3.2. Analisis Film Persepolis

Untuk menganalisis citra perempuan dalam film Persepolis, penulis akan

menganalisis makna film dari segi penampilan fisik, yang terlihat secara visual

dari tokoh perempuan yang terlibat dalam film; sifat dan sikap tokoh perempuan

dan pandangan hidup mereka.

Persepolis19 merupakan film drama yang dibungkus melalui proyek

animasi. Film ini adalah sebuah biografi kecil dari sutradara film Persepolis

sendiri, Marjane Satrapi, mengenai pengalamannya hidup di Teheran pada masa

revolusi Islam dari tahun 1979 hingga menghabiskan masa remajanya baik di Iran

maupun di Eropa di periode delapan puluhan hingga awal sembilan puluhan.

Salah satu alasan mengapa Satrapi lebih memilih teknik animasi dalam

menggambarkan pengalamannya adalah karena melalui animasi ia lebih mampu

menerjemahkan secara abstrak peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam

hidupnya. Selain itu, banyak adegan-adegan dalam film yang lebih

memungkinkan untuk diterjemahkan melalui gambar, dengan tetap tidak

meninggalkan esensi film dan (sama seperti Kiarostami pada mise-en-scene-nya)

ia hanya menjadikannya sebagai nilai estetik sebuah film saja.

3.2.1 Hijab, Konsep Publik dan Konsep Privat

Sama seperti dalam film 10, sutradara Persepolis Marjane Satrapi

mengetengahkan diskriminasi gender dan kekuasaan budaya patriarki dalam film

otobiografinya ini, terutama pada permasalahan kewajiban penggunaan hijab bagi

perempuan Iran di bawah pemerintahan Republik Islam. Tokoh perempuan dalam

film Persepolis adalah Marjane, sebagai tokoh utama dan pusat pembangun cerita

film yang juga bertindak sebagai narator; ibu Marjane dan nenek Marjane, yang

menjadi tokoh pendukung cerita.

                                                            19 Dalam The Iranians:Persia, Islam & the Soul of a Nation (NY:Penguin,1998), Sandra Mackey mengemukakan b ahwa Persepolis sebagai situs bersejarah Persia kuno, bukan hanya sebagai ibukota namun juga kota ritual suci. Persepolis adalah bukti kebesaran Kekaisaran Persia yang masih dihormati dan dipandang sebagai simbol identitas nasional hingga kini. Melalui upacara yang hanya diadakan di Persepolis dahulu (upacara No Ruz), bangsa Persia mengetahui apa dan siapa mereka sebenarnya, yaitu orang-orang istimewa yang duduk (ditempatkan) di pusat alam raya.

Universitas Indonesia  

Page 49: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Secara keseluruhan, pesan film Persepolis yang ingin disampaikan

merujuk pada kemampuan campur tangan pemerintah untuk mengatur tubuh

perempuan dengan mengharuskan perempuan pada masa sesudah revolusi 197920

untuk mengenakan hijab selama mereka berada di ruang publik. Hijab

sesungguhnya adalah bagian dari sejarah, tradisi yang tidak dapat dirubah

sekaligus menjadi kewajiban bagi semua perempuan Iran untuk melaksanakannya.

Hijab menjadi bagian dari norma yang dikonstruksi dalam penjajaran dengan

bentuk tertentu atas politik, kultur, dan agama (misalnya Negara sekuler modern,

negara modernis Islam, negara teokrasi dan demokrasi Islam dan sebagainya).

Perempuan dan segala problematikanya menjadi bahan yang menarik

ketika kita ingin mempelajari kondisi sosial atau tindakan opresi tertentu yang

dialami perempuan beserta pergerakannya di ranah publik dan privat. Hal ini yang

menjadi pokok pembahasan feminisme Islam ketika mereka mempertanyakan

gagasan mengenai peran dan citra perempuan yang direpresentasikan sesuai

dengan kepentingan politik laki-laki.

Feminisme seringkali berkaitan dengan permasalahan pergerakan

perempuan di ranah publik dan privat. Ketika ingin mempelajari kondisi sosial

atau tindakan opresi tertentu yang dialami perempuan, dua kategori berbeda

tersebut tidak dapat dipisahkan. Feminis dunia ketiga sering menggarisbawahi

bahwa tidak semua perempuan mengalami perbedaan tersebut dengan cara yang

sama. Di Iran, politik penggunaan cadar atau hijab di bawah pemerintahan

Republik Islam, memberikan pengertian berbeda pula atas pembagian konsepsi

publik versus privat ini, dengan memberi penekanan pada kebebasan berekspresi

perempuan dan pengembangan potensi diri yang terabaikan. Legislasi dan

peraturan pemerintah mewajibkan penggunaan cadar. Perempuan yang

menggunakan cadar dengan tidak benar (bad hijab) dapat dikenai hukuman yang

keras.21

Menurut Fatima Mernissi dalam The Veil and the Male Elite: A Feminist

Interpretation of Women’s Rights In Islam, hijab secara harafiah berarti tirai, yang

menutup, bukan menjadi palang antara pria dan wanita, namun di antara dua pria.                                                             20 Periode pascarevolusi Islam antara tahun 1979 hingga 1993 menjadi latar waktu film Persepolis dan latar tempat berlangsung di tiga kota: Paris, Teheran, dan Wina. 21 Ibid. Hal. 60

Universitas Indonesia  

Page 50: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Hijab dapat mengekspresikan dimensi tempat, menandai ambang batas di antara

dua area yang berbeda, yang dapat menyembunyikan sesuatu dari pandangan.

Namun juga dapat menunjukkan gagasan sebaliknya yang membatasi

pengetahuan tentang ketuhanan, seperti dalam kasus mahjub (“the veiled”) dalam

terminologi sufistik, yaitu seseorang yang kesadarannya dideterminasikan oleh

keinginan sensual atau mental dan seseorang yang tidak merasa adanya cahaya

ketuhanan dalam jiwanya, seseorang yang terjebak pada realita keduniaan. Pada

kasus terkini, hijab lebih terbatas pada individualitas, yaitu sesuatu yang

menyelubungi tubuh si pemakai, yang bisa membatasi diri dari ruang publik,

namun tidak dapat menciptakan rintangan antara kita dengan Tuhan.22

Di masa kecil, Marjane hidup di masa transisi kekuasaan rezim Pahlevi

menuju revolusi Islam di tahun 1979, maka baik ibu, nenek Marjane, dan figur

perempuan lain masih mengenakan busana a la Barat. Kemudian di tahun 1982,

dimana pemerintahan Republik Islam sudah berkuasa, dan ketika Marjane

beranjak remaja, kewajiban penggunaan hijab sudah mulai diberlakukan. Di

tempat Marjane bersekolah, semua muridnya adalah perempuan. Sutradara

menggambarkan perempuan-perempuan Iran di masa ini seluruhnya memakai

hijab (berwarna hitam). Ketika Marjane duduk di bangku SMP, gurunya

menjustifikasi penggunaan hijab bagi murid-murid perempuannya, dengan

mengatakan bahwa hijab adalah simbol pembebasan perempuan. Hal ini

dipertegas oleh perkataan seorang guru ketika mengajar, “The veil stands for

freedom. A decent woman shelters herself from men’s eyes. A woman who shows

herself will be burn in hell.” (23:48). Pernyataan yang tidak digubris Marjane

yang malah asyik membincangkan poster grup musik idolanya dengan teman

sebangkunya ketika pelajaran berlangsung. Sikap Marjane bertolak belakang

dengan pandangan perempuan pada umumnya yang menyatakan bahwa

penggunaan hijab sebagai simbol resistensi kapitalisme Barat. Marjane, sama

seperti remaja di belahan dunia lain, tidak menutup diri pada perkembangan

budaya populer. Sebagai cerminan dari jiwa pemberontaknya, Marjane dengan

berani membeli barang-barang ‘haram’ dari jalanan dan merasa puas dengan apa

yang dilakukannya.

                                                            22 Mernissi, Op.cit. hal. 85, 95-96.

Universitas Indonesia  

Page 51: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Gambar 3.4: Adegan film Persepolis, 23:50

Penguasa Republik Islam memiliki gagasan tersendiri mengenai kewajiban

penggunaan hijab bagi perempuan. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjaga

nilai-nilai perempuan Iran dari pihak imperialis yang merusak moral bangsa dan

juga sebagai bentuk perlawanan terhadap kapitalisme dan gaya hedonis Barat.

Padahal, Leila Ahmed dalam bukunya Women and Gender in Islam (1992:145)

menjelaskan bahwa dilihat dari perspektif Barat, hijab dianggap sebagai simbol

ketertindasan perempuan Muslim dan keterbelakangan masyarakat Islam.

pandangan serupa dikemukakan Qasim Amin, seperti dikutip Leila Ahmed

“changing customs regarding women and changing their costume, abolishing the

veil in particular, were key, in the author’s thesis, to bringing about the desired

general social transformation.”

Pemerintah Republik Islam Iran, tidak seperti pemerintah negara muslim

lain, mengadopsi interpretasi Islam Syiah ke dalam hukum negara. Karena Iran

telah menggunakan cara yang berbeda dibandingkan negara muslim lain yang

mayoritas sunni, maka interpretasi hukum syariahnya juga berbeda. Pemerintah

menjustifikasi penghilangan kebebasan dan kesetaraan perempuan yang menurut

pemerintah sesuai dengan kriteria Islam. Salah satunya dengan menetapkan kode

berpakaian yang berbeda sesuai dengan ketentuan hukum syariah. Perempuan

muslim Iran diwajibkan mengenakan hijab jika berada di ruang publik. Tidak

diperkenankan memakai kosmetik dan pakaian yang mengumbar bentuk tubuh.

Politisasi penggunaan hijab memunculkan sebuah wacana yang

menciptakan antitesis atas gagasan seksualitas perempuan dan standar praktis

agama dalam kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang dapat mengalihkan norma-

norma sosial yang diberikan oleh masyarakat kepadanya, maka hak-hak istimewa

yang mereka miliki dapat hilang dari lingkungan privat mereka. Sebagai contoh,

di adegan pertama memperlihatkan tindakan Marjane yang ketika ia akan pulang

ke Iran maka ia harus mengenakan hijabnya kembali di ruang publik (di bandara)

Universitas Indonesia  

Page 52: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

sekalipun ia masih berada di negara lain. Tindakan Marjane ini meruntuhkan

pilihan pribadinya (untuk tidak mengenakan hijab) karena sesampainya di bandara

Teheran, polisi Iran akan memaksanya menegakkan hukum Islam, dalam hal ini

memaksanya untuk mengenakan hijab.

Contoh sederhana seperti ini mampu menciptakan satu klasifikasi bagi

Muslim itu sendiri yang memperlihatkan gagasan bahwa manifestasi atas agama

dari seorang Muslim (dalam konteks ini Muslim-Iran) adalah produk dari

pemikiran kelompok penguasa, bukan hasil dari individu seorang Muslim untuk

menentukan pilihannya sendiri.

Perbedaan antara konsepsi “publik” dan “privat” dengan jelas

direpresentasikan melalui Persepolis. Ada beberapa adegan kunci tertentu yang

dapat menggambarkan perbedaan ini. Seperti yang terlihat pada adegan dimana

Marjane melepas hijabnya, ketika ia sedang menyetir mobil, terbuka beberapa

aspek penegasan yang memposisikan diri Marjane pada batas ranah publik dan

privat. Pertama, sebagaimana kita lihat di awal film, Marjane berlatarbelakang

keluarga yang kaya keturunan bangsawan dinasti Qajar, ayahnya mampu

membiayai kehidupan Marjane, ia tumbuh dalam keluarga modern dan moderat.

Kedua, Marjane tidak digambarkan sebagai perempuan yang relijius atau anti

Barat, dengan demikian ‘pelepasan’ hijabnya merefleksikan penegasan

kebebasannya.

Perbedaan lebih lanjut mengenai masalah publik dan privat dalam film ini

adalah ketika seorang polisi, yang merepresentasikan publik, meminggirkan mobil

Marjane dan keluarganya sepulangnya dari pesta. Marjane dan neneknya dengan

segera berlari menuju rumah untuk membuang semua botol wine dan minuman

beralkohol, kemewahan yang sering mereka nikmati di rumah. Rumah mereka

seharusnya merepresentasikan kehidupan privat, yang tidak terselubung, the

unveiled. Segala yang berada di luar rumah merepresentasikan ruang publik, yang

terselubung, the veiled. Dalam adegan ini, baik yang tidak terselubung maupun

yang terselubung berhadapan. Namun, polisi sebagai representasi publik memiliki

kekuasaan yang lebih besar yang menekan aksi Marjane dan neneknya (ketika

membuang semua minuman beralkohol) sebagai representatif ruang privat.

Universitas Indonesia  

Page 53: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Ketika ibu Marjane baru saja pulang dari pasar swalayan, dengan segera ia

melepaskan dan melempar hijabnya begitu ia berada dalam rumah. Sikap ibu

Marjane menunjukkan rasa frustasi karena penggunaan hijab ini

menyembunyikan kebebasannya dan ia merasa bahwa dengan memakai hijab

membuatnya terpencil dari ruang publik yang memaksa dirinya sebagai

perempuan menjadi orang yang lebih tertutup dan tersendiri. Bagaimanapun,

beberapa perempuan di dalam film tidak menantang norma-norma tersebut.

Misalnya, ketika ibu Marjane sedang duduk di meja makan bersama temannya.

Ketika kedua perempuan ini sedang berbincang, keduanya sedang tidak memakai

hijab karena sedang di dalam rumah dan kemudian ayah Marjane datang. Teman

ibu Marjane dengan segera mengambil hijabnya dan memakainya cepat-cepat.

Kedua tokoh perempuan dalam film ini memang telah diperintahkan untuk

menggunakan hijab di depan publik dan ketika berada dalam keadaan privat, di

dalam rumah, mereka melepaskannya. Kehadiran pria lah yang membuat teman

ibu Marjane mengenakan kembali hijabnya seketika, mengingat area privat

perempuan hanya bisa dikunjungi oleh pria yang menjadi muhrimnya saja

Meskipun tamu ibu Marjane berada pada ruang privat dan ketika ayah

Marjane datang ia memastikan hijabnya terpakai, ibu Marjane tidak keberatan jika

tamunya melepaskan hijabnya di depan suaminya. Maka ibu Marjane memiliki

pandangan berbeda mengenai penggunaan hijab, ia menganggap bahwa hijab

adalah sebuah pilihan, bukan keharusan atau sesuatu yang dimandatkan.

Persepolis dipenuhi oleh skenario dan situasi yang menjelaskan secara

lengkap pertimbangan sulit antara konsep publik dan privat yang secara konsisten

dialami oleh para perempuan Iran. Contoh paling nyata dari situasi ini adalah

tentang penggunaan hijab, yang secara harafiah, fisik, dan secara visual membagi

dan menggolongkan waktu dan pengalaman-pengalaman perempuan ke dalam

ruang publik dan privat, indoor dan outdoor. Di dalam film, ada sebuah adegan

ketika Marjane baru pulang kuliah dan menemui neneknya di taman, Neneknya

seketika mengomentari Marjane yang masih mengenakan hijab dan memintanya

untuk melepas hijabnya karena membuatnya risih pada ketertutupan, yang ia

istilahkan seperti seorang claustrophobic. Kemudian ia melanjutkan berbicara,

sebagai efek dari ketidaksengajaan Marjane yang tetap mengenakan hijabnya,

Universitas Indonesia  

Page 54: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

bahwa menjadi sangat krusial bagi Marjane, dan perempuan Iran lainnya, untuk

tidak menerima begitu saja usaha penguasa untuk mendominasi pikiran dan hidup

mereka. Adegan Marjane dengan neneknya menjadi salah satu yang terpenting

dan dapat dibaca dalam beberapa cara berbeda. Bisa saja sikap Marjane yang tidak

membuka hijabnya sepenuhnya karena kelalaiannya. Atau bisa juga seperti yang

dikatakan oleh nenek Marjane, sebagai rasa toleransi perempuan, sebuah

pemakluman, dan kesudian menerima dominasi budaya patriarki. Atau dapat juga

diartikan sebagai saat ketika Marjane tidak menganggap penting untuk

memisahkan ‘dunia’ luar dan dalam, hanya untuk membedakan satu waktu dengan

yang lain sebelum ia masih berada di luar rumah, tidaklah terlalu penting.

Adegan lain yang secara nyata dapat membedakan konsep publik dan

privat dalam film ini adalah ketika pada tahun 1992 saat Marjane sudah berkuliah

di fakultas seni rupa Universitas Teheran, Marjane tertangkap basah oleh polisi

moral Iran sedang berpegangan tangan dengan pacarnya di dalam mobil. Polisi

menghentikan mobil mereka dan meminta Marjane untuk diperiksa di kantor

polisi dan menelepon orangtuanya untuk membayar tebusan atau Marjane akan

dihukum cambuk. Sementara di sepanjang adegan, penonton tidak melihat sesuatu

terjadi pada pacar Marjane. Ketika dalam perjalanan pulang, ayah Marjane tidak

memarahinya, hanya menyesali perbuatan ceroboh Marjane. Orangtua Marjane

dahulu mendapat kebebasan untuk menumpahkan kasih sayang mereka di muka

umum, tetapi keadaan berubah ketika di generasi Marjane pada tahun 1983,

pemerintah memberlakukan pemisahan ruang bagi lawan jenis yang bukan

muhrim. Ayah Marjane mengatakan kepada Marjane bahwa ia harus tidak boleh

terlihat bersama teman lelakinya ketika berada di ruang publik, yang membuat

Marjane segera memutuskan untuk menikahi kekasihnya.

Pada dekade delapan puluhan hingga awal sembilan puluhan, Marjane dan

keluarganya hidup dalam masyarakat yang mengharuskan mereka untuk

mengenakan hijab, ia sadar peraturan ini sangat membatasi dan menghalangi

dirinya untuk berekspresi dengan bebas. Di dalam film diperlihatkan dengan jelas

bahwa bagi keluarga Marjane hijab telah menjadi simbol ancaman dan kekuatan

absolut pemerintah Iran. Hijab merepresentasikan terbatasnya kebebasan publik

yang seharusnya dimiliki perempuan. Sejatinya, mereka memiliki inner-selves

Universitas Indonesia  

Page 55: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

sebagai bagian dari cara mereka berfikir, merasakan, dan merespon basis

individualnya, namun kini dibatasi dan bahkan dilarang.

Ini yang mengizinkan hijab meliputi inti pribadi mereka, melebihi outer

image mereka yang dapat dirasakan oleh masyarakat umum. Memang, di ruang

publik Iran, hijab melambangkan kekuasaan hukum yang keras dan simbol opresif

terhadap perempuan. Namun keputusan seseorang untuk mengenakannya juga

mempunyai kepentingan pribadi yang lebih dalam. Jadi meskipun dalam

Persepolis sikap subversif Marjane terhadap stereotip perempuan Timur Tengah

ini secara jelas diperlihatkan, ia menuliskan kembali gagasannya dalam Persepolis

dengan memperkenalkan hijab sebagai cara berbusana yang tipikal. Seperti yang

didemonstrasikan dalam film, hijab bukan hanya menunjukkan adanya rintangan

dalam kehidupan privat dan publik, lingkungan inner dan outer, namun juga

memiliki dan memuat maksud inner dan outer orang yang memakainya sendiri.

Meskipun Marjane beserta keluarganya hanya menyatakan salah satu diantaranya,

yaitu memakai hijab karena desakan pihak luar, tetapi alam bawah sadar mereka

pun mengakui bahwa dorongan dari dalam tidak dapat dihindari.

Konflik internal juga terjadi ketika di kemudian hari Marjane pulang ke

Iran dan mengharuskan dirinya berhadapan dengan problematika berhijab. Di

Iran, hijab dapat merepresentasikan kesalehan atau kealiman, namun hijab juga

dapat menjadi simbol dominasi budaya patriarki dalam masyarakat. Dua

perbedaan ini bergema dalam sejarah Iran sendiri, hijab yang pernah dilarang di

masa kepemimpinan Shah dan hijab yang kini justru diperintahkan, diwajibkan

kepada setiap perempuan Iran oleh penguasa Republik Islam.

Pengunaan hijab merupakan alat politikal yang secara kuat dipakai untuk

memanipulasi perempuan untuk merefleksikan aspirasi-aspirasi tertentu oleh

negara. Pada tahun 1936, Shah Reza Pahlevi sebagai penguasa saat itu membuat

undang-undang mengenai pelarangan perempuan untuk memakai hijab di depan

publik. Beberapa perempuan Iran memprotes keputusan ini dan tetap memakainya

di muka umum. Jika ketahuan memakai hijab di muka umum, polisi diperintahkan

untuk memenjarakan mereka jika tidak ingin hijab mereka dilepas. Alih-alih

memerdekakan perempuan, peraturan ini justru membuat mereka kehilangan

kebebasan dalam menentukan pilihan untuk merepresentasikan dirinya di depan

Universitas Indonesia  

Page 56: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

publik. Dan seperti yang sudah diketahui, hal yang sama terjadi ketika revolusi

berlangsung dan pada tahun 1983 ketika hukum penggunaan hijab sudah

diberlakukan, perempuan Iran diwajibkan memakai hijab jika berada di ruang

publik. Dua peraturan opresif yang berbeda ini rupanya tidak berbeda mengingat

mereka sama-sama menggunakan perempuan sebagai alat politik kebijakan

pemerintah yang disaat bersamaan mengungkung kebebasan perempuan sendiri.

3.2.2. Jiwa Pemberontak dan Sikap Pengerahan Potensi Diri

Tokoh Marjane, yang juga berperan sebagai narator, digambarkan

menyorot konflik batin yang dialaminya. Ada perjuangan konkrit dari dalam

dirinya dengan pemberontakan perempuan yang ia munculkan dari pemikiran dan

diskusi Marjane dengan ibu dan neneknya yang sejalan dengan pemikirannya.

Tetapi peristiwa ini merupakan adat dan tradisi yang harus dilakukannya jika tidak

ingin tersisih dari lingkungan masyarakat, dan baik Marjane maupun keluarganya

tidak mampu menolak tradisi ini. Sikap dan pandangan tokoh Marjane yang

berontak terhadap penggunaan hijab merupakan penolakannya terhadap tradisi.

Marjane adalah wakil generasi baru yang berubah, ia menganggap hijab sebagai

bentuk pengungkungan perempuan.

Setelah kejatuhan Shah di tahun 1979 dan pemerintah Republik Islam

berkuasa, semua perempuan baik remaja maupun perempuan dewasa, diwajibkan

untuk menggunakan hijab ketika berada di ruang publik. Marjane, di usia

remajanya, sudah mengoleksi berbagai merchandise musik-musik metal dan punk,

membuatnya menjadi pemberontak yang tiada hentinya menantang norma-norma

aturan pemerintahnya. Seperti yang ditunjukkan ketika Marjane mendapat banyak

masalah karena mencoba berpakaian menurut gayanya sendiri, dengan jaket dan

jeans, membuatnya dimarahi oleh gurunya karena ia mencoba mengekspresikan

dirinya dengan cara lain yang tidak bisa dilakukannya. Jiwa pemberontak Marjane

sudah terlihat sejak kecil. Rasa ingin tahunya yang besar pada segala hal sering

membawanya pada banyak masalah. Seperti ketika ia membeli barang ‘gelap’

berupa album grup rock Iron Miden di sudut trotoar pinggir jalan Teheran.

Marjane berani mengambil resiko dengan membeli barang tersebut, yang pada

Universitas Indonesia  

Page 57: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

akhirnya membawa masalah ketika ia dimarahi dua orang wanita bercadar dan

berjubah hitam yang memergoki Marjane membeli barang ‘haram’.

Gambar 3.5: Adegan Film Persepolis, 28:32

Keadaan berlainan ketika Marjane yang berusia 13 tahun harus pindah ke

Austria. Karena lingkungan di Teheran yang menurut orangtuanya dapat

membahayakan Marjane, dan karena tindakan cerobohnya yang memberontak

gurunya sendiri saat pelajaran berlangsung, ia kemudian ‘diasingkan’ keluar

negeri. Di Wina, pada awalnya ia tinggal dengan kenalan ibunya, seorang

biarawati. Hingga tahun 1986, Marjane cepat beradaptasi dengan teman-teman

barunya. Lingkungan baru yang sangat berbeda dengan di Teheran membuat

perubahan pola dan tingkah laku Marjane. Secara fisik, ia tidak lagi terlihat

sebagai perempuan Iran, tetapi sebagai perempuan Eropa. Suatu ketika ia

berpakaian a la punk ketika bergaul dengan teman-teman nonchalance-nya, atau

bergaya hidup gembel ketika ia bergaul dengan rekan-rekan barunya yang

merupakan segerombolan hippie.

Gambar 3.6: Adegan Film Persepolis, 51:28

Ketika akhirnya ia kembali ke Iran, Marjane tidak melupakan ‘aturan

main’ di negaranya yang tetap mewajibkan pemakaian hijab bagi para wanitanya.

Gambar dari memoir Marjane ini memperlihatkan dua sisi wanita di Iran. Sisi

publik dan privat mereka berlawanan secara dikotomis. Topeng yang dikenakan

untuk publik adalah topeng perempuan muslim dengan pakaian muslim yang

menutup seluruh tubuh, sedangkan kepribadian asli muncul di pesta-pesta tertutup

Universitas Indonesia  

Page 58: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

dengan pakaian a la wanita Barat pada umumnya. Guna mencegah pelanggaran

moral, yang salah satunya adalah berpesta, pasukan penjaga moral Islam pun

mengerahkan banyak personil untuk berpatroli mencari para warga yang diam-

diam sedang mengadakan pesta semalam suntuk di rumahnya.

Ketika Marjane pulang dan berkuliah di Teheran, sifat pemberontak

Marjane tidak hilang, justru semakin bertambah. Ia sempat mengajukan protes

atas indoktrinasi yang dilakukan oleh para mullah. Yaitu aturan yang

menghendaki semua perempuan Iran untuk menggunakan pakaian yang lebih

panjang, tidak memakai kosmetik, dan menggunakan penutup kepala sehingga

tidak ada sehelai rambut pun yang terlihat. Marjane mempertanyakan hal tersebut,

“Since these trousers are the fashion right now, is religion defending our integrity

or is it opposed to fashion? You critizise us, yet our brothers here have different

hair and clothes. Why, as a woman, should their tight clothes have no effect on me

while a shorter headscarf arouses them?” (1:19:20). Karena kritikan pedasnya

yang mempertanyakan kebebasannya sebagai perempuan dibatasi oleh pihak

otoritas dan perlakuan berbeda antara perempuan dan laki-laki tersebut, Marjane

mendapat masalah dengan Komite Islam yang bertugas menjaga kesusilaan para

mahasiswa.

Gambar 3.7: Adegan Film Persepolis, 1:17:05 dan 1:19:20

Ketidakadilan yang dilihat oleh Marjane semakin tidak masuk akal ketika

ia dan rekan-rekannya sesama mahasiswi seni rupa berada di studio untuk melukis

sebuah objek manusia. Namun yang menjadi objek lukisan adalah seorang model

perempuan yang berpakaian rapat tertutup dari kepala hingga kaki. Menurut

Marjane apa yang ia dan rekan-rekannya kerjakan menjadi sangat bodoh, karena

tidak sejalan dengan mata kuliah yang mereka pelajari, kelas anatomi yang

seharusnya memperhatikan semua angle dari objek yang mereka lukis, malah

membuat lukisannya seperti tenda yang dipergunakan untuk berkemah. Suatu hari

Marjane terlambat menghadiri kelas karena kesiangan. Ketika ia berlari mengejar

Universitas Indonesia  

Page 59: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

bus, dua prajurit revolusi penjaga moral menegur Marjane supaya ia tidak berlari-

lari karena ketika bergerak bagian belakang Marjane dapat menimbulkan perasaan

cabul bagi yang melihatnya. Dengan kesal Marjane berteriak kepada dua prajurit

itu supaya dengan demikian tidak melihat bokongnya.

Sebagai sutradara, Satrapi memang banyak menyelipkan unsur komedi

dalam Persepolis. Dibandingkan film drama yang monoton dan serius, komedi

dalam Persepolis dipakai supaya pesan yang ingin Satrapi ungkapkan

tersampaikan dengan lebih mudah baik melalui dialog-dialog satir yang miris

namun menggelitik, hingga tingkah polah tokoh Marjane yang muncul dalam

adegan yang dapat mengundang tawa, khususnya ketika ia menceritakan

pengalaman-pengalaman masa remajanya di Teheran. Penonton pun boleh tertawa

dengan kegilaan yang Marjane hadapi seperti yang dikisahkan dalam film, namun

ketika seorang perempuan seperti Marjane berada dalam lingkungan tersebut

(masyarakat Iran) selama bertahun-tahun, tertawa pun telah menjadi kegetiran

dalam hidup. Pengalaman yang dikisahkan oleh Marjane seolah menunjukkan

bahwa masyarakat di sana pun telah dipaksa untuk berjiwa hipokrit. Seseorang

yang seharusnya lahir dan tumbuh dengan normal justru berkembang dalam

sistem yang menghalangi dirinya untuk mengenal kepribadiannya sendiri. Karena

apa yang tertanam di kepalanya adalah materi hafalan dari hasil indoktrinasi

pemerintah Republik Islam atas segala yang dinamakan penjagaan moral dan

kesusilaan masyarakat yang Islami.

Menurut Marjane, masyarakat seperti inilah yang dapat menghancurkan

integritas seseorang. Seseorang tidak lagi dapat menyuarakan pendapatnya, tidak

lagi dapat mengekspresikan dirinya. Pada dasarnya perilaku mereka berbeda

antara ranah publik dan privat. Dalam domain publik, perilaku yang muncul

sesuai dengan slogan-slogan fundamentalis. Namun tidak ada kesamaan dengan

apa yang sebenarnya dipikirkan dan diinginkan. Perilaku mereka di ruang publik

tidak sesuai dengan kepribadian mereka sesungguhnya, sehingga muncul jiwa

munafik yang terkesan dipaksakan, karena tidak memiliki pilihan lain.

Sebagai perempuan yang selalu ditanamkan oleh orangtuanya untuk hidup

berprinsip dan berbudaya, Marjane menyadari bahwa kecenderungan

berkepribadian bipolar seperti ini jika dipertahankan terus menerus dapat

Universitas Indonesia  

Page 60: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

membuat jiwanya terganggu. Karena itu, ia pergi dari Iran untuk mempertahankan

kewarasannya. Ia juga memperhatikan bahwa dalam masyarakat seperti itu,

perilaku perempuan tidak lagi bersifat normal. Ia menyaksikan teman-teman

perempuannya banyak yang menjalani dua hidup yang berbeda setiap harinya.

Boleh saja ketika siang mereka bersekolah dan menutupi tubuh mereka dengan

pakaian serba hitam dan panjang, namun ketika malam tiba mereka berpesta dan

mengganti hijabnya dengan pakaian perempuan-perempuan Barat pada umumnya.

Namun Marjane mengerti bahwa semua itu merupakan salah satu bentuk

resistensi emosional terhadap realitas yang terjadi di masyarakat kala itu.

Apa yang telah dilakukan Marjane memperlihatkan bahwa ketika ia

menuruti segala sesuatu yang bukan dari kehendaknya sendiri, Marjane

sepenuhnya gagal. Ia tumbuh bukan sebagai dirinya sendiri, prinsip hidupnya

kacau di tengah perlawanannya terhadap kehendak otoritas. Marjane merasa

dengan terus hidup seperti ini, bukan tidak mungkin ia menjadi budak kultur

patriarki yang terlanjur menyelubungi masyarakat di tanah airnya sendiri. Maka,

Marjane memutuskan untuk keluar dari Iran dan memilih untuk melanjutkan

hidupnya di Prancis. Bukan semata karena kemuakkannya terhadap hukum yang

tidak memihak kepadanya, namun juga karena kemampuan, talenta dan potensi

dirinya yang tertahankan dan tidak mampu ia manfaatkan semaksimal mungkin.

Qasim Amin mengatakan bahwa perempuan yang dilarang untuk mendidik

dirinya sendiri dan terjebak pada tugas-tugas domestik, atau perempuan yang

dibatasi untuk mengejar pendidikan, sesungguhnya adalah budak. Ini disebabkan

karena naluri alamiahnya dan talenta yang diberikan Tuhan kepadanya telah

tersubordinasi dengan jelas oleh kondisinya sendiri, yakni kondisi yang serupa

dengan moral perbudakan. Ia yang sepenuhnya terkungkung dan terselubung

(pada lengan, kaki, dan tubuhnya) yang membuatnya tidak leluasa bergerak,

berjalan, bernafas, melihat, dan berbicara, dapat digolongkan sebagai budak.23

                                                            23 Diakses pada www.nmhschool.org/tthornton/mehistorydatabase/qasim_amin.htm , pada tanggal 19 Juni 2009 pukul 20 :13, Qasim Amin, Al-Marat al Jadidah (Cairo, 1900), Translated by Ted Thornton, NMH Middle East Resource Center. pp. 30-34.

Universitas Indonesia  

Page 61: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

3.2.3 Pandangan Hidup dan Posisi Tokoh Perempuan

Lewat perspektif Marjane, peristiwa dan tokoh-tokoh digambarkan. Kisah

hidup dan keberanian Marjane diceritakan dari sudut pandang Marjane. Maka

kisah yang ditampilkan kepada penonton sesuai dengan pemahaman dan

penafsiran Marjane tentang apa yang ditemuinya. Dengan posisi seperti ini tidak

mungkin menghindari penilaian subjektif Marjane sebagai tokoh yang ikut terlibat

dalam cerita. Apalagi penonton tidak mendapatkan gambaran lebih jauh tentang

tokoh-tokoh lainnya.

Cerita Marjane dalam Persepolis lebih banyak didominasi oleh perjuangan

hidup dan penunjukkan potensi diri Marjane dari seorang gadis kecil menuju

seorang perempuan dewasa. Ia memainkan tokoh utama bukan sebagai objek

penderita laki-laki. Posisi Marjane sebagai narator membuatnya memiliki

kekuasaan membangun citra perempuan dan membentuk cerita tentang laki-laki

dan perempuan.

Tokoh Marjane sebagai tokoh utama dan peran keluarga yang selalu

mendukung keberaniannya, digambarkan sebagai karakter-karakter yang terjepit

budaya tradisi dan modernisasi. Untuk menggambarkan benturan budaya,

sutradara menyorot sistem, struktur dan kondisi budaya tertentu yang membentuk

pola-pola pikir dan perilaku seseorang. Sutradara menggambarkan Marjane pada

posisi terjerat tradisi dan tanpa disadari terseret dalam sikap memarjinalkan

perempuan. Namun begitu Marjane kembali bersikap rasional, ia tidak lagi

terjebak dalam masa transisi antara tradisi dan modernisasi. Sutradara

memunculkan gugatan Marjane dalam perjuangan perempuan yang menghendaki

perubahan. Hal ini bisa diamati dari caranya menggambarkan latar belakang serta

alasan yang dikemukakan tokoh perempuan.

Sebagian besar fokus film Persepolis terpusat pada perjuangan Marjane

untuk menegaskan identitas dirinya. Marjane dibesarkan di lingkungan keluarga

yang menyikapi dengan keras sikap opresi penguasa terhadap perempuan.

Keluarga Marjane memaklumi bahwa satu-satunya cara bagi Marjane untuk

mengembangkan dirinya secara penuh sebagai satu individu adalah memutuskan

baginya untuk keluar dari Iran demi penemuan identitas sejatinya. Perjalanan

Marjane kemudian membawanya untuk menerima dari mana dia berasal dan

Universitas Indonesia  

Page 62: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

untuk mengetahui siapa dia sebenarnya. Perjuangan yang Marjane hadapi dalam

film ini merepresentasikan perjuangan perempuan Iran yang menahan terlalu lama

untuk bebas menentukan dan mengembangkan potensi yang ada pada dirinya

sendiri.

Ketika menjadi seorang imigran, Marjane dihadapkan pada sifat alamiah

yang tidak dapat dipisahkan ketika ia berada di luar Iran. Suatu waktu ia bisa

bergantung dengan negara dimana ia tinggal, sementara ia juga dapat berkoneksi

dengan kampung halamannya. Bagi Marjane, sepeninggalnya dari Iran, Austria

adalah negerinya untuk sementara. Rasa nasionalisme Marjane pun sempat

dipertanyakan di salah satu adegan dalam film. Satu adegan yang memperlihatkan

konflik batin Marjane tentang identitas kebangsaannya adalah ketika suatu malam

ia berada di sebuah pesta di Wina bersama teman-teman sekolahnya, ia berbohong

kepada temannya dengan mengatakan bahwa ia orang Prancis dan mengaku

bahwa namanya adalah Marie-Jean laiknya nama perempuan Prancis.

Sepulangnya dari pesta, ia menemui bayangan neneknya di pinggir jalan raya dan

‘berbincang’ dengannya. Neneknya mempertanyakan dimana rasa nasionalis

Marjane sehingga bisa melupakan asal-usulnya. Marjane pun menebus pesimistik

nasionalismenya ketika di suatu adegan dimana teman-teman asingnya bergosip

karena mengetahui Marjane berbohong tentang nasionalismenya, Marjane

membentak mereka, “That’s right I’m Iranian! And I’m proud of it!.”(53:33)

Ketika Marjane menikah, ia sempat kesulitan dalam membina hubungan

keluarga. Lelaki yang selama ini ia cintai ternyata tidak seperti yang dikenalinya

selama ini. Suaminya pemalas dan pengangguran. Di dalam film ia digambarkan

sebagai laki-laki yang tidak jelas. Marjane menanggapi laki-laki seperti itu

sebagai makhluk yang mempunyai kebutuhan primitif karena suaminya

menikahinya atas desakan nafsu birahinya saja. Maka Marjane menggugat cerai

suaminya. Ibu Marjane sedari awal sudah berkeberatan dengan keputusan anaknya

yang ingin menikah dini. Ia menginginkan anaknya independen, berpendidikan,

dan berbudaya, bukan menikah di usia ke-21. Dialog antara Marjane dengan

ibunya memberikan informasi bahwa masyarakat Iran tidak mempermasalahkan

remaja menikah di usia dini, sementara ibu Marjane tidak ingin anaknya tumbuh

seperti gadis Iran kebanyakan yang memutuskan menikah muda. Keputusan

Universitas Indonesia  

Page 63: BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN DAN … BAB II . SEJARAH PERKEMBANGAN PERFILMAN IRAN . DAN FILM IRAN BERPERSPEKTIF PEREMPUAN . 2.1 Perfilman Iran Prarevolusi . Jalan panjang

 

Universitas Indonesia  

Marjane untuk menikah adalah contoh nyata bagi perempuan Iran yang terpaksa

untuk membuat keputusan yang tidak praktis, hanya supaya ia diberikan sedikit

lagi kebebasan.

Pandangan hidup ibu Marjane yang tidak ingin anaknya bersikap pasif

karena mengikuti tradisi dan hukum pemerintahan Islam membuatnya menyuruh

Marjane untuk keluar dari Iran dan mendapatkan emansipasi. Kondisi sosial

politik di Iran menunjukkan ketidakpedulian masyarakat pada masalah

perempuan. Ibu Marjane menginginkan anaknya menjadi perempuan sejati, a real

woman.

A real woman, selain berarti perempuan sesungguhnya atau perempuan

nyata, kata ini bisa bermakna perempuan sejati atau benar-benar perempuan yang

digambarkan sebagai sosok yang berani, yang patut dihargai dan dihormati karena

apa yang telah diperbuatnya. Bukan perempuan sejati dalam perspektif patriarki,

yaitu perempuan yang lembut, tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai yang

dibangun budaya patriarki: setia, patuh, mengabdi pada keluarga, dan tetap berada

di arena domestik. Citra ini membentuk perempuan yang tidak rasional, rapuh,

tidak mandiri, dan mudah terpengaruh. Citra seperti inilah yang lebih diinginkan.

Sedangkan pandangan hidup tokoh-tokoh perempuan di Persepolis

merepresentasikan kelompok perempuan yang menolak dan berontak terhadap

dominasi laki-laki yang mentradisi dan melalui Marjane, pemberontakan

perempuan terproyeksikan.

Marjane adalah satu dari sekian banyak perempuan muda Iran yang ingin

dibebaskan dari keterkungkungan, yang membutuhkan potensinya untuk

dikembangkan sebagai satu individu, yang tidak ingin direnggut kebebasannya

oleh penguasa. Marjane memang mendapatkan apa yang ia inginkan, namun

secara nyata ia tidak melupakan apa yang sesungguhnya terjadi di tanah airnya

sendiri.