Upload
duongthuan
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
16
BAB II
SEJARAH BERDIRINYA BANK RAKYAT INDONESIA
BAB II SEJARAH BANK RAKYAT INDONESIA
A. Latar Belakang Berdirinya BRI
Lembaga perbankan yang menjadi cikal bakal BRI dirintis oleh seorang
Patih di Wilayah Kabupaten Banyumas yang bernama Raden Bei Aria
Wirjaatmadja pada Tahun 1894. Pada Tanggal 16 Desember 1895, Raden Bei
Aria Wirjaatmadja mendirikan sebuah Badan Usaha bernama “de
Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren”
yang bertujuan memberi bantuan pinjaman kepada para pegawai pemerintah dan
rakyat kecil. Pemerintah menetapkan tanggal tersebut sebagai tanggal berdirinya
BRI.1 Kondisi bangunan BRI pada awal berdirinya dapat dilihat pada Gambar 1.
Pendirian Badan Usaha de Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der
Inlandsche Bestuurs Ambtenaren oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja
dilatarbelakangi oleh kondisi perekonomian masyarakat Banyumas pada waktu
itu. Keadaan perekonomian warga yang rata-rata bermata pencaharian sebagai
petani mendapat perhatian dari Sang Patih. Pada masa itu, banyak pegawai
pemerintah dan petani yang terlibat pinjam meminjam dengan para renternir.
Tingginya bunga pinjaman yang diberikan oleh renternir, membuat masyarakat
menjadi terlilit hutang yang semakin banyak.2
1 Bank Rakyat Indonesia (BRI), Seratus Tahun Bank Rakyat Indonesia
1895 - 1995, (Jakarta: Humas PT BRI (Persero), 1995)., hlm. 1.2 Pandu Suharto., Sejarah Pendirian Bank Perkreditan Rakyat, (Jakarta:
Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, 1988), hlm. 29.
17
Gambar 1 Replika bangunan BRI di Purwokerto tahun 1895.
(Sumber : Museum BRI Purwokerto)
Rakyat Indonesia terutama yang tinggal di pedesaan selalu mendapat
kesulitan dalam hal keuangan dan tidak terdapat lembaga dimana mereka dapat
mendapatkan pinjaman dengan bunga yang rendah. Keadaan tersebut didasari
oleh kondisi yang serba terbatas dan tingkat pendidikan serta pengetahuan mereka
yang sangat kurang. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para pelepas uang dari
berbagai bangsa untuk mengadakan pemerasan terhadap orang-orang yang
memerlukan pinjaman.3
Menurut Van Deventer dengan makin melaratnya orang-orang Indonesia,
terutama petaninya, maka dimana-mana di pulau Jawa dan Madura kebutuhan
3 Ibid., hlm. 19.
18
kredit mereka akan meningkat, untuk memperoleh kredit tersebut pada waktu itu
hanyalah ada kredit dari para pelepas uang yaitu renternir dan pangijon dengan
bunga antara 10% dan 20% setahun. Apabila sekali mereka terjerumus dalam
jeratan pelepas uang makin lama akan terbenam makin dalam4
Keprihatinan Raden Patih semakin besar ketika menghadiri undangan pesta
sunatan seorang anak guru. Sebagaimana lazimnya sebuah pesta, acara ini
dimeriahkan dengan pertunjukkan wayang kulit yang memerlukan biaya cukup
banyak. Untuk membiayai keperluan pestanya ini, sang guru terpaksa meminjam
uang kepada seorang pelepas uang dengan bunga relatif tinggi. Setelah selesai
pesta, Raden Patih bertanya kepada Sang Guru perihal pinjaman tersebut. Raden
Patih akhirnya menawarkan pinjaman uang kepada sang guru dengan bunga lebih
rendah untuk melunasi hutangnya kepada pelepas uang.5
Berdasarkan pengalaman tersebut, akhirnya Raden Patih melakukan
penyelidikan terkait dengan hutang pegawai pemerintah kepada pelepas uang.
Para pelepas uang pada waktu itu kebanyakan adalah pedagang Arab dan China.
Hasil penyelidikan Raden Patih menunjukkan bahwa seluruh hutang para pegawai
pada waktu itu mencapai f 30.000,-. Melihat fenomena itu, Raden Patih memiliki
gagasan untuk membuat badan usaha yang bergerak di bidang simpan pinjam.
Badan usaha tersebut nantinya diharapkan dapat memberikan pinjaman kepada
pegawai pemerintah dan petani dengan bunga rendah.6
4 Marjanto Danusaputro, et.all., Monetasi Pedesaan; Bunga Rampai
Keuangan Pedesaan II, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1997,) hlm. 16.5 Bank Rakyat Indonesia., op.cit., hlm. 5.6 Pandu Suharto., 100 Tahun BPR di Indonesia, (Jakarta: Info Bank,
1996), hlm. 12.
19
Untuk mewujudkan gagasannya tersebut, Raden Patih mendapat kendala
dalam mengumpulkan modal. Beliau tidak memiliki uang yang cukup untuk
dijadikan sebagai modal karena gaji beliau sebagai pegawai pemerintah juga
terbatas. Akhirnya atas persetujuan atasan, beliau dapat menggunakan kas masjid
sebagai modal awal badan usahanya. Raden Patih kebetulan sebagai bendahara di
kepengurusan masjid tersebut. Pada waktu itu, beliau mendapatkan modal awal
dari kas masjid sebesar f 4000,-.7
Penggunaan kas masjid untuk keperluan pinjam meminjam sebenarnya
menyalahi aturan yang ditetapkan pada saat itu. Kas masjid seharusnya hanya
dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan keagamaan saja. Oleh karena itu,
aktivitas simpan pinjam yang dilakukan oleh Raden Patih terbatas diberikan
kepada pegawai pemerintah saja. Pelaksanaannya pun pada awalnya dilakukan
secara diam-diam agar tidak diketahui oleh Pemerintah Hindia Belanda. Hal ini
tentu saja sangat membatasi perkembangan dari kegiatan yang dilakukan oleh
Raden Patih.8
Usaha pemberian kredit yang dilakukan oleh Raden Patih pada akhirnya
semakin meluas. Kredit yang semula hanya diberikan kepada pegawai pemerintah
juga diberikan kepada rakyat biasa. Masyarakat umum seperti petani, pedagang
dan tenaga bangunan juga mulai memanfaatkan fasilitas pinjaman yang dikelola
oleh Raden Patih. Sistem peminjaman dengan bunga yang relatif kecil dan jangka
waktu pengembalian yang lama membuat masyarakat sangat merasa terbantu.
7 Ibid., hlm. 13.8 Bank Rakyat Indonesia., op.cit., hlm. 6.
20
Sedemikian sehingga, usaha yang dilakukan Raden Patih pun semakin
berkembang dengan cepat.
Aktivitas penggunaan kas masjid untuk dana pinjaman masyarakat tersebut
akhirnya terdengar juga oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada Tanggal 22 April
1894 Pemerintah Hindia Belanda menegaskan kembali bahwa dana masjid hanya
boleh digunakan untuk keperluan keagamaan. Pemerintah Hindia Belanda
menuntut Raden Patih untuk mengembalikan dana kas masjid sebesar f 4000,-.
Hal tersebut memberatkan Raden Patih karena pada saat itu dana kas masjid
masih berada di tangan para nasabah. Pengembalian dana kas masjid dalam waktu
dekat tentu saja merupakan masalah yang cukup serius yang dihadapi oleh Raden
Patih.9
Permasalahan yang dihadapi Raden Patih mendapatkan simpati dari
masyarakat Purwokerto termasuk orang-orang Eropa. Beberapa orang Eropa dan
warga pribumi yang mampu akhirnya melakukan penggalangan dana untuk
membantu Raden Patih. Dana yang terkumpul akhirnya dapat digunakan untuk
mengembalikan dana kas masjid. Beberapa sisanya digunakan sebagai modal awal
pendirian Badan Usaha oleh Raden Patih.
Pada tanggal 16 Desember 1895 Pemerintah Hindia Belanda menyetujui
berdirinya Badan Usaha yang bernama de Poerwokertosche Hulp en Spaarbank
der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau lebih dikenal dengan nama Bank
Priyayi. Badan Usaha tersebut bertujuan memberikan bantuan pinjaman kepada
para pegawai pemerintah dan rakyat kecil. Oleh pemerintah pada saat ini, tanggal
9 Pandu Suharto., Sejarah Pendirian Bank Perkreditan Rakyat, (Jakarta:
Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, 1988), hlm. 29.
21
pendirian Bank Priyayi ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Bank Rakyat
Indonesia.10
B. Perkembangan BRI
Bank Rakyat Indonesia (BRI) memiliki sejarah yang sangat panjang dan
berliku dari mulai awal berdirinya sampai massa orde lama. BRI termasuk salah
satu bank yang menjadi saksi perubahan bangsa Indonesia dari masa ke masa.
Dinamika BRI senantiasa mengiringi pergantian pemerintahan dari jaman kolonial
Belanda, masa pendudukan Jepang, jaman orde lama ataupun orde baru. Dari awal
berdirinya, BRI sudah beberapa kali mengalami pergantian nama dan fungsi
menyesuaikan dengan kebijakan pemerintahan pada waktu itu.
1. Bank Priyayi
Sesuai dengan namanya, Bank Priyayi didirikan sebagai bank penolong dan
tabungan bagi priyayi dan pegawai Pemerintah Hindia Belanda yang
berkebangsaan Indonesia atau pribumi. Pada awalnya, bank ini dikelola langsung
oleh Raden Patih Aria Wirjaatmadja yang dibantu oleh 10-20 orang asisten.
Perkembangan Bank Priyayi akhirnya mendapatkan perhatian dari Pemerintah
Hindia Belanda. Untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan pelayanan,
Pemerintah Hindia Belanda akhirnya ikut membantu mengelola Bank Priyayi.
Bank Priyayi semakin menunjukkan perkembangan yang signifikan setelah
Asisten Residen Banyumas E.Siebburg digantikan oleh W.P.D Wolff van
10Bank Rakyat Indonesia (BRI)., op. cit., hlm. 6-7.
22
Westerrode pada Tahun 1897. De Wolff melakukan penataan sistem organisasi
Bank Priyayi dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut ini. 11
a. Mengusahakan agar Bank Priyayi mempunyai badan hukum.
b. Usaha menjamin soliditas dari bank untuk pelaksanaan pengurusan dan
pembukuan yang jelas.
c. Mengatasi kekurangan modal kerja dengan membuka keanggotaan untuk
pegawai pemerintah (ambtenaren) pribumi, orang eropa dan orang lain
yang berminat.
d. Memperluas bidang pekerjaan dengan tidak hanya memberi pinjaman
kepada pegawai pemerintah pribumi saja tetapi juga masyarakat
Purwokerto yang membutuhkan, kecuali orang timur asing (China dan
Arab).
e. Memperluas usaha menjadi bank tabungan dan lembaga kredit pertanian
Purwokerto.
Atas usaha-usaha nya tersebut, Pemeritah Hindia Belanda mengangkat de Wolff
sebagai presiden Bank Priyayi.
Pada Bulan Mei 1897 de Wolff mengusulkan kepada Residen van
Banjoemas agar Bank Priyayi segera memiliki Badan Hukum. Menanggapi usulan
dari de Wolff, Residen van Banjoemas L.C.A.F Lange mengajukan Badan Hukum
Bank Priyayi kepada Departement van Justitie. Akhirnya pada Bulan Agustus
1897, Bank Priyayi resmi disahkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank
11Elin Nurmi Murahhati. Bank Rakyat Indonesia Tahun 1895 – 1951,
Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS: Tidak Dipublikasikan, 1996), hlm.28.
23
yang berbadan hukum dengan nama Poerwokertosche Hulp Spaar en
Landsouwcredietbank. Bank ini adalah bank berbadan hukum pertama di
Indonesia yang disahkan oleh Pemerintah Hindia Belanda.12
Kepengurusan Poerwokertosche Hulp Spaar en Landsouwcredietbank di
bawah pengawasan 2 orang komisaris yang bertempat tinggal di Purwokerto.
Pengurus terdiri dari seorang presiden, seorang wakil presiden, seorang bendahara
dan seorang bendahara pengganti. Ketua, dan bendahara pengganti harus berasal
dari orang Eropa, sedangkan wakil ketua dan bendahara berasa dari orang
Indonesia. Pengurus dan anggora komisaris dipilih untuk masa jabatan 1 tahun
pada Bulan Januari. Pengurus dapat dipilih kembali untuk masa jabatan
berikutnya. Susunan kepengurusan bank pada awal berdiri adalah sebagai berikut
ini.13
President (Ketua) : W.P.D Wolff van Westerrode
Wakil President : Raden Atmosoebroto
Sekretaris : A.L.Schift
Bendahara : Raden Aria Wiraadmadja
Bendahara Pengganti : E.Q Abels
Komisaris : C.J.N. Byvanch
M.C. Brandes
12Besluit Netherlandch Indie, 17 April 1897, Koleksi Museum BRI,
Purwokerto.13Pandu Suharto., op. cit., hlm. 39.
24
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Bank juga dimuat tujuan bank
sebagai berikut ini.14
a. Memberi bantuan pinjaman kepada kepala dan pegawai bumiputera dan
juga penduduk Kabupaten Banyumas dari golongan pribumi dan Eropa
yang memerlukannya dengan bunga yang cukup wajar agar mereka tidak
jatuh ke tangan pelepas uang atau renternir.
b. Kepada mereka yang tersebut di butir a diberi kesempatan untuk
menabung dengan kepastian dan bunga yang pantas sehingga bank juga
bertugas untuk merangsang penabungan.
c. Kepada kumpulan petani-petani bumiputera di Kapubaten Banyumas bank
memberikan kredit pertanian yang murah apabila mereka memerlukan.
Keanggotaan Bank Priyayi terdiri dari kepala dan pegawai pemerintah dari
pribumi dan bangsa eropa serta masyarakat yang berminat. Pegawai pemerintah
diwajibkan membayar iuran sesuai dengan gajinya. Anggota yang berasal dari
masyarakat biasa diwajibkan membayar iuran pokok sebasar f 50,-. Setiap
anggota Poerwokertosche Hulp Spaar en Landsouwcredietbank harus tunduk
kepada aturan yang berlaku di bank. Pada tahun 1898 Poerwokertosche Hulp
Spaar en Landsouwcredietbank lebih dikenal oleh masyarakat Banyumas sebagai
Bank Rakyat. Bank ini lebih banyak beranggotakan para petani, tukang ataupun
pedagang kecil.15
2. Bank Rakyat
14Elin Nurmi Murahhati., op. cit., hlm. 30.15 Ibid., hlm. 31.
25
Poerwokertosche Hulp Spaar en Landsouwcredietbank benar-benar dapat
membantu perekonomian masyarakat Purwokerto dan sekitarnya. Keberhasilan
tersebut membuat Poerwokertosche Hulp Spaar en Landsouwcredietbank
dijadikan percontohan bagi daerah-daerah lain di luar Kabupaten Banyumas.
Bank-bank kredit rakyat yang didirikan setelah pendirian Bank Priyayi tersebut
dikenal dengan istilah Volkscredietwezen atau Bank Rakyat. Berikut ini adalah
bank-bank lain yang didirikan setelah melihat keberhasilan Poerwokertosche Hulp
Spaar en Landsouwcredietbank.16
a. Landbouwcredietbank didirikan di Garut pada Tahun 1898
b. Bank Rakyat didirikan di Purworejo pada Tahun 1899
c. Bank Rakyat didirikan di Banjarnegara, Banyuwangi, Purbalingga,
Tulungagung, Probolinggo dan Sumedanga pada Tahun 1901
d. Bank Rakyat di Batang, Tuban, Wonorejo, Madiun, Trenggalek pada
Tahun 1903.
Modal Bank Rakyat berasal dari penghimpunan dana nasabahnya berupa
tabungan dan deposito. Tabungan adalah simpanan dari nasabah yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu. Syarat yang
ditetapkan antara lain nasabah telah menyimpan sekurang-kurangnya f 50,- atau
lebih. Deposito adalah simpanan dari nasabah yang penarikannya hanya dapat
16Regeering Almanak, h.178-179, 1906, Koleksi Arsip Nasional Republik
Indonesia, Jakarta.
26
dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai perjanjian. Deposan hanya dapat
menarik uangnya pada waktu yang telah disepakati dengan pihak bank.17
Modal usaha Bank Rakyat dihimpun dari penduduk dengan cara
menggalakkan semangat menabung. Dalam hal ini Pemerintah sangat berperan
aktif yaitu pemerintah akan memberikan pinjaman kepada bank dengan syarat
bank memberikan pinjamannya kepada orang yang menabung di Bank. Berdasar
hal tersebut maka Bank Rakyat mengenakan tabungan wajib kepada para
peminjam. Berikut adalah gambaran permodalan Bank Rakyat pada awal berdiri
yang tercantum pada Tabel 1.
17Elin Nurmi Murahhati., op. cit., hlm. 36.
27
Tabel 1 Modal Usaha Bank-Bank Rakyat Tahun 1904-1913
Tahun BukuJumlah
Bank
Deposito
Dan Giro
Fihak
Swasta
Deposito
Pemerintah
Iuran
Wajib
Dan
Berkala
Tabungan Jumlah
1904/1905
1905/1906
1906/1907
1907/1908
1908/1909
1909/1910
1910/1911
1911/1912
1912/1913
25
29
34
48
47
-
70
71
71
f. 451.000
f. 870.000
f. 1.263.000
f. 2.103.000
f. 2.653.000
-
f. 5.198.000
f. 6.340.000
f. 8.169.000
f. 139.000
f. 285.000
f. 578.000
f. 1.131.000
f. 1.118.000
-
f. 1.644.000
f. 1.481.000
f. 17.000
f.75.000
f. 88.000
f. 59.000
f. 345.000
f. 430.000
-
f. 703.000
f. 667.000
f. 571.000
f. 66.000
f. 75.000
f. 155.000
f. 248.000
f. 309.000
-
f. 406.000
f. 567.000
f. 602.000
f. 731.000
f. 1.318.000
f. 2.155.000
f. 3.827.000
f. 4.510.000
-
f. 7.971.000
f. 9.055.000
f. 9.359.000
Sumber : Het Vokscredietwezen Nederlandsche Indie, 1934, Koleksi Museum
BRI Purwokerto
Dalam tabel 1 dapat diketahui bahwa pada awal perkembangannya bank-
bank mengalami peningkatan yang cukup pesat. Dapat dilihat bahwa jumlah bank
mengalami peningkatan secara signifikan yaitu dari tahun 1904/1905 sampai
1912/1913 yang semula 25 bank menjadi 71 bank. Jumlah simpanan bank dari
tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Simpanan atau deposito tersebut
berasal dari masyarakat, pihak swasta dan dari pemerintah. Peningkatan jumlah
bank dan tabungan tersebut tidak lepas dari peran penting pemerintah yaitu
28
himbauan untuk menggalakkan semangat menabung. Pemerintah akan
memberikan bantuan kepada bank-bank yang memberikan pinjaman kepada
orang-orang yang menabung di bank. Dari tahun ke tahun deposito pemerintah
juga mengalami peningkatan kecuali pada tahun 1912/1913 terlihat penurunan
dikarenakan pemerintah akan menarik kembali subsidi tersebut karena subsidi
pemerintah dianggap cukup.
Perkembangan Bank Rakyat yang semakin pesat, tidak dibarengi dengan
sistem pengawasan yang baik dari pemerintah pusat. Hal ini membuat
pertumbuhan bank-bank tersebut menjadi tidak sehat. Pada tahun 1933 banyak
bank rakyat yang mulai goyah. Kegagalan usaha membuat para nasabah banyak
menunggak pembayaran cicilan pinjaman. Koordinasi dengan kantor pusat yang
kurang baik juga membuat kondisi bank-bank rakyat tersebut semakin buruk.
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh bank rakyat, pemerintah
pusat mengambil kebijakan dengan menyatukan bank-bank rakyat. Penyatuan
bank bertujuan untuk memperbaiki struktur organisasi dan sistem komunikasi
antara cabang dengan pusat. Bank-bank rakyat tersebut akan bekerja sebagai satu
kesatuan bukan hanya tergantung kepentingan masing-masing. Penyatuan bank
juga dapat memperbesar kemampuan finansial bank.
3. Algemeene Volkscredietbank (1934 – 1942)
Pada tanggal 19 Februari 1934 didirikan Algemeene Volkscredietbank
(AVB) yang secara resmi termuat dalam Staatsblad 1934 No 82. AVB adalah
badan hukum perbankan yang berkantor pusat di Jakarta dengan kantor cabang di
daerah-daerah. AVB adalah hasil peleburan 94 buah bank rakyat di seluruh Hindia
29
Belanda. Tujuan dari dibentuknya AVB adalah untuk mempersatukan bank-bank
desa yang bertujuan untuk menghindari masalah kesulitan financial yang
mengakibatkan kebangkrutan. Sebelum terbentuknya AVB bank - bank rakyat
yang bertugas menyelenggarakan kredit usaha tani mengalami kesulitan dalam hal
keuangan yang dikarenakan terlalu bergantung pada pengurusnya, ditambah lagi
terjadi penggelapan uang bank oleh pegawainya.18
AVB bukanlah badan usaha milik negara, hal tersebut dimaksudkan agar
AVB berkesempatan berkembang dengan baik tanpa mengabaikan ketentuan yang
ada. Pemerintah tidak memberikan pengaruh secara langsung tetapi memberikan
kebebasan secukupnya. Pemerintah hanya memberikan dukungan berupa
penyediaan fasilitas, pemberian berbagai keringanan, dan ketentuan lain yang
bersifat mengendalikan demi mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Pada tahun 1930-an kondisi perekonomian di Indonesia merosot tajam
karena pengaruh depresi ekonomi yang mengakibatkan merosotnya harga saham,
banyaknya pengangguran, dan daya beli masyarakat luar sangat turun. Kondisi
tersebut juga terjadi di seluruh daerah di Indonesia khususnya Jawa. Daerah
Banyumas juga terkena dampaknya yaitu perekonomian menurun yang ditandai
dengan banyaknya pengangguran, hasil panen dengan daya beli rendah,
banyaknya petani yang terlilit hutang pada lintah darat dan masih banyak petani
yang belum melunasi hutang pada bank rakyat.19
18 Bank Rakyat Indonesia (BRI)., op. cit., hlm. 18.19 Wawancara dengan Suharso tanggal 25 Juli 2015.
30
Keadaan yang sulit di wilayah Banyumas pada tahun 1930an tersebut
mengakibatkan kebutuhan masyarakat meningkat tetapi sangat sedikit pemasukan
yang didapat. Dari kondisi tersebut peran AVB sangat diperlukan. AVB di
Purwokerto mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat terutama
petani. Bentuk bantuan yang diberikan AVB adalah membantu para petani yang
masih terlilit hutang pada renternir dengan cara melunasi hutang para petani
tersebut kepada renternir kemudian para petani tinggal membayar kepada AVB
dengan jangka waktu yang ditentukan dan dengan bunga yang rendah. bunga yang
dikenakan berkisar menurut besarnya pinjaman dan agunan yang diberikan yaitu
antara 3 sampai 12%.
Di Purwokerto AVB sangat membantu perekonomian rakyat terutama
petani, walaupun pemberian kredit yang dilakukan AVB saat itu sangat hati-hati
demi kelangsungan AVb sendiri. Pada tahun 1930-an nasabah AVB yang paling
penting adalah rakyat dengan penghasilan tetap, karena pada saat depresi ekonomi
golongan berpenghasilan tetap tersebut tidak mengalami kesulitan ekonomi yang
sangat berarti. Golongan berpenghasilan tetap tersebut adalah para pegawai negeri
dan karyawan pabrik yang selama masa depresi ekonomi tidak diberhentikan.
Mayoritas golongan tersebut tinggal di pusat kota Purwokerto.
Pada kurun waktu antara tahun 1934 sampai 1940 peran AVB sangat luas
dan mencakup pemberian pinjaman dalam pembebasan penduduk desa dari
hutang riba atau hutang yang dilakukan para renternir. Tetapi pada tahun 1942
kegiatan AVB terhenti karena terjadinya penyerahan kekuasaan Belanda kepada
Jepang.
31
4. Syomin Ginko
Pada masa pendudukan Jepang, semua bank yang ada pada masa penjajahan
Belanda ditutup. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan pengendalian
perekonomian Indonesia oleh Jepang. Jepang hanya mengopersikan satu bank
yaitu Syomin Ginko. adalah Bank yang dulunya bernama Bank Priyayi kemudian
pada massa kolonial Belanda berganti nama menjadi AVB yang merupakan cikal
bakal Bank Rakyat Indonesia. Pendudukan Jepang dimulai di Indonesia dari tahun
1942-1945. Pada waktu itu dengan cepat Jepang mengambil alih lembaga-
lembaga vital tak terkecuali bank. Bank-bank yang ada pada saat itu dilarang
beroprasi termasuk AVB. Pada tanggal 4 Oktober 1942 bank-bank tersebut
diijinkan kembali beroprasi dengan diganti nama menjadi Syomin Ginko. Syiomin
berarti Rakyat dan Ginko berarti Bank.
Sejak awal pendudukan Jepang di Indonesia tidak banyak terjadi perubahan.
Cara kerja bank juga tidak mengalami perubahan, berbagai kebijaksanaan
Pemerintah Hindia Belanda dalam bidang sosial diteruskan oleh Jepang dan
sistem pemberian pinjaman kepada golongan ekonomi lemah masih mengikuti
sistem yang dijalankan AVB. Jadi walaupun sudah berganti nama pada dasarnya
tidak ada perubahan yang berarti dalam kebijakan pemerintah dan
administrasinya.20
20 Bank Rakyat Indonesia (BRI)., op. cit., hlm. 25.
16