Upload
doanthu
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
19
BAB II
PENDIDIKAN BUDI PEKERTI DAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Pendidikan Budi Pekerti
1. Pengertian Budi Pekerti
Akhir-akhir ini kita masih sering menyaksikan baik secara
langsung maupun melalui media, terjadinya peristiwa tawuran pemuda
antar kampung atau desa. Peristiwa ini bukan hanya fenomena kota
besar seperti Jakarta, tetapi sudah merambah ke kampung-kampung di
daerah lain, seperti Semarang, Kendal, Batang, Boyolali dan beberapa
daerah lain. Kenyataan yang menyedihkan itu dapat terjadi karena
adanya berbagai faktor yang melatar belakangi, yaitu di antaranya
faktor psikologi, sosiologi, politik dan ekonomi dan lain-lain.
Sungguh amat penting pendidikan budi pekerti dalam agama
dan pergaulan hidup. Dalam agama, menjadi tiang yang teguh, dalam
masyarakat menjadi sendi yang kuat.1
Budi pekerti berasal dari kata “budi” dan “pekerti”. Budi berarti
paduan akal dan perasaan untuk menimbang baik dan buruk. Pekerti
berarti perangai, tingkah laku, akhlak.2
Dalam bahasa Indonesia, kata akhlak biasanya diterjemahkan
dengan budi pekerti atau sopan santun atau kesusilaan. Dalam bahasa
Inggris, kata “akhlak” disamakan dengan “moral” atau “ethic”, yang
berasal dari bahasa Yunani, yang berarti adat kebiasaan.3 Akhlak
berasal dari bahasa Arab yakni bentuk jamak dari kata khulk yang
1 Yusuf al-Qardhawi, Iman dan Kehidupan, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993, Cet.
III), hlm. 2 Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. I (Jakarta: Balai
Pustaka, 2001), hlm. 170 3 Tamyiz Burhanudin, Akhlak Pesantren, (Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika, 2001,
Cet. I), hlm. 39
20
berarti budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat.4 Akhlak identik
dengan moral karena memiliki makna yang sama dan hanya sumber
bahasanya yang berbeda. Keduanya memiliki wacana yang sama, yakni
tentang baik dan buruknya perbuatan manusia.
Jadi istilah budi pekerti, akhlak, moral dan etika memiliki
makna etimologis yang sama, yakni adat kebiasaan, perangai dan
watak. Hanya saja keempat istilah tersebut berasal dari bahasa yang
berbeda. Budi pekerti berasal dari bahasa Indonesia. Akhlak berasal
dari bahasa Arab. Moral berasal dari bahasa Latin, dan etika berasal
dari bahasa Yunani. Akhlak adalah istilah yang tepat dalam bahasa
Arab untuk arti moral dan etika.5 Seperti halnya akhlak, secara
etimologis etika juga memiliki makna yang sama dengan moral.
Etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan
tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.6
Moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan
untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat
atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik dan
buruk.7
Di lihat dari sumber, baik nilai ataupun moral dapat diambil dari
wahyu Illahi ataupun budaya, sementara etika lebih merupakan
kesepakatan masyarakat pada watku dan tempat tertentu. Bila suatu
masyarakat bercorak religius, maka etika yang dikembangkan pada
4 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. 2, 1997), hlm.
3 5 Tafsir, dkk, Moralitas al-Qur'an dan Tantangan Modernitas, (Yogyakarta: Gama
Media Offset, Cet. I, 2002), hlm. 11 6 Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), terj. Farid Ma’ruf, Judul Asli Al-Akhlak,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1995), cet. 8, hlm. 3 7 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cet. 2, 1997), hlm.
3
21
masyarakat tentu akan bercorak religius pula. Akan tetapi bila suatu
masyarakat bercorak sekuler, maka etika yang dikembangkan tentu
merupakan karakterisasi dari jiwa sekuler. Moral dan etika sama
dengan akhlak manakala sumber atau produk budaya sesuai dengan
prinsip-prinsip akhlak (budi pekerti), akan tetapi moral dan etika bisa
juga bertentangan dengan akhlak manakala produk budaya itu
menyimpang dari fitrah agama yang suci, Islam.8
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budi pekerti,
akhlak, moral dan etika merupakan suatu ilmu yang menerangkan
tentang baik dan buruk perbuatan manusia.
Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan
Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti atau akhlak
merupakan jiwa pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang
sempurna adalah tujuan dari pendidikan. Tetapi ini tidak berarti bahwa
kita tidak mementingkan pendidikan jasmani atau akal atau ilmu atau
segi-segi praktis lainnya tetapi artinya ialah bahwa kita memperhatikan
segi-segi pendidikan akhlak seperti juga segi-segi lainnya. Anak-anak
membutuhkan kekuatan dalam jasmani, akal, ilmu dan anak-anak juga
membutuhkan pendidikan budi pekerti, perasaan, kemauan, cita rasa
dan kepribadian.9
Para ahli dan praktisi pendidikan tampaknya sepakat bahwa
pendidikan budi pekerti atau moralitas sangat penting dan mesti segera
terwujud. Praktek etika atau budi pekerti tidak akan cukup hanya
diberikan sebagai pelajaran yang konsekuensinya hafalan atau lulus
dalam ujian tertulis. Tetapi alangkah baiknya mata pelajaran ini
diorientasikan pada pemberian waktu untuk mengajak anak didik
mendiskusikan topik-topik atau bagian-bagian dari apa yang disebut
8 Muslim Nurdin, dkk., Moral dan Kognisi Islam, (Bandung: CV. Alfabeta, 1993),
cet. I, hlm. 209-210 9 Mohd. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: PT.
Bulan Bintang, 1984), hlm. 1
22
moral.10 Kelulusan anak didik tidak cukup hanya dengan mengantongi
nilai kategori lulus ujian tertulis mata pelajaran budi pekerti, namun
harus dilihat kepribadian, tingkah laku sehari-hari.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendidikan budi
pekerti tidak hanya berupa teori-teori saja dan menyuruh anak didik
untuk menghafal kata-kata bijak atau daftar kalimat-kalimat indah.
Tetapi anak didik harus dapat mempraktekkan teori-teori tersebut
dalam perilaku sehar-hari baik dalam lingkungan keluarga, sekolah
maupun di lingkungan alam sekitar (masyarakat). Hal ini dapat diawali
dari pendidik itu sendiri dengan memberikan contoh-contoh yang baik
dalam perilaku keseharian.
Moralitas, etika, budi pekerti adalah wujud dalam perilaku
kehidupan bukan hanya dalam ucapan atau tulisan. Oleh karena itu,
penilaiannya pun tidak cukup hanya dengan hafalan atau ujian tertulis
di kelas, tetapi penilaiannya menggunakan pengukuran yang khusus
untuk menilai moralitas. Salah satu contohnya dengan melakukan
penilaian setiap hari/waktu oleh semua guru bidang studi.
Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan
secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
anak didik menuju terbentuknya kepribadian utama.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan budi pekerti adalah bimbingan, pengajaran secara
sadar dilakukan oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani anak didik agar memiliki budi pekerti yang luhur.
10 A. Qadri A. Azizy, Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial, (Mendidik
Anak Sukses Masa Depan: Pandai dan Bermanfaat), (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm. 107-108
23
2. Tujuan Pendidikan Budi Pekerti
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh ibnu sina bahwa
tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi
yang dimiliki seseorang ke arah perkembangan sempurna, yaitu
perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti.11 Sedangkan dengan
pendidikan budi pekerti diharapkan seorang anak memiliki kebiasaan
bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Dalam buku lain juga disebutkan bahwa tujuan pendidikan
akhlak (budi pekerti) ialah menciptakan manusia sebagai makhluk yang
tinggi dan sempurna dan membedakannya dari makhluk lainnya.
Akhlak hendak menjadikan orang berakhlak baik (berbudi pekerti
luhur) bertindak tanduk baik terhadap sesama manusia, terhadap
sesama makluk hidup dan terhadap Tuhan.12
Ketinggian budi pekerti atau akhlakul karimah yang terdapat
pada seseorang, menjadikannya mampu melaksanakan kewajiban dan
pekerjaan yang baik dan sempurna sehingga menjadikan orang itu
hidup bahagia. Walaupun faktor-faktor hidup yang lain seperti harta,
pangkat, gaji yang besar tidak ada padanya. Dan sebaliknya manusia
yang buruk akhlaknya, kasar tabiatnya dan buruk prasangka pada orang
lain, maka orang itu akan hidup resah sepanjang hayatnya, walaupun
hartanya melimpah.13
Sebagaimana firman Allah SWT :
هرا يرية خل مثقال ذرمعي نفم .ا يرة شل مثقال ذرمعي نموهر . )8- 7: الزلزلة(
11 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (2001, Jakarta, Raja
Grafindo Persada), cet 2, hlm. 67 12 IKAPI, Akhlak Al-Qur'an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), cet. 1, hlm. 4 13 Ibid, hlm. 21
24
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”. (QS. Al-Zalzalah: 7-8)14
Tujuan pendidikan budi pekerti adalah membentuk orang-orang
bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara bertingkah laku
baik, bersifat bijaksana, sopan santun, jujur, ikhlas, sehingga tercapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, ada banyak metode
pendidikan yang umum digunakan dalam pengajaran yaitu: metode
ceramah, metode diskusi, metode nasehat, metode kisah-kisah, metode
pembiasaan, metode teladan, metode hukum dan ganjaran dan metode-
metode yang lain seperti: metode perintah, larangan, bimbingan,
penyuluhan dan sebagainya.15
B. Pendidikan Islam
1. Pengertian dan Tujuan
a. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan kata yang sudah umum. Oleh karena
itu, boleh dikatakan oleh semua orang yang telah mengenalnya.
Mulai dari orang awam sampai orang yang berpendidikan tinggi.
Orang awam umpamanya, beranggapan bahwa pendidikan itu
identik dengan sekolah, memberikan pelajaran, melatih anak dan
sebagainya. Di samping itu, ada yang berpendapat bahwa
pendidikan itu mencakup aspek yang sangat luas, termasuk semua
pengalaman yang diperoleh manusia dalam pembentukan dan
pematangan pribadinya, baik yang dilakukan oleh orang lain
maupun oleh dirinya sendiri.
14 Depag RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Semarang: Grafindo, 1994), hlm. 15 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
hlm. 95-107
25
Sebelum membicarakan pengertian yang diberikan para ahli
tersebut ada baiknya ditinjau terlebih dahulu pengertian secara
bahasa (etimologis), dalam bahasa Indonesia, kata pendidikan
adalah kata jadian yang berasal dari kata “didik” yang diberi
awalan pe- dan akhiran –an, yang berarti proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.16
Sedangkan dalam bahasa Arab terdapat tiga istilah yang
menunjukkan makna pendidikan, yaitu:
1) Kata “allama” yang berarti memberikan pelajaran, pengetahuan,
kata ini tidak asing lagi karena ia sudah sering digunakan sejak
masa Nabi Muhammad SAW sampai sekarang. Di dalam al-
Qur'an terdapat sekitar 36 buah, diantaranya adalah:
لئكة فقال انبئوىن وعلم ادم االمساء كلها مث عرضهم على امل )31: البقرة(. بامساء هؤالء ان كنتم صدقني
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada malaikat lalu berfirman. Sebutkanlah kepadaku nama benda-benda itu jika kamu memang orang yang benar”. (QS. Al-Baqarah: 31).17
2) Kata “addaba” yang berarti mendidik, tetapi di dalam bahasa
Arab, kata ini lebih ditujukan kepada pembinaan akhlak dan
budi pekerti.
حدثىن ابو بردة عن ابيه قال قال رسول اهللا صلى اهللا عليه لم ثالثة هلم اجزان رجل من اهل الكتاب امن بنبيه وامن وس
16 Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1994), hlm. 232 17 Depag RI, Op., Cit., hlm. 14
26
مبحمد صلى اهللا عليه وسلم والعد اململوك اذا ادى حق اهللا تعاىل وحق مواليه ورجل كانت عنده امة فادا فاحسن تاديبها وعلمها فاحسن تعلمها مث اغتقها فتزوجها فله
18.اجزان“Dikabarkan dari Abu Burdah dari ayahnya bahwa Rasulullah SAW bersabda: ada tiga orang memiliki do’a pahala, yakni 1) orang ahli kitab yang mengimani nabinya dan Nabi Muhammad SAW, 2) hamba sahaya yang melaksanakan hak Allah dan hak tuannya dan 3) seorang pemilik hamba yang kemudian dididik dengan didikan yang baik dan diajarkan pengetahuan yang baik pula, kemudian hamba itu dibebaskan perbudakannya dan dikawinkannya, dia benar-benar memperoleh dua pahala”. (HR. Bukhari).
3) Istilah al-tarbiyah yang berarti pendidikan, berasal dari kata
“Rabba” yang berarti mendidik. Dalam al-Qur'an, kata ini
digunakan dalam susunan firman Allah sebagai berikut:
واخفض هلما جناح الذل من الرمحة وقل رب ارمحهما كما )24: االسراء(. ربيىن صغريا
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah; wahai tuhanku, kasihinilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.19
Dalam bentuk kata benda “rabba” digunakan juga untuk
Tuhan, karena Tuhan bersifat mendidik, mengasuh, memelihara dan
menciptakan.
18 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Juz I, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), hlm. 33 19 Depag RI, Op., Cit., hlm. 428
27
Dari beberapa istilah tersebut kata Tarbiyah lebih dekat
kepada pengertian pendidikan dalam bahasa Indonesia karena terasa
lebih luas cakupannya, bukan sekedar memberikan ilmu
pengetahuan dan membina akhlak, melainkan mencakup segala
aspek pembinaan kepribadian anak didik secara utuh. Dalam hal ini,
ta’lim dan ta’dib merupakan bagian dari tarbiyah.20
Secara istilah pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan
kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran
Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikir dan
memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam serta
bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.21 Menurut
Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani-
rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju
terbentuknya kepribadian utama. Kepribadian utama adalah
kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam memilih dan
memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan
bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.22 Dalam
bukunya Mohd. Athiyah al-Abrasyi bahwa pendidikan Islam
adalah pendidikan yang ideal dimana ilmu yang diajarkan
mengandung kelezatan-kelezatan rohaniah untuk dapat sampai
kepada hakekat ilmiah dan akhlak yang terpuji.23 Jadi pendidikan
Islam lebih ditekankan pada pendidikan budi pekerti atau akhlak.
Menurut para ahli, pada proses pendidikan itu harus terdapat
unsur-unsur atau komponen-komponen pendidikan, agar kegiatan
dapat dikatakan sebagai proses pendidikan. Secara umum
20 Erwati Azis, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Solo: Tiga Serangkai, Pustaka
Mandiri, 2003), hlm. 26 21 Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet. II, 1995),
hlm. 152 22 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-
Ma’arif, 1989, Cet. VIII), hlm. 19 23 Mohd. Athiyah al-Abrasyi, Op. Cit., hlm. 4
28
komponen pendidikan ada lima macam, yaitu tujuan, anak didik,
pendidik, alat pendidikan dan lingkungan.24
Pendidik dalam Islam adalah setiap orang dewasa yang
karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan
dirinya dan orang lain.25 Sedangkan anak didik ialah setiap orang
atau sekelompok orang yang menerima pengaruh dari seorang atau
kelompok orang yang menjanlankan kegiatan pendidikan.
Dari berbagai pengertian pendidikan Islam yang telah
dikemukakan oleh para ahli pendidikan Islam tersebut di atas, dapat
diambil kesimpulan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan
jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Jadi
dalam proses pendidikan Islam berisi aktivitas yang berupa
bimbingan, pengarahan, latihan, asuhan dan pengawasan, agar
seseorang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan Islam dan
sekaligus dapat melaksanakan ajaran-ajaran Islam.
b. Tujuan
Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang
atau kelompok orang yang akan melakukan suatu kegiatan. Tujuan
pendidikan Islam adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang
atau kelompok orang yang melaksanakan pendidikan Islam. Tujuan
hidup umat Islam tidak sekedar untuk mewujudkan kesejahteraan
material saja, tetapi juga kesejahteraan spiritual sebagai bekal
kembali memenuhi panggilan Allah.
Dengan kata lain, tujuan hidup manusia adalah untuk
mencapai keridhaan Allah SWT. Hal ini ditegaskan dalam al-Qur'an
surat al-An’am ayat 162:
24 Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, (Yagyakarta: FIP
IKIP, 1987), hlm. 35 25 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet. III, hlm. 86
29
المنيالع باتي لله رممو اييحمكي وسنالتي وقل إن ص . )162: األنعام(
“Katakanlah sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta Allah”.26
Menurut Athiyah al-Abrasyi, tujuan pendidikan Islam adalah
tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad
sewaktu hidupnya yaitu pembentukan moral yang tinggi. Karena
pendidikan moral merupakan jiwa pendidikan Islam tanpa
mengabaikan jasmani, akal, dan ilmu praktis.27 Adapun tujuan
pendidikan Islam menurut Abdurrahman an-Nahlawi adalah
merealisasikan ubudiyah kepada Allah SWT di dalam kehidupan
manusia baik sebagai individu atau masyarakat.28 Sedangkan
Ahmad D. Marimba menyatakan bahwa tujuan akhir dari
pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim.
Kepribadian muslim adalah kepribadian yang memiliki nilai-nilai
agama Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai
Islam.29
Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pendidikan Islam
sinkron dengan tujuan agama Islam, yaitu berusaha mendidik
individu mukmin agar tunduk bertakwa dan beribadah dengan baik
kepada Allah SWT, sehingga memperoleh kebahagiaan di dunia
dan akhirat.
26 Departemen RI, Op. Cit., hlm. 216 27 Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Op. Cit., hlm. 90 28 Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung:
Diponegoro, 1992), hlm. 162 29 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-
Ma’arif, 1989), hlm. 23
30
Dari tinjauan umum pendidikan Islam yang berpusat pada
ketakwaan dan kebahagiaan tersebut dapat digali tujuan-tujuan
khusus sebagai berikut:
1) Mendidik individu yang saleh dengan memperhatikan segenap
dimensi perkembangannya: rohaniah, emosional, sosial,
intelektual dan fisik.
2) Mendidik anggota kelompok sosial yang saleh, baik dalam
keluarga maupun masyarakat muslim.
3) Mendidik manusia yang saleh bagi masyarakat insani yang
besar.30
Sifat tujuan umum ini tetap dan berlaku disepanjang tempat,
waktu serta keadaan. Sedangkan tujuan khusus pendidikan Islam
ditetapkan berdasarkan keadaan tempat dengan mempertimbangkan
keadaan geografi, ekonomi dan lain-lain yang ada ditempat itu.
Tujuan khusus ini dapat dirumuskan adanya unsur konstan tetap
berlaku sepanjang zaman, tempat dan keadaan, tidak akan
mengalami perubahan serta pergantian sepanjang zaman. Tujuan
umum pendidikan Islam berlaku diseluruh dunia yang menyakini
ajaran Islam sebagai pedoman hidupnya. Sedangkan pada tujuan
pendidikan Islam yang bersifat khusus terkandung fleksibilitas,
maksudnya tujuan khusus ini dapat dirumuskan sesuai dengan
keadaan zaman, tempat dan waktu namun tetap tidak bertentangan
dengan tujuan yang lebih tinggi yaitu tujuan akhir atau tujuan
umum.31
Sementara itu, para ahli pikir pendidikan Islam secara umum
telah memformulasikan rumusan tentang tujuan pendidikan Islam,
seperti menurut Abuddin Nata, dengan melihat definisi yang
30 Hery Noer Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung
Insani, 2003), cet. 2, hlm. 138-139 31 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam… Op. Cit., hlm. 56
31
dikemukakan para ahli tentang pendidikan Islam memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Tuhan di muka
bumi dengan sebaik-baiknya, yaitu melaksanakan tugas-tugas
memakmurkan dan mengolah bumi sesuai kehendak Tuhan.
2) Mengarahkan manusia agar seluruh pelaksanaan tugas
kekhalifahannya di muka bumi dilaksanakan dalam rangka
beribadah kepada Allah sehingga tugas tersebut ringan
dilaksanakan.
3) Mengarahkan manusia agar berakhlak mulia, sehingga ia tidak
menyalahgunakan fungsi kekhalifahannya.
4) membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmaninya
sehingga ia memiliki ilmu, akhlak dan keterampilan yang semua
ini dapat digunakan untuk mendukung tugas pengabdian dan
kekhalifahannya.
5) Mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup
di dunia dan akhirat.32
Manusia yang memiliki ciri-ciri tersebut di atas secara
umum adalah manusia yang baik. Atas dasar ini dapat dikatakan
bahwa para ahli pendidikan Islam pada hakekatnya sependapat
bahwa tujuan umum pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia
yang baik, yaitu manusia yang beribadah kepada Allah dalam
rangka pelaksanaan fungsi kekhalifahannya di muka bumi.
2. Landasan atau Dasar
Sehubungan dengan pendidikan Islam sebagai suatu usaha
membentuk manusia yang berkepribadian harus mempunyai landasan
yang kuat. Landasan tersebut adalah al-Qur'an dan al-Hadits. Al-Qur'an
adalah firman Allah SWT berupa wahyu yang disampaikan kepada
Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yang di dalamnya
32 Ibid., hlm. 53-54
32
terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan
seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam
al-Qur'an terdiri dari dua prinsip besar yaitu yang berhubungan dengan
masalah keimanan yang disebut akidah dan yang berhubungan dengan
amal disebut syari’ah. 33
Al-Qur'an adalah sumber kebenaran dalam Islam yang
kebenarannya tidak diragukan lagi. Sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat al-Baqarah ayat 2:
قنيتى للمدفيه ه بيال ر ابالكت 2: البقرة(. ذلك(
“Kitab al-Qur'an ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah: 2).34
Kaitannya dengan pendidikan Islam, bahwa pendidikan itu
sendiri merupakan proses interaksi yang terjadi antara seorang dengan
lingkungan sekitarnya dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
seumur hidup tergambar secara implisit dalam surat al-Alaq yaitu tidak
adanya batasan yang konkrit tentang kapan seseorang harus mulai
belajar dan sampai kapan. Tuhan hanya menjelaskan bahwa manusia
harus belajar dan membaca. Dengan demikian, manusia perlu belajar
sejak lahir sampai meninggal. Tentang kewajiban manusia untuk
membaca dan menulis ini tercantum dalam ayat 1-5 surat al-Alaq,
yaitu:
اقراء وربك . خلق االنسان من علق. اقراء باسم ربك الذي خلق )5- 1: العلق. (علم االنسان مامل يعلم. لذي علم بالقلما. االكرام
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar manusia
33 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 19 34 Depag RI, Op. Cit., hlm. 8
33
dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Tafsiran:
Pada ayat pertama dimaksudkan bahwa Allah menyuruh Nabi
agar membaca, sedang beliau tidak pandai membaca dan menulis
dengan kekuasaan Allah ini beliau dapat mengikuti ucapan Jibril.
Dalam ayat kedua, Allah mengungkapkan cara bagaimana ia
menjadikan manusia yaitu manusia sebagai makhluk yang mulia
dijadikan Allah dari sesuatu yang melekat dan diberinya kesanggupan
untuk menguasai segala sesuatu yang ada di bumi ini serta
menundukkannya untuk keperluan hidupnya dengan ilmu yang
diberikan Allah kepadanya. Dalam ayat ketiga, bahwa Allah
memerintahkan kembali Nabi-Nya untuk membaca, karena bacaan
tidak akan melekat pada diri seseorang kecuali dengan mengulang-
ngulang dan membiasakannya, maka seakan-akan perintah mengulangi
bacaan itu berarti mengulang-ulangi bacaan yang dibaca dengan
demikian isi bacaan itu menjadi satu dengan jawaban Nabi SAW.
Kemudian ayat keempat menjelaskan bahwa dia menyebutkan kalam
sebagai alat untuk menulis sehingga tulisan itu menjadi penghubung
antara manusia walaupun berjauhan tempat, sebagaimana mereka
berhubungan dengan perantaraan lisan. Dan Allah juga menyatakan
bahwa dia menjadikan manusia dari Alaq lalu diajarinya berkomunikasi
dengan perantaraan kalam. Dan dalam ayat yang kelima ini Allah
menambahkan keterangan tentang limpahan karuniaNya yang tidak
terhingga kepada manusia, bahwa Allah yang menjadikannya pandai
membaca. Dialah Tuhan yang mengajar manusia bermacam-macam
ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya.35
35 Depag RI, Al-Qur'an dan Tefsirnya, (Semarang: Wicaksana, 1993), Jilid 10, Juz
28-30, hlm. 747-750
34
Dari tafsiran ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa pada ayat
1 dan 3, Tuhan memerintahkan membaca dan menulis, karena dengan
membaca dan menulis manusia dapat memperoleh ilmu pengetahuan
kemudian pada ayat kedua, bahwa Tuhan menginformasikan asal
kejadian manusia yaitu dari segumpal darah. Sedangkan pada ayat 4
dan 5 dapat dipahami bahwa pendidik pertama adalah Allah SWT,
Allah mengajar manusia dengan pena dan kemudian dia memberikan
pengetahuan kepada manusia tentang segala sesuatu yang belum
diketahuinya. Meskipun Tuhan telah mendidik manusia, tidak
semuanya berhasil menjadi baik karena hal itu tergantung pada
beberapa faktor, seperti lingkungan dan kemauan untuk menjadi baik.
Secara teknisnya al-Qur'an dijadikan rujukan utama bagi dasar
pendidikan Islam yang menyangkut persoalan hidup yang berkaitan
dengan hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan
manusia dan hubungan manusia dengan makhluk lainnya. Dalam hal
ini, lalu dijabarkan dan dijelaskan kembali sunnah Nabi. Adapun kata-
kata sahabat, kemaslahatan sosial, nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat
serta pendapat para ahli pendidikan Islam telah digali dari al-Qur'an
dan sunnah Nabi.
Dasar pendidikan Islam yang lain ialah nilai-nilai sosial
kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran al-
Qur'an dan sunnah, atas prinsip dapat mendatangkan kemanfaatan dan
menjauhkan kemadharatan bagi manusia. Kemudian dasar pendidikan
Islam selanjutnya yaitu warisan pemikiran dari para ulama yaitu ijtihad
ulama.36
Al-Qur'an dan sunnah Nabi memberikan petunjuk kepada umat
manusia agar hidup di dunia dengan selaras dan harmonis sesuai
dengan ajaran Ilahi.
36 Singgih Nugroho, Pendidikan Pemerdekaan dan Islam, (Bantul: Pondok Edukasi,
2003), Cet. I, hlm. 96
35
Ijtihad merupakan pembawaan manusia itu sendiri, manusia
yang diberi akal dan potensi diharapkan untuk selalu membaca
fenomena Qur’aniyah serta alam semesta dengan fenomena yang ada.
Pengkajian dan penafsiran yang lebih serasi dengan lingkungan dan
kehidupan seseorang. Demikian pula dengan pendidikan Islam, adanya
tuntutan untuk selalu berijtihad sehingga teori dan pelaksanaan
pendidikan Islam selalu berjalan seiring bersama dengan perkembangan
zaman, menuntut mujtahid untuk selalu berijtihad sehingga teori dan
pelaksanaan pendidikan Islam senantiasa relevan dengan tuntutan
zaman.
Demikian dasar-dasar pendidikan Islam yang selalu berpedoman
pada al-Qur'an dan sunnah Nabi, juga hasil pemikiran mannusia
(ijtihad) dalam menuju kemaslahatan umum humanisme universal.
Pendidikan Islam pada akhirnya bermuara pada pembentukan manusia
sesuai dengan kodratnya yang mencakup hubungan manusia dengan
sesamanya dan hubungan dan pertanggungjawabannya kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Selain al-Qur'an dan hadits sebagai dasar pokok, serta ijtihad
sebagai dasar tambahan, juga terdapat dasar operasional pendidikan
Islam. Menurut Hasan Langgulung, dasar operasional pendidikan ada 6
macam:37
a. Dasar historis
Dasar yang memberikan persiapan kepada pendidik dengan hasil-
hasil pengalaman masa lalu, berupa UU dan peraturan-peraturannya
maupun berupa tradisi dan ketetapannya.
37 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1992), hlm. 6-7
36
b. Dasar sosiologis
Dasar berupa kerangka budaya di mana pendidikannya itu bertolak
dan bergerak, seperti memindahkan budaya, memilih dan
mengembangkannya.
c. Dasar ekonomi
Dasar yang memberi perspektif tentang potensi-potensi manusia,
keuangan, materi, persiapan yang mengatur keuangan dan
bertanggung jawab terhadap anggaran pembelanjaan.
d. Dasar politik dan administrasi
Dasar yang memberi bingkai ideologi (akidah) dasar yang
digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang
dicita-citakan dan rencana yang telah dibuat.
e. Dasar psikologis
Dasar yang memberi informasi tentang watak peserta didik,
pendidik, metode yang terbaik dalam praktek, pengukuran dan
penilaian bimbingan dan penyuluhan.
f. Dasar filosofis
Dasar yang memberi kemampuan memilih yang terbaik, memberi
arah suatu sistem yang mengontrol dan memberi arah kepada semua
dasar-dasar operasional lainnya.
3. Materi Pendidikan Islam
Secara eksplisit materi pendidikan terdapat dalam surat al-Alaq
ayat 1 dan 3 (membaca) ayat 4 (menulis), dan ayat 2 (mengenal diri
melalui proses penciptaan secara biologis). Dan secara implisit surat al-
Alaq menyatakan bahwa materi pendidikan Islam itu terpadu, tidak
terbagi antara ilmu agama dan ilmu umum. Dengan kata lain, tidak ada
dikotomi ilmu pengetahuan yang akan diajarkan karena pada
37
hakekatnya ilmu itu hanya satu, yaitu bersumber dari Allah SWT
sebagai pendidik utama.38
Dengan demikian dapat diartikan bahwa materi pendidikan
Islam tidak terbatas pada ilmu agama saja, seperti aqidah, hadits, fiqh
dan sebagainya, tetapi juga bersumber pada ilmu umum, seperti
matematika, PPKn, Bahasa Indonesia, IPA, IPS dan sebagainya.
Sebagaimana dijelaskan pada ayat 1 dan 3 surat al-Alaq yaitu
tentang perintah membaca dan menulis, dapat disimpulkan bahwa
Tuhan memerintahkan membaca tanpa menyebutkan obyek yang harus
dibaca. Jadi apa saja boleh dibaca untuk mendapatkan informasi. Ilmu
pengetahuan tidak terbatas pada teks tertulis, tetapi juga tidak tertulis,
seperti alam semesta.39 Sebagai makhluk Tuhan yang dibekali dengan
akal (manusia) dapat merasakan betapa besar kekuasaan Tuhan dalam
menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan dari sini kita dapat
memperoleh ilmu pengetahuan tentang kekuasaan Tuhan dan lain
sebagainya.
Materi pelajaran merupakan bagian kurikulum yang digunakan
untuk mencapai tujuan pendidikan karena di dalamnya terkandung
nilai-nilai yang dianggap perlu untuk dimiliki anak didik. Bahan-bahan
tersebut harus dikuasai, dipahami, dan dimengerti dengan sungguh-
sungguh oleh pendidik. Sebab jika bahan tersebut tidak dikuasainya
akan menimbulkan kesulitan dalam proses belajar mengajar.40
Dalam pendidikan Islam, sumber bahan pendidikan diambil dari
al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad SAW, yang didalamnya
mengandung ajaran-ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia
dengan alam semesta.
38 Erwati Aziz, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), cet. 1, hlm. 30
39 Ibid., hlm. 30-31 40 Ibid., hlm. 173
38
Ajaran yang terkandung dalam al-Qur'an terdiri dari dua prinsip
yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut
aqidah, dan yang berhubungan dengan amal perbuatan yang disebut
syari’ah. Adapun istilah yang biasa digunakan dalam membicarakan
ilmu syari’ah adalah: a) ibadah untuk perbuatan yang berhubungan
langsung dengan Allah, b) muamalah untuk perbuatan yang
berhubungan dengan selain Allah, dan c) akhlak untuk tindakan yang
menyangkut etika dan budi pekerti dalam pergaulan.41
Sebagaimana al-Qur'an, sunnah juga berisi akidah dan syari’ah,
sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia
dengan segala aspeknya, untuk membina umat manusia yang seutuhnya
atau muslim yang bertakwa. Oleh karena itu Rasulullah SAW menjadi
tauladan dan pendidik yang utama. Pendidikan Islam memiliki materi
yang sangat luas menyangkut urusan dunia dan akhirat. Adapun inti
pokok pelajaran agama Islam adalah keimanan, akhlak, ibadah, al-
Qur'an dan tarih/sejarah.
4. Metode Pendidikan
Tidak disangsikan lagi bahwa setiap pekerjaan ataupun tugas,
membutuhkan jalan atau cara tertentu untuk mengerjakannya supaya
mencapai hasil yang maksimal. Dalam tugas pendidikan, diperlukan
pengetahuan untuk mensukseskan tugas kewajibannya. Pengetahuan
tersebut adalah masalah metodologi pengajaran dengan segala
rangkaiannya. Kaitannya dengan pendidikan Islam, metode adalah jalan
untuk menanamkan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam
pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi Islami.42
Dalam al-Qur'an dan al-Hadits terdapat berbagai macam metode
pendidikan Islam. Metode tersebut adalah metode mengambil
kesimpulan atau induktif, metode qiyas/perbandingan, metode kuliah,
41 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Op. Cit., hlm. 19-20 42 Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, … Op. Cit., hlm. 91-92
39
metode dialog dan perbincangan, metode lingkaran (halaqah), metode
mendengar, metode riwayat, metode membaca, metode imla, metode
hafalan, metode pemahaman dan metode lawatan untuk menuntut ilmu,
tanya jawab, demontrasi, diskusi, ceramah, latihan, pembiasaan dan
sebagainya.43
Keberhasilan pendidikan, tidak hanya ditentukan oleh kebaikan
suatu metode, tetapi juga ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tujuan,
materi, media, situasi, dan kondisi. Dengan kata lain tidak ada metode
yang dikatakan paling baik atau paling unggul, masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan.
5. Lingkungan Pendidikan
Lembaga pendidikan Islam merupakan hasil pemikiran yang
dicetuskan oleh kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang didasari,
digerakkan dan dikembangkan oleh jiwa Islam (al-Qur'an dan al-
Sunnah). Islam telah mengenal lembaga pendidikan sejak detik-detik
awal turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Rumah al-Arqam
merupakan lembaga pendidikan yang pertama.44 Sejalan dengan makin
berkembangnya pemikiran tentang pendidikan, maka didirikanlah
berbagai macam lembaga pendidikan Islam yang teratur dan terarah.
Beberapa lembaga di antara yang belajar dengan sistem lembaga
klasikal, yaitu berupa madrasah. Lembaga pendidikan inilah yang
disebut dengan lembaga pendidikan formal, lembaga pendidikan Islam
selalu berkembang menurut waktu dan tempat
Sejak Islam melembagakan pendidikan anak sebagai kewajiban
dan tanggung jawab orang tua, keluarga menjadi pusat pendidikan
pertama, selanjutnya, pendidikan berlangsung di dalam masyarakat atas
dasar kewajiban menjalankan amar makruf dan nahi munkar. Di luar
43 Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: AK. Group,
1995), hlm. 70-172 44 Ramayulis, Op. Cit., hlm. 215
40
pendidikan keluarga, pendidikan Islam tidak membatasi diri pada pusat
pendidikan tertentu. Tempat manapun yang dapat memberi kesempatan
kepada orang muslim untuk memperoleh pendidikan, tempat itu dalam
pendidikan Islam dipandang sebagai pusat pendidikan.45 Di antaranya
ialah, masjid, kuttab, perpustakaan, pesantren, madrasah (sekolah).
Tanggung jawab kependidikan tidak dapat dilimpahkan
sepenuhnya kepada pihak lain, seperti sekolah dan lembaga pendidikan
lain, karena sekolah berfungsi membantu orang tua dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai pendidik. Oleh karena itu
tanggung jawab ini dapat dilaksanakan secara individu dan kolektif.
Secara individu dilaksanakan oleh orang tua dan secara kolektif dapat
dilaksanakan secara kerjasama antara anggota keluarga, masyarakat
dan pemerintah.
45 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999), cet. 2, hlm. 211