32
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Irigasi Air adalah karunia Tuhan yang paling besar. Air merupakan kebutuhan yang penting dalam kehidupan manusia. Air dapat digunakan untuk minum, mencuci, mandi, irigasi, pembangkit listrik dan lain sebagainya. Dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air dalam pasal 1 butir no 2, menyebutkan Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Menurut PP No. 20 Tahun 2006 tentang irigasi dalam pasal 1 butir No. 3, Dalam ruang lingkup pertanian, air digunakan sebagai saluran irigasi. Irigasi merupakan usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk penunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Air merupakan faktor yang penting dalam bercocok tanam. Selain jenis tanaman, kebutuhan air bagi suatu tanaman juga dipengaruhi oleh sifat dan jenis tanah, keadaan iklim, kesuburan tanah, cara bercocok tanam, luas areal pertanian topografi dan sebagainya (Mawardi, 2007). Berdasarkan PP No. 20 Tahun 2006 tentang irigasi dalam pasal 1 butir No. 9 menyebutkan, Air disalurkan

Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

  • Upload
    alfoneka

  • View
    1.636

  • Download
    14

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tinjauan pustaka

Citation preview

Page 1: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Irigasi

Air adalah karunia Tuhan yang paling besar. Air merupakan kebutuhan yang

penting dalam kehidupan manusia. Air dapat digunakan untuk minum, mencuci,

mandi, irigasi, pembangkit listrik dan lain sebagainya. Dalam UU No. 7 Tahun 2004

tentang sumber daya air dalam pasal 1 butir no 2, menyebutkan Air adalah semua air

yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam

pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.

Menurut PP No. 20 Tahun 2006 tentang irigasi dalam pasal 1 butir No. 3,

Dalam ruang lingkup pertanian, air digunakan sebagai saluran irigasi. Irigasi

merupakan usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk

penunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air

bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak.

Air merupakan faktor yang penting dalam bercocok tanam. Selain jenis

tanaman, kebutuhan air bagi suatu tanaman juga dipengaruhi oleh sifat dan jenis

tanah, keadaan iklim, kesuburan tanah, cara bercocok tanam, luas areal pertanian

topografi dan sebagainya (Mawardi, 2007).

Berdasarkan PP No. 20 Tahun 2006 tentang irigasi dalam pasal 1 butir No. 9

menyebutkan, Air disalurkan dengan jumlah tertentu dari jaringan primer atau

jaringan sekunder ke petak tersier disebut pemberian air irigasi.

Sejarah irigasi di Indonesia telah cukup panjang, dimulai sejak zaman Hindu.

Sebagai contoh pertanian padi sistem Subak di Bali, sistem Tuo Banda di Sumatera

Barat, sitem Tudung Sipulung di Sulawesi Selatan dan sistem kalender pertanian

Pranatamangsa di Jawa. Kemudian dikembangkan di masa penjajahan belanda

dilanjutkan di zaman Indonesia membangun tahun 1970-an (Mawardi, 2007).

Sistem irigasi dalam Hupert dan Walker (1989), didefinisikan sebagai suatu

sistem sosio-teknis yang terbuka dan termasuk didalamnya segala sesuatu yang

berorientasi terhadap tujuan. Irigasi sebagai suatu sistem sosio–teknik maksudnya

dalam irigasi terkandung komponen atau subsistem fisik, teknis, dan sosial dimana

Page 2: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

6

diantara komponen yang satu dengan komponen yang lain saling berhubungan dan

berinteraksi.

Menurut Pusposutardjo (1995), Sistem irigasi juga merupakan suatu sistem

sosio-kultural masyarakat, yang terdiri atas beberapa subsistem yaitu pola pikir atau

budaya, subsistem sosial ekonomi, subsistem artefak (termasuk teknologi) dan

subsistem bukan manusia (non-human subsistem).

Di Indonesia berkembang 6 sistem irigasi yaitu : (1) Irigasi permukaan, (2)

Irigasi bawah permukaan, (3) Irigasi dengan pancaran ( Sprinkler ), (4) Irigasi tetes,

(5) Irigasi pompa, (6) Irigasi kincir ( Ekaputra, 2006).

Menurut Jayadi (1990), berdasarkan kelengkapan dan kondisi bangunan

irigasi, sistem irigasi dibagi menjadi tiga : (1) Irigasi tradisional, (2) Irigasi

semiteknis, (3) Irigasi Teknis.

Irigasi tradisonal merupakan sistem irigasi yang belum terdapat bangunan

irigasi pada jaringan irigasinya. Irigasi tradisional pada sawah berteras umumnya

dilakukan dengan membuka dan menutup saluran air masuk dan keluar yang

dibangun secara sederhana oleh petani. Sumber air irigasi berasal dari mata air yang

ada di kawasan atas atau air hujan yang mengalir melalui kanal – kanal alami.

(Sukristiyonubowo, 2008)

Irigasi semi teknis merupakan suatu sistem irigasi yang sudah terdapat

bangunan irigasi didalamnya, tetapi bangunan tersebut belum lengkap. Kondisi fisik

dari jaringan irigasinya telah dilapisi beton. Debit dan efisiensi yang mengalir cukup

besar. Sistem irigasi semi teknis sudah dikelola oleh dinas sumber daya air dan

dibantu oleh petani atau kelompok tani (Mawardi, 2007).

Irigasi teknis merupakan sistem irigasi yang sudah maju dan fasilitas yang

dimiliki sudah lengkap. Debit dan efisiensi yang mengalir besar, kondisi dari

bangunan irigasi sudah permanen. Pengelolaan irigasi dilakukan sepenuhnya oleh

dinas sumber daya air dan balai irigasi (Soruso, 2008).

Page 3: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

7

2.2 Jaringan Irigasi

Berdasarkan PP No. 20 Tahun 2006 tentang irigasi dalam pasal 1 butir No. 12

menyebutkan, jaringan irigasi merupakan saluran, bangunan, dan bangunan

pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan,

pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.

Menurut Mawardi (2007) sebuah jaringan irigasi terdiri dari 2 bagian utama

yaitu : (1) Saluran (saluran irigasi dan saluran drainase), (2) Bangunan Irigasi. Pada

saluran berfungsi sebagai pengangkut, sedangkan bangunan irigasi berfungsi sebagai

pengatur dari aliran tersebut.

Untuk menunjang berjalannya sistem irigasi dengan baik, diperlukan

prasarana sumber daya air. Dalam UU No. 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air

menyebutkan prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain

yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun tidak

langsung.

Prasarana jaringan irigasi mencakup 5 macam bangunan yaitu : (i) Bangunan

pengambilan (intake), (ii) Bangunan pembawa (saluran), (iii) Bangunan bagi dan

bangunan sadap, (iv) Bangunan pengatur dan pengukuran aliran, (v) Bangunan

pelindung dan pelengkap (Ekaputra, 2006)

2.2.1. Bangunan Pengambilan ( Intake )

Bangunan pengambilan dimaksudkan sebagai kompleks bangunan yang

direncanakan di sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokan air ke dalam

jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi (Dirjen Pengairan dan

Departemen Pekerjaan Umum, 1986). Contoh bangunan pengambilan ini seperti

bendung, bendung gerak.

Bendung merupakan bangunan yang dibuat pada tepi sungai guna

mengalirkan air ke dalam jaringan irigasi, tanpa mengatur ketinggian muka air di

sungai. Konstruksi dari bendung terbuat dari bahan tetap ( beton, pasangan batu kali

dan lain-lain ) (Hansen, 1992).

Page 4: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

8

Gambar 1. Bendung

Sedangkan bendung bergerak menurut Saruso (2008) merupakan bendung

dilengkapi dengan pintu air guna mengalirkan aliran banjir dan ditutup jika aliran

kecil.

Gambar 2. Bendung gerak

2.2.2 Bangunan Pembawa ( Saluran )

Bangunan pembawa atau saluran merupakan tempat mengalirnya air yang

dibelokan dari bangunan pengambilan. Selain itu, saluran digunakan untuk

membuang kelebihan air dari areal irigasi yang disebut juga dengan drainase

(Kridatunsa Iwan, Junus Bothmir dan Reiwill M Anjla, 2006) .

Page 5: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

9

Saluran yang banyak digunakan di Indonesia adalah saluran dengan bentuk

trapesium. Dalam pembuatan saluran, lebar dasar saluran haruslah lebih besar

daripada dalamnya air. Hal ini bertujuan agar proses pendangkalan karena

penumpukan sedimen kecil, sehingga biaya pemeliharaan tidak terlalu mahal

(Mawardi, 2007)

Menurut Jayadi (1990) berdasarkan areal pelayanannya saluran irigasi

dibedakan atas 3 macam, yaitu : (1) Saluran Primer. (2) Saluran Sekunder, (3)

Saluran Tersier.

Saluran primer merupakan saluran yang mengambil langsung air dari

bangunan pengambilan, kemudian mengalirkannya ke saluran skunder, atau langsung

mengalirkannya ke areal pertanian yang berada didekat saluran tersebut. Pada saluran

primer kontruksi bangunannya telah dilapisi beton (Anonim, 2007).

Saluran sekunder merupakan saluran yang menerima air dari saluran primer,

kemudian meneruskannya ke saluran terseier dan dapat juga mengalirkan langsung ke

areal yang membutuhkan air yang berada didekat saluran tersebut. Konstruksi dari

saluran sekunder umumnya telah dilapisi beton, tetapi masih ada saluran yang masih

dari tumpukan galian tanah (Mawardi, 2008).

Saluran tersier merupakan aliran yang mendapat air irigasi dari saluran

sekunder, kemudian meneruskannya ke areal pertanian yang membutuhkan air.

Saluran tersier berada langsung dekat areal pertanian. Sehingga lebar saluran tersebut

tidak terlalu lebar, dan masih dibuat secara tradisional (Suroso, 2008).

Page 6: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

10

Gambar 3. Saluran irigasi

2.2.3 Bangunan Bagi dan Sadap

Bangunan bagi terletak di saluran primer atau di saluran sekunder pada suatu

titik cabang dan berfungsi untuk membagi aliran dari satu saluran kepada dua saluran

atau lebih yang masing – masing debitnya lebih kecil (Anonim, 2007).

Bangunan sadap merupakan bangunan yang memberikan air dari saluran

saluran primer atau sekunder kepada saluran tersier. Bangunan sadap terletak di

saluran primer dan atau saluran sekunder (Hansen, 1992)

Menurut Saroyo ( 1982 ) bangunan bagi dan bangunan sadap di lapangan

sering kali digabung karena mempunyai fungsi yang hampir sama yaitu mengalirkan

air dari saluran primer. Penggabungan ke dua bangunan ini sering dikenal juga

dengan bangunan bagi sadap.

Konstruksi bangunan bagi dan bangunan sadap hendaknya dilengkapi dengan

pintu air untuk pengukuran debit. Pintu air ini digunakan agar pembagian dan

pemberian air dapat seefisien mungkin (Mawardi, 2007).

2.2.4 Bangunan Pengatur dan Pengukur Aliran

Bangunan pengukur debit berfungsi untuk mengukur debit pada saluran

irigasi dan bangunan sadap tersier. Contoh dari bangunan ukur ini seperti pintu

romijn, alat ukur cipoletti, alat ukur parshall, alat ukur ambang lebar dan lain

sebagainya (Anonim, 2002)

Page 7: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

11

Gambar 4. Bangunan Sekat Ukur

Gambar 5. Bangunan Sekat Ukur Parshal

Menurut (Kridatunsa dkk, 2006) dalam menentukan jaringan irigasi, terdapat

juga bangunan – bangunan yang digunakan sebagai pengaturan muka air irigasi dan

drainase yang lebih dikenal dengan bangunan pengatur muka air. Bangunan pengatur

muka air digunakan untuk mengukur ketinggina muka air di saluran agar diperoleh

debit aliran sesuai dengan kebutuhan perlayanan. Bangunan pengatur muka air

terdapat pada saluran primer atau sekunder. Bangunan pengatur muka air

berhubungan erat dengan pengaturan debit aliran. Selain menggunakan alat pengukur

debit, debit suatu saluran dapat diketahui dengan membangun bangunan ukur debit.

Bangunan ukur debit merupakan kunci pembagian irigasi yang baik. Bangunan irigasi

dapat mengontrol dengan baik debit yang diberikan ke seluruh jaringan irigasi

(Mawardi, 2007)

Page 8: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

12

2.2.5 Bangunan Pelindung dan Pelengkap.

Bangunan pelindung dan pelengkap yang dimaksud dalam jaringan irigasi

adalah bangunan yang diperlukan untuk menjaga agar prasarana jaringan irigasi dapat

berfungsi dengan baik. Contoh dari bangunan pelengkap yang sering dijumpai

dilapangan adalah tanggul,gorong – gorong, bangunan terjun, talang, sifon, got

miring, jalan, bangunan akhir, bangunan pelindung tebing dan bangunan pelimpah

(Anonim, 2007)

2.2.6 Tata Nama Bangunan Irigasi

Untuk lebih memudahkan tata letak dari bangunan irigasi pada jaringan irigasi

di suatu daerah, perlu dilakukan standarisasai penamaan bangunan irigasi tersebut.

Sehingga lebih mudah dalam kegiatan operasional dan pemeliharaan terhadap

jaringan irigasi.

Dalam penamaan bangunan irigasi, nama yang diberikan harus logis, pendek

dan tidak mengandung makna ambigu (bermakna ganda). Pemberian nama harus

dibuat sedemikian rupa sehingga jika dibuat bangunan baru tidak harus mengubah

nama.

Daerah irigasi dan bangunan utama diberi nama sesuai dengan nama daerah

setempat atau desa penting didaerah tersebut didaerah tersebut., yang biasanya

terletak pada jaringan irigasi. Saluran primer diberi nama sesuai dengan daerah

irigasi. Sedangkan untuk saluran sekunder deberi nama sesuai dengan nama desa

yang terletak dipetak sekunder.

Saluran dibagi menjadi ruas – ruas yang berkapasitas sama. Ruas

dilambangkan dengan huruf R. Ruas terletak diantar 2 bangunan (B). Bangunan bagi

merupakan bangunan terakhir disuatu ruas. Bangunan itu diberi nama sesuai dengan

ruas hulu. Tetapi huruf R diganti menjadi B.

Bangunan yang diantara bangunan – bangunan bagi sadap seperti gorong –

gorong, jombatan, talang, bangunan terjun, dan sebagainya diberi nama sesuai dengan

dengan nama ruas dimana bangunan tersebut terletak. Pemberian namanya diawali

dengan huruf B (bangunan) diikuti dengan huruf kecil. Sehingga bangunan yang

terletak diujung hilir diberi nama “a” kemudian diikitu b,c dan seterusnya. Sebagai

Page 9: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

13

contoh : BS 2b maksudnya bangunan kedua pada ruas RS 2 di saluran Sambak,

terletak antara bangunan – bangunan bagi BS 1 dan BS 2.

Pemberian nama untuk petak tersier diberi nama seperti bangunan sadap

tersier diberi nama seperti bangunan sadap tersier dari jaringan utama. Sebagai

contoh S1 ki maksudnya mendapat air dari pintu air kiri bangunan bagi BS 1 yang

terletak di saluran Sambak.

Pada boks tersier diberi kode T, diikuti dengan nomor urut menurut arah

jarum jam, mulai dari boks pertama dihilir bangunan sadap tersier :T1, T2 dsb. Ruas

saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama sesuai dengan nama boks yang

terletak diantara kedua boks. Misalnya (T1 – T2), (T3 – K1).

Pada petak kuarter, pemberian nama sesuai dengan petak rotasi, diikuti

dengan nomor urut menurut arah jarum jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C dst

menurut arah putaran jarum jam. Boks kuarter diberi kode K, diikuti dengan nomor

urut menurut arah jarum jam, mulai dari boks kuarter pertama dihilir boks tersier

dengan nomor urut tertinggi. Misalnya K1, K2, dst.

Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dilayani

tetapi dengan huruf kecil. Misalnya a1, a2 dst. Saluran pembuang kuarter diberi nama

sesuai dengan petak kuarter yang dibuang airnya, menggunakan huruf kecil diawali

dengan “dk”. Misalnya dka1, dka2 dst. Saluran pembuang tersier diberi kode dt1, dt2

dst searah jarum jam.

Gambar 6. Contoh Nama Bangunan irigasi

Page 10: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

14

2.2.7 Standarisasi Peta Jaringan Irigasi

Bagian kriteria perencanan mengenai standar penggambaran digunakan

sebagai panduan dalam pembuatan gambar – gambar teknis untuk pekerjaan irigasi.

Gambar – gambar teknis yang digunakan meliputi : (1) Peta topografi, (2) Peta tata

letak, (3) Peta Geologi, (4) gambar potongan memanjang dan melintang untuk

pembuangan, saluran atau tanggul, (5) Gambar untuk bangunan – bangunan di

saluran atau buangn.

Dirjen Pengairan dan Pekerjaan Umum (1986) dalam Standar Perencanaan

Irigasi KP-07 terdapat beberapa ketentuan dalam pemetaan jaringan irigasi.

Ketentuan dalam peta jaringan irigasi harus memenuhi beberapa hal yaitu : (1)

Penunjuk arah gambar, (2) Skala, tebal garis, tinggi huruf dan angka, (3) Simbol dan

singkatan, dan (4) Tata warna peta.

Penunjuk arah gambar dalam suatu peta ditunjukan ke arah atas gambar.

Penunjuk arah ini menunjukan arah utara. Peta – peta situasi sungai untuk trase

saluran atau drainase akan digambar sedemikian sehingga arah aliran adalah ke arah

kanan gambar.

Skala merupakan perbandingan ukuran pada peta dengan ukuran yang

sebenarnya. Skala gambar bergantung kepada apa yang harus ditunjukan oleh gambar

atau seberapa detail gambar tersebut harus dibuat. Skala yang dipakai dalam peta

umunya adalah skala batang. contoh dari beberapa skala peta dapat dilihat pada

lampiran 2.

Selain peta, tebal garis dan tinggi huruf dan angka sangat menentukan dalam

pembuatan peta dan gambar. Dalam pekerjaan gambar dipakai bermacam – macam

tebal garis dan tinggi huruf atau angka agar gambar lebih mudah dibaca. Hubungan

skala, tebal garis, serta tinggi huruf dan angka dapat dilihat pada lampiran 3.

Simbol merupakan gambaran dalam peta yang mewakili bangunan, kejadian

alam, serta lokasi yng terdapat dalam peta. Biasanya simbol pada peta berupa gambar

kecil (icon) yang menerangkan sesuatu. Contoh simbol peta dapat dilihat pada

Page 11: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

15

lampiran 3. Simbol dari peta dilampirkan pada legenda peta. Sehingga pembaca peta

dapat memahami arti dari simbol peta tersebut.

Singkatan merupakan penjelasan dalam peta yang berupa singkatan yang

menerangkan suatu informasi dalam peta. Simbol dalam peta berupa gambar kecil

(icon), sedangkan singkatan berupa huruf atau tulisan pada peta. Singkatan –

singkatan dari suatu peta dapat dilihat pada lampiran 4.

Warna standard akan dipakai untuk memperjelas gambar tata letak jaringan

irigasi dan pembuangan, serta gambar tata letak jaringan irigasi. Warna – warna

dalam peta yang dipakai diantaranya sebagai berikut :

a. Warna biru untuk jaringan irigasi, garis penuh untuk jaringan pembawa yang

ada dan garis putus – putus untuk jaringan yang sedang direncanakan.

b. Warna merah untuk jaringan pembuang garis penuh untuk jaringan yang

sudah ada dan garis putus – putus untuk jaringan yang sedang direncanakan.

c. Warna coklat untuk jaringan jalan.

d. Warna kuning untuk daerah yang tidak diairi (dataran tinggi, rawa – rawa).

e. Warna hijau untuk perbatasan kabupaten, kecamatan, desa dan

perkampungan.

f. Warna merah untuk tata nama bangunan dan jalan.

g. Warna bayangan akan dipakai untuk batas – batas petak sekunder, batas petak

tersier akan diarsir dengan warna yang lebih muda dari warna yang sama.

Page 12: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

16

2.3 Sistem Informasi Jaringan Irigasi

2.3.1 Sistem Informasi

Sistem informasi adalah sebuah sistem yang dibuat oleh manusia untuk

mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan informasi

untuk tujuan spesifik dan data disebut sebagai bahan mentah data informasi melalui

suatu proses transformasi, data dibuat lebih bermakna (Azis dan Pujiono, 2006).

Informasi yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya Azis

dan Pujiono, 2006).

a. Akurat, jelas dan dibutuhkan.

b. Presisi (kesepadanan); ukuran detail yang digunakan dalam penyediaan

informasi harus jelas.

c. Up To Date (Tepat Waktu); penerimaan informasi masih dalam

jangkauan waktu yang dibutuhkan oleh si penerima.

d. Quantifiable; informasi dapat dinyatakan dalam bentuk numerik.

e. Veriviable; tingkat kesepakatan atau kesamaan nilai sebagai hasil

pengujian informasi yang sama oleh berbagai pengguna (layak uji).

f. Accessible; tingkat kemudahan dan kecepatan dalam memperoleh

informasi yang bersangkutan.

g. Comprehensif; informasi dapat menggambarkan keseluruhan persoalan

dengan lengkap.

h. Non-bias; derajat perubahan yang sengaja dibuat untuk merubah atau

memodifikasi informasi dengan tujuan mempengaruhi penerima.

2.3.2 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Menurut Puntodowo, dkk (2003) SIG mulai dikenal pada awal tahun 1980-

an. Sejalan dengan berkembangnya perangkat computer, baik perangkat lunak

maupun perangkat keras – SIG berkembang sangat pesat pada tahun 1990-an.

Secara umum SIG atau Geographic Information Sistem (GIS), merupakan

suatu sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk menyimpan, dan

menganalisis objek – objek dan fenomena – fenomena dimana lokasi geografis

Page 13: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

17

merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian,

SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam

menangani data yang bereferensi geografis:

a. Masukan.

b. Keluaran.

c. Manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data).

d. Analisis dan manipulasi data.

Meskipun dengan SIG kita mampu membuat dan menampilkan peta, tetapi

masih banyak hal lain yang bisa dikerjakannya. Aplikasi SIG yang baik adalah

apabila aplikasi tersebut dapat menjawab salah satu atau lebih dari 5 (lima)

pertanyaan dasar dibawah ini, yaitu:

a. Lokasi, dapat dipergunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai lokasi tertentu.

b. Kondisi, dapat dipergunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai kondisi dari

suatu lokasi.

c. Trend, untuk melihat trend dari suatu keadaan.

d. Pola, dapat dipergunakan untuk membaca gejala-gejala alam dan mempelajarinya.

e. Pemodelan, dapat digunakan untuk menyimpan kondisi-kondisi tertentu dan

mempergunakannya untuk memprediksi keadaan dimasa yang akan dating maupun

memperkirakan apa yang terjadi pada masa lalu.

2.3.2.1 Konsep Dasar Data Geografis

Menurut Puntodowo, dkk (2003) Peta digital menyimpan 2 (dua) jenis

informasi dasar, yaitu:

a. Informasi spasial, yang menjabarkan lokasi dan bentuk dari feature geografis dan

hubungan spasial pada feature lainnya.

b. Informasi deskriptif (non spasial), yang berisi keterangan/atribut dari suatu feature.

Menurut Nuarsa (2003) hal – hal yang diperlukan dalam SIG dalam

pembuatan peta digital antara lain :

a. Point/titik. Adalah lokasi diskrit, biasanya digambarkan sebagai simbol atau label.

Menggambarkan suatu feature yang batas atau bentuknya terlalu kecil untuk

ditampilkan dalam garis atau luasan. Point biasanya juga digunakan untuk

Page 14: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

18

menggambarkan lokasi yang tidak mempunyai luasan seperti titik tinggi atau

puncak gunung.

b. Line atau arc/garis. Adalah feature yang dibentuk oleh sekumpulan koordinat yang

saling berhubungan. Menggambarkan feature linier di peta yang terlalu sempit

untuk digambarkan sebagai luasan. Atau untuk menggambarkan

c. feature yang tidak mempunyai lebar, seperti garis kontur.

d. Polygon/luasan (area). Adalah feature luasan yang dibentuk dari garis yang

tertutup menggambarkan suatu area yang homogen. Biasanya digunakan untuk

menggambarkan suatu feature seperti batas Negara, kecamatan, danau dan lain

sebagainya.

Gambar 7. Contoh Gambar Peta Digital

2.3.2.2 Aplikasi Sistem Informasi Geografis

Pemetaan secara komputerisasi dan analisa keruangan telah dikembangkan

secara serempak di beberapa bidang/disiplin. Hal ini tidak akan mencapai hasil yang

baik tanpa kerjasama antar masing bidang tersebut. Menurut Darmawan (2008),

berbagai bidang yang terlibat dalam pengembangan SIG diantaranya yaitu:

• Pemetaan tanah dan pemetaan prasarana kota

• Pemetaan kartografi dan peta tematik

Page 15: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

19

• Ukur tanah dan fotogrametri

• Penginderaan jauh dan analisa citra

• Ilmu komputer

• Perencanaan wilayah (Planologi)

• Ilmu tanah

• Geografi

Berdasarkan sejarah perkembangannya, SIG dengan cepat menjadi peralatan

utama dalam pengelolaan sumber daya alam. SIG banyak digunakan untuk membantu

pengambilan keputusan dengan menunjukan bermacam-macam pilihan dalam

perencanaan pembangunan dan konservasi (Prahasta, 2001).

Beberapa contoh aplikasi SIG dalam perencaanaan sumber daya alam yaitu :

Pengelolaan dan perencanaan penggunaan lahan, Eksplorasi mineral, Studi dampak

lingkungan, Pengelolan sumberdaya air, Pemetaan bahaya/ bencana alam, Pengelolan

hutan dan kehidupan satwa, Studi degradasi tanah, Monitoring penggurunan

(Darmawan, 2008).

2.3.2.3 Penggunaan GPS sebagai Alat Bantu Survey, Navigasi, dan Pengolahan

Data dalam Pemetaan

GPS, singkatan dari Global Positioning Sistem (Sistem Pencari Posisi

Global), adalah suatu jaringan satelit yang secara terus menerus memancarkan sinyal

radio dengan frekuensi yang sangat rendah. Alat penerima GPS secara pasif

menerima sinyal ini, dengan syarat bahwa pandangan ke langit tidak boleh terhalang,

sehingga biasanya alat ini hanya bekerja di ruang terbuka. Satelit GPS bekerja pada

referensi waktu yang sangat teliti dan memancarkan data yang menunjukkan lokasi

dan waktu pada saat itu. Operasi dari seluruh satelit GPS yang ada disinkronisasi

sehingga memancarkan sinyal yang sama. Alat penerima GPS akan bekerja jika ia

menerima sinyal dari sedikitnya 4 buah satelit GPS, sehingga posisinya dalam tiga

dimensi bisa dihitung. Pada saat ini sedikitnya ada 24 satelit GPS yang beroperasi

setiap waktu dan dilengkapi dengan beberapa cadangan. Satelit tersebut dioperasikan

oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat, mengorbit selama 12 jam (dua orbit

per hari) pada ketinggian sekitar 11.500 mile dan bergerak dengan kecepatan 2000

Page 16: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

20

mil per jam. Ada stasiun penerima di bumi yang menghitung lintasan orbit setiap

satelit dengan teliti (www.geosities.com/yaslinus/masuk.html).

2.3.2.3.1 Pemasukan Data dengan GPS

Data spasial lain dalam bentuk digital seperti data hasil pengukuran lapang

dan data dari GPS bisa dimasukkan dalam sistem SIG. Pada intinya SIG

membutuhkan data spasial dalam format tertentu untuk membedakan apakah data

tersebut berupa point, line atau polygon, satelit yang mengitari bumi ditunjukan pada

Gambar 6.

Gambar 8. Satelit yang Mengitari BumiSumber: Garmin web-page

Untuk mempelajari cara-cara pengambilan dan pemasukan data GPS, alat yang

digunakan penerima GPS GARMIN 12 CX. Tentunya alat yang berbeda mempunyai

tata cara penggunaan yang berbeda, tetapi pada dasarnya konsepnya sama. Sebelum

kita mulai, sebaiknya kita pelajari dulu komponen-komponen pokok yang ada pada

alat tersebut.

2.3.2.3.2 Menggunakan alat penerima GPS menentukan posisi

Kegunaan alat penerima GPS yang utama adalah untuk mengambil posisi

koordinat dari suatu titik di bumi ini dan menyimpannya sebagai waypoint. Caranya

penggunaannya adalah:

a. Aktifkan GPS dan tunggu sampai halaman satelit 3D muncul. Untuk dapat

menggunakan alat penerima GPS dengan sempurna, alat tersebut harus

menerima sinyal dari minimum 4 satelit.

b. Setelah memperoleh sinyal yang diinginkan, tekan tombol MARK, sehingga

layar akan berubah menjadi MARK POSITION.

Page 17: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

21

c. Nilai koordinat dimana kita berada akan muncul di layar. Untuk menyimpan

nilai koordinat, pindahkan kursor ke SAVE dan diikuti dengan menekan

tombol ENTER.

d. Untuk memberi nama file pada titik tersebut, tekan ENTER lalu gunakan

tombol ROCKER, Ada dua cara menggunakan tombol ROCKER: (i) arah ke

atas/ke bawah untuk memilih huruf atau angka, dan (ii) arah ke kiri/kanan

untuk memindahkan ke huruf atau angka sebelumnya/berikutnya. Akhiri

dengan menekan ENTER.

e. Untuk menyimpan nama yang baru saja kita buat pada alat, tekan sekali lagi

tombol ROCKER, arahkan menuju pilihan SAVE. Jangan lupa untuk

kemudian menekan tombol ENTER. GPS Garmin 12CX dapat menyimpan

sampai dengan 1000 waypoint.

2.4 Kinerja Sistem Irigasi

Kinerja sistem irigasi merupakan output dari sistem irigasi yang berupa

pelayanan air irigasi untk pertanian. Survei kinerja sistem irigasi bertujuan

mengumpulkan data yang digunakan untuk mengukur tingkat kinerja suatu sistem

irigasi (Sudaryanto, 2004).

Menurut Ardian (1991) dalam menentukan kinerja irigasi dapat dilakukan

pada kondisi fisik dari jaringan irigasi. Kondisi fisik jaringan irigasi kemudian

dilakukan analisa kerusakan dan karakteristik jaringan irigasi.

2.4.1 Kerusakan Jaringan irigasi.

Kerusak jaringan irigasi menurut Ardian (1991) dapat disebabkan oleh :

1. Dirusak oleh petani.

2. Kerusakan karena kesalahan pengoperasian dan kurang pemeliharaan.

3. Kerusakan karena kesalahan desain dan konstruksi.

4. Kerusakan alami.

Page 18: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

22

Berdasarkan tingkat kerusakan jaringan, Ardian (1991) mengelompok tingkat

kerusakan jaringan atas :

1. Ringan.

Kategori ringan apabila petani tidak terpengaruh terhadap kerusakan tersebut.

2. Sedang

Kategori sedang apabila petani dalam kelompok dapat memperbaiki

kerusakan tersebut.

3. Berat

Ketegori berat apabila petani dalam kelompok tidak dapat memperbaiki

kerusakan tersebut.

2.4.2 Karekateristik Jaringan irigasi.

Pembagian air akan berhasil dengan baik apabila semua bangunan bagi dapat

berfungsi dengan baik. Menurut Puspusutardjo dalam Ardian (1991), untuk

menggambarkan karakteristik dari jaringan irigasi yang berfungsi utamanya sebagai

sarana pengaliran dan pembagi digunakan beberapa kriteria.

2.4.2.1 Kerapatan Saluran.

Besarnya kerapatan saluran dapat ditentukan dengan persamaan sebagai

berikut :

Semakin besar harga kerapatan saluran, berarti semakin saluran yang ada

panang sehingga penyebaran air ke petak tersier akan semakin merata.

2.4.2.2 Kerapatan Bangunan

Besarnya kerapatan bangunaan dapat ditentukan dengan persamaan sebagai

berikut :

Semakin besar nilai kerapatan bangunan, maka semakin banyak saluran yang

dapat dilayani oleh bangunan sehingga akan lebih merata pendistribusian air.

……………………………..(1)

………………..………..(2)

Page 19: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

23

2.4.2.3 Ratio Beta (β)

Besarnya β dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan rumus :

β = Ratio beta

e = Jumlah penggal saluran (buah)

v = Jumlah bangunan bagi (buah)

β = 1, berarti dalam sistem jaringan terdapat jaringan tertutup.

β > 1, merupakan rangkaian yang komplek.

β < 1, pada jaringan banyak mengalami kerusakan sehingga mengganggu

kelancaran air.

2.4.2.4 Ratio Eta (∩)

Besarnya ∩ dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan rumus :

∩ = Ratio Eta

M = Panjang total saluran pada petak tersier (m)

e = Jumlah penggal saluran (buah)

Semakin tinggi nilai ∩, maka semakin panjang penggal saluran dan semakin

cepat pemerataaan air ke petak – petak tersier.

2.4.2.5 Ratio Theta (θ)

Besarnya θ dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan rumus :

θ = Ratio Theta

M = Panjang total saluran pada petak tersier (Km)

v = Jumlah bangunan bagi (buah)

……………………………………………………..………..(3)

……………………………………………………..………..(4)

……………………………………………………..………..(5)

Page 20: Bab II Pemetaan Jaringan Irigasi

24

Nilai θ menunjukan kemampuan rata – rata tiap boks bagi untuk melayani

saluran.

Pusposutardjo dalam Ardian (1991), membagi kriteria jaringan yang sesuai

dengan kemampuan dari petani sebagai berikut :

1. Kerapatan saluran, 50 – 100 m/ha

2. Kerapatan susunan, 0,11 – 0,40 unit/ha

3. β – ratio, 2,21 – 2,50 unit segmen saluran / kotak bagi.

4. ∩- ratio, 250 – 500 m/ unit segmen saluran.

5. Θ- ratio, 500 – 1000 m/kotak bagi.

Dalam kriteria fisik diatas, petani mampu mengelola dan mengoperasikan

jaringan tersier dengan baik (Ardian, 1991).