Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Pemberian Asimilasi Di Rutan Salatiga
Asimilasi narapidana merupakan proses pembauran narapidana dalam kehidupan
bermasyarakat agar dapat hidup dan bergaul dengan masyarakat tanpa ada perbedaan
sehingga nantinya setelah selesai menjalani pidananya, narapidana dapat hidup lebih baik
karena dapat diterima kembali oleh masyarakat. Seperti halnya menurut Ismael Saleh, bahwa
asimilasi adalah “Proses pembinaan narapidana yang dilaksanakan dengan membaurkan
narapidana di dalam kehidupan masyarakat”.1
Asimilasi narapidana oleh R. Achmad S. yang mengatakan bahwa:
Asimilasi narapidana dapat dilakukan di tengah-tengah masyarakat secara terus menerus baik dalam bentuk kelompok maupun individu, karena kehidupan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan berbeda dengan kehidupan lingkungan masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan.Hak ini sangat penting karena setelah narapidana selesai menjalani masa pidananya akan hidup di tengah-tengah masyarakat, sehingga narapidana dalam tahap pembinaanya tidak boleh dipisahkan atau diasingkan dari masyarakat, karena pengasingan narapidana dari lingkungan masyarakat akan berakibat terjadinya jurang pemisah antara narapidana dengan masyarakat.2
Sedangkan pengertian asimlasi (narapidana) menurut Pasal 1 butir 9 bab I Ketentuan
Umum PP No. 31 Th. 99 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan
Pemasyarakatan, asimilasi adalah “Proses pembinaan Narapidana dan Anak Didik
1Ismael Saleh, 1987, Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, Departemen
Kehakiman, Jakarta, halaman. 3. 2R. Achmad S. Soemadiprdja dan Romli Atmasasmita, 1979, Sistem Pemasyarakatan di Indonesia, Bina
Cipta, Bandung, halaman. 13.
Pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan dalam kehidupan masyarakat.”
Beberapa peraturan perihal asimilasi narapidana yang menjadi dasar hukum
berlakunya asimilasi narapidana adalah sebagai berikut:
a. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan
Warga Binaan Pemasyarakatan;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Pembinaan dan Pembimbingan
Warga Binaan Pemasyarakatan;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1999 tentang Kerja Sama Penyelenggaraan
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan;
e. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01. PK.04.10 Tahun 1999
Tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas.
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
M.02.PK.04.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat pada Pasal 1 ayat 1
disebutkan pengertian asimilasi adalah proses pembinaan Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan di dalam kehidupan masyarakat,
Sedangkan di Pasal 2 disebutkan asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang
bebas, dan cuti bersyarat dilaksanakan sesuai dengan asas-asas dalam penyelenggaraan tugas
umum pemerintah dan pembangunan serta berdasarkan asas pengayoman, persamaan
perlakuan dan pelayanan, pendidikan pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat
manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan dan terjaminnya hak
untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu.
Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M.02.PK.04.10 Tahun
2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat pada Pasal 3 menyatakan “Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas (CMB), dan Cuti Bersyarat harus bermanfaat
bagi pribadi dan keluarga Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan serta tidak
bertentangan dengan kepentingan umum dan rasa keadilan masyarakat”.
Tahap asimilasi mengedepankan kepada tujuan akhir dari sistem pemasyarakatan,
yaitu agar narapidana dapat diterima kembali oleh masyarakat. Tujuan tersebut didukung
dengan penerapan metode community based corrections yang menghendaki adanya upaya
mengintegrasikan narapidana dalam lingkungan masyarakat.3Upaya mengintegrasikan
dimaksudkan agar narapidana dapat hidup secara wajar dalam kehidupan masyarakat.Tahap
asimilasi dengan metode ini kegiatan pembinaannya semaksimal mungkin dengan
melibatkan masyarakat pada lingkungan yang terbuka.Hal ini menunjukkan bahwa tidak
adanya upaya pengekangan kebebasan sebagai maksud pembalasan dari perbuatan yang telah
dilakukan oleh narapidana.
Untuk dapat diterima kembali secara baik di lingkungan masyarakat, maka
narapidana harus dibina secara baik dan kemudian pada tahap tertentu hendaknya secara
berangsur-angsur mulai dibaurkan dengan lingkungan masyarakat.Usaha untuk membaurkan
dengan lingkungan masyarakat ini kemudian diwujudkan melalui tahap asimilasi.Pada tahap
3 Tholib, Pemberdayaan Lapas Terbuka Sebagai Wujud Pelaksanaan Community Based Corrections Di
Indonesia, Dikutip dari http://www.ditjenpas.go.id, Diakses pada Tanggal 11 Oktober 2013.
asimilasi dilakukan kegiatan pembinaan yang mengarahkan narapidana untuk mengenal
kembali lingkungan masyarakat.
Selain upaya pembauran dengan lingkungan masyarakat, pembentukan sikap dan
mental serta kesadaran untuk tidak mengulangi kembali kejahatan juga menjadi bagian dari
pembinaan.Hal tersebut merupakan upaya untuk mencapai tujuan sistem pemasyarakatan
yang secara khusus tercakup di dalam tujuan asimilasi.
Pasal 14 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02. PK.04.10
Tahun 1999 Tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas, Asimilasi
dapat dilaksanakan dengan kegiatan di luar Lembaga Pemasyarakatan yang pelaksanaannya
berada di luar lembaga, yakni sudah berada di tengah-tengah masyarakat. Asimilasi ini dapat
menjadi tolok ukur keberhasilan yang dilaksanakan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan,
karena sebagai proses peningkatan pembinaan yang berdasarkan evaluasi program
pembinaan sebelumnya serta telah melalui penilaian-penilaian tertentu dan telah memenuhi
persyaratan yang dinyatakan oleh sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).Artinya tidak
semua napi bisa mendapatkan asimilasi .dibawah ini diberikan data jumlah napi dirutan kelas
IIB salatiga pada tahun 2012.
Tabel 1.Jumlah Narapidana Rutan Klas II B Salatiga Tahun 2012
No Periode Napi
Dewasa Laki-Laki
Napi Dewasa
Perempuan
Napi Anak
Laki-Laki
Napi Anak Perempuan
Jumlah Napi
1 Januari 33 orang 9 orang 7 orang - 49 orang 2 Febuari 23 orang 6 orang 7 orang - 36 orang 3 Maret 55 orang 6 orang 4 orang - 65 orang 4 April 52 orang 3 orang 4 orang - 59 orang 5 Mei 39 orang 2 orang 4 orang - 45 orang 6 Juni 56 orang 5 orang 5 orang - 66 orang 7 Juli 62 orang 8 orang 2 orang - 72 orang
8 Agustus 49 orang 7 orang 3 orang - 59 orang 9 September 61 orang 8 orang - - 69 orang 10 Oktober 52 orang 6 orang - - 58 orang 11 November 34 orang 5 orang - - 39 orang 12 Desember 40 orang 10 orang - - 52 orang
Sumber :Sistem Database Pemasyarakatan Rutan Klas II B Salatiga Periode Januari 2012- November 2013
Dari table diatas menunjukan jumlah narapidana di Rutan Klas II B Salatiga pada tahun
2012 dari bulan januari sampai dengan bulan desember ,yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Jumlah napi laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah napi perempuan dan jumlah
napi anak.
2. Napi anak hanya ada napi laki – laki tidak ada napi perempuan atau napi anak-anak setiap
bulannya mengalami naik turun dimana jumlah keseleuruhan terbanyak pada bulan
september yaitu sebanyak 79 ,dan paling sedikit pada bulan februari yaitu sebanyak 36 napi.
Dari lamanya pidana yang harus dijalani oleh napi atau lamanya pidana yang dijatuhkan
oleh hakim dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 2.Jumlah Narapidana Rutan Klas II B Salatiga Terhitung Periode Januari 2012 –
Desember 2012 No Kategori Jumlah Narapidana
Dewasa Anak 1 B 1 108 - 2 B 2 A 19 5 3 B 2 B 2 4 4 B 3 - -
Jumlah 129 9 Total 138
Keterangan :
B1 : Narapidana dengan putusan pidana diatas 1 tahun
B2A : 3 bulan – 1 tahun
B2B : 0 – 3 bulan
B3 : Pidana Subsidier
Dari data diatas menunjukan jumlah total atau keseluruhan jumlah narapidana pada tahun
2012 yang berada di Rumah Tahanan Klas II B Salatiga yaitu berjumlah 138 yang terdiri dari
129 narapidana dewasa dan 9 narapidana anak.
Berdasarkan tabel diatas, narapidana Rumah Tahanan Klas II B Salatiga yang dihukum
dengan putusan pidana diatas 1 tahun ada sebanyak 108 narapidana dewasa, sedangkan sebanyak
24 narapidana dengan putusan 3 bulan sampai 1 tahun, terdiri dari 19 narapidana dewasa dan 5
narapidana anak, narapidana yang mendapatkan putusan di bawah 3 bulan berjumlah 6
narapidana, yang terdiri dari 2 narapidana dewasa dan 4 narapidana anak.terhadap persyaratan
asimilasi bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan (permen Hukum dan HAM RI NO : M
01.PK.04 -10 tahun 2007) pada syarat substantif yang berhak mendapatkan asimilasi ialah telah
menjalani masa pidana setengah masa pidana nya,yang artinya bagi narapidana yang mendapat
putusan 1tahun juga berkesempatan untuk mendapatkan asimilasi.
Tabel 3. Narapidana Dengan Putusan Satu Tahun Atau Lebih Periode Januari 2013 – Desember 2013
No Masa
pidana Jumlah
Narapidana Menjalani 2/3
dari masa pidana
Yang mengajukan
remisi 1 1 Th-3 Th 77 48 48 2 3 Th/lebih 31 6 4
Jumlah 108 54 52
Dari tabel diatas menunjukan jumlah narapidana di Rutan Klas II B Salatiga dengan
putusan satu tahun atau lebih berjumlah 112 narapidana, yang sudah menjalani 2/3 dari masa
pidana sebanyak 54 narapidana, yang mengajukan remisi sebanyak 52 narapidana, sedangkan
yang memenuhi persyaratan subtantif dan administratif untuk asimilasihanya 34 narapidana, dan
yang mengajukan asimilasi hanya 1 orang.
Narapidana juga lebih memilih Cuti Menjelang Bebas, Pembebasan Bersyarat, dan Cuti
Bersyarat dari pada asimilasi,hal ini nampak dari ada 52 narapidana yang mengajukan remisi
,remisi yang dikabulkan hanya 34 narapidana yang mengajukan asimilasi berjumlah 1
narapidana, cuti menjelang bebas 2 narapidana ,pembebasan bersyarat 6 narapidana ,cuti
bersyarat 25 narapidana.Sedangkan 18 narapidana yang mengajukan remisi ditolak karena tidak
memenuhi persyaratan substantif maupun administratif untuk mendapatkan remisi
Tabel 4.Jumlah Narapidana Rutan Klas II B Salatiga Tahun 2013
No Periode Napi Dewasa
Laki-Laki
Napi Dewasa
Perempuan
Napi Anak
Laki-Laki
Napi Anak Perempuan
Jumlah Napi
1 Januari 49 orang 7 orang - - 56 orang 2 Febuari 44 orang 8 orang - - 52 orang 3 Maret 50 orang 8 orang - - 58 orang 4 April 59 orang 10 orang - - 69 orang 5 Mei 41 orang 10 orang - - 51 orang 6 Juni 42 orang 11 orang 1 orang - 54 orang 7 Juli 45 orang 7 orang - - 52 orang 8 Agustus 52 orang 8 orang 1 orang - 61 orang 9 September 47 orang 5 orang 1 orang - 53 orang 10 Oktober 61 orang 9 orang 1 orang - 71 orang 11 November 63 orang 8 orang 1 orang - 72 orang 12 Desember 59 orang 8 orang 1 orang - 68 orang
Sumber :Sistem Database Pemasyarakatan Rutan Klas II B Salatiga Pada Periode Januari 2013 – Desember 2013
Dari tabel diatas menunjukan jumlah narapidana di Rutan Klas II B Salatiga pada tahun
2013 bulan Januari sampai dengan bulan desember yang dapat dijelaskan sebagai berikut ;
1. Jumlah napi laki-laki lebih banyak dibandingkandengan jumlah napi perempuan dan jumlah
napi anak.
2. Napi anak hanya ada napi laki – laki tidak ada napi perempuan atau napi anak-anak setiap
bulannya mengalami naik turun dimana jumlah keseleuruhan terbanyak pada bulan november
yaitu sebanyak 72 dan paling sedikit pada bulan mei yaitu sebanyak 51 narapidana .
Dari lamanya pidana yang harus dijalani oleh napi atau lamanya pidana yang dijatuhkan
oleh hakim dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 5.Jumlah Narapidana Rutan Klas II B Salatiga Terhitung Periode Januari 2013 –
Desember 2013
No Kategori Jumlah Narapidana Dewasa Anak
1 B 1 99 - 2 B 2 16 1 3 B 2 B 3 1 4 B 3 - -
Jumlah 118 2 Total 120
Keterangan :
B1 : Narapidana dengan putusan pidana diatas 1 tahun
B2A : 3 bulan – 1 tahun
B2B : 0 – 3 bulan
B3 : Pidana Subsidier
Dari data diatas menunjukan jumlah total atau keseluruhan jumlah narapidana pada tahun
2013 yang berada di Rumah Tahanan Klas II B Salatiga yaitu berjumlah 120 yang terdiri dari
118 narapidana dewasa dan 2 narapidana anak.
Berdasarkan tabel diatas, narapidana Rumah Tahanan Klas II B Salatiga yang dihukum
dengan putusan pidana diatas 1 tahun ada sebanyak 99 narapidana dewasa, sedangkan sebanyak
17 narapidana dengan putusan 3 bulan sampai 1 tahun, terdiri dari 16 narapidana dewasa dan 1
narapidana anak, narapidana yang mendapatkan putusan di bawah 3 bulan berjumlah 4
narapidana, yang terdiri dari 3 narapidana dewasa dan 1 narapidana anak.
Tabel 6. Narapidana Dengan Putusan Satu Tahun Atau Lebih Periode Januari 2013 – Desember 2013
No Masa
pidana Jumlah
Narapidana Menjalani 2/3
dari masa pidana
Yang mengajukan
remisi
Syarat subtantif dan administratif
Yang mengajukan
asimilasi 1 1 Th-3 Th 71 30 23 19 - 2 3 Th/lebih 28 2 2 2 -
Jumlah 99 32 25 21 -
Dari tabel diatas menunjukan jumlah narapidana di Rutan Klas II B Salatiga dengan
putusan satu tahun atau lebih berjumlah 103 narapidana, yang sudah menjalani 2/3 dari masa
pidana sebanyak 32 narapidana, yang mengajukan remisi sebanyak 25 narapidana, sedangkan
yang memenuhi persyaratan subtantif dan administratif untuk asimilasi hanya 21 narapidana, dan
tidak ada mengajukan asimilasi.
Ada 25 narapidana yang mengajukan remisi ,remisi yang dikabulakan hanya 21
narapidana,yang mengajukan asimilasi tidak ada ,cuti menjelang bebas tidak ada pembebasan
bersyarat 1 narapidana cuti bersyarat 20 narapidana.Sedangkan 4 narapidana yang mengajukan
narapidana ditolak karena tidak memenuhi persyaratan subtantif maupun administratif untuk
mendapatkan remisi.
Pada tabel-tabel diatas,menunjukan bahwa narapidana yang menggunakan haknya untuk
mendapat asimilasi hanya satu narapidana pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 narapidana
tidak ada yang menggunakan hak asimilasi, narapidana lebih memilih cuti bersyarat daripada
asimilasi, terlihat bahwa narapidana tidak begitu termotivasi akan asimilasi
Dengan hak-hak napi tidak diberikan berdampak pada program pembinaan yang akan
diberikan kepada narapidana menjadi kurang efektif karena hak-hak narapidana yang telah
memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan diabaikan
seperti asimilasi. Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia pada tanggal 16
Agustus 2007 mengeluarkan sebuah Peraturan Nomor M.01.PK.04-10 Tahun 2007
tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang
Bebas dan Cuti Bersyarat. Kalau persyaratan telah terpenuhi oleh warga binaan yang menjalani
pidananya dengan baik dan mengikuti semua program yang diberikan oleh petugas Pembimbing
dan Pembina, seharusnya apa yang menjadi hak warga binaan juga dipenuhi khususnya hak
untuk mendapatkan asimilasi,apabila napi mengajukan permohonan.
Bentuk-bentuk asimilasi di luar Lembaga Pemasyarakatan berupa:
a. Bekerja pada pihak ketiga baik instansi pemerintah, swasta ataupun perorangan.Dalam
kegiatan ini, pengawalan narapidana secara minimum security yakni petugas mengawal
dengan pakaian biasa sewaktu narapidana berangkat kerja dan menjemputnya untuk
kembali ke dalam Lembaga Pemasyarakatan.Asimilasi dengan pihak ketiga dapat
memupuk kepercayaan diri narapidana untuk hidup di tengah-tengah masyarakat
danmendapatkan kepercayaan masyarakat kembali serta dapat menjadi suatu kemajuan
berarti yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan;
b. Bekerja mandiri, misalnya menjadi tukang cukur, binatu, bengkeltukang memperbaiki
radio dan lain sebagainya.Asimilasi ini diberikan kepada narapidana yang mempunyai
keahlian atau keterampilan tertentu;
c. Bekerja pada LAPAS Terbuka dengan tahap security minimum.
d. Mengikuti pendidikan, bimbingan dan latihan ketrampilan diluar LAPAS
e. Mengikuti kegiatan sosial dan kegiatan pembinaan lainnya seperti:
1) Kerja bakti bersama dengan masyarakat;
2) Berolahraga bersama dengan masyarakat;
3) Mengikutiupacara
Narapidana dapat diberi asimilasi, pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas,
apabila memenuhi persyaratan substantif dan administratif sebagaimana yang terdapat di
dalam pasal 7 dan pasal 8 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.02.
PK.04.10 Tahun 1999 Tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas.
Persyaratan substantif yang harus dipenuhi narapidana adalah:
a. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan dijatuhi
pidana;
b. Telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral yang positif;
c. Berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan bersemangat;
d. Masyarakat yang telah menerima program kegiatan pembinaan narapidana yang
bersangkutan;
e. Selama menjalankan pidana, narapidana dan anak didik pemasyarakatan tidak pernah
mendapat hukuman disiplin sekurang-kurangnya dalam waktu 9 (sembilan) bulan
terakhir;
f. Untuk asimilasi, narapidana telah menjalani 1/2 dari masa pidana, setelah dikurangi masa
tahanan dan remisi, dihitung sejak putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum
tetap.
Untuk persyaratan administaratif berupa:
a. Salinan putusan pengadilan (ekstrak vonis);
b. Surat keterangan asli dari kejaksaan bahwa narapidana yang bersangkutan tidak
mempunyai perkara atau tersangkut dengan tindak pidana lainnya;
c. Laporan penelitian kemasyarakatan (litmas) dari BAPAS tentang pihak keluarga yang
akan menerima narapidana, keadaan masyarakat sekitarnya dan pihak lain yang ada
hubungannya dengan narapidana;
d. Salinan (daftar huruf F) daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang
dilakukan narapidana selama menjalankan masa pidana dari Kepala Lembaga
Pemasyarakatan (Kepala LAPAS);
e. Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi dan lain-
lain dari Kepala LAPAS;
f. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima narapidana, seperti pihak
keluarga, sekolah, Instansi Pemerintah atau swasta dengan diketahui oleh Pemerintah
Daerah setempat serendah-rendahnya lurah atau kepala desa;
g. Surat keterangan kesehatan dari psikolog atau dari dokter bahwa narapidana sehat baik
jasmani maupun jiwanya dan apabila di Lapas tidak ada psikolog dan dokter, maka surat
keterangan dapat dinyatakan oleh dokter Puskesmas atau Rumah Sakit Umum;
h. Bagi narapidana asing diperlukan syarat tambahan yaitu surat keterangan sanggup
menjamin dari Kedutaan Besar/ Konsulat negara asing orang yang bersangkutan dan
surat rekomendasi dari Kepala Kantor Imigrasi setempat.
Selain syarat-syarat diatas, maka diperlukan kesediaan dari seseorang atau badan atau
lembaga yang memberikan jaminan secara tertulis diatas materai.Asimilasi tidak diberikan
kepada narapidana yang kemungkinan akan terancam jiwanya, diduga akan melakukan
tindak pidana lagi, sedang menjalani pidana penjara seumur hidup.
Untuk pengawasan narapidana atau anak didik pemasyarakatan yang sedang
melaksanakan asimilasi untuk kegiatan pendidikan, bimbingan agama dan kegiatan sosial
LAPAS dilaksanakan secara tertutup oleh petugas LAPAS yang berpakaian dinas, sedangkan
untuk narapidana yang asimilasi kerja diluar LAPAS pengawasannya dilaksanakan oleh
petugas LAPAS dengan memberitahukan kepada pihak kepolisian, pemerintah daerah, dan
hakim wasmat setempat, untuk warga negara asing, asimilasi narapidana mengikutsertakan
kantor imigrasi setempat.
Seterusnya Kepala LAPAS berkewajiban melakukan evaluasi perihal pelaksanaan
asimilasi, melaporkan tentang pelaksanaan dan hasil evaluasi, memelihara data pelaksanaan
asimilasi kepada Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal Pemasyarakatan.
Alasan asimilasi dapat dicabut apabila (KepMen Kehakiman Nomor. M.01. PK.04.10
Tahun 1999 pasal 29):
a. Malas bekerja;
b. Mengulangi tindak pidana;
c. Menimbulkan keresahan dalam masyarakat;
d. Melanggar ketentuan mengenai pelaksanaan asimilasi.
Apabila alasan pencabutan asimilasi disebabkan karena narapidana melakukan tindak
pidana, Kepala LAPAS melaporkan kepada Kepolisian dengan tembusan kepada Kepala
Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Direktur Jenderal Pemasyarakatan.4
Sanksi yang diberikan untuk narapidana yang telah dicabut izin asimilasinya antara
lain:
a. Untuk tahun pertama setelah dilakukan pencabutan tidak dapat diberikan remisi; dan
4Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01. PK.04.10 Tahun 1999 Tentang
Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas Pasal 32.
b. Untuk pencabutan kedua kalinya selama menjalani masa pidananya tidak dapat diberikan
asimilasi
Tujuan asimilasi berikutnya yaitu memberi kesempatan kepada narapidana untuk
pendidikan dan keterampilan guna mempersiapkan diri hidup mandiri di tengah masyarakat
diwujudkan melalui kegiatan kerja produktif.Kegiatan ini berguna untuk menambah
keterampilan narapidana sebagai modal mendapatkan pekerjaan setelah bebas. Dengan
adanya kegiatan kerja produktif sebagai modal keterampilan, maka akan semakin
memberikan kesiapan bagi narapidana untuk menjalani kehidupan setelah bebas.
Tujuan dari program asimilasi, menurut Pasal 6 Keputusan Menteri Kehakiman
Republik Indonesia Nomor M.02. PK.04.10 Tahun 1999 Tentang Asimilasi, Pembebasan
Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas adalah:
a. membangkitkan motivasi atau dorongan pada diri Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan kearah pencapaian tujuan pembinaan;
b. memberi kesempatan bagi Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan untuk pendidikan
dan keterampilan guna mempersiapkan diri hidup mandiri ditengah masyarakat setelah
bebas menjalani pidana;
c. mendorong masyarakat untuk berperan serta secara aktif dalam penyelenggaraan
pemasyarakatan.
Diterapkannya kegiatan pembinaan untuk mewujudkan tujuan asimilasi menunjukkan
adanya suatu upaya yang mengarah kepada pencapaian tujuan sistem pemasyarakatan.
Bentuk pembinaan tersebut merupakan upaya untuk menjadikan narapidana sebagai manusia
seutuhnya sebagaimana dimaksud dalam tujuan sistem pemasyarakatan. Maksud dari
menjadikan narapidana sebagai manusia seutuhnya adalah mengembalikan narapidana
kepada fitrahnya dalam hubungannya dengan tuhan, hubungannya dengan pribadi, manusia
lainnya, serta hubungannya dengan lingkungan.5
Tujuan akhir dari pembinaan narapidana dalam tahap asimilasi adalah agar
narapidana dapat diterima dengan baik di lingkungan masyarakat. Setelah narapidana bebas
dari menjalani hukumannya, maka ia akan dikembalikan lagi ke dalam lingkungan
masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut sangat penting sekali bagaimana peran LAPAS
dalam menjadikan narapidana dapat diterima dan menyatu dengan lingkungannya secara baik
dan tentunya dengan tidak melakukan lagi kejahatan.
Adapun tujuan diberikannya Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang
Bebas, dan Cuti Bersyarat terhadap Narapidana, yaitu :
a. Membangkitkan motivasi atau dorongan pada diri Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan ke arah pencapaian tujuan pembinaan ;
b. Memberi kesempatan pada Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan untuk
pendidikan dan keterampilan guna mempersiapkan diri hidup mandiri di tengah
masyarakat setelah bebas menjalani pidana ;
c. Mendorong masyarakat untuk berperan serta secara aktif dalam penyelenggaraan
Pemasyarakatan.6
Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan dapat diberikan Asimilasi, Pembebasan
Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat apabila telah memenuhi persyaratan
substantif dan administratif.
5Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 6Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.01.PK.04.10 Tahun 2007
tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat
Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
M.02.PK.04.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat pada Pasal 6 ditegaskan
untuk dapat melaksanakan asimilasi, seorang narapidana harus memenuhi beberapa
persyaratan, yaitu:
a. Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang harus dipenuhi oleh
narapidana adalah :
1) telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang menyebabkan
dijatuhkan pidana;
2) telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral yang positif;
3) berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan bersemangat;
4) masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan Narapidana dan Anak
Pidana yang bersangkutan ;
5) berkelakuan baik selama menjalani Pidana dan tidak pernah mendapat hukuman
disiplin untuk :
a) Asimilasi sekurang-kurangnya dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir ;
b) Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas sekurang-kurangnya dalam
waktu 9 (sembilan) bulan terakhir ; dan
c) Cuti Bersyarat sekurang-kurangnya dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir ;
6) masa Pidana yang telah dijalani untuk :
a) Asimilasi, ½ (setengah) dari masa pidananya ;
b) Pembebasan Bersyarat, ⅔ (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9
(sembilan) bulan ;
c) Cuti Menjelang Bebas ⅔ (dua per tiga) dari masa pidananya dan jangka waktu
cuti sama dengan remisi terakhir paling lama 6 (enam) bulan ;
d) Cuti Bersyarat ⅔ (dua per tiga) dari masa pidananya dan jangka waktu cuti paling
lama 3 (tiga) bulan dengan ketentuan apabila selama menjelang cuti melakukan
tindak pidana baru, maka selama di luar LAPAS tidak dihitung sebagai masa
menjalankan pidana ;
b. Persyaratan substantif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang harus dipenuhi oleh
narapidana adalah :
1) telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas pelanggaran yang dilakukan;
2) telah menunjukan budi pekerti dan moral yang positif ;
3) berhasil mengikuti program pendidikan dan pelatihan dengan tekun dan bersemangat
;
4) masyarakat dapat menerima program pembinaan Anak Negara yang bersangkutan ;
5) berkelakuan baik ;
6) masa pendidikan yang telah dijalani di LAPAS Anak untuk :
a) Asimilasi, sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan ;
b) pembebasan bersyarat, sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
Sedangkan Pasal 7 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
M.02.PK.04.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat menambahkan persyaratan
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang harus dipenuhi oleh Narapidana atau
Anak Didik Pemasyarakatan adalah:
a. kutipan putusan hakim (ekstra vonis) ;
b. laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau
laporan perkembangan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang
dibuat oleh Wali Pemasyarakatan ;
c. surat pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri tentang rencana pemberian Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat terhadap Narapidana
dan Anak Didik Pemasyarakatan yang bersangkutan ;
d. salinan register F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan
Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan selama menjalankan masa pidana) dari
Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN ;
e. salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana, seperti grasi, remisi, dan lain-
lain dari Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN ;
f. surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima Narapidana dan Anak
Didik Pemasyarakatan, seperti pihak keluarga, sekolah, instansi pemerintah atau swasta
dengan diketahui oleh pemerintah setempat serendah-rendahnya lurah atau kepala desa ;
g. bagi Narapidana atau Anak Pidana warga negara asing diperlukan syarat tambahan :
1) surat jaminan dari Kedutaan Besar/Konsulat negara orang asing yang bersangkutan
bahwa Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan tidak melarikan diri atau
mentaati syarat-syarat selama menjalankan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat ;
2) surat keterangan dari Kepala Kantor Imigrasi setempat mengenai status keimigrasian
yang bersangkutan.
Menurut Pasal 9 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
M.02.PK.04.10 Tahun 2007 disebutkan :
a. Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat tidak
diberikan kepada :
1) Narapidana atau Anak Didik pemasyarakatan yang kemungkinan akan terancam
jiwanya ; atau
2) Narapidana yang sedang menjalani pidana penjara seumur hidup.
b. Warga negara asing yang diberi Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang
Bebas, dan Cuti Bersyarat nama yang bersangkutan dimasukkan dalam Daftar
Pencegahan dan Penangkalan pada Direktorat Jenderal Imigrasi.
c. Narapidana warga negara asing yang akan dimasukkan dalam Daftar Pencegahan dan
Pencekalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Tata cara untuk pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas,
dan Cuti Bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Nomor M.02.PK.04.10 Tahun 2007 adalah sebagai berikut :
a. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) LAPAS atau TPP RUTAN setelah mendengar
pendapat anggota TPP dan mempelajari laporan perkembangan pembinaan dari Wali
Pemasyarakatan, mengusulkan pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas atau Cuti Bersyarat kepada Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN ;
b. Untuk Asimilasi, apabila Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN menyetujui usul TPP
LAPAS atau TPP RUTAN selanjutnya menerbitkan keputusan Asimilasi ;
c. Untuk Cuti Menjelang Bebas, atau Cuti Bersyarat, apabila Kepala LAPAS menyetujui
usul TPP LAPAS atau TPP RUTAN selanjutnya meneruskan usul tersebut kepada
Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat ;
d. Untuk Pembebasan Bersyarat, apabila Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN menyetujui
usul TPP LAPAS atau TPP RUTAN selanjutnya meneruskan usul tersebut kepada
Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan ;
e. Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dapat menolak atau
menyetujui tentang usul Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat atau Pembebasan
Bersyarat setelah mempertimbangkan hasil sidang TPP Kantor Wilayah Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat ;
f. Apabila menolak tentang usul Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat atau Pembebasan
Bersyarat, maka dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya
usul tersebut memberitahukan penolakan beserta alasannya kepada Kepala LAPAS atau
Kepala RUTAN ;
g. Apabila Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menyetujui
tentang usul Cuti Menjelang Bebas, Cuti Bersyarat, maka Kepala Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menerbitkan keputusan tentang Cuti
Menjelang Bebas atau Cuti Bersyarat;
h. Apabila Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia menyetujui
tentang usul Pembebasan Bersyarat, maka dalam jangka waktu14 (empat belas) hari
terhitung sejak diterimanya usul tersebut meneruskan usul kepada Direktur Jenderal
Pemasyarakatan ;
i. Apabila Direktur Jenderal Pemasyarakatan menolak tentang usul Pembebasan Bersyarat,
maka dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penetapan
memberitahukan penolakan itu beserta alasannya kepada Kepala LAPAS atau Kepala
RUTAN dan ;
j. Apabila Direktur Jenderal Pemasyarakatan menyetujui tentang usul Pembebasan
Bersyarat, maka Direktur Jenderal Pemasyarakatan menerbitkan keputusan tentang
Pembebasan Bersyarat.
Menurut Pasal 24 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
M.02.PK.04.10 Tahun 2007 pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang
Bebas, dan Cuti Bersyarat dapat dicabut apabila :
a. Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan :
1) mengulangi tindak pidana ;
2) menimbulkan keresahan dalam masyarakat dan/atau ;
3) melanggar ketentuan mengenai pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti
Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
b. Pencabutan Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat tidak
dapat dilakukan atas permintaan klien pemasyarakatan yang bersangkutan atau kuasa
hukumnya ;
c. Pencabutan Asimilasi dilakukan oleh Kepala LAPAS atau Kepala RUTAN;
d. Pencabutan Pembebasan Bersyarat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan atas
usul Kepala Balai Pemasyarakatan (BAPAS) melalui Kepala Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat ;
e. Pencabutan Cuti Menjelang Bebas atau Cuti Bersyarat dilakukan oleh Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia setempat berdasarkan usul Kepala Balai
Pemasyarakatan (BAPAS).
Ketentuan tersebut di atas telah dilaksanakan oleh Rutan Salatiga yang merupakan
hak para narapidana.7
Dalam sistem pemasyarakatan dimana narapidana ditempatkan sebagai objek, mereka
diklasifikasikan menjadi beberapa golongan menurut besar kecilnya pidana yang dijatuhkan
oleh pengadilan. Adapun klasifikasi dan jumlah narapidana tahun 2012 di Rutan Salatiga
dapat dikelompokkan menjadi :
a. Register B-I adalah narapidana yang dijatuhi pidana diatas 1 tahun, terdiri dari :
1) Pria berjumlah 43 (empat puluh tiga) orang.
2) Wanita berjumlah 1 (satu) orang.
b. Register B-IIa adalah narapidana yang dijatuhi pidana selama diatas 3 bulan sampai 12
bulan dan register B-IIb adalah narapidana yang dijatuhi pidana selama 1 hari sampai 3
bulan.
1) Anak berjumlah 12 (dua belas) orang.
2) Wanita berjumlah 4 (empat) orang.
c. Register B-III adalah narapidana yang menjalani pidana kurungan pengganti denda.
1) Wanita berjumlah 1 (satu) orang, subsider.
Sedangkan untuk jumlah tahanan tahun 2012 di Rutan Salatiga dapat diklasifikasikan
menjadi;
a. Register A-I untuk tahanan Kepolisian wanita 2 (dua) orang.
b. Register A-II untuk tahanan Kejaksaan pria 12 (dua belas) orang.
c. Register A-III untuk tahanan Pengadilan Negeri pria 30 (tiga puluh) orang dan wanita 4
(empat) orang.
7Wawancara dengan Bapak Rofi’i, staff pelayanan tahanan di Rumah Tahanan Salatiga, Jl. Yos Sudarso
No.2 Salatiga.
d. Register A-IV untuk tahanan Pengadilan Tinggi pria 4 (empat) orang.
e. Register A-V untuk tahanan Mahkamah Agung tidak ada.
Dalam rangka mewujudkan sistem pembinaan pemasyarakatan, salah satu upaya yang
ditempuh adalah pelaksanaan pemberian asimilasi, yang merupakan bagian dari hak-hak
warga binaan pemasyarakatan. Pelaksanaan pemberian hak-hak warga binaan
pemasyarakatan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat
dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan jo. Permen Hukum dan
HAM RI No.M.02.PK.04.10 Tahun 2007 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan
Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
“Pemasyarakatan Sebagai Proses di Indonesia” maka metode yang dipergunakan
dalam proses pemasyarakatan ini meliputi 4 (empat) tahap, yang merupakan suatu kesatuan
proses yang bersifat terpadu sebagaimana di bawah ini:8
a) Tahap Orientasi/Pengenalan
Setiap narapidana yang masuk di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan penelitian
untuk segala hal ikhwal perihal dirinya, termasuk sebab-sebab ia melakukan kejahatan,
dimana ia tinggal, bagaimana keadaan ekonominya, latar belakang pendidikan dan
sebagainya.
b) Tahap Asimilasi dalam Arti Sempit
Jika pembinaan diri narapidana dan antara hubungannya dengan masyarakat telah
berjalan kurang dari 1/3 masa pidana sebenarnya menurut Dewan Pembinaan
Pemasyarakatan telah dicapai cukup kemajuan dalam proses antara lain: bahwa
narapidana telah cukup menunjukkan perbaikan-perbaikan dalam tingkah laku,
8Dwidja Priyatno, “Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia”, Bandung: Refika Aditama, 2006, hal 99.
kecakapan dan lain-lain. Maka tempat atau wadah utama dari proses pembinaanya ialah
gedung lembaga pemasyarakatan terbuka dengan maksud memberikan kebebasan
bergerak lebih banyak lagi atau para narapidana yang sudah dalam tahap ini dapat
dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Terbuka. Di tempat baru ini narapidana diberi
tanggungjawab terhadap masyarakat. Bersamaan dengan ini pula dipupuk rasa harga diri,
tatakrama, sehingga dalam masyarakat luas timbul kepercayaannya dan berubah sikapnya
terhadap narapidana. Kontak dengan unsur-unsur masyarakat frekuensinya lebih
diperbanyak lagi misalnya kerjabakti dengan masyarakat luas. Pada saat itu dilakukan
kegiatan bersama-sama dengan unsur masyarakat. Masa tahanan yang harus dijalani pada
tahap ini adalah sampai berkisar 1/2 dari masa pidana yang sebenarnya.
c) Tahap Asimilasi dalam Arti Luas
Jika narapidana sudah menjalani kurang dari 1/2 masa pidana yang sebenarnya
menurut Dewan Pembinaan Pemasyarakatan dinyatakan proses pembinaannya telah
mencapai kemajuan yang lebih baik lagi, maka mengenai diri narapidana maupun unsur-
unsur masyarakat, maka wadah proses pembinaan diperluas ialah dimulai dengan usaha
asimilasi para narapidana dengan penghidupan masyarakat luar yaitu seperti kegiatan
mengikutsertakan pada sekolah umum, bekerja pada badan swasta atau instansi lainnya,
cuti pulang beribadah dan berolahraga dengan masyarakat dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Pada saat berlangsungnya kegiatan segala sesuatu masih dalam pengawasan dan
bimbingan petugas lembaga pemasyarakatan.
d) Tahap Integrasi dengan Lingkungan Masyarakat.
Tahap ini adalah tahap terakhir pada proses pembinaan dikenal dengan istilah
integrasi. Bila proses pembinaan dari tahap Observasi, Asimilasi dalam arti sempit,
Asimilasi dalam arti luas dan Integrasi dapat berjalan dengan lancar dan baik serta masa
pidana yang sebenarnya telah dijalani 2/3-nya atau sedikitnya 9 bulan, maka kepada
narapidana dapat diberikan pelepasan bersyarat atau cuti bersyarat dalam tahap ini proses
pembinaannya adalah berupa masyarakat luas sedangkan pengawasannya semakin
berkurang sehingga narapidana akhirnya dapat hidup dengan masyarakat. Adapun
pelaksanaan lepas bersyarat diberikan kepada narapidana yang telah menjalani 2/3 (dua
per tiga) dari masa pidananya.
Dalam Pasal 14 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.
PK.04.10 Tahun 1999 Tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas,
Asimilasi dapat dilaksanakan dengan kegiatan di luar Lembaga Pemasyarakatan yang
pelaksanaannya berada di luar lembaga, yakni sudah berada di tengah-tengah masyarakat.
Asimilasi ini dapat menjadi tolak ukur keberhasilan yang dilaksanakan oleh pihak Lembaga
Pemasyarakatan, karena sebagai proses peningkatan pembinaan yang berdasarkan evaluasi
program pembinaan sebelumnya serta telah melalui penilaian-penilaian tertentu dan telah
memenuhi persyaratan yang dinnyatakan oleh sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP).
Bentuk-bentuk asimilasi di luar Lembaga Pemasyarakatan berupa:
a. Bekerja pada pihak ketiga baik instansi pemerintah, swasta ataupun perorangan.
Dalam kegiatan ini, pengawalan narapidana secara maximum security yakni
petugas mengawal dengan pakaian biasa sewaktu narapidana berangkat kerja dan
menjemputnya untuk kembali ke dalam Lembaga Pemasyarakatan/Rutan.Asimilasi
dengan pihak ketiga dapat memupuk kepercayaan diri narapidana untuk hidup di tengah-
tengah masyarakat danmendapatkan kepercayaan masyarakat kembali serta dapat
menjadi suatu kemajuan berarti yang dilakukan Lembaga Pemasyarakatan;
b. Bekerja mandiri, misalnya menjadi tukang cukur, binatu, bengkel, tukang memperbaiki
radio dan lain sebagainya.
Asimilasi ini diberikan kepada narapidana yang mempunyai keahlian atau
keterampilan tertentu, pengawalan medium security;
c. bekerja pada LAPAS Terbuka dengan tahap minimum security.
1) mengikuti pendidikan, bimbingan dan latihan ketrampilan diluar LAPAS
2) mengikuti kegiatan sosial dan kegiatan pembinaan lainnya seperti:
a) kerja bakti bersama dengan masyarakat;
b) berolahraga bersama dengan masyarakat;
c) mengikuti upacara atau peragaan ketrampilan bersama dengan masyarakat.
2. Hambatan-Hambatan Dalam Pemberian Asimilasi Di Rutan Salatiga
Berdasarkan hasil penelitian selama di lapangan bahwa Rutan Salatiga dalam
melakukan pelayanan dan pemenuhan terhadap hak narapidana khususnya dalam
pelaksanaan asimilasi mengalami beberapa hambatan.Hal demikian menjadikan salah satu
faktor penyebab kegagalan di Rutan Salatiga dalam melakukan pembinaan terhadap
narapidana. Adapun hambatan yang di dapat terhadap pelaksanaan asimilasi berdasarkan
wawancara dengan Bapak Rofi’i, staff pelayanan tahanan di Rumah Tahanan Salatigayaitu:
a. Kurangnya pengetahuan dan motivasi narapidana terhadap pelaksanaan asimilasi;
b. Kurangnya pengertian/pandangan yang positif dari masyarakat terhadap narapidana yang
sedang menjalani asimilasi;
c. Tidak adanya jaminan dari keluarga.
Dalam mengikuti program asimilasi, kesadaran dan motivasi narapidana dalam
mengikuti program pembinaan sangat diharapkan, karena dalam sistem pemasyarakatan yang
dikehendaki adalah tumbuhnya kesadaran bagi narapidana untuk menjadi anggota
masyarakat yang baik dan taat hukum setelah bebas dari Rutan.9
Berdasarkan penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara kepada petugas pembina
rutan Salatiga Bapak Rofi’i di Rutan Salatigaada beberapa narapidana yang kurang berminat
dalam mengusulkan asimilasi, dengan berbagai alasan diantaranya keluarga narapidana
sebagai penjamin bertempat tinggal jauh di luar kota.
Kurang optimalnya kerjasama dengan instansi terkait, hal ini dapat dilihat dengan
adanya keterlambatan surat keterangan dari Kejaksaan yang menyatakan bahwa narapidana
yang bersangkutan tidak tersangkut perkara lain, dan keterlambatan vonis dari Pengadilan
serta kurangnya pemahaman Aparat Kelurahan/Desa tentang membuat Surat Pernyataan dan
Surat Jaminan dari Keluarga Narapidana yang diketahui oleh Lurah/Kepala Desa setempat.
Pengawasan dan bimbingan terhadap narapidana sebenarnya juga dilaksanakan oleh
petugas Balai Pemasyarakatan.Namun karena wilayah kerja Balai Pemasyarakatan terlalu
luas, maka pengawasan dan bimbingan terhadap Narapidana yang menjalani asimilasi tidak
dapat dilakukan secara intensif.
B. ANALISA
1. Prosedur Pemberian Asimilasi Di Rutan Salatiga
9Wawancara dengan Bapak Rofi’i, staff pelayanan tahanan di Rumah Tahanan Salatiga, Jl. Yos Sudarso
No.2 Salatiga.
Sesuai dengan prinsip pemasyarakatan bahwa selama narapidana menjalankan
pidana, narapidana tidak boleh kehilangan kontak dengan masyarakat dan harus dikenalkan
dan diberikan kesempatan untuk dapat bersosialisasi dengan masyarakat luas. Salah satu cara
adalah ditempuh dengan pemberian asimilasi, yaitu merupakan proses untuk membaurkan
narapidana kedalam lingkungan masyarakat agar merasakan kehidupan yang normal dan
nantinya jika telah selesai menjalani pidananya dapat berinteraksi secara wajar .
Pada tahun 2012, napi yang mengajukan dan mendapatkan asimilasi di Rutan Salatiga
pada tahun 2012 berjumlah satu orang napi,napi mengajukan untuk mendapatkan asimilasi
telah memenuhi persyaratan administratif sebagaimana ditentukan dalam pasal 7 dan pasal 8
Keputusan Mentri Kehakiman RI Nomor : M.02.PK.04.10.Tahun 1999 tentang Asimilasi,
Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas. Adapun syarat Administratif yang harus
dipenuhi oleh Napi yaitu :Kutipan Putusan Hakim, Laporan perkembangan pembinaan
narapidana yang dibuat oleh wali Pemasyarakatan, Surat keterangan tidak mempunyai
perkara lain dari Kejaksanaan Negeri, Surat pernyataan dan jaminan dari keluarga,dan untuk
persyaratansubtantif, yaitu telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas pelanggaran
yang dilakukan, telah menunjukkan budi pekerti dan moral yang positif, berhasil mengikuti
program pendidikan dan pelatihan dengan tekun dan semangat,masyarakat dapat menerima
program kegiatan pembinaan narapidana, berkelakukan baik selama menjalani pidana dan
tidak pernah mendapatkan hukumanselama masa pidananya.
Berdasarkan permohonan Napi yang dilampiri dengan persyaratan administratif dan
persyaratan subtantif, Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) melakukan sidang terhadap
pengajuan permohonan untuk mendapatkan asimilasi oleh napi.Setelah mendengar pendapat
anggota TPP dan mempelajari laporan perkembangan pembinaan dari wali pemasyarakatan
mengusulkan pemberian Asimilasi, kepada Kepala LAPAS atau Kepala
Rutan,selanjutnyaKepala LAPAS/RUTAN meneruskan usulan tersebut kepada Kepala
Kantor Wilayah dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatanuntuk diteruskan
ke Mentri Kehakiman yang akan menerbitkan surat keputusan pemberian asimilasi kepada
pemohon atau narapidana.
Sesuai bunyi Pasal 12 dan Pasal 13 ayat (1) huruf a Keputusan Mentri Kehakiman RI
Nomor : M.02.PK.04.10. Tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat dan Cuti
Menjelang Bebas, pemberian asimilasi kepada seorang napi tersebut adalah berjenis asimilasi
diperkerjakan diluar lingkungan RUTAN/LAPAS, maka pemberian asimilasi kepada seorang
napi tersebut didelegasikan kepada Kepala LAPAS/RUTAN Salatiga.
Untuk pelaksanaan asimilasi terhadap seorang napi tersebut, yaitu dipekerjakan di
luar tembok LAPAS/RUTAN Salatiga, dan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,
pelaksanaannya selama Napi berada di luar tembok LAPAS/RUTAN Salatiga Napi
mendapatkan pengawalan dan pengawasan dari petugas LAPAS/RUTAN Salatiga, tanggung
jawab keamanan selama menjalani proses asimilasi tersebut adalah ada pada Kepala Rutan
Salatiga.Untuk penilaian keberhasilan melaksanakan asimilasi, evaluasi dilakukan oleh
petugas dari Badan Pemasyarakatan (BAPAS).
2. Hambatan Terhadap Pelaksanaan Asimilasi Di Rutan Salatiga
Dalam setiap pelaksanaan asimilasi ditemukan berbagai kendala-kendala yang dapat
menjadi faktor penghambat bagi terlaksananya program asimilasi, kendala ini dapat berasal
dari intern dan juga ekstern, maupun yang berasala dari perundang-undangan.
a. Kurang efektif dan efisiennya peraturan perundang-undangan yang ada.
Kurang efektif dan efisiennya peraturan perundang-undangan dapat dilihat dari
hal-hal seperti rumit dan lamanya prosedur mendapatkan izin asimilasi seperti: surat
pengajuan asimilasi dari pemohon (narapidana).
b. Hambatan yang bersifat ekstern, dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut :
1) Belum adanya tenaga ahli atau orang yang berpengalaman yang dapat menjadi
pembimbing narapidana.
Tenaga ahli atau orang yang berpengalaman dalam membimbing
narapidana sangat berguna agar dapat terjadi transfer of skill yang berguna bagi
narapidana nantinya, khususnya untuk narapidana yang melaksanakan asimilasi kerja.
Selama ini pihak Rutan Salatiga mengalami kesulitan untuk dapat mengajak tenaga
ahli untuk menjadi pembimbing narapidana dikarenakan juga dengan minimnya
ketersediaan dana untuk memakai jasa tutor profesional.
2) Sulitnya mendapatkan bantuan psikolog.
Rutan Salatiga juga kesulitan untuk mendapatkan bantuan dari psikolog yang
dapat bergunauntuk membimbing mental narapidana untuk melaksanakan pidananya
dan menggali lebih jauh minat dan keterampilan narapidana yang nantinya dapat
digunakan dalam asimilasi kerja.
3) Minimnya permintaan pihak ketiga terhadap tenaga kerja di Rutan Salatiga.
Terhadap permintaan tenaga kerja oleh pihak ketiga sangat minim, selama ini
pihak yang memakai jasa dan tenaga para narapidana hanyalah pihak yang
mempunyai hubungan kerabat dengan narapidana yang melaksanakan asimilasi kerja
dengan pihak ketiga.
4) Belum adanya kerjasama yang berkelanjutan dengan pihak ketiga yang dapat
menampung para pemohon asimilasi agar dalam pelaksanaan asimilasi dapat lebih
terakomodir
Asimilasi kerja dengan pihak ketiga merupakan bentuk asimilasi yang paling
potensial untuk membantu narapidana yang ingin berasimilasi, akan tetapi pihak
Rutan Salatiga mengalami kendala dalam upaya kerjasama yang
lebih continuity (berkelanjutan), hal ini terjadi karena pihak ketiga merasa takut untuk
memakai jasa dan tenaga para narapidana, ataupun pihak ketiga yang tidak ingin
repot dengan membuat perjanjian dengan pihak Rutan Salatiga perihal jaminan
pengawasan kerja.
5) Pandangan (stigmatisasi) masyarakat yang buruk terhadap narapidana
Pandangan masyarakat sangat mempengaruhi kegiatan asimilasi narapidana.
Walaupun asimilasi kerja dilakukan, tetapi masyarakat juga akan memberikan
pandangan sinis terhadap pihak yang memperkerjakan narapidana.Terlebih dengan
budaya masyarakat yang komunal sehingga pandangan satu orang dapat menjadi
pandangan masyarakat secara umum.
b. Hambatan yang bersifat internal
Apa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, yang menentukan untuk
pemberian asimilasi diperlukan syarat administrative adanya jaminan dari keluarga, dan
syarat subtantif berupa penerimaan dari masyarakat. Apabila dua persyaratan tersebut
harus dilaksanakan para napi mengalami kesulitan, karena tidak semua napi bertempat
tinggal di Salatiga dan sekitarnya, sehingga untuk memenuhi dua persyaratan ini menjadi
hambatan tersendiri di dalam napi mengajukan asimilasi.