29
BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam Berdarah Dengue Bab ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi penurunan model ma- tematika penyebaran penyakit DBD yang selanjutnya akan disebut sebagai model Dengue, untuk dua serotipe virus tanpa vaksinasi. Bagian kedua terdiri atas penurunan parameter ambang yang disebut sebagai ba- sic reproduction ratio, yang digunakan sebagai parameter penentu kestabilan lokal dari titik-titik kesetimbangan model. Titik-titik kesetimbangan inilah yang akan digunakan untuk memberikan penjelasan fenomena piramida penyakit yang cukup dikenal dalam penyebaran penyakit DBD secara eksternal. Selain itu akan diberikan pula hasil-hasil analisis kestabilan lokal titik-titik kesetimbangan model yang telah diperoleh. Sedangkan pada bagian ketiga dikemukakan temuan penting mengenai parameter- parameter yang paling berpengaruh dari hasil penyelidikan yang telah dilakukan selama ini melalui simulasi numerik. II.1 Penurunan Model Matematika Sebelum menjelaskan penurunan model matematika terlebih dahulu dikemukakan asumsi-asumsi yang digunakan dalam penurunan model ini. Asumsi -asumsi terse- but dituangkan dalam butir-butir penjelasan berikut ini. 1. Jumlah total individu dalam populasi adalah konstan baik untuk populasi manusia maupun untuk populasi nyamuk. 2. Individu yang menderita infeksi sekunder diasumsikan terlebih dahulu sembuh dari infeksi primer virus Dengue. 11

BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

BAB II Model Matematika Penyebaran

Eksternal Demam Berdarah Dengue

Bab ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama berisi penurunan model ma-

tematika penyebaran penyakit DBD yang selanjutnya akan disebut sebagai model

Dengue, untuk dua serotipe virus tanpa vaksinasi.

Bagian kedua terdiri atas penurunan parameter ambang yang disebut sebagai ba-

sic reproduction ratio, yang digunakan sebagai parameter penentu kestabilan lokal

dari titik-titik kesetimbangan model. Titik-titik kesetimbangan inilah yang akan

digunakan untuk memberikan penjelasan fenomena piramida penyakit yang cukup

dikenal dalam penyebaran penyakit DBD secara eksternal. Selain itu akan diberikan

pula hasil-hasil analisis kestabilan lokal titik-titik kesetimbangan model yang telah

diperoleh.

Sedangkan pada bagian ketiga dikemukakan temuan penting mengenai parameter-

parameter yang paling berpengaruh dari hasil penyelidikan yang telah dilakukan

selama ini melalui simulasi numerik.

II.1 Penurunan Model Matematika

Sebelum menjelaskan penurunan model matematika terlebih dahulu dikemukakan

asumsi-asumsi yang digunakan dalam penurunan model ini. Asumsi -asumsi terse-

but dituangkan dalam butir-butir penjelasan berikut ini.

1. Jumlah total individu dalam populasi adalah konstan baik untuk populasi

manusia maupun untuk populasi nyamuk.

2. Individu yang menderita infeksi sekunder diasumsikan terlebih dahulu sembuh

dari infeksi primer virus Dengue.

11

Page 2: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

3. Infeksi sekunder hanya terjadi pada manusia, tidak terjadi di dalam tubuh nya-

muk, karena nyamuk terinfeksi selama hidupnya (kurang lebih 14 hari (Kurane

dkk, 2001)).

4. Saat mengalami infeksi virus Dengue dalam tubuhnya, diasumsikan manusia

akan kebal terhadap semua serotipe virus Dengue. Namun setelah sembuh

dari infeksinya manusia tersebut hanya akan kebal terhadap virus Dengue

yang ada dalam tubuhnya. (Gubler,1998, WHO, 1986, WHO homepage dan

CDC homepage).

5. Populasi yang ditinjau adalah populasi yang tertutup.

6. Model yang dikembangkan pada penelitian ini hanya meninjau dua serotipe

virus, dari empat serotipe virus Dengue yang ada, sebut serotipe 1 dan serotipe

2.

7. Model yang dikembangkan mengacu pada kondisi awal semua individu dalam

populasi manusia adalah manusia sehat yang akan terinfeksi penyakit, dan

selanjutnya disebut sebagai susceptible, kemudian dimasukkan satu individu

yang terinfeksi virus serotipe 1 dan satu individu yang terinfeksi virus serotipe

2 ke dalam populasi.

8. Vektor perantara penyakit hanya nyamuk, tidak ada vektor perantara lainnya.

9. Penelitian ini tidak membahas masalah infeksi ketiga maupun infeksi keempat

dalam penyebaran penyakit Dengue.

Dari asumsi yang tersusun di atas diturunkan model dasar penyebaran penyakit

Dengue untuk dua serotipe virus tanpa pengaruh vaksinasi sebagai berikut.

Misalkan Nh adalah total populasi manusia dan Nv adalah total populasi nyamuk.

Diasumsikan bahwa total populasi manusia dan total populasi nyamuk konstan se-

tiap saat. Model matematika yang akan dibahas didasarkan pada diagram transmisi

eksternal yang tertera pada Gambar II.1.

12

Page 3: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Gambar II.1. Diagram Transmisi Eksternal untuk Dua serotipe virus Dengue

Sebelum membahas penurunan model penyebaran DBD ini, terlebih dahulu didefi-

nisikan variabel-variabel sebagai berikut;

S menyatakan sub populasi individu sehat yang dapat terinfeksi DBD oleh virus

serotipe pertama maupun virus serotipe kedua (susceptible).

Ii menyatakan sub populasi individu yang terinfeksi primer oleh serotipe virus i,

sedangkan notasi Zi menyatakan sub populasi yang sembuh sementara dari infeksi

primer terhadap serotipe virus i saja.

Selanjutnya sub populasi manusia yang imun terhadap serotipe virus j dan meng-

alami infeksi sekunder terhadap virus i, diberikan oleh notasi Yi.

Model penyebaran DBD untuk dua serotipe virus pertama kali diperkenalkan oleh

Feng dan Velasco (1997), tetapi model ini memiliki kelemahan karena sub popu-

lasi infeksi sekunder berasal langsung dari sub populasi infeksi primer, hal ini tidak

sesuai dengan kenyataan di lapangan karena pada kasus DBD infeksi sekunder ter-

jadi bila penderita terlebih dahulu sembuh dari infeksi primer, baru kemudian dapat

mengalami infeksi sekunder (Halstead, 2002) dan (Gubler, 2002).

Model ini diperbaiki oleh Esteva dan Vargas, (2002) dengan menambahkan sub po-

pulasi penderita yang sembuh dari infeksi primer, baik oleh serotipe virus 1 ataupun

serotipe virus 2. Namun model Esteva dan Vargas, (2002) tidak membahas skenario-

skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran DBD.

13

Page 4: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Sebagai pengembangan dari model-model yang sudah ada dan melihat apakah fak-

tor kendali terhadap penyebaran penyakit ini berhasil atau tidak, ditambahkan satu

sub populasi lagi, yakni sub populasi D. Sub populasi ini menyatakan manusia yang

terinfeksi sekunder baik oleh serotipe virus pertama maupun kedua dan diasumsikan

menunjukkan gejala infeksi DBD serta dirawat di rumah sakit.

Sedangkan populasi nyamuk terbagi atas tiga sub populasi, sub populasi pertama,

V0 menyatakan proporsi nyamuk sehat yang dapat terinfeksi virus Dengue dan Vi

yang menotasikan proporsi vektor terinfeksi oleh serotipe virus i.

Dalam model ini diberikan asumsi bahwa individu dari sub populasi Zi memiliki

peluang sebesar q untuk pindah ke sub populasi D dengan q merupakan peluang

seseorang menunjukkan gejala DBD yang parah (severe). Sedangkan peluang sebe-

sar 1− q individu pindah ke sub populasi Yi karena diasumsikan tidak menunjukkan

gejala DBD. Pada model ini proses transmisi penyakit dari sub populasi D ke nya-

muk tidak terjadi. Karena diasumsikan saat di rumah sakit penderita DBD diisolasi

dengan baik sehingga tidak ada nyamuk yang dapat mentransmisikan virus Dengue.

Sehingga dalam model ini yang menyebabkan nyamuk bisa terinfeksi adalah apabila

nyamuk tersebut menggigit individu yang ada pada sub populasi - sub populasi I

dan Y , yakni individu yang mengalami infeksi primer maupun infeksi sekunder.

Adanya sub populasi D ini bertujuan untuk melihat sejauh mana pengaruh ke-

berhasilan penerapan skenario-skenario vaksinasi pada model penyebaran eksternal

DBD. Indikator kesuksesan pemberian vaksinasi dilihat dari dinamik individu yang

berada pada sub populasi D menjadi nol atau minimal berada pada level yang cukup

rendah, misalnya kurang dari 1%. Pada model ini juga tidak dibedakan besarnya

peluang q (yakni peluang seseorang mengalami severe DHF ) terhadap serotipe virus

1 atau serotipe virus 2, karena pada kenyataannya membedakan virus Dengue pada

seorang penderita memerlukan waktu yang cukup lama, antara 1 - 2 bulan (Vaughn

dkk, 2000).

14

Page 5: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Selanjutnya, dimisalkan bahwa laju infeksi rata-rata per satuan waktu dari nyamuk

ke manusia diberikan oleh persamaan Bi = bβi, i = 1, 2 dan dari manusia ke nyamuk

dinyatakan dalam Ai = bαi, i = 1, 2, dengan b adalah rata-rata gigitan nyamuk per

satuan waktu, βi, i = 1, 2 adalah peluang transmisi sukses setotipe virus ke i dari

nyamuk ke manusia, dan αi, i = 1, 2 adalah peluang sukses transmisi virus ke i dari

manusia ke nyamuk.

Sistem dinamik untuk manusia dinyatakan sebagai berikut

dS

dt= µhNh − (B1V1 +B2V2)S − µhS

dI1dt

= B1V1S − (γ + µh)I1

dI2dt

= B2V2S − (γ + µh)I2

dZ1

dt= γI1 − σ2B2V2Z1 − µhZ1

dZ2

dt= γI2 − σ1B1V1Z2 − µhZ2

dD

dt= q(σ2B2V2Z1 + σ1B1V1Z2)− (µh + γ + δ)D (II.1)

dY1

dt= (1− q)σ1B1V1Z2 − (γ + µh)Y1

dY2

dt= (1− q)σ2B2V2Z1 − (γ + µh)Y2

dZ

dt= γ(Y1 + Y2)− µhZ + γD.

Sistem dinamik untuk nyamuk diberikan oleh

dV0(t)

dt= µv − [A1

( I1Nh

+Y1

Nh

)+ A2

( I2Nh

+Y2

Nh

)]V0 − µvV0

dV1(t)

dt= A1

( I1Nh

+Y1

Nh

)V0 − µvV1 (II.2)

dV2(t)

dt= A2

( I2Nh

+Y2

Nh

)V0 − µvV2.

15

Page 6: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Sedangkan nilai-nilai parameter yang digunakan dalam model ini diberikan pada

Tabel II.1.

Tabel II.1. Nilai parameter model eksternal (Feng dan Velasco, 1997).

Simbol Definisi Nilaiµ−1

h harapan hidup manusia 70 tahunµ−1

v harapan hidup nyamuk 14 hariγ−1 rata-rata periode infeksi dalam tubuh manusia 10 - 15 hariAi rata-rata gigitan nyamuk per hari x peluang [0,5]

transmisi sukses dari manusia ke nyamukBi rata-rata gigitan nyamuk per hari x peluang [0,5]

transmisi sukses dari nyamuk ke manusiaσi indeks suseptibilitas [0, 5]q peluang seseorang mengalami gejala parah [0, 1]

Dalam model (II.1) dinamik sub populasi D memuat faktor kematian akibat penya-

kit yakni δ, namun untuk penyederhanaan dalam analisis ini diasumsikan δ = 0,

dengan demikian analisis berlaku untuk total populasi yang konstan.

Persamaan untuk sub populasi Z dan V0 pada model (II.1 - II.2) dapat dieliminasi

karena untuk setiap saat t, dapat dituliskan S+I1+I2+Z1+Z2+D+Y1+Y2+Z = Nh

dan V0 + V1 + V2 = 1.

Untuk menyederhanakan analisis model (II.1 - II.2) digunakan normalisasi, dengan

mendefinisikan variabel-variabel baru sebagai berikut.

S =S

Nh

, Ii =IiNh

, Zi =Zi

Nh

, Yi =Yi

Nh

, Z =Z

Nh

, D =D

Nh

, i ∈ (1, 2).

Dengan menggunakan variabel-variabel tersebut pada model (II.1 - II.2) diperoleh

16

Page 7: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

dS

dt= µh(1− S)− (B1V1 +B2V2)S,

dIidt

= BiViS − (γ + µh)Ii,

dZi

dt= γIi − σjBjVjZi − µhZi,

dD

dt= q(σ2B2V2Z1 + σ1B1V1Z2)− (µh + γ)D, (II.3)

dYi

dt= (1− q)σiBiViZj − (γ + µh)Yi,

dVi

dt= Ai(Ii + Yi)(1− V1 − V2)− µvVi, i, j ∈ 1, 2, i 6= j.

II.2 Analisis Model

Proses analisis model dasar penyebaran penyakit DBD ini memiliki alur sebagai

berikut; pertama dijelaskan terlebih dahulu parameter basic reproduction ratio, yang

akan digunakan sebagai parameter ambang penentuan kriteria endemik dalam suatu

populasi. Kedua, akan dicari titik-titik kesetimbangan model (II.3) serta kriteria

kestabilan lokal dari titik kesetimbangan non endemik dan titik - titik kesetimbangan

endemiknya. Teori mengenai titik kesetimbangan dan kestabilan lokal dari titik

kesetimbangan tersebut dapat dilihat pada Wiggins, (1990).

II.2.1 Parameter Ambang Batas

Parameter basic reproduction ratio didefinisikan sebagai ekspektasi dari banyaknya

kasus sekunder yang muncul akibat satu orang terinfeksi primer masuk dalam suatu

populasi tertutup yang seluruhnya susceptible (Diekmann dan Heesterbeek, 2000).

Parameter ini dinotasikan dengan lambang <0.

Ada beberapa metode untuk menentukan besaran <0 ini seperti yang dijelaskan

dalam Anderson dan May (1992), Marques dkk (1994), Diekmann dan Heesterbeek

(2000), Castillo dkk (2002), Heesterbeek, (2002), Robert dan Heesterbeek (2003).

17

Page 8: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Dalam penelitian ini digunakan penentuan nilai <0 dengan cara mengkonstruksi su-

atu matriks yang berasal dari sub populasi-sub populasi yang menyebabkan infeksi

saja, seperti yang dijelaskan pada Feng dan Velasco (1997). Dengan cara ini matriks

pembangkitnya akan berubah mengikuti perubahan model yang telah diturunkan.

Untuk menentukan <0 model (II.3) dari cara ini, pertama didefinisikan ψi adalah

laju rata-rata infeksi pada manusia yang dihasilkan oleh serotipe virus i, sebesar

BiVi. Sedangkan ξi adalah laju rata - rata infeksi pada nyamuk yang dihasilkan oleh

serotipe virus i sebesar Ai(Ii + Yi).

Fungsi - fungsi ψi dan ξi mendeskripsikan frekuensi kebergantungan transmisi penya-

kit Dengue. Fungsi - fungsi ini pertama kali diperkenalkan oleh Feng dan Velasco,

(1997).

Selanjutnya, ruas kanan dari model (II.3) dibuat sama dengan nol, dan dituliskan

kembali dalam bentuk sebagai berikut.

S =µh

ψ1 + ψ2 + µh

,

Ii =ψiS

(γ + µh),

Zi =γIi

σjψj + µh

, i 6= j, i, j ∈ 1, 2

D =q(σ2ψ2Z1 + σ1ψ1Z2)

(µh + γ), (II.4)

Yi =(1− q)σiψiZj

(µh + γ), i 6= j, i, j ∈ 1, 2

Vi =ξi(1− Vi)

ξi + µv

, i ∈ 1, 2, i 6= j.

Kemudian diturunkan matriks pembangkit untuk model (II.3). Misalkan

K = (ψ1, ψ2, ξ1, ξ2)T ,

18

Page 9: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

subtitusi persamaan (II.4) dalam definisi ψi dan ξi, diperoleh empat persamaan

dalam ψi dan ξi. Sistem baru ini dinotasikan dengan Φ(K) yang dituliskan sebagai

berikut.

Φ(K) = (B1V1, B2V2, A1(I1 + Y1), A2(I2 + Y2))T ,

dengan Vi, Ii dan Yi, i = 1, 2 seperti pada persamaan (II.4).

Nilai dari <0 untuk model (II.3) diberikan oleh Matriks Jacobi dari Φ(K) yang

dievaluasi pada nilai titik kesetimbangan non-endemik, yakni pada saat ψ1 = ψ2 =

ξ1 = ξ2 = 0, yang diberikan oleh

DΦ(0) =

0 0 B1

µv0

0 0 0 B2

µv

A1

µh+γ0 0 0

0 A2

µh+γ0 0

.

Dengan mencari nilai eigen terbesar dari DΦ(0) diperoleh nilai

<0 = max√R1,

√R2,

dengan

Ri =AiBi

µv(µh + γ), i ∈ 1, 2. (II.5)

Parameter nilai ambang <0 ini memiliki makna untuk nilai <0 > 1 mengakibatkan

terjadinya endemik dalam suatu populasi, sedang untuk nilai <0 < 1, endemik akan

hilang dari populasi tersebut. Parameter <0 ini pula yang akan digunakan untuk

menganalisis kestabilan lokal titik-titik kesetimbangan model (II.3).

19

Page 10: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

II.2.2 Titik - titik Kesetimbangan

Pada sub-bagian ini akan dicari titik kesetimbangan model (II.3) pada daerah yang

memiliki makna secara biologi, sebut Ω, dengan

Ω = (S, Ii, Zi, Yi, D, Vi) ∈ R10+ |V1 + V2 ≤ 1, S + Ii + Zi + Yi +D ≤ 1

dan i = 1, 2. Model (II.3) memiliki tiga jenis titik kesetimbangan. Titik kesetimba-

ngan jenis pertama adalah titik kesetimbangan non-endemik yang selalu ada apabila

Ri < 1. Jenis kedua adalah titik kesetimbangan endemik untuk salah satu serotipe

virus, yakni titik endemik E1 yang terjadi saat R1 > 1 atau E2 yang muncul pada

saat R2 > 1. Sedangkan jenis titik kesetimbangan yang terakhir, E3, adalah titik

endemik koeksistensi dua serotipe virus yang muncul saat R1 > 1 dan R2 > 1.

Untuk penyederhanaan analisis kestabilan lokal titik endemik E3 ini menggunakan

asumsi bahwa karakteristik transmisi dari dua jenis serotipe virus adalah identik

sehingga didapat kriteria kestabilan lokal untuk kondisi tersebut. Berikut disajikan

hasil-hasil titik kesetimbangan yang diperoleh dari model (II.3).

Titik Kesetimbangan Non-endemik

Titik kesetimbangan non-endemik dari model (II.3) adalah

E0 = (1, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0).

Titik ini akan selalu ada bila Ri < 1, i = 1, 2. Kestabilan E0 diberikan oleh teorema

berikut ini.

Teorema 1 Model (II.3) memiliki E0 = (1, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0, 0) sebagai titik kese-

timbangan non-endemik yang stabil asimtotik lokal jika dan hanya jika R1 < 1 dan

R2 < 1.

20

Page 11: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Bukti

Untuk menentukan kestabilan lokal dari titik kesetimbangan E0, digunakan peli-

nearan matriks Jacobi model (II.3) di sekitar E0. Matriks Jacobi DE0 diberikan

oleh

DE0 =

266666666666666666666664

−µh 0 0 −B1 0 0 −B2 0 0 0

0 −µh − γ 0 −B1 0 0 0 0 0 0

0 γ −µh 0 0 0 0 0 0 0

0 A1 0 −µv 0 0 0 A1 0 0

0 0 0 0 −µh − γ 0 B2 0 0 0

0 0 0 0 γ −µh 0 0 0 0

0 0 0 0 A2 0 −µv 0 A2 0

0 0 0 0 0 0 0 −µh − γ 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 −µh − γ 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 −µh − γ

377777777777777777777775

.

Nilai eigen dari matriks DE0 adalah −µh dan −µh − γ yang masing-masing mem-

punyai multiplisitas aljabar sebesar 3, dan akar dari polinom karakteristik berikut

pi(x) = x2 + ax+ bi, i = 1, 2, dengan nilai

a = µh+ µv + γ > 0,

bi = (µh + γ)µv(1−Ri), i = 1, 2.

Jelas bahwa polinom pi memiliki akar-akar dengan bagian real yang negatif jika dan

hanya jika Ri < 1.

Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa E0 adalah titik kesetimbangan yang stabil

asimtotik lokal jika dan hanya jika Ri < 1.

Titik Kesetimbangan Endemik

Selanjutnya akan ditentukan titik kesetimbangan endemik dari model (II.3). Mi-

salkan hanya serotipe virus i yang ada, i = 1, 2, akibatnya V1 = 0 atau V2 = 0.

Diperoleh titik - titik kesetimbangan model (II.3) yakni

E1 = (S∗1 , I∗1 , 0, Z

∗1 , 0, 0, 0, 0, V

∗1 , 0),

E2 = (S∗2 , 0, I∗2 , 0, Z

∗2 , 0, 0, 0, 0, V

∗2 ),

21

Page 12: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

dengan

S∗i =µhRi +Bi

Ri(µh +Bi), I∗i =

µhBi(Ri − 1)

(µh + γ)(µh +Bi)Ri

,

Z∗i =γI∗iµh

, V ∗i =µh(Ri − 1)

µhRi +Bi

, i = 1, 2.

Eksistensi dari titik-titik endemik Ei terjadi jika dan hanya jika Ri > 1, i = 1, 2.

Sedangkan kestabilan dari titik endemik Ei ini dijelaskan dalam teorema berikut.

Teorema 2 Titik - titik kesetimbangan Ei, i = 1, 2 merupakan titik kesetimba-

ngan endemik yang stabil asimtotik lokal jika dan hanya jika Ri > 1, i = 1, 2 dan

memenuhi ketaksamaan berikut

Rj <Ri

1 +γσjBi(1−q)(Ri−1)

(µhRi+Bi)(µh+γ)2

, i, j = 1, 2, i 6= j. (II.6)

Apabila ketaksamaan (II.6) tidak terpenuhi, maka Ei merupakan titik kesetimbangan

endemik yang tak stabil.

Bukti Akan ditunjukkan kriteria kestabilan dari Ei, i = 1, 2. Matriks Jacobi yang

bersesuaian dengan model (II.3) di sekitar titik Ei, i = 1, 2 adalah

DEi=

G1 G2

0 G4

dengan

G1 =

−µh −BiV

∗i 0 0 −BiS

0 −µh − γ 0 −BiS∗

0 γ −µh 0

0 Ai(1− V ∗i ) 0 −µv − AiI∗i

dan

22

Page 13: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

G4 =

−µh− γ 0 BjS∗ 0 0 0

γ −µh − σiBiV ∗i 0 0 0 0

Aj(1− V ∗i ) 0 −µv 0 Aj(1− V ∗

i ) 0

0 (1− q)σiBiV ∗i 0 −µh − γ 0 0

0 0 (1− q)σjBjZ∗i 0 −µh − γ 0

0 qσiBiV ∗i qσjBjZ∗

i 0 0 −µh − γ

.

Nilai - nilai eigen dari matriks DEidiberikan oleh blok matriks G1 dan G4. Nilai

eigen dari blok matriks G1 adalah −µh, dan akar-akar dari polinom

pi(x) = x3 + aix2 + bix+ ci, i = 1, 2,

dengan

ai = µh+ µv + κ+ φi + ϕi,

bi = (µv + γ)µh + µ2h + φiϕi+ (κ+ µv)ϕi + (κ+ µh)φi,

ci = µhκφi + κµvϕi + κϕiφi,

φi =Ai(Ri − 1)

λi +RiM,ϕi =

Biλi(Ri − 1)

Ri(λi +M),

λi =Ai

µv

, κ = µh + γ,M =κ

µh

, i = 1, 2.

Perhatikan bahwa ai, bi, ci > 0 ketika Ri > 1. Dapat dilihat juga bahwa

ci < 2µ2h + µh(µv + γ)φi + (µh + µv + κ)(µh + µv + 2κ)(φi + ϕi),

+(2µh + 2µv + 2κ)ϕiφi,

< aibi,

Selanjutnya dengan menggunakan kriteria Routh-Hurwitz (Bellman, 1970) (lihat

rincian pada Lampiran A) diperoleh bahwa bagian real akar polinom pi(x) bernilai

negatif bila Ri > 1.

Nilai eigen dari blok matriks G4 adalah −µh−γ dengan multiplisitas aljabar sebesar

23

Page 14: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

3, −µh−σiBiV∗i , i = 1, 2, dan akar dari polinom gi(x) = x2+pix+qi, i = 1, 2 dengan

pi = µh+ µv + γ > 0,

qi = (µh + γ)µv − AjBj(1− V ∗i )[S∗ + (1− q)σjZ∗i ], i = 1, 2, i 6= j.

Polinom gi(x) memiliki akar-akar dengan bagian real negatif bila qi > 0, i = 1, 2 dan

hal ini mengakibatkan,

Rj <Ri

1 +γσjBi(1−q)(Ri−1)

(µhRi+Bi)(µh+γ)2

, i, j = 1, 2, i 6= j.

Dapat kita simpulkan bahwa Ei adalah titik kesetimbangan yang stabil asimtotik

lokal jika dan hanya jika Ri > 1 dan Rj <Ri

1+γσjBi(1−q)(Ri−1)

(µhRi+Bi)(µh+γ)2

, i, j = 1, 2, i 6= j.

Perhatikan bahwa untuk R1 > 1 dan R2 > 1, ketidaksamaan (II.6) untuk i = 1, 2

tidak dapat dipenuhi secara simultan, oleh sebab itu E1 dan E2 tidak dapat menjadi

stabil lokal dalam waktu yang sama.

Gambar II.2 dan Gambar II.3 mengilustrasikan daerah eksistensi serta diagram

kestabilan E0, E1 dan E2 terhadap nilai parameter R1, R2 serta nilai σ1 dan σ2

yang berbeda. Gambar II.2 dan Gambar II.3 diperoleh dengan menggunakan keti-

daksamaan (II.6).

Gambar II.2(a) diperoleh dengan memilih nilai σ1 = σ2 = 0, yang berarti bahwa

kedua serotipe virus menghasilkan imunitas yang sempurna sehingga tidak terjadi

infeksi sekunder pada manusia. Daerah R1 > 1, R2 > 1 di bidang R1R2 terbagi

menjadi dua, dan hanya titik kesetimbangan Ei, i = 1, 2 yang stabil. Kasus ini

memperlihatkan bahwa Ei adalah titik yang stabil asimtotik lokal jika Ri > 1 dan

Ri > Rj. Secara biologis dapat diartikan bahwa keadaan ini memperlihatkan en-

demik yang disebabkan oleh virus serotipe i memiliki kemungkinan yang lebih besar

untuk menggantikan serotipe yang lain pada saat tertentu. Gambar II.2.2(a) me-

24

Page 15: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Gambar II.2. Diagram eksistensi dan kestabilan dari Ei untuk nilai parameter σ1 dan σ2 yangberbeda. Simulasi ini menggunakan nilai-nilai parameter γ = 0.1428, A1 = 1.5, A2 = 3, B1 =2.5, B2 = 1, and q = 0.02.

25

Page 16: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Gambar II.3. Diagram eksistensi dan kestabilan dari Ei untuk nilai parameter σ1 dan σ2 yangberbeda. Simulasi ini menggunakan nilai-nilai parameter γ = 0.1428, A1 = 1.5, A2 = 3, B1 =2.5, B2 = 1, and q = 0.02.

26

Page 17: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

nunjukkan bahwa pada saat R1 < 1 dan R2 < 1 titik E0 merupakan titik yang stabil

asimtotik lokal. Namun pada saat titik E0 ini melewati garis Ri = 1, i = 1, 2 maka

titik ini menjadi tak stabil dan muncullah titik Ei, i = 1, 2 yang stabil asimtotik

lokal saat Ri > 1 dan Rj < Ri, i, j = 1, 2, i 6= j. Garis Ri = 1, i = 1, 2 ini dikenal

dengan garis transcritical bifurcation.

Gambar II.2(b) menunjukkan bahwa nilai indeks suseptibilitas untuk masing - ma-

sing serotipe virus adalah σ1 = 0.01 dan σ2 = 0.08, atau dipilih nilai σ1 6= 0, σ2 6= 0

dan kurang dari satu. Untuk nilai σi, i = 1, 2 tersebut dihasilkan perubahan kesta-

bilan Ei, i = 1, 2 menjadi tak stabil saat melewati garis lengkung, titik E3 mulai

muncul dan bernilai stabil pada daerah tengah. Saat nilai R1 dan R2 memenuhi

persamaan garis lengkung tersebut, maka muncul satu nilai eigen nol, dan hal ini

yang merubah kestabilan Ei, i = 1, 2. Pada daerah ini semua titik kesetimbangan

ada namun hanya titik kesetimbangan E3 yang stabil asimtotik lokal, sedangkan

titik yang lain merupakan titik yang tak stabil.

Pada Gambar II.3(a) dan II.3(b) mengilustrasikan bahwa kenaikan nilai σ dapat

menyebabkan perluasan daerah eksistensi dan kestabilan E3. Namun daerah kesta-

bilan dari E1 dan E2 menjadi lebih sempit apabila nilai σ1 dan σ2 naik.

Hasil-hasil yang didapat pada Gambar II.2, memperlihatkan bahwa penambahan

sub populasi D dalam model (II.3) tidak mempengaruhi kestabilan secara umum

seperti yang dihasilkan pada Esteva dan Vargas, (2002). Namun model yang dikem-

bangkan pada penelitian ini menemukan bahwa untuk nilai σ1 > 1 dan σ2 > 1 se-

perti pada Gambar II.2.2(d) tidak didapatkan pada hasil Esteva dan Vargas, (2002).

27

Page 18: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Koeksistensi Titik Kesetimbangan Endemik

Jika ruas kanan pada model (II.3) dibuat sama dengan nol, didapatkan koeksistensi

titik kesetimbangan endemik, yakni E3 = (S∗∗, I∗∗i , Z∗∗i , Y

∗∗i , D∗∗, V ∗∗i ) dengan

S∗∗ =µh

µh +B1V ∗∗1

, I∗∗i =BiV

∗∗i S∗∗

µh + γ,

Z∗∗i =γµhI

∗∗i

σjBjV ∗∗j + µh

, Y ∗∗i =(1− q)γBjV

∗∗j σiI

∗∗i

(µh + γ)(σiBiV ∗∗i + µh),

D∗∗ =qµhM [µh(σ1 + σ2) + σ1σ2(B1V

∗∗1 +B2V

∗∗2 )]Z∗∗1 Z

∗∗2

γ(µh + γ)S∗∗, i, j = 1, 2, i 6= j.

Subtitusi dari titik kesetimbangan di atas dalam model (II.3), diperoleh persamaan

berikut dalam bentuk variabel-variabel V ∗∗1 dan V ∗∗2 .

F1 =dV1

dt= a1V

∗∗21 + b1V

∗∗22 + c1V

∗∗1 V ∗∗

2 + d1V∗∗1 + e1V

∗∗2 + f1 = 0,

F2 =dV2

dt= a2V

∗∗22 + b2V

∗∗21 + c2V

∗∗2 V ∗∗

1 + d2V∗∗2 + e2V

∗∗1 + f2 = 0. (II.7)

dengan

ai = B2i σiγM(Aiµh + µvγM),

bi = AiBiBjσiµhγ(1− q),

ci = Biσiµh[AiBiµhM + AiBjγ(1− q) +BjµvµhM2],

di = µ3hBiMµv[λi +M + σiM(1−Ri)],

ei = µ2hµvM [Ri(µ

2hM −Bjσiγ(1− q)) +BjµhM ],

fi = µ4hM

2µv(1−Ri),M =µh + γ

µh

, λi =Ai

µv

, i, j = 1, 2, i 6= j.

Misalkan 0 < V ∗∗1 , V ∗∗2 ≤ 1, maka eksistensi dari E3 dipenuhi jika dan hanya jika

F1(V∗∗1 , 0) < F2(V

∗∗1 , 0), F2(0, V

∗∗2 ) < F1(0, V

∗∗2 ) (II.8)

atau

F1(V∗∗1 , 0) > F2(V

∗∗1 , 0), F2(0, V

∗∗2 ) > F1(0, V

∗∗2 ) (II.9)

28

Page 19: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

dengan F1 dan F2 adalah fungsi-fungsi monoton turun yang diperoleh dari per-

samaan (II.7) dan

F1(V∗∗1 , 0) =

−d1 +√d2

1 − 4a1f1

2a1

, F2(V∗∗1 , 0) =

−d2 +√d2

2 − 4a2f2

2a2

,

F1(0, V∗∗2 ) =

−e1 +√e21 − 4b1f1

2b1, F2(0, V

∗∗2 ) =

−e2 +√e22 − 4b2f2

2b2,

Misalkan

G1 ≡ F1(V∗∗1 , 0)− F2(V

∗∗1 , 0) ≡ G1(R1, R2)

dan

G2 ≡ F2(0, V∗∗2 )− F1(0, V

∗∗2 ) ≡ G2(R1, R2).

Gambar II.4 memberikan ilustrasi fungsi G1(R1, R2) dan G2(R1, R2) terhadap pa-

rameter R1 dan R2. Daerah A pada Gambar II.4 memenuhi ketaksamaan (II.9),

sedangkan Daerah B pada Gambar II.4 memenuhi ketaksamaan (II.8). Dalam hal

ini daerah A dan daerah B merupakan daerah eksistensi dari titik endemik E3 ter-

hadap nilai parameter R1 dan R2.

Gambar II.4. Daerah A dan B merupakan daerah eksistensi titik E3 untuk nilai parameterβ1 = 0.5, β2 = 0.36, µh = 1

70∗365 , α1 = 0.61, α2 = 0.34, q = 0.02, b = 1, σ1 = 0.6, σ2 = 0.8.

29

Page 20: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Kriteria kestabilan dari titik endemik E3 ditentukan dengan menggunakan peli-

nearan model (II.3) pada titik kesetimbangan E3. Melalui Teorema Cakram Ger-

schgorin (Gerschgorin Disk Theorem) (Atkinson, 1989 lihat rincian pada Lampiran

A) diperoleh kriteria kestabilan untuk titik kesetimbangan ini sebagai berikut.

2λi(1− V ∗∗1 − V ∗∗2 )− 1 ≤ 0,

V ∗∗i + S∗∗ − (1− q)σi(V∗∗i + Z∗∗j ) ≤ 0, (II.10)

σiBi(Z∗∗j − V ∗∗i ) + γ − µh ≤ 0,

(B1 +B2)S∗∗ − (µh +B1V

∗∗1 +B2V

∗∗2 ) ≤ 0, i, j = 1, 2.

Ilustrasi kriteria kestabilan titik E3 untuk nilai-nilai parameter tertentu dapat dili-

hat pada Gambar II.5. Pada Gambar II.5 ini diperlihatkan salah satu hasil simulasi

untuk nilai-nilai parameter tertentu yang memenuhi (II.10). Titik - titik merah

dalam lingkaran pada Gambar II.5 merupakan nilai - nilai eigen dari matriks Jacobi

model (II.3) di titik E3. Terlihat bahwa semua bagian real nilai - nilai eigen tersebut

negatif.

Gambar II.5. Ilustrasi cakram Gerschgorin yang memuat nilai - nilai eigen (titik -titik dalamlingkaran) yang memenuhi kriteria ketaksamaan (II.10) untuk parameter µv = 1

14 , γ = 0.071, β1 =0.5, β2 = 0.36, µh = 1

70∗365 , α1 = 0.61, α2 = 0.34, q = 0.02, b = 1, σ1 = 0.6, σ2 = 0.8.

30

Page 21: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Secara umum tidaklah mudah untuk memperoleh solusi eksak dari persamaan (II.7)

dalam bentuk eksplisit. Berikut ini ditinjau kasus khusus untuk menyelesaikannya,

dalam hal ini diasumsikan bahwa karakteristik transmisi dari kedua serotipe virus

adalah identik. Hal ini membawa konsekuensi bahwa A1 = A2 = A,B1 = B2 =

B, σ1 = σ2 = σ,R1 = R2 = R0. Akibatnya persamaan (II.7) menjadi

aV ∗∗2

+ bV ∗∗ + c = 0 (II.11)

dengan

a = 2B2σ[Aµh(µh + γ + γ(1− q)) + µv(µh + γ)],

b = Bµh[(µh + γ)(2Aµh + µv(µh + γ)(2 + σ))− ABσ(µh + γ + γ(1− q))],

c = µ2hµv(µh + γ)2(1−R0),

Persamaan II.11 memiliki solusi positif V ∗∗ jika dan hanya jika R0 > 1 dengan nilai

R0 = ABµv(µh+γ)

. Pada kasus ini titik kesetimbangan E3 menjadi

E3a = (S∗∗, I∗∗i = I∗∗, Z∗∗i = Z∗∗, Y ∗∗i = Y ∗∗, D∗∗)

dengan

S∗∗ =µh

µh + 2BV ∗∗,

I∗∗i = I∗∗ =BV ∗∗S∗∗

µh + γ,

Z∗∗i = Z∗∗ =γI∗∗

σBV ∗∗ + µh

, (II.12)

Y ∗∗i = Y ∗∗ =(1− q)σBV ∗∗Z∗∗

µh + γ,

D∗∗ =2qY ∗∗

(1− q), i = 1, 2,

dengan V ∗∗ solusi positif dari persamaan II.11. Solusi dari persamaan II.11 bergan-

tung pada nilai basic reproductive number, sebagai konsekuensi dari hal ini, titik

31

Page 22: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

kesetimbangan (II.12) juga memiliki kebergantungan pada parameter yang sama.

Kestabilan dari titik endemik E3a dituangkan dalam teorema berikut.

Teorema 3 Titik kesetimbangan E3a model (II.12) stabil asimtotik lokal jika dan

hanya jika

1 < R0 <B(Bσµv + 2Aµ2

h + Λ(2 + σ))

2µhΛ+ 1, (II.13)

dengan Λ = µhµv(µh + γ).

Bukti Perhatikan bahwa matriks Jacobi dari model (II.3) pada titik kesetimbangan

E3a diberikan oleh

DE3a=

266666666666666666666664

−µh − 2V 0 0 −S 0 0 −S 0 0 0

−V χ 0 −S 0 0 0 0 0 0

0 γ −µh − σV 0 0 0 −Z 0 0 0

0 ∆ 0 −µv − Γ 0 0 −Γ ∆ 0 0

Π 0 0 0 χ 0 S 0 0 0

0 0 0 Z γ −µh − σV 0 0 0 0

0 0 0 −Γ ∆ 0 −µv − Γ 0 ∆ 0

0 0 0 (1− q)Z 0 (1− q)σV 0 χ 0 0

0 0 (1− q)σV 0 0 0 (1− q)Z 0 χ 0

0 0 qσV qZ 0 qσV qZ 0 0 χ

377777777777777777777775

dengan Γ = A(I∗∗ + Y ∗∗), ∆ = A(1 − 2V ∗∗), V = BV ∗∗, Z = σBZ∗∗, S = BS∗∗,

χ = −µh − γ.

Nilai eigen dari matriks DE3aadalah −µh − γ dan akar dari polinom

q1 = s4 + c1s3 + c2s

2 + c3s+ c4

dan

q2 = s5 + k1s4 + k2s

3 + k3s2 + k4s+ k5,

dengan ci ,i = (1, 2, 3, 4) dan kj, j = 1, 2, 3, 4, 5 adalah fungsi parameter-parameter

seperti yang ditunjukkan pada Tabel (II.1). Dengan menggunakan aturan peruba-

han tanda Descartes (Descartes rule of sign lihat rincian pada Lampiran A) (Atkin-

son,1999) yang diterapkan pada nilai koefisien dari polinom - polinom q1 dan q2,

didapatkan bahwa semua akar polinom tersebut akan memiliki nilai eigen dengan

bagian real yang negatif jika dan hanya jika memenuhi 2V ∗∗ − 1 < 0 ⇐⇒ V ∗∗ < 12,

dengan V ∗∗ merupakan solusi positif dari persamaan II.11. Kondisi ini dipenuhi

oleh

32

Page 23: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

V ∗∗ =−b+

√b2 − 4ac

2a<

1

2

Perhatikan bahwa

−a− b− 4c < 0,

−4c < a+ 2b,

−4µhΛ(1−R0) < a+ 2b,

0 < R0 − 1 <a+ 2b

4µhΛ, (R0 > 1)

1 < R0 <B(Bσµv + 2Aµ2

h + Λ(2 + σ))

2µhΛ+ 1,

Λ = µhµv(µh + γ).

dengan a, b, dan c merupakan koefisien-koefisien persamaan II.11. Hal ini membuk-

tikan Teorema 3.

Selanjutnya akan dibahas rasio sub populasiD terhadap sub populasi penderita yang

terinfeksi primer DBD I dan juga terhadap sub populasi penderita yang mengalami

infeksi sekunder Y . Rasio ini menjelaskan fenomena piramida penyakit yang dite-

mukan pada kasus-kasus DBD seperti yang dijelaskan dalam (Graham dkk, 1999).

Dari persamaan (II.12) didapatkan I∗∗

D∗∗ = λ(σBV ∗∗+µh)2σγqR0V ∗∗ , dengan V ∗∗ adalah solusi

positif dari persamaan II.11 dan rasio Y ∗∗

D∗∗ = (1−q)2q

.

Pada Gambar II.6a, diperlihatkan bahwa rasio dari sub populasi D akan turun

apabila nilai R0 naik. Sedangkan pada Gambar II.6b memperlihatkan bahwa jika

nilai dari q lebih besar dari 13

maka rasio dari sub populasi penderita infeksi sekunder

terhadap sub populasi D akan kurang dari satu. Secara analitik dapat dikatakan

bahwa rasio tersebut akan menuju ke nilai tak hingga apabila nilai q menuju ke 0,

hal ini berarti bahwa tidak ada penderita yang masuk ke dalam sub populasi D.

33

Page 24: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Gambar II.6. Diagram rasio sub populasi penderita infeksi primer terhadap sub populasi D untuknilai R0 yang makin rendah ( II.5 kiri) dan rasio antara sub populasi penderita infeksi sekunderterhadap sub populasi D ( II.5 kanan) dengan nilai-nilai parameter sebagai berikut γ = 0.071, β1 =0.35, β2 = 0.37, α1 = 0.17, α2 = 0.15, b = 1, σ1 = 1.5, σ2 = 2.5.

II.3 Simulasi Numerik

Untuk memperlihatkan dinamik dari masing-masing sub populasi penderita DBD,

yakni penderita infeksi primer (I), penderita infeksi sekunder (Y ) serta penderita

yang ada di rumah sakit (D) dibangun program dengan menggunakan Matlab untuk

beberapa nilai parameter yang berbeda.

Secara umum untuk berbagai nilai parameter peluang sukses transmisi (A dan B)

serta rata-rata gigitan (b), diperoleh perilaku dinamik yang serupa dengan yang di-

tampilkan pada Gambar II.7 sampai II.10. Dinamik dari ketiga sub populasi ini pada

mulanya naik sampai titik maksimum kemudian turun secara eksponensial menuju

nilai kesetimbangannya. Gambar II.7 dan II.8 menunjukkan dinamik masing-masing

sub populasi terhadap nilai indeks suseptibilitas, σ diantara 0 sampai 5. Bila nilai

σ naik, infeksi pertama akan bertambah dalam waktu yang makin cepat. Simulasi

ini juga memperlihatkan bahwa jika nilai susceptibility index (σ) naik maka nilai

maksimum dari Y , dan D juga akan naik tetapi waktunya lebih lama.

Gambar II.9 dan II.10 menunjukkan perubahan dinamik ketiga sub populasi ter-

hadap nilai basic reproduction ratio atau R0. Sedangkan jika nilai dari R0 naik

maka hal ini akan mempengaruhi dinamik dari I, Y , dan D. Semua simulasi yang

34

Page 25: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

ditampilkan menggunakan nilai populasi total Nh = 1000, dan skenario nilai awal

satu orang terinfeksi primer oleh serotipe virus 1 dan satu orang terinfeksi primer

oleh serotipe virus 2.

Simulasi memperlihatkan bahwa kenaikan nilai σ dan nilai R0 mempengaruhi waktu

terjadinya nilai maksimum dari simulasi dinamik I, Y dan D. Jika nilai parameter

tersebut makin tinggi maka waktu terjadinya nilai maksimum juga makin cepat. Se-

lain itu parameter R0 lebih sensitif mempengaruhi waktu terjadinya nilai maksimum

dinamik I, Y dan D bila dibandingkan dengan perubahan parameter σ. Selain itu

waktu terjadinya nilai maksimum dari dinamik I, Y dan D, kedua parameter terse-

but juga mempengaruhi perubahan nilai maksimum dinamik I, Y dan D.

Dengan menyelidiki pengaruh nilai R0 terhadap perubahan dinamik dan waktu ter-

jadinya nilai maksimum dari I, Y dan D, dapat dilihat pula pengaruh parameter

yang lainnya seperti rata-rata gigitan nyamuk b, peluang sukses transmisi dari manu-

sia ke nyamuk atau sebaliknya A,B, periode infeksi 1γ

dan parameter-parameter lain

yang membentuk formulasi R0. Hal ini dapat dilihat dari perumusan nilai R0 pada

persamaan (III.5.

35

Page 26: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Gambar II.7. Simulasi numerik model (II.3) dengan nilai-nilai parameter γ = 0.071, β1 = 0.3, β2 =0.3, α1 = 0.1, α2 = 0.1, b = 1, R0 = 5.912, σ = 0.8 untuk gambar atas dan σ = 1.8 untuk gambarbawah.

36

Page 27: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Gambar II.8. Simulasi numerik model (II.3) dengan nilai-nilai parameter γ = 0.071, β1 = 0.3, β2 =0.3, α1 = 0.1, α2 = 0.1, b = 1, R0 = 5.912, σ = 2.8 atas dan σ = 4 bawah.

37

Page 28: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Gambar II.9. Simulasi Numerik model (II.3) untuk nilai-nilai parameter γ = 0.071, β1 = 0.3, β2 =0.3, α1 = 0.1, α2 = 0.1, b = 1, R0 = 5.912, gambar atas dan b = 2, R0 = 23.648, gambar bawah.

38

Page 29: BAB II Model Matematika Penyebaran Eksternal Demam ...digilib.itb.ac.id/files/disk1/620/jbptitbpp-gdl-nuningnura-30970-3... · skenario vaksinasi yang diterapkan pada model penyebaran

Gambar II.10. Simulasi Numerik model (II.3) untuk nilai-nilai parameter γ = 0.071, β1 = 0.3, β2 =0.3, α1 = 0.1, α2 = 0.1, b = 3, R0 = 53.21, untuk gambar atas dan b = 4, R0 = 94.59, untuk gambarbawah.

39