Upload
phamtu
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II.1 Landasan Teori
II.1.1 Pengertian Persepsi
Persepsi berasal dari bahasa latin yaitu perception, yang berarti penerimaan,
pengertian atau pengetahuan. Sedangkan persepsi menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, persepsi diartikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu
atau proses seseorang mengetahui beberapa hal yang dialami oleh setiap orang dalam
memahami setiap informasi tentang lingkungan melalui panca indera (melihat,
mendengar, mencium, menyentuh, dan merasakan).
Setiap orang pasti memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam pandangannya
mengenai suatu masalah. Menurut Robbins (2006:170), “persepsi adalah proses yang
digunakan individu untuk mengorganisasi dan menafsirkan kesan inderawi mereka
untuk memberi makna kepada lingkungan mereka. Dalam hal ini persepsi dapat
dianggap sebagai penafsiran individu terhadap objek di kelilingnya, berdasarkan kesan
yang diperoleh dari indera mereka”. Hal ini mengakibatkan adanya persepsi yang
berbeda dari dua orang atau lebih individu terhadap objek yang sama.
Menurut Kotler (2009:24), “persepsi adalah proses seseorang individu memilih,
mengorganisasikan dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan
suatu gambaran yang bermakna tentang dunia”.
Dalam penelitian ini persepsi penelitian ini dapat diartikan sebagai pandangan
seseorang mengenai suatu proses yang didapat dari pengalaman dan pembelajaran
sehingga seorang individu mampu untuk memutuskan suatu hal.
10
II.1.2 Audit
II.1.1.1 Pengertian Audit
Audit merupakan suatu kegiatan mengevaluasi dan memeriksa
kewajaran laporan keuangan perusahaan apakah telah sesuai dengan prinsip
akuntansi yang belaku umum. Adapun beberapa pendapat mengenai pengertian
audit, yaitu antara lain:
1. Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, P.A.,
Gania, G., Budi, I.S (2003) mendefinisikan, “Auditing adalah suatu
proses yang sistematis dengan tujuan untuk memperoleh bukti-bukti
secara objektif dengan memperhatikan pernyataan mengenai kegiatan
dan peristiwa ekonomi untuk meningkatkan tingkat penyesuaian antara
hasil-hasilnya kepada pemakai dan pihak yang berkepentingan”.
2. Agoes S. (2008) mendefinisikan, “Auditing adalah jasa yang diberikan
oleh auditor dalam memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan yang
disajikan perusahaan klien. Pemeriksaan ini tidak dimaksudkan untuk
mencari kesalahan atau menemukan kecurangan, walaupun dalam
pelaksanaannya sangat memungkinkan ditemukannya kesalahan atau
kecurangan. Pemeriksaan laporan keuangan dimaksudkan untuk menilai
kewajaran laporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia”.
Maksud dari penjelasan diatas yaitu auditing merupakan suatu proses
pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti mengenai informasi laporan
keuangan untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi
11
antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan dan dilaksanakan oleh
seseorang yang independen dan kompeten.
II.1.1.2 Jenis Audit
Menurut Agoes S (2008), menyebutkan tiga jenis Auditing yang umum
dilaksanakan. Ketiga jenis tersebut yaitu :
1. Operational Audit ( Pemeriksaan Operasional / Manajemen)
Operasional atau management audit merupakan pemeriksaan atas semua
atau sebagian prosedur dan metode operasional suatu organisasi untuk
menilai efisiensi, efektifitas, dan ekonomisasinya. Audit operasional
dapat menjadi alat manajemen yang efektif dan efisien untuk
meningkatkan kinerja perusahaan. Hasil dari audit operasional berupa
rekomendasi-rekomendasi perbaikan bagi manajemen sehingga audit
jenis ini lebih merupakan konsultasi manajemen.
2. Compliance Audit ( Audit Ketaatan )
Audit ketaatan merupakan pemeriksaan untuk mengetahui apakah
prosedur dan aturan yang telah ditetapkan otoritas berwenang sudah
ditaati oleh personel di organisasi tersebut. Audit ketaatan biasanya
ditugaskan oleh otoritas berwenang yang telah menetapkan prosedur/
peraturan dalam perusahaan sehingga hasil audit jenis ini tidak untuk
dipublikasikan tetapi untuk intern manajemen.
12
3. Financial Audit ( Audit atas Laporan Keuangan )
Pemeriksaan atas laporan keuangan merupakan evaluasi kewajaran
laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen secara keseluruhan
dibandingkan dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku umum.
Dalam pengertiannya apakah laporan keuangan secara umum
merupakan informasi yang dapat ditukar dan dapat diverifikasi lalu telah
disajikan sesuai dengan kriteria tertentu. Umumnya kriteria yang
dimaksud adalah standar akuntansi yang berlaku umum seperti prinsip
akuntansi yang berterima umum.
II.1.1.3 Jenis Auditor
Berdasarkan kelompok atau pelaksana audit, audit dibagi menjadi 4
jenis, yaitu:
1. Auditor Ekstern
Auditor ekstern / independen bekerja untuk kantor akuntan publik yang
statusnya diluar struktur perusahaan yang mereka audit. Umumnya
auditor ekstern menghasilkan laporan atas financial audit.
2. Auditor Intern
Auditor intern bekerja untuk perusahaan yang mereka audit. Laporan
audit manajemen umumnya berguna bagi manajemen perusahaan yang
diaudit. Oleh karena itu tugas internal auditor biasanya adalah audit
manajemen yang termasuk jenis compliance audit.
13
3. Auditor Pajak
Auditor pajak bertugas melakukan pemeriksaan ketaatan wajib pajak
yang diaudit terhadap undang-undang perpajakan yang berlaku.
4. Auditor Pemerintah
Tugas auditor pemerintah adalah menilai kewajaran informasi keuangan
yang disusun oleh instansi pemerintahan. Disamping itu audit juga
dilakukan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi operasi
program dan penggunaan barang milik pemerintah. Dan sering juga
audit atas ketaatan pada peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Audit
yang dilaksanakan oleh pemerintah dapat dilaksanakan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pemeriksa Keuangan dan
Pembangunan (BPKP).
II.1.1.4 Standar Auditing
Salah satu pengertian standar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Standar antara lain
diperlukan sebagai:
1. Ukuran mutu
2. Pedoman kerja
3. Batas tanggung jawab
4. Alat pemberi perintah
5. Alat pengawas
6. Kemudahan bagi umum
14
Standar yang digunakan sebagai ukuran pada umumnya diperlukan pada
pekerjaan yang memiliki ciri:
1. Menyangkut kepentingan orang banyak
2. Mutu hasilnya ditentukan
3. Banyak orang (pekerja) terlibat
4. Sifat dan mutu pekerjaan sama
5. Ada organisasi yang mengatur
Standar merupakan kriteria atau aturan mutu kinerja yang harus dicapai,
berbeda dengan prosedur yang merupakan urutan tindakan yang harus
dilaksanakan untuk mencapai suatu standar tertentu. Standar audit merupakan
ukuran mutu pekerjaan audit yang ditetapkan oleh organisasi profesi audit,
yang merupakan ukuran mutu pekerjaan auditor. Mutu audit perlu dijaga
supaya profesi auditor tetap mendapat kepercayaan dari masyarakat. Untuk
meyakinkan pembaca laporan audit, maka auditor harus mencantumkan dalam
laporannya bahwa auditnya telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit
yang berlaku.
Menurut Mulyadi (2008), akuntan publik merupakan salah satu profesi
yang memiliki standar sebagai pedoman dalam melaksanakan tugasnya,
sehingga tuntutan untuk bersikap profesionalisme dalam menjalankan
profesinya harus ditetapkan sesuai dengan yang tercantum dalam standar
auditing, yaitu:
a. Standar Umum
- Audit harus dilaksanakan oleh seorang yang lebih memiliki keahlian
dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
15
- Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
- Dalam pelaksanaan dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
b. Standar Pekerjaan Lapangan
- Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
- Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus
dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan saat,
sifat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
- Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui
inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan, dan konfirmasi sebagai
dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diaudit.
c. Standar Pelaporan
- Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum di Indonesia.
- Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada
ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan
prisip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
16
- Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
- Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa
pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam semua hal yang mana auditor dikaitkan dengan laporan
keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas
mengenai sifat pekerjaan auditor jika ada dan tingkat tanggung jawab
yang dipikulnya.
Standar audit tersebut diatas dalam banyak hal sering berhubungan dan
saling tergantung satu dengan yang lain. Keadaan yang berhubungan erat
dengan penentuan dipenuhi atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga
untuk standar yang lain.
II.1.1.5 Jenis Opini Audit
Opini auditor terdiri dari 5 jenis (Mulyadi, 2008), yaitu:
a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa
laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang
material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.
Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan
oleh auditor jika kondisi berikut terpenuhi:
17
- Semua laporan neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas,
dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan.
- Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi
oleh auditor.
- Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah
melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan
untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan.
- Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum di Indonesia.
- Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah
paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.
b. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas
(Unqualified Opinion with Explanatory Languange)
Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas
(atau bahasa penjelas yang lain) dalam laporan audit, meskipun tidak
mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan
keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf
pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya
suatu paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit
baku adalah:
- Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum.
- Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas.
18
- Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi
yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.
- Penekanan atas suatu hal.
- Laporan audit yang melibatkan auditor lain.
c. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditi
menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang
meterial sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia,
kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar
dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan:
- Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan
terhadap lingkup audit.
- Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari
prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak
material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat
tidak wajar.
d. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)
Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan
auditi tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan
prinsip akuntansi berterima umum.
19
e. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)
Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika ia tidak
melaksanakan audit yang auditor memberikan pendapat atas laporan
keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila ia dalam kondisi tidak
independen dalam hubungannya dengan klien.
II.1.3 Keahlian
Seorang auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi
lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Auditor harus yakin
bahwa latar belakang pendidikan dan kompetensi teknis auditor memadai untuk
pekerjaan audit yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, seorang auditor wajib
menciptakan kinerja yang memadai tentang pendidikan dan pengalaman dalam mengisi
posisi auditor di lingkungan kerjanya.
Auditor harus mempunyai tingkat pendidikan formal minimal Strata Satu (S-1)
atau yang setara. Agar tercipta kinerja yang baik maka harus mempunyai kriteria
tertentu dari auditor yang diperlukan untuk merencanakan audit dan untuk
mengidentifikasikan kebutuhan profesional auditor.
Suatu pekerjaan keahlian dapat digolongkan sebagai suatu profesi jika memenuhi
persyaratan tertentu. Prof. Welenski didalam buku Sawyers Internal Auditing
menyebutkan tujuh syarat, yaitu:
1. Pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang banyak (umum).
2. Bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud, harus melalui pelatihan yang
cukup lama dan berkelanjutan.
3. Adanya kode etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi tersebut.
20
4. Menjadi anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah
yang diselenggarakan oleh organisasi profesi tersebut.
5. Mempunyai media massa / publikasi yang bertujuan untuk meningkatkan
keahlian dan keterampilan anggotanya.
6. Kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang ingin menjadi
anggota.
7. Adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk
mengeluarkan sertifikat.
Disamping wajib memiliki keahlian tentang standar audit, kebijakan, prosedur
dan praktik-praktik audit, auditor harus memiliki keahlian yang memadai tentang
lingkungan sesuai dengan tugas pokok. Dalam hal auditor melakukan audit terhadap
sistem keuangan, catatan akuntansi dan laporan keuangan, maka auditor wajib
mempunyai keahlian atau mendapatkan pelatihan di bidang akuntansi sektor publik dan
ilmu-ilmu lainnya yang terkait dengan akuntabilitas auditi.
Auditor juga diharuskan memiliki pengetahuan yang memadai dibidang hukum
dan pengetahuan lain yang diperlukan untuk mengidentifikasi adanya kecurangan
(fraud). Seorang auditor harus mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi secara
lisan dan tulisan, sehingga auditor dapat dengan jelas dan efektif dalam menyampaikan
hal-hal atau informasi seperti tujuan kegiatan, kesimpulan, rekomendasi dan lain
sebagainya.
Auditor wajib mempunyai pengetahuan dan akses atas informasi teraktual dalam
standar, metodologi, prosedur, dan teknik audit. Pendidikan berkelanjutan dapat
diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi dalam asosiasi profesi, konferensi,
seminar, kursus-kursus, program pelatihan di kantor sendiri, dan partisipasi dalam
21
proyek pelatihan yang memiliki substansi di bidang audit. Tenaga ahli tersebut dapat
berasal dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi.
II.1.4 Kecermatan Profesional
Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama
(due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due
professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional
judgement), meskipun dapat saja terjadi penarikan kesimpulan yang tidak tepat ketika
audit sudah dilakukan dengan seksama.
Due professional care dilakukan pada berbagai aspek audit, diantaranya:
• Formulasi tujuan audit
• Penentuan ruang lingkup audit, termasuk evaluasi risiko audit
• Pemilihan pengujian dan hasilnya
• Pemilihan jenis dan tingkat sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan
audit
• Penentuan signifikan tidaknya risiko yang diidentifikasi dalam audit dan efek /
dampaknya
• Pengumpulan bukti audit
• Penentuan kompetensi, integritas, dan kesimpulan yang diambil pihak lain yang
berkaitan dengan penugasan audit
Seorang auditor harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar profesi yang
relevan. Apabila seseorang mempekerjakan staf dan ahli lainnya untuk melaksanakan
tugas profesionalnya, auditor harus menjelaskan kepada mereka mengenai keterkaitan
22
akuntan pada kode etik. Dan auditor tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut
secara keseluruhan. Dan auditor juga berkewajiban untuk bertindak sesuai dengan kode
etik, jika ia memilih ahli lain untuk memberikan saran atau bila merekomendasikan
ahli lain kepada kliennya.
II.1.5 Kepatuhan pada Kode Etik
Istilah etika jika dilihat dari kamus besar Indonesia (2007), memiliki tiga arti
yang salah satunya adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat.
Etika (ethics) berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti “karakter”. Kata lain
untuk etika adalah moralitas (morality), yang berasal dari bahasa latin mores, yang
berarti “kebiasaan”. Moralitas berpusat pada benar dan salah dalam perilaku manusia.
Oleh karena itu, etika berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana orang akan
berperilaku terhadap sesamanya. (Boynton dan Kell, 2003).
Auditor diharuskan mematuhi kode etik yang telah diterapkan. Pelaksanaan audit
harus mengacu kepada Standar Audit, dan auditor wajib mematuhi kode etik yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari standar audit. Kode etik dibuat dengan
tujuan untuk mengatur hubungan antara:
1. Auditor dengan rekan sekerjanya
2. Auditor dengan atasannya
3. Auditor dengan objek pemeriksanya
4. Auditor dengan masyarakat
Menurut Arens, Elder dan Beasley (2003:110), etika secara garis besar dapat
didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai-nilai moral. Setiap orang memiliki
23
rangkaian nilai tersebut, walaupun kita memperhatikan atau tidak memperhatikannya
secara eksplisit.
Prinsip-prinsip yang berhubungan dengan karakteristik nilai-nilai sebagian besar
dihubungkan dengan perilaku etis, yaitu kejujuran, integritas, mematuhi janji, loyalitas,
keadilan, kepedulian kepada orang lain, menghargai orang lain, menjadi warga yang
bertanggung jawab, mencapai yang terbaik, dan ketanggunggugatan (Firdaus, 2005).
Menurut Pandiangan (2008:45), “kode etik dapat diartikan pola aturan, tata cara,
tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan”. Dalam
melaksanakan audit para auditor banyak mengalami dilema terhadap kode etik
profesinya dengan kepentingan auditor tersebut. Kode etik merupakan tata cara atau
suatu pedoman bagi anggota suatu profesi dalam melaksanakan kegiatannya.
Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh
keahlian, independensi serta integritas moral / kejujuran para auditor dalam
menjalankan pekerjaannya. Ketidakpercayaannya masyarakat terhadap satu atau
beberapa auditor dapat merendahkan martabat profesi auditor secara keseluruhan,
sehingga dapat merugikan auditor lainnya.
Oleh karena itu organisasi auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik
yang sebagai prinsip moral atau aturan perilaku yang mengatur hubungan antara
auditor dengan auditan, antara auditor dengan auditor dan antara auditor dengan
masyarakat. Kode etik atau aturan perilaku dibuat untuk dipedomi dalam berperilaku
atau melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan memelihara
citra organisasi di mata masyarakat.
Setiap orang harus memiliki tanggung jawab atas jasa yang diberikan
berdasarkan keahlian yang dimilikinya pada pihak-pihak yang berkepentingan atas jasa
24
tersebut. Sehingga kode etik profesi akuntan publik ialah serangkaian aturan moral
harus dipahami dan digunakan dalam menjalankan profesinya yang dimana jika para
pengguna kode etik melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi.
Sebagian besar orang mendefinisikan perilaku tidak beretika sebagai perilaku
yang berbeda dari sesuatu yang seharusnya dilakukan. Masing-masing orang
menentukan apa yang dianggap tidak beretika, baik untuk diri sendiri maupun untuk
orang lain. Terdapat penyebab orang tidak berlaku etis atas standar etika seseorang
berbeda dari masyarakat secara keseluruhan atau seseorang memutuskan untuk
bertindak semaunya, yakni: standar etika seseorang berbeda dengan masyarakat umum,
dan seseorang memilih bertindak semaunya.
II.2 Penelitian Terdahulu
Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan beberapa hasil penelitian yang
telah dilakukan, yaitu:
Penelitian Zulkifli (2009) tentang Pengaruh tingkat pendidikan, pendidikan
berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman, dan motivasi auditor
terhadap kinerja auditor Inspektorat Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa
variabel tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem
reward, pengalaman, dan motivasi auditor berpengaruh secara simultan terhadap
kinerja auditor.
Penelitian Paramitha (2008) tentang Pengaruh profesionalisme, etika profesi,
tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja pada kinerja auditor (studi kasus pada
Perwakilan BPK RI Denpasar) menunjukkan bahwa profesionalisme, tingkat
25
pendidikan, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja auditor. Namun
variabel etika profesi tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor.
Penelitian Batubara (2008) tentang Analisis Pengaruh Latar Belakang
Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi
Pemeriksa terhadap Kualitas Hasil pemeriksaan (Studi Empiris pada Bawasko Medan)
menunjukkan bahwa Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan
Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa secara simultan mempunyai pengaruh
secara signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Variabel Independensi
Pemeriksa mempunyai nilai paling tinggi. Variabel Latar Belakang Pendidikan secara
parsial tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Hasil
Pemeriksaan.
Penelitian Alim (2007) tentang Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap
Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi menunjukkan bahwa
kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedang
interaksi kompetensi dan etika auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas
audit.
Penelitian Teguh (2004) tentang Pengaruh Keahlian dan Independensi Terhadap
Kualitas Audit menunjukkan bahwa Keahlian dan independensi berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit.
26
Tabel 2.1 Tinjauan Atas Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Terdahulu
Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
1. Zulkifli Albar (2009)
Pengaruh tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman, dan motivasi auditor terhadap kinerja auditor Inspektorat Provinsi Sumatera Utara
Variabel independen: tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman, dan motivasi auditor. Variabel dependen: tingkat kinerja auditor.
Variabel tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman, dan motivasi auditor berpengaruh secara simultan terhadap kinerja auditor.
2. Paramitha (2008)
Pengaruh profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja pada kinerja auditor (studi kasus pada Perwakilan BPK RI Denpasar)
Variabel independen: profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja. Variabel dependen: kinerja auditor.
Profesionalisme, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja auditor. Namun variabel etika profesi tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor.
3. Rizal Iskandar Batubara (2008)
Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa terhadap Kualitas Hasil pemeriksaan (Studi Empiris pada Bawasko Medan)
Variabel independen: Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa. Variabel dependen: Kualitas Hasil pemeriksaan.
Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa secara simultan mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Variabel Independensi Pemeriksa mempunyai nilai paling tinggi. Variabel Latar Belakang Pendidikan secara parsial tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan.
27
4. Nizarul Alim (2007)
Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi
Variabel independen: Kompetensi dan Independensi. Variabel dependen: Kualitas Audit. Variabel moderasi: Etika Auditor.
Kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedang interaksi kompetensi dan etika auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
5. Teguh Harhinto (2004)
Pengaruh Keahlian dan Independensi Terhadap Kualitas Audit
Variabel independen: Keahlian dan Independensi. Variabel dependen: Kualitas Audit.
Keahlian dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
II.3 Pengembangan Hipotesis
Dibawah ini merupakan kerangka pemikiran dimana terdapat variabel
independen yaitu Keahlian (X1), Kecermatan Profesional (X2), dan Kepatuhan pada
Kode Etik (X3) dan variabel dependen yaitu Tingkat Kinerja Auditor (Y).
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Variabel Independen Variabel Dependen
(X1) Keahlian
(X2)KecermatanProfesional
(X3)Kepatuhan pada Kode Etik
(Y) Tingkat Kinerja Auditor
28
Jika auditor memiliki keahlian akan melaksanakan tupoksi dengan efektif,
melaksanakan perencanaan dan koordinasi sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat
kinerja auditor. Menurut Teguh (2004) meneliti Pengaruh Keahlian dan Independensi
Terhadap Kualitas Audit. Variabel independen dalam penelitian tersebut adalah
keahlian dan independensi. Sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah
Kualitas Audit. Hasil penelitian menunjukkan keahlian dan independensi berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas, maka
hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : persepsi auditor mengenai keahlian berpengaruh secara signifikan terhadap
tingkat kinerja auditor.
Auditor yang mempunyai kecermatan profesional akan menggunakan keahlian
secara cermat dan seksama, hati-hati dan menerapkan pertimbangan profesional dalam
mengambil kesimpulan sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat kinerja auditor.
Menurut Batubara (2008) tentang Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan,
Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa
terhadap Kualitas Hasil pemeriksaan (Studi Empiris pada Bawasko Medan)
menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan, kecakapan profesional, pendidikan
berkelanjutan, dan independensi pemeriksa secara simultan mempunyai pengaruh
secara signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Variabel independensi
pemeriksa mempunyai nilai paling tinggi. Variabel latar belakang pendidikan secara
parsial tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kualitas hasil
pemeriksaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas, maka hipotesis penelitian
ini adalah sebagai berikut:
29
H2 : persepsi auditor mengenai kecermatan profesional berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat kinerja auditor.
Apabila auditor memiliki kepatuhan pada kode etik akan mentaati peraturan
perundang-undangan yang berlaku secara bertanggung jawab, berperilaku sesuai
dengan kode etik organisasi, baik terhadap individu maupun masyarakat sehingga
berpengaruh terhadap tingkat kinerja auditor. Menurut Paramitha (2008) tentang
Pengaruh profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja
pada kinerja auditor (studi kasus pada Perwakilan BPK RI Denpasar) menunjukkan
profesionalisme, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap
kinerja auditor. Namun variabel etika profesi tidak berpengaruh terhadap kinerja
auditor. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas, maka hipotesis penelitian ini
adalah sebagai berikut:
H3 : persepsi auditor mengenai kepatuhan pada kode etik berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat kinerja auditor.
Agar tercipta kinerja yang baik auditor diharuskan memiliki keahlian,
kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik untuk melaksanakan tugasnya
secara efektif. Sehingga keahlian, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode
etik berpengaruh secara simultan terhadap tingkat kinerja auditor. Maka hipotesis
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H4 : persepsi auditor mengenai keahlian, kecermatan profesional dan kepatuhan
pada kode etik berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kinerja auditor.