21
9 BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1 Landasan Teori II.1.1 Pengertian Persepsi Persepsi berasal dari bahasa latin yaitu perception, yang berarti penerimaan, pengertian atau pengetahuan. Sedangkan persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi diartikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal yang dialami oleh setiap orang dalam memahami setiap informasi tentang lingkungan melalui panca indera (melihat, mendengar, mencium, menyentuh, dan merasakan). Setiap orang pasti memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam pandangannya mengenai suatu masalah. Menurut Robbins (2006:170), “persepsi adalah proses yang digunakan individu untuk mengorganisasi dan menafsirkan kesan inderawi mereka untuk memberi makna kepada lingkungan mereka. Dalam hal ini persepsi dapat dianggap sebagai penafsiran individu terhadap objek di kelilingnya, berdasarkan kesan yang diperoleh dari indera mereka”. Hal ini mengakibatkan adanya persepsi yang berbeda dari dua orang atau lebih individu terhadap objek yang sama. Menurut Kotler (2009:24), “persepsi adalah proses seseorang individu memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang bermakna tentang dunia”. Dalam penelitian ini persepsi penelitian ini dapat diartikan sebagai pandangan seseorang mengenai suatu proses yang didapat dari pengalaman dan pembelajaran sehingga seorang individu mampu untuk memutuskan suatu hal.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS …thesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00450-AK Bab2001.pdfumum di Indonesia”. Maksud dari penjelasan diatas yaitu auditing merupakan

  • Upload
    phamtu

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

9

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

II.1 Landasan Teori

II.1.1 Pengertian Persepsi

Persepsi berasal dari bahasa latin yaitu perception, yang berarti penerimaan,

pengertian atau pengetahuan. Sedangkan persepsi menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, persepsi diartikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu

atau proses seseorang mengetahui beberapa hal yang dialami oleh setiap orang dalam

memahami setiap informasi tentang lingkungan melalui panca indera (melihat,

mendengar, mencium, menyentuh, dan merasakan).

Setiap orang pasti memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam pandangannya

mengenai suatu masalah. Menurut Robbins (2006:170), “persepsi adalah proses yang

digunakan individu untuk mengorganisasi dan menafsirkan kesan inderawi mereka

untuk memberi makna kepada lingkungan mereka. Dalam hal ini persepsi dapat

dianggap sebagai penafsiran individu terhadap objek di kelilingnya, berdasarkan kesan

yang diperoleh dari indera mereka”. Hal ini mengakibatkan adanya persepsi yang

berbeda dari dua orang atau lebih individu terhadap objek yang sama.

Menurut Kotler (2009:24), “persepsi adalah proses seseorang individu memilih,

mengorganisasikan dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan

suatu gambaran yang bermakna tentang dunia”.

Dalam penelitian ini persepsi penelitian ini dapat diartikan sebagai pandangan

seseorang mengenai suatu proses yang didapat dari pengalaman dan pembelajaran

sehingga seorang individu mampu untuk memutuskan suatu hal.

10

II.1.2 Audit

II.1.1.1 Pengertian Audit

Audit merupakan suatu kegiatan mengevaluasi dan memeriksa

kewajaran laporan keuangan perusahaan apakah telah sesuai dengan prinsip

akuntansi yang belaku umum. Adapun beberapa pendapat mengenai pengertian

audit, yaitu antara lain:

1. Boynton, Johnson, dan Kell yang diterjemahkan oleh Rajoe, P.A.,

Gania, G., Budi, I.S (2003) mendefinisikan, “Auditing adalah suatu

proses yang sistematis dengan tujuan untuk memperoleh bukti-bukti

secara objektif dengan memperhatikan pernyataan mengenai kegiatan

dan peristiwa ekonomi untuk meningkatkan tingkat penyesuaian antara

hasil-hasilnya kepada pemakai dan pihak yang berkepentingan”.

2. Agoes S. (2008) mendefinisikan, “Auditing adalah jasa yang diberikan

oleh auditor dalam memeriksa dan mengevaluasi laporan keuangan yang

disajikan perusahaan klien. Pemeriksaan ini tidak dimaksudkan untuk

mencari kesalahan atau menemukan kecurangan, walaupun dalam

pelaksanaannya sangat memungkinkan ditemukannya kesalahan atau

kecurangan. Pemeriksaan laporan keuangan dimaksudkan untuk menilai

kewajaran laporan keuangan berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku

umum di Indonesia”.

Maksud dari penjelasan diatas yaitu auditing merupakan suatu proses

pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti mengenai informasi laporan

keuangan untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi

11

antara informasi dan kriteria yang telah ditetapkan dan dilaksanakan oleh

seseorang yang independen dan kompeten.

II.1.1.2 Jenis Audit

Menurut Agoes S (2008), menyebutkan tiga jenis Auditing yang umum

dilaksanakan. Ketiga jenis tersebut yaitu :

1. Operational Audit ( Pemeriksaan Operasional / Manajemen)

Operasional atau management audit merupakan pemeriksaan atas semua

atau sebagian prosedur dan metode operasional suatu organisasi untuk

menilai efisiensi, efektifitas, dan ekonomisasinya. Audit operasional

dapat menjadi alat manajemen yang efektif dan efisien untuk

meningkatkan kinerja perusahaan. Hasil dari audit operasional berupa

rekomendasi-rekomendasi perbaikan bagi manajemen sehingga audit

jenis ini lebih merupakan konsultasi manajemen.

2. Compliance Audit ( Audit Ketaatan )

Audit ketaatan merupakan pemeriksaan untuk mengetahui apakah

prosedur dan aturan yang telah ditetapkan otoritas berwenang sudah

ditaati oleh personel di organisasi tersebut. Audit ketaatan biasanya

ditugaskan oleh otoritas berwenang yang telah menetapkan prosedur/

peraturan dalam perusahaan sehingga hasil audit jenis ini tidak untuk

dipublikasikan tetapi untuk intern manajemen.

12

3. Financial Audit ( Audit atas Laporan Keuangan )

Pemeriksaan atas laporan keuangan merupakan evaluasi kewajaran

laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen secara keseluruhan

dibandingkan dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku umum.

Dalam pengertiannya apakah laporan keuangan secara umum

merupakan informasi yang dapat ditukar dan dapat diverifikasi lalu telah

disajikan sesuai dengan kriteria tertentu. Umumnya kriteria yang

dimaksud adalah standar akuntansi yang berlaku umum seperti prinsip

akuntansi yang berterima umum.

II.1.1.3 Jenis Auditor

Berdasarkan kelompok atau pelaksana audit, audit dibagi menjadi 4

jenis, yaitu:

1. Auditor Ekstern

Auditor ekstern / independen bekerja untuk kantor akuntan publik yang

statusnya diluar struktur perusahaan yang mereka audit. Umumnya

auditor ekstern menghasilkan laporan atas financial audit.

2. Auditor Intern

Auditor intern bekerja untuk perusahaan yang mereka audit. Laporan

audit manajemen umumnya berguna bagi manajemen perusahaan yang

diaudit. Oleh karena itu tugas internal auditor biasanya adalah audit

manajemen yang termasuk jenis compliance audit.

13

3. Auditor Pajak

Auditor pajak bertugas melakukan pemeriksaan ketaatan wajib pajak

yang diaudit terhadap undang-undang perpajakan yang berlaku.

4. Auditor Pemerintah

Tugas auditor pemerintah adalah menilai kewajaran informasi keuangan

yang disusun oleh instansi pemerintahan. Disamping itu audit juga

dilakukan untuk menilai efisiensi, efektifitas dan ekonomisasi operasi

program dan penggunaan barang milik pemerintah. Dan sering juga

audit atas ketaatan pada peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Audit

yang dilaksanakan oleh pemerintah dapat dilaksanakan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pemeriksa Keuangan dan

Pembangunan (BPKP).

II.1.1.4 Standar Auditing

Salah satu pengertian standar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Standar antara lain

diperlukan sebagai:

1. Ukuran mutu

2. Pedoman kerja

3. Batas tanggung jawab

4. Alat pemberi perintah

5. Alat pengawas

6. Kemudahan bagi umum

14

Standar yang digunakan sebagai ukuran pada umumnya diperlukan pada

pekerjaan yang memiliki ciri:

1. Menyangkut kepentingan orang banyak

2. Mutu hasilnya ditentukan

3. Banyak orang (pekerja) terlibat

4. Sifat dan mutu pekerjaan sama

5. Ada organisasi yang mengatur

Standar merupakan kriteria atau aturan mutu kinerja yang harus dicapai,

berbeda dengan prosedur yang merupakan urutan tindakan yang harus

dilaksanakan untuk mencapai suatu standar tertentu. Standar audit merupakan

ukuran mutu pekerjaan audit yang ditetapkan oleh organisasi profesi audit,

yang merupakan ukuran mutu pekerjaan auditor. Mutu audit perlu dijaga

supaya profesi auditor tetap mendapat kepercayaan dari masyarakat. Untuk

meyakinkan pembaca laporan audit, maka auditor harus mencantumkan dalam

laporannya bahwa auditnya telah dilaksanakan sesuai dengan standar audit

yang berlaku.

Menurut Mulyadi (2008), akuntan publik merupakan salah satu profesi

yang memiliki standar sebagai pedoman dalam melaksanakan tugasnya,

sehingga tuntutan untuk bersikap profesionalisme dalam menjalankan

profesinya harus ditetapkan sesuai dengan yang tercantum dalam standar

auditing, yaitu:

a. Standar Umum

- Audit harus dilaksanakan oleh seorang yang lebih memiliki keahlian

dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

15

- Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi

dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

- Dalam pelaksanaan dan penyusunan laporannya, auditor wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.

b. Standar Pekerjaan Lapangan

- Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan

asisten harus disupervisi dengan semestinya.

- Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus

dapat diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan saat,

sifat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.

- Bukti audit kompeten yang cukup harus dapat diperoleh melalui

inspeksi, pengamatan, pengajuan, pertanyaan, dan konfirmasi sebagai

dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan

keuangan yang diaudit.

c. Standar Pelaporan

- Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah

disusun dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum di Indonesia.

- Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan jika ada

ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan

laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan

prisip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

16

- Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang

memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

- Laporan auditor harus memuat pernyataan pendapat mengenai

laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa

pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara

keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan.

Dalam semua hal yang mana auditor dikaitkan dengan laporan

keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas

mengenai sifat pekerjaan auditor jika ada dan tingkat tanggung jawab

yang dipikulnya.

Standar audit tersebut diatas dalam banyak hal sering berhubungan dan

saling tergantung satu dengan yang lain. Keadaan yang berhubungan erat

dengan penentuan dipenuhi atau tidaknya suatu standar, dapat berlaku juga

untuk standar yang lain.

II.1.1.5 Jenis Opini Audit

Opini auditor terdiri dari 5 jenis (Mulyadi, 2008), yaitu:

a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)

Dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa

laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang

material sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

Laporan audit dengan pendapat wajar tanpa pengecualian diterbitkan

oleh auditor jika kondisi berikut terpenuhi:

17

- Semua laporan neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas,

dan laporan arus kas terdapat dalam laporan keuangan.

- Dalam pelaksanaan perikatan, seluruh standar umum dapat dipenuhi

oleh auditor.

- Bukti cukup dapat dikumpulkan oleh auditor, dan auditor telah

melaksanakan perikatan sedemikian rupa sehingga memungkinkan

untuk melaksanakan tiga standar pekerjaan lapangan.

- Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi

berterima umum di Indonesia.

- Tidak ada keadaan yang mengharuskan auditor untuk menambah

paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit.

b. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas

(Unqualified Opinion with Explanatory Languange)

Dalam keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas

(atau bahasa penjelas yang lain) dalam laporan audit, meskipun tidak

mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan

keuangan auditan. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf

pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya

suatu paragraf penjelas atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit

baku adalah:

- Ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum.

- Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas.

18

- Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi

yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.

- Penekanan atas suatu hal.

- Laporan audit yang melibatkan auditor lain.

c. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion)

Pendapat wajar dengan pengecualian diberikan apabila auditi

menyajikan secara wajar laporan keuangan, dalam semua hal yang

meterial sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia,

kecuali untuk dampak hal-hal yang dikecualikan. Pendapat wajar

dengan pengecualian dinyatakan dalam keadaan:

- Tidak adanya bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan

terhadap lingkup audit.

- Auditor yakin bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari

prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia, yang berdampak

material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat

tidak wajar.

d. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)

Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan

auditi tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan

prinsip akuntansi berterima umum.

19

e. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)

Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat jika ia tidak

melaksanakan audit yang auditor memberikan pendapat atas laporan

keuangan. Pendapat ini juga diberikan apabila ia dalam kondisi tidak

independen dalam hubungannya dengan klien.

II.1.3 Keahlian

Seorang auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi

lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Auditor harus yakin

bahwa latar belakang pendidikan dan kompetensi teknis auditor memadai untuk

pekerjaan audit yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, seorang auditor wajib

menciptakan kinerja yang memadai tentang pendidikan dan pengalaman dalam mengisi

posisi auditor di lingkungan kerjanya.

Auditor harus mempunyai tingkat pendidikan formal minimal Strata Satu (S-1)

atau yang setara. Agar tercipta kinerja yang baik maka harus mempunyai kriteria

tertentu dari auditor yang diperlukan untuk merencanakan audit dan untuk

mengidentifikasikan kebutuhan profesional auditor.

Suatu pekerjaan keahlian dapat digolongkan sebagai suatu profesi jika memenuhi

persyaratan tertentu. Prof. Welenski didalam buku Sawyers Internal Auditing

menyebutkan tujuh syarat, yaitu:

1. Pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang banyak (umum).

2. Bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud, harus melalui pelatihan yang

cukup lama dan berkelanjutan.

3. Adanya kode etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi tersebut.

20

4. Menjadi anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah

yang diselenggarakan oleh organisasi profesi tersebut.

5. Mempunyai media massa / publikasi yang bertujuan untuk meningkatkan

keahlian dan keterampilan anggotanya.

6. Kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang ingin menjadi

anggota.

7. Adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk

mengeluarkan sertifikat.

Disamping wajib memiliki keahlian tentang standar audit, kebijakan, prosedur

dan praktik-praktik audit, auditor harus memiliki keahlian yang memadai tentang

lingkungan sesuai dengan tugas pokok. Dalam hal auditor melakukan audit terhadap

sistem keuangan, catatan akuntansi dan laporan keuangan, maka auditor wajib

mempunyai keahlian atau mendapatkan pelatihan di bidang akuntansi sektor publik dan

ilmu-ilmu lainnya yang terkait dengan akuntabilitas auditi.

Auditor juga diharuskan memiliki pengetahuan yang memadai dibidang hukum

dan pengetahuan lain yang diperlukan untuk mengidentifikasi adanya kecurangan

(fraud). Seorang auditor harus mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi secara

lisan dan tulisan, sehingga auditor dapat dengan jelas dan efektif dalam menyampaikan

hal-hal atau informasi seperti tujuan kegiatan, kesimpulan, rekomendasi dan lain

sebagainya.

Auditor wajib mempunyai pengetahuan dan akses atas informasi teraktual dalam

standar, metodologi, prosedur, dan teknik audit. Pendidikan berkelanjutan dapat

diperoleh melalui keanggotaan dan partisipasi dalam asosiasi profesi, konferensi,

seminar, kursus-kursus, program pelatihan di kantor sendiri, dan partisipasi dalam

21

proyek pelatihan yang memiliki substansi di bidang audit. Tenaga ahli tersebut dapat

berasal dari dalam organisasi maupun dari luar organisasi.

II.1.4 Kecermatan Profesional

Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama

(due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan. Due

professional care dapat diterapkan dalam pertimbangan profesional (professional

judgement), meskipun dapat saja terjadi penarikan kesimpulan yang tidak tepat ketika

audit sudah dilakukan dengan seksama.

Due professional care dilakukan pada berbagai aspek audit, diantaranya:

• Formulasi tujuan audit

• Penentuan ruang lingkup audit, termasuk evaluasi risiko audit

• Pemilihan pengujian dan hasilnya

• Pemilihan jenis dan tingkat sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan

audit

• Penentuan signifikan tidaknya risiko yang diidentifikasi dalam audit dan efek /

dampaknya

• Pengumpulan bukti audit

• Penentuan kompetensi, integritas, dan kesimpulan yang diambil pihak lain yang

berkaitan dengan penugasan audit

Seorang auditor harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar profesi yang

relevan. Apabila seseorang mempekerjakan staf dan ahli lainnya untuk melaksanakan

tugas profesionalnya, auditor harus menjelaskan kepada mereka mengenai keterkaitan

22

akuntan pada kode etik. Dan auditor tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut

secara keseluruhan. Dan auditor juga berkewajiban untuk bertindak sesuai dengan kode

etik, jika ia memilih ahli lain untuk memberikan saran atau bila merekomendasikan

ahli lain kepada kliennya.

II.1.5 Kepatuhan pada Kode Etik

Istilah etika jika dilihat dari kamus besar Indonesia (2007), memiliki tiga arti

yang salah satunya adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan

atau masyarakat.

Etika (ethics) berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti “karakter”. Kata lain

untuk etika adalah moralitas (morality), yang berasal dari bahasa latin mores, yang

berarti “kebiasaan”. Moralitas berpusat pada benar dan salah dalam perilaku manusia.

Oleh karena itu, etika berkaitan dengan pertanyaan tentang bagaimana orang akan

berperilaku terhadap sesamanya. (Boynton dan Kell, 2003).

Auditor diharuskan mematuhi kode etik yang telah diterapkan. Pelaksanaan audit

harus mengacu kepada Standar Audit, dan auditor wajib mematuhi kode etik yang

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari standar audit. Kode etik dibuat dengan

tujuan untuk mengatur hubungan antara:

1. Auditor dengan rekan sekerjanya

2. Auditor dengan atasannya

3. Auditor dengan objek pemeriksanya

4. Auditor dengan masyarakat

Menurut Arens, Elder dan Beasley (2003:110), etika secara garis besar dapat

didefinisikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai-nilai moral. Setiap orang memiliki

23

rangkaian nilai tersebut, walaupun kita memperhatikan atau tidak memperhatikannya

secara eksplisit.

Prinsip-prinsip yang berhubungan dengan karakteristik nilai-nilai sebagian besar

dihubungkan dengan perilaku etis, yaitu kejujuran, integritas, mematuhi janji, loyalitas,

keadilan, kepedulian kepada orang lain, menghargai orang lain, menjadi warga yang

bertanggung jawab, mencapai yang terbaik, dan ketanggunggugatan (Firdaus, 2005).

Menurut Pandiangan (2008:45), “kode etik dapat diartikan pola aturan, tata cara,

tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan”. Dalam

melaksanakan audit para auditor banyak mengalami dilema terhadap kode etik

profesinya dengan kepentingan auditor tersebut. Kode etik merupakan tata cara atau

suatu pedoman bagi anggota suatu profesi dalam melaksanakan kegiatannya.

Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas hasil kerja auditor ditentukan oleh

keahlian, independensi serta integritas moral / kejujuran para auditor dalam

menjalankan pekerjaannya. Ketidakpercayaannya masyarakat terhadap satu atau

beberapa auditor dapat merendahkan martabat profesi auditor secara keseluruhan,

sehingga dapat merugikan auditor lainnya.

Oleh karena itu organisasi auditor berkepentingan untuk mempunyai kode etik

yang sebagai prinsip moral atau aturan perilaku yang mengatur hubungan antara

auditor dengan auditan, antara auditor dengan auditor dan antara auditor dengan

masyarakat. Kode etik atau aturan perilaku dibuat untuk dipedomi dalam berperilaku

atau melaksanakan penugasan sehingga menumbuhkan kepercayaan dan memelihara

citra organisasi di mata masyarakat.

Setiap orang harus memiliki tanggung jawab atas jasa yang diberikan

berdasarkan keahlian yang dimilikinya pada pihak-pihak yang berkepentingan atas jasa

24

tersebut. Sehingga kode etik profesi akuntan publik ialah serangkaian aturan moral

harus dipahami dan digunakan dalam menjalankan profesinya yang dimana jika para

pengguna kode etik melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi.

Sebagian besar orang mendefinisikan perilaku tidak beretika sebagai perilaku

yang berbeda dari sesuatu yang seharusnya dilakukan. Masing-masing orang

menentukan apa yang dianggap tidak beretika, baik untuk diri sendiri maupun untuk

orang lain. Terdapat penyebab orang tidak berlaku etis atas standar etika seseorang

berbeda dari masyarakat secara keseluruhan atau seseorang memutuskan untuk

bertindak semaunya, yakni: standar etika seseorang berbeda dengan masyarakat umum,

dan seseorang memilih bertindak semaunya.

II.2 Penelitian Terdahulu

Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan beberapa hasil penelitian yang

telah dilakukan, yaitu:

Penelitian Zulkifli (2009) tentang Pengaruh tingkat pendidikan, pendidikan

berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman, dan motivasi auditor

terhadap kinerja auditor Inspektorat Provinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa

variabel tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem

reward, pengalaman, dan motivasi auditor berpengaruh secara simultan terhadap

kinerja auditor.

Penelitian Paramitha (2008) tentang Pengaruh profesionalisme, etika profesi,

tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja pada kinerja auditor (studi kasus pada

Perwakilan BPK RI Denpasar) menunjukkan bahwa profesionalisme, tingkat

25

pendidikan, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja auditor. Namun

variabel etika profesi tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor.

Penelitian Batubara (2008) tentang Analisis Pengaruh Latar Belakang

Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi

Pemeriksa terhadap Kualitas Hasil pemeriksaan (Studi Empiris pada Bawasko Medan)

menunjukkan bahwa Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan

Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa secara simultan mempunyai pengaruh

secara signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Variabel Independensi

Pemeriksa mempunyai nilai paling tinggi. Variabel Latar Belakang Pendidikan secara

parsial tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Hasil

Pemeriksaan.

Penelitian Alim (2007) tentang Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap

Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi menunjukkan bahwa

kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedang

interaksi kompetensi dan etika auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas

audit.

Penelitian Teguh (2004) tentang Pengaruh Keahlian dan Independensi Terhadap

Kualitas Audit menunjukkan bahwa Keahlian dan independensi berpengaruh signifikan

terhadap kualitas audit.

26

Tabel 2.1 Tinjauan Atas Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Terdahulu

Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

1. Zulkifli Albar (2009)

Pengaruh tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman, dan motivasi auditor terhadap kinerja auditor Inspektorat Provinsi Sumatera Utara

Variabel independen: tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman, dan motivasi auditor. Variabel dependen: tingkat kinerja auditor.

Variabel tingkat pendidikan, pendidikan berkelanjutan, komitmen organisasi, sistem reward, pengalaman, dan motivasi auditor berpengaruh secara simultan terhadap kinerja auditor.

2. Paramitha (2008)

Pengaruh profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja pada kinerja auditor (studi kasus pada Perwakilan BPK RI Denpasar)

Variabel independen: profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja. Variabel dependen: kinerja auditor.

Profesionalisme, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap kinerja auditor. Namun variabel etika profesi tidak berpengaruh terhadap kinerja auditor.

3. Rizal Iskandar Batubara (2008)

Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa terhadap Kualitas Hasil pemeriksaan (Studi Empiris pada Bawasko Medan)

Variabel independen: Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa. Variabel dependen: Kualitas Hasil pemeriksaan.

Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa secara simultan mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan. Variabel Independensi Pemeriksa mempunyai nilai paling tinggi. Variabel Latar Belakang Pendidikan secara parsial tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan.

27

4. Nizarul Alim (2007)

Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi

Variabel independen: Kompetensi dan Independensi. Variabel dependen: Kualitas Audit. Variabel moderasi: Etika Auditor.

Kompetensi dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedang interaksi kompetensi dan etika auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

5. Teguh Harhinto (2004)

Pengaruh Keahlian dan Independensi Terhadap Kualitas Audit

Variabel independen: Keahlian dan Independensi. Variabel dependen: Kualitas Audit.

Keahlian dan independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

II.3 Pengembangan Hipotesis

Dibawah ini merupakan kerangka pemikiran dimana terdapat variabel

independen yaitu Keahlian (X1), Kecermatan Profesional (X2), dan Kepatuhan pada

Kode Etik (X3) dan variabel dependen yaitu Tingkat Kinerja Auditor (Y).

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Variabel Independen Variabel Dependen

(X1) Keahlian

(X2)KecermatanProfesional

(X3)Kepatuhan pada Kode Etik

(Y) Tingkat Kinerja Auditor

28

Jika auditor memiliki keahlian akan melaksanakan tupoksi dengan efektif,

melaksanakan perencanaan dan koordinasi sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat

kinerja auditor. Menurut Teguh (2004) meneliti Pengaruh Keahlian dan Independensi

Terhadap Kualitas Audit. Variabel independen dalam penelitian tersebut adalah

keahlian dan independensi. Sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah

Kualitas Audit. Hasil penelitian menunjukkan keahlian dan independensi berpengaruh

signifikan terhadap kualitas audit. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas, maka

hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : persepsi auditor mengenai keahlian berpengaruh secara signifikan terhadap

tingkat kinerja auditor.

Auditor yang mempunyai kecermatan profesional akan menggunakan keahlian

secara cermat dan seksama, hati-hati dan menerapkan pertimbangan profesional dalam

mengambil kesimpulan sehingga akan berpengaruh terhadap tingkat kinerja auditor.

Menurut Batubara (2008) tentang Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan,

Kecakapan Profesional, Pendidikan Berkelanjutan, dan Independensi Pemeriksa

terhadap Kualitas Hasil pemeriksaan (Studi Empiris pada Bawasko Medan)

menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan, kecakapan profesional, pendidikan

berkelanjutan, dan independensi pemeriksa secara simultan mempunyai pengaruh

secara signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Variabel independensi

pemeriksa mempunyai nilai paling tinggi. Variabel latar belakang pendidikan secara

parsial tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap kualitas hasil

pemeriksaan. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas, maka hipotesis penelitian

ini adalah sebagai berikut:

29

H2 : persepsi auditor mengenai kecermatan profesional berpengaruh secara

signifikan terhadap tingkat kinerja auditor.

Apabila auditor memiliki kepatuhan pada kode etik akan mentaati peraturan

perundang-undangan yang berlaku secara bertanggung jawab, berperilaku sesuai

dengan kode etik organisasi, baik terhadap individu maupun masyarakat sehingga

berpengaruh terhadap tingkat kinerja auditor. Menurut Paramitha (2008) tentang

Pengaruh profesionalisme, etika profesi, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja

pada kinerja auditor (studi kasus pada Perwakilan BPK RI Denpasar) menunjukkan

profesionalisme, tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja berpengaruh terhadap

kinerja auditor. Namun variabel etika profesi tidak berpengaruh terhadap kinerja

auditor. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diatas, maka hipotesis penelitian ini

adalah sebagai berikut:

H3 : persepsi auditor mengenai kepatuhan pada kode etik berpengaruh secara

signifikan terhadap tingkat kinerja auditor.

Agar tercipta kinerja yang baik auditor diharuskan memiliki keahlian,

kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode etik untuk melaksanakan tugasnya

secara efektif. Sehingga keahlian, kecermatan profesional dan kepatuhan pada kode

etik berpengaruh secara simultan terhadap tingkat kinerja auditor. Maka hipotesis

penelitian ini adalah sebagai berikut:

H4 : persepsi auditor mengenai keahlian, kecermatan profesional dan kepatuhan

pada kode etik berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kinerja auditor.