Upload
trinhnga
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kinerja
2.1.1.1 Pengertian kinerja
Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar "kerja" yang
menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Berikut merupakan pengertian kinerja
menurut pandangan beberapa ahli :
● Menurut Ambar Teguh Sulistiyaningsih (2003, p223) " Kinerja merupakan kombinasi
dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya."
● Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000, p67), " Kinerja adalah hasil kerja secara
kualitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikannya."
● Menurut Febryani (2003, p42) " Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai
oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja merupakan cerminan dari
kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya."
● Menurut Judith Gordon (Nawawi, 2006, p65) " Kinerja adalah suatu fungsi
kemampuan pekerja dalam menerima tujuan pekerjaan, tingkat pencapaian tujuan
dan interaksi antara tujuan dan kemampuan pekerja."
● Menurut Maluyu S.P. Hasibuan (2003, p94) " Kinerja adalah suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya
yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu."
● Menurut Mangkuprawira (2007), " Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan
seseorang secara keseluruhann selama periode tertentu di dalam melaksanakan
tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah
disepakati bersama." (http://ronawajah.wordpress.com/2007/05/09/kinerja-apa-
itu/#more-47)
● Menurut Veithzal Rivai (2006, p309), " Kinerja merupakan perilaku nyata yang
ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai
dengan perannya dalam perusahaan."
(http://intanghina.wordpress.com/2008/06/10/kinerja/)
● Menurut Widodo ( Meningkatkan Kinerja pemasaran, 2008), " Kinerja merupakan
indikator-indikator keberhasilan kerja atau prestasi kerja sesungguhnya yang dicapai
seseorang atau organisasi karena melaksanakan tugasnya dengan baik."
● Menurut Ceacilia Srimindarti ( Balanced Scorecard Sebagai Alternatif Untuk Mengukur
Kinerja, 2004) " Kinerja merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk
sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu
periode dengan refrensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau
yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas
manajemen dan semacamnya. Disini kinerja diukur untuk menekan perilaku yang
tidak semestinya dan untuk merangsang serta menegakkan perilaku yang
semestinya diinginkan, melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya serta
pemberian penghargaan, baik bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
Berdasarkan uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Kinerja adalah hasil
yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu perusahaan,
sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam mencapai
tujuan perusahaan.
2.1.1.2 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Nawawi (2003,p65), faktor yang mempengaruhi kinerja merupakan gabungan dari
tiga faktor, yaitu yang meliputi :
• Pengetahuan
Berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab dalam bekerja.
Dalam faktor ini mencakup jenis dan jenjang pendidikan serta pelatihan yang pernah
diikuti di bidangnya.
• Pengalaman
Memiliki pengalaman yang tidak sekedar saja, melainkan memiliki jumlah waktu atau
lamanya dalam bekerja, tetapi berkenaan juga dengan substansi yang dikerjakan
yang jika dilaksanakan dalam waktu yang cukup lama akan meningkatkan
kemampuan dalam mengerjakan suatu bidang tertentu.
• Kepribadian
Kondisi didalam diri seseorang dalam menghadapi bidang pekerjaannya, seperti
minat, bakat, kemampuan bekerjasama, ketekunan, kejujuran dan sikap terhadap
pelanggan.
KINERJA
Gambar 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Sumber : Haradi Nawawi,(2003, p65)
Menurut Mathis, Robert L. dan Jackson, John H. (2002, p82), faktor -faktor yang
mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja yaitu :
• Kemampuan mereka ( individual )
• Motivasi
• Dukungan yang diterima
• Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan
• Hubungan mereka dengan organisasi
2.1.1.3 Pengertian Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu
organisasi secara efektif dan efisien, karena didukung dengan adanya kebijakan atau
program yang lebih baik lagi atas sumber daya yang digunakan dalam organisasi. Berikut
merupakan pengertian pengukuran kinerja melalui pandangan beberapa ahli :
KEPRIBADIAN
PENGETAHUAN PENGALAMAN
● Menurut Bambang Wahyudi (2002, p101) " Pengukuran kinerja adalah sebuah
gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang
terkait dari seseorang atau suatu kelompok."
● Menurut Henry Simamora (2004, p2004) " Pengukuran kinerja adalah proses yang
dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan."
● Menurut Whittaker dan Simons (2000, p5) " Pengukuran kinerja merupakan suatu
metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan
yang telah ditetapkan."
● Menurut Yuwono (2004, p23) " Pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran
yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada
perusahaan." Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik
yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan
titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan
pengendalian.
Berdasarkan uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah
suatu tindakan yang dilakukan untuk mengukur hasil yang telah dicapai seseorang atau
kelompok sesuai dengan tugas dan wewenang serta sumber daya yang tersedia.
2.1.1.4 Karakteristik Pengukuran Kinerja
Menurut Gaspersz (2005, pp68-69), karakteristik yang biasa digunakan oleh organisasi kelas
dunia dalam menerapkan Balanced Scorecard untuk mengevaluasi sistem pengukuran kinerja
mereka adalah :
1. Biaya yang dikeluarkan untuk pengukuran kinerja tidak lebih besar daripada manfaat yang
diterima.
2. Pengukuran harus dimulai pada permulaan program Balanced Scorecard. Berbagai
masalah yang berkaitan dengan kinerja beserta kesempatan-kesempatan untuk
meningkatkannya harus dirumuskan secara jelas.
3. Pengukuran harus terkait langsung dengan tujuan-tujuan stragtegis yang dirumuskan.
Setiap tujuan strategi yang dirumuskan dalam kisi strategis harus memiliki paling sedikit satu
pengukuran.
4. Pengukuran harus sederhana serta memunculkan data yang mudah untuk digunakan,
mudah dipahami, dan mudah melaporkannya.
5. Pengukuran harus dapat diulang terus-menerus, sehingga dapat diperbandingkan antara
pengukuran pada satu titik waktu dan pengukuran pada titik waktu yang sama.
6. Pengukuran harus dilakukan pada sistem secara keseluruhan, yang menjadi ruang lingkup
Balanced Scorecard.
7. Pengukuran harus dapat digunakan untuk menetapkan target, mengarah ke peningkatan
kinerja di masa mendatang.
8. Ukuran-ukuran kinerja dalam program Balanced Scorecard yang diukur itu seharusnya
telah dipahami secara jelas oleh semua individu yang terlibat, terutama mengenai
keterkaitan ukuran-ukuran kinerja itu dengan sasaran program Balanced Scorecard.
9. Pengukuran seharusnya melibatkan semua individu yang berada dalam proses yang
terlibat dengan program Balanced Scorecard.
10. Pengukuran harus diterima dan dipercaya oleh mereka yang menggunakannya. Hal ini
berarti data sebagai hasil pengukuran harus akurat, dapat diandalkan, dapat diverifikasi, dan
lain-lain.
11. Pengukuran harus berfokus pada tindakan korektif dan peningkatan, bukan sekedar pada
pemantau atau pengendalian.
2.1.1.5 Manfaat Pengukuran Kinerja
Menurut Yuwono (2008, p29) manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah :
● Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa
perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang yang dalam
organisasi terlibat dalam upaya memberikan kepuasan pada pelanggan;
● Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai mata rantai pelanggan dan
pemasok internal;
● Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
● Membuat tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkret sehingga
mempercepat proses pembelajaran organisasi;
● Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi
"reward" atas perilaku yang diharapkan tersebut.
2.1.1.6 Tujuan Pengukuran Kinerja
Berdasarkan tulisan dalam www.damandiri.or.id/file/yurniwatiunpadbab2b.pdf tujuan dari
pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi
dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga
membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Standar perilaku dapat
berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam rencana strategik,
program dan anggaran organisasi.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk
merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan, melalui umpan balik
hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
2.1.1.7 Parameter Pengukuran Kinerja
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Bernandin dan Russell (1993, p135) yang
dikutip oleh Intanghina (2008), parameter pengukuran kinerja adalah sebagai berikut :
• Quantity of work : Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang
ditentukan
• Quality of work : Kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian
dan kesiapannya.
• Job Knowledge : Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya
• Creativeness : Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dari tindakan-tindakan
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
• Cooperation : Kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain.
• Dependability : Kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan
penyelesaian kerja tepat pada waktunya.
• Initiative : Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dalam memperbesar
tanggung jawabnya,
• Personal Qualities : Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan, dan
integritas pribadi.
2.1.1.8 Artribut Pengukuran Kinerja yang Baik
Ada berbagai artribut yang menjadi tolok ukur yang baik bagi perusahaan, antara lain :
Tabel 2.1 Berbagai Artribut Pengukur Kinerja yang Baik
BERBAGAI ATRIBUT TOLOK UKUR KINERJA YANG BAIK
Secara umum, suatu sistem pengukuran yang baik harus terdiri dari sekumpulan tolok ukur yang mengkombinasikan antara matriks keuangan dan non-keuangan dengan 24
atribut berikut:
1. Mendukung dan konsisten dengan tujuan, tindakan, budaya, dan faktor-faktor kunci keberhasilan perusahaan;
2. relevan dan mendukung strategis; 3. sederhana untuk diimplementasikan; 4. tidak kompleks; 5. digerakkan oleh pelanggan; 6. integral dengan seluruh fungsi dalam
organisasi; 7. sesuai dengan keseluruhan tingkatan
organisasi; 8. sesuai dengan lingkungan eksternal; 9. mendorong kerjasama dalam organisasi
baik secara horizontal maupun vertical; 10. hasil pengukurannya dapat
dipertanggung jawabkan; 11. jika memungkinkan, dikembangkan
dengan menggabungkan pendekatan top-down dan bottom-up;
12. dikomunikasikan ke seluruh bagian yang relevan dalam organisasi;
13. dapat dipahami; 14. disepakati bersama; 15. realistik;
16. berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dan membuat sebuah perbedaan;
17. terhubungan dengan aktivitas sehingga hubungan yang jelas terlihat antara sebab dan akibat;
18. difokuskan lebih pada pengelolaan sumber daya, ketimbang biaya yang sederhana;
19. dimanfaatkan untuk memberi “real-time feedback”
20. digunakan untuk memberi “action-ori-ented feedback”
21. jika diperlukan, suatu tolok ukur bisa ditambah lintas fungsional dan lintas level manajemen;
22. mendukung bagi pembelajaran individu dan organisasi;
23. mendorong perbaikan secara kontinyu dan tiada henti;
24. secara kontinyu dinilai relevansinya terhadap 23 atribut diatas dan dibuang jika kegunaannya hilang atau ada tolok ukur yang baru atau lebih relevan ditemukan.
Jika suatu sistem tolok ukur organisasi jauh dari karakteristik atau atribut di atas maka saatnya untuk menguji kembali kegunaan tolok ukur kinerja yang ada dan mencari tolok
ukur yang baru.
Sumber: Yuwono (2008, p30)
2.1.2 Balanced Scorecard
2.1.2.1 Pengenalan Balanced Scorecard
Sejarah Balanced Scorecard dapat ditelusuri kembali pada tahun 1990 ketika Nolan Norton
Institute, mensponsori penelitian yang berlangsung selama satu tahun yang melibatkan
berbagai perusahaan. Penelitian ini dimotivasi oleh suatu keyakinan bahwa berbagai
pendekatan pengukuran kinerja pada waktu itu yang didasarkan pada berbagai ukuran
kinerja keuangan, pada kenyataannya tidak membantu perusahaan untuk mampu
menciptakan nilai ekonomis masa depan. Penelitian ini dipimpin oleh David P. Norton,
seorang CEO Nolan Norton yang kini menjadi President Balanced Scorecard Collaborative dan
Robert S. Kaplan seorang profesor Havard Business School. Konsep Balanced Scorecard
kemudian lahir ketika Robert Kaplan dan David Norton merangkum hasil penelitiannya dalam
sebuah artikel " The Balanced Scorecard-Measures That Drive Performance" pada Januari -
februari 1992.
Pada tahun 1987, Art Schneiderman seorang wakil presiden pengembangan mutu dan
produktivitas di Analog Devices, memperkenalkan Corporate Scorecard yang dianggap
sebagai The First Balanced Scorecard pada saat itu. Pada sekitar tahun 1960-an (Garrison,
2000), Insinyur Perancis mengembangkan suatu konsep yang hampir mirip dengan konsep
Balanced Scorecard yang diberi nama "Tableau de Bord" atau "Dashboard" yang merupakan
akar dari Balanced Scorecard. Pendekatan pengukuran kinerja "Tableau de Bord" pernah
digunakan para manajer Eropa khususnya Perancis untuk mengidentifikasi pemacu
keberhasilan perusahaan dalam empat bidang, yaitu dalam bidang logistik, pemanufakturan,
personalia dan administrasi.
Tanpa terasa semenjak kelahiran Balanced Scorecard, sudah delapan belas tahun konsep ini
berkembang dan mengalami evolusi, dimana pada awalnya hanya sebagai kerangka
pengukuran kinerja menjadi kerangka manajemen dan implementasi strategi. Balanced
scorecard telah menjadi sistem manajemen strategik tidak hanya bagi eksekutif, namun bagi
seluruh personal perusahaan.
Gambar 2.2 Evolusi Perkembangan Balanced Scorecard
Sumber: Mulyadi, (2007, p3)
2.1.2.2 Pengertian Balanced Scorecard
Menurut pandangan dari berbagai ahli, Balanced Scorecard dapat di jelaskan sebagai berikut:
• Menurut pendapat Gaspersz (2005, p9), " Balanced Scorecard merupakan suatu
konsep manajemen yang membantu menerjemahkan strategi kedalam tindakan."
Balanced Scorecard adalah lebih dari sekedar suatu sistem pengukuran operasional
atau taktis. Perusahaan yang inovatif menggunakannya sebagai suatu sistem
manajemen strategis yang mengelola strategi perusahaan sepanjang waktu.
• Menurut Horgren, Sundem, dan Stratton (2002, p359), " Balanced Scorecard adalah
sebuah pengukuran kinerja sekaligus sebuah sistem pelaporan untuk mencapai
Balanced Scorecard sebagai perbaikan
atas sistem pengukuran kinerja
eksekutif
Balanced Scorecard sebagai basis sistem Pengelolaan Kinerja
personel Balanced Scorecard sebagai kerangka
perencanaan strategic
keseimbangan antara pengukuran finansial dan pengukuran operasional yang
menghubungkan kinerja dengan rewards , dan memberikan pengakuan secara
eksplisit kepada keberagaman tujuan organisasi."
• Menurut Hansen dan Mowen (2003), "Balanced Scorecard merupakan suatu sistem
manajemen strategik atau lebih tepat dinamakan suatu "Strategic based
responsibility accounting system" yang menjabarkan misi dan strategi suatu
organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolok ukur kinerja untuk empat
perspektif yang berbeda, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses internal
bisnis, dan pembelajaran dan pertumbuhan."
• Menurut Luis dan Biromo (2007, p16), " Balanced Scorecard didefinisikan sebagai
suatu alat manajemen kinerja (performance management tool) yang dapat
membantu organisasi untuk menterjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dengan
memanfaatkan sekumpulan indikator finansial dan non-finansial yang kesemuanya
terjalin dalam suatu hubungan sebab dan akibat."
• Menurut Sony dan Yuwono, (2006, p8), Balanced Scorecard merupakan suatu sistem
manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat, dan
komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performa
bisnis.
• Menurut Widjaja (2002, p2), Balanced Scorecard merupakan sekelompok tolok ukur
kinerja yang terintegrasi yang berasal dari strategi perusahaan dan mendukung
strategi perusahaan secara keseluruhan.
• Menurut Mulyadi (2007, p3), Balanced Scorecard terdiri dari dua kata, yaitu kartu
skor (scorecard) dan berimbang (balanced). Pada tahan eksperimen awal, Balanced
Scorecard merupakan kartu skor yang di manfaatkan untuk mencatat skor hasil
kinerja eksekutif. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan eksekutif dimasa
depan dibandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya. Hasil perbandingan ini
dimanfaatkan untuk melakukan evaluasi atas kinerja eksekutif. Kata berimbang
dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja eksekutif diukur secara berimbang
dari dua perspektif, yaitu keungan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka
panjang, serta intern dan ekstern.
Berdasarkan uraian diatas, penulis menyimpulkan Balanced Scorecard adalah suatu alat yang
digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dengan memperhatikan keseimbangan
antara faktor keuangan dan faktor non keuangan agar tujuan perusahaan tercapai.
2.1.2.3 Keunggulan Balanced Scorecard
Menurut Luis dan Biromo (2008, pp48-50) Balanced Scorecard memiliki keunggulan sebagai
berikut :
• Balanced Scorecard dapat berfungsi sebagai alat ukur untuk mengkomunikasikan
strategi diantara para stakeholders (pihak manajemen, karyawan, pelanggan,
pemegang saham, dan komunitas lingkungan).
• Balanced Scorecard memungkinkan organisasi untuk memetakan semua faktor
utama yang ada dalam organisasi tersebut, baik yang berbentuk benda fisik (tangible
asset) maupun berupa benda non-fisik (intangibe asset).
• Balanced Scorecard dapat mengaitkan strategi dengan kinerja organisasi
(performance). Konsep perencanaan strategi lain hanya terfokus pada membangun
strategi dan berhenti setelah strategi itu selesai dibangun, sedangkan Balanced
Scorecard memungkinkan organisasi untuk mengaitkan strategi yang dibangun
dengan proses pelaksanaannya.
• Balanced Scorecard memiliki konsep sebab-akibat. Hubungan sebab-akibat ini secara
tidak langsung menguatkan kerja sama dalam organisasi dan mendorong mereka
dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
• Balanced Scorecard dapat membantu proses penyusunan anggaran. Pada saat
penyusunan anggaran tahunan, organisasi dapat menggunakan Balanced Scorecard
sebagai titik tolak. Dari Balanced Scorecard kita dapat mengetahui kegiatan apa saja
yang harus dilakukan oleh organisasi guna mencapai target-targetnya.
Menurut Mulyadi (2001), Balanced Scorecard memiliki keunggulan di dua aspek yaitu :
1. Meningkatkan secara signifikan kualitas perencanaan
Perencanaan yang baik merupakan cermin manajemen yang baik dan perencanaan yang baik
pulalah yang menjanjikan suatu hasil yang baik. Balanced Scorecard meningkatkan kualitas
perencanaan strategik yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
• Komprehensif
Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan
strategik, yang dari sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas
ke perspektif pelanggan, proses , serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan
ke perspektif nonkeuangan ini menghasilkan manfaat :
a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berkesinambungan.
b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks
karena mampu merespon perubahan lingkungan.
• Koheren
Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab akibat
diantara berbagai sasaran strategis yang dihasilkan dalam perencanaan strategis.
Kekoherenan itu akan memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam mencari
inisiatif strategis yang menghasilkan sasaran strategis yang bermanfaat untuk
menghasilkan kinerja keuangan.
• Berimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik
penting untuk menghasilkan kinerja keuangan yang berkesinambungan. Keempat
perspektif yang ada di dalam Balanced Scorecard mencerminkan keseimbangan
antara pemusatan ke dalam (internal focus) dengan ke luar (external focus).
Keseimbangan antara proses bisnis intern dan pertumbuhan dan pembelajaran
sebagai internal fokus dengan kepuasan customer dan kinerja keuangan sebagai
eksternal fokus
• Terukur
Balanced scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur.
Sasaran strategik di perspektif pelanggan, proses, serta pembelajaran dan
pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur. Namun dengan
pendekatan Balanced Scorecard, ketiga perspektif nonkeuangan tersebut dapat
ditentukan ukurannya agar dapat dikelola dan dapat diwujudkan.
2. Meningkatkan kualitas pengelolaan kinerja personel
Pengelolaan kinerja personel ditunjukkan untuk meningkatkan akuntabilitas personel dalam
memanfaatkan sebala sumber daya dalam mewujudkan visi perusahaan melalui misi pilihan.
Pengelolaan kinerja personel terdiri dari lima tahap terpadu berikut ini :
1. Perencanaan kinerja yang hendak dicapai perusahaan.
2. Penetapan peran dan kompetensi inti personel dalam mewujudkan kinerja
perusahaan.
3. Pendesainan sistem penghargaan berbasis kinerja.
4. Pengukuran dan penilaian kinerja personel
5. Pendistribusian penghargaan berbasis hasil pengukuran dan penilaian kinerja
personel.
Menurut Umar (2005, pp173-176), beberapa keunggulan utama dari Balanced Scorecard
adalah :
• Memotivasi personel untuk berpikir dan bertindak strategis
Misalnya dalam hal keuangan, untuk meningkatkan kinerja perusahaan personel
dituntut untuk mencari inisiatif-inisiatif strategis dalam mewujudkan sasaran-sasaran
yang telah ditetapkan.
• Menghasilkan business plan yang komprehensif
Sistem Balanced Scorecard merumuskan sasaran strategis melalui keempat
perspektif. Ketiga perspektif non-keuangan hendaknya dipicu karena ketiganya ini
merupakan pemicu sesungguhnya bagi kinerja keuangan.
• Menghasilkan business plan yang koheren
Sistem Balanced Scorecard dapat menghasilkan dua macam koherensi, diantaranya:
1. Koherensi antara misi dan visi perusahaan dengan program dan rencana laba
jangka pendek.
2. Koherensi antara berbagai sasaran strategis.
• Keseimbangan
Keseimbangan perlu dilakukan agar keseimbangan strategis yang dirumuskan akan
menjanjikan stakeholeder value yang berlipat ganda dan berjangka panjang. Sasaran
strategis harus diarahkan keempat perspektif secara seimbang melalui :
1. Seimbang antara fokus ke perspektif proses bisnis/internal dan perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan.
2. Seimbang antara fokus ke perspektif internal dan eksternal perusahaan.
• Menghasilkan sasaran-sasaran strategis yang terukur
Sistem Balanced Scorecard hendaknya menghasilkan sasaran-sasaran strategis
dengan ukuran tertentu. Ukuran ini diperlukan untuk mengukur keberhasilan
pencapaian sasaran-sasaran strategis yang telah dirumuskan dan untuk mengukur
faktor yang memacu pencapaian sasaran strategis tersebut.
2.1.2.4 Kelemahan Balanced Scorecard
Menurut Anthony dan Govindarajan, Balanced Scorecard juga memiliki beberapa kelemahan
yaitu :
a. Hubungan yang buruk antara ukuran perspektif non-finansial dan hasilnya
Tidak ada jaminan bahwa keuntungan masa depan akan mengikuti pencapaian
target dalam perspektif non-finansial. Mungkin ini adalah masalah terbersar dalam
Balanced Scorecard karena terdapat asumsi bahwa keuntungan masa depan tidak
mengikuti atau berkaitan dengan pencapaian tujuan non-finansial.
b. Fixation on financial result
Manajer adalah yang paling bertanggung jawab terhadap kinerja keuangan. Hal ini
menyebabkan manajer lebih peduli terhadap aspek finansial dibandingkan aspek
lainnya.
c. No mechnism for improvement
Banyak perusahaan dalam memperbesar tujuan mereka tidak memiliki alat untuk
meningkatkannya. Ini adalah salah satu kelemahan Balanced Scorecard. Tanpa
metode untuk peningkatan, peningkatan tidak disukai untuk terjadi meskipun sebaik
apapun tujuan baru tersebut.
d. Measures are not up to date
Banyak perusahaan tidak memiliki mekanisme formal untuk meng-update ukuran
untuk mencocokkan dengan perubahan strategi. Hasilnya perubahan masih
menggunakan ukuran yang berbasis strategis lama.
e. Measurement overload
Tidak ada jawaban untuk pertanyaan seberapa kritis ukuran yang seseorang manajer
dapat ukur pada saat bersamaan tanpa kehilangan fokus. Jika terlalu sedikit manajer
akan mengabaikan ukuran yang sangat penting dalam mencapai sukses. Bila terlalu
banyak, akan menimbulkan resiko manajer bisa kehilangan fokus dan mencoba
untuk melakukan terlalu banyak hal dalam waktu bersamaan.
f. Difficult in Estabilishing Trade Off
Beberapa perusahaan mengkombinasikan ukuran non-finansial dengan finansial
dalam satu laporan dan memberikan bobot pada masing-masing ukuran. Tapi
Balanced Scorecard tidak menampilkan bobot yang jelas pada masing-masing
ukuran. Tidak adanya bobot tersebut, menjadi sangat sulit untuk menggabungkan
aspek finansial dan non-finansial.
2.1.3 Empat Perspektif Balanced Scorecard
Gambar 2.3 Keempat Perspektif Balanced Scorecard
sumber: gaspersz,(2005,p.3)
Berdasarkan gambar diatas penulis menyimpulkan bahwa keempat perspektif memiliki kaitan
satu sama lain dan memberikan keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan tujuan
jangka panjang yang terpapar di dalam visi dan strategi misi perusahaan.
2.1.3.1 Perspektif Keuangan
Balanced Scorecard menggunakan tolok ukur kinerja keuangan , seperti laba bersih dan
Return on Investment (ROI) karena tolok ukur tersebut secara umum digunakan dalam
organisasi yang mencari laba. Balanced Scorecard mempertahankan perspektif keuangan
karena tolok ukur keuangan berguna dalam mengikhtisarkan konsekuensi tindakan ekonomi
terukur yang telah diambil yang menunjukkan apakah strategi, implementasi, dan eksekusi
Perspektif Finansial
Tujuan Ukuran Target Inisiatif
Perspektif Pelanggan
Tujuan Ukuran Target Inisiatif
Perspektif Proses Bisnis Internal
Tujuan Ukuran Target Inisiatif
Perspektif Pembelajaran & Pertumbuhan
Tujuan Ukuran Target Inisiatif
Visi dan strategi
perusahaan telah memberikan kontribusi pada perbaikan laba. Orang-orang yang
menyediakan dana untuk perusahaan, seperti lembaga keuangan dan pemegang saham,
sangat mengandalkan tolok ukur kinerja keuagan dalam memutuskan apakah meminjamkan
atau menginvestasikan dana.
Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan adanya tahapan dari siklus kehidupan
bisnis, yaitu growth, sustain dan harvest. Tiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda,
sehingga penekanan pengukurannya pun berbeda pula. Berikut merupakan penjelasan
tahapan dari siklus kehidupan bisnis:
• Bertumbuh (Growth) adalah tahapan awal siklus kehidupan perusahaan di mana
perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi
pertumbuhan terbaik. Disini manajemen terikat dengan komitmen untuk
mengembangkan suatu produk atau jasa baru, serta membina dan mengembangkan
hubungan dengan pelanggan. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya
beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang
rendah. Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah
tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah
ditargetkan.
• Bertahan (Sustain) adalah tahapan kedua di mana perusahaan masih melakukan
investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik.
Dalam tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada,
bahkan mengembangkan jika memungkinkan. Sasaran keuangan pada tahap ini
diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. Tolok
ukur yang cocok pada tahap ini adalah, ROA, ROCE, dan EVA.
• Menuai (Harvest) adalah tahapan ketiga di mana perusahaan benar-benar memetik
hasil investasi dari tahap-tahapan sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar
maupun pembangunan kemampuan baru, yang hanya ada pengeluaran untuk
pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Tolok ukur yang cocok untuk tahap ini adalah
memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja. Perusahaan-
perusahaan pada tahapan harvest, sasaran finansialnya adalah cash flow dan
pengurangan modal kerja yang diperlukan.
Kaplan dan Norton (2000, pp44-45) menemukan bahwa untuk setiap strategi pertumbuhan,
bertahan dan menuai, ada tiga tema finansial yang dapat mendorong penetapan strategi
bisnis, yaitu:
• Bauran dan pertumbuhan pendapatan
Mengacu pada berbagai usaha untuk memperluas penawaran produk dan jasa,
menjangkau pelanggan dan pasar baru, mengubah bauran produk dan jasa ke arah
penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi, serta penetapan ulang harga produk dan
jasa.
• Penghematan biaya atau peningkatan produktifitas
Mengacu kepada usaha menurunkan biaya langsung produk dan jasa, mengurangi
biaya tak langsung, dan pemanfaatan bersama berbagai sumber daya perusahaan.
• Pemanfaatan aktiva atau strategi investasi
Untuk tema pemanfaatan aktiva, para manajer berusaha untuk mengurangi tingkat
modal kerja yang dibutuhkan untuk mendukung volume dan bauran bisnis tertentu.
Mereka juga berusaha untuk lebih memanfaatkan basis aktiva tetap, dengan
mengarahkan berbagai bisnis baru kepada sumber daya perusahaan yang saat ini
belum digunakan dengan kapasitas penuh, menggunakan secara lebih efisien
sumberdaya langka, dan melepas aktiva yang tidak memberikan pengembalian yang
memadai sebesar nilai pasarnya.
Tabel 2.2 Contoh Tema Keuangan Strategis
Tema Strategis
Stra
tegi
Un
it B
isn
is
Bauran dan Pertumbuhan Pendapatan
Penghematan Biaya / Peningkatan Produktivitas
Pemanfaatan Aktiva
Per
tum
buh
an Tingkat pertumbuhan
penjualan segmen; Presentase pendapatan produk, jasa, pelanggan
baru
Pendapatan / Pekerja
Investasi (presentase penjualan); Riset dan
pengembangan (presentase penjualan)
Ber
tah
an
Pangsa pelanggan dan sasaran; Penjualan silang (cross-selling); Presentase pendapatan dari aplikasi baru, Profitabilitas lini pelanggan dan produk
Biaya perusahaan sendiri vs. kompetitor; Tingkat
penghematan biaya; Beban tak langsung (presentase
penjualan)
Rasio modal kerja; ROCE berdasarkan kategori aktiva kunci; Tingkat pemanfaatan
Aktiva
Men
uai
Profitabilitas lini pelanggan dan produk; Presentase pelanggan yang tidak
menguntungkan
Biaya unit (per uni output, per transaksi)
Pengembalian (payback); Throughput
Sumber: Robert S Kaplan, David P. Norton(2000, p45)
Tolok ukur yang selama ini kerap digunakan dan bagian tak terpisahkan dari financial result
control adalah Return on Investment (ROI), Return on Capital Employed (ROCE), Economic
Valua Added (EVA) / Residual Income (RI), Return on Equity (ROE).
Return on Investment (ROI)
ROI = Accounting Profit
Investment in Business
Keunggulan-Keunggulan ROI antara lain:
• ROI merupakan tolok ukur tunggal yang komprehensif yang bisa menjelaskan trade-
off antara pendapatan, biaya, dan investasi
• ROI dapat digunakan untuk membandingkan kinerja dan berbagai sektor bisnis, baik
pesaing, divisi, maupaun dalam industri
• Bentuk presentasi hasil perhitungan ROI dapat dibandingkan dengan tolok ukur
keuangan lainnya.
• ROI digunakan secara luas, sehingga semua manajer mengetahui apa yang diwakili
oleh ROI dan apa pengaruhnya bagi perusahaan. Dengan kata lain, penafsiran ROI
yang popular dengan nama analisi Dupont adalah untuk mengetahui apa penyebab
naik turunnya keuntungan perusahaan dalam suatu periode.
Dalam perkembangannya, ROI juga mendapatkan kritikan karena memiliki kelemahan
antara lain:
• Numerator yang digunakan dalam perhitungan ROI adalah laba akuntansi yang lebih
bersifat "earning management", dimana para manajer dapat mempengaruhi ROI
untuk kepentingan jangka pendek dan merugikan perusahaan dalam jangka
panjang.
• Keputusan investasi oleh ROI berkecendrungan terhadap suboptimalisasi keputusan,
yaitu manajer lebih mempertimbangkan keuntungan divisinya dengan mengorbankan
kepentingan perusahaan secara keseluruhan.
• Sinyal yang disampaikan oleh ROI bersifat bias karena faktor kesulitan dalam
menghitung nilai investasi sebagai denominator ROI.
Economic Value Added ( EVA )
EVA = Selisih dari laba operasi bersih perusahaan setelah pajak (Net Operating Profit After
Tax / NOPAT) - biaya modalnya
Angka NOPAT tidak di dapat diambil begitu saja dari laporan rugi laba perusahaan, karena
ada beberapa penyesuaian yang harus dilakukan. Biaya modal perusahaan merupakan biaya
tertimbang dari modal ( dalam hal ini debt dan equity) yang dipergunakan oleh perusahaan.
Karena itu, perusahaan harus mencari berapa besarnya biaya hutang (Cost of Debt) dan
biaya modalnya sendiri (Cost of Equity). Apabila perusahaan memiliki nilai EVA yang positif,
maka dapat dikatakan bahwa manajemen dalam perusahaan tersebut sudah menciptakan
nilai (Creating Value). Namun Eva juga masih memiliki beberapa kelemahan antara lain:
• EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai untuk suatu tahun tertentu. Sementara,
nilai perusahaan adalah akumulasi EVA selama umur perusahaan, sehingga bisa jadi
pada suatu tahun EVA perusahaan menunjukkan angka positif tapi nilai perusahaan
rendah karena EVA bernilai negatif dimasa-masa berikutnya.
• EVA kurang realistis karena proses perhitungannya memerlukan estimasi biaya
modal, sesuatu yang sulit diukur akurasinya.
Accounting Profit = Pendapatan per periode - pengeluaran suatu periode
Return On Equity (ROE)
ROE = Keuntungan Bersih
Modal sendiri
Residual Income = Accounting Profit - charge for capital used to generate profit
= Laba bersih sebelum pajak - jumlah beban bunga investasi
2.1.3.2 Perspektif Pelanggan
Dalam bahasa Jepang, customer disebut dengan kata okyakusama yang artinya sama
maknanya dengan customer itu sendiri yaitu tamu terhormat. Pandangan perusahaan
terhadap customer antara lain :
• Customer adalah orang yang paling penting dalam kantor kami, baik dalam hal ia
datang sendiri maupun melalui surat.
• Customer tidak tergantung kepada kita, kita tergantung kepadanya.
• Customer bukan merupakan gangguan bagi pekerjaan kita, ia adalah tujuan
pekerjaan kita. Kita tidak berbuat baik dalam melayaninya, ia berbuat baik kepada
kita dengan memberi kesempatan kepada kita untuk melayaninya
• Customer bukan orang yang menjadi tumpahan bantahan kita. Tidak ada orang yang
dapat memenangkan perbantahan dengan customer.
• Customer adalah orang yang membawa keinginannya kepada kita. Tugas kita adalah
menangani keinginannya secara menguntungkan, baik untuknya maupun untuk kita.
Filosofi manajemen terkini telah menunjukkan peningkatan pengakuan atas pentingnya
customer focus dan customer satisfaction sebagai leading indicator. Jadi, jika pelanggan
tidak puas mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Kinerja yang buruk dari perspektif ini bukan hanya mempertaruhkan nama baik dan reputasi
perushaan tetapi juga akan menurunkan jumlah pelanggan dimasa depan meskipun saat ini
kinerja keuangan terlihat baik. Untuk itu, tolok ukur yang digunakan hendaknya
mencerminkan faktor kunci yaitu pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan,
kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan. Perspektif pelanggan memiliki dua
kelompok pengukuran, yaitu :
1. Pengukuran Pelanggan Utama (Customer core measurement)
Customer core measurement memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu:
● Pangsa Pasar (Market share), mengukur bagian yang dikuasai perusahaan atas
keseluruhan pasar yang ada, meliputi: jumlah pelanggan, jumlah penjualan,
dan volume unit penjualan.
● Retensi Pelanggan (Customer retention), mengukur tingkat di mana perusahaan
dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen. Cara yang dapat
ditempuh melalui meningkatkan market share dimulai dengan mempertahankan
customer yang sudah ada, disamping itu perusahaan wajib melakukan
pengukuran terhadap customer loyalty.
● Akuisisi Pelanggan (Customer acquisition), mengukur tingkat dimana suatu unit
bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.
● Kepuasan Pelanggan (Customer satisfaction), menaksirkan tingkat kepuasan
pelanggan terkait dengan kriteria kinerja dalam proporsi nilai (value
proportion). Kepuasan pelanggan mencerminkan seberapa jauh perusahaan
telah memberikan pelayanan yang baik bagi pelanggannya. Walaupun riset
akhir-akhir ini memperlihakan bahwa tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi
tidak cukup menjamin pencapaian yang tinggi pula terhadap loyalty, retention,
profitability pelanggan.
● Profitabilitas Pelanggan (Customer profitability), mengukur laba bersih yang
diperoleh dari seorang pelanggan atau segmen tertentu setelah dikurangi biaya
khusus yang diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.
PROFITABILITAS PELANGGAN
RETENSI PELANGGAN
PANGSA PASAR
AKUISISI PELANGGAN
KEPUASAN PELANGGAN
Gambar 2.4. Tolok Ukur Utama Perspektif Pelanggan
Sumber: Yuwono (2006 p35)
2. Proporsi Nilai Pelanggan (Customer value proposition)
Customer value proposition menyatakan atribut yang diberikan perusahaan kepada
produk jasa untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan merupakan
pemicu kinerja yang terdapat pada:
● Product/service attributes, meliputi fungsi dari produk/jasa, harga dan kualitas.
Pelanggan memiliki prefensi yang berbeda-beda atas produk yang ditawarkan.
Ada yang mengutamakan fungsi dari produk/kualitas atau harga yang murah.
● Hubungan Pelanggan (Customer relationship), menyangkut perasaan pelanggan
terhadap proses pembelian produk yang ditawarkan perusahaan. Waktu
merupakan salah satu komponen penting yang dapat mempengaruhi perasaan
pelanggan. Pelanggan biasanya menganggap penyelesaian order sebagai faktor
yang penting bagi kepuasan mereka.
● Citra dan Reputasi (Image and Reputation), membangun image dan reputasi
dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
= + +
Gambar 2.5. Model Generik : Proporsi Nilai Pelanggan
Sumber: Yuwono (2006 p38)
NILAI
FUNGSIONALITAS WAKTU HARGA MUTU
HUBUNGAN CITRA PRODUK/JASA
Tolok ukur kepuasan pelanggan menunjukkan apakah perusahaan memenuhi harapan
pelanggan atau bahkan menyenangkannya. Tolok ukur retensi atau loyalitas pelanggan
menunjukkan bagaimana baiknya perusahaan berusaha mempertahankan pelanggannya.
Secara umum dikatakan bahwa dibutuhkan lima kali lebih banyak untuk memperoleh seorang
pelanggan baru daripada mempertahankan seorang pelanggan lama. Pangsa pasar
mengukur proporsi perusahaan dari total usaha dalam pasar tertentu. Untuk perusahaan
yang mencari untung, garis paling bawah adalah kemampulabaan pelanggan, yakni
pelanggan yang memberikan keuntungan pada perusahaan. Mempunyai pelanggan yang
puas dan setia dari pangsa pasar yang besar adalah baik, akan tetapi pencapaian tersebut
tidak menjamin kemampulabaan.
Tabel 2.3 Contoh Tolok Ukur Kinerja Dalam Balanced Scorecard
CUSTOMER PERSPECTIVE
Performance Measure Desire Change
Customer satisfaction as measured by survey result +
Number of customer complaints -
Market share +
Product returns as a percentage of sales -
Percentage of customers percentage from last period +
Number of new customers +
Sumber: Amin Widjaja Tunggal (2009, p8)
2.1.3.3 Perspektif Proses Bisnis Internal
Analisis proses bisnis internal perusahaan dilakukan dengan menggunakan analisis value-
chain. Disini, manajemen mengidentifikasi proses internal bisnis yang kritis yang harus
diunggulkan perusahaan. Scorecard dalam perspektif ini memungkinkan manajer untuk
mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk/jasa mereka sesuai
dengan spesifikasi pelanggan.
Time-to-Market Supply Chain
Gambar 2.6. Model Rantai Nilai Generik Dalam Perspektif Proses Bisnis Internal
Sumber : Robert S. Kaplan, David P. Norton, (2000, p84)
• Proses Inovasi
Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari
pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi
dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian Resource & Development
sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi
syarat-syarat pemasaran dan dapat dikomersialkan.
• Proses Operasi
Proses Operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk dan jasa.
Aktivitas didalam proses operasi yaitu proses pembuatan produk dan proses
penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja yang terkait dalam
proses operasi dikelompokkan pada waktu, kualitas dan biaya.
• Proses Pelayanan Purna Jual
Proses ini merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa
tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahanpan ini seperti penanganan
garansi dan perbaikan penanganan atas barang rusak dan yang dikembalikan serta
Kebutuhan Pelanggan diidenifikasikan
Kenali Pasar
Ciptakan produk/
jasa
Bangun produk/
jasa
luncurkan produk/
jasa
Kebutuhan pelanggan terpuaskan
Layani pelanggan
Proses Layanan Purna JualProses OperasiProses Inovasi
pemrosesan pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya
dalam pelayanan purna jual ini telah memenuhi harapan pelanggan.
Tabel 2.4. Contoh Tolok Ukur Kinerja Dalam Balanced Scorecard
INTERNAL BUSINESS PERSPECTIVE
Performance Measure Desired Change
Percentage of sales from new products +
Time to introduce new products to market -
Percentage of customer calls answered within 20 seconds +
On-time deliveries as a percentage of all deliveries +
Work in process inventory as a percentage of sales -
Unfavorable standard cost variances -
Defect-free units as a percentage of completed units +
Dilivery cycle time -
Throughput time -
Manufacturing cycle efficiency +
Quality costs -
Setup time -
Time from call by customer to repair of product -
Percent of customer complaints settled on first contact +
Time to settle a customer claim -
Sumber: Amin Widjaja Tunggal (2009, pp8-9)
2.1.3.4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber daya
manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Tujuan yang ditetapkan dalam perspektif finansial,
perspektif pelanggan, dan perspektif proses bisnis internal mengidentifikasikan apa yang
harus dikuasai perusahaan untuk menghasilkan kinerja yang istimewa. Tujuan dalam
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah menyediakan infrastruktur dan merupakan
faktor pendorong yang memungkinkan tujuan ambisius dalam tiga perspektif lainnya
tersebut dapat tercapai. Menurut Kaplan dan Norton "learning" lebih dari sekedar "training"
karena pembelajaran meliputi pula proses "mentoring dan tutoring", seperti kemudahan
dalam komunikasi disegenap pegawai yang memungkinkan mereka untuk siap membantu
jika dibutuhkan. Dalam perspektif ini yang menjadi tolok ukur perusahaan antara lain :
• Kapabilitas Pekerja (Employee Capabilities)
Peranan pegawai dalam organisasi merupakan suatu hal yang esensial bagi
keberhasilan suatu perusahaan. Dalam perubahan dan perkembangan pemikiran
manajemen yang revolusioner yang dramatis ini, perusahaan dituntut bagaimana
agar para pegawai dapat menyumbangkan segenap kemampuannya untuk
perusahaan. Untuk itu, perusahaan perlu kembali melakukan pengukuran kepuasan
pekerja, mengukur retensi pekerja, mengukur produktivitas pekerja dan
perencanaan upaya implementasi melatih kembali tenaga kerja (reskilling) yang
menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat di mobilisasi untuk mencapai tujuan
perusahaan.
Gambar 2.7. Kerangka Kerja Ukuran Pembelajaran dan Pertumbuhan
Sumber : Robert S. Kaplan, David P. Norton, (2000, p112)
• Kapabilitas Sistem Informasi (Information systems capabilities)
Bagaimanapun juga, meski motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung dalam
pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi yang
akurat dan terbaik. Para pekerja garis depan perlu mendapatkan informasi yang
akurat dan tepat waktu tentang setiap hubungan yang ada antara perusahaan
dengan pelanggan. Selain itu, dibutuhkan juga umpan balik yang cepat, tepat waktu,
dan akurat mengenai produk yang dihasilkan atau jasa yang baru diberikan. Dengan
kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan
manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat di
penuhi dengan baik.
• Motivasi, Pemberdayaan, dan Keselarasan (Motivation, empowerment and
alignment)
HASIL
Retensi Pekerja Produktivitas Pekerja
Kepuasan Pekerja
Iklim Untuk Bertindak
Infrastruktur Teknologi
Kompetensi Staf
Meskipun pekerja yang terampil dilengkapi dengan akses informasi yang luas dan
memadai, tidak akan memberikan kontibusi bagi keberhasilan perusahaan jika
mereka tidak termotivasi bertindak untuk kepentingan terbaik perusahaan.
Pemberian motivasi dan pemberdayaan karyawan penting untuk menjamin adanya
proses yang berkesinambungan terhadap upaya mendorong motivasi dan inisiatif
bagi pegawai. Proses pembelajaran ini penting bagi pegawai untuk melakukan trial
and error sehingga siap dalam memasuki lingkungan yang turbulen sesuai dengan
kompetensi masing-masing.
Gambar 2.8. Keterkaitan Hubungan Sebab-Akibat dalam Perspektif
Pembelajaran dan Pertumbuhan
Sumber: Gaspersz,(2005, p64)
Peningkatan pembelajaran dan pertumbuhan organisasi
Mempertahankan orang‐orang Kunci
Peningkatan produktivitas karyawan
Kepuasan karyawan
Kompetensi karyawan Infrastruktur teknologi
Kultur perusahaan untuk melaksanakan tindakan
Pelatihan fungsional silang terus‐menerus
Pembentukan kelompok belajar
Inovasi dan pengembangan
Pemberdayaan karyawan
Pembentukan tim fungsional
silang
Tabel 2.5. Contoh Tolok Ukur Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
LEARNING AND GROWTH PERSPECTIVE
Performance Measure Desired Change
Suggestions per employee +
Value-added employee +
Employee turnover -
Hours of in-house training per employee +
Sumber: Amin Widjaja Tunggal (2009, p9)
2.1.4 Implementasi Balanced Scorecard
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2009, p38), tahap-tahap implementasi Balanced Scorecard
sebagai berikut :
• Management must define the organizations primary objectives.
• The organization must understand how stakeholders and processes contribute to its
primary objectives.
• The organization must develop a set of secondary objectives that are the drives of
performace on primary objectives.
• The organization must develop a set of measures to monitor performance on both
primary and secondary objectives.
• The organization must develop a set of processes, along with their attendant implicit
and explicit contracts with stakeholders, to achieve those primary objectives.
• The organization must make specific and, therefore, public statements about its
beliefs concerning how processes creat results.
Gambar 2.9. How Is Balanced Scorecard Implemented
Sumber : Amin Widjaja Tunggal (2009, p187)
2.1.5 Faktor Kegagalan Penerapan Balanced Scorecard
Menurut Yuwono (2002, pp125-126), faktor-faktor yang dapat menyebabkan kegagalan
penerapan Balanced Scorecard adalah :
• Memandang bahwa Balanced Scorecard merupakan suatu pendekatan yang berdiri
sendiri, yang berbeda dengan pendekatan lain. Jadi, bila sejak awal manajemen
atau berbagai pihak dalam organisasi memandang keberadaan Balanced Scorecard
secara eksklusif maka resiko kegagalan Balanced Scorecard semakin tinggi.
• Kekeliruan dalam menentukan variable dan tolak ukur Balanced Scorecard yang tidak
sejalan dengan ekspektasi stakeholder, terutama non-owners stakeholders seperti
karyawan, pelanggan, pemasok, masyarakat, dan bahkan juga generasi mendatang.
• Tujuan tujuan pengembangan manajerial dan bisnis dalam perusahaan tidak
didasarkan pada kebutuhan stakeholders.
Clarify Vision, Core Compe-tences, and Strategies
Analyze Perspective to Develop Performance Objective and measures
Communicate, Link, Throughout the organization, and refine
Provide Feedback and Refine Balanced Scorecard
Investigate Variances and Reward Employees
Collect and Analyze Scorecard Data to Monitor Perfor-mance
Establish Perfo-rmance Targets and Action Plans
• Tidak ada sistem yang dapat diandalkan yang dapat merinci sasaran-sasaran pada
tingkat manajemen puncak hingga level di bawahnya secara efektif, yang pada
dasarnya merupakan alat aktualisasi strategi dan pengembangan bisnis.
• Karyawan kurang mempunyai rasa memiliki terhadap perusahaan. Ini tentunya
berpengaruh terhadap efektifitas Balanced Scorecard karena Balanced Scorecard
sesungguhnya membutuhkan peran serta seluruh individu dalam seluruh lini
organisasi. Agar karyawan mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap
perusahaan demi keberhasilan implementasi Balanced Scorecard, maka perusahaan
perlu menempuh langkah-langkah konkret, misalnya dengan memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk turut memiliki saham perusahaan.
2.2 Kerangka Pemikiran
PT. VENETA INDONESIA
Sasaran Strategi
Balanced Scorecard
Keuangan Pelanggan Proses Internal Bisnis
Pembelajaran dan Pertumbuhan
Laporan Kinerja Perusahaan
Kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan
Pertumbuhan Laba Pertumbuhan Pendapatan
Customer Value
Proses yang Produktif
Inovasi Mutu Produk
Peta Strategi
Kapabilitas karyawan
Sistem Informasi
Pangsa Pasar
Loyalitas Pelanggan
Visi dan Misi