Upload
trinhquynh
View
224
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Nama Pulau Rote
Dalam bahasa ibu orang Rote, pulau Rote disebut "Nusa Lote". Selain itu
terdapat berbagai istilah tentang nama pulau ini yang dihimpun oleh Ballo1,
antara lain: 1) "Lolo Neo do Tenu Hatu" (berarti "gelap"), "Nes do Males"
(berarti "layu"), dan "Rotes", selama pendudukan Portugis pada abad XVI dan
XVII; 2) "Rotthe" yang dapat dijumpai pada peta-peta produk pemerintah
kolonial Belanda yang kemudian dikutip secara salah sebagai "Rotto", kecuali
satu peta abad XVII yang menyebutnya "Noesa Dahena" (pulau manusia); 3)
"Rottij", yang terdapat dalam dokumen VOC (Vereenigde Oostindische
Compagnie) atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan
Hindia Timur Belanda), yang dieja "Rotti", "Rotty", dan "Rottij". Istilah resmi
ini terus digunakan hingga pada abad XX menjadi "Roti". "Roti" merupakan
kesalahan penyebutan dari kata aslinya "Rote" sebagaimana dipakai pertama
kali oleh orang-orang Portugis. Inilah sebabnya saat ini terdapat dua istilah
resmi, yaitu "Rote" dan "Roti".
B. Lokasi geografis dan Flora-Fauna
Kabupaten Rote Ndao terletak di wilayah paling selatan di Negara Republik
Indonesia. Kabupaten ini merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten
1 Johan Wiklif Ballo, Makna Tradisi Belis - Mbedadode (Salatiga: Thesis, Program Pascsarjana
Magister Sosiologi Agama, UKSW, 2004), 43-44.
6
Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur yang dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2002 setelah Dewan Perwakilan Rakyat
mengukuhkannya pada 11 Maret 2002.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1280,10 kilometer persegi yang terdiri
dari sembilan puluh enam pulau. Dari sembilan puluh enam pulau ini, enam
pulau dihuni manusia. Pulau-pulau yang dihuni manusia adalah Rote (97.854
Ha), Usu (1.940 Ha), Nuse (566 Ha), Ndao (863 Ha), Landu (643 Ha), dan Do'o
(192 Ha.), sementara sembilan puluh pulau lainnya tidak tidak dihuni
manusia.
Kabupaten Rote Ndao terletak antara 10 derajat 25' - 11 derajat Lintang
Selatan, dan 121 derajat 49 - 123 derajat 26 Bujur Timur. Kondisi geografis
kabupaten ini umumnya permukaan tanah berbukit-bukit dan
bergunung-gunung (32.625 Ha) dan sebagian terdiri dari dataran rendah
(45.250 Ha). Tingkat kemiringan rata-rata mencapai 45%. Kontur pulau Rote
bervariasi, pada daerah pantai ketinggian 0 - 10 m di atas permukaan laut,
sedangkan di bagian tengah mencapai ketinggian 200-1.500 meter dengan
tingkat kemiringan 40-60%.
Penggunaan lahan di Kabupaten Rote Ndao didominasi oleh hutan, lahan
sawah, dan perkebunan. Jenis sawah yang ada adalah sawah tadah hujan dan
sawah irigasi. Dari keseluruhan lahan sawah, 62% (enam puluh dua persen)
merupakan sawah tadah hujan dan 38% (tiga puluh delapan
persen)merupakan sawah irigasi. Lahan sawah irigasi banyak terdapat di
kecamatan Lobalain, Rote Tengah, dan Rote Timur. Lahan sawah terluas
terdapat di Kecamatan Rote Tengah. Lahan sawah terdapat di semua
7
kecamatan di Kabupaten Rote Ndao. Dari 27.161 Ha kebun yang ada,
20.711 Ha di antaranya adalah kebun tanaman lontar.
Secara klimatologi wilayah ini beriklim kering yang dipengaruhi angin
Muson. Musim hujan di daerah ini relatif pendek, yaitu dari bulan Desember
hingga April. Kelembaban udara rata-rata mencapai 85%RH arah dan
kecapatan angin empat belas knot per jam, tekanan udara rata-rata
966,7 milibar dan curah hujan rata-rata 800-1200mm serta temperatur berkisar
antara 23,6 derajat - 27 derajat2.
Angin Muson bertiup di Pulau Rote saat musim kemarau dan musim
penghujan. Angin Muson Timur bertiup saat musim kemarau menyebabkan
malam hari pada bulan-bulan tertentu udara menjadi sangat dingin. Pada
musim penghujan angin Muson Barat bertiup sangat kencang dan dapat
menimbulkan bencana.
Angin taufan juga terjadi saat keadaan pancaroba pada akhir musim kemarau
dan hujan, yaitu pada musim barat. Angin yang dikenal sebagai siklon tropis
ini menjadikan selat Pukuafu (selat antara Pulau Timor dan pulau Rote)
berbahaya bagi pelayaran.
Terdapat sembilan pulau kecil yang terletak di dekat pulau Rote. Tiga pulau
yang berpenghuni adalah Pulau Nude, Pulau Landu, dan Pulau Usu.
Sedangkan empat pulau yang tidak berpenghuni adalah Pulau Heliana,
Pulau Manuk, Pulau Do'o, dan Pulau Ndana.
2 Informasi ini dikutip dari laman resmi pemerintah propinsi Nusa Tenggara Timur:
http://nttprov.go.id/provntt/index.php?option=com_content&task=view&id=75&Itemid=73
8
Tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan untuk kehidupan adalah
kelapa (cocos nusivera), tuak atau lontar (borassus sundaecus), kusambi
(scekeichera oleosa), asam atau tambaring (tamarinda indica), dan pohon gewang
(corypha utan).
Hewan-hewan dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu hewan peliharaan dan
hewan liar. Hewan ternak ternak di pulau Rote meliputi kerbau, sapi (jenis
ongole), kuda, kambing, domba, itik, babi, ayam, anjing, dan kucing.
Sedangkan, yang termasuk hewan liar adalah rusa, babi hutan, kerang,
musang, ular, biawak, tekukur, bangau, elang, belibis, pipit, burung hantu,
dan pelikan. Pada musim kemarau, burung pelikan dari Benua Australia dan
singgah di Pulau Rote sebelum melanjutkan perjalanan ke Benua Asia.
C. Wilayah Administratif3
Wilayah Rote Ndao semula adalah merupakan bagian dari Wilayah
Pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Kupang yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah - Daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah - daerah Tingkat I Bali,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Tahun 1958
Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1655).
Selanjutnya sebagai pelaksanaan dari Undang - Undang tersebut, maka
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa
Tenggara Timur masing-masing Nomor Pem.66/1/2, tanggal 28 Pebruari
3 Informasi ini dikutip dari laman resmi pemerintah kabupaten Rote Ndao dengan
perubahan seperlunya: http://www.rotendaokab.go.id/modules.php?name=Profil&op=sejarah
9
1962 dan Nomor Pem.66/1/22, tanggal 5 Juni 1962, maka wilayah Rote Ndao
dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah Pemerintahan Kecamatan yaitu :
Kecamatan Rote Timur dengan pusat Pemerintahan di Eahun
Kecamatan Rote Tengah dengan pusat Pemerintahan di Baa
Kecamatan Rote Barat dengan pusat Pemerintahan di Oelaba.
Tahun 1963, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Nusa Tenggara Timur Nomor Pem.66/1/32, tanggal 20 Juli 1963 tentang
Pemekaran Kecamatan, maka wilayah pemerintahan yang berada di Rote
Ndao dimekarkan menjadi empat wilayah kecamatan yaitu :
Kecamatan Rote Timur, beribu kota di Eahun
Kecamatan Rote Tengah, beribu kota di Baa
Kecamatan Rote Barat, beribu kota di Busalangga
Kecamatan Rote Selatan, beribu kota di Batutua
Setelah empat tahun berjalan, wilayah di Rote Ndao dimekarkan dari empat
kecamatan menjadi delapan Kecamatan. Pembagian ini diatur dalam Surat
Keputusan Gubernur Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor Pem.66/1/44
tanggal 1 Juli 1967 dan Keputusan Nomor Pem.66/2/71, tanggal 17 Juli 1967,
yakni :
Kecamatan Rote Timur dengan pusat Pemerintahan di Eahun
Kecamatan Pantai Baru dengan pusat Pemerintahan di Olafulihaa
Kecamatan Rote Tengah dengan pusat Pemerintahan di Feapopi
Kecamatan Lobalain dengan pusat Pemerintahan di Baa
Kecamatan Rote Barat Laut dengan pusat Pemerintahan di Busalangga
10
Kecamatan Rote Barat Daya dengan pusat Pemerintahan di Batutua.
Kecamatan Rote Selatan dengan pusat Pemerintahan di Daleholu.
Kecamatan Rote Barat dengan pusat Pemerintahan di Nemberala.
Pada saat itu situasi keuangan Negara tidak memungkinkan untuk
pembentukan Kabupaten Otonom Rote Ndao, sehingga Kepala Daerah
Tingkat I Nusa Tenggara Timur mengeluarkan Surat Keputusan
Nomor Pem.66/2/4, tanggal 11 April 1968 agar wilayah Rote Ndao dibentuk
sebagai Wilayah Koordinator Schap dalam wilayah hukum Kabupaten
Daerah Tingkat II Kupang. Keputusan Guberur Tingkat I Nusa Tenggara
Timur Nomor Pem. 66/2/21, tanggal 1 Juli 1968, D.C. Saudale dilantik
menjadi bupati yang diperbantukan di Wilayah Koordinator Schap Rote
Ndao.
Pada tahun 1979 terjadi perubahan status Wilayah Koordinator Schap Rote
Ndao menjadi wilayah pembantu Bupati Kupang untuk Rote Ndao,
berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara
Timur Nomor 25 tahun 1979 tanggal 15 Maret 1979, tentang Pembentukan
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pembantu Bupati Kupang untuk
Rote Ndao, yang telah disahkan pula oleh Menteri Dalam Negeri dengan
Keputusan Menteri Dalam Nomor 061.341.63-114 tertanggal 8 April 1980.
Para pejabat yang memimpin di Wilayah Koordinator Schap Rote Ndao
maupun di Wilayah Pembantu Bupati Kupang untuk Rote Ndao berdasarkan
periode pemerintahannya adalah sebagai berikut :
1968-1974 adalah D. C. Saudale sebagai Koordinator Schap Rote Ndao
11
1974-1977 adalah DRS. R. Chandra Hasyim sebagai Koordinator Schap
Rote Ndao
1977-1984 adalah DRS. G. Th. Hermanus sebagai Pembantu Bupati
Kupang Wilayah Rote Ndao
1984 - 1988 adalah DRS. G. Bait sebagai Pembantu Bupati Kupang
Wilayah Rote Ndao.
1988 - 1994 adalah Drs. R. Izaac sebagai Pembantu Bupati Kupang
Wilayah Rote Ndao.
1994 - 2001 adalah Benyamin Messakh, BA sebagai Pembantu Bupati
Kupang Wilayah Rote Ndao
2003 - 2008 adalah Christian Nehemia Dillak, SH sebagai Bupati Rote
Ndao
Dalam tahun 2000 timbulnya masyarakat Rote Ndao yang berada di Wilayah
Pembantu Bupati Kupang Wilayah Rote Ndao mengusulkan agar Wilayah
Pemerintahan Pembantu Bupati Rote Ndao ditingkatkan menjadi Kabupaten
definitif. Usulan tersebut, yang didukung dengan adanya pernyataan sikap
dari tiga ratus tokoh masyarakat yang mewakili masyarakat dari 19 Nusak4,
diajukan kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Dalam Negeri,
melalui Pemerintah Kabupaten Kupang sebagai kabupaten induk.
Setelah melalui pengkajian dan mekanisme pembahasan sesuai Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku, maka pada 10 April 2002 oleh
Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
4 Para pendatang yang mendiami Pulau Rote hidup secara berkelompok-kelompok
berdasarkan marganya (leo). Kelompok-kelompok inilah yang disebut Nusak.
12
menetapkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kabupaten Rote Ndao di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
D. Asal-Usul
Gambaran pulau Rote dan penghuninya banyak diperoleh dari cerita rakyat
dan sumber luar negeri.
1. Cerita Rakyat
Legenda dan mitologi, Manehelo5, penyair adat, menuturkan asal-usul
orang Rote adalah dari tanah atas (lain doa ata), maksudnya dari sebelah
utara. Cerita yang lain mengatakan orang Rote berasal dari Sela do Dai,
maksudnya negeri antah berantah.
2. Sumber-Sumber Luar Negeri
a. F.Y. Ormeling
Ormeling (dalam Soh dan Indriyana: 2008) mengungkapakan orang
Rote berasal Pulau Seram di wilayah Maluku bagian Selatan. Dari
Seram mereka datang secara bergelombang menggunakan perahu
bercadik, yang disebut Lete-lete.
b. Yaargang
Penghuni pulau Rote berasal dari Dai Laka, suatu tempat di Pulau
Seram. Mereka berlayar dari Seram sampai ke Atapupu, lalu
5 Manehelo (Manek = pemimpin, ahli; hehelo = karya sastra tradisional suku Rote) adalah orang
yang ahli dalam menuturkan karya-karya sastra tradisional dalam acara-acara tertentu, baik yang bersifat sakral maupun sekuler.
13
menyusuri pantai Timor Kupang, menyeberangi selat Pukuafu dan
tiba di Pulau Rote.
E. Sistem Kekerabatan dan Struktur Sosial
Orang Rote merupakan kaum patrilinial. To'o, saudara laki-laki pihak ibu,
dengan keponakannya memiliki hubungan yang magis. Biasanya to'o
berperan penting dalam hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa penting
dalam kehidupan keponakannya, antara lain perkawinan, kematian,
pembagian warisan, dan lain-lain.
Selain hubungan kekerabatan, garis keturunan juga mengikuti sistem
patrilinial. Dalam sistem ini pihak garis ayah berperan dan mempunyai
kekuasaan yang lebih besar dibandingkan keluarga pihak ibu.
Masyarakat Rote terdiri atas kelompok-kelompok sosial yang lahir dari satu
keturunan tertentu. Kelompok-kelompok ini memiliki peran dan fungsinya
masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat.
Meski pun laki-laki mendominasi kehidupan masyarakat Rote, perempuan
merupakan dasar
F. Kesenian
1. Seni Kriya
Orang Rote menggunakan bagian-bagian pohon Lontar untuk dijadikan
sarana pendukung kegiatan sehari-hari. Berbagai sarana tersebut antara
lain:
14
a. Batang
Batang lontar digunakan untuk bahan bangunan tiang, balok, papan,
dinding, dan lain-lain. Batang lontar juga digunakan untuk membuat
kopak (peti mati).
b. Pelepah
Digunakan untuk membuat pagar, dinding rumah, pemikul, kayu
bakar.
c. Daun
Berbagai peralatan yang dibuat dari daun lontar adalah atap rumah,
pupuk, dan bahan pengganti kertas. Beberapa peralatan yang paling
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari orang Rote:
1) Haik
Tempat untuk menampung bahan-bahan cair, seperti air, tuak,
dan gula.
2) Lukak
Tempat untuk menyimpan atau menyajikan makanan-makanan
kering.
3) Tonda
Tempat sirih untuk kaum pria.
15
4) Oli
Tempat sirih untuk kaum wanita.
5) Kukusak
Peralatan untuk memeras kelapa yang sudah diparut dengan
tujuan mendapatkan santannya.
6) Ooko
Menyerupai nyiru yang digunakan untuk menampi beras,
jagung, padi-padian, dan lain-lain.
7) Ti’i Langga
Topi yang paling terkenal dari Pulau Rote. Di bagian atas Ti’i
Langga terdapat anyaman yang disebut koak. Koak melambangan
kejantanan atau keberanian, dalam pengertian siapa yang
mengenakan koak merupakan pemimpin saat menghadapi
musuh atau perang.
2. Seni Tari
Orang Rote gemar menari.6 Tarian orang Rote pada hakekatnya lebih
berorientasi pada fungsi sosial. Dahulu, tarian ditampilkan untuk
menyambut para pahlawan yang kembali dari medan perang. Secara
6 Alo Liliweri, Inang Hidup dan Bakhtiku, Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, 1989), 19.
16
sosial, tarian orang Rote merupakan tarian bersama. Tarian-tarian ini ada
yang dimainkan oleh laki-laki saja, perempuan saja, atau campuran laki-
laki dan perempuan. Tidak ada pembatasan usia dalam tarian-tarian ini.
Dalam perkembangan kesenian, tarian Rote mengalami pergesaran nilai
kesakralannya. Saat ini tarian Rote banyak ditampilkan dalam
penyambutan tamu dan sebagai hiburan. Tarian pada umumnya diiringi
oleh gong dan gendang.7
Estetika suatu tarian Rote ditentukan oleh gerakan pada penarinya. Tarian
yang dimainkan oleh perempuan ditentukan oleh gemulai tangan kaki
para penari tersebut. Sedangkan tarian yang dimainkan oleh penari pria
menitik beratkan pada hentakan gerakan kaki yang kuat diikuti dengan
gerakan tangan, misalnya tarian Foti (suatu tarian perang).
3. Seni Sastra
Seni sastra tradisional suku Rote merupakan sastra lisan yang berbentuk
syair dan cerita8. Hanya orang-orang tertentu yang menguasai sastra
tersebut. Ahli sastra ini disebut Manehelo.
Hehelo disajikan secara lisan dengan cara seperti bernyanyi dan berpusat
pada irama. Hal ini dilakukan agar dapat tercipta suatu suasana yang
sesuai dengan tujuan dan maksud upacara.
7 Alo Liliweri, Inang Hidup dan Bakhtiku, Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, 1989,) 20.
8 Istilah tradisionalnya adalah Hehelo.
17
Seni sastra suku Rote yang tradisional berbentuk puisi, baik yang berupa
pantun, ungkapan-ungkapan, peribahasa, pepatah, syair-syair lagu, teka-
teki, mantra, dan ajaran kepercayaan adat. Bentuk seni sastra yang lain
adalah prosa. Prosa ini berbentuk dongeng, legenda, dan mitos-mitos.
Semua seni sastra ini bersifat sakral. Jika Manehelo sudah menutur, ia tidak
boleh berhenti sebelum satu bagian selesai. Ia menuturkan hehelo secara
sangat lancar dan tidak terputus.
Tujuan utama hehelo adalah pemujaan leluhur yang menurunkan ajaran-
ajaran moral atau sebagai pelipur lara. Jika Manehelo secara sengaja
bertutur tidak seperti ajaran yang sebenarnya, maka sangsinya adalah
kematian Manehelo tersebut.
G. Gong Kayu Rote
1. Asal-usul Gong Kayu Rote
Alat musik yang mula-mula di pulau Rote adalah Sasando. Sasando
merupakan alat musik dari keluarga chordophone9. Sasando dibuat dari
ruas bambu pilihan dan dawainya menggunakan serat akar pohon
beringin. Sasando menggunakan sistem penalaan pentatonik. Sasando
awalnya menggunakan tujuh dawai dan dalam perkembangannya jumlah
dawai sasando bertambah menjadi sembilan, mewakili sembilan suku
yang ada di Pulau Rote pada saat itu. Dawai-dawai sasando tersusun atas :
3-5-6-1-2-3-5-6-1.
9 Chordophone adalah istilah untuk unstrumen musik yang bunyinya dihasilkan oleh dawai yang
bergetar.
. . . .
18
Pada suatu saat yang tidak diketahui kapan tepatnya, orang Makasar
datang ke Rote dan menjual satu gong. Orang Rote tertarik dengan alat
musik ini, namun untuk menyesuaikan dengan jumlah dawai Sasando,
mereka membeli delapan gong berikutnya agar menjadi sembilan.
Sembilan gong ini disebut satu kepala atau satu set. Gong ini dibuat
menggunakan bahan dasar logam.
Selain memesan gong logam dari luar Pulau Rote, orang Rote juga
membuat alat musik perkusi lain yang terbuat dari bambu pilihan. Secara
fisik alat musik ini beda dengan gong, namun mengadaptasi dan meniru
jumlah nada dan sistem penalaan serta cara memainkan gong. Karena
orang Rote tidak memiliki istilah khusus sebagai identitas alat musik
tersebut, maka mereka menyebutnya gong kayu. Jadi, pengertian istilah
gong kayu ini adalah instrumen yang terbuat dari bahan kayu dengan
nada-nada yang sama dengan gong.
Pada perkembangan selanjutnya, sasando yang pada mulanya
menggunakan sistem penalaan pentatonik dimodifikasi sehingga
mengunakan sistem penalaan diatonik. Tidak diketahui alasan penalaan
sasando dijadikan diatonik, namun fakta menunjukkan bahwa sasando
diatonik ini kemudian juga digunakan untuk memainkan musik-musik
diatonik, misalnya musik Barat. Sasando ini disebut Sasando Biola. Ketika
hasil penelitian ini ditulis, sasando yang digunakan dalam kesenian orang
Rote dibedakan atas dua jenis, yaitu Sasando Gong dan Sasando Biola.
Sasando Gong dapat dimainkan secara tunggal atau kelompok, dan
bersama gong kayu untuk mengiringi hehelo dan tarian. Berdasarkan
19
alasan yang bersifat mistik, gong logam tidak boleh dimainkan bersama
sasando.10
2. Bentuk Fisik
Dalam perkembangannya, proses pembuatan gong kayu ini mulai sulit
karena bambu yang dibutuhkan sebagai bahan dasar gong kayu ini mulai
sulit ditemukan, sehingga diganti dengan kayu merah atau kayu jati.11
Secara umum istilah gong dipahami sebagai instrumen musik idiophone12
berbahan dasar logam yang dimainkan dengan cara ditabuh, berbentuk
bulat dengan sedikit cembung dibagian tengah sebagai tempat menabuh
gong. Sedangkan gong kayu merupakan instrumen berbahan dasar kayu
yang mengadaptasi cara memainkan dan jumlah formasi dalam satu set
(orang lokal menyebutnya satu kepala).
Resonator pada gong kayu bersifat manasuka, artinya bisa digunakan atau
tidak. Hal ini disebabkan oleh sifat dari bilah gong kayu yang tidak
membutuhkan resonator sebagai penguat bunyi karena bunyi dihasilkan
langsung oleh bilah tersebut (idiophone).
Gong kayu tersusun dari sembilan bilah bambu atau kayu yang dibetuk
sedemikan rupa untuk mendapatkan nada yang diinginkan. Secara visual
gong kayu seperti bentuk marimba dan kulintang. Bilah-bilah diletakkan
10 Wawancara dengan Hendrik Pah: 28 April 2012 11
Pada penelitian ini, gong kayu dibuat menggunakan kayu jati
12 Idiophone adalah istilah umum instrumen musikal yang menghasilkan bunyi oleh getaran
bagian dari instrumen tersebut (The New Grove, V.12 : 73)
20
di atas sandaran yang lunak dan disusun berderet. Nada yang terletak
paling kiri merupakan nada yang terendah, sedangkan nada kesembilan
yang terletak paling kanan merupakan nada yang tertinggi.
3. Susunan Bilah Gong13
Gong dalam bahasa Rote adalah meko. Secara filosofis bilah-bilah gong
kayu melambangkan keluarga, yaitu Ina (ibu), Ngasak/Nggasa (ayah), dan
Ana (anak-anak). Meko Ina terdiri atas Meko Ina Makamu (mama besar atau
sulung), meko inak Tatae (mama tengah), meko ina Laladan (mama kecil atau
bungsu). Meko Nggasa terdiri atas Meko Nggasa Laing (bapa besar atau
sulung) dan Meko Nggasa Daeng (bapa kecil atau bungsu). Meko Ana terdiri
atas Meko Ana Leko (anak pertama), Meko Ana Paiseli (anak kedua), Meko
Ana Laladan (anak ketiga), dan Meko Ana Do'odea (anak keempat atau
bungsu). Meko Ina Makamu merupakan bilah berukuran terbesar yang
memiliki nada paling rendah dan Meko Ana Do'odea merupakan bilah
berukuran terkecil yang memiliki nada paling tinggi. Bilah-bilah ini
ditabuh menggunakan dua batang kayu kecil yang disebut tutuai meko.
4. Penalaan
Gong Kayu Rote mengadopsi penalaan gong logam, dan gong logam
mengadopsi penalaan sasando, yaitu pentatonik. Dengan demikian Gong
Kayu Rote menggunakan sistem penalaan pentatonik.
13
Wawancara dengan Hendrik Pah: 28 April 2012
21
5. Fungsi Sosial
Kehidupan masyarakat Rote sangat dekat dengan kesenian. Seni tari dan
seni musik digunakan hamper di seluruh aspek kehidupan masyarakat
Rote. Tarian-tarian diiringi dengan menggunakan iringan gong logam atau
gong kayu.
Dalam penggunaannya, gong kayu seringkali dianggap lebih praktis
karena: a) menggunakan bahan baku yang relatif lebih murah
dibandingkan gong logam; b) proses pembuatan yang jauh lebih mudah;
dan c) secara akustika jauh lebih memungkinkan untuk dipadu dengan
sasando.
Instrumen musik ini digunakan dalam berbagai upacara ritual yang
meliputi: perkawinan, kematian, penyambutan tamu, pemberkatan rumah
baru, dan lain-lain.
6. Fungsi Edukatif
Permainan gong kayu yang diajarkan di Sekolah Dasar, selain
mengajarkan dan menanamkan rasa cinta dan tanggung jawab untuk
Ina Makamu Ina Laladan Nggasa Laing Nggasa Daeng Ina Tatae
Ana Leko Ana Paiseli Ana Laladan Ana Do’odea
22
melestarikan kesenian lokal, juga dapat memupuk jiwa dan semangat
bekerjasama dalam diri anak-anak. Demi keberhasilan memainkan suatu
lagu, beberapa anak yang bersama-sama memainkan gong kayu dalam
satu perangkat, perlu mengatur perpaduan pola ritmik serta nada secara
tepat. Hal ini hanya dapat berhasil jika anak-anak dapat melepaskan sikap
egonya serta menggantinya dengan sikap saling menghormati demi tujuan
yang sama.
Selain itu gong kayu dapat dijadikan media pelatihan dasar untuk
memainkan sasando. Bermain sasando membutuhkan penguasaan
keterampilan dan koordinasi yang baik antara jari, telinga, dan otak. Oleh
sebab itu, menurut Djony Theedens,14 untuk dapat memainkan sasando,
dengan baik seseorang dituntut harus dapat memainkan gong Rote terlebih
dulu. Gong Rote berfungsi sebagai akses mempelajari pola-pola ritmik serta
melodik dalam musik Rote. Kendala mendapatkan gong logam dipecahkan
dengan kehadiran gong kayu yang jauh lebih murah dari segi biaya dan
relatif mudah untuk didapatkan.
7. Jenis Lagu
Para pemusik menggunakan gong kayu untuk mengiringi tarian rakyat.
Tarian-tarian ini dibagi dalam dua kategori, yaitu tarian yang ditampilkan
bersama dan tanpa hehelo.
Pola ritmik dan nada yang dimainkan pada gong kayu sama dengan pola
ritmik dan nada dimainkan pada gong logam dan sasando gong.
14 Opini berjudul Anak Timor Main Sasando, dalam website Harian Pagi Timor Express yang
terbit di Kota Kupang (http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=41917)
23
Gong kayu digunakan untuk mengiringi tarian- tarian tradisional suku
Rote yang meliputi:
a. Te’o Renda
Te’o adalah pangilan untuk saudara perempuan ayah, Renda berarti
menyulam, merenda. Tarian ini menceritakan tentang te’o yang sedang
menyulam. Tarian ini berkarakter sedih.
Tarian ini dimainkan pada perkawinan adat, namun bisa juga
dimainkan untuk acara umum.
b. Tai Benu
Tai berarti timbangan, sedangkan Taibenu berarti timbangan/neraca
yang kurang lebih bermakna duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.
Tarian ini bersifat senang dan digunakan pada penyambutan tamu
atau acara-acara umum.
c. Lelendok
Merupakan tarian untuk menyambut tamu.
d. Batu Matia Telu
Secara harafiah berarti Tiga Batu Tungku. Syair lagu ini menceritakan
tentang seseorang perantau yang sedang mencari teman atau
keluarganya di daerah rantau, dan mengandung makna bahwa
manusia merupakan makhluk sosial.
24
Tarian ini dimainkan saat upacara inisiasi anak yang baru lahir dan
peresmian gedung atau rumah tinggal.
e. Teotona
Merupakan tarian umum.
f. Manalolobanda
Manalolobanda merupakan musik dan syair seorang gembala ketika
tengah menjaga ternak-ternaknya di padang. Musik ini tidak
digunakan untuk tarian adat, namun merupakan tarian modern yang
berfungsi sebagai tarian persaudaraan.
g. Siolayar
Syair dari lagu ini menceritakan tentang seseorang yang pergi berlayar
menggunakan kapal, namun pada akhirnya tersesat di tengah-tengah
samudera yang luas.
h. Tete'o
Lagu ini menceritakan tentang seorang anak yang rindu kepada orang
tuanya yang sudah meninggal. Intinya bahwa telah terjadi perpisahan
antara orang tua dan anak. Lagu ini dapat digunakan untuk
mengiringi perpisahan yang bukan disebabkan oleh kematian.
i. Fe'o Nggeok
Tarian ini dimainkan pada acara pinangan atau perkawinan. Hehelo
dari lagu ini menceritakan tentang anggota keluarga perempuan yang
25
pergi dan pindah ke rumah sebelah, maksudnya bahwa ada anggota
keluarga yang pergi dan menjadi anggota marga lainnya.
j. Bobouk Foti
Foti bearti cepat. Merupakan tarian hiburan yang dimainkan oleh
penari pria.
Tarian ini terbagi atas:
1) Bobouk Daek: aksesori yang digunakan hanya selimut. Dimainkan
oleh satu atau dua orang penari.
2) Kakamusu (tarian kemenangan perang): aksesori yang digunakan
adalah selimut dan pedang dan dimainkan oleh dua orang penari.
k. Kaka Filanda
Merupakan tarian yang berfungsi mengantar menuju tarian Kakamusu.
l. Manukaka
Merupakan tarian umum bertempo lambat tanpa kehadiran hehelo.
Ketika ditarikan, tempo berangsur menjadi cepat hingga berlanjut
dengan tarian Foti.
m. Lelendo Ndao
Tarian ini menceritakan tentang burung elang yang terbang untuk
menangkap anak ayam. Bermula dngan tempo sedang dan berangsur
semakin cepat.
26
Tarian ini bersifat menghibur dan biasa ditampilkan dalam
pernikahan, festival, atau acara yang bersifat meriah.
n. Fila Kapong
Merupakan tarian silat kampung tanpa kehadiran hehelo.
o. Koanini
Koa berarti burung, sedangkan Nini berarti kicau. Cerita tentang
burung yang berkicau sekali di pagi hari dan menandakan bahwa pagi
telah tiba.
p. Dede Kode
Merupakan tarian monyet
q. Enggalutu
Merupakan tarian yang bersifat umum.
r. Inana Bo'i
Ina berarti mama/ibu, sementara bo’i berarti sayang. Tarian ini
menceritakan cinta kasih seseorang kepada kedua orang tua, saudara,
dan keluarganya.
s. Ka Ki Na
Secara keseluruhan Ka Ki Na berarti batu yang terletak di sebelah kiri.
Pantun lagu ini bercerita tentang seseorang yang tersesat. Orang
27
dalam cerita ini dilambangkan dengan domba yang salah memasuki
kandang atau ayam yang naik dan bertengger di pohon yang keliru.
t. Renggus (Li Renggus)
Merupakan tarian tentang burung dara. Burung ini selalu berada di
udara, namun tatkala turun ke tanah, itu menandakan bahwa burung
tersebut akan mati.
u. Nggafarina Teotona
Tarian umum yang bersifat menghibur.
v. Foti Lurus
Foti Lurus memiliki nama lain yaitu Hela. Tarian ini mempunyai
gerakan yang lebih cepat daripada tari Bobouk Daek.
w. Ova Langga
Menceritakan tentang sepasang kekasih yang terpisah dalam jarak
yang jauh dan waktu yang lama.
Lagu ini menggambarkan tentang kepedihan yang dirasakan
masyarakat Rote pada saat pendudukan tentara Jepang di Rote. Inti
lagu ini adalah tentang pengerahan tenaga kerja paksa (romusha) dari
Pulau Rote ke Kupang dalam rangka membantu tentara Jepang.15
15
Andre.Z. Soh, p.102, 2008
28
Ova Langga16
Ova Langga adinda soba-soba
Soba sayang kasian susi ana
Lu lemen terlalu susi matan
Setanggung pinu lemen mamboi susah hati
Te nae daeki, daeki tua meko
Tua meko Pantai Baru
Nae lena seli ta' dadi lena seli
Nae nasa fali ta dadi nasa fali
Saduran bebas : Lex Oepura
Lajulah perahuku maju
Kembangkan! Biar layarmu terkembang
O, angin! Kuatlah berhembuskan berdayu
Bawaku balik pada dinda tersayang
Di Pantai Baru
Kola De'a
Di rindang lontar, setia
Dinda menunggu
Nasi ditanak beruraikan air mata
Tersayang kasih di air nan mendidih
Tertanggung derita
Ibunda bersedih
Pulangku ..... tanpa mauku ..... tertunda-tunda
16
idem
29
Keberangkatan tak kunjung terlaksana
Kasihmu, kasihku .....
Dalam laju bersambut madah
Cintamu, cintaku ....
Hanya dalam kenangan setiap kelana
Lajulah perahuku maju
Kiranya bukan sekedar impian
Pelepas rindu .....
Ova Langga .....
Ova Langga, soba-soba