Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Gambaran Umum Teori
1. Pengertian Pajak
Definisi pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu: “Pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak medapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Pengertian pajak dikemukakan oleh para ahli yang memberikan batasan
tentang pajak, yaitu:
Definisi pajak yang dikemukakan oleh Waluyo (2013,3) yaitu:
“Pajak adalah Iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk,dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan
dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan.”
Menurut Mardiasmo (2016,2) dalam buku berjudul Perpajakan Revisi 2016
menyatakan bahwa :
“Dalam penyelenggaraan pemerintah negara mempunyai kewajiban untuk
menjaga kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan,
keamanan, pertahanan, maupun kecerdasaan kehidupannya. Untuk
12
kepentingan rakyat negara memerlukan dana, dana yang dikeluarkan ini
tentunya didapat dari rakyat itu sendiri melalui pemungutan yang disebut
dengan pajak”.
Jadi berdasarkan pengertian diatas, pajak adalah suatu kewajiban yang
bersifat memaksa seseorang atau badan untuk memberikan iuran pada kas Negara
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan oleh Negara dan
hanya digunakan untuk menutup pengeluaran umum Negara. Pajak mempunyai
fungsi, Menurut Siti Resmi dalam buku Perpajakan Teori dan Kasus (2016,3) fungsi
pajak adalah :
a. Fungsi Anggaran (Budgetair)
Sebagai fungsi utama pajak, atau fungsi fiskal yaitu suatu fungsi dimana
pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas
berdasarkan undang - undang perpajakan yang berlaku. Karena fungsi inilah
yang mempunyai historis pertama kali timbul. Disini pajak adalah sumber
pembiayaan yang terbesar.
b. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Pajak dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh,
ketika pemerintah berkeinginan untuk melindungi kepentingan petani,
pemerintah dapat menetapkan pajak tambahan, seperti pajak impor atau bea
masuk, atas keinginan impor komoditas tertentu. Contohnya :
- Pajak yang dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi
mengkonsumsi minuman keras.
13
- Pajak yang dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi
gaya hidup konsumtif.
c. Fungsi Stabilitas
Pemerintah menggunakan sarana perpajakan untuk stabilitas ekonomi.
Sebagian barang – barang impor dikenakan pajak agar produksi dalam negeri
dapat bersaing. Untuk stabilitas nilai tukar rupiah dan agar defisit perdagangan
tidak semakin melebar, pemerintah menetapkan kebijakan pengenaan PPnBM
terhadap impor produk tertentu yang bersifat mewah. Upaya dilakukan untuk
meredam impor barang mewah yang berkonstribusi terhadap neraca
pedagangan.
d. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai pembagunan
infrastruktur, Kebutuhan akan dana itu dapat dipenuhi melalui pajak yang
dibebankan kepada mereka yang membayar pajak.
2. Pengelompokan Pajak
Pengelompokkan pajak menurut Mardiasmo dalam buku PerpajakanEdisi
Terbaru 2016(2016,7) adalah :
a. Menurut Golongannya
- Pajak Langsung, yaitu pajak yang dipikul sendiri oleh pelapor dan tidak
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak
Penghasilan.
14
- Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
b. Menurut Sifatnya
- Pajak Subjektif, yaitu pajak berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,
memerhatikan keadaan diri pelapor. Contoh : Pajak Penghasilan.
- Pajak Objektif, yaitu pajak berpangkal pada objek, tanpa memerhatikan
keadaan diri pelapor. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Barang Mewah.
c. Menurut Lembaga Pemungutannya
- Pajak Pusat, yaitu pajak dipungut pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara, Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah, dan Bea Materai.
- Pajak Daerah, yaitu pajak dipungut Pemerintah Daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri atas :
- Pajak Provinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor.
- Pajak Kabupaten atau Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan
Pajak Hiburan.
3. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Siti Resmi (2014,11) sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3
yaitu:
15
a. Official Assesment System
Sistem pemungutan pajak yang kewewenangan aparatur pajak untuk
menentukan sendiri jumlah pajak yang terhutang setiap tahunnya sesuai dengan
peraturan perundang - undangan pajak yang berlaku. Dalam sistem, inisiatif serta
kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan aparatur
pajak. Dengan demikian, berhasil atau tidak pelaksanaan pemungutan pajak
bergantung pada aparatur pajak (peranan dominan ada pada aparatur pajak).
b. Self Assesment System
Sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang Wajib Pajak
dalam menentukan sendiri jumlah pajak terutang setiap tahun sesuai dengan
peraturan perundang - undangan pajak yang berlaku. Dalam sistem, inisiatif serta
kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib
Pajak. Dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami undang -
undang pajak yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi, serta
menyadari akan arti penting membayar pajak. Oleh karena itu, diberi
kepercayaan untuk :
- Menghitung sendiri pajak terhutang.
- Memperhitungkan sendiri pajak terhutang
- Membayar sendiri pajak terhutang.
- Melaporkan sendiri pajak terhutang.
- Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.
16
Dengan demikian, berhasil atau tidak pelaksanaan pemungutan pajak
banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri (peranan dominan ada pada Wajib
Pajak).
c. With Holding System
Sistem pemungutan pajak memberikan wewenang kepada pihak ketiga
yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh Wajib Pajak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Penunjukkan pihak ketiga dilakukan sesuai peraturan perundang - undangan
perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong serta
memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana
perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidak pelaksanaan pemungutan pajak
banyak tergantung pada pihak ketiga.
4. Tingkat Pemahaman Pajak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pemahaman berasal dari kata
paham yang artinya pengetahuan; pendapat; pikiran; aliran;haluan; pandangan;
mengerti benar (akan); tahu benar (akan); pandaidan mengerti benar. Pengetahuan
perpajakan adalah proses pengubah sikap dan tata laku wajib pajak atau kelompok
wajib pajak dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pelatihan (Anwar
2015,17).
Menurut Rahadi (2014) menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman
pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan. Pemahaman wajib pajak tentang
peraturan pajak merupakan penyebab internal karena dibawah kendali wajib pajak
17
sendiri. Tingkat pengetahuan dan pemahaman wajib pajak yang berbeda – beda
akan mempengaruhi penilaian masing – masing untuk berperilaku patuh dalam
melaksanakan kewajiban. Tingkat pemahaman wajib pajak tinggi akan membuat
wajib pajak memilih berperilaku patuh dalam melaksanakan kewajiban.
Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang - Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar - besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan pengertian yang diuraikan tingkat pemahaman pajak adalah tingkatan
pengetahuan dan pikiran atas kewajiban perpajakannya untuk memberikan
konstribusi kepada Negara dalam memenuhi keperluan pembiayaan dan
pembangunan nasional tercapainya keadilan dan kemakmuran.
Menurut Isroah (2012,14) penghapusan NPWP adalah menghapuskan
NPWP dari tata usaha kantor pelayanan pajak. Direktorat Jenderal Pajak setelah
melakukan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan
penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 bulan untuk Orang Pribadi atau 12
bulan untuk Badan sejak tanggal permohonan diterima. Menurut Diana (2013,197)
dalam menjalankan kewajiban perpajakannya dengan menyampaikan surat
pemberitahuan ada tahapan yang harus dilakukan Wajib Pajak antara lain:
a. Mengambil SPT Formulir harus diambil sendiri di tempat yang ditentukan oleh
dirjen pajak.
b. Mengisi surat pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang
18
rupiah dan menandatangani serta menyampaikan ke kantor direktorat jenderal
pajak tempat dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak.
c. Menandatangani SPT wajib diisi dengan benar, lengkap, jelas dan harus
ditandatangani oleh orang lain bukan WP, harus dilampiri surat kuasa khusus.
d. Menyampaikan Menyampaikan SPT yang telah diisi oleh Wajib Pajak dengan
benar, jelas, dan lengkap yang telah ditandatangani, dan disampaikan pada
Direktorat Jenderal Pajak.
5. Pengertian E-filing
E-filing terdiri dari dua kata, yaitu e untuk electronic dan filing.Electronic
berarti penggunaan sistem komputerisasi, sedangkan filing berarti pengisian
formulir.Jadi e-filing merupakan sistem terkomputerisasi yang membantu
pengisian atau penyampaian SPT tahunan.
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2014 tentang
Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi yang menggunakan Formulir 1770S atau 1770SS secara e-filing melalui
website Direktorat Jenderal Pajak pasal 1 ayat 6, mendefinisikan e-filing sebagai
berikut:
E-Filing adalah cara penyampaian SPT atau penyampaian Pemberitahuan
Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik yang secara on-line yang real time
melalui website Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat www.pajak.go.id atau
19
Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider yang telah ditunjuk oleh
Direktorat Jenderal Pajak.
Dari pengertian di atas disimpulkan e-filing merupakan modernisasi
administrasi perpajakan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak berfungsi untuk
penyampaian SPT yang dilakukan secara online dan real-time.
a. Manfaat dan Tujuan Penggunaan E- filing
Setiap inovasi atau pembaruan pelayanan dilakukan oleh Direktrorat
Jenderal Pajak pasti memiliki manfaat dan tujuan, berikut beberapa manfaat
penggunaan fasilitas e-filing dari www.online-pajak.com:
- Keakuratan dan Menghindari Kesalahan Umum
Kemungkinan terjadi kesalahan pekerjaan dengan menggunakan
media elektronik dapat menurun hingga satu persen. Hal ini disebabkan
karena umumnya aplikasi e-Filing bagi menyediakan fitur doublechecking,
yaitu jika terjadi kesalahan, Wajib Pajak akan menerima pesan error dan
tidak bisa menyimpan dan mengirim laporan tersebut sampai dibetulkan.
Kesalahan bukan berarti adanya ketidaktepatan dalam perhitungan pajak
tetapi juga bisa jadi data yang diinput belum lengkap. Dengan demikian
pekerjaan akan dimudahkan, dan tidak perlu ragu apakah laporan dibuat
sudah benar atau belum.
- Hemat Kertas, Uang dan Waktu
Menggunakan fasilitas e-Filing telah ramah lingkungan dengan
menghemat kertas. Dimana dapat membawa efek yang positif bagi nama
pribadi dan perusahaan. Terlebih lagi, dapat mengurangi biaya kantor
20
kurang lebih 20 - 25%. Mengapa? Karena menghabiskan biaya kantor untuk
kertas tidak berhenti pada biaya yang dikenakan pada pembelian kertas,
tetapi juga biaya gudang, fotokopi, cetak, pengiriman dokumen,
pembuangan kertas, dan daur ulang. Tidak perlu menghabiskan waktu
mengantri di kantor pajak atau mengeluarkan uang untuk mengirim
dokumen via pos, karena sudah melapor secara elektronik.
Pada www.pajak.go.id disebutkan bahwa ada tiga keuntungan jika
menggunakan fasilitas e-filing, yaitu :
1. Data yang disampaikan selalu lengkap karena ada validasi pengisian
SPT, serta Penyampaian SPT dapat dilakukan secara cepat, aman, dan
kapan saja, penyampaian SPT lebih murah karena tidak dikenakan biaya
pada saat pelaporan SPT, dan tidak perlu datang ke KPP untuk
penyampaian SPT.
2. Kemudahan mengisi SPT karena pengisian SPT dalam bentuk wizard,
kesalahan perhitungan dapat dihilangkan karena penghitungan
dilakukan secara tepat karena menggunakan sistem komputer.
3. Ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas, saat data
dibutuhkan file sudah tersimpan dalam sistem dan memiliki master file
saat SPT sudah disampaikan. Contohnya Dokumen pelengkap (fotokopi
Formulir 1721 A1/A2 atau bukti potong PPh, SSP Lembar ke-3 PPh
Pasal 29, Surat Kuasa Khusus, perhitungan PPh terutang bagi WP
Kawin Pisah Harta dan atau mempunyai NPWP sendiri, fotokopi Bukti
21
Pembayaran Zakat) tidak perlu dikirim lagi kecuali diminta oleh KPP
melalui Account Representative.
Pada dasarnya, tujuan dari penyediaan fasilitas e-filing ini adalah untuk
memberikan alternatif pilihan layanan kepada Wajib Pajak dalam hal penyampaian
SPT-nya selain cara manual yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu dengan
pemanfaatan teknologi melalui internet secara keseluruhan cenderung lebih akurat
dan dengan proses yang lebih cepat, sehingga lebih efektif dan efisien.
6. Tata Cara Penyampaian SPT Secara E-filing
Untuk dapat melakukan e-filing, melalui tiga tahapan. Dua tahapan yang
pertama hanya dilakukan sekali saja, sedangkan tahapan ketiga dilakukan setiap
menyampaikan SPT :
a. Mengajukan permohonan e-FIN ke Kantor Pelayanan Pajak terdekat yang
merupakan nomor indentitas WP bagi pengguna e-Filing. Karena hanya
sekali digunakan, anda hanya perlu sekali saja mengajukan permohonan
mendapatkan e-FIN tersebut.
b. Mendaftarkan diri sebagai WP e-Filing melalui situs DJP paling lama 30
hari kalender sejak diterbitkannya e-FIN.
c. Menyampaikan SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi secara e-Filing
melalui situs DJP melalui empat langkah, yaitu:
- Mengisi e-SPT pada aplikasi e-Filing di situs DJP.
- Meminta kode verifikasi untuk pengiriman e-SPT, yang akan
dikirimkan melalui e-mail atau SMS.
22
- Mengirim SPT secara online dengan mengisikan kode verifikasi.
- Notifikasi status e-SPT dan Bukti Penerimaan Elektronik akan
diberikan kepada WP melalui e-mail.
7. Kesadaran Wajib Pajak
Menurut Hamdani (2014) Kesadaran wajib pajak diukur menggunakan 2
dimensi yaitu dorongan diri sendiri dan mengetahui adanya Undang-Undang dan
ketentuan perpajakan.
Menurut Undang-undang No 16 Tahun 2009 Wajib Pajak adalah orang
pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
undang-undang perpajakan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kesadaran adalah keadaan
mengerti; hal yang dirasakan atau dialami seseorang; kesadaran seseorang akan
nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia mengenai hukum yang ada; pengertian
yang mendalam pada orang seorang atau sekelompok orang yang terwujud dalam
pemikiran, sikap, dan tingkah laku yang mendukung pengembangan lingkungan;
kesadaran seseorang secara penuh akan hak dan kewajibannya sebagai anggota
masyarakat.Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku yang
ditunjukkan oleh individu timbul karena ada niat untuk berperilaku.Sedangkan
untuk memuncul niat berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentuyaitu:
a. behavioral beliefs, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan
evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation).
23
b. normatif beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan
motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normatif beliefs and motivationto
comply).
c. control beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung
atau menghambat perilaku yang ditampilkan (control beliefs) dan persepsinya
tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya
tersebut (perceived power).
Berarti bahwa seseorang melakukan suatu tindakan atau perilaku melalui
niat. Niat merupakan langkah pertama individu sebelum memulai suatu tindakan,
dan pemahaman mengenai pentingnya membayar pajak akan meningkatkan
kesadaran wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Berdasarkan uraian
diatas, Jadi kesadaran wajib pajak adalah suatu upaya atau tindakan yang disertai
dengan kemauan dan dorongan dari diri sendiri dalam hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
8. Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Simanjuntak dan Mukhlis (2012,84) definisi kepatuhan pajak
dapat dilihat secara sederhana atau secara komprehensif. Menurutnya kepatuhan
wajib pajak adalah sekadar menyangkut sejauh mana memenuhi kewajiban
perpajakan sesuai aturan perpajakan yang berlaku. Dengan demikian tingkat
kepatuhan dapat diukur dari adanya tax gap, yaitu perbedaan antara apa yang
tersurat dalam aturan perpajakan dengan apa yang dilaksanakan oleh seorang.
24
Sejatinya kepatuhan pajak diharapkan lebih merupakan suatu kesadaran
secara sukarela (voluntary tax compliance). Untuk definisi kepatuhan yang sesuai
adalah kepatuhan sukarela (voluntary tax compliance), yaitu mencakup tingkatan
kesadaran terhadap peraturan perpajakan dan sekaligus terhadap administrasi pajak
yang berlaku tanpa perlu disertai dengan aktivitas tindakan dari otoritas pajak
(enforment activity).
Menurut Liberti Pandiangan (2014,245) mengatakan bahwa kepatuhan
perpajakan dapat didefinisikan :
“Kepatuhan Wajib Pajak melaksanakan kewajiban perpajakan merupakan
salah satu ukuran kinerja Wajib Pajak di bawah pengawasan Direktorat
Jenderal Pajak (DJP). Artinya, tinggi rendahnya kepatuhan Wajib Pajak
akan menjadi dasar pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak dalam
melakukan pembinaan, pengawasan, pengelolaan, dan tindak lanjut
terhadap Wajib Pajak. Misalnya, apakah akan dilakukan himbauan atau
konseling atau penelitian atau pemeriksaan dan lainnya seperti penyidikan
terhadap Wajib Pajak.”
Dalam definisi pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), tersirat penjelasan
kepatuhan Wajib Pajak sebagai berikut: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak medapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperulan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
25
Dapat disimpulkan bahwa, kepatuhan Wajib Pajak adalah kewajiban Wajib
Pajak dalam memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakannya, seperti
mengisi formulir dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak terutang
dengan benar, membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan perpajakan.
a. Bentuk Kepatuhan Wajib Pajak
Secara umum kepatuhan wajib pajak di bagi menjadi dua yaitu sebagai
berikut:
1. Kepatuhan Formal Kepatuhan formal yaitu suatu keadaan dimana wajib
pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan perpajakan.
2. Kepatuhan Material Kepatuhan material yaitu suatu keadaan dimana wajib
pajak secara substantif memenuhi semua material perpajakan.
Maka dapat disimpulkan bahwa bentuk kepatuhan wajib pajak dapat di
bagi menjadi dua yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material yang keduanya
menuntut bahwa wajib pajak harus memenuhi semua kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan Undang –Undang yang berlaku.
b. Syarat Kepatuhan Wajib Pajak
26
Berdasarkan uraian yang dipaparkan diatas sesuai dengan PMK Nomor
192/PMK.03/2007 wajib pajak memiliki kriteria tertentu. Adapun persyaratan
yang harus dipenuhi sebagai wajib pajak patuh, yaitu antara lain:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan.
2. Tidak mempunyai tunggakan untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan
pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran
pajak.
3. Laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan
keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3
(tiga) tahun berturut-turut.
4. Tidak pernah di pidana karena melakukan tindakan pidana di bidang pajak
berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap
dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.
c. Kepatuhan Wajib Pajak
Indikator Kepatuhan Wajib Pajak menurut Undang-Undang No.16tahun
2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai
berikut:
1. Kepatuhan untuk mendaftarkan diri. Wajib Pajak yang telah memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri pada KPP yang
wilayah kerjanya terdiri dari tempat tinggal dan tempat kegiatan usaha
Wajib Pajak untuk kemudian mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). NPWP digunakan sebagai identitas bagi Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajibannya.
27
2. Kepatuhan dalam penghitungan dan pembayaran pajak terutang. Pajak yang
telah dihitung kemudian disetorkan ke kas negara melalui bank atau kantor
pos dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP).
3. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan pajak. Tunggakan pajak
merupakan pajak terutang yang belum dilunasi oleh Wajib Pajak setelah
jatuh tempo tanggal pengenaan denda.
4. Kepatuhan untuk melaporkan kembali Surat Pemberitahuan.
Wajib Pajak diwajibkan untuk mengisi dan menyampaikan SPT kepada
KPP dengan batas waktu penyampaian untuk SPT Masa paling lambat 20 hari
setelah akhir masa pajak, sedangkan untuk SPT tahunan paling lambat 3 bulan
untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan 4 bulan untuk Wajib Pajak Badan setelah
akhir tahun pajak. Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi apabila
terlambat atau tidak menyampaikan SPT.
9. Pengertian Wajib Pajak Orang Pribadi
Pajak merupakan peranan penting untuk pembiayaan pembangunan, dimana
Wajib Pajak merupakan bagian dari penerimaan pajak tersebut. Dengan kata lain
tidak akan ada pajak apabila tidak ada Wajib Pajak. Menurut Undang-Undang
No.16 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No.6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau
badan, meliputi pembayarpajak dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan
kewajibanperpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan”.
28
Wajib pajak orang pribadi sendiri dapat dikategorikan menjadi orang
pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak orang pribadi
pengusaha tertentu serta orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas seperti karyawan atau pegawai yang hanya memperoleh passive income.
Perbedaan antara WPOP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan WP
OPPT adalah WPOP yang menjalankan usaha merupakan WP pengusaha maupun
pegawai yang memiliki penghasilan lain dari kegiatan usaha di luar pendapatan
gaji, sedangkan WP OPPT merupakan wajib pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha di bidang pedagangan yang memiliki tempat usaha berbeda dengan
domisili lebih dari satu Berdasarkan Undang-Undang No.36 tahun 2008 tentang
PPh (Pajak Penghasilan) yang merupakan perubahan keempat atas UU Nomor 7
tahun 1983, maka wajib pajak orang pribadi dapat di bagi menjadi delapan yaitu:
a. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari
pekerjaan. Contoh: Pegawai swasta, PNS.
b. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari
Usaha. Contoh: Pengusaha toko emas, Pengusaha Industri Mie Kering.
c. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari
Pekerjaan bebas. Contoh: Dokter, Notaris, Akuntan, Konsultan.
d. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan lain yang
tidak bersifat final. Contoh: sehubungan dengan pemodalan sepertiBunga
pinjaman, royalti.
e. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan yang
bersifat final. Contoh: seperti Bunga deposito, hadiah undian.
29
f. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan yang
bukan objek pajak. Contoh: Seperti bantuan, sumbangan
g. Wajib pajak orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari luar
negeri. Contoh: Seperti bunga, royalti PPh Pasal 24 8. Wajib pajak orang
pribadi yang menerima penghasilan dari berbagai sumber. Contoh: Seperti
Pegawai swasta tetapi juga mempunyai usaha rumah makan, PNS tetapi
membuka praktek dokter.
10. Hak – Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2007, Wajib Pajak adalah orang pribadi
atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Berikut adalah hak dan kewajibannya,
Hak-hak wajib Pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 adalah
sebagai berikut:
a. Melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1(satu) Surat Pemberihatuan Masa.
b. Mengajukan surat keberatan dan banding bagi Wajib Pajak dengan kriteria
tertentu.
c. Memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal
Pajak.
30
d. Membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan
menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak yang
belum melakukan tindakan pemeriksaan.
e. Mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
f. Mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
- Surat Ketetapan Kurang Bayar.
- Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan.
- Surat Ketetapan Pajak Nihil.
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau
- Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
g. Mengajukan permohonan banding kepada badan peradilan pajak atas Surat
Keputusan Keberatan.
h. Menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Kewajiban wajib Pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007
adalah sebagai berikut:
a. Mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan
kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, apabila telah memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif.
31
b. Melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat
kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi pengusaha Kena Pajak.
c. Mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
Rupiah, serta menandatangani dan menyampaikan ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempa lain
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
d. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang diizinkan, yang
pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
e. Membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak ke kas negara melalui tempat pembayaran yang diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
f. Membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat
ketetapan pajak.
g. Menyelenggarakan pembukuan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak baan, dan
melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
h. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan
32
yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang
terutang pajak.
i. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
j. Memberikan keterangan lain yang diperlukan apabila diperiksa.
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian ini telah diteliti sebelumnya oleh beberapa penelitian
sebelumnya, dan dalam rangka meneliti kembali fenomena ini maka adapun tinjauan
atas penelitian sebelumnya.
Tabel II.1
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
1. Sari
Nurhidayah
(2015)
Pengaruh
penerapan
sistem e-filing
terhadap
kepatuhan wajib
pajak dengan
pemahaman
internet sebagai
variabel
pemoderasi pada
KPP Pratama
Klaten.
Variabel
Independen (X) : 1.
Sistem e-filing
2.kepatuhan wajib
pajak 3.Pemahaman
internet
Variabel Dependen
(Y) :Pemoderasi
pada KPP Pratama
Klaten.
Penetapan sistem e-
filing berpengaruh
positif dan
signifikan terhadap
kepatuhan wajib
pajak.
33
2. Pertiwi
Kundalini
(2016)
Pengaruh
kesadaran wajib
pajak dan
pelayanan
pegawai pajak
terhadap
kepatuhan wajib
pajak pada KPP
Pratama
Temanggung.
Variabel
Independen (X) :
1.Kesadaran wajib
pajak 2.Pelayanan
pegawai bank
Variabel Dependen
(Y) : Kepatuhan
wajib pajak
Kesadaran wajib
pajak dan pelayanan
pegawai bank
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap kepatuhan
wajib pajak.
3. Kartika
Ratna
Handayani,
Sihar
Tambun
(2016)
Pengaruh
Penerapan
sistem e-filing
dan pengetahuan
perpajakan
terhadap
kepatuhan wajib
pajak dengan
sosialisasi
sebagai variabel
moderating
(Survei pada
perkantoran
Sumrise Garden
di wilayah
Kedoya, Jakarta
Barat)
Variabel
Independen (X) :
1.Penerapan sistem
e-
filing2.Pengetahuan
perpajakan
Variabel Dependen
(Y) : Kepatuhan
wajib pajak
1.Penerapan sistem
e-filing tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
kepatuhan waajib
pajak.2.Pengetahuan
perpajakan
berpengaruh
signifikan terhadap
kepatuhan wajib
pajak.
4. Putu Nara
dan Ni Luh
(2016)
Pengaruh
kualitas
pelayanan,
sanksi
perpajakan,
biaya kepatuhan
pajak dan
penerapan e-
filing pada
kepatuhan wajib
pajak.
Variabel
Independen (X) :
1.Kualitas
pelayanan2.Sanksi
perpajakan
3.Penerapan
e-filing
Variabel Dependen
(Y) : Kepatuhan
wajib pajak
1.Kualitas
pelayanan, sanksi
perpajakan, dan
penerapan e-filing
berpengaruh positif
dan signifikan pada
kepatuhan wajib
pajak.
2.Biaya kepatuhan
pajak berpengaruh
negatif dan
signifikan pada
kepatuhan wajib
pajak.
5. Teguh
Erawati,
Rita
Pengaruh
penerapan e-
filing terhadap
kepatuhan wajib
Variabel
Independen (X) :
1.Program
e-filing
1.Program e-filing
berpengaruh positif
terhadap kepuasan
kualitas layanan.
34
Ratnasari
(2018)
pajak dalam
menyampaikan
SPT tahunan
dengan
kepuasan
kualitas
pelayanan
sebagai variabel
intervening.
2.Kepuasan kualitas
pelayanan
Variabel Dependen
(Y) : Kepatuhan
wajib pajak
menyampaikan
SPT.
2.Kualitas
pelayanan
berpengaruh positif
terhadap kepatuhan
wajib pajak dalam
menyampaikan SPT
tahunan.
6. Sentyan N.
Arum
(2015)
Pengaruh
pemahaman
wajib pajak,
pelayanan
fiskus,
kesadaran wajib
pajak dan sanksi
perpajakan
terhadap
kepatuhan wajib
pajak pemilik
usaha kecil
menengah
dalam pelaporan
kewajiban
perpajakan di
Semarang.
Variabel
Independen (X) :
1.Pemahaman
wajib pajak
2.Pelayanan fiskus
3.Kesadaran wajib
pajak
4.Sanksi perpajakan
Variabel Dependen
(Y) : Kepatuhan
wajib pajak
Pengaruh secara
signifikan dan
positif antara
Variabel
Independen
terhadap Variabel
Dependen.
7. Akromi
Khairina
Asbar
(2014)
Pengaruh
tingkat kepuasan
pelayanan,
Pemahaman
perpajakan,
Keadilan
perpajakan,
Sanksi
perpajakan dan
Kesadaran
perpajakan
terhadap tingkat
Kepatuhan
wajib pajak
orang pribadi
pada KPP
Pratama
Sanapelan
Pekanbaru.
Variabel
Independen (X) :
1.Tingkat kepuasan
pelayanan
2.Pemahaman
perpajakan
3.Keadilan
perpajakan
4.Sanksi perpajakan
5.Kesadaran
perpajakan
Variabel Dependen
(Y) : Kepatuhan
wajib pajak.
1.Bahwa tingkat
kepuasan pelayanan,
Pemahaman
perpajakan,
Keadilan perpajakan
dan Sanksi
perpajakan
berpengaruh
terhadap Kepatuhan
wajib pajak orang
pribadi.
2.Sedangkan
Kesadaran
perpajakan tidak
berpengaruh
terhadap Kepatuhan
wajib pajak.
35
C. Kerangka Pemikiran
Menurut Uma Sekaran dalam Sugiyono (2013,88) mengemukakan bahwa
kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentanag bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diindentifikasi sebagai hal yang
penting jadi dengan demikian maka kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman
mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk proses dari
keseluruhan dari penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini, untuk memberikan
gambaran yang jelas dan sistematis, maka gambar berikut ini menyajikan kerangka
berpikir penelitian.
Bagan Kerangka Pemikiran
H1
H2
H3
H4
Gambar II.1
Tingkat Pemahaman
Perpajakan (X1)
Penerapan E-Filing
(X2)
Kesadaran Wajib
pajak (X3)
Kepatuhan Wajib Pajak
(Y)
36
D. Perumusan Hipotesa
Menurut Sugiyono (2017, 63) menyatakan bahwa :
“Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
dimana rumusan masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat. Dikatakan
sementara, karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data atau kuesioner”.
Hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salah dengan cara
terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya. Maka
dalam penelitian ini, peneliti menguji dan meneliti hipotesis tentang pengaruh yang
terjadi antara variabel-variabel yang telah ditentukan, variabel-variabel tersebut diuji
baik secara parsial maupun secara simultan. Oleh karena itu peneliti merumuskan
beberapa hipotesis untuk diuji secara signifikan, antara lain:
1. Pengaruh Tingkat Pemahaman Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak
Pemahaman perpajakan adalah pengetahuan dan pikiran wajib dalam
memenuhi kewajiban perpajakan. Tingkat pemahaman wajib pajak pada
peraturan pajak yang berlaku diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan.
Wajib pajak yang memiliki tingkat pemahaman yang tinggi akan merasa bahwa
membayar pajak merupakan hal yang penting dalam membangun infrastruktur
Negara.
Seperti yang telah dijelaskan pada penelitian Sentya (2015)
mengatakan bahwa tingkat pemahaman perpajakan berpengaruh positif
37
terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak, karena kesadaran merupakan variabel
dominan dalam penelitian tersebut. Tingkat kepatuhan akan meningkat apabila
memiliki pemahaman perpajakan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis pertama dalam
penelitian ini adalah :
H1: Tingkat Pemahaman perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak.
2. Pengaruh Penerapan E-Filing Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Pajak merupakan pendapatan utama negara yang dikelolah oleh
Direktorat Jenderal Pajak. Untuk memaksimalkan sumber penerimaan negara,
dibutuhkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya kepada
Negara. Sistem e-filing merupakan trobosan terbaru dari Direktorat Jenderal
Pajak untuk membantu masyarakat dalam pembayaran pajak secara ontime dan
realtime. Dengan adanya inovasi baru dalam memperbarui dan
menyempurnakan sistem administrasi pembayaran pajak secara modern, maka
diharapkan dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan pelayanan kepada
wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Oleh karena itu, dengan
diterapkannya sistem e-filing yang dirasa lebih mudah dan praktis diharapkan
dapat memberikan kepuasan kepada Wajib Pajak sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Seperti yang telah dijelaskan pada penelitian Putu Rara Susmita dan Ni
Luh Supadmi(2016) penerapan e-filing berpengaruh positif dan signifikan
pada kepatuhan wajib pajak.
38
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis kedua
dalampenelitian ini adalah :
H2: Penerapan e-filing terhadap kepatuhan wajib pajak.
3. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Kesadaran wajib pajak adalah pemahaman yang mendalam pada wajib
pajak orang pribadi atau wajib pajak badan yang terwujud dalam niat,
pemikiran, sikap dan tingkah laku untuk melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Berbagai macam
upaya telah dilakukan oleh fiskus untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajaknnya, tetapi hal tersebut tidak akan
maksimal apabila tidak adaniat dan kesdaran dalam diri.
Seperti yang telah dijelaskan pada penelitian Pertiwi Kundalini (2016)
mengatakan kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap tingkat
kepatuhan wajib pajak, karena kesadaran wajib pajak merupakan variabel
dominan dalam penelitian tersebut. Tingkat kepatuhan wajib pajak akan
meningkat apabila wajib pajak memiliki kesadaran yang tinggi dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya.
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis ketiga dalam
penelitian ini adalah :
H3 : Kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak.
39
4. PengaruhTingkat Pemahaman Perpajakan, Penerapan E-Filing dan
Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Akromi Khairina Asbar (2014)menyatakan bahwa tingkat pemahaman
perpajakan berpengaruh secara parsial terhadap kepatuhan wajib pajak.
Kemudian Sari Nurhidayah (2015), menyatakan bahwa penerapan e-filing
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan
menurut Sentya (2015) menyatakan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh
positif terhadap kepatuhan wajib pajak.
Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis keempat dalam
penelitian ini adalah :
H4 : Pengaruh tingkat pemahaman perpajakan, penerapan e-filing dan
kesadaran wajib pajak secara simultan terhadap kepatuhan wajib pajak.