Upload
truongminh
View
233
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
14
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Tinjauan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan
a. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran
yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami
dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warga negara Indonesia yang cerdas, trampil, dan berkarakter sesuai
dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 (Lampiran Permendiknas No.
22 tahun 2006). Dalam pengamatannya terhadap pengertian PKn, pakar
social studies dan PKn Indonesia yakni Numan Somantri memberikan
batasan pengertian PKn yang dirumuskan sebagai suatu seleksi dan
adaptasi dari lintas disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu kewarganegaraan,
humaniora, dan kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan
disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu
tujuan Pendidikan IPS (Somantri, 2001: 59).
Dalam definisi lain, David Kerr mengatakan bahwa citizenship
education dalam arti luas ialah “proces to encompass the preparation of
young people for their roles and responibilities as citizen and in
particular, the role of education (through schooling, teaching, and
learning) in that prepatory process.” Dalam pengertian tersebut
15
dikatakan bahwa PKn memiliki arti khusus sebagai proses pendidikan
yang diwujudkan guna menyiapkan generasi mudanya akan hak-hak,
peran maupun tanggungjawabnya sebagai warga negara (Winarno, 2013:
5). Dalam tataran konseptual, PKn diartikan juga sebagai penyiapan
generasi-generasi muda (siswa) untuk difokuskan menjadi warga negara
yang mempunyai pengetahuan, kecakapan, dan nilai-nilai yang
diperlukan sebagai pedoman dalam berpartisipasi di masyarakat
(Samsuri, 2011: 28).
Selaras dengan beberapa pendapat di atas, PKn (civic education)
dikatakan sebagai mata pelajaran yang bertugas bagaimana membentuk
warga negara yang baik (how a good citizenship). Dikatakan pula, bahwa
PKn ialah mapel yang mempunyai misi dalam pengembangan nation and
character building, citizen empowerment (pemberdayaan warga negara)
yang mempunyai peranan dalam pembentukan civil society (masyarakat
kewargaan). Pengertian tersebut merupakan pengertian PKn paradigma
baru yang mempunyai akar keilmuan yang jelas yakni berbasis pada ilmu
politik, hukum dan filsafat moral/filsafat Pancasila (Cholisin, 2005: 1).
Berdasarkan pendapat para ahli dalam pengertian di atas, dapat
dikatakan bahwa PKn merupakan mata pelajaran yang mempunyai fokus
utama dalam pembentukan warga negara yang baik (good citizenship)
dan berkarakter cerdas, trampil, dan berkarakter sesuai dengan amanat
Pancasila dan UUD 1945.
16
b. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan PKn sebagaimana tertuang dalam lampiran Permendiknas
No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan:
1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi
3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam tujuan yang ketiga, dikatakan bahwa PKn membekali siswa
agar mempunyai skill atau bahkan kemampuan untuk dapat berkembang
secara positif dan demokratis. Selanjutnya, sikap yang hendak
dikembangkan ialah sikap yang sesungguhnya digali dari karakter asli
atau budaya laten bangsa Indonesia. Karakter asli tersebut tercermin
dalam Pancasila sebagai ideologi bangsa yang digagas oleh founding
father (Murdiono, 2012: 49). Oleh karenanya, jika melihat beberapa
tujuan di atas dapat dikatakan bahwa PKn sesungguhnya mengemban
tugas yang sangat penting dalam pembentukan karakter warga negara
melalui pendidikan di sekolah yang diwujudkan sesuai dengan karakter
masyarakat Indonesia. Dengan tujuan tersebut, secara nyata PKn dapat
dikatakan memegang peran strategis dalam pendidikan karakter
khususnya menjadikan warga negara Indonesia menuju good citizenship.
17
Sedangkan menurut NCSS (National Council for The Social
Studies) tujuan PKn, yakni membentuk warga negara yang terinformasi,
analitis, melaksanakan nilai-nilai demokrasi serta ikut serta berperan aktif
dalam masyarakat. Tujuan tersebut dirinci menjadi 11 tujuan yaitu:
1) Knowledge and skills for solving problems. (Pengetahuan dan kecakapan memecahkan masalah)
2) Awarenes of the contemporary fole of science. (Kesadaran peranan kontemporer dari ilmu pengetahuan)
3) Readness for effective economic life. (Kesiapan untuk kehidupan ekonomi yang lebih efektif)
4) Value judgements for a changing world. (Kemampuan mengambil keputusan-keputusan nilai)
5) Receptivity to new facts, ideas and ways of life. (Penerimaan terhadap fakta, gagasan dan hidup yang baru)
6) Participation in decision making. (Partisipasi dalam pembuatan keputusan)
7) Belief in equality and liberty. (Meyakini asas persamaan dan kebebasan)
8) National pride and international cooperation. (Kebanggan nasional & semangat kerjasama internasional)
9) The creative arts and humanistic awarenes. (Seni kreatif dan humanistik)
10) A compassionate citizenry. (Menghargai manusia sebagai manusia)
11) Development and application of demokratic principles. (Pengembangan dan pengetrapan prinsip-prinsip demokrasi)
(Cholisin, 2000: 1.15).
Berbeda dengan dua pendapat di atas, sebagaimana dikutip Nu’man
Somantri bahwa PKn perlu dijabarkan dalam tujuan kurikuler yang
memiliki rincian diantaranya: 1) ilmu pengetahuan; 2) ketrampilan
intelektual yang meliputi bagaimana siswa mampu memiliki ketrampilan
dari yang sederhana menuju ketrampilan yang kompeks, dari
penyelidikan hingga membuat kesimpulan yang valid, dan dari berfikir
yang kritis menuju pemikiran kreatif; 3) berkaitan dengan sikap: nilai,
kepekaan dan perasaan; dan 4) diharapkan siswa mampu memiliki
18
ketrampilan sosial yang diimplementasikan secara trampil dan cerdas
(Cholisin, 2000: 1.19). Beberapa tujuan PKn menunjukkan bahwa PKn
mampu berkembang secara dinamis dan memiliki visi dalam
pengembangan kualitas intelektual dan kualitas moral siswa yang
difokuskan pada pembentukan warga negara yang baik (good citizen)
tanpa lupa menguatkannya dengan nilai-nilai karakter yang
dikembangkan secara positif dan demokratis.
c. Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan
Menyimak tujuan PKn di atas, dapat diketahui bahwa PKn
memiliki tiga fungsi pokok yakni sebagai wahana pengembangan warga
negara yang demokratis yaitu berfungsi mengembangkan kecerdasan
warga negara (civic intellegence), berfungsi dalam membina warga
negara yang memliki sikap tanggung jawab (civic responsibility) serta
berfungsi dalam mendorong warga negara untuk berpaeran serta dengan
terlibat aktif dalam berbagai kegiatan (civic participation). Tiga
kompetensi warga negara tersebut dianggap sejalan dengan tiga
komponen pendidikan kewarganegaran yaitu pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), ketrampilan kewarganegaraan (civic
skill), dan karakter kewarganegaraan (civic disposition) (Winarno, 2013:
19). Uraian tersebut menggambarkan bahwa PKn memiliki fungsi
sebagai wahana dalam membina warga negara yang mampu memiliki
tanggung jawab, partisipasi aktif dan cerdas dalam memberikan kritik
dan masukan pada para penyelenggara negara sebagai upaya membangun
kontrol sehingga ada keseimbangan.
19
Selain itu fungsi PKn yaitu sebagai wahana untuk membentuk
warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa
dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945
(Cholisin, 2011: 4). Dari paparan di atas, dapat dikatakan bahwa fungsi
Pendidikan Kewarganegaraan ialah sebagai wahana dalam
pengembangan peserta didik dalam membentuk insan yang cerdas,
terampil dan berkarakter.
d. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
Cakupan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang
digagas dalam suatu kurikulum nasional dalam lampiran Permendiknas
No. 22 tahun 2006 mempunyai fokus sebagai berikut:
1) Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.
2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-peraturan daerah, norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.
3) Hak Asasi Manusia, meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan penghormatan dan perlindungan HAM.
4) Kebutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri sebagai masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.
5) Konstitusi negara, meliputi proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.
20
6) Kekuasaan dan politik, meliputi pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.
7) Pancasila, meliputi, kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilainilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari, pancasila sebagai ideologi terbuka.
8) Globalisasi, meliputi: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional danorganisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.
Materi yang digambarkan dalam lampiran Permendiknas No. 22
Tahun 2006 di atas dapat dikatakan sangat kompleks dan memiliki akar
keilmuan yang jelas dengan beberapa cakupan ilmu politik, ilmu hukum,
maupun filsafat moral yang menjadi landasan utamanya. Uraian materi
yang telah digambarkan di atas, telah dirinci lagi ke dalam standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Selanjutnya, guru memiliki peran
penting dalam mengembangkan dan mengkreasikan standar kompetensi
dan kompetensi dasar menjadi indikator-indikator penting dalam
ketercapaian kompetensi. Dalam pengembangan perencanaan
pembelajaran inilah nantinya guru hendaknya juga mengembangkan
nilai-nilai karakter dalam pembelajaran sebagai langkah untuk
mendorong suatu pembelajaran yang baik. Pengembangan tersebut
diharapkan mampu menjawab tantangan Pemerintah bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai salah satu penyangga utama dalam
pendidikan karakter mampu mewujudkan misinya dalam menerapkan
nilai-nilai, norma maupun karakter yang baik guna mendorong
perwujudan karakter dalam diri siswa.
21
Di sisi lain, ruang lingkup PKn menurut konsep Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai pengembang Civics mempunyai fokus khusus
dalam materi demokrasi politik yang dijadikan sebagai materi pokok
Pendidikan Kewarganegaraan dengan penambahan aspek pendidikan di
dalamnya (Cholisin, 2000: 1.28). Sedangkan menurut NCSS (National
Council for Social) cakupan Pendidikan Kewarganegaraan memuat di
dalamnya:
1) Cita-cita nasional (ideology). 2) Hal-hal yang baik oleh masyarakat (common good). 3) Proses pemerintahan sendiri (the process of self government). 4) Hak asasi manusia dan warga negara yang dijamin konstitusi. 5) Seluruh pengaruh positif yang berasal dari keluarga, sekolah dan
masyarakat (Cholisin, 2000: 1.27).
Cakupan maupun ruang lingkup mata pelajaran PKn pada dasarnya
berfokus pada akar keilmuan yang jelas sebagaimana dirinci pada
penjelasan-penjelasan di atas tidak terlepas dari rumpun keilmuan yang
ada seperti ilmu politik, ilmu hukum dan filsafat moral yang diharapkan
mampu membentuk karakter warga negara yang baik.
2. Tinjauan tentang Pembentukan Karakter
a. Pengertian Karakter, Pembentukan Karakter dan Pendidikan Karakter
Bila dilihat dari asal katanya dikatakan bahwa istilah karakter
berasal dari bahasa Yunani charassein yang berarti ‘membuat tajam’ atau
membuat dalam. Secara konseptual, istilah karakter dipahami dalam dua
pengertian. Pertama, bersifat deterministik yakni karakter dikatakan
sebagai suatu anugerah (given) yakni sekumpulan kondisi rohaniah
22
dalam diri manusia. Kedua, non deterministik atau dinamis. Karakter
dianggap sebagai suatu kemampuan diri seseorang dalam mengatasi
kondisi rohaniah yang sudah diberikan. Hal tersebut dikatakan sebagai
proses yang dikehendaki seseorang dalam menyempurnakan
kemanusiaannya (Saptono, 2011: 18).
Aristoteles mengatakan bahwa karakter yang baik dapat dilihat
dengan melakukan tindakan yang benar sehubungan dengan diri
seseorang dan orang lain. Sedangkan menurut pengamatan seorang filsuf
kontemporer Michael Novak, karakter merupakan perpaduan harmonis
seluruh budi pekerti yang terdapat pada ajaran-ajaran agama, cerita
sastra, kaum bijaksana dan kumpulan orang berakal sehat yang ada dalam
sejarah” (Lickona, 2013: 72). Pengertian lain dikatakan dalam Kebijakan
Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010 – 2025, bahwa
“karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau
berbuat baik, nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap
lingkungan) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam
perilaku”. Sedangkan menurut Kemdiknas (2011: 8) karakter adalah
perilaku, tindakan yang berakar pada nilai-nilai berdasarkan landasan
tertentu layaknya norma agama, kebudayaan, hukum/konstitusi, adat
istiadat, dan estetika. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat
dikatakan bahwa karakter merupakan ciri khas yang melekat pada pribadi
seseorang atau sekelompok orang yang tercermin dalam suatu
perbuatan/perilaku yang mengandung nilai-nilai tertentu.
23
Pendidikan karakter mulai banyak didengungkan oleh banyak
pakar, akademisi maupun orang-orang yang bergelut dalam dunia
pendidikan. Sebagaimana tertuang dalam Kemdiknas (2011: 8)
“pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan
peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga
peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.” Pendapat lain dikatakan
berbeda oleh Ratna Megawangi bahwa “pendidikan karakter merupakan
sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil
keputusan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi
yang positif kepada lingkungannya” (Kesuma, 2012: 5).
Pengertian pendidikan karakter diungkapkan secara berbeda oleh
Doni Koesoema (2007: 194) dikatakan bahwa pendidikan karakter
sesungguhnya masih bersifat liberatif yaitu sebuah usaha dari individu,
baik secara pribadi (melalui pengolahan pengalamannya sendiri),
maupun secara sosial (melalui pengolahan pengalaman atas struktur
hidup bersama, khususnya, perjuangan pembebasan dari struktur yang
menindas) untuk membantu menciptakan sebuah lingkungan yang
membantu pertumbuhan kebebasannya sebagai individu sehingga
individualitas dan keunikannya dapat semakin dihargai.
Berdasarkan pengertian pendidikan karakter sesungguhnya sudah
dapat diketahui apa yang dimaksud dengan pembentukan karakter.
Pembentukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan proses,
cara, perbuatan membentuk (Pusat Bahasa Depdiknas, 2008). Sedangkan
karakter dapat dikatakan sebagai ciri khas yang melekat pada pribadi
24
seseorang atau sekelompok orang yang tercermin dalam suatu
perbuatan/perilaku yang mengandung nilai-nilai tertentu. Dalam
penelitian ini, pembentukan karakter dapat dikatakan sebagai suatu
tahapan atau proses membentuk karakter melalui pengembangan
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang diwujudkan melalui
proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran. Ketiga
proses tersebut merupakan aspek penting dalam mendorong terwujudnya
karakter siswa yang perlu didukung dengan kultur yang baik dari
sekolah, proses pembiasaan dan pembudayaan, pemberdayaan maupun
melalui proses keteladanan juga pendidikan karakter yang diterapkan
pada sekolah berasrama tersebut. Oleh karena itu, pembentukan karakter
merupakan suatu proses yang ada dalam pendidikan karakter.
b. Nilai-nilai Pembentukan Karakter
Nilai-nilai keutamaan dalam Pendidikan Kewarganegaraan dapat
mendorong penguatan fungsi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata
pelajaran yang terintegrasi dengan pendidikan karakter. Berikut ini
disajikan nilai – nilai karakter utama dan pokok beserta indikator
seseorang dikatakan memiliki karakter tertentu dalam mata pelajaran
PKn berdasarkan Draf Panduan Guru Mata pelajaran PKn: Pendidikan
Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama
(Kemdiknas, 2010: 19-22):
1) Karakter religius. Indikator seorang siswa dapat dikatakan memiliki
karakter religius di antaranya ialah memberikan senyum, sapa, salam,
sopan dan santun; setiap mengawali dan mengakhiri kegiatan maupun
25
mengerjakan tugas-tugas pelajaran berdoa terlebih dahulu;
mengembangkan toleransi beragama dalam keberagaman yang ada;
melaksanakan ibadah dengan baik sesuai dengan
kepercayaan/keyakinan masing-masing; menghormati orang yang
sedang melaksanakan ibadah;
2) Karakter kejujuran. Indikator seorang siswa dapat dikatakan memiliki
karakter jujur di antaranya ialah menepati janji, berkata dan bertindak
dengan benar sesuai dengan fakta yang ada/tidak berbohong;
melakukan pekerjaan berdasarkan kewenangan yang dimiliki;
memiliki komitmen dalam menjaga dan mengekspresikan kebenaran.
3) Kecerdasan. Indikator seorang siswa dapat dikatakan memiliki
karakter cerdas di antaranya ialah siswa berkata dan bertindak secara
benar, cepat, dan akurat; siswa mampu menerapkan pengetahuannya
(knowledge) terhadap sesuatu yang baru.
4) Ketangguhan. Indikator seorang siswa dapat dikatakan memiliki
karakter tangguh di antaranya ialah memiliki sikap dan tindakan untuk
pantang menyerah dalam situasi tertentu/tidak mudah berputus asa;
mampu menyelesaikan permasalahan dan kesulitan yang terjadi
sehingga berhasil meraih tujuan atau cita-citanya.
5) Kepedulian. Indikator seorang siswa dapat dikatakan memiliki
karakter kepedulian di antaranya ialah siswa dapat memelihara
kebersihan, keindahan, dan kelestarian alam; siswa dapat berbagi
dengan berpartisipasi memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan
terhadap orang lain yang dilanda musibah atau kurang beruntung
26
dalam kehidupannya; siswa tidak pasif (tidak bersifat masa bodoh)
melainkan proaktif dengan adanya perubahan keadaan lingkungan.
6) Demokratis. Indikator seorang siswa dapat dikatakan memiliki
karakter demokratis di antaranya ialah siswa menghormati pendapat
dan hak orang lain; tidak memaksakan kehendak kepada orang lain;
melaksanakan musyawarah dalam mengambil keputusan;
mengusahakan musyawarah untuk mencapai mufakat; siswa secara
nyata menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah
sebagaimana mestinya; siswa ikut berperan serta aktif dalam
mengatasi permasalahan publik (termasuk aktif dalam kegiatan
sekolah, memberikan kritik saran yang membangun dalam pembuatan
peraturan kelas, peraturan sekolah, peraturan desa serta peraturan
lainnya).
7) Nasionalis. Indikator seorang siswa dapat dikatakan memiliki karakter
nasionalis yaitu siswa mampu berbahasa Indonesia secara baik dan
benar; menghormati pahlawan, berpartisipasi dalam perayaan hari-hari
besar nasional, mampu menyanyikan lagu-lagu kebangsaan;
melakukan kegiatan pelestarian lingkungan hidup; memiliki sikap
setia kawan terhadap sesama anak bangsa; menggunakan produksi
dalam negeri; mengutamakan persatuan dan kesatuan serta
kepentingan bangsa dan negara dengan mengedepankan semboyan
Bhinekha Tunggal Ika; Memiliki komitmen penuh dan menaruh
kepercayaan serta menjaga Pancasila bukan hanya sebagai
27
philosofische grondslag namun berusaha untuk menjiwainya sebagai
volkgeist dst.
8) Kepatuhan pada aturan sosial, Indikator seorang siswa dapat dikatakan
memiliki karakter tersebut yaitu siswa mampu mematuhi tata tertib
yang berlaku di sekolah; mematuhi nilai, norma, kebiasaan, adat dan
peraturan yang berlaku di sekolah maupun masyarakat; tidak memiliki
sikap anarkhi dan sewenang-wenang.
9) Menghargai keberagaman, Indikator seorang siswa dapat dikatakan
memiliki karakter tersebut yaitu siswa memiliki sikap saling
menghormati menghargai dalam membangun sikap gotong royong;
tidak membeda-bedakan teman dengan latar belakang apapun;
menghargai hasil karya atau produk suku lain, dengan memberikan
suatu apresiasi, mengkoleksi, memakai , atau menyanyikan.
10) Kesadaran akan hak dan kewajiban diri dan orang lain. Indikator
seorang siswa dapat dikatakan memiliki karakter tersebut yaitu siswa
harus memiliki kesadaran untuk bersikap dan bertindak secara adil;
mau bekerja keras untuk belajar dengan tekun dan disiplin;
memelihara keseimbangan dalam memenuhi hak dan melakasanakan
kewajiban; menghargai hak-hak orang lain ; melaksanakan apa yang
telah menjadi suatu kewajiban bagi dirinya.
11) Bertanggung jawab. Indikator seorang siswa dapat dikatakan memiliki
karakter yaitu siswa mempunyai sikap seperti mengerjakan tugas/PR
dengan baik dan tepat waktu; berani menanggung resiko atas apa yang
telah dilakukan; mengerjakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan
28
waktu yang ditetapkan; memiliki kesediaan untuk bersedia meminta
maaf jika melakukan kesalahan terhadap orang lain dan berjanji tidak
mengulangi; bersedia diberikan sanksi atas pelanggaran yang telah
dilakukan.
12) Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif. Indikator seorang siswa
dapat dikatakan memiliki karakter tersebut apabila siswa mampu
memberikan usulan yang masuk akal dengan menggunakan akal yang
sehat dengan mengelaborasikan antara teori dan praktik nyata di
lapangan; memberikan kritik, saran yang bersifat mambangun;
memberikan ide atau gagasan yang baik untuk kepentingan umum.
13) Kemandirian. Indikator seorang siswa dapat dikatakan memiliki
karakter kemandirian di antaranya siswa tidak bergantung pada orang
lain; melaksanakan kegiatan atas dasar kemampuan sendiri;
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter
pada satuan pendidikan telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari
agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab (Kemdiknas,
2011: 8 ).
Pada bagian latar belakang Standar Isi PKn sebagaimana terdapat
dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006, dapat diidentifikasi sejumlah
nilai atau karakter warga negara yang berdimensi civic disposition yaitu:
29
1) memiliki semangat kebangsaan, 2) memiliki karakter demokratis, 3) memiliki kesadaran bela negara, 4) menghargai hak asasi manusia, 5) sikap menghargai kemajemukan bangsa, 6) kesadaran akan kelestarian lingkungan hidup, 7) memiliki tanggungjawab sosial, 8) ketaatan pada hukum, 9) ketaatan pada hukum, 10) ketaatan membayar pajak dan, 11) sikap anti korupsi, kolusi dan nepotisme (Winarno, 2013: 191). Berbagai karakter yang dikembangkan di atas dapat dijadikan
sebagai patokan dalam pengembangan nilai-nilai karakter dalam
perencanaan, proses pelaksanaan, maupun evaluasi pembelajaran PKn.
Selain itu, nilai-nilai yang ada diharapkan tidak hanya dikembangkan
sebagai suatu pemahaman belaka bagi siswa namun perlu dikembangkan
melalui suatu proses yang baik dengan pembiasaan maupun suatu
keteladanan oleh warga sekolah serta memerlukan perwujudan kultur
sekolah yang baik.
c. Langkah-langkah Pembentukan Karakter
Langkah-langkah pembentukan karakter menurut Zulhan dalam
Suharjono (Zuchdi, 2011: 33) melalui knowing the good, feeling the
good, dan acting the good ini dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1) Memasukan pendidikan karakter dalam semua mata pelajaran di sekolah, termasuk dalam pendidikan jasmani dan olahraga.
2) Membuat slogan atau yel-yel yang dapat menumbuhkan kebiasaan semua masyarakat sekolah untuk bertingkah laku baik.
3) Melakukan pemantauan secara kontinyu. Beberapa hal yang perlu dipantau antara lain adalah kedisiplinan masuk sekolah, kebiasaan saat makan di kantin, kebiasaan saat di kelas, kebiasaan dalam berbicara.
30
Berikut tahapan pembentukan karakter yang digambarkan melalui
piramida berbentuk segitiga:
Gambar 1. Tahapan Pembentukan Karakter (Kemdiknas, 2011: 8)
Pembentukan karakter sebagaimana digambarkan oleh Kemdiknas
di atas, dapat diwujudkan melalui 6 tahapan yaitu melalui proses
mengetahui, memahami, membiasakan, meyakini, melakukan sesuai
dengan 1, 2, 3, 4 dan mempertahankannya. Oleh karena itu, pembentukan
karakter bukanlah sesuatu yang mudah namun memang dapat
diwujudkan melalui suatu proses di atas. Dikatakan bahwa pendidikan
karakter merupakan suatu upaya yang terencana dalam menjadikan
peserta didik untuk mengenal, peduli dan adanya suatu proses
internalisasi nilai sehingga peserta didik menjadi berperilaku sebagai
insan kamil (Kemdiknas, 2011: 8).
Sejalan dengan hal di atas, pembentukan karakter harus dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan aspek pengetahuan yang
baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral
31
feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk
kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik (Kemdiknas, 2011: 6).
Keberhasilan pembentukan karakter tidaklah semudah membalikan
telapak tangan, namun perlu suatu proses dan tahapan dalam
mewujudkannya. Melalui sekolah, selain pula keluarga dan masyarakat
sebagai agen utama dalam pembentukan karakter maka dapat dilakukan
suatu proses tersebut. Relevan dengan apa yang diungkapkan oleh David
Brooks bahwa sekolah adalah tempat yang sangat strategis untuk
pendidikan karakter, karena seluruh anak-anak dari semua lapisan
mengenyam pendidikan di sebuah sekolah. Anak-anak tersebut akan
menghabiskan banyak waktunya di sekolah dengan waktu yang teratur
sehingga apa yang didapatkan di sekolah akan mempengaruhi
pembentukan karakter (Dwiyanto & Saksono, 2012: 50-51).
Uraian di atas, dapat dengan jelas dimengerti bahwa lingkungan
sekolah merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan
karakter siswa karena di dalamnya terdapat suatu pendidikan yang
merupakan usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk
mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupun kelompok
dalam rangka mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan (Sugihartono, et.al., 2007: 4). Namun perlu juga mengingat
bahwa siswa dibentuk pula dari lingkungan lainnya seperti lingkungan
keluarga, teman sebaya dan media massa.
32
3. Tinjauan tentang Pengembangan Pembelajaran PKn dalam Pembentukan Karakter Siswa
a. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Karakter
PKn merupakan mata pelajaran yang mengemban misi khusus dalam
pengembangan pendidikan karakter.
PKn sebagai pendidikan karakter dapat dikenali dari konsep, tujuan, fungsi, tuntutan kualifikasi dan keunikan PKn. PKn (Civic Education) adalah pembelajaran yang mengugah rasa ingin tahu dan kepercayaan(trust) terhadap norma – norma sosial yang mengatur hubungan personal dalam masyarakat sebagaimana mengatur partisipasi politik (Cholisin, 2011: 3).
Upaya untuk melakukan sebuah transfer nilai dalam rangka
membentuk perilaku peserta didik merupakan suatu tujuan mulia, hal
tersebut didukung dengan argumentasi penting bahwa “sebuah proses
pendidikan dianggap menghadirkan dua hal utama yang perlu diperhatikan,
yaitu transfer dan transform. Tranfer berkaitan dengan kapasitas intelektual,
sehingga menghasilkan kepandaian bagi peserta didik yang didapatkan
melalui suatu proses pembelajaran. Sedangkan transform mengandung
dimensi perubahan perilaku. Memadukan antara transfer pengetahuan dan
transform perilaku yang mampu menghasilkan kompetensi dan kreativitas
(Kemdiknas, 2011: 17).
Sebagaimana fungsi pendidikan nasional, pendidikan karakter
sesungguhnya dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa (Kemdiknas, 2011: 5). Dari kalimat
tersebut dapat terlihat bahwa pendidikan karakter juga berlandaskan
33
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang memiliki visi serupa.
Pelaksanaan pengembangan pendidikan karakter pada dasarnya dapat
dilihat dalam konteks makro maupun konteks mikro. Dalam konteks makro
maka strategi pengembangan karakter dibagi ke dalam tiga tahapan yaitu:
tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan evaluasi. Pertama, tahapan
perencanaan dilakukan dengan pengembangan karakter yang digali,
diwujudkan, dan diimplementasikan dengan menggunakan berbagai
landasan, diantaranya: pertimbangan (1) filosofis mencakup Pancasila, UUD
1945, dan UU No.20 Tahun 2003 beserta ketentuan perundang-undangan
turunannya; (2) teoretis mencakup teori mengenai otak, psikologis,
pendidikan, nilai dan moral, serta sosial-kultural; (3) empiris mencakup
muatan yang berupa pengalaman dan praktik terbaik, antara lain tokoh-
tokoh, satuan pendidikan unggulan, pesantren, kelompok kultural, dan
seterusnya (Kemdiknas, 2010: 24).
Kedua, tahapan pelaksanaan atau implementasi pendidikan karakter
berlangsung dalam tiga pilar pendidikan atau biasa disebut oleh Ki Hajar
Dewantara sebagai triolgi pendidikan yaitu pendidikan, keluarga dan
masyarakat. Pada tahapan ini, dikembangkan pengalaman belajar dan proses
belajar yang berpusat pada proses pemberdayaan dan pembudayaan yang
merupakan prinsip pendidikan nasional. Dalam tiap-tiap pilar pendidikan
ada dua jenis pengalaman belajar yang dibangun melalui dua pendekatan
yakni perlunya intervensi dengan mengembangkan suasana interaksi belajar
dan pembelajaran yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan
34
pembentukan karakter dengan menerapkan kegiatan yang terstruktur. Hal
tersebut dilakukan agar proses pembelajaran tersebut berhasil sehingga
peran guru sebagai sosok panutan sangat penting dan menentukan
(Kemdiknas, 2010: 24).
Sementara itu, habituasi sangat penting untuk dilakukan demi
menciptakan situasi dan kondisi serta penguatan yang memungkinkan
peserta didik pada satuan pendidikannya, di rumahnya, di lingkungan
masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai dan menjadi
karakter yang telah diinternalisasi dan dipersonalisasi dari dan melalui
proses intervensi. Proses pembudayaan dan pemberdayaan yang mencakup
pemberian contoh, pembelajaran, pembiasaan, dan penguatan harus
dikembangkan secara sistemik, holistik, dan dinamis (Kemdiknas, 2010:
25).
Tahapan ketiga, ialah evaluasi hasil yang dilakukan dengan
mengumpulkan, menganalisis maupun menginterpretasikan program-
program dalam rangka melakukan perbaikan yang berkesinambungan, yang
dibangun dan diimplementasikan dalam rangka mengetahui apakah
pemberdayaan dan pembudayaan karakter yang dilakukan telah berhasil
dengan baik melalui aktualisasi karakter yang sudah ditanamkan? Apakah
menghasilkan suatu sikap karakter yang kuat dan pikiran argumentatif?
Berikut bagan yang disajikan dalam konteks makro pengembangan dan
pembangunan program pendidikan karakter:
35
Gambar 2. Konteks Makro Pendidikan Karakter (Kemdiknas, 2010: 26)
Pendidikan karakter dalam konteks mikro mempunyai fokus utama
dalam bidang pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai garda terdepan
dalam proses pembentukan karakter manusia Indonesia. Jika dalam konteks
makro terdapat 3 pilar pengembang pendidikan karakter, maka dalam
konteks mikro terdapat 4 pilar yang menjadi fokus utama dalam
pengembangan karakter, yaitu program kegiatan belajar-mengajar di kelas,
kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan
pendidikan; kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler, serta kegiatan
keseharian di rumah dan masyarakat (Kemdiknas, 2010: 26).
Pendidikan karakter dalam beberapa tahun terakhir menjadi magnet
dalam proses pengembangan pembelajaran yang diintegrasikan dalam
seluruh mata pelajaran yang ada. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan
mata pelajaran yang mengemban misi khusus dalam pengembangan
pendidikan karakter tersebut. Misi yang lain diungkapkan dalam Cholisin
36
(2011: 3) bahwa PKn memiliki pula misi utama dalam pengembangan
pendidikan politik (pendidikan demokrasi), pendidikan hukum, pendidikan
HAM, dan bahkan sebagai pendidikan anti korupsi. Pendidikan
Kewarganegaraan dan pendidikan agama jelas mempunyai peran dan posisi
strategis dibanding mapel lainnya dalam pendidikan karakter. Kedua mapel
tersebut secara riil merupakan penyangga utama dalam memberikan materi
nilai, sikap maupun norma-norma yang dikembangkan dengan berbagai
metode dan strategi pembelajaran. Dalam kedua mata pelajaran tersebut,
karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran (instructional effect)
dan juga dampak pengiring (nurturant effect). Sedangkan mata pelajaran
lainnya, yang secara formal memiliki fokus selain pengembang karakter,
diwajibkan melakukan pengembangan rancangan pembelajaran guna
mewujudkan nurturant effect bagi perkembangan siswa dalam pembentukan
karakter (Kemdiknas, 2010: 26-27).
Dalam program kegiatan belajar di lingkungan sekolah perlu suatu
kondisi lingkungan fisik dan sosial kultural yang nyaman agar peserta didik
bersama dengan masyarakat sekolah mempu membangun keseharian yang
mencerminkan sikap dan pola perilaku menuju perwujudan karakter yang
diemban oleh sekolah. Dalam kegiatan ko-kurikuler (program belajar di luar
kelas yang terkait langsung pada materi suatu mata pelajaran tertentu) atau
kegiatan ekstra kurikuler (kegiatan pembinaan dan pengembangan
kreatifitas siswa/softskill yang bersifat umum seperti kegiatan
Kepramukaan, Dokter Kecil, Palang Merah Remaja, Pecinta Alam, Liga
Pendidikan Indonesia, dll.) perlu pula proses pembiasaan dan penguatan
37
dalam pemberdayaan maupun pembudayaan dalam rangka pengembangan
dan pembentukan karakter siswa. Di lingkungan kegiatan keseharian rumah
dan masyarakat perlu adanya sosok yang mampu melakukan penguatan
terhadap perilaku berkarakter yang telah mereka dapatkan di satuan
pendidikan seperti melalui orang tua dan tokoh-tokoh masyarakat
(Kemdiknas, 2010: 27). Proses kolaborasi dalam konteks mikro
pengembangan karakter melalui satuan pendidikan yang dikuatkan dalam
keluarga dan masyarakat diharapkan mampu membentuk insan-insan yang
berkarakter. Program pendidikan karakter pada konteks mikro dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. Konteks Mikro Pendidikan Karakter (Kemdiknas, 2010: 28)
Pengembangan nilai/karakter dalam konteks mikro menjadi latar
utama yang wajib difasilitasi oleh berbagai pihak baik Pemerintah Daerah
maupun Kementerian Pendidikan Nasional. Pengembangan budaya satuan
38
pendidikan formal dan non formal perlu menjadi bagian integral dalam
sebagai entitas otonom yang dikonsepsikan dalam manajemen berbasis
satuan pendidikan. Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan
pendidikan formal dan nonformal, perlu diimplementasikan totalitas
pendidikan dengan berbasis pada suatu keteladanan dari anggota-anggota
masyarakat setempat, penciptaan lingkungan dan pembiasaan melalui
berbagai tugas dan kegiatan. Penciptaan lingkungan di satuan pendidikan
formal dan nonformal dapat ditempuh melalui beberapa tahapan seperti:
penugasan, pembiasaan, pelatihan, pengajaran, pengarahan serta
keteladanan (Kemdiknas, 2010: 28-29).
Namun dengan adanya upaya tersebut perlu dukungan orangtua dalam
rangka perwujudan visi tersebut. Oleh karenanya, orang tua juga harus
memiliki peran serta dalam mendidik anak-anak mereka sebagaimana yang
dilakukan oleh lingkungan formal dan nonformal. Tidak hanya orangtua,
komunitas maupun masyarakat juga harus dapat berperan penting dalam
pembentukan karakter anak. Dari paparan tersebut dapat dikatakan bahwa
pendekatan yang dapat dilakukan dalam rangka mewujudkan pendidikan
karakter sesungguhnya dilalui oleh beberapa tahapan yakni keteladanan,
pembelajaran, pemberdayaan dan pembudayaan, penguatan, dan penilaian.
Melalui beberapa tahapan tersebut sesungguhnya upaya membentuk
karakter anak dapat diwujudkan secara optimal.
Pendidikan Kewarganegaraan sesungguhnya dikembangkan dengan
mewujudkan karakter sebagai dampak pembelajaran (instructional effect)
dan juga dampak pengiring (nurturant effect). Bukan hanya dampak
39
pengiring saja sebagaimana terselip dalam banyak mapel namun lebih dari
itu, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki visi pengembangan yang lebih
luas melalui instructional effect yang dimaknai oleh peserta didik dalam
berbagai kegiatan di luar kelas. Dengan begitu, Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki peran dan posisi strategis dalam pengembangan
pendidikan karakter yang sejalan dengan cita-cita tujuan pendidikan
nasional. Oleh karenanya, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki visi pula
dalam pengembangan pendidikan karakter yang utamanya membentuk
watak peserta didik melalui civic culture.
b. Pengembangan Pembelajaran PKn dalam Pembentukan Karakter Siswa
1) Pendekatan dalam Pembelajaran PKn
Pendekatan belajar kontekstual adalah salah satu pendekatan yang
berbasis pada siswa. Pembelajaran kontekstual menggunakan berbagai
metode yang menjadikan karakteristik pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki ciri demokratis. Hal tersebut memperlihatkan
karakteristik pembelajaran PKn paradigma baru yang berciri demokratis
dengan model democratic learning. Beberapa pendekatan dalam
Winarno (2013: 96-100) yang sering digunakan dalam mendukung
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yaitu:
a) Pendekatan berbasis nilai. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
program pendidikan politik mempunyai tujuan untuk membentuk
good citizen. Ukuran warga negara yang baik tentu saja diyakini
sesuai pandangan hidup dan nilai hidup bangsa yang bersangkutan.
Dengan demikian PKn selalu terikat dengan nilai. Nilai itulah yang
40
dijadikan landasan dalam pengembangan warga negara yang
dimaksudkan. Oleh karenanya, value based on education menjadi
esensi dari PKn.
b) Pendekatan berpikir kritis. Berpikir kritis dalam pembelajaran PKn
merupakan upaya pengembangan unsur pemikiran rasional empiris
berdasarkan kegiatan ilmiah dalam rangka mewujudkan warga
negara yang partisipatif dan bertanggungjawab. Kegiatan ini dapat
dihadirkan melalui peran aktif siswa dalam ketrampilan
mengidentifikasi, menganalisis, berargumen maupun mengambil
posisi dalam studi kasus dan persoalan sosial yang ada di tengah
masyarakat. Kegiatan berpikir kritis termasuk dalam civic skill yakni
ketrampilan berpikir kritis siswa atau sering disebut intelektual civic
skill.
c) Pendekatan inquiry. Langkah dalam metode inquiri ini diantaranya
ialah membuat fokus untuk inquiry, menyajikan masalah,
merumuskan kemungkinan penyelesaian, mengumpulkan data,
menilai penyelesaian yang diajukan, dan merumuskan kesimpulan.
Metode pembelajaran yang menerapkan pendekatan ilmiah dalam
rangka mencari, menemukan dan mengatasi masalah sangat penting
dalam menunjang pembentukan sikap siwa untuk peka terhadap
berbagai permasalahan di masyarakat.
d) Pendekatan kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran yang dilakukan siswa dalam belajar dan bekerja sama
dalam kelompok kecil hingga mendapatkan pengalaman belajar
41
optimal yakni pengalaman individu dan pengalaman kelompok.
Esensi pembelajaran ini ialah pembentukan sikap tanggung jawab
individu dan kelompok, sehingga dalam diri siswa terdapat
ketergantungan positif dalam pembelajaran kelompok secara
optimal.
Ragam teknik dan model pembelajaran PKn yang menuntut
perlunya cara pembelajaran yang berpijak pada prinsip-prinsip demokrasi
serta pengembangan nilai-nilai keutamaan PKn cukup banyak untuk
diaplikasikan dalam pembelajaran di kelas. Pembelajaran berbasis
portofolio layak untuk dikembangkan dalam mencapai dampak
pembentukan sikap pada siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan
(Winarno, 2013: 100). Paparan di atas memperlihatkan bahwa
pengembangan pendekatan atau model pembelajaran sangat menentukan
pengaruh pengembangan pembelajaran tersebut pada sikap dan tindakan
siswa. Oleh karena itu, perlu model pendekatan yang variatif guna
mendukung pembentukan karakter pada diri siswa.
2) Pembelajaran PKn dalam Mengembangkan Civic Knowledge, Civic Skill dan Civic Disposition
Dalam pembelajaran PKn, guru perlu memahami bagaimana
menentukan model pembelajaran yang mampu mengembangkan
pengetahuan dan wawasan kewarganegaraan (civic knowledge). Oleh
karena itu penting bagaimana merancang pendekatan, strategi, metode
maupun teknik yang dapat mengembangkan ranah kognitif siswa.
Pengembangan civic knowledge dalam pembelajaran PKn menunjukan
bahwa terdapat kaitan yang erat dan tidak terpisahkan dari dimensi civic
42
skill khususnya dalam sub domain intelektual civic skill. Ketrampilan
intelektual tersebut misalnya dalam melakukan kemampuan menganalisis
dan mendeskripsikan yang dalam kategori Bloom dikatakan dalam ranah
kognitif namun dalam dimensi kompetensi PKn termasuk dalam ranah
intelektual civic skill (Winarno, 2013: 125).
Intelectual civic skill, civic knowledge dan civic skill adalah
substansi yang tidak dapat dipisahkan (inseperable). Civic skill dapat
dibedakan dalam 2 pengertian yakni secara sempit dan luas. Secara luas
civic skill meliputi intelectual civic skill dan participatory civic skill.
Sedangkan civic skill dalam arti sempit hanya mencakup participatory
civic skill atau ketrampilan kewarganegaraan (Winarno, 2013: 163).
Ketrampilan kewarganegaraan yang dimaksud merupakan ketrampilan
yang menuntut siswa untuk mampu berpartisipasi aktif dalam kehidupan
publik sebagai bentuk dari tanggung jawab kewarganegaraannya. Hal
tersebut mencakup ketrampilan berinteraksi, ketrampilan memengaruhi
jalannya pemerintahan, pengambilan keputusan publik, berkoalisi,
mengelola konflik dan sebagainya (Winarno, 2013: 167).
Komponen ketiga, civic disposition sebagai komponen dasar ketiga
civic education menunjuk pada karakter privat dan publik yang berguna
dalam pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional.
Karakter privat meliputi tanggung jawab moral, disiplin diri, dan
penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu.
Sedangkan karakter publik meliputi kepedulian sebagai warga negara,
kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, serta
43
kemauan mendengar, bernegoisasi dan berkompromi. Watak
kewarganegaraan sangat pendting dikembangkan sebagai dampak
pembelajaran dan pengalaman seseorang saat berada di rumah, sekolah,
komunitas dan organisasi-organisasi civil society. Oleh karena itu,
penting sekali pengembangan karakter privat dan publik dalam
membangkitkan pemahaman berdemokrasi yang mensyaratkan adanya
sikap tanggung jawab dari individu. (Winarno, 2013: 177-178).
Dari paparan di atas, sangat jelas bahwa pembelajara Pendidikan
Kewarganegaraan yang berdimensi civic knowlwdge, civic skill dan civic
disposition sangat berguna bagi pembentukan karakter bagi siswa
khususnya karakter privat dan publik.
3) Pengembangan Pembelajaran PKn
Pengembangan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada
dasarnya harus memenuhi tiga aspek yaitu pengetahuan, ketrampilan
(skill), dan pembentukan karakter. Menurut Center for Civic Education
pada tahun1944 dalam Nation Standar Civic and Government, ketiga
komponen pokok tersebut ialah civic knowledge, civic skill dan civic
disposition (Sunarso et.al, 2006: 14).
Dalam Pendidikan Kewarganegaraan paradigma baru dikatakan
bahwa dalam pengembangan kecerdasan intelektual warga negara (civic
intellegence) dimensi yang tercakup di dalamnya seperti dimensi
spiritual, rasional, emosional, sosiokultural dan tanggungjawab warga
negara (Zuriah, 2007: 151). Nilai-nilai karakter tentu sangat penting
dalam pengembangan PKn kedepannya. Nilai-nilai karakter tersebut akan
44
dapat diwujudkan apabila pengembangan pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan diorganisasikan dengan baik. Bahkan dikatakan tidak
hanya mampu mewujudkan satu karakter saja, tetapi dengan
pengorganisasian konten kurikulum dan pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang baik sangat dimungkinkan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan akan menjadikan siswa sebagai manusia Indonesia
yang berkualitas dan punya watak atau kepribadian terpuji, seperti
agamis atau religius, transparan, jujur, disiplin, percaya diri, demokratis,
kritis, cepat tanggap, modern dan tetap menjaga kemajemukan
masyarakat dan bangsa Indonesia (Zuriah, 2007: 150).
Ditegaskan bahwa pembentukan karakter bukanlah suatu
pembelajaran bidang studi namun menjadi bagian yang terintegrasi
dalam keutuhan proses pembelajaran khususnya Pendidikan
Kewarganegaraan. Oleh karena itu, agar penginternalisasian nilai-nilai
karakter dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat
terwujud secara efektif, maka perlu ditetapkan secara eksplisit essensial
value, skills dan knowledge pada Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar (Abidinsyah, 2011: 5). Oleh karenanya, pengembangan Pendidikan
Kewarganegaraan yang terintegrasi dengan penginternalisasian nilai-nilai
karakter memang seyogyanya diwujudkan secara nyata dalam kurikulum
yang ada. Namun hal tersebut juga perlu didukung dengan penanaman
nilai-nilai karakter secara implisit dalam suatu proses pembelajaran.
Beberapa hal di atas sangatlah relevan dengan apa yang dikatakan
dalam The Character Education Partnership (CEP) (Lickona, 2007)
45
bahwa pembentukan karakter dikatakan sebagai bagian dari pendidikan
nilai yang dilakukan melalui sekolah, dengan adanya suatu transformasi
nilai-nilai yang akan diinternalisasikan dalam kegiatan sekolah maupun
kegiatan di luar sekolah yang berguna dalam pengembangan karakter
dalam siswa dalam berbagai hal. Pendapat di atas jelas memperkuat
posisi Pendidikan Kewarganegaraan bahwa pendidikan nilai sebagai
bagian integral dari Pendidikan Kewarganegaraan jelas memiliki dampak
positif dalam pembentukan karakter siswa.
Dari paparan-paparan di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai peran penting dalam
pengembangan pembentukan karakter yang mana nilai-nilai karakter
yang diwujudkan tidak hanya melalui civic knowledge namun juga civic
skill dan civic disposition sebagai basis dalam mendorong sikap dan
tindakan siswa menuju karakter yang baik. Oleh karena itu, perlu adanya
faktor pendukung dalam pengembangan rancangan pembelajaran seperti
silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang diintegrasikan
dengan pengembangan nilai-nilai keutamaan PKn. Sebagai contoh,
pengembangan perumusan tujuan pembelajaran yang mengarah pada
civic skiil dan pencapaian watak kewarganegaraan (civic disposition)
perlu diperhatikan. Di sisi lain penentuan materi ajar yang meliputi
materi jenis prinsip/proposisi dan materi jenis prosedur dan motorik guna
pencapaian intelectual civic skill sangat menentukan keberhasilan
terhadap dampak pembelajaran. Selain tujuan dan materi maka pemilihan
model/pendekatan dan metode mengajar perlu dirancang dengan baik.
46
Strategi atau metode tersebut ialah alternatif kegiatan yang dipilih oleh
guru dalam rangka membantu siswa mencapai kompetensi yang
diharapkan (Gafur, 2012: 172).
Internalisasi nilai-nilai karakter dengan pengembangan secara
eksplisit maupun implisit dalam kurikulum yang dilaksanakan oleh guru
akan berhasil memberikan instructional effect dan nurturant effect
apabila proses pelakasanaan pembelajaran dapat diwujudkan secara
optimal. Evaluasi pembelajaran menjadi bagian penting sebagai ruang
dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan koreksi
terhadap efektivitas pembelajaran. Hal tersebut nantinya dapat membantu
memberikan alternatif pembelajaran kepada siswa dalam rangka
mendapatkan kenyamanan dalam pelaksanaan pembelajaran. Bukan tidak
mungkin, dengan kenyamanan tersebut akan mampu mendorong
terwujudnya karakter yang baik bagi siswa. Evaluasi dalam hal ini bukan
hanya penilaian formal terhadap kualitas RPP namun meliputi aspek
pembelajaran yang dilakukan.
Evaluasi ialah proses sistematis pengumpulan data atau informasi
dengan tujuan untuk memberikan penilaian (judgement) yang dapat
bersifat kuantitatif dan kualitatif. Dari definisi tersebut, sistem evaluasi
atau sistem penilaian dimaksudkan sebagai proses sistematis
pengumpulan data atau informasi baik yang berkenaan dengan proses
maupun hasil pembelajaran untuk digunakan dalam memberikan
penilaian. Berdasarkan uraian tersebut, kegiatan evaluasi merupakan
salah satu komponen pembelajaran yang memegang peranan penting
47
dalam pengembangan pembelajaran tidak terkecuali pembelajaran PKn.
Tanpa melakukan kegiatan evaluasi maka tidak akan tahu ketercapaian
pembelajaran siswa. Sehubungan dengan itu, para guru harus menguasai
konsep dan sistem evaluasi pembelajaran termasuk evaluasi proses dan
hasil dalam pembelajaran (Gafur: 2012: 126-127). Evaluasi pembelajaran
selain ditujukan pada hasil belajar, juga ditujukan pada proses belajar.
Hal tersebut dilakukan agar terjadi kesinambungan guna memperoleh
informasi yang lebih utuh (Muchson AR, 2012: 3).
B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Berikut ini ialah beberapa kajian penelitian yang relevan dengan
penelitian ini, diantaranya ialah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Lysa Hapsari pada tahun 2013 yang berjudul
“Peran Pembelajaran Pkn dan Kegiatan Kepramukaan dalam Membentuk
Karakter Siswa di MAN 1 Yogyakarta”. Hasil penelitian ini menunjukan
peran pembelajaran PKn dalam membentuk karakter pada siswa di MAN 1
Yogyakarta terletak pada strategi guru dalam menciptakan metode
pembelajaran yang menyenangkan antara lain diskusi, ceramah bervariasi,
membuat film dan bermain peran. Adapun peran guru sebagai fasilitator,
motivator, teladan, dan pendidik, walaupun belum sepenuhnya semua peran
dapat dilaksanakan dengan maksimal. Peran kegiatan kepramukaan sendiri
terletak dari peran pembina pramuka dalam menciptakan kegiatan yang
modern, menari serta menantang walaupun belum sepenuhnya mampu
menarik bagi seluruh peserta didik di MAN 1 Yogyakarta. Namun, kegiatan
48
tersebut telah dilaksanakan dengan menggunakan metode pendidikan
kepramukaan antara lain pengamalan kode kehormatan pramuka di setiap
kegiatan, learning by doing, serta penghargaan berupa tanda kecakapan.
Hambatan guru PKn: (1) sulitnya membagi waktu antara menyelesaikan
materi dan menanamkan nilai-nilai sehingga terbentuk karakter; (2)
kurangnya minat peserta didik; (3) beranekaragamnya latar belakang siswa.
Hambatan pembina pramuka: (1) banyak siswa yang tidak suka mengikui
kegiatan pramuka; (2) karakteristik peserta didik yang beranekaragam.
Upaya guru PKn dalam mengatasi hambatan: (1) memperbaiki manajemen
waktu; (2) menugaskan siswa membaca materi di rumah. (3) melakukan
pengematan sepanjang proses pembelajaran. Upaya pembina pramuka: (1)
menciptakan kegiatan yang menarik dan menantang; (2) berbagi
permasalahan yang muncul diselesaikan dengan musyawarah mufakat.
2. Penelitian yang dilakukan M. Miftah pada tahun 2013 dengan judul
“Pengembangan Karakter Anak melalui Pembelajaran Ilmu Sosial” yang
termuat dalam Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun III, Nomor 2, Juni 2013
hlm. 204-217. Hasil penelitian ini menunjukan karakter adalah cara berpikir
dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang dapat
membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan akibatnya.
Pembentukan karakter merupakan amanah UU Sisdiknas Tahun 2003 agar
pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun
juga berkepribadian atau berkarakter sehingga dapat melahirkan bangsa
yang berkarakter dan bernafas nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
49
Memahami pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu
yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Hal ini kini
menjadi perhatian serius pemerintah untuk mengupayakan perbaikan
kualitas pendidikan di Indonesia. Pembelajaran ilmu sosial menjadi salah
satu alternatif dalam upaya mengembangkan, membina karakter dan
menjadikan martabat bangsa yang dapat dibanggakan di hadapan bangsa
lain
3. Penelitian yang dilakukan oleh Abidinsyah pada tahun 2011 yang berjudul
“Urgensi Pendidikan Karakter dalam Membangun Peradaban Bangsa yang
Bermartabat” termuat dalam Jurnal Socioscientia Kopertis Wilayah Xi
Kalimantan Februari 2011, (Volume 3 Nomor 1) hlm. 1-8. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa karakter terbangun dengan sendirinya, tetapi harus
dibangun dan diusahakan melalui pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan
karakter merupakan upaya yang harus dilakukan oleh Indonesia.Ada
beberapa prinsip dasar yang harus dikembangkan dalam pendidikan karakter
yang meliputi: pengorganisasian, pendidikan dan proses belajar, sekolah,
dan keluarga sebagai lingkungan pembudayaan dan pendidikan karakter
yang multi-level, multi-channel, dan multi-setting. Salah satu pengaturan
pendidikan karakter adalah melalui pendidikan formal. Oleh karena itu,
diperlukan adanya suatu kerangka rencana aksi. Strategi alternatif yang
dapat dikembangkan dalam pendidikan karakter yakni melalui kegiatan
belajar mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan pengembangan diri serta
keluarga dan masyarakat. Pendidikan adalah alat yang dianggap oleh
banyak orang sebagai media yang paling efektif untuk menyebarkan
50
karakter. Jika hari ini kita tidak puas dengan hasil pendidikan karakter,
maka perlu adanya orientasi ulang pendidikan kita yakni tujuan dan
pengajaran karakter. Semua pihak harus menyetujui tujuan pendidikan
karakter adalah perubahan perilaku terhadap sikap, kebiasaan, dan perilaku
positif yang akan membentuk insan-insan yang memiliki karakter yang baik.
Ketiga penelitian di atas, dalam penelitian ini akan dijadikan sebagai
acuan dalam mengkaji penelitian yang telah dilakukan. Sebagaimana diuraikan
oleh Abidinsyah (2011) bahwa pendidikan adalah sarana paling efektif dalam
membentuk dan membangun karakter peserta didik di atas tentu sangat relevan
dengan penelitian ini. Pendekatan yang dapat dibangun yaitu melalui kegiatan
belajar mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan pengembangan diri serta
keluarga dan masyarakat. Di sisi lain
Penelitian ini menunjukan pada pengembangan pembelajaran yang
dilihat dari tiga proses penting yaitu pengembangan perencanaan pembelajaran
yaitu Silabus dan RPP, pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan berbagai
pendekatan, dan evaluasi pembelajaran yang meliputi evaluasi hasil dan proses.
Melalui pengembangan pembelajaran PKn tersebut dapat dilihat seberapa besar
pengaruhnya dalam mendorong pembentukan karakter siswa di SMA Pangudi
Luhur van Lith Muntilan. Di sisi lain, juga digali mengenai hambatan dan
Lysa Hapsari (2013) mengungkapkan
bahwa peran pembelajaran PKn dalam membentuk karakter pada siswa terletak
pada strategi guru dalam menciptakan dan menggunakan metode pembelajaran
yang variatif. PKn sebagai cabang dari ilmu sosial menjadi salah satu alternatif
dalam upaya mengembangkan, membina karakter dan menjadikan martabat
bangsa yang dapat dibanggakan di hadapan bangsa lain (M. Miftah, 2013).
51
upaya dalam mengatasi masalah yang ada. Namun, tidak hanya terfokus pada
pengembangan pembelajaran saja yang akan dibahas melainkan juga
pembentukan karakter yang melibatkan banyak elemen baik di sekolah maupun
di asrama serta program-program yang mendorong pembentukan karakter
siswa akan banyak dipaparkan.