30
1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Tegangan lebih transien yang disebabkan oleh proses surja hubungpada saluran transmisi terjadi di sepanjang saluran itu dengan besar tegangan yang berbeda-beda untuk tiap titik pengukuran di sepanjang saluran. Magnitude tegangan lebih transien tersebut dapat merusak bahan isolasi pada peralatan transmisi jika nilainya melebihi SIL (Switch Insulation Level) dari bahan isolasi itu, oleh sebab itu perlu dilakukan upaya untuk meredam tegangan lebih transien. Pustaka yang berhubungan dengan tegangan lebih transient telah dilakukan oleh beberapa peneliti yang diantaranya adalah : 1. Dommel dan Herman (1996) di University of British Columbia mendesain dan mengembangkan sebuah program komputer untuk menyelesaikan permasalahan transien pada sistem tenaga listrik. Program komputer tersebut dinamakan EMTP (Electromagnetic Transients Program). 2. Marti (1998) dengan metode Frequency Dependent Profile (FDProfile) melakukan kajian mengenai profile tegangan lebih transien pada saluran transmisi 230 kV dan menyatakan bahwa tegangan lebih transien tersebut terjadi tidak hanya di ujung-ujung saluran tapi juga di sepanjang saluran transmisi dengan profil dan karakteristik tegangan yang berbeda-beda.

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustakadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/19/jtptunimus-gdl-s1-2008... · J.H. Brunke (1990) telah melakukan Tugas Akhir dengan topik aplikasi arrester

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Tegangan lebih transien yang disebabkan oleh proses surja hubungpada

saluran transmisi terjadi di sepanjang saluran itu dengan besar tegangan yang

berbeda-beda untuk tiap titik pengukuran di sepanjang saluran. Magnitude tegangan

lebih transien tersebut dapat merusak bahan isolasi pada peralatan transmisi jika

nilainya melebihi SIL (Switch Insulation Level) dari bahan isolasi itu, oleh sebab itu

perlu dilakukan upaya untuk meredam tegangan lebih transien.

Pustaka yang berhubungan dengan tegangan lebih transient telah dilakukan

oleh beberapa peneliti yang diantaranya adalah :

1. Dommel dan Herman (1996) di University of British Columbia mendesain dan

mengembangkan sebuah program komputer untuk menyelesaikan permasalahan

transien pada sistem tenaga listrik. Program komputer tersebut dinamakan EMTP

(Electromagnetic Transients Program).

2. Marti (1998) dengan metode Frequency Dependent Profile (FDProfile)

melakukan kajian mengenai profile tegangan lebih transien pada saluran transmisi

230 kV dan menyatakan bahwa tegangan lebih transien tersebut terjadi tidak

hanya di ujung-ujung saluran tapi juga di sepanjang saluran transmisi dengan

profil dan karakteristik tegangan yang berbeda-beda.

2

3. Ali. T. Imece (1996)yang tergabung dalam IEEE Modelling and Analysis of

System Transien Working telah melakukan Tugas Akhir mengenai tegangan lebih

transien pada gardu induk tegangan tinggi 230 kV.

4. L.F. Woodruff (1983), telah melakukan Tugas Akhir mengenai tegangan transien

dengan menggunakan metode gelombang berjalan.

5. J.H. Brunke (1990) telah melakukan Tugas Akhir dengan topik aplikasi arrester

untuk pengendalian tegangan transien akibat operasi pensaklaran (switching).

Sedangkan materi kajian pada Tugas Akhir ini adalah menganalisis tegangan lebih

transien yang terjadi di sepanjang saluran transmisi karena surja hubung dengan

menggunakan EMTP, yang mana akan melengkapi materi kajian yang belum

dibahas.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Tegangan Lebih

Suatu sistem tenaga listrik bisa mengalami gangguan yang dapat

mengakibatkan terhentinya penyaluran daya listrik. Salah satu penyebab gangguan

yang mungkin terjadi adalah rusaknya sistem isolasi karena pengaeuh tegangan lebih

akibat operasi pensaklaran maupun akibat surja hubung. Oleh karena itu, dalam

pengoperasian sistem tenaga listrik perlu perhatian khusus pada sistem proteksi

terhadap tegangan lebih (Arismunandar, 1990). Tegangan lebih adalah tegangan

yang hanya dapat ditahan untuk waktu yang terbatas (Sirait dan Zorro, 1987).

3

Ditinjau dari bentuknya ada dua jenis tegangan lebih, yaitu :

a. Tegangan lebih periodik

b. Tegangan lebih aperiodik

Berdasarkan sebabnya ada dua jenis penyebab, yaitu :

a. Sebab luar

b. Sebab dalam

Tegangan lebih berdasarkan sumbernya menurut IEC, ditimbulkan oleh :

a. Tegangan lebih petir (lightning over voltage) pada peralatan listrik

bai sambaran langsung, tidak langsung, maupun secara induksi.

b. Tegangan lebih surja hubung (switching over voltage) baik akibat

operasi penutupan maupun operasi pembukaan.

c. Tegangan lebih sementara (temporary over voltage) yang

disebabkan oleh sistem

Magnitude tegangan lebih tersebut di atas sangat berpengaruh terhadap

ketahanan isolasi peralatan. Ketahanan isolasi peralatan sistem tenaga listrik

terhadapa tegangan lebih yang disebabkan oleh surja hubung disebut tingkat isolasi

dasar (TDL) atau basic insulator level (BIL)yaitu kekuatan isolasi impuls referensi

level yang menurut IEC-71-1 dinyatakan dalam impuls crest-voltage dengan bentuk

gelombang standar 1,2/50 mikro detik.

Ketahanan isolasi terhadap surja hubung disebut switch insulator level, yaitu

tingkat ketahanan isolasi terhadap surja hubungdengan bentuk gelombang standard

250x25000 mikro detik.menurut IEC (international elektrotechnical commision)-71-

2 besarnya BIL dan SIL untuk peralat bertegangan 525 kV adalah 1425 kV dan 1175

4

kV. Tingkat ketahanan isolasi pada suatu sistem tenaga listrik biasanya ditentukan

oleh tegangan lebih petir, surja hubung dan frekuensi.

2.2.2. Surja Petir

Adalah gejala tegangan lebih transien yang disebabkan oleh proses surja

hubung pada senuah saluran transmisi.

Bentuk gelombang surja petir atupun surja hubung dapat didefinisikan

sebagai tegangan impuls yaitu, tegangan yang naik dalam waktu singkat sekali

disusul dengan penurunan yang lambat menuju nol, yang dinyatakan dalam bentuk

persamaan (Arismunandar, 1994) :

V = Vo (e-at – e-bt) (2.1)

dengan :

V = tegangan osilasi

Vo = tegangan sistem

a dan b = konstanta yang diperoleh dari rangkaian

Muka gelombang didefinisikan sebagai bagian dari gelombang yang dimulai

dari titik nol nominal sampai ke titik puncak, sedangkan sisanya disebut ekor

gelombang.

Tegangan lebih transien yang terjadi akibat proses pemeberian tenaga pada

sebuah saluran transmisi dalam keadaan tanpa beban bisa mencapai 1,5 – 2,5 kali

tegangan nominal pada ujung penerima, tergantung karakteristik saluran transmisi

yang dipakai.

Gambar 2.1. Bentuk Gelombang Surja Hubung

T1 = muka gelombang,

T2 = ekor gelombang

2.2.3. Transien

Adalah periode peralihan selama arus-arus cabang dan tegangan-tegngan

elemen berubah dari nilai semula menjadi nilai baru akibat dari perubahan sumber

tegangan atau perubahan elemen-elemen rangkaian. Dan stelah transien berlalu,

keadaan rangkaian disebut tunak (steady state) (Joseph A. Edminister, 1995). Pada

saat terjadi transien, komponen-komponen dalam sistem tenaga listrik mengalami

tekanan yang sangat besar berupa arus dan tegangan. Tegangan yang ditimbulkan

berupa tegangan lebih transien dan magnitudenya dapat mengakibatkan kerusakan

pada komponen sistem.

5

Transien pada rangkaian R-L

L

R

V

Gambar 2.2. Rangkaian R-L Seri

Bila V = Vm Sin (ωt + θ) dimasukan ke dalam rangkaian dengan cara

menutup saklar S pada t = 0, maka tegangan yang terpasang pada rangkaian adalah

Vm Sin θ. Hal ini karena S menutup pada titik tertentu, sudut θ akan mempunyai

nilai dari θ sampai 2π. Resultan arus (i) terdiri dari arus steady state (is) arus transien

(it).

i = is + it

Harga maksimal arus steady state adalah :

Im = Vm/ R2+Xl2 = Vm/Z

Z merupakan impedansi rangkaian. Arus tertinggal terhadap tegangan sebesar θ

dengan θ = Xl/R atau θ = tan-1(Xl/R).

Persamaan untuk harga sesaat dari arus steady state menjadi :

Is = Im sin { Sin ωt +(θ - Φ)]

6

Sedangkan arus transient dirumuskan sebagai berikut :

it = Io.e-t/λ

Sehingga arus resultannya menjadi :

i = Im sin{Sin ωt +(θ - Φ)} + Io.e-t/λ

Untuk t = 0 dan i = 0, diperoleh :

0 = Im sin (θ - Φ) + Io

Sehingga :

Io = -Im sin (θ - Φ)

Maka persamaan arus resultannya menjadi :

i = Im sin{Sin ωt +(θ - Φ)}- {Im sin (θ - Φ)}e-t/λ

Dari persamaan tersebut terlihat bahwa bentuk gelombang arus resultan dipengaruhi

oleh sudut θ dan waktu pada saat saklar S ditutup.

Transien pada rangkaian R-C

C

R

V

Gambar 2.32. Rangkaian R-C Seri

7

8

Pada kasus ini, resultan arus didefenisikan sama seperti pada rangkaian R-L yaitu :

I = is + it

= Im sin{Sin ωt +(θ - Φ)} + Io.e-t/λ

Di mana :

Im = Vm/ R2+Xl2

V = Vm Sin (ωt + θ)

Nilai Io diperoleh dari kondisi mula-mula (t = 0, i = 0) dengan

Io = -Im sin (θ - Φ)

Sehingga resultan arusnya menjadi :

i = Im sin{Sin ωt +(θ - Φ)}- {Im sin (θ - Φ)}e-t/λ

Transien pada rangkian R-L-C

Rangkaian RLC seperti terlihat pada gambar, baik energi elektromagnetik

maupun elektrostatik terlibat di dalamnya, sehingga perubahan kondisi yang

mendadak pada rangkaian melibatkan redistribusi kedua bentuk energi tersebut.

Arus transien yang dihasilkan karena redistribusi ini dikenal dengan sebutan transien

energi ganda (doeble energi transient). Arus yang dihasilakan sebagai arus non

direksional atau arus osilasi yang menurun. Dalam rangkaian RLC tegangan transien

terjadi pada ketiga parameter rangkaian, sehingga persamaan tegangan transiennya

adalah :

i.R + L di/dt + q/C = 0

Diperoleh persamaan diferensial sebagai berikut :

d2i/dt2 + R/L.di/dt + i/LC = 0

9

Penyelesaian dari persamaan di atas adalah

it = k1.eλ1t + k2.eλ2t

di mana k1 dan k2 adalah konstanta rangkaian. Sedangkan nilai λ1 dan λ2 ditentukan

oleh persamaan :

λ1 = -R/2L + (R2/4L2) – (1/LC)

dan,

λ2 = -R/2L - (R2/4L2) – (1/LC)

Sesuai dengan nilai λ1 dan λ2 ada empat kondisi rangkaian RLC yang berbeda yaitu

pada saat R = 0, 1/LC < R2/4L2, 1/LC > R2/4L2, dan pada saat 1/LC = R2/4L2.

2.2.4. Analisis Transien : Gelombang Berjalan

Gejala tegangan lebih transien akibat surja hubung pada saluran transmisi

dapat diselesaikan dengan membuat rangkaian ekivalen satu fase, sehingga tiga fase

saluran transmisi diasumsikan sebagai satu fasa tunggal. Metode rangkaian fasa

tunggal ini dapat digunakan untuk menentukan tegangan lebih transien pada saluran

transmisi, jika dilakukan pendekatan, pemutus tenaga pada masing-masing fasa

menutup secara serentak.

Tegangan lebih transien yang terjadi pada saluran transmisi bertambah

nilainya, karena adanya sifat yang saling berhubungan satu sama lain pada saluran 3

fasa. Pemutus tenaga yang terdapat pada jaringan 3 fasa, pada hakekatnya menutup

secara tidak serentak (non simultaneous), sehingga nilai tegangan maksimum yang

terdapat di sepanjang saluran bervariasi menurut waktu menutupnya pada masing-

masing fasa.

Studi tentang surja hubung pada saluran transmisi adalah sangat kompleks,

sehingga pada Tugas Akhir ini hanya mempelajari kasus suatu saluran yang tanpa

rugi-rugi. Suatu saluran tanpa rugi-rugi adalah representasi yang baik dari saluran-

saluran frekuensi tinggi di mana ωL dan ωC menjadi sangat besar dibandingkan

dengan R dan G. Untuk surja hubung pada saluran transmisi daya, studi saluran

tanpa rugi-rugi merupakan penyerdehanaan yang memungkinkan untuk memahami

beberapa gejala surja hubung tanpa terlalu melibatkan diri pada teori-teori yang

terlalu rumit.

Pendekatan yang dipilih untuk persoalan ini sama seperti yang telah

digunakan untuk menurunkan hubungan-hubungan tegangan dan arus dalam keadaan

steady state untuk yang saluran panjang dengan konstanta-konstanta yang tersebar

merata. Kita akan mengukur jarak x sepanjang saluran dari ujung pengirim ke dalam

elemen deferensial dengan panjang ∆x yang diperlihatkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Model dari sebuah saluran transmisi

10

Keterangan :

R = hambatan per satuan panjang

L = induktansi per satuan panjang

C = kapasitansi per satuan panjang

G = konduktansi per satuan panjang

Tegangan V dan I adalah fungsi-fungsi x dan t bersama-sama, sehingga kita

perlu menggunakan turunan sebagian. Persamaan jatuh tegangan seri di sepanjang

elemen saluran adalah

xti

LRixxV

∆⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

∂∂

+=∆∂∂

(2.2)

demikian pula halnya :

xtV

CGvxxV

∆⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

∂∂

+=∆∂∂

(2.3)

Persamaan dan tersebut di atas dapat dibagi dengan ∆x, dan karena hanya

membahas suatu saluran tanpa rugi-rugi, maka R dan G akan sama dengan nol

sehingga didapatkan :

ti

LxV

∂∂

=∂∂

(2.4)

dan

tV

Cxi

∂∂

=∂∂

(2.5)

Sekarang variabel i dapat dihilangkan dengan menghitung turunan sebagian

kedua suku dalam persamaan (2.4) terhadap x dan turunan sebagian kedua suku

11

dalam persamaan (2.5) terhadap t. Prosedur ini menghasilkan pada kedua

persamaan yang dihasilkan, dan dengan mengeliminir turunan sebagian kedua dari

variabel i dari kedua persamaan tersebut, didapatkan :

txi ∂∂∂ /2

2

2

2

2

.1

tV

xV

LC ∂∂

=∂∂

(2.6)

Persamaan (2.6) ini adalah yang dinamakan persamaan gelombang berjalan

suatu saluran tanpa rugi-rugi. Penyelesaian persamaan ini adalah fungsi dari (x-vt),

dan tegangannya dinyatakan dengan :

V = f1(x-vt) + f2(x+vt) (2.7)

Yang merupakan suatu penyelesaian untuk terjadinya komponen-komponen

ke depan dan ke belakang sebuah gelombang berjalan secara bersamaan pada sebuah

saluran tanpa rugi-rugi. Variabel v yang menyatakan kecepatan gelombang berjalan

dapat dinyatakan dengan :

LC

v1

= (2.8)

dengan :

v = kecepatan rambat gelombang (m/s)

L = induktansi saluran (H/m)

C = kapasitansi saluran (F/m)

Jika gelombang yang berjalan ke depan, yang disebut juga dengan gelombang

datang, dinyatakan dengan :

V+ = f1(x-vt) (2.9)

12

Suatu gelombang arus akan ditimbulkan oleh muatan-muatan yang bergerak

dan dapat dinyatakan dengan :

i+ = ( )vtxfLC

−11

(2.10)

dari persamaan (2.9) dan persamaan (2.10) didapatkan bahwa :

CL

iV

=+

+ (2.11)

Perbandingan antara V dan i dinamakan impedansi karakteristik atau

impedansi surja (ZC) dari saluran tanpa rugi-rugi.

Jika suatu tegangan v(t) diterapkan pada salah satu ujung saluran transmisi

tanpa rugi-rugi, unit kapasitasi C pertama dimuati pada tegangan v(t). Kapasitansi ini

kemudian meluah kedalam unit kapasitansi berikutnya melalui induktansi L. proses

bermuatan-peluahan (charge-discharge) ini berlanjut hingga ujung saluran dan

energi gelombang dialihkan dari bentuk elektronik (dalam kapasitansi) ke bentuk

magnetik (dalam induktansi). Jadi, gelombang teganan bergerak maju secara gradual

ke ujung saluran dengan menimbulkan gelombang arus ekivalen juga. Propagasi

gelombang tegangan dan arus ini disebut gelombang berjalan (travelling wave) dan

gelombang ini keluhatan seolah-olah tegangan dan arus berjalan sepanjang saluran

dengan kecepatan yang diberikan oleh persamaan (2.8).

Saat gelombang yang berjalan pada suatu saluran transmisi mencapai titik

transisi, seperti suatu rangkaian terbuka, rangkaian hubungan singkat, suatu

sambungan dengan saluran lain atau kabel, belitan mesin, dan lain-lain, maka pada

titik itu terjadi perubahan parameter saluran. Akibatnya sebagaian dari gelombang

berjalan bergerak melewati bagian lain dari rangkaian. Pada titik transisi, tegangan

13

atau arus dapat berharga nol sampai dua kali harga semula tergantung pada

karakteristik teminalnya. Gelombang berjalan asal (impinging wave) disebut

gelombang datang (incident wave) dan dua macam gelombang lain yang muncul

pada titik transmisi disebut dengan gelombang pantul (reflected wave) dan

gelombang maju (transmitted wave). Gelombang-gelombang tersebut diilustrasikan

pada gambar 2.5 di bawah ini.

Gambar 2.5 Gelombang Pantul dan Maju dari Suatu Gelombang Datang pada titik Sambungan dari Dua Impedansi yang Berbeda

2.2.5. Analisis Transien : Gelombang Pantul.

Di sini akan dibahas apa yang akan terjadi jika suatu tegangan pertama-tama

dihubungkan pada ujung pengirim suatu saluran transmisi yang ditutup dengan suatu

impedansi ZR .

Jika saklar ditutup dan suatu tegangan terhubung pda suatu saluran, suatu

gelombang tegangan V+ mulai berjalan sepanjang saluran dikikuti oleh suatu

gelombang arus i+. Perbandingan antara VR dan iR di ujung saluran pada setiap saat

14

harus sama dengan resistansi penutup ZR. Oleh karena itu kedatangan V+ dan i+ di

ujung penerima di mana nilai-nilainya adalah VR+ dan iR

+ harus menimbulkan

gelombang-gelombang yang berjalan ke belakang atau gelombang-gelombang

pantulan V- dan i- yang nilai-nilainya di ujung adalah VR- dan iR

- sedemikian

sehingga,

RR

RR

R

R

iiVV

iV

−+

−+= +

+

(2.12)

di mana VR- dan iR

- adalah gelombang-gelombang V- dan i- yang diukur pada ujung

penerima.

Jika dibuat ZC = CL / didapat dari persamaan (2.11) :

c

RR Z

Vi

+=+ (2.13)

dan

c

RR Z

Vi

−− −= (2.14)

Kemudian dengan memasukkan nilai iR+ dan iR- ke dalam persamaan (2.12)

dihasilkan persamaan :

+−

+−

= RR

RR V

cZZcZZ

V . (2.15)

Koefisien pantulan ρR untuk tegangan pada ujung penerima saluran

didefnisikan sebagai VR-/VR

+, jadi :

cZZcZZ

R

RR +

−=ρ (2.16)

dengan :

15

ρR = koefisien pantulan pada ujung penerima

ZR = impedansi ujung penerima

ZC = impedansi karakteristik (impedansi surja)

Jika saluran ditutup dengan impedansi karakteristiknya ZC, terlihat bahwa

koefisien pantulan untuk sama dengan nol, sehingga tidak ada gelombang pantulan,

dan saluran berlaku seakan-akan panjangnya tidak terhingga.

Jika ujung saluran merupakan suatu rangkaian terbuka ZR adalah tak

terhingga dan didapatkan harga ρR sama dengan 1 (satu). Dengan demikan tegangan

yang terjadi pada ujung penerima menjadi 2 kalinya tegangan pada sumber tegangan

atau pada ujung pengirim.

Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa besar tegangan lebih transien

sangat tergantung pada impedansi karakteristik (ZC = CL / ), dimana impedansi

karakteristik tersebut sangat berpengaruh terhadap koefisien pantulan ρR.

Semakin besar nilai C (kapasitansi saluran) maka akan semakin besar juga

tegangan lebih transien yang ditimbulkan. Tetapi tegangan lebih transien tersebut

dapat diperkecil dengan cara menambahkan nilai L (induktansi) ke dalam saluran

transmisi, sehingga ZC akan menjadi lebih besar yang pada akhirnya akan

memperkecil koefisien pantulan (ρR). Penambahan nilai L (induktansi) ke dalam

saluran transmisi dilakukan dengan cara memasang reaktor shunt pada ujung

pengirim saluran transmisi.

Harus diperhatikan di sini bahwa gelombang-gelombang yang berjalan

kembali ke arah ujung pengirim akan menyebabkan pantulan-pantulan baru yang

16

ditentukan oleh koefisien pantulan pada ujung pengirim ρS dan imedansi ujung

pengirim ZR.

cZZcZZ

S

SS +

−=ρ (2.17)

dengan :

ρS = koefisien pantlan pada ujung pengirim

ZR = impedansi ujung pengirim

ZC = impedansi karakteristik (impedansi surja)

Oleh karena itu pemasangan reaktor pada ujung pengirim selain berpengaruh

pada nilai impedansi surja (ZC) juga berpengaruh pada nilai impedansi pengirim

(ZR). Sehingga hubungan antara nilai induktansi reaktor dan tegangan lebih transien

yang terjadi tidak akan linear.

2.2.6. Parameter Saluran

a. Resistansi

Resistansi dari suatu penghantar saluran transmisi adalah penyebab yang terpenting

dari rugi-rugi daya pada saluran transmisi tersebut. Jika tidak ada keterangan lain,

maka yang dimaksudkan dengan istilah resistansi adalah resistansi efektif. Resistansi

efektif dari sebuah penghantar saluran transmisi adalah (Stevenson, 1996):

R = 22I

dayarugi ohm (2.18)

Dengan daya dinyatakan dalam watt dan I adalah arus rms pada penghantar dalam

ampere. Resistansi efektif sebuah penghantar adalah sama dengan resistansi arus

17

searah (DC) dari penghantar tersebut jika terdapat distribusi arus yang merata di

seluruh penghantar. Resistansi DC diberikan oleh persamaan sebagai berikut :

Ro = A

l.ρ ohm (2.19)

dengan :

ρ = hambatan jenis penghantar

L = panjang penghantar

A= luas penampang penghantar

b . Induktansi

Suatu penghantar transmisi yang dialiri listrik akan menghasilkan fluks

gandeng atau fluks linkages persatuan arus saluran sepanjang penghantar tersebut.

Bila jarak masing-masing penghantar pada suatu saluran transmisi 3 fasa tidak sama,

maka GMD (Geometric Mean Distance) dapat diperoleh dengan persamaan sebagai

berikut :

Deq = 3312312 .. ddd (2.20)

Dengan : d12, d23, d31 = jarak antar fasa

18

Gambar 2.7. Penampang Saluran 3 fasa dengan Jarak Pemisah tak Sama

Harga GMD untuk penghantar berkas (bundle conductor) berbeda-beda

sesuai dngan jumlah subkonduktor yang terpasang di dalam penghantar berkas

tersebut, sebagai contoh misalnya :

- Untuk berkas dengan 2 penghantar

D = dDs.

- Untuk berkas dengan 3 penghantar

D = 3 2.dsD

- Untuk berkas dengan 4 penghantar

D = 4 3..09,1 dsD

Dengan :

D = GMD dari penghantar berkas

Ds = GMD penghantar yang membentuk berkas (diperoleh dari tabel)

d = jarak antar penghantar adal satu berkas penghantar

Maka besar induktansi pada masing-masing fasa penghantar dapat dihitung

sebagai berikut : 19

L = 2.10-7.lnD

Deq [H/m] (2.21)

Sedangkan untuk harga reaktansi untuk tiap fasa penghantar dapat dihitung dengan

persamaan sebagai berikut :

XL = 2.π.f.L [ohm/m] (2.22)

Dengan : f = frekuensi jala-jala

Jarak pemisah antar saluran yang tidak sama mengakibatkan fluks gandeng

dan induktansi pada masing-masing fasa menjadi berlainan. Suatu induktansi yang

berbeda pada setiap fasa menghasilkan sebuah rangkaian yang tidak seimbang.

Keseimbangan dari ketiga fasa tersebut dapat dikembalikan dengan cara menukar

kedudukan-kedudukan penghantar pada selang jarak yang teratur disepanjang

salurana sedemikin hingga setiap penghantar akan menduduki posisi semula

penghantar yang lainnya pada suatu jarak yang sama. Pertukaran posisi penghantar

semacam itu disebut transposisi. (Stevenson, 1996).

Gambar 2.8. Transposisi Saluran

20

c. Kapasitansi

Suatu penghantar pada saluran transmisi mempunyai beda potensial antara

penghantar yang satu dengan penghantar yang lainnya. Akibat dari beda potensial

tersebut, maka penghantar-penghantar tersebut akan bersifat seperti kapasitor, yaitu

apabila dua buah penghantar yang mempunayi beda potensial dan dipisahkan oleh

suatu ruang bebas atau beban dielektrik, maka akan menghasilkan muatan kapasitif

di antara kedua penghantar tersebut. Besar kapasitansi antar penghantar adalah

(Stevenson, 1996) :

Cab = ( )rDk

ln

.π F/m (2.23)

Sedang harga kapasitansi ke penghantar netral salah satu dari dua kapasitansi

seri yang sama atau dua kali kapasitansi antar saluran, sehingga ;

Cn = Can = Cbn = ( )rD

k

ln

..2 π F/m (2.24)

Dengan :

k = konstanta dielektrik (permitivitas) = 8,855.10-12 F/m

D = jarak antara kedua penghantar

r = jari-jari penghantar

21

Gambar 2.9. Representasi Kapasitansi

Harga kapasitansi antara saluran penghantar ke netral untuk saluran tiga fasa adalah

sebagai berikut :

Cn = ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

reqDk

ln

..2 π F/m (2.25)

Dengan :

Deq = GMD saluran

= 3312312 .. ddd

k = konstanta dielektrik (permitivitas) = 8,855.10-12 F/m

r = jari-jari penghantar

22

Jika saluran penghantar tiga fasa tersebut merupakan penghantar berkas maka harga

kapasitansi ke netralnya adalah sebagai berikut :

Cn = ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

DeqDk

ln

..2 π F/m (2.26)

Dengan harga D tergantung pada jumlah saluran dalam satu berkas, yaitu sebagai

berikut :

- Untuk berkas dengan 2 penghantar

D = dr.

- Untuk berkas dengan 3 penghantar

D = 3 2.dr

- Untuk berkas dengan 4 penghantar

D = 4 3..09,1 dr

Dengan :

r = jari-jari penghantar yang menyusun berkas

d = jarak antar penghantar dalam satu berkas

Jika pengaruh bumi tidak diabaikan, dengan menggunakan metode bayangan untuk

menghitung kapasitansi antara saluran penghantar ke netral, maka persamaan (2.26)

menjadi :

Cn =

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

3 321

3 312312

....

lnln

..2

hhhhhh

DeqD

kπ F/m (2.27)

Setelah harga kapasitansi diketahui, maka harga reaktansi kapasitif dapat

dihitung, yaitu sebagai berikut :

23

Xc = Cf ...2

ohm/m (2.28)

Gambar 2.10. Saluran Tiga Fasa dengan Bayangannya.

2.2.7. Metode Penyelesaian dengan EMTP

EMTP (Electromagnetic Transients Program) adalah sebuah paket program

komputer terintegasi yang secara khusus didesain untuk meyelesaikan permasalahan

peralihan (transient) pada sistem tenaga listrik untuk rangkaian terkonsentrasi,

rangkaian terdistribusi, atau kombinasi dari kedua rangakian tersebut.

Program ini pertama kali dikembangkan oleh H.M. Dommel di Munich

Institute of Technology pada awal tahun 1960-an. H.M. Dommel melanjutkan

pekerjaan tersebut di BPA (Bonneville Power Administration) dan bekerja sama

dengan S. Meyer. Sekitar tahun 1980, EMTP menjadi program yang diminati oleh

banyak perusahaan listrik.

24

Seperti telah disebutkan di atas, EMTP lebih ditekankan untuk menyelesaikan

persoalan-persoalan peralihan pada sistem tenaga listrik, namun demikian EMTP

juga dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan tenaga listrik dalam keadaan

tunak. EMTP menjadi sangat baik jika digunakan untuk menganalisis transien pada

operasi surja hubung (switching surge) atau surja petir (lightning surge) karena

program ini secara khusus menyediakan fasilitas pemodelan untuk generator, circuit

breaker, transformator, sumber surja petir dan pemodelan berbagai jenis saluran

transmisi.

a. Resistor

Karena resistor tidak mempunyai waktu awal (past history) pada rangkaian

ekivalennya, maka hubungan antara tegangan dan arus yang melewatinya adalah

sebagai berikut :

Rtv

ti)(

)( = (2.29)

Rangakaian ekivalennya dapat digambarkan sebagai berikut :

25

Gambar 2.11. Rangkaian Ekivalen Sebuah Resistor

b. Induktor

Hubungan antara tegangan dan arus pada sebuah induktor dinyatakan oleh

persamaan sebagai berikut :

dtdi

Ltv =)( (2.30)

dengan :

v = tegangan induktor

L = induktansi induktor

I = arus pada induktor

T = waktu

Sehingga arus di induktor mempunyai bentuk persamaan :

26

∫+=t

dttvL

iti0

).(1

)0()( (2.31)

dengan :

i(0) = nilai arus awal.

Jika t diambil sebagai time step maka persamaan (2.31) menjadi : ∆

∫∆−

+∆−=t

ttdttv

LttIti ).(

1)()( (2.32)

dengan menggunakan integral aturan trapezoidal, persamaan (2.32) menjadi :

[ ]2

)()(1

)()(t

ttvtvL

ttiti∆

×∆−++∆−= (2.33)

atau

)(2

)()(.2

)( ttvLt

ttitvLt

ti ∆−∆

+∆−+∆

= (2.34)

persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi :

LL

IR

tvti +=

)()( (2.35)

dengan :

tL

RL ∆=

2 (2.36)

L

L Rttvtti

I)()( ∆−+∆−

= (2.37)

Berdasarkan pada persamaan (2.37), induktor kemudian mempunyai rangkaian

ekivalen yang terdiri dari sumber arus yang diakibatkan oleh tegangan dan arus pada

27

time step sebelumnya paralel dengan resistans, seperti terlihat pada gambar sebagai

berikut :

Gambar 2.12. Rangkaian Ekivalen Sebuah Induktor a. Rangkaian umum b. Rangkaian ekivalen berdasarkan aturan integrasi

trapezoidal.

c. Kapasitor

Hubungan antara tegangan dan arus pada sebuah induktor dinyatakan oleh

persamaan sebagai berikut :

dtdv

Cti =)( (2.38)

dengan :

i(t) = arus yang melewati kapasitor

v = tegangan kapasitor

C = kapasitas kapasitor

t = waktu

28

Dari persamaan tersebut di atas maka tegangan pada kapasitor dapat dinyatakan

dengan persamaan sebagai berikut :

∫+=t

dttiC

vtv0

)(.1

)0()( (2.39)

dengan :

v(0) = nilai awal kapasitor

Jika dipakai ∆ t sebagai time step, maka persamaan (2.39) menadi :

∫ ∆−+=t

ttvdttiC

tv0

)()(.1

)( (2.40)

dengan :

v(t- t) = tegangan pada time step sebelumnya ∆

Dengan menggunakan aturan integral trapezoidal persamaan (2.40) menjadi :

[ ] )(2

)()(1

)( ttvt

tittiC

tv ∆−+∆

+∆−= (2.41)

atau :

)()(.2

)(.2

)( ttvtiCt

ttiCt

tv ∆−+∆

+∆−∆

= (2.42)

Dari persamaan tersebut di atas arus i(t) dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai

berikut :

)(.2

)(2

)()( ttvt

Ctti

tC

tvti ∆−∆

−∆−−∆

= (2.43)

Dapat disederhanakan menjadi :

CC

IR

tvti +=

)()( (2.44)

29

Dengan :

Ct

CR2∆

= (2.45)

C

C Rttv

ttiI)(

)(∆−

−∆−−= (2.46)

Persamaan (2.46) menghasilkan rangkaian ekivalen sebuah kapasitor yang

terdiri dari sebuah resistor dan sebuah sumber arus sebagaimana terlihat pada gambar

di bawah ini :

30