Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Perkerasan Jalan
Menurut Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan
Metode Analisa Komponen SKBI – 2.3.26.1987, susunan perkerasan jalan
meliputi: lapis pondasi bawah.(sub base course), lapis.pondasi (base course), dan
lapis.permukaan (surface course).
1. Tanah Dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yangmenyangkut
tanah dasar adalah sebagai berikut :
a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat
beban lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar
air.
c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan.
d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari
macam tanah tertentu.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak
dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.
Gambar 2. 1 Susunan Lapis Perkerasan Jalan
6
Untuk sedapat mungkin mencegah timbulnya persoalan di atas maka tanah
dasar harus dikerjakan sesuai dengan "Peraturan Pelaksanaan Pembangunan Jalan
Raya" edisi terakhir.
2. Lapis Pondasi Bawah
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan
beban roda.
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisanlap isan
selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).
c. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap
roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera
menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR ≥ 20%, PI ≤ 10%) yang relatif lebih
baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah.
Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen portland dalam
beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan
konstruksi perkerasan.
3. Lapis Pondasi
Fungsi lapis pondasi antara lain :
a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda,
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet
sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan
untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan
pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.
7
Bermacam-macam bahan alam / bahan setempat (CBR ≥ 50%, PI ≤ 4%) dapat
digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan
stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.
4. Lapis Permukaan
Fungsi lapis permukaan antara lain :
a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda
b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan kerusakat akibat cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course).
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis
pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan
agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan
bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap
beban roda lalu lintas.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur
rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesarbesarnya
dari biaya yang dikeluarkan.
2.2 Jenis Kerusakan Jalan
2.2.1 Kerusakan Fungsional
Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut. Pada kerusakan fungsiona l,
perkerasan jalan masih mampu menahan beban yang bekerja namun tidak
memberikan tingkat kenyamanan dan keamanan seperti yang diinginkan.
2.2.2 Kerusakan Struktural
Kerusakan struktural adalah kerusakan pada struktur jalan sebagian maupun
keseluruhan yang menyebabkan suatu perkerasan tidak mampu menahan beban
yang berkerja diatasya. Apabila sudah terjadi hal tersebut maka diperlukan
peekuatan structural dari perkerasan dengan cara pemberian lapis tambah
(Overlay), perbaiakan dengan struktur kaku (Rigid Pavement), atau perbaikan
8
dengan CTRB (Cement Treated Recycling Base). Menurut Bina Marga 1995
berikut adalah beberpa jenis kerusakan jalan:
a. Kerusakan Retak Buaya
Kerusakan ini merupakan satu rangkaian retak yang saling berhubungan,
disebabkan oleh kelelahan pada lapis permukaan jalan karena dibebani oleh lalu
lintas terus menerus. Retak saling berhubungan dan bertambahnya sudut sudut yang
membentuk retak berpola seperti sisik kaki ayam atau kulit buaya yang tipe
retaknya lebih kecil dari 0,6 m pada masing-masing sisi terpanjang.
Tingkat kerusakan, identifikasi kerusakan dan pemilihan perbaikan kerusakan aspal
untuk hitungan PCI ditunjukkan pada tabel dibawah:
Sumber : Bina Marga 1995
b. Kerusakan Kegemukan (Bleeding)
Kerusakan ini adalah kerusakan permukaan yang berkilau seperti kaca, lapis
permukaan menjadi lengket kondisi ini terjadi saat aspal mengisi kekosongan pada
saat suhu panas. Disebabkan oleh pengaruh cuaca terlalu panas yang membuat aspal
Low Belum Perlu
Retak tidak mengalami gompal
Medium
Lapisan tambah (overlay)
Rekonstruksi
High Penambalan seluruh kedalaman
Lapisan tambah (overlay)
Rekonstruksi
Jaringan dan pola retak telah berlanjut,
sehingga pecahan-pecahan dapat diketahui
dengan mudah dan terjadi gompal di pinggir-
pinggir, beberapa pecahan mengalami
rocking akibat lalu lintas
Tingkat
KerusakanIdentifikasi Kerusakan Pilihan Perbaikan
Retak rambut atau halus memanjang sejajar
satu dengan yang lain dengan atau tanpa
berhubungan satu sama lain
Jaringan dan pola retak terus berkembang
kedalam pola atau jaringan retakan yang
diikuti gompal ringan
Penambalan seluruh kedalaman
Tabel 2. 1 Tingkat Kerusakan, Identifikasi Kerusakan dan Pilihan Perbaikan Retak Buaya
9
mengalami pengembangan dan akan meluas keluar permukaan dari perkerasan
jalan tersebut.
Tingkat kerusakan, identifikasi kerusakan dan pemilihan perbaikan kerusakan aspal
untuk hitungan PCI ditunjukkan pada tabel dibawah:
Sumber : Bina Marga 1995
c. Kerusakan Retak Kotak-kotak
Kerusakan ini merupakan retak yang saling berhubungan yang membagi perkerasan
kedalam bentuk segi empat bujur sangkar blok. Blok tersebut memiliki ukuran 0,3
x 0,3 m sampai 3 x 3 m, apabila blok memiliki ukuran lebih dari 3 x 3 m, blok
tersebut membentuk retak membujur atau melintang.
Tingkat kerusakan, identifikasi kerusakan dan pemilihan perbaikan kerusakan aspal
untuk hitungan PCI ditunjukkan pada tabel berikut:
Low Belum Perlu
Aspal tidak melekat pada roda kendaraan
Medium
High
Tambahkan pasir/agergat
dan padatkan
Tambahkan pasir/agergat
dan padatkan
Bleeding telah mengakibatkan aspal
melekat pada roda kendaraan, dan
kejadiannya paling tidak terjadi dalam
beberapa minggu dalam setahun
Bleeding telah begitu nyata dan aspal telah
banyak melekat pada roda kendaraan,
dan kejadiannya paling tidak lebih dari
beberapa minggu dalam setahun
Tingkat
KerusakanIdentifikasi Kerusakan Pilihan Perbaikan
Bleeding terjadi hanya pada derajat
rendah dan kejadiannya nampak terjadi
hanya beberapa hari dalam setahun
Tabel 2. 2 Tingkat Kerusakan, Identifikasi Kerusakan dan Pilihan Perbaikan
Kegemukan (Bleeding)
10
Sumber : Bina Marga 1995.
d. Kerusakan Keriting
Kerusakan ini merupakan satu rangkaian gelombang naik turun seperti hubungan
yang terjadi pada interval jarak yang hamper mendekati teratur pada umumnya
kurang dari 3 m sepanjang perkerasan jalan dengan arah gelombang tegak lurus
terhadap ruas memanjang dari jalan (arah lalu lintas). Penyebab kerusakan ini
adalah kombinasi dari beban lalu lintas dengan tidak stabilnya lapis permukaan atau
lapis pondasi perkerasan jalan.
Tingkat kerusakan, identifikasi kerusakan dan pemilihan perbaikan kerusakan aspal
untuk hitungan PCI ditunjukkan pada tabel berikut :
Low
Perawatan permukaan
Medium
Lebar retak lebih besar dari 0,6 m
High
Kondisi rusak tertutup, tidak ada partikel
lepas dan lebar retak lebih kecil dari 0,6 m
Kondisi retak sedikit terbuka, dan terjadi
berulang sedikit partikel.
Apabila retak melebihi 3m
dilakukan penutupan retakan
Penutupan retak: mengembalikan
permukaan dengan cara
dikasarkan dengan pemanas dan
dilakukan lapis tambah (overlay )
Permukaan hampir terpisah dalam bentuk
blok-blok dan pada permukaan perkerasan
terjadi kehilangan partikel.
Penutupan retak: mengembalikan
permukaan dengan cara
dikasarkan dengan pemanas dan
dilakukan lapis tambah (overlay)
Tingkat
KerusakanIdentifikasi Kerusakan Pilihan Perbaikan
Tabel 2. 3 Tingkat Kerusakan, Identifikasi Kerusakan dan Pilihan Perbaikan
Retak Kotak-kotak
11
Sumber : Bina Marga 1995.
e. Kerusakan Amblas
Kerusakan ini merupakan penurunan kerusakan yang terjadi pada area terbatas yang
mungkin dapat diikuti dengan retakan. Kerusakan amblas yang terjadi memilik i
elevasi terhadap area sekelilingnya dari lapis perkerasan jalan dan biasanya bisa
disertai dengan retak-retak atau tidak.
Tingkat kerusakan, identifikasi kerusakan dan pemilihan perbaikan kerusakan aspal
untuk hitungan PCI ditunjukkan pada tabel dibawah:
Sumber : Bina Marga 1995.
Low Belum Perlu
Medium Rekonstruksi
High Rekonstruksi
Kerusakan yang terjadi masih kecil dan
tidak memberi pengaruh yang signifikan
terhadap tingkat kenyamanan berkendara
Kerusakan sudah mulai terlihat dan sudah
mulai terasa serta sudah memberikan
pengaruh terhadap tingkat kenyamanan
kendaraan
Kerusakan sudah terlihat dengan jelas dan
tingkat kenyamanan berkendaraan sudah
sangat berkurang
Tingkat
KerusakanIdentifikasi Kerusakan Pilihan Perbaikan
Tabel 2. 4 Tingkat Kerusakan, Identifikasi Kerusakan dan Pilihan Perbaikan
Kerusakan Keriting
Low Kedalaman maksimal amblas 13-25mm Belum Perlu
Medium Kedalaman maksimal amblas 25-51 mm Penambalan dangkal :
Penamnalan diseluruh
kedalaman
High Penambalan dangkal :
Penamnalan diseluruh
kedalaman
Kedalaman maksimal amblas lebih dari
51 mm
Tingkat
KerusakanIdentifikasi Kerusakan Pilihan Perbaikan
Tabel 2. 5 Tingkat Kerusakan, Identifikasi Kerusakan dan Pilihan Perbaikan Kerusakan Amblas
12
2.2.3 Penyebab Kerusakan Jalan
Menurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat
disebabkan oleh :
a. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban, repetisi beban.
b. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik,
ataupun naiknya air akibat sifat kapilaritas.
c. Material konstruksi perkerasan, dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat
material itu sendiri ataupun pengolahan yang tidak baik.
d. Iklim, Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan umumnya
tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan.
e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil, kemungkinan disebabkan oleh sistem
pelaksanaan yang kurang baik atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah
dasarnya memang jelek.
f. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.
2.3 Jenis Perbaikan Jalan
2.3.1 Metode Perbaikan Standar
Kerusakan jalan pada struktur perkerasan lentur dapat ditanganai dengan
metode perbaiakn standart Direktorat Jendral Bina Marga 1995, adapun jenis-jenis
metode penanganan tiap kerusakan adalah sebagai berikut :
1. Metode Perbaiakan P1 (Penghamparan Pasir)
Jenis kerusakan yang ditangani:
Lokasi-lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan tanjakan
Langkah-langkah penanganannya:
- Mobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.
- Memberi tanda pada jalan yang akan diperbaiki.
- Membersihkan lokasi dengan air compressor.
- Menghamparkan pasir kasar atau agregat halus (tebal > 10mm) diatas
permukaan yang mengalami kerusakan.
13
- Melakukan pemadatan kembali demham pemadat ringan (1-2 ton) sampai
diperoleh permukaan yangb rata dan mempunyai kepadatan optimal
(kepadatan 95%)
2. Metode Perbaikan P2 (Peleburan Aspal Setempat)
Jenis kerusakan yang ditanganani :
- Kerusakan tepi bahu jalan beraspal
- Retak buaya < 2mm
- Retak garis lebar < 2mm
- Terkelupas
Langkah penggunaannya :
- Mobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.
- Membersihkan bagian yang akan ditanganani dengan air compressor,
sehingga permukaan jalan bersih dan kering.
- Menyemprot dengan aspal keras sebanyak 1,5 kg/m2 dan untuk cut back 1
liter/m2
- Menebarkan pasir kasar atau agregat halus 5 mm hingga rata.
- Melakukan pemadatan menggunakan mesin pneumatic sampai diperoleh
permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal (kepadatan 95%)
3. Metode Perbaiakan P3 (Pelapian Retakan)
Jenis kerusakan yang ditangani :
Lokasi-lokasi retakan satu arah dengan lebar retakan < 2 mm
Langkah-langkah penanganannya :
- Mobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.
- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor, sehingga
permukaan jalan bersih dan kering.
- Menyemprotkan tack coat (0.2 liter/m2 di bagian yang akan diperbaiaki)
- Menebar danmeratakan campuran aspal beton pada seluruh bagian yang sudah
diberi tanda.
- Melakukan pemadatan ringan (1-2 ton) sampai diperoleh permukaan yang rata
dan kepadatan optimum (kepadatan 95%)
4. Metode Perbaikan P4 (Pengisian Retakan)
14
Jenis kerusakan yang ditangani :
lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan >2 mm
Langkah-langkah penanganannya :
- mobilisasi peralatan, pekerja, dam material ke lapangan
- membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compresso, sehingga
permukaan jalan bersih dan kering.
- Mengisi retakan dengan aspal cut back 2 liter/m2 menggunakan aspal sprayer
atau dengan tenaga manusia.
- Menebar pasir kasar pada retakan yang telah diisi aspal (tebal 10 mm)
- Memadatkan minimal 3 kali lintasan menggunakan baby roller
5. Metode Perbaiakan P5 (Penambalan Lubang)
Jenis kerusakan yang ditangani :
- Lubang kedalaman > 50 mm
- Keriting kedalaman > 30 mm
- Alur kedalam > 30 mm
- Ambles kedalam > 50mm
- Jembul kedalam > 50 mm
- Kerusakan tepi perkerasan jalan dan
- Retak buaya dengan lebar > 2mm
Langkah-langkah penanganannya :
- Menggali material sampai ke lapisan dibawahnya.
- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia.
- Menyemprotkan lapis resap pengikat prime coat dengan takaran 0.5 liter/m2 .
- Menebarkan dan memadatkan campuran aspal beton sampai diperoleh
permukaan yang rata.
- Memadatkan menggunakan baby roller minimal 5 kali lintasan.
6. Metode Perbaikan P6 (Perataan) :
Jenis kerusakan yang ditangani :
- Keriting dengan kedalaman < 30 mm
- Lubang dengan kedalaman < 50 mm
- Alur dengan kedalaman < 30 mm
15
- Ambles dengan kedalaman < 50 mm
- Jembul dengan kedalaman < 50 mm
Langkah-langkah penanganannya :
- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia.
- Melaburkan tack coat 0.5 liter/m2.
- Menghampar campuran aspal beton kemudian memadatkannya sampai
diperoleh permukaan yang rata.
- Memadatkan dengan baby roller minimal 5 kali lintasan.
2.3.2 Cement Treated Recycling Base (CTRB)
Cement Treated Recycling Base (CTRB) dan Cold Mix Recycling by Foam
Bitumen (CMRFB) adalah teknologi stabilisasi pondasi jalan dengan sistem daur
ulang campuran dingin pada perkerasan jalan. Prinsip dari proses ini adalah agar
dapat memanfaatkan material jalan yang ada dan yang sudah tidak memilki nila i
struktur untuk diolah kembali ditambah bahan additive sehingga dapat
dipergunakan kembali dengan nilai struktur yang lebih tinggi. Untuk mengetahui
stuktur perkerasan daur ulang atau biasa disebut dengan Pavement Recycling yaitu
mulai dari tanah dasar, lapis pondasi bawah, perkerasan lama yang sudah diolah
kembali (CTRB), dan lapis permukaan (aspal).
Teknologi Daur Ulang Campuran Dingin CTRB:
a) Bahan
Bahan Garukan:
- RAP (Reclaimed Asphalt Pavement): hasil garukan mengandung bahan
pengikat.
- RAM (Reclaimed Aggregate Material): agregat tanpa bahan pengikat.
- Daur ulang dengan Bahan Tambahan Semen:
- RAP + RAM + Agregat Baru (jika diperlukan) +Semen lalu dipadatkan pada
kadar air optimum.
b) Alat
- Alat Penggaruk (Milling)
16
- Recycler
- Alat Pemadat: Sheepfoot Roller, Vibro (Kombinasi roda karet dan roda besi),
PTR
- Cement Distributor
- Grader
- Truck Pengangkut
- Tangki Air
c) Faktor Effisiensi (FE)
Homogenitas campuran di lapangan sangat tergantung dari Faktor Effisiensi (FE)
dari cara pencampuran yang digunakan yaitu:
- Instalasi pencampur: 80% - 100%
- Alat pencampur rotor: 60% - 80%
- Alat pembentuk mekanik: 40% - 50%
- Mix in place (Alat pencampur berjalan): 60% - 80%
d) Kadar Semen yang diperlukan di lapangan ditentukan sebagai berikut:
- Kuat tekan bebas sesuai dengan ketentuan yang berlaku (qu lap).
- Kuat tekan bebas lapangan terkoreksi (qu koreksi).
- Kadar semen di lapangan ditentukan dari memplotkan qu lap terkoreksi
kedalam grafik qu lap dengan kadar semen.
e) Pencampuran dan Penghamparan
Pencampuran dari material daur ulang, semen dan air (serta agregat baru bila
diperlukan) dilakukan dengan cara pencampuran ditempat (mix in place) dengan
single pass stabilization machines minimum 350 HP yang dilengkapi dengan unit
pengendali kadar air. Alat tersebut minimum harus mampu menggaruk sedalam
30 cm dan diameter butiran maksimum sesuai dengan butiran agregat maksimum
campuran beraspal yang ada serta hasil pencampuran memiliki tingkat
kehomogenan cukup baik. Tahap pencampuran dan penghamparan sebagai
berikut:
- Lapis perkerasan lama yang didaur ulang digaruk dan dihancurkan sampai
diameter butir yang sesuai dengan peruntukannya
17
- Bahan garukan yang telah siap dtentukan kadar airnya.
- Kemudian semen disebarkan merata dengan alat Cement Distributor diatas
permukaan dengan takaran (rate) yang telah ditentukan.
- Selanjutnya, mesin pengaduk secara mekanis mengaduk secara merata semen
dan material daur ulang dengan menambah air sampai menyamai batas kadar
air yang ditentukan oleh prosedur rancangan campuran laboratorium.
Pengendalian Mutu:
- Segera sebelum pemadatan dimulai, contoh – contoh campuran harus diambil
dari lokasi yang diperintahkan Direksi Pekerjaan dengan interval satu dengan
lainnya tidak lebih dari 500 meter di sepanjang proyek.
- Kepadatan yang dicapai harus lebih besar dari 95% maksimum kepadatan
kering (> 95 % MDD).
- Segera setelah pemadatan setiap lapisan selesai dilaksanakan, pengujian
kepadata lapangan harus dilaksanakan, di lokasi yang telah diperintahkan oleh
Direksi Pekerjaan dengan interval tidak melebihi 100 m disepanjang jalan.
Setiap lokasi pengujian yang kelima harus sama dengan lokasi pengambilan
contoh sebelum penggilasan. Hasil kepadatan dan kadar air pengujian konus
pasir (sand cone) harus dibandingkan dengan nilai rata – rata dari kepadatan
kering maksimum dan kadar air optimum yang diukur dari dua benda uji,
untuk menentukan persentasi pemadatan yang dicapai di lapangan dan
menentukan apakah pengendalian kadar air di lapangan cukup memadai.
- Perawatan (curing):
Permukaan harus ditutup dengan menggunakan:
- Lembaran plastik atau terpal untuk menjaga penguapan air dalam campuran.
- Penyemprotan dengan Bituminous Emulsi CSS-1 pemakaian antar 0,35 – 0,50
liter per meter persegi.
- Metode lain adalah menutupi dengan karung goni yang dibasahi air selama
masa perawatan.
Penghamparan lapis berikutnya:
- Lapis padat CTRB dijaga dan penghamparan lapis berikutnya minimum
18
setelah 4 hari.
- Kriteria kekuatan CTRB:
Kuat tekan pada umur 7 hari: UCS (diameter 70 mm x tinggi 140 mm) minimal
30 kg/cm2 dan Compressive Strength Sylinder min 35 kg/cm2.
Gambar 2. 2 Struktur Perkerasan dengan CTRB
2.3.3 Overlay
Pada prosedur pelapisan tambah perkerasan lentur berdasarkan lendutan permukaan
AASHTO 1993 atau Pt T-01-2002-B temperatur standar untuk lendutan maksimum
(D0) yang digunakan adalah 680 F atau 200 C. Dengan demikian, lendutan
maksimum pada temperatur saat pengukuran harus distandarkan ke temperatur 200
C.
Konstruksi jalan yang telah mencapai indeks permukaan akhir atau telah habis masa
pelayanannya perlu diberi lapis tambah agar tetap memiliki nilai kekuatan, tingkat
keamanan, tingkat kenyamanan, juga tetap memiliki tingkat kekedapan air. Tahap
perecanaan perbaikan jalan dengan overlay adalah sebagai berikut :
1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
Lalu-lintas harian rata-rata (LHR) diperoleh dengan cara survey secara langsung
dilapangan, kemudian setiap kendaraan dikelompokkan sesuai jenis dan berat dari
kendaraan tersebut.
2. Koefisien Kekuatan Relatif dari Tiap Jenis Lapisan
19
Kekuatan struktur jalan lama (existing pavement) diukur menggunakan alat FWD
atau dinilai menggunakan Tabel 2.1.
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.
3. Tebal Lapisan Jalan Lama
Struktur perkerasan lentur pada umumnya terdiri dari, lapis pondasi bawah
(subbase course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface
course). Untuk mengetahui tebal lapisan perkerasan lama dapat diperoleh dari
Deparemen Pekerjaan Umum setempat.
Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau 0,35 - 0,40
hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah
0,25 - 0,35
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau
<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi 0,20 - 0,30
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau
5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi 0,14 - 0,20
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi 0,08 - 0,15
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi
Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau 0,20 - 0,35
hanya
terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau
<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi 0,15 - 0,25
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau
>5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi 0,15 - 0,20
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi 0,10 - 0,20
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau
>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi 0,08 - 0,15
Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by 0,10 - 0,14
fines.
Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines 0,00 - 0,10
Koefisien kekuatan
relatif (a)KONDISI PERMUKAANBAHAN
Lapis
Permukaan
Beton Aspal
Lapis Pondasi
yang
distabilisasi
Lapis Pondasi
atau Lapis
Pondasi
Bawah
Granular
Tabel 2. 6 Koefisien Kekuatan Relatif (a)
20
4. Indeks Tebal Perkerasan Ada (ITPada)
Indeks tebal perkerasan ada (ITPada) diperoleh dari mengalikan masing-mas ing
tebal lapisan jalan dengan koefisien kekuatan relatif (a).
5. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)
Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban gandar sumbu sumbu (setiap
kendaraan) ditentukan menurut tabel pada Lampiran D Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur 2002. Tabel tersebut hanya berlaku untuk kendaraan roda ganda,
untuk roda tunggal berbeda dengan roda ganda, untuk roda tunggal digunakan
rumus sebagai berikut.
6. Lalu-Lintas Pada Lajur Rencana
Lalu-linas pada lajur rencana (W18) diberikan dalam kumulatifbeban gandar
standart, untuk mancari lalu-lintas pada lajur rencana digunakan rumus sebagai
berikut.
W18 = DD × DL × W18
Dimana :
W18 : Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.
DD : Faktor distribusi arah = 0,5 (Pt T-01-2002-B)
DL : Faktor distribusi lajur (dari Tabel 2.2)
Pada DD diambil 0,5. Terdapat pengecualian di beberapa kasus dimana kendaraan
berat cenderung menuju ke satu arah tertentu. Dari beberapa penelit ian
menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 - 0,7 tergantung arah mana yang berat
dan kososng.
Angka Ekivalen = (Beban gandar satu sumbu tunggal dalam KN
53 KN)
4
21
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.
Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan dala pedoman ini
adalah lalu-lintas komulatif selama umur rencana. Besaran ini didapat dengan cara
mengalikan beban gandar standar komulatif pada lajur rencana selama setahun
(W18) dengan besaran kenaikan lalu lintas. Lalu-lintas kumulatif didapat dengan
rumus sebagai berikut.
W18 = W18 pertahun × (1+𝑔)𝑛−1
𝑔
Dimana :
W18 : jumlah beban gandar tunggal standar komulatif
W18 pertahun : beban gandar standar komulatif selama 1 tahun
n : umur pelayanan (tahun)
g : perkembangan lalu-lintas (%)
7. Modulus Resilen
Pedoman ini diperkenalkan modulus resilen (MR) sebagai parameter tanah dasar
yang digunakan dala perenanaan, modulus resilen (MR) tanah dasar dapat
diperkirakan dari CBR satandar dan hasil nilai tes soil indeks. Korelari antara
modulus resilen dengan nilai CBR dapat digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-
grained soil) dengan nilai CBR terendah 10 atau lebih kecil.
MR (psi) = 1.500 x CBR
Jumlah lajur
per arah
% beban gandar
standar dalam
lajur renana
1 100
2 80 – 100
3 60 – 80
4 50 -75
Tabel 2. 7 Faktor Distribusi Lajur (DL)
22
8. Reliabilitas
Konsep ini merupakan upaya menyertakan derajat kepastian (degree of certainty)
ked ala proses perencanaan untuk menjamin bermacam-macam alternatif
perecanaan akan bertahan selama selang waktu yang telah direncanakan faktor
perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu
lintas (W18) dan perkiraan kinerja (W18), karenanya memberikan tingkat rehabilitas i
dimana seksi perkerasan akan bertahan selama selang waktu yang direanakan.
Dengan meningkatnya volume lalu-lintas dan kesukaran untuk mengalihkan lalu
lintas yang padat, resiko tidak memperlihatkan kinerja yang diharapkanharus
ditekan, hal ini dapat diatasi dengan cara memilih tingkat reliabilitas yang lebih
tinggi. Tabel 2.3 memperlihatkan rekomenasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-
macam klasifikasi jalan, perlu dicatat bahwa tingkat reliabilitas yang lebih tinggi
menunjukkan jalan yang elayani lalu lintas terbanyak, sedangkan untuk tingkat
yang paling rendah adalah 50% menunjukkan jalan lokal.
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.
9. Indeks Permukaan
Indeks permukaan ini menyatakan nilai kekuatan dan tidak ratanya suatu
perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang
melewati ruas jalan tersebut. Ada beberapa IP menurut Departemen Pekerjaan
Umum yakni sebagai berikut :
IP = 2,5 : menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
Tabel 2. 8 Rekomendasi Tingkat Reliabilitas untuk Bermacam-macam Klasifikasi Jalan
Perkotaan Antar Kota
Bebas
Hambatan85 – 99.9 80 – 99.9
Arteri 80 – 99 75 – 95
Kolektor 80 – 95 75 – 95
Lokal 50 - 80 50 - 80
Klasifikasi
Jalan
Rekomendasi Tingkat
Reliabilitas
23
IP = 2,0 : menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih
mantap.
IP = 1,5 : menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan
tidak terputus)
IP = 1,0 : menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
sangat mengganggu lalu-lintas kendaraan.
Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana perlu
dipertimbangkan faktor-faktor yang menjadi klasifikasi fungsional jalan sebagai
mana diperlihatkan dalam Tabel 2. 16.
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai
dengan Tabel 2. 17.
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.
Lokal Kolektor Arteri
Bebas
Hambata
n
1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
- 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Kualifikasi Jalan
Tabel 2. 9 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT)
Jenis Lapisan
PerkerasanIP0
Ketidakrataan
(IRI,m/km)
≥ 4 ≤ 1,0
3,9 – 3,5 > 10
3,9 – 3,5 ≤ 2,0
3,4 – 3,0 > 2,0
3,4 – 3,0 ≤ 3,0
2,9 – 2,5 > 3,0
LASTON
LASBUTAG
LAPEN
Tabel 2. 10 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana
24
10. Indeks Tebal Perkerasan Perlu (ITPperlu)
Untuk menentukan indeks tebal perkerasan perlu (ITPperlu) diperoleh dari
nomogram yang dijelaskan dalam Gambar 2.1 dibawah ini.
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.
2.3.4 Perkerasan Kaku
Perencanaan mengacu pada AASHTO (American Association of State
Highway and Transportation Officials) guide for design of pavement structures
1993 (selanjutnya disebut AASHTO 1993). Langkah-langkah / tahapan, prosedur
dan parameter-parameter perencanaan secara praktis diberikan sebagai berikut
dibawah ini. Parameter perencanaan terdiri dari :
- Analisis lalu-lintas : mencakup umur rencana, lalu-lintas harian rata-rata,
pertumbuhan lalu-lintas tahunan, vehicle damage factor, equivalent single axle
load
- Terminal serviceability index
- Initial serviceability
Gambar 2. 3 Nomogram untuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
25
- Serviceability loss
- Reliability
- Standar normal deviasi
- Standar deviasi
- CBR dan Modulus reaksi tanah dasar
- Modulus elastisitas beton, fungsi dari kuat tekan beton
- Flexural strength
- Drainage coefficient
- Load transfer coefficient
Perkerasan kaku ( Rigid Pavement ) adalah struktur yang terdiri atas pelat beton
semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau
menerus dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar,
tanpa atau dengan lapis permukaan beraspal.
Perkerasan kaku dibedakan dalam 4 jenis :
1. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan
2. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
3. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan
4. Perkerasan beton semen pra-tegang
Pada perkerasan kaku, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat
beton. Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi
keawetan dan kekuatan perkerasan beton semen. Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan adalah kadar air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air
selama masa pelayanan. Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen
adalah bukan merupakan bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan
bagian yang berfungsi sebagai berikut :
- Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
- Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-tepi
pelat.
- Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
26
- Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.
Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan
beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada
lapisan-lapisan di bawahnya. Bila diperlukan tingkat kenyaman yang tinggi,
permukaan perkerasan beton semen dapat dilapisi dengan lapis campuran
beraspal setebal 5 cm.
1. Lalu-Lintas Rencana
Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada lajur
rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi beban
pada setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal
dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) bila diambil dari survai beban.
Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan rumus
berikut :
JSKN = JSKNH x 365 x R x C
Dimana:
JSKN = Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana .
JSKNH = Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan
dibuka.
R = Faktor pertumbuhan lalu-lintas
C = Koefisien distribusi kendaraan
Faktor pertumbuhan lalu-lintas (R) dapat ditentukan berdasarkan rumus sebagai
berikut:
R = (1+i)
UR-1
i
Dengan pengertian :
27
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
UR : Umur rencana (tahun)
2. Repetisi Sumbu Yang Terjadi
Langkah-langkah perhitungan repetisi sumbu yang terjadi adalah sebagai berikut:
a. Menentukan beban sumbu, jumlah sumbu, proporsi beban, dan sumbu
b. Menentukan repetisi yang terjadi = proposi beban x proporsi sumbu x lalu
lintas rencana,
c. Menentukan jumlah kumulatif repetisi yang terjadi.
3. Faktor Keamanan Beban
Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor keamanan
beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan adanya berbagai
tingkat realibilitas perencanaan seperti telihat pada Tabel 2.18.
28
Tabel 2. 11 Faktor Keamanan Beban (FKB)
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2003.
4. CBR Efektif
Untuk menentukan berapa besarnya CBR efektif dapat diperoleh dari Gambar
2.4 dan Gambar 2.5.
Gambar 2. 4 Tebal Pondasi Bawah Minimum untuk Perkerasan Kaku
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.
No. Penggunaan Nilai FKB
1Jalan bebas hambatan utama (major freeway ) dan
jalan berlajur
banyak, yang aliran lalu-lintasnya tidak terhambat
serta volume
kendaraan niaga yang tinggi. 1,2
Bila menggunakan data lalu-lintas dari hasil survai beban
(weight-in-
motion ) dan adanya kemungkinan route alternative, maka
nilai faktok
keamanan beban dapat dikurangi menjadi 1,15.
2Jalan bebas hambatan (freeway ) dan jalan arteri
dengan volume1,1
kendaraan niaga menengah.
3 Jalan dengan volume kendaraan niaga menengah 1,0
29
Gambar 2. 5 CBR Tanah Dasar Efektif dan Tebal Pondasi Bawah Sumber :
Departemen Pekerjaan Umum, 2002.
5. Tebal Taksiran Pelat Beton
Tebal taksiran pelat beton adalah tebal pelat yang direncanakan dalam penentuan
tebal perkerasan kaku. Untuk menentukan tebal pelat beton dapat dilihat di
lampiran.
6. Analisa Fatik Dan Erosi
Analisa fatik dan erosi digunakan untuk mengontrol apakah tebal taksiran pelat
beton aman atau tidak. Untuk menentukan faktor tegangan dan erosi dapat dilihat
di lampiran.
7. Perencanaan Tulangan
Tujuan utama penulangan adalah untuk:
- Membatasi lebar retakan, agar kekuatan pelat tetap dapat dipertahankan
- Memungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar dapat
mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga dapat meningkatkan
kenyamanan
30
- Mengurangi biaya pemeliharaan
Jumlah tulangan yang diperlukan dipengaruhi oleh jarak sambungan susut,
sedangkan dalam hal beton bertulang menerus, diperlukan jumlah tulangan yang
cukup untuk mengurangi sambungan susut perlu dipasang guna mengendalikan
retak. Bagian-bagian pelat yang diperkirakan akan mengalami retak akibat
konsentrasi tegangan yang tidak dapat dihindari dengan pengaturan pola
sambungan, maka pelat harus diberi tulangan. Penerapan tulangan umumnya
dilaksanakan pada :
- Pelat dengan bentuk tak lazim (odd-shaped slabs), Pelat disebut tidak lazim
bila perbadingan antara panjang dengan lebar lebih besar dari 1,25, atau bila
pola sambungan pada pelat tidak benar-benar berbentuk bujur sangkar atau
empat persegi panjang.
- Pelat dengan sambungan tidak sejalur (mismatched joints).
- Pelat berlubang (pits or structur
2.4 Analisa Biaya
Analisis harga satuan pekerjaan menghitung harga satuan dasar upah tenaga kerja,
HSD alat dan HSD bahan, yang selanjutnya harga satuan pekerjaan sebagai bagian
dari harga perkiraan sendiri (HPS). Pekerjaan yang dilaksanakan secara manual,
tersedia tabel koefisien bahan dan koefisien upah, sementara untuk pekerjaan yang
dilaksanakan secara mekanis, penetapan koefisien dilakukan melalui proses analis is
produktifitas.
Komponen anggaran biaya pada proyek pemeliharaan meliputi peralatan, tenaga
kerja, bahan, dan biaya lainnya secara tidak langsung harus meliputi biaya
administrasi perkantoran beserta stafnya yang berfungsi mengendalikan
pelaksanaan proyek serta pajak yang harus dibayar sehubungan dengan adanya
pelaksanaan proyek. Untuk mendapatkan pekerjaan yang efektif dan efisien,
maka komponen alat, tenaga kerja dan bahan perludianalisis penggunaannya.
31
1. Analisis Peralatan
Biaya untuk peralatan terdiri dari dua komponen utama yaitu pemilikan dan
biaya pengoperasian. Setelah masing-masing peralatan diketahui biaya
pemilikan dan pengoperasiannya, maka selanjutnya adalah melakukan analis is
jumlah peralatan yang akan digunakan. Dalam perhitungan selanjutnya, karena
peralatan yang digunakan mungkin cukup banyak, maka dalam perhitungan
biaya alat, alat diperhitungkan dalam satu tim peralatan dengan produksi
pekerjaan merupakan produksi terkecil dari alat yang digunakan. Alat-alat lain
yang produksinya lebih besar akan mengalami pengurangan efisiensi karena
harus menunggu alat lain yang produksinya lebih kecil.
Harga satuan alat (Rp/Sat.Pek) = jumlah biaya alat
produksi perkerjaan
2. Analisis Tenaga Kerja
Tenaga kerja pada pekerjaan jalan pada umumnya hanyalah sebagai pembantu
pekerjaan alat yang merupakan fungsi utama dalam penyelesaian pekerjaan,
sehingga tidak perlu dilakukan analisis yang mendalam.
Harga satuan tenaga (Rp/Sat.Pek) = jumlah upah tenaga
produksi pekerjaan
3. Analisis Bahan
Analisis kebutuhan bahan sangat diperlukan, karena keterlambatan pekerjaan
biasanya disebabkan keterlambatan dalam penyediaan bahan yang digunakan.
Analisis juga diperlukan, karena pada perhitungan volume pekerjaan kondisinya
adalah padat, sedangkan bahan dipasaran ditawarkan dalam kondisi tidak padat.
Dalam perhitungan jumlah bahan tiap satuan pekerjaan juga diperhitungkan
formula rancangan campuran, karena bahan konstruksi jalan umumnya tersusun
dari beberapa macam bahan seperti : agregat kasar, agregat halus dan aspal.
Harga satuan tenaga (Rp/Sat.Pek) = Jumlah harga satuan bahan penyusun x
Kuantitas
32
4. Biaya-Biaya Lain
Biaya-biaya lain yang harus diperhitungkan adalah biaya-biaya tidak langsung,
misalnya administrasi kantor, alat-alat komunikasi, kendaraan kantor, pajak,
asuransi, serta biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan, walaupun biaya tersebut
tidak secara langsung terlibat dalam proses pelaknsanaan pekerjaan. Biaya-biaya
ini sering disebut dengan biaya overhead dan biasanya dinyatakan dengan persen
terhadap biaya langsung yang besarnya tidak melebihi dari 10% tidak termasuk
PPN 10%. Demikian juga keuntungan perusahaan sering dinyatakan dengan
persen terhadap biaya langsung yang besarnya juga tidak lebih dari 10%.
5. Harga Satuan Pekerjaan
Komponen untuk menyusun harga satuan pekerjaan (HSP) diperlukan data HSD
upah, HSD bahan, dan HSD alat.
Harga satuan pekerjaan = Biaya (alat+tenaga kerja+bahan) + Biaya lain
2.5 Pemilihan Teknik Perbaikan
Dalam penelitian ini penulis memilih metode perbaikan dengan sistem analisa
biaya. Dengan demikian metode yang memiliki nilai paling ekonomis akan dipilih
untuk perbaikan pada Ruas Jalan Raya Lamongan – Jalan Raya Duduk Sampeyan
Kab. Gresik.