49
14 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perbankan Syariah 2.1.1. Pengertian Perbankan Syariah Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian bank adalah badan yang mengurus uang, menerima simpanan dan memberi pinjaman dengan memungut bunga. Syariah menurut bahasa (kamus) ialah hukum yang telah ditetapkan oleh Tuhan, berasal dari kata syariat, berarti hukum yang tidak bisa diakal-akali oleh manusia sekalipun. Jadi Bank Syariah ialah bank yang berfungsi sebagaimana fungsinya, namun dengan aturan dan hukum yang telah ditetapkan sesuai Islam. Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip- prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Perbankan syariah atau Perbankan Islam (Arab ةيمالسإلا ةيفرصملا :al Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain. Meskipun prinsip-prinsip

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perbankan Syariah 2.1.1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2060/3/BAB II.pdf · 2.1. Perbankan Syariah 2.1.1. Pengertian Perbankan Syariah Dalam kamus besar

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 14

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1. Perbankan Syariah

    2.1.1. Pengertian Perbankan Syariah

    Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian bank adalah badan

    yang mengurus uang, menerima simpanan dan memberi pinjaman dengan

    memungut bunga. Syariah menurut bahasa (kamus) ialah hukum yang telah

    ditetapkan oleh Tuhan, berasal dari kata syariat, berarti hukum yang tidak bisa

    diakal-akali oleh manusia sekalipun. Jadi Bank Syariah ialah bank yang berfungsi

    sebagaimana fungsinya, namun dengan aturan dan hukum yang telah ditetapkan

    sesuai Islam. Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-

    prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti

    ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara

    bermuamalah secara Islam.

    Perbankan syariah atau Perbankan Islam (Arab: ةيمالسإلا ةيفرصملا al

    Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya

    berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya

    larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman

    dengan mengenakan pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada

    usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak

    dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam

    usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha

    media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain. Meskipun prinsip-prinsip

    https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Arabhttps://id.wikipedia.org/wiki/Bankhttps://id.wikipedia.org/wiki/Syariahhttps://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Islamhttps://id.wikipedia.org/wiki/Investasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Haramhttps://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan

  • 15

    tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun

    baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya

    bagi lembaga – lembaga komersial swasta atau semi – swasta dalam komunitas

    muslim di dunia.

    Di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, Perbankan Syariah

    adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha

    Syariah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

    bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

    atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank Syariah

    adalah Bank yang menjalankan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan

    menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat

    Syariah. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank

    Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit

    yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di

    kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang

    melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor

    induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah.

    Secara umum, istilah yang digunakan dalam penyebutan bank yang

    beroperasi berdasarkan prinsip syariah di kalangan ahli ekonomi Islam di

    Indonesia berbeda-beda, ada yang menyebutnya sebagai Bank Islam, dan adapula

    yang menyebutnya sebagai Bank Syariah. Istilah “Islam” dan “Syariah” memiliki

    pengertian yang berbeda. Namun, secara teknis penyebutan Bank Islam dan Bank

  • 16

    Syariah memiliki pengertian yang sama, yakni bank yang menjalankan usahanya

    berdasarkan prinsip syariah.

    (Sudarsono, 2004) Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha

    pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran

    serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah.

    Muhammad (2002) dalam Donna (2006) : adalah lembaga keuangan

    yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang usaha pokoknya

    memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas pembayaran serta

    peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat Islam.

    Mangani (2009) Bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan

    prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan

    pihak lain dalam penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha.

    Secara konsep, bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan

    prinsip – prinsip syariah Islam, yaitu mengedepankan keadilan, kemitraan,

    keterbukaan dan universalitas bagi seluruh kalangan (Yusak Laksmana, 2009:10).

    2.1.2. Sejarah Perbankan Syariah Di Indonesia

    Walaupun di Indonesia masyarakatnya mayoritas Islam, namun belum

    ada Bank yang tercermin pada bank-bank Timur Tengah. Bank di Indonesia

    mayoritas merupakan bank cerminan barat (Amerika dan Eropa), yang lebih

    dikenal bank konvensional, dan sebenarnya kajian tentang perbankan syariah

    sudah muncul sejak tahun 1980-an namun realisasinya berdiri tahun 1991, oleh

    Bank Muamalat Indonesia. Bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia

    (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim

  • 17

    Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini awalnya memiliki

    landasan hukum yang lemah UU No.7 Tahun 1992 belum dijelaskan tentang bank

    syariah, namun setelah terjadi revisi muncul Undang-Undang No.10 Tahun 1998

    dan dengan revisi Undang-Undang tersebut maka status bank syariah semakin

    kuat. Bank Muamalat Indonesia juga sempat terimbas oleh krisis moneter pada

    akhir tahun 1990-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal.

    IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada Bank Muamalat Indonesia dan

    pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini

    keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam undang-undang yaitu UU

    No.10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No.7 Tahun 1997 tentang Perbankan.

    Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu

    Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah.

    Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank

    di antaranya merupakan bank besar seperti Bank Negeri Indonesia (Persero) dan

    Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank

    Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

    Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008

    tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan

    industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang

    memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan

    progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan

    asset lebih dari 65% per tahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran

  • 18

    industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian akan semakin

    signifikan.

    2.1.3. Tujuan Bank Syariah

    Tujuan bank Syariah yang diuraikan berikut ini merujuk pada buku Bank

    dan Lembaga Keuangan Syariah yang ditulis oleh Hari Sudarsono. Tujuan Bank

    dapat dijabarkan dalam 6 point tujuan utama yakni:

    1. Mengarahkan kegiatan ekonomi ummat untuk bermuamalat secara Islam,

    khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar

    dari praktek- praktek riba atau jenis- jenis usaha/ perdagangan lain yang

    mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis usaha tersebut selain di

    larang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap

    kehidupan ekonomi rakyat.

    2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan

    meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi

    kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak

    membutuhkan dana.

    3. Untuk meningkatkan kualitas hidup ummat dengan jalan membuka peluang

    berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang di arahkan

    kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian

    usaha.

    4. Untuk menaggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan

    program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank

    syariah di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah

  • 19

    yang lebih menonjol kebersamaannya dari siklus usaha yang lengkap seperti

    program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara,

    program pembinaan konsumen, program pengembangan moda kerja, dan

    program pengembangan usaha bersama.

    5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank

    syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi di akibatkan adanya

    inflasi, menghindari persaiangan yang tidak sehat antara lembaga

    keuangan.

    6. Menyelamatkan ketergantungan ummat Islam terhadap bank non-syariah.

    2.1.4. Prinsip – Prinsip Operasional Perbankan Syariah

    Prinsip operasional bank Islam dalam menjalankan usahanya mencakup 5

    aspek yaitu (Yuliadi, 2001:128) :

    1. Sistem Simpanan

    Prinsip ini merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank Islam untuk

    memberikan kesempatan kepada pihak yang mempunyai dana lebih dalam

    menyimpan dananya dalam bentuk al-wadi’ah. Fasilitas ini diberikan

    dengan tujuan untuk keamanan dan untuk kepentingan pemindahbukuan,

    bukan untuk tujuan investasi guna memperoleh keuntungan seperti halnya

    pada tabungan dan deposito. Dalam perbankan konvensional fasilitas al-

    wadi’ah hampir sama dengan giro.

    2. Bagi Hasil (profit sharing)

    Sistem ini melakukan tata cara / mekanisme pembagian hasil usaha antara

    penyedia dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib).

  • 20

    Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana

    maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang

    berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh,

    prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produksi

    pendanaan yaitu tabungan dan deposito maupun pembiayaan. Karakteristik

    dari prinsip operasional bank syariah adalah menggunakan sistem bagi hasil

    berbeda esensial dengan sistem bungan (Yuliadi, 2001:128).

    3. Prinsip Jual-beli dan margin keuntungan

    Prinsip ini merupakan penerapan tata cara jual beli (al-buyu’) dalam hal ini

    bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau

    mengangkat nasabah sebagai agen bank atau sebagai kuasa bank untuk

    memberi barang tersebut. Dan nasabah dalam kapasitasnya sebagai agen

    atau kuasa melakukan pembelian barang atas nama bank kemudian bank

    menjual barang tersebut kepadanya dengan harga sejumlah harga beli

    ditambah (merk up).

    4. Prinsip Sewa

    Prinsip ini secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu ijarah (sewa murni)

    seperti misalnya penyewaan alat-alat produksi sering disebut operating

    lease dan bai’at-Takjiri (sewa beli) dalam hal ini penyewa mempunyai hak

    untuk memiliki barang pada akhir masa sewa atau sering disebut financial

    lease.

  • 21

    5. Fee

    Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank.

    Bentuk produk yang didasarkan atas prinsip fee antara lain bak garansi,

    kliring, inkaso, jasa tranfer dan sebagainya.

    Di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, kegiatan usaha Bank

    Umum Syariah (BUS) meliputi :

    1. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan,

    atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad

    wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

    2. Menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan,

    atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad

    mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip

    Syariah;

    3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad

    musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip

    Syariah;

    4. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam,

    Akad istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip

    Syariah;

    5. Menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang

    tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

    6. Menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak

    kepada nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk

  • 22

    ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan

    Prinsip Syariah;

    7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad

    lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

    8. Melakukan usaha kartu debit atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip

    Syariah;

    9. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak

    ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip

    Syariah, antara lain seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah,

    murabahah, kafalah atau hawalah;

    10. Membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh

    pemerintah dan/atau Bank Indonesia;

    11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

    perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan Prinsip

    Syariah;

    12. Melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad

    yang berdasarkan Prinsip Syariah;

    13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga

    berdasarkan Prinsip Syariah;

    14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

    kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;

    15. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah;

  • 23

    16. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip

    Syariah; dan

    17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di

    bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan

    sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Semua kegiatan

    BUS boleh dilakukan oleh UUS, kecuali kegiatan Penitipan untuk

    kepentingan pihak lain dan fungsi sebagai Wali Amanat.

    2.1.5. Produk Perbankan Syariah

    Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syariah dapat

    dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu produk penghimpunan dana, produk

    penyaluran dana dan produk jasa (Karim, 2010:97).

    Produk bank syariah secara garis besar adalah sebagai berikut (Yuliadi,

    2001:131):

    1. Produk Pengerahan Dana

    a. Giro Wadi’ah

    Dana nasabah yang disetorkan di bank syariah setiap saat nasabah

    berhak mengambilnya dan berhak memperoleh bonus dari peruntungan

    pemanfaatan dana giro oleh bank. Besarnya bonus tidak ditetapkan di

    muka tetapi merupakan kebijakan dari pihak bank.

    b. Tabungan Mudharabah

    Dana yang disimpan nasabah akan dikelola oleh bank untuk investasi

    agar memperolah keuntungan. Besarnya bagian keuntungan bagi

  • 24

    nasabah berdasarkan kesepakatan. Jenis tabungan ini dapat

    dikembangkan menurut kebutuhan yang diperlukan.

    c. Deposito Investasi Mudharabah

    Produk mensyaratkan bahwa dana yang disimpan hanya bisa ditarik

    bedasarkan jangka waktu yang telah ditentukan dengan bagi

    keuntungan berdasarkan keuntungan.

    d. Tabungan Haji Mudharabah

    Dana yang disimpan pihak ketiga yang penarikan pada saat nasabah

    akan menunaikan ibadah haji, atau kondisi tertentu sesuai dengan

    perjanjian. Besarnya imbalan ditentukan berdasarkan bagi hasil

    (mudharabah).

    e. Tabungan Qurban

    Simpanan pihak ketiga yang dihimpunkan untuk ibadah qurban yang

    penarikan dilakukan pada saat nasabah akan melaksanakan ibadah

    qurban atau atas kesepakatan antara pihak bank dan nasabah.

    Pembagian keuntungan bedasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).

    2. Produk Penyaluran Dana

    a. Mudharabah

    Produk memberikan fasilitas penyediaan pembiayaan modal investasi

    atau modal kerja hingga 100% sedangkan nasabah berperan sebagai

    pihak yang mengelola dana. Besarnya bagi keuntungan melalui

    perjanjian yang sesuai dengan proporsinya.

  • 25

    b. Murobahah

    Dalam produk ini untuk menyediakan dana bagi pembiayan pembelian

    barang lokal maupun internasional. Pembiayaan ini hampir sama

    dengan kredit modal kerja bank konvensional oleh sebab itu jangka

    waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank memperoleh

    keuntungan dari barang yang dinaikan (mark up).

    c. Ba’i Bithaman ‘Ajil

    Pembiayaan pembelian barang dengan cicilan. Pembiayaan ini cicilan

    mirip dengan kredit investasi dari bank konvensional, karena itu jangka

    waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank mendapat

    keuntungan dari harga barang yang dinaikan (merk up).

    d. Al-Qordhul Hasan

    Produk ini merupakan pinjaman lunak bagi pengusaha yang benar-

    benar yang membutuhkan modal kerja. Nasabah tidak perlu membagi

    keuntungan kepada bank tetapi hanya membayar biaya administrasinya

    saja.

    e. Musyarakah

    Pembiayaan yang sebagian modal usaha merupakan penyertaan dari

    pihak bank dan akan dilibatkan dalam proses menejemen usaha.

    Pembagian keuntungan bedasarkan perjanjian sesuai dengan besarnya

    proporsi penyertaan modal.

  • 26

    f. Produk-produk lainnya

    Selain dari produk penyaluran dana seperti diungkap di atas bank Islam

    juga memberikan jasa-jasa lainnya, seperti :

    1) Jasa penerbitan L/C

    L/C adalah surat pernyataan akan membayar eksportir yang

    diterbitkan oleh bank atas permintaan importer dengan pemenuhan

    persyaratan tertentu.

    2) Bank Garansi

    Jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima

    jaminan atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku

    pihak yang dijamin kepada pihak ketiga dimaksud.

    3) Penukaran Valuta Asing (sharf)

    Transaksi penukaran mata uang yang berlain jenis, baik membeli

    atau mejual kepada nasabah.

    2.1.6. Perbedaan Bank Syariah Dan Bank Konvensional

    Sistem perbankan syariah berbeda dengan sistem perbankan

    konvensional, karena sistem keuangan dan sistem perbankan syariah yang

    cakupannya lebih luas. Karena itu, perbankan syariah tidak hanya dituntut untuk

    menghasilkan profit secara komersial, namun juga dituntut secara sungguh-

    sungguh menampilkan realisasi nilai-nilai syariah.

  • 27

    Tabel 2.1. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

    No Aspek Bank Syariah Bank Konvensional

    1. Falsafah Tidak berdasarkan bunga,

    spekulasi, dan

    ketidakjelasan

    Berdasarkan bunga

    2. Operasional Dana masyarakat berupa

    titipan dan investasi yang

    baru akan mendapatkan

    hasil jika diusahakan

    terlebih dahulu.

    Penyaluran pada usaha

    yang halal dan

    menguntungkan

    Dana masyarakat berupa

    simpanan yang harus

    dibayar bunganya pada

    saat jatuh tempo.

    Penyaluran pada sektor

    yang menguntungkan

    aspek halal tidak menjadi

    pertimbangan utama

    3. Produk Multi produk (jual bebagi

    hasil, dan jasa)

    Produk tunggal (kredit)

    4. Organisasi Harus memiliki dewan

    pengawas syariah

    Tidak memiliki dewan

    pengawas syariah

    5. Dasar Hukum Al-qur’an, Sunnah, Fatwa

    Ulama, Bank Indonesia

    dan Pemerintah

    Pemerintah dan Bank

    Indonesia

    6. Uang Uang bukanlah komoditi

    tetapi hanyalah alat

    pembayaran

    Uang adalah komoditi

    selain itu juga sebagai alat

    pembayaran

    Sumber : Sudarsono, 2007

  • 28

    2.2. Produk Domestik Bruto (PDB)

    2.2.1. Pengertian PDB (gross domestic product,GDP)

    (Sukirno, 2006 : 9 - 10), menyebutkan pertumbuhan ekonomi sebagai

    suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian

    dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang

    mana perkembangan tersebut selalu dinyatakan dalam bentuk persentase

    perubahan pendapatan nasional pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan

    tahun sebelumnya. Sedangkan pendapatan nasional adalah nilai barang dan jasa

    yang diproduksikan dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu dan secara

    konseptual nilai tersebut dinamakan Produk Domestik Bruto (PDB).

    (Mankiw, 2000:35) Produk Domestik Bruto mengukur pendapatan setiap

    orang dalam perekonomian dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa

    perekonomian.

    (Djohanputro, 2006: 61) Produk Domestik Bruto (PDB) adalah total nilai

    (dalam satuan mata uang) dari semua produk akhir, baik berupa barang maupun

    jasa, disuatu negara.

    (Mankiw, 2000:24) Setelah mengetahui apa yang dapat dan tidak diukur

    dengan PDB, selanjutnya kita harus mengetahui komponen – komponen dari

    PDB. PDB (yang ditunjukkan sebagai Y) dibagi atas empat komponen : konsumsi

    (C), investasi (I), belanja negara (G), dan ekspor neto (NX):

    (Mankiw, 2000:25) Produk Domestik Bruto (gross domestic

    product,GDP) adalah jumlah konsumsi, investasi, pembelian pemerintah dan

    Y = C + I + G + NX

  • 29

    ekspor bersih. Persamaan ini adalah persamaan identitas – sebuah persamaan yang

    harus digunakan agar variabel - variabel bisa didefinisikan. Komponen tersebut

    ialah :

    1. Konsumsi (consumtion) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah

    tangga.

    2. Investasi (investment) terdiri dari barang – barang yang dibeli untuk

    penggunanaan masa depan.

    3. Pembelian Pemerintah (government purchases) adalah barang dan jasa yang

    dibeli oleh pemerintah pusat, negara bagian dan daerah.

    4. Ekspor Bersih (net exports) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke

    negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain.

    2.2.2. Perhitungan Produk Domestik Bruto

    Perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) secara konseptual

    menggunakan tiga macam pendekatan (www.bi.go.id), yaitu :

    1. Pendekatan Produksi

    Produk Domestik Bruto adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa

    yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam

    jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi dalam

    penyajian ini dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha atau sektor, yaitu: (1)

    pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) pertambangan dan

    penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5)

    Konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan

    http://www.bi.go.id/

  • 30

    komunikasi, (8) keuangan, real estate dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa

    (termasuk jasa pemerintah).

    2. Pendekatan Pendapatan

    Produk Domestik Bruto merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh

    faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara

    dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa yang

    dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan;

    semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung

    lainnya.Dalam definisi ini, PDB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak

    langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).

    3. Pendekatan Pengeluaran

    Produk Domestik Bruto adalah semua komponen permintaan akhir yang

    terdiri dari: (1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta

    nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik

    bruto, (4) perubahan inventori dan (5) ekspor neto (merupakan ekspor

    dikurangi impor).

    (Sudarso, 1999:80) Indonesia dalam menghitung pendapatan nasionalnya

    tidak menggunakan tiga cara tersebut, tetapi hanya menggunakan dua macam cara

    saja yaitu cara produksi dan cara pengeluaran.

    2.3. Inflasi

    2.3.1. Pengertian Inflasi

    (Boediono, 2016: 155) Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting

    dan yang dijumpai di hampir semua negara didunia adalah inflasi. Definisi singkat

  • 31

    dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum

    dan terus menerus.Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut

    inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan

    kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain.

    Menurut Nopirin (2000), tingkat kenaikan harga tersebut tidak selalu

    dalam persentase yang sama.

    Dalam penelitian Agnes Sediana Milasari (2010) definisi lain

    menegaskan bahwa inflasi terjadi pada saat kondisi ketidakseimbangan

    (disequilibrium) antara permintaan dan penawaran agregat, yaitu lebih besarnya

    permintaan agregat daripada penawaran agregat. Dalam hal ini tingkat harga

    umum mencerminkan keterkaitan antara arus barang atau jasa dan arus uang. Bila

    arus barang lebih besar dari arus uang maka akan timbul deflasi, sebaliknya bila

    arus uang lebih besar dari arus barang maka tingkat harga akan naik dan terjadi

    inflasi. Secara umum pendapat ahli ekonomi menyimpulkan bahwa inflasi yang

    menyebabkan turunnya daya beli dari nilai uang terhadap barang-barang dan jasa,

    besar kecilnya ditentukan oleh elastisitas permintaan dan penawaran akan barang

    dan jasa. Faktor lain yang juga turut menentukan fluktuasi tingkat harga umum

    diantaranya adalah kebijakan pemerintah mengenai tingkat harga, yaitu dengan

    mengadakan kontrol harga, pemberian subsidi kepada konsumen dan lain

    sebagainya.

    Menurut Bank Indonesia (www.bi.go.id), indikator yang sering

    digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen

    (IHK).Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari

    http://www.bi.go.id/

  • 32

    paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Indikator lainnya berdasarkan

    International Best Practice yaitu :

    1. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Harga perdagangan besar dari

    suatu komoditas adalah harga transaksi yang terjadi antara pedagang besar

    pertama dengan pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar

    pertama atas suatu komoditas.

    2. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuran level

    harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu

    ekonomi (negeri). Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) 30 dihasilkan

    dengan membagi Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga nominal

    dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan.

    Inflasi diukur dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu tingkat

    perubahan dari tingkat harga secara umum.Persamaannya adalah sebagai berikut

    (Karim, 2008:136).

    2.3.2. Jenis – Jenis Inflasi

    (Boediono, 2016: 156) Inflasi dapat digolongkan dengan beberapa cara.

    Pertama adalah berdasarkan atas parah tidaknya inflasi tersebut. Atau berdasarkan

    tingkat inflasinya. Inflasi digolongkan menjadi empat tingkatan, yaitu:

    1. Inflasi ringan (dibawah 10% setahun)

    2. Inflasi sedang (antara 10 – 30% setahun)

    3. Inflasi berat (antara 30 – 100% setahun)

  • 33

    4. Hiperinflasi (diatas 100% setahun).

    (Rozalinda, 2014:304) Inflasi dapat digolongkan menurut besarnya,

    yaitu :

    1. Inflasi ringan (low inflation), yang disebut juga dengan inflasi satu dijit

    (single digit inflation), yaitu inflasi dibawah 10 persen per tahun. Tingkat

    inflasi yang berkisar antara 2 sampai 4 persendikatakan tingkat inflasi yang

    rendah. Bagi negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi yang terjadi

    berkisar antara 2 sampai 4 persen pertahun. Menurut (Djohanputro, 2006 :

    150-153) Inflasi ini masih dianggap normal. Dalam rentang inflasi ini orang

    masih percaya pada uang dan masih mau memegang uang.

    2. Inflasi sedang (galloping inflation), atau double digit bahkan triple digit

    inflation yaknni inflasi antara 20% sampai 200% pertahun. Inflasi seperti ini

    terjadi karena pemerintah lemah, perang, revolusi dan kejadian lain yang

    menyebabkan barang tidak tersedia sementara uang berlimpah sehingga

    orang tidak percaya pada uang. Pada saat seperti ini orang hanya mau

    memegang uang seperlunya saja, sedangkan kekayaan disimpan dalam

    bentuk aset-aset riil. Orang menumpuk barang-barang, membeli rumah dan

    tanah. Pasar uang akan mengalami penyusutan dan perndanaan akan

    dialokasikan melalui cara-cara selain dari tingkat bunga serta orang tidak

    akan mau memberikan pinjaman kecuali dengan tingkat bunga yang tinggi.

    3. Hyperinflation, yaitu inflasi di atas 200% per tahun. Dalam keadaan seperti

    ini, orang tidak percaya pada uang. Lebih baik membelanjakan uang dan

    menyimpan dalam bentuk barang, seperti emas, tanah dan bangunan karena

  • 34

    barang-barang jenis ini kenaikan harganya setara dengan inflasi. Inflasi yang

    sangat berbahaya ini muncul sebagai akibat dari :

    a. Munculnya kehancuaran sosial dan runtuhnya aktivitas perekonomian

    b. Ketidakmampuan pemerintah untuk mengamankan situasi serta

    kehilangan kekuasaan terhadap rakyat

    c. Terjadinya perang yang menghancurkan, seperti yang terjadi terhadap

    mata uang Irak sejak tahun 1999 setelah perekonomian negara tersebut

    diboikot dan diserang Amerika dan sekutunya. Indonesia pada tahun

    1966 juga pernah mengalami hiperinflasi dengan tingkat inflasi 650%.

    Inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang

    terlalu panas (over heated), artinya kondisi ekonomi mengalami permintaan atas

    produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya yang mengakibatkan harga

    cenderung mengalami kenaikan. Kondisi ekonomi yang over heated tersebut juga

    akan menurunkan daya beli uang (purchasing power of money) dan mengurangi

    tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya

    (Tandelilin:2001).

    (Boediono, 2016:156) atas dasar sebab musabab awal dari inflasi, inflasi

    dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

    1. Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang

    terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebut demand inflation.

    2. Inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi. Inflasi ini disebut

    cost inflation.

  • 35

    Sumber : Boediono, 2016

    Gambar 2.1. Perbedaan Inflasi

    Gambar 2.1. menerangkan bahwa perbedaan macam kedua inflasi

    tersebut dimana gambar A merupakan suatu demand inflasion. Karena permintaan

    masyarakat akan barang-barang (aggregate demand) bertambah (misalnya, karena

    bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan percetakan uang,

    atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor, atau

    bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit yang murah), maka

    kurva aggregate demand bergeser dari Z1 ke Z2. Akibatnya tingkat harga umum

    naik dari P1 ke P2.

    Gambar B, bila ongkos produksi naik (misalnya, karena kenaikan harga

    sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri, atau kenaikan harga bahan

    bakar minyak) maka kurva penawaran masyarakat (aggregate supply) bergeser

    dari S1 ke S2.

    (Rozalinda, 2014 :307) orang harus melepaskan diri dari uang dan dari

    aset keuangan sebagai akibat dari beban inflasi (Karim : 139). Yang akhirnya juga

    Harga Harga

  • 36

    menyebabkan terjadinya inflasi kembali (self feeding inflation). Hal itu merusak

    efisiensi sistem moneter. Inflasi melemahkan semangat menabung masyarakat

    (menurunnya marginal propensity to save) dan meningkatkan kecenderungan

    berbelanja terutama untuk kebutuhan nonprimer dan barang barang mewah

    (naiknya marginal propensity to consume).

    2.3.3. Jenis Sasaran Inflasi

    Inflasi Berdasarkan IHK Berdasarkan Laporan Tahunan BI (2000),

    secara umum inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga yang terjadi secara terus

    menerus pada seluruh kelompok barang dan jasa. Ada dua indikator yang

    mencerminkan perubahan harga-harga yaitu :

    1. Inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) (Inflasi Aktual)

    Sebagai indikator yang mencerminkan perubahan harga-harga, inflasi

    berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator inflasi

    yang paling umum digunakan baik di Indonesia maupun di sejumlah negara

    lainnya.Hal ini berkaitan dengan kontinuitas penyediaan data yang dapat

    disediakan dengan segera dan perannya yang lebih dapat mencerminkan

    kenaikan biaya hidup masyarakat. Namun demikian, dengan tingginya

    variabilitas pergerakkan harga relatif di antara komponen barang yang

    tercakup dalam perhitungan IHK serta tingginya pengaruh nonfundamental

    seperti pengaruh musiman dan dampak penerapan kebijakan pemerintah di

    bidang harga dan pendapatan dalam perkembangan inflasi di indonesia,

    seringkali pergerakkan inflasi IHK (inflasi aktual) tidak mencerminkan

    perkembangan laju inflasi seperti yang dimaksudkan dalam definisi inflasi

  • 37

    diatas. Hal ini dapat berimplikasi terhadap kurang tepatnya arah kebijakan

    moneter yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam upaya

    pengendalian laju inflasi, yang mengacu pada perkembangan harga-harga.

    Menghadapi hal ini, Bank Indonesia telah melakukan berbagai penelitian

    dalam rangka mendapatkan indikator perubahan harga yang lebih tepat

    mencerminkan perubahan harga-harga fundamental (perubahan harga-harga

    yang disebabkan oleh kondisi perekonomian secara agregat). Indikator

    tersebut akan digunakan oleh Bank Indonesia sebagai penunjuk arah bagi

    penetapan kebijakan Analisis dampak, sekaligus dapat dijadikan alternatif

    sasaran inflasi yang akan dicapai. Penelitian ini menghasilkan beberapa jenis

    inflasi inti (core inflation) yang diperoleh dari berbagai metode, dimana

    masing-masing metode dibedakan oleh cara mengeluarkan gangguan-

    gangguan yang ada dalam inflasi IHK (Bank Indonesia, 2000)

    2. Core Inflation (Inflasi Inti)

    Inflasi inti adalah laju inflasi yang diturunkan dari inflasi IHK dengan

    mengeluarkan unsur noise dalam keranjang IHK. Beberapa unsur noise

    dalam IHK adalah faktor-faktor seperti kenaikan biaya input produksi

    (misalnya melalui efek terhadap harga akibat depresiasi nilai tukar dan

    kenaikan harga komoditi input untuk industri), kenaikan biaya energi dan

    transportasi, kebijakan fiskal, dan lain-lain. Semua faktor-faktor ini tidak

    memiliki relevansi dengan kebijakan moneter.

  • 38

    2.4. Tingkat Suku Bunga

    2.4.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga

    Suku bunga adalah salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam

    perekonomian suatu negara selain inflasi. Suku bunga dapat mempengaruhi

    keseimbangan antara simpanan masyarakat dan investasi pada sektor riil,

    selanjutnya mempengaruhi jumlah lapangan kerja dan tingkat pengangguran.

    Lebih jauh lagi implikasinya dapat mempengaruhi pendapatan masyarakat. Hal

    tersebut biasa disebut multiplier effect. Karena itu penetapan tingkat suku bunga

    banyak mempertimbangkan berbagai faktor yang akan menjadi akibat yang akan

    terjadi dari penetapan tingkat suku bunga tersebut. Kenaikan atau penurunan suku

    bunga dalam bursa efek juga sangat terasa imbasnya terutama terhadap saham-

    saham perbankan yang dalam hal ini berfungsi sebagai lembaga intermediasi,

    yaitu lembaga penyalur kredit kepada masyarakat. Tingginya suku bunga dan

    biaya operasional berdampak negatif terhadap kemampuan perusahaan perbankan

    dalam memenuhi kewajibannya sehingga menurunkan kualitas kredit perbankan.

    Tingkat bunga adalah jumlah tertentu yang harus dibayarkan peminjam kepada

    pemberi pinjaman atas sejumlah uang tertentu untuk membiayai konsumsi dan

    investasi.

    Menurut Brigham dan Houston yang dialihbahasakan oleh Ali Akbar

    Yulianto (2010:164) menyatakan pengertian suku bunga adalah harga yang

    dibayarkan untuk meminjam modal utang. Kemudian yang dimaksud suku bunga

    di sini adalah suku bunga yang diberlakukan Bank Indonesia (BI) selaku bank

    sentral.

  • 39

    Menurut (Dahlan Siamat, 2005:139), menyatakan pengertian BI rate

    adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia

    secara periodik untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal (stance)

    kebijakan moneter. Dalam ekonomi konvensional, bunga merupakan penghasilan

    bagi pemilik uang, disebabkan pengorbanannya selama waktu tertentu untuk

    melepaskan kesempatan menggunakan uang tersebut karena digunakan oleh pihak

    lain. Jadi, menurut monetarist bunga tidak ubahnya seperti orang yang

    menyewakan rumahnya kepada pihak lain.

    Menurut Keynes, dalam Wardane (2003), tingkat bunga ditentukan oleh

    permintaan dan penawaran akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Perubahan

    tingkat suku bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan

    investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun

    tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun

    dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan

    menderita capital loss atau gain. Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu:

    1. Suku bunga nominal

    Adalah suku bunga dalam nilai uang. Suku bunga ini merupakan nilai yang

    dapat dibaca secara umum.Suku bunga ini menunjukkan sejumlah rupiah

    untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan.

    2. Suku bunga riil

    Adalah suku bunga yang telah mengalami koreksi akibat inflasi dan

    didefinisikan sebagai suku bunga nominal dikurangi laju inflasi.

  • 40

    Dalam Kamus Akuntansi (1996:69), disebutkan bahwa Interest (bunga,

    kepentingan, hak) merupakan: (1) beban atas penggunaan uang dalam suatu

    periode, dan (2) suatu pemilikan atau bagian kenyataan dalam suatu

    perusahaan, usaha dagang, atau sumber daya.

    (Mankiw, 2000:54) Jenis tingkat bunga dapat berbeda karena tiga hal,

    yaitu :

    1. Jangka waktu pinjaman (terms)

    Beberapa jenis pinjaman memiliki jangka waktu pendek, bahkan ada yang

    berjangka semalam (over night). Pinjaman lain memiliki jangka waktu tiga

    puluh tahun atau bahkan lebih panjang dari itu. Tingkat bunga pinjaman

    tergantungan pada jangka waktu pinjaman ini. Tingkat bunga pinjaman

    jangka panjang biasanya, namun tidak selala lebiih tinggi daripada tingkat

    bunga pinjaman jangka pendek.

    2. Risiko Kredit (credit risk)

    Dalam memutuskan pemeberian pinjaman, seorang pemberi pinjaman harus

    memperhitungkan probabilitas peminjam untuk membayar kembali

    pinjamanannya. Undang-undang memungkinkan peminjam untuk tidak

    membayar pinjamannya jika ia dinyatakan bangkrut menurut undang-

    undang. Semakin tinggi probabilitas kemampuan membayar kembali

    pinjaman, maka semakin tinggi tingkat bunganya. Risiko kredit paling aman

    adalah pemerintah, sehingga obligasi yang dikeluarkan pemerintah

    cenderung memberikan tingkat bunga yang rendah. Di sisi lain, perusahaan-

    perusahaan yang memiliki keuangan kurang kuat dapat mengumpulkan dana

  • 41

    hanya melalui penerbitan obligasi-obligasi kelas bawah (junk bonds). Junk

    bond ini memberikan tingkat bunga yang sangat tingggi untuk

    mengompensasi tingginya risiko kegagalan pembayaran kembali.

    3. Pajak

    Pajak yang dikenakan pada tingkat bunga berbagai jenis obligasi berbeda-

    beda;. Pada obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah pusat dan daerah yang

    dinamakan municipal bonds, para pemegang obligasi tidak membayar pajak

    penghasilan federal untuk tingkat bunga yang diperolehanya. Oleh karena

    itu, municipal bonds hanya memberikan tingkat bunga yang rendah.

    2.4.2. Macam – Macam Bunga

    Menurut Kasmir (2012: 114), bunga juga dapat diartikan sebagai yang

    harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus

    dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).

    Terdapat dua macam bunga yang diberikan kepada nasabah dalam kegiatan

    perbankan sehari-hari yaitu:

    1. Bunga simpanan, bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa

    bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan

    merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai

    contoh jasa giro, bunga tabungan, dan bunga deposito;

    2. Bunga pinjaman, bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga

    yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai contoh

    bunga kredit (Kasmir, 2012: 114).

  • 42

    Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan

    pendapatan bagi bank. Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman masing-

    masing saling mempengaruhi satu sama lainnya. Pengukuran besarnya bunga

    bank disebut dengan istilah tingkat suku bunga (Sentot, 2009: 117).

    (Kasmir, 2010: 38) Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar

    kecilnya penetapan suku bunga adalah sebagai berikut:

    1. Kebutuhan dana, faktor kebutuhan dana dikhususkan untuk dana simpanan,

    yaitu seberapa besar kebutuhan dana yang diinginkan. Apabila bank

    kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, yang

    dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi adalah dengan

    meningkatkan suku bunga simpanan. Namun, peningkatan suku bunga

    simpanan akan pula meningkatkan suku bunga pinjaman. Sebaliknya,

    apabila dana yang ada dalam simpanan di bank banyak sementara

    permohonan pinjaman sedikit, maka bunga simpanan akan turun karena hal

    ini merupakan beban.

    2. Target laba yang diinginkan, faktor ini dikhususkan untuk bunga pinjaman.

    Hal ini disebabkan target laba merupakan salah satu komponen dalam

    menentukan besar kecilnya suku bunga pinjaman. Jika laba yang diinginkan

    besar, bunga pinjaman ikut besar dan demikian pula sebaliknya. Namun,

    untuk menghadapi pesaing target laba dapat diturunkan seminimal mungkin.

    3. Kualitas jaminan, kualitas jaminan juga diperuntukkan untuk bunga

    pinjaman. Semakin likuid jaminan (mudah dicairkan) yang diberikan,

    semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya.

  • 43

    4. Kebijaksanaan pemerintah, dalam menentukan baik untuk bunga simpanan

    maupun bungan pinjaman bank tidak boleh melebihi batasan yang sudah

    ditetapkan oleh pemerintah. Artinya, ada batasan maksimal dan batasan

    minimal untuk suku bunga yang diizinkan. Tujuannya adalah agar bank

    dapat bersaing secara sehat.

    5. Jangka waktu, Baik bunga simpanan maupun bunga pinjaman faktor jangka

    waktu sangat menentukan. Semakin panjang jangka waktu pinjaman, akan

    semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan risiko

    di masa mendatang, demikian pula sebaliknya.

    6. Reputasi perusahaan, reputasi perusahaan juga sangat menentukan suku

    bunga terutama untuk bunga pinjaman. Bonafiditas suatu perusahaan yang

    akan memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan

    dibebankan nantinya, karena biasanya perusahaan yang bonafid

    kemungkinan risiko kredit macet dimasa mendatang relatif kecil dan

    demikian sebaliknya.

    7. Produk yang kompetitif, produk yang kompetitif sangat menentukan besar

    kecilnya bunga pinjaman. Kompetitif maksudnya adalah produk yang

    dibiayai tersebut laku di pasaran. Untuk produk yang kompetitif, bunga

    kredit yang diberikan relatif rendah jika dibandingkan dengan produk yang

    kurang kompetitif.

    8. Hubungan baik, biasanya bunga pinjaman dikaitkan dengan faktor

    kepercayaan kepada seseorang atau lembaga. Dalam praktiknya, biasanya

    bank menggolongkan nasabahnya antara nasabah utama (primer) dan

  • 44

    nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini didasarkan kepada keaktifan

    serta loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank. Nasabah utama

    biasanya mempunyai hubungan yang baik dengan pihak bank, sehingga

    dalam penentuan suku bunganya pun berbeda dengan nasabah biasa.

    9. Persaingan, dalam memperebutkan dana simpanan, maka di samping faktor

    promosi, yang paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing.

    Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata-rata 16%, maka jika hendak

    membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan kita naikkan di atas

    bunga pesaing misalnya 16%. Namun, sebaliknya untuk bunga pinjaman

    kita harus berada di bawah bunga pesaing.

    2.4.3. Pandangan Islam Tentang Suku Bunga

    Ekonomi Islam tidak menggunakan bunga sebagai salah satu instrumen

    moneter, karena bunga menurut pandangan Islam equivalen dengan riba yang

    telah diharamkan oleh Allah SWT. Riba secara bahasa adalah bertambah.

    Sedangkan secara istilah riba adalah akad tukar menukar yang disertai syarat

    untuk melebihi kadar barang pengganti dari salah satu pihak yang berakad.

    (Kalsum, 2014) Pelarangan riba dalam Islam secara tegas dinyatakan

    baik dalam Al-quran maupun hadis yang diwahyukan secara berangsur-angsur

    seperti halnya pengharaman khamar. Pada awalnya, para ekonom yang tertarik

    dengan sistem perbankan Islam meragukan dan kerap kali bertanya bagaimana

    mekanisme operasional suatu sistem keuangan atau perbankan bekerja tanpa

    adanya variabel terpentingnya yakni bunga. Jika dilihat sekilas nampaknya bunga

  • 45

    amat menguntungkan dan tidak berefek apa-apa. Padahal dampak yang

    ditimbulkan sangat beragam sebagaimana dianalisis para ahli.

    1. Akar Penyebab Krisis Keuangan

    Disamping itu, bunga bersifat fluktuaktif sehingga menyebabkan kondisi

    perekonomian tidak stabi. Fluktuasi suku bunga dapat mempengaruhi

    perilaku penabung maupun investor. Ketika tingkat bunga tinggi maka

    jumlah tabungan secara agregat meningkat dalam jumlah yang sangat besar.

    Di lain pihak, tingkat bunga yang tinggi bukanlah kondisi yang baik bagi

    para investor untuk melakukan investasi. Akibatnya pada waktu tingkat

    bunga tinggi permintaan investasi sangat rendah. Keadaan seperti ini akan

    dengan sendirinya mendorong tingkat bunga turun ke tingkat yang lebih

    rendah. Demikian juga ketika tingkat bunga rendah yang diuntungkan

    adalah para investor namun sebaliknya para penabung enggan memberikan

    dananya dalam pasar investasi, akibatnya penawaran dana tersebut sangat

    berkurang. Kondisi ini akan menyebabkan kurangnya dana yang dibutuhkan

    oleh para investor, sehingga keadaan tersebut dengan sendirinya akan

    mendorong tingkat bunga ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Demikian

    seterusnya, fluktuasi suku bunga akan mempengaruhi tabungan dan

    investasi dan akhirnya berefek pada kondisi perekonomian secara makro.

    2. Terjadinya Decoupling Sektor Riil dan Sektor Moneter

    Suku bunga juga merupakan sumber permasalahan yang mengakibatkan

    ketidakstabilan perekonomian karena bunga merupakan instrumen yang

    menyebabkan ketidakseimbangan antara sektor riil dan sektor moneter.

  • 46

    Dalam Islam tidak dikenal adanya dikotomi antara sektor moneter dengan

    sektor riil. Dalam Islam, sistem bagi hasillah yang menjadi jantung sektor

    moneter perekonomian bukan bunga, sebab dengan sistem bagi hasil yang

    dibutuhkan kecepatan peredaran atau perputaran uang tersebut.

    3. Terjadinya konglomerasi kekayaan dan kesenjangan ekonomi.

    Bunga sebenarnya merusak raison d’etre keadilan sosial, dan Umer Chapra

    menyatakan suku bunga cenderung menjadi harga “yang menyesatkan” dan

    mencerminkan diskriminasi antara yang kaya dan miskin. Yang kaya

    semakin berpeluang mendapatkan kredit karena tidak semua orang mampu

    membayar tingkat bunga pinjaman dan hanya mereka yang mampu

    membayar hutang beserta bunganya saja yang punya akses ke bank dan

    disinilah terjadi diskriminasi penyaluran dana dan diskriminasi akses.

    2.5. Nilai Tukar

    2.5.1. Pengertian Nilai Tukar

    Nilai tukar mata uang merupakan perbandingan nilai dua mata uang yang

    berbeda atau dikenal dengan sebutan kurs. Nilai tukar didasari dua konsep,

    pertama, konsep nominal, merupakan konsep untuk mengukur perbedaan harga

    mata uang yang menyatakan berapa jumlah mata uang suatu negara yang

    diperlukan guna memperoleh sejumlah mata uang dari negara lain. Kedua, konsep

    riil yang dipergunakan untuk mengukur daya saing komoditi ekspor suatu negara

    di pasaran internasional (Halwani, 2005).

    Menurut Musdholifah & Tony (2007), nilai tukar atau kurs adalah

    perbandingan antara harga mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain.

  • 47

    Misal kurs rupiah terhadap dollar Amerika menunjukkan berapa rupiah yang

    diperlukan untuk ditukarkan dengan satu dollar Amerika.

    Jadi, dapat disimpulkan nilai tukar rupiah adalah suatu perbandingan

    antara nilai mata uang suatu negara dengan negara lain. Heru (2008) menyatakan

    bahwa nilai tukar mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawaran

    terhadap mata uang dalam negeri maupun mata uang asing $US. Merosotnya nilai

    tukar rupiah merefleksikan menurunnya permintaan masyarakat terhadap mata

    uang rupiah karena menurunnya peran perekonomian nasional atau karena

    meningkatnya permintaan mata uang asing $US sebagai alat pembayaran

    internasional.Semakin menguat kurs rupiah sampai batas tertentu berarti

    menggambarkan kinerja di pasar uang semakin menunjukkan perbaikan.

    Permintaan dan penawaran akan valuta asing akan membentuk tingkat

    nilai tukar suatu mata uang domestik terhadap mata uang negara lain. Penawaran

    dan permintaan valuta asing timbul karena adanya hubungan internasional dalam

    perdagangan barang, jasa, maupun modal, sehingga untuk menyelesaikan

    transaksi perlu menukarkan suatu mata uang domestik dengan valuta asing, dan

    sebaliknya. Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan satuan

    hitung dalam transaksi keuangan internasional disebut hard currency, yaitu mata

    uang yang nilainya relatif stabil dan kadang-kadang mengalami apresiasi atau

    kenaikan nilai dibandingkan dengan mata uang lainnya. Mata uang hard currency

    ini pada umumnya berasal dari negara-negara industri maju seperti dollar Amerika

    Serikat (USD). Sedangkan Soft currency adalah mata uang lemah yang jarang

    digunakan sebagai alat pembayaran dan satuan hitung karena nilainya relatif tidak

  • 48

    stabil dan sering mengalami depresiasi atau penurunan nilai dibandingkan dengan

    mata uang lainnya.Soft currency ini pada umumnya berasal dari negara-negara

    sedang berkembang seperti Rupiah. (Karim)

    (Mankiw, 2000:192) para ekonom membedakan antara dua kurs : Kurs

    Nominal dan Kurs Riil yaitu :

    1. Kurs Nominal (Nominal Exchange Rate) adalah harga relatif dari mata uang

    dua negara.

    2. Kurs Riil (Real Exchange Rate) adalah harga relatif dari barang - barang

    kedua Negara.Yaitu, kurs riil menyatakan tingkat dimana kita biasa

    memperdagangkan barang-barang dari Negara lain. Kurs riil kadang disebut

    terms of trade. Secara umum perhitungan kurs ini sebagai berikut : Tingkat

    dimana kita memperdagangkan barang domestik dan barang luar negeri

    bergantung pada harga barang dalam mata uang lokal dan pada tingkat di

    mana mata uang dipertukarkan. Kurs riil di antara kedua Negara dihitung

    dari kurs nominal dan tingkat harga dikedua Negara. Jika kurs riil adalah

    tinggi, barang-barang luar negeri relatif murah, dan barang-barang domestik

    relatif mahal. Jika Kurs Riil adalah rendah, barang-barang luar negeri relatif

    mahal dan barang-barang domestik relatif murah.

  • 49

    Sumber : Mankiw (2000)

    Gambar 2.2 Keseimbangan di pasar nilai tukar

    RETF = dalam mata uang domestik

    RETD = dalam mata uang asing

    Pada Gambar 2.2. menerangkan bahwa pada titik keseimbangan

    Einterstparity condition terpenuhi, karena pada saat itu ekspektasi pengambilan

    dari simpanan domestik dan simpanan luar negeri adalah sama. Nilai tukar

    keseimbangan E adalah stabil. Hal ini dibuktikan dengan penjelasan sebagai

    berikut : Pada tingkat nilai tukar tertentu, jika simpanan ekspansi pengambilan

    dari simpanan domestik lebih besar dari simpanan luar negeri (titik A dan C),

    maka orang lebih suka memegang mata uang domestik, dan mereka yang

    memegang mata uang asing akan menukarnya dengan mata uang domestik

    sehingga terjadi permintaan berlebih dari mata uang domestik, akibatnya nilai

    tukar meningkat (mata uang domestik terapresiasi). Proses ini terus berlangsung

    sampai tercapai titik keseimbangan dan ekspektasi pengambilan dari simpanan

    domestik lebih kecil dari simpanan luar negeri (titik B dan D), maka akan terjadi

  • 50

    penawaran berlebih dari mata uang domestik sehingga nilai tukarnya turun (mata

    uang domestik terdepresiasi) (Silvanita, 2009).

    Permintaan dolar Amerika semakin menekan mata uang domestik

    sehingga terdepresiasi semakin dalam.Penduduk dalam negeri juga mulai

    kehilangan kepercayaan sehingga mengakibatkan pelarian modal dalam negeri

    dan mengganti nama uang yang dipegang dari mata uang domestik menjadi mata

    asing (Kuncoro, 2002).

    Jika bank sentral menaikan suku bunga dolar, hal ini mempengaruhi

    investor untuk beralih ke sekuritas dolar dan meningkat permintaan dolar (Samuel

    dan Nordhaus, 2004).

    Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar

    (Madura,1993), yaitu :

    1. Faktor Fundamental

    Faktor fundamental berkaitan dengan indikator-indikator ekonomi seperti

    inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi

    pasar dan intervensi Bank Sentral.

    2. Faktor Teknis

    Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa

    pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara

    penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya.

    3. Sentimen Pasar

    Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita

    politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau

  • 51

    turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita

    sudah berlalu, makan nilai tukar akan kembali normal.

    2.5.2. Teori Nilai Tukar Dalam Islam

    Sebagai lembaga keuangan yang memfasilitasi perdagangan

    International, Perbankkan Islam tidak dapat menghindarkan diri dari

    keterlibatannya pada pasar valuta asing. Perbankan Islam harus menyusun

    pedoman kerja operasional bagi dirinya agar juga mempunyai akses yang luas ke

    pasar valuta asing tanpa harus terlibat pada mekanisme perdagangan yang tidak

    disetujui atau bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

    Perdagangan valuta asing dapat diibaratkan dengan pertukaran antara

    emas dan perak (Sharf). Harga atas pertukaran itu dapat ditentukan berdasarkan

    kesepakatan antara penjual dan pembeli. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad

    SAW yang diriwiyatkan oleh Abu Bakar : ”Jangan menukarkan emas dengan

    emas dan perak dengan perak melainkan dengan kualitas yang sama, tapi

    tukarkanlah emas dengan perak menurut yang kamu sukai”(HR. Bukhari),

    (Arifin, 2003:196).

    Teori nilai tukar Islam menyebutkan (Karim, 2002:97-98) penyebab

    fluktuasi nilai tukar mata uang dalam Islam juga digolongkan dalam dua

    kelompok, yaitu :

    1. Natral (Alamiah); dan

    2. Human Error (faktor kesalahan manusia), yang diakibatkan oleh korupsi

    dan kebobrokan administrasi, penetapan pajak penjualan yang tinggi

  • 52

    terhadap barang dan jasa, percetakan uang dengan maksud menarik

    keuntungan secara berlebihan.

    2.6. Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah

    2.6.1. Pengertian Dana Pihak Ketiga Bank Syariah

    Dana pihak ketiga adalah dana yang berasal dari masyarakat luas, alam

    arti masyarakat sebagai individu, perusahaan, pemerintah, rumah tangga, koperasi,

    yayasan, dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta

    asing.Pada sebagian besar atau setiap bank,dana masyarakat ini umumnya

    merupakan dana terbesar yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan fungsi bank sebagai

    penghimpun dana dari masyarakat (Heithzal Rivai, dkk, 2007).

    Dalam pandangan syariah uang bukanlah suatu komoditi melainkan

    hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (Economic Added

    Value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga di mana “uang

    mengembangbiakan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan

    produktif atau tidak.Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan

    dengan kegiatan ekonomi dasar (Primary Economic Activities) baik secara

    langsung maupun melalui transaksi perdagangan ataupun secara tidak langsung

    melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan usaha

    tersebut.Berdasarkan prinsip tersebut Bank syariah dapat menarik Dana Pihak

    Ketiga (DPK) atau masyarakat dalam bentuk (Zainul Arifin, 2006) :

    1. Titipan (Wadiah) simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya

    (Guaranteed Deposit) tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.

    Menurut Sri Nurhayati dan Wasilah (2008), wadiah adalah akad penitipan

  • 53

    dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang menerima

    titipan dengan catatan kapanpun titipan diambil pihak penerima titipan

    wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan tersebut dan yang dititipi

    menjadi penjamin pengembalian barang titipan.

    2. Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi resiko (Non Guaranteed

    Account) untuk investasi umum (General Investment Account/ Mudharabah

    Mutlaqah) di mana bank akan membayar bagian keuntungan secara

    proporsional dengan porofolio yang didanai dengan modal tersebut.

    3. Investasi khusus (Special Investment Account/Mudharabah Muqayyadah) di

    mana bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi

    bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil

    resiko atas investasi.

    2.7. Penelitian Terdahulu

    Bagian ini berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang berhubungan

    dengan masalah perbankan syariah dan pernah disampaikan oleh beberapa peneliti

    terdahulu diantaranya adalah sebagai berikut :

    1. (Pinastika Aurina Mazzah, 2017) : Judul “Analisis Pengaruh Variabel

    Ekonomi Makro Terhadap Dana Pihak Ketiga Pada Bank Syariah Di

    Indonesia (Periode 2007-2015) Berdasarkan pengujian secara bersama-sama

    variabel independen (inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB), kurs, dan BI

    Rate) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variable

    dependen, yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK). Berdasarkan pengujian secara

    individu (parsial) variabel inflasi berpengaruh positif dan signifikan

  • 54

    terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK). Pada saat suatu negara mengalami

    Inflasi yang cukup tinggi maka masyarakat tidak selalu mengambil dananya

    di bank syariah untuk melakukan konsumsi, bahkan diantarannya tetap

    memilih menabungkan uangnya di bank daripada membelanjakan barang

    yang sama dengan harga yang lebih mahal pada saat terjadi inflasi.

    Berdasarkan pengujian secara individu (parsial) variabel Produk Domestik

    Bruto (PDB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dana Pihak Ketiga

    (DPK). Ketika Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia meningkat,

    maka akan berdampak pada pendapatan individu yang juga ikut meningkat,

    sehingga masyarakat memiliki kelebihan dana untuk ditabungkan pada bank

    syariah. Berdasarkan pengujian secara individu (parsial) variabel Nilai

    tukar/Kurs berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dana Pihak Ketiga

    (DPK). Apabila kurs rupiah terhadap Dollar menurun, maka Dana Pihak

    Ketiga (DPK) akan menurun, sedangkan jika Kurs rupiah terhadap Dollar

    meningkat, maka Dana Pihak Ketiga (DPK) akan meningkat. Karena, ketika

    rupiah sedang menguat maka masyarakat akan memilih menyimpan

    uangnya di bank. Artinya, meskipun kurs relatif fluktuatif, masyarakat akan

    tetap menabung di bank syariah, sehingga Dana Pihak Ketiga (DPK) akan

    tetap meningkat. Berdasarkan pengujian secara individu (parsial) variabel

    BI Rate berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Dana Pihak Ketiga

    (DPK). Ketika BI Rate mengalami kenaikan, maka aset bank syariah akan

    mengalami penurunan. Karena masyarakat akan memilih menabungkan

    uangnya di bank konvensional ketika suku bunga simpanan dan suku bunga

  • 55

    pinjaman sedang tinggi. Karena pada saat BI Rate mengalami kenaikan akan

    mempengaruhi tingkat suku bunga yang diikuti juga dengan naiknya suku

    bunga simpanan dan suku bunga pinjaman bank konvensional, karena bunga

    bank konven meningkat sehingga masyarakat akan memilih menyimpan

    uangnya di bank konven daripada bank syariah.

    2. (Achmad Tohari, 2010): Judul “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah

    Terhadap Dollar, Inflasi, dan Jumlah Uang Beredar (M2) Terhadap Dana

    Pihak Ketiga (DPK) Serta Implikasinya Pada Pembiayaan Mudharabah

    (Pada Perbankan Syari’ah Di Indonesia)”. Hasil Pengujian pada substruktur

    I diketahui variabel jumlah uang beredar (M2) memiliki pengaruh yang

    positif dan signifikan terhadap Dana Pihak Ketiga, sedangkan variabel

    Inflasi dan Nilai Tukar Rp/$ memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan

    terhadap Dana Pihak Ketiga pada perbankan syariah di Indonesia.

    3. (Abida Muttaqiena, 2013): Judul “Analisis Pengaruh PDB, Inflasi, Tingkat

    Bunga, dan Nilai Tukar Terhadap Dana Pihak Ketiga Perbankan Syatiah Di

    Indonesia 2008-2012”. Variabel PDB Harga Konstan, Inflasi IHK, Suku

    Bunga Deposito 1 Bulan Bank Umum, dan Kurs Tengah Dollar AS dapat

    menjelaskan DPK Perbankan Syariah sebesar 97,6%. PDB Harga Konstan,

    Inflasi IHK, Suku Bunga Deposito 1 Bulan Bank Umum, dan Kurs Tengah

    Dollar AS secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri (parsial)

    berpengaruh signifikan terhadap DPK Perbankan Syariah di Indonesia

    Tahun 2008-2012. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa PDB Harga

    Konstan berpengaruh signifikan negatif terhadap DPK Perbankan Syariah;

  • 56

    Inflasi IHK berpengaruh signifikan negatif terhadap DPK Perbankan

    Syariah; Suku Bunga Deposito 1 Bulan Bank Umum berpengaruh signifikan

    positif terhadap DPK Perbankan Syariah, sedangkan Kurs Tengah Dollar

    AS berpengaruh signifikan negatif terhadap DPK Perbankan Syariah.Hasil

    penelitian tersebut mengindikasikan bahwa DPK Perbankan Syariahsemakin

    mudah dipengaruhi oleh perubahan-perubahan terhadap simpanan jangka

    pendek (Giro dan Tabungan) dan didominasi oleh nasabah

    korporasi/institusi. Selain itu, nasabah memandang produk-produk DPK

    Perbankan Syariah tidakjauh berbeda dengan produk penghimpunan dana

    Bank Konvensional.

    4. (Rio Satria, S.H.I.) : Judul “Pengaruh Bunga Terhadap Inflasi dan Dana

    Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah Di Indonesia” hasil penelitiannya

    Berdasarkan hasil penelitian ini, Penulis menyarikan intiinti pembahasan

    (kesimpulan) sebagai berikut:

    a. Dalam rentang waktu 2005 sampai dengan 2013 kondisi BI Rate, suku

    bunga pinjaman Bank Umum, dan suku bunga simpanan Bank Umum

    cenderung mengalami penurunan dengan berfluktuasi, sedangkan

    inflasi cenderung tidak stabil dengan berfluktuasi dan jumlah Dana

    Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah cenderung stabil mengalami

    peningkatan.

    b. BI rate tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah Dana Pihak

    Ketiga (DPK) Bank Syariah di Indonesia. Sedangkan variabel suku

  • 57

    bunga pinjaman Bank Umum dan suku bunga simpanan Bank Umum

    secara signifikan mempengaruhi jumlah DPK Bank Syariah.

    1) Suku bunga pinjaman konsumtif Bank Umum berpengaruh negatif

    terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah di

    Indonesia sebesar 0,439 artinya menaikan 1 % pada suku bunga

    pinjaman Bank Umum akan menurunkan DPK Bank Syariah

    sebesar 0,439 %.

    2) Suku bunga simpanan Bank Umum berpengaruh negatif terhadap

    jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) Bank Syariah di Indonesia

    sebesar 0,514, artinya kenaikan 1 % pada suku bunga simpanan

    Bank Umum akan menurunkan DPK Bank Syariah sebesar 0,514

    %.

    c. Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah Dana Pihak Ketiga

    (DPK) Bank Syariah di Indonesia.

    5. (Salviana, 2014) : Judul “Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, Kurs dan

    Nisbah Bagi Hasil Terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) Perbankan Syariah

    Di Indonesia (Desember 2010 – Juli 2013)”. Berdasarkan hasil pengolahan

    data dengan hasil dari regresi OLS (Ordinary Least Square) dapat

    disimpulkan sebagai berikut :

    a. secara parsial variable Inflasi dan Kurs mempunyai pengaruh signifikan

    positif terhadap DPK perbankan syariah di Indonesia, NBH tabungan

    Bank Syariah tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

    DPK perbankan syariah di Indonesia.

  • 58

    b. Secara simultan Inflasi, Kurs dan NBH secara bersama-sama

    mempunyai pengaruh signifikan terhadap DPK perbankan syariah di

    Indonesia.

    c. Nilai adjusted R-Squared sebesar 0,839041, hal ini menunjukkan

    bahwa variasi variable dependen (DPK) secara bersama-sama mampu

    dijelaskan oleh variasi variable independen (inflasi, kurs dan NBH)

    sebesar 83,9% sedangkan sisanya sebesar 16,1 % dijelaskan oleh

    variabel lain diluar variabel yang diteliti.

    6. (Ibnu Umar Sengaji, 2015) : Judul “Analisis Pengaruh Variabel Makro

    Ekonomi Terhadap Jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) Pada Bank Umum

    Syariah Di Indonesia (Periode Januari 2006 – Desember 2013). Berdasarkan

    analisis dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai pengaruh Inflasi/

    IHK, (PDB), dan Kurs terhadap jumlah dana pihak ketiga dapat disimpulkan

    sebagai berikut:

    a. Pada Bank Muamalat

    1) Inflasi tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah

    dana pihak ketiga Bank Muamalat.

    2) Produk Domestik Bruto berpengaruh positif dan signifikan

    terhadap jumlah dana pihak ketiga Bank Muamalat, karena tingkat

    pendapatan nasional rendah, maka tabungan masyarakat negatif.

    Begitupun sebaliknya apabila tingkat pendapatan nasional tinggi

    maka, tingkat tabungan masyarakat positif.

  • 59

    3) Kurs tidak mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap

    jumlah dana pihak ketiga Bank Muamalat.

    4) Berdasarkan hasil uji statistik F, secara simultan (bersama-sama)

    dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian hipotesis menyatakan

    bahwa, inflasi/IHK, pendapatan nasional (PDB), dan Kurs secara

    bersama-sama berpengaruh positif yang signifikan terhadap jumlah

    dana pihak ketiga Bank Muamalat.

    b. Pada Bank Syariah Mandiri

    1) Inflasi tidak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah

    dana pihak ketiga Bank Syariah Mandiri.

    2) Produk Domestik Bruto berpengaruh positif dan signifikan

    terhadap jumlah dana pihak ketiga Bank Syariah Mandiri, karena

    tingkat pendapatan nasional rendah, maka tabungan masyarakat

    negatif. Begitupun sebaliknya apabila tingkat pendapatan nasional

    tinggi maka, tingkat tabungan masyarakat positif.

    3) Kurs tidak mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap

    jumlah dana pihak ketiga Bank Syariah Mandiri.

    4) Berdasarkan hasil uji statistik F, secara simultan (bersama-sama)

    dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian hipotesis menyatakan

    bahwa, inflasi/IHK, pendapatan nasional (PDB), dan Kurs secara

    bersama-sama berpengaruh positif yang signifikan terhadap jumlah

    dana pihak ketiga Bank Syariah Mandiri.

  • 60

    c. Pada Bank Mega Syariah

    1) Inflasi tidak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah

    dana pihak ketiga Bank Mega Syariah.

    2) Produk Domestik Bruto berpengaruh positif dan signifikan

    terhadap jumlah dana pihak ketiga Bank Mega Syariah, karena

    tingkat pendapatan nasional rendah, maka tabungan masyarakat

    negatif. Begitupun sebaliknya apabila tingkat pendapatan nasional

    tinggi maka, tingkat tabungan masyarakat positif.

    3) Kurs tidak berpengaruh positif dan signifikan pada jumlah dana

    pihak ketiga jumlah dana pihak ketiga Bank Mega Syariah.

    4) Berdasarkan hasil uji statistik F, secara simultan (bersama-sama)

    dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian hipotesis menyatakan

    bahwa, inflasi IHK, pendapatan nasional (PDB), dan Kurs secara

    bersama-sama berpengaruh positif yang signifikan terhadap jumlah

    dana pihak ketiga Bank Mega Syariah.

    2.8. Kerangka Pemikiran

    Kondisi makroekonomi yang tercermin dalam pendapatan domestik

    bruto, suku bunga deposito Bank Konvensional, tingkat inflasi dan nilai tukar

    Rupiah diperkirakan dapat mempengaruhi penghimpunan DPK Perbankan

    Syariah. Pengaruh inflasi yang tercermin dalam angka Inflasi IHK, tingkat bunga

    deposito bank konvensional yang secara nyata tampak dalam suku bunga deposito

    1 bulan Bank Umum, serta nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS, terhadap DPK

    Perbankan Syariah.

  • 61

    Kerangka pemikiran menunjukkan antara pengaruh variabel independen

    dengan variabel dependen.Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Dana

    Pihak Ketiga Perbankan Syariah (Y). Variabel independen terdiri dari Produk

    Domestik Bruto (PDB) (X1) Inflasi IHK (X2), Tingkat Suku Bunga Bank

    Konvensional (X3) dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar AS (X4). Kerangka

    pemikiran yang melandasi penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

    Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

    2.9. Hipotesis

    Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena,

    atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi (Kuncoro, 2009). Dugaan

    sementara yang akan di kaji pada penelitian ini adalah :

    H1 : PDB berpengaruh terhadap Dana Pihak Ketiga pada Perbankan Syariah

    di Indonesia.

    H2 : Inflasi berpengaruh terhadap Dana Pihak Ketiga pada Perbankan Syariah

    di Indonesia.

    Suku Bunga (X3)

    Dana Pihak Ketiga

    Perbankan Syariah

    Indonesia (Y)

    H1

    H2

    Inflasi (X2)

    Nilai Tukar (X4)

    H3

    H4

    PDB (X1)

    H5

  • 62

    H3 : Tingkat Suku Bunga berpengaruh terhadap Dana Pihak Ketiga pada

    Perbankan Syariah di Indonesia.

    H4 : Nilai Tukar Rupiah berpengaruh terhadap Dana Pihak Ketiga pada

    Perbankan Syariah di Indonesia.

    H5 : PDB, Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Nilai Tukar Rupiah berpengaruh

    terhadap Dana Pihak Ketiga pada Perbankan Syariah di Indonesia.