Upload
lydieu
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
KONSEP DASAR GASTROENTRITIS
A. Pengertian
Pengertian gastroentritis ada beberapa macam: Gastroentritis adalah
infeksi pada saluran pencernaan ditandai dengan buang air besar (defekasi)
dengan jumlah tinja lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 ml per jam
tinja), dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cair (setengah padat), dapat
pula disertai frekuensi yang meningkat (Mansjoer, 2001). Sementara itu
gastroentritis menurut Murwani (2009). Adalah penyakit akut dan menular
menyerang pada lambung dan usus yang ditandai berak encer 5 kali atau lebih.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa gastroentritis adalah
infeksi sel cerna, (lambung dan usus) yang ditandai berak cair 5 kali atau
lebih.
B. Etiologi
Menurut Setiati, (2009). Penyebab utama gastroentritis adalah adanya
bakteri, virus, parasit (jamur, cacing, protozoa). Bakteri penyebab
gastroentritis antara lain Shigella, Salmonella, Escheria Choli, Vibrio
Cholera, Stapilokue Aureus. Virus penyebab gastroentritis adalah Rotavirus
dan Adenovirus. Adapun parasit penyebab terjadinya gastroentritis adalah
Amuba, Balan Fidum Koli, Helmentiasis : Askariasis, Ankolis. Sedangkan
jamur penyebab gastroentritis adalah monilia.
7
C. Anatomi dan fisiologi
Sistem gastroentritis menurut Sudoyo (2001). Terdiri dari mulut, faring,
esofagus, usus halus, usus besar, rektum, dan anus. Gambar sistem
gastrointestinal terlihat dalam gambar.
Gambar 2.1Anatomi sistem pencernaan (Sudoyo, 2009).
a. Mulut
Mulut terdiri bagian luar dan rongga mulut:
1) Bagian luar yang sempit/vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi,
bibir, dan pipi. Bibir disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan
8
disebelah dalam ditutupi oleh selaput lender (mukosa). Otot
orbikularis oris menutupi bibir. Levatoranguli oris mengangkat dan
dan depressor anguli oris menekan ujung mulut.Pipi, dilapisi dari
dalam oleh mukosa yang mengandung papilla, otot yang terdapat
pada pipi adalah otot buksinator.
2) Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga mulut yang
dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris dan mandibularis disebelah
belakang bersambung dengan faring.
a) Palatum terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum
keras) yang tersusun atas tajuk–tajuk palatum dari sebelah
tulang maksilaris. Palatum mole (palatum lunak) terletak
dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat
bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
b) Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput
lender, kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke segala arah.
c) Kelenjar Ludah merupakan kelenjar yang mempunyai ductus
bernama ductus wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah
ada 2 yaitu kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar
submaksilaris) yang terdapat dibawah tulang rahang atas
bagian tengah, kelenjar ludah bawah lidah (kelenjar
sublinngulis) yang terdapat disebelah depan bawah lidah. Di
bawah kelenjar ludah bawah rahang dan kelenjar ludah
bawah lidah disebut koronkula sublingualis serta hasil
9
sekresinya berupa kelenjar ludah (saliva). Di sekitar rongga
mulut terdapat 3 buah kelenjar ludah yaitu kelenjar parotis
yang letaknya dibawah depan dari telinga diantara prosesus
masyoid kiri dan kanan osmandibular, duktusnya duktus
stensotisoni, duktus ini keluar dari glandula parotis menuju
ke rongga mulut melalui pipi (muskulus buksinator). Kelenjar
sukmasilaris terletak dibawah rongga mulut bagian belakang,
duktusnya duktus watoni bermuara dirongga mulut. Kelenjar
ludah didasari oleh saraf–saraf tak sadar.
d) Otot Lidah. Otot intristik lidah berasal dari rahang bawah
menyebar kedalam lidah membentuk anyaman bergabung
dengan otot intrinsic yang terdapat pada lidah.
b Faring (tekak)
Faring Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut
dengan kerongkongan (esophagus), didalam lengkung faring terdapat
tonsil (amandel) yaitu kemampuan kelenjar limfe yang banyak
mengandung limfosit. Disini terletak persimpangan antara jalan nafas
dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga
hidung, didepan ruas belakang, keatas bagian depan dengan rongga
mulut dengan perantara lubang yang disebut ismus fausium.
c. Esofagus
Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada dekat
dengan kolumna vertebralis, dibelakang trakea dan jantung. Esofagus
10
melengkung ke depan, menembus diafragma dan menghubungkan
lambung. Jalan masuk esofagus kedalam lambung adalah kardia.
d. Gaster (Lambung)
Gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang
paling banyak terutama didaerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian
atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium
pilorik, terletak dibawah diafragma didepan pankreas dan limpa,
menempel disebelah kiri fudus uteri. Lambung terdiri dari 6 bagian
yaitu fundus ventrikuli, korpus ventrikuli, antrum pylorus, kurvantura
minor, kurvantura mayor, osteum kardiakum.
1) Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak disebelah
kiri osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
2) Korpus vetrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada
bagian bawah kurvantura minor
3) Antrum pylorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai
otot yang tebal membentuk sfingter pilorus.
4) Kurvantura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari
oseteum kardiak samapi ke pilorus
5) Kurvantura mayor, lebih panjang dari kurvantura minor terbentang
dari sisi kiri oseteum kardiakum melalui fundus vertrikuli menuju
kekanan sampai ke pilorus anterior. Ligamentum gastro linealis
tebentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
11
6) Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana esofagus bagian
abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium
pilorik.
e. Intestinum minor (usus halus).
Intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan
yang berpangkal pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran
yaitu dari pancreas dan kantung empedu. Usus halus berpangkal
pada pylorus dan berakhir pada seikum dengan panjang sekitar 6
meter. Lapisan usus halus meliputi lapisan mukosa (sebelah dalam),
lapisan otot melingkar (muskulus sirkuler), lapisan otot memanjang
(muskulus longitudinal), dan lapisan serosa disebelah luar. Usus
halus terdiri dari duodenum, yeyenum dan ileum.
Gambar 2.2Usus halus dan usus besar (Sulliva, 2004).
1). Duodenum (usus 12 jari)
Panjang ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri. Pada
lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum ini
terdapat selaput lendir yang membuktikan disebut papila vateri. Pada
12
papila veteri ini bermuara saluran empedu (duktus koledukus) dan
saluran pankreas (duktus pankreatikus).
2). Yeyenum dan ileum
Yeyenum mempunyai panjang sekitar ± 6 meter. Dua perlima
bagian atas adalah yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum
dengan panjang ± 4–5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat
pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan
peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar
mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang
arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke
ruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang
tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan
perataraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis, orifisium ini
diperkuat dengan sfingter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat
katup valvula seikalis atau valvula baukini. Permukaan epitel yang
sangat luas melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan
pencernaan dan absorbsi.
Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat
memperbesar permukaan usus. Pada penampangan melintang vili
dilapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam
hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam
pencernaan. Di dalam ileum terdapat banyak lipatan atau lekukan
13
yang disebut jonjot–jonjot usus (vili). Vili berfungsi memperluas
permukaan penerapan sehingga makanan dapat terserap sempurna.
Doudenum (usus 12 jari) panjang ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan
bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang membuktikan
disebut papila vateri. Pada papila veteri ini bermuara saluran empedu
(duktus koledukus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus).
Di dalam usus halus dihasilkan enzim dari dinding usus.
Enzim tersebut diperlukan untuk mencerna makanan secara kimiawi:
1. Enterokinase untuk mengaktifkan tripsinogen yang dihasilkan
pancreas menjadi tripsin
2. Erepsin atau dipeptidase, untuk mengubah dipeptida atau pepton
asam amino
3. Laktase, mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa
4. Maltase, berfungsi mengubah maltosa menjadi glukosa
5. Disakarase, mengubah disakarida menjadi monosakarida
6. Peptidase, mengubah polipepsida menjadi asam amino
7. Lipase, mengubah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak
8. Sukrase, mengubah sukrosa menjadi fruktosa dan galaktosa
f. Usus besar
Usus besar kurang lebih 1,5 meter lebarnya 5–6 cm. Lapisan-
lapisan usus besar dari dalam keluar: selaput lendir, lapisan otot
14
melingkar, lapisan otot memanjang, dan jaringan ikat. Lapisan usus
besar terdiri dari: Seikum, kolon asendens, apendiks, kolon
transversum, kolon desendens, kolon sigmoid.
Gambar 2.3Bagian usus besar
Sumber: Sulliva (2004).
Bagian usus besar.
1) Seikum berbentuk seperti cacing sehingga dibawah seikum
terdapat appendiks vermiformis yang disebut juga umbai cacing,
panjang 6 cm.
2) Kolon asendens panjang 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah
kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati
membengkak ke kiri, lengkungan ini disebut Fleksura hepatika,
dilanjutkan sebagai kolon transversum.
15
3) Appendiks (usus buntu) terletak horizontal dibelakang seikum
kolon transversum panjang kurang lebih 38 cm, membunjur dari
kolon asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah
abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri
terdapat fleksura linealis. Panjang ± 25 cm, terletak dibawah
abdomen bagian kiri membunjur dari atas ke bawah dari fleksura
linealis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon
sigmoid.
4) Kolon desendens panjang kurang lebih 25 cm, terletak dibawah
abdomen bagian kiri membunjur dari atas ke bawah dari fleksura
linealis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon
sigmoid.
5) Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak
miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf
S. Ujung bawahnya berhubung dengan rectum.
g. Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os
sakrum dan os koksigis.
h. Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak diantara pelvis,
dindingnya di perkuat oleh sfingter Ani Internus, sfingter Levator
Ani, Sfingter Ani Eksternus.
16
2. Fisiologi Gastrointestinal
Pada sistem pencernaan, makanan terdiri dari tiga fase: pergerakan
makanan, sekresi getah pencernaan dan absorbsi makanan yang dicerna.
Adapun penjelasan dari fase tersebut adalah:
a. Pergerakan makanan
Jenis fungsional pergerakan saluaran pencernaan, yaitu : Gerak
mencampur, disebabkan oleh kontraksi bola segmen kecil dinding
usus dan gerakan mendorong–peristaltik (proporsive). Peristaltik
ditimbulkan oleh karena rangsangan sehingga terjadi peregangan.
Peristaltik terjadi pada tractus gastrointerstinal, saluran empedu,
ureter dan saluran kelenjar lain diseluruh tubuh dan sebagian besar
tabling otot polos lain dalam tubuh. Jumlah makanan yang dicerna
seseorang ditentukan oleh hasrat instink untuk makan (lapar) dan jenis
makanan yang disukai (selera).
Mekanisme pencernaan yaitu gerak menggigit, memotong dan
menggiling makanan diantara gigi atas dan bawah. Adanya bolus
makanan dalam mulut menyebabkan reflek inhibisi otot-otot
pengunyah, yang memungkinkan otot rahang bawah turun yang
mengakibatkan kontraksi memantul.
Proses pengunyahan sangatlah penting karena enzim-enzim
pencernaan terutama bekerja pada permukaan partikel makanan
sehingga mempengaruhi kecepatan pencernaan. Selain itu juga
17
mencegah dari eksplorasi saluran pencernaan dan mempermudah
pengosongan makanan dalam lambung.
b. Menelan (deglutisi)
Proses menelan dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase oral, fase
faringeal, fase esophagel. Fase oral akan terjadi pembentukan
konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung
secara disadari, proses makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi,
lidah, palatum mole, otot pipi dan saliva untuk menggiling dan
membentuk bolus dengan kan fase peranan saraf kranial pembentukan
fase oral.
Fase faringeal dimulai karena bolus makanan menyentuh arkus
faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul.
Pergerakan laring keatas dan kedepan, relaksai dari introitus esofagus
dan dorongan otot–otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan
turun kebawah dan masuk kedalam servikal esofagus. Proses ini hanya
berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama
bila menelan makanan padat.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase
faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan
memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas.
Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu
pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan
laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu
18
Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur. Kecepatan
gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik.
Fase esophageal proses menelan berlangsung tanpa disadari.
Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu tiga sampai
empat cm/detik. Fase ini terdiri dari beberapa tahapan:
1) Di mulai dengan terjadinya relaksasi modula kriko faring.
Gelombang peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot
longitudinal dan otot sirkuler dinding esophagus bagian proksimal.
Gelombang peristaltic pertama akan diikuti oleh gelombang
peristaltic ke dua yang merupakan respons akibat regangan dari
esophagus.
2) Gerakan peristaltik tengah esophagus dipengaruhi oleh serabut
saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal
dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak
seterusnya secara teratur menuju esofagus. Cairan biasanya turun
akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltic
dan berlangsung delapan sampai dua puluh detik. Esophagal
transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus
otot.
c. Absorbsi makanan dan sekresi pencernaan
Proses menelan dilanjutkan dengan penyerapan makanan di
usus lambung dan penyerapan di usus lambung. Menyimpan makanan
dalam jumlah besar sampai makanan tersebut dapat ditampung pada
19
bagian bawah saluran pencernaan. Selanjutnya lambung akan
mencampur makanan tersebut dengan sekret lambung sampai ia
membentuk suatu campuran setengah padat yang dinamakan timus.
Proses berikutnya mengeluarkan makanan perlahan-lahan dari
lambung masuk ke usus halus dengan kesepakatan yang sesuai untuk
pencernaan dan absorbsi oleh usus halus (Sudoyo, 2009).
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna mencegah memecah protein. Keasaman
lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap
infeksi dengan cara mambunuh bakteri. Hormon gastrin yang
dikeluarkan oleh mukosa antrum yang menimbulkan efek
meningkatnya pengosongan lambung. Adapun faktor penghambat
pengosongan lambung: Reflek-reflek enterogastrik dari duodenum
pada aktifitas pylorus. Bila kimus memasuki duodenum isyarat refleks
sarat dihantarkan kembali ke lambung untuk menghambat peristaltik
dan meningkatkan tonus pylorus. Faktor–faktor yang secara terus
menerus menimbulkan reflek enterogastrik adalah derajat peregangan
duodenum, derajat kesamaan kimus, osmolaritas kimus, adanya iritasi
mukosa duodenum, adanya hasil-hasil pemecahan kimus (protein dan
lemak) (Simadibrata, 2009).
Makanan sampai di usus halus dipengaruhi pergerakan usus
halus yaitu kontraksi pencampur dan pendorong kontraksi pencampur
(segmentasi) dirangsang oleh peregangan usus halus. Kontraksi
20
pendorong Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang
peristaltik. Aktifitas peristaltik usus halus sebagian disebabkan oleh
masuknya kimus ke dalam duodenum, tetapi juga oleh yang
dinamakan gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan lambung
terutama dihancurkan melalui pleksus mientertus dari lambung turun
sepanjang dinding usus halus (Simadibrata, 2009).
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga
melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula, dan
lemak. Iritasi yang sangat kuat pada mukosa usus, seperti terjadi pada
beberapa infeksi dapat menimbulkan yang dinamakan ”peristaltic
rusf” merupakan peristaltik sangat kuat yang berjalan jauh pada usus
halus dalam beberapa menit.
Makanan selanjutnya memasuki usus besar mengabsorsi air dan
elektrolit serta kimus dan menyimpan feses sampai dapat dikeluarkan.
Pergerakan kolon ada 2 macam yaitu pegerakan mencampur dan
mendorong. Pergerakan pencampur (Haustrasi) yaitu kontraksi
gabungan otot polos dan longitudinal namun bagian luar usus besar
yang tidak terangsang menonjol keluar menjadi seperti kantong.
Pergerakan pendorong ”Mass Movement”, yaitu kontraksi usus besar
yang mendorong feses kearah anus.
21
Faktor pencetus timbulnya Mass movement adalah reflek
gastroiliaka. Reflek duodenokolika dan iritasi kolon. Banyaknya
bakteri yang terdapat didalam usus besar berfungsi mencerna beberapa
bahan dan membantu penyerapan zat–zat gizi. Bakteri didalam usus
besar juga berfungsi membuat zat–zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri
didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang menyebabkan
gangguan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare (Sudoyo,
2009).
d. Proses pengeluaran feses
Proses defekasi terjadi di rektum dan anus. Di sini dimulailah
proses devekasi akibat adanya mass movement meliputi kontraksi
kolon desenden, kontraksi reflek rectum, kontraksi reflek sigmoid,
relaksasi sfingter ani. Reflek defekasi dimulai bila serabut syaraf
sensorik dalam rectum dirangsang regangan isyarat dihantarkan
kebagian sakral medula spinalis lalu secara reflek kembali kekolon
desenden, rectum, sigmoid dan anus melalui serabut saraf para
simpatis dalam nervi erigentes. Isyaraf para simpatis ini melalui
gelombang peristaltik yang kuat.
Isyaraf para simpatis ini melalui gelombang peristaltik yang
kuat. Isyaraf averen yang masuk medula spenalis juga memulai reflek
lain seperti bernafas dalam penutupan glottis dan kontraksi otot-otot
22
abdomen untuk mendorong masa feses dalam kolon ke bawah
sementara pada saat sama menyebabkan rantai pelvis terdorong
kebawah dan keatas anus untuk mengeluarkan feses kebawah
(Simadibrata, 2009).
D. Patofisiologi
Bila dilihat dari proses penyebabnya, penyebab gastroentritis menurut Setiati
(2009) adalah:
1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut gastroentristik osmotik
2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut gastroentritis sekretorik
3. Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak
4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di entirosit
5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal
6. Gangguan permeabilitas usus
7. Inflamasi dinding usus, disebut gastroentritis inflamatik atau infeksi
Gastroentritis osmotik disebabkan meningkatnya tekanan osmotik
intralumen dari usus halus akibat obat–obat atau zat kimia yang hiperosmotik
(MgSO4, Mg (OH)2, malabsorbsi umum dan defek dalam absorbsi mukosa
usus misal pada defisiensidisaradise, malabsorbsi glikosa/galaktosa.
Gastroentritis sekretorik disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan
elektrolit dari usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada gastroentritis ini
yaitu secara klinis ditemukan dengan volume tinja yang banyak sekali (Setiati,
2009).
23
Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak adalah gastroentritis ini
didapatkan pada gangguan pembentukan empedu dan penyakit–penyakit
saluran bilier dan hati. Defek sistem pertukaran anion/transpor elektrolit aktif
di enterosit: gastroentritis tipe ini disebabkan adanya abnormal. Motilitas dan
waktu transit usus abnormal transit usus abnormal gastroentritis tipe ini
disebabkan hipermotilitas dan irreguleritas motilitas usus sehingga
menyebabkan absorbsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan
motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid. Gangguan
permeabilitas usus diare tipe ini disebabkan permiabelitas usus yang abnormal
disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus
(Setiati, 2009).
Gastroentritis infeksi terjadi karena masuknya mikroorganisme
kedalam tubuh. Parasit, bakteri, virus dan jamur yang masuk kedalam lambung
akan dinetralisasi oleh asam lambung (HCL), mikroorganisme tersebut bisa
mati atau tetap hidup, jika masih hidup mikroorganisme tersebut akan masuk
kedalam usus halus dan berkembang biak. Di dalam usus halus akan
mengeluarkan toksin yang sifatnya merusak vili-vili usus dan dapat
meningkatkan peristaltis usus sehingga penyerapan makanan, air, dan elektrolit
terganggu, terjadilah hipersekresi yang mengakibatkan diare.
Inflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri
Shigella) atau non infeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Chorn). Kerusakan
mukosa usus akibat inflamasi juga mengakibatkan terjadinya produksi mukus
yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen sehingga terjadi
24
gangguan absorbsi air dan elektrolit. Kondisi ini menyebabkan terjadinya
diare.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik gastroenteritis menurut Krensky (2006) antara lain:
Diare (frekuensi tinja meningkat dan feses lembek/cair), demam karena adanya
organisme invasit yang menyebabkan infeksi, muntah, nyeri abdomen, kram
(ketidakseimbangan elektrolit), dan adanya dehidrasi. meliputi: latergi,
penampakan pucat, mata cekung, mata kering, sakit tenggorakan, malaise,
myalgia, berat badan menurun.
F. Komplikasi
Komplikasi gastroentritis menurut Brenner (2004) meliputi: dehidrasi,
resatan hiporomelik, kejang, bakterikimia, malnutrisi, hipoglikimia,
intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus. Berdasarkan komplikasi
gastroentritis tingkat dehidrasi menurut Sudoyo (2002) dapat diklasifisikan
menjadi beberapa golongan antara lain:
1. Dehidrasi ringan yaitu kehilangan cairan 2-25% dari BB dengan gambaran
klinik turgor kulit elastik, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan
syok.
2. Dehidrasi sedang adalah kehilangan 5–8% dari BB dengan gambaran
klinik turgor kulit jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat
dan dalam.
25
3. Dehidrasi berat adalah kehilangan cairan 8–10% dari berat gambaran
klinik seperti tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun,
apatis sampai koma, otot kaku sampai sianosis.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksaan Medis pasien gastroentritis menurut Junadi (2007) antara
lain dehidrasi oral atau intravena dan medikamentosa.
1. Dehidrasi oral atau intravena
a) Cairan per oral: Cairan yang diberikan peroral berupa cairan yang
berisikan Nacl, dan Na, HCO, Kal dan Glukosa.
b) Cairan Parentral
1) Dehidrasi ringan 1 jam pertama 25–50 ml/kg BB/hari, kemudian
125 ml/kg BB/oral.
2) Dehidrasi sedang 1 jam pertama 50–100 ml/kg BB/oral
kemudian 125 ml/kg BB/hari.
3) Dehidrasi berat 1 jam pertama 20 ml/kg BB/jam atau 5 tetes/kg
BB/menit oralit per oral.
2) Medikamentosa meliputi: Obat anti sekresi, Obat anti spasmolitik,
Obat anti biotik.
H. Pengkajian Fokus
Pengkajian fokus pada pasien gastroenteritis merujuk pada Herwanto (2004)
antara lain:
1. Identitas dan riwayat keperawatan.
26
a. Identitas:
Gastroentritis lebih banyak dialami pada anak dan lansia berdasarkan
tempat tinggal, perlu dilihat dari lingkungan yang kotor.
b. Riwayat keperawatan
Awal serangan: Gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian
timbul gastroentritis. Keluhan utama : Feses semakin cair, muntah,
kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, BB
menurun, tonus dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut dan
bibir kering, frekuensi BAB lebih dari 5x dengan konsistensi encer.
c. Riwayat kesehata masa lalu
Riwayat inflamasi pasien pernah menderita gastroentritis sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah keluarga pernah menderita mempunyai riwayat gastroentritis
atau tidak.
2. Pengkajian data dasar
Pengkajian data dasar gastroenteritis menurut Doengoes (1999) yaitu:
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise, pembatasan aktivitas
sehubungan dengan efek proses penyakit.
b. Integritas Ego
Gejala: Ansietas, ketakutan, emosi kesal, perasaan tidak berdaya/tidak
ada harapan, faktor stress akut/kronis misalnya: hubungan keluarga,
27
pengobatan yang mahal, faktor budaya, peningkatan prevelensi pada
populasi, menolak, perhatian menyempit, depresi.
c. Eliminasi
Gejala: Episode diare yang tidak dapat disekresikan, hilang timbul,
sering tidak terkontrol, flatus lembut dan semi cair : bau busuk dan
berlemak (steneatorea), melena, konstipasi hilang timbul.
d. Nutrisi/Cairan
Gejala: anorexia, mual, muntah, penurunan berat badan, tidak toleran
terhadap diare/sensitif misalnya produk susu/makanan berlemak,
kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk, membran mukosa kering.
e. Hygiene
Gejala: ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri, bau badan.
f. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadran kanan
bawah: nyeri abdomen tengah, nyeri tekan menjalar ke bagian
periumbilikal, titik nyeri berpindah, nyeri tekan arthritis, nyeri mata,
fotopobia, iritasi, distensi abdomen.
g. Keamanan
Gejala : riwayat lupus eritematosus, anemia hemolitik, peningkatan
suhu 39,6–40°C (eksaserbasi akut)
h. Interaksi Sosial
Gejala: masalah berhubungan dengan peran sehubungan dengan
kondisi ketidakmampuan aktivitas secara sosial.
28
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah dijumpai adanya Ht meningkat
2. Feses dijumpai adanya bakteri atau parasit
3. Elektrolit di jumpai adanya natrium dan kalium menurun
4. Urinalisa dijumpai adanya urin pekat, Bj meningkat
5. Analisa Gas Darah dijumpai adanya asidosis metabolik (bila sudah
kekurangan cairan).
30
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan eliminasi: diare berhubungan dengan malabsorbsi atau
inflamasi terhadap gastritis, divertikulis, usus yang sensitive
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan dampak
gastroentritis mual dan muntah
3. Nyeri akut berhubungan dengan kram abdomen, hiperistaltik gastroentritis
yang berkepanjangan iritasi kulit dan jaringan perlecetan perinal
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak
adekuatnya absorbsi usus terhadap zat gizi, mual, muntah
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
6. Kurang pengetahuan tentang keadaan sakit, kebutuhan pengobatan, dan
pencegahan diare yang berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
7. Cemas berhubungan dengan krisis situasi karena perubahan status
kesehatan dan hospitalisasi.
L. Fokus Intervensi
Fokus Intervensi yang dapat dirumuskan untuk mengatasi masalah
keperawatan gastroentritis menurut Bulechek (2005) dan (Doengoes, 1999).
1. Gangguan eliminasi: diare berhubungan dengan malabsorbsi atau
inflamasi terhadap gastritis, divertikulis, usus yang sensitive.
Tujuan: Klien dapat melakukan eliminasi dengan baik
Kritria hasil: Keseimbangan input dan output cairan, berat badan stabil,
tidak terlihatnya mata cekung, tidak haus, tidak ada nyeri tekan di perut,
kulit lembab, buang air besar lunak, frekuensi defekuasia kembali normal.
31
Intervensi:
a. Observasi dan catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses dan
fakror presipitasi
Rasional: Untuk mengetahui jumlah feses dan bentuk feses
b. Kaji/faktor penyebab makan di tempat sembarangan
Rasional: Untuk mengetahui proses terjadinya gastroentritis
c. Hentikan makanan padat
Rasional: Untuk mengurangi terjadinya gastroentritis
d. Ajarkan pada klien penggunaan yang tepat dari obat–obatan anti diare
Rasional: Supaya klien tahu cara penggunaan obat anti gastroentritis
e. Kolaborasi pemberian obat antidiare sesuai indikasi, misal difenoksilat
dengan atropin (lomotil)
Rasional: mungkin perlu untuk mengontrol frekuensi defekasi sampai
tubuh mengalami perubahan akibat bedah
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan dampak
gastroentritis mual dan muntah
Tujuan: Cairan seimbang
Kriteria hasil: Mempertahankan cairan elektrolit, mempertahankan berat
jenis urine dalam batas normal, mempertahankan berat badan, tanda–tanda
vital terlihat normal, mata tidak cekung, mukosa bibir lembab, turgor kulit
kenyal, tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi:
32
a. Awasi masukan dan haluaran, karakteristik dan jumlah feses, perkiraan
kehilangan yang tidak terlihat seperti berkeringat, ukur berat jenis urin,
observasi oliguria
Rasional: memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, fungsi
ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk
penggantian cairan
b. Kaji Tanda Vital (Tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan)
Rasional: Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat
menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan
c. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring dan hindari aktivitas
Rasional: kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk
menurunkan kehilangan cairan usus
d. Berikan cairan parenteral dan tranfusi daran sesuai indikasi
Rasional: mempertahankan istirahat usus akan memadukan
penggantian cairan untuk memperbaiki kekebalan
e. Awasi hasil laboratorium contoh elektrolit, masnesium, kalium dan
analisa gas darah
Rasional: menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi
f. Berikan obat sesuai indikasi
1) Antidiare
Rasional: menurunkan kehilangan cairan dari usus
2) Antiemetik, misal: trimetobinzamid (tigan), hidroksin (vistaril),
proktoperazin (compazin)
33
Rasional: digunakan untuk mengontrol mual dan muntah pada
eksaserbasi akut
3) Antipiretik, misal: asitamenofen (tynol)
Rasional: elektrolit hilang dalam jumlah besar, khususnya pada
usus yang gundul, area ulkus dan diare dapat juga menimbulkan
asidosis metabolik karena kehilangan bikarbonat (HCO3)
3. Nyeri akut berhubungan dengan kram abdomen, hiperistaltik gastroentritis
yang berkepanjangan iritasi kulit dan jaringan perlecetan perinal
Tujuan: Nyeri berkurang, rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil: Skala nyeri berkurang, iritasi kulit berkurang, Tanda–tanda
vital kembali normal, klien tenang
Intervensi:
a. Monitor tingkat nyeri
Rasional: Untuk menentukan tindakan dalam mengatur nyeri
b. Ubah posisi klien bila terjadi nyeri, arahkan ke posisi yang paling
nyaman
Rasional: Posisi yang nyaman dapat mengurangi nyeri
c. Beri kompres hangat diperut
Rasional: Untuk meningkatkan sirkulasi
d. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional: Untuk mengurangi nyeri
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak
adekuatnya absorbsi usus terhadap zat gizi, mual, muntah
34
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi
Kriteria Hasil: Berat badan ideal atau dalam rentang normal, konjungtiva
tidak anemis, membran mukosa bibir merah muda, keseimbangan
elektrolit
Intervensi:
a. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan atau
nutrisi.
Rasional: Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi
sehingga motivasi untuk makan meningkat.
b. Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
Rasional: Untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
c. Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak
merangsang, tidak menimbulkan banyak gas.
Rasional: Untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
d. Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional: Untuk menghindari mual dan muntah.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti mual
Rasional: Mengurangi rasa mual dan muntah, meningkatkan nafsu
makan
5. Hipertermi berhubungan proses inflamasi
Tujuan: Mempertahankan norma termia
35
Kriteria hasil: Suhu dalam batas norma 360 c – 375 0c, badan tidak teraba
panas
Intervensi:
a. Intervensi: Monitor suhu dan tanda vital
Rasional: Untuk mengetahui tanda–tanda vital klien
b. Monitor intake dan output cairan
Rasional: Untuk mengetahui balance cairan
c. Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat.
Rasional: Untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis
akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
d. Batasi pengunjung
Rasional: Agar klien merasa tentang dan udara didalam ruangan tidak
terasa panas.
e. Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum kurang lebih 2,5
liter/24 jam.
Rasional: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang
banyak.
f. Berikan kompres hangat
Rasional: Mengurangi panas
g. Kolaborasi pemberian obat penurunan panas sesuai indikasi
Rasional: Untuk menurunkan panas
36
6. Kurang pengetahuan tentang keadaan sakit, kebutuhan pengobatan, dan
pencegahan diare yang berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
Tujuan: Klien mampu menjelaskan penyebab diare, tanda–tanda, cara
mencegah dan cara untuk mengatasinya
Kriteria hasil: Klien dapat menjelaskan penyebab, tanda–tanda , cara
mencegah dan cara untuk mengatasinya
a. Kaji persepsi keluarga dan pasien tentang proses penyakit
Rasional: Untuk mengetahui pengetahuan keluarga dan pasien tentang
gastroentritis
b. Bahas dengan pasien, keluarga pasien tentang proses penyakit,
penyebab, dan faktor presipitasi
Rasional: Untuk mengetahui proses perkembangan pasien dan
penyakit yang diderita pasien
c. Beri kesempatan kepada pasien/keluaraga tentang penyakit yang
diderita pasien
Rasional: agar pasien dan keluarga tahu akan penyakit pasien
d. Tekankan untuk kebersihan diri
Rasional: Memberi tahu pasien dan keluarga akan pentingnya
kebersihan diri agar tidak terkena penyakit
7. Cemas berhubungan dengan krisis situasi karena perubahan status
kesehatan dan hospitalisasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat
beradaptasi dengan baik
37
Kriteria Hasil: menunjukkan keadaan rileks dan terjadi penurunan ansietas
sampai tingkat dapat ditangani
Intervensi:
a. Catat perilaku ansietas misal gelisah, peka rangsang, menolak, kurang
kontak mata, perilaku menarik perhatian
Rasioal: Indikator derajat ansietas
b. Dorong menyatakan perasaan, berikan umpan balik
Rasional: membantu pasien dalam mengidentifikasi masalah yang
menyebabkan stress
c. Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan
misal kondisi dan prosedur
Rasional: Keterlibatan pasien dalam perencanaan keperawatan
memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan ansietas
d. Berikan lingkungan tenang dan istirahat
Rasional: Memindahkan pasien dari stres luar, meningkatkan relaksasi
dan membantu menurunkan ansietas
e. Bantu pasien belajar mekanisme koping baru misal teknik mengatasi
stres
Rasional: Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu
untuk menurunkan stres dan ansietas, meningkatkan kontrol penyakit