35
15 BAB II KISAH DAN SEMANTIK A. Kisah. 1. Definisi Kisah dalam al-Qura> n. Al-Qura>n merupakan kitab tuntunan bagi umat manusia untuk meraih kebahagiaan dunia akhirat. Tuntunan dalam al-Qura>n, selain disampaikan dengan cara langsung yang berupa perintah dan larangan adakalanya disampaikan melalui kisah-kisah. Tujuannya adalah untuk menjelaskan bantahan terhadap kepercayaan yang salah dan bantahan terhadap keraguan untuk berbuat ingkar serta menjelaskan prinsip-prinsip Islamiyah dalam berdakwah 1 . Al-Qura>n diturunkan kepada manusia dengan bersifat universal yang meliputi semua aspek kehidupan, baik dalam konteks kehidupan dunia yang sementara sampai pada kehidupan yang kekal di akhirat dengan spirit al-Qura>n sebagai Hudan li al-Na>s (petunjuk bagi manusia). Dalam konteks Hudan li al-Na>s ini al-Qura>n seringkali mengungkapkan sisi petunjuknya dalam bentuk kisah, agar manusia bisa mengambil pelajaran darinya. Kata kisah secara etimologis diambil dari bahasa arab al-qas}as} yang berasal dari kata al-qas}s{u yang berarti mengikuti jejak 2 . Kata al-qas}as} merupakan bentuk mas}dar dari kata yang mempunyai arti 1 Rosihun Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 65. 2 Manna> ’ al-Qat}t}a> n, Maba> hith fi> Ulu>m al-Qura>n (Surabaya: al-Hidayah, 1983), 305.

BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

15

BAB II

KISAH DAN SEMANTIK

A. Kisah.

1. Definisi Kisah dalam al-Qura>n.

Al-Qura>n merupakan kitab tuntunan bagi umat manusia untuk meraih

kebahagiaan dunia akhirat. Tuntunan dalam al-Qura>n, selain disampaikan dengan

cara langsung yang berupa perintah dan larangan adakalanya disampaikan

melalui kisah-kisah. Tujuannya adalah untuk menjelaskan bantahan terhadap

kepercayaan yang salah dan bantahan terhadap keraguan untuk berbuat ingkar

serta menjelaskan prinsip-prinsip Islamiyah dalam berdakwah1.

Al-Qura>n diturunkan kepada manusia dengan bersifat universal yang

meliputi semua aspek kehidupan, baik dalam konteks kehidupan dunia yang

sementara sampai pada kehidupan yang kekal di akhirat dengan spirit al-Qura>n

sebagai Hudan li al-Na>>s (petunjuk bagi manusia). Dalam konteks Hudan li al-Na>>s

ini al-Qura>n seringkali mengungkapkan sisi petunjuknya dalam bentuk kisah,

agar manusia bisa mengambil pelajaran darinya.

Kata kisah secara etimologis diambil dari bahasa arab al-qas}as} yang

berasal dari kata al-qas}s{u yang berarti mengikuti jejak2. Kata al-qas}as} merupakan

bentuk mas}dar dari kata yang mempunyai arti

1 Rosihun Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 65.

2 Manna>’ al-Qat}t}a>n, Maba>hith fi> Ulu>m al-Qura>n (Surabaya: al-Hidayah, 1983), 305.

Page 2: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

16

menggunting, memangkas, mendekati, menceritakan dan mengikuti jejak3,

seperti firman Allah:

Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". Lalu keduanya kembali,

mengikuti jejak mereka semula4

Qas}as} juga dapat berarti berita yang berurutan5. Maksudnya adalah

pemakaian kata qas}as} dalam al-Qura>n digunakan setelah menceritakan berita-

berita atau kisah-kisah yang bertalian, sehingga kata qas}as} dapat diartikan

sebagai berita yang berurutan karena ayat sebelumnya telah menceritakan

rentetan berita-berita yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Seperti firman

Allah:

Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak

disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Perkasa lagi

Maha Bijaksana6

Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al

Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya

adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui7

3 Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir (Yokyakarta: t.p. t.th.), 1210.

4 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang: SV Asy Syifa’, 1992 ), 454.

5 Manna>’ al-Qat}t}a>n, Maba>hith fi> Ulu>m al-Qura>n, 305.

6 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 85.

7 Ibid., 348.

Page 3: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

17

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang

yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan

tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala

sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.8

Menurut Khalid Abd Rahman, al-qas}as} adalah sebutan untuk berita yang

dikisahkan, yang asal kebahasaannya memiliki arti mengikuti. Sedangkan kata

al-qis}s}ah adalah berita tentang peristiwa gaib, yang bentuk jamaknya adalah al-

qis}as}.9 Dalam kamus Bahasa Indonesia, kata al-qaṣaṣ diterjemahkan dengan kisah

yang mempunyai arti kejadian (riwayat, dan sebagainya).10

Secara terminologis yang dimaksud dengan Qaṣaṣ al- Qur’ān adalah:

Pemberitaan mengenai keadaan umat terdahulu, nabi-nabi terdahulu, dan

peristiwa yang pernah terjadi11

Al-Qura>n banyak mengandung penjelasan tentang peristiwa pada masa lalu,

sejarah bangsa-bangsa dan peninggalan atau jejak umat terdahulu, seperti kisah

as}ha>b al-kahfi, kisah Nabi Adam dan kisah-kisah para Nabi lainnya dan cerita

tentang kaum-kaum yang hidup di masa lalu dan umat Muhammad diharapkan

bisa mengambil pelajaran berharga dari kisah tersebut.

8 Ibid., 366.

9 Kha>lid Abd al-Rahma>n, Usu>l al-Tafsi>r wa Qawa>iduhu (Bairu>t: Da>r al-Nafa>is, 1986), 67.

10Purwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 512.

11 Manna>’ al-Qat}t}a>n, Maba>hith Fi> Ulu>m al-Qura>n, 305.

Page 4: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

18

Kisah yang dijelaskan dalam al-Qura>n memiliki unsur sastra, tetapi sastra

yang diungkapkan tidak seperti sastra yang pada umumnya menghasilkan karya-

karya bebas. Gaya bahasa yang disajikan dalam kisah al-Qura>n bersastra exclusif

yang mengusung keindahan, dengan menggunakan tema, teknik pemaparan dan

setting peristiwa yang mengarah dan bertujuan untuk kebaikan, sehingga kisah

yang ada dalam al-Qura>n bisa dijadikan media untuk menyampaikan ajaran-

ajaran agama tanpa mengurangi karakteristik keseniannya.12

Keberadaan kisah sendiri merupakan bagian dari peristiwa gaib dan

peristiwa gaib yang diungkapkan dalam al-Qura>n ada tiga13

, yaitu:

a. Peristiwa gaib masa lampau; al-Qura>n banyak mengisahkan

peristiwa masa lampau dan dari sebagian kisah-kisahnya tidak atau

belum dapat dibuktikan kebenarannya hingga kini, tetapi sebagian

lainnya telah terbukti, antara lain melalui penelitian arkeologi.

Kendati terdapat sekian banyak kisahnya yang belum terbukti,

tidaklah wajar menolak kisah-kisah tersebut hanya dengan alasan

bahwa kisah itu belum terbukti kebenarannya, juga belum terbukti

kekeliruannnya.14 Oleh karena itu merupakan suatu yang

mengherankan apabila ada yang menolak kisah masa lampau al-

Qura>n, karena kisah-kisah tersebut bersumber dari firman Allah

yang kebenaran dari firman itu sendiri tidak terbantahkan. Selain itu

12

Syihabuddin Qalyubi, Stilistika al-Qur’an (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), 66. 13

Muhammad Abd al-‘Az}i >m al-Zarqa>ni>, Mana>hilal-‘Irfa>n fi> Ulu>m al-Qura>n, J. 2 (Bairut: Da>r al-

Fikr, 1988), 367. 14

M Quraish Shihab, Mukjizat al-Quran (Bandung: Mizan, 2013), 199.

Page 5: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

19

kisah-kisah masa lalu yang disebutkan al-Qura>n adalah untuk

meluruskan kekeliruan kisah yang disebutkan dalam kitab-kitab suci

yang lain dan menjaga terjadiya pendistorsian sejarah15

b. Peristiwa gaib pada masa kini, adalah peristiwa yang terjadi pada

masa Nabi Muhammad yang tidak dihadiri oleh beliau maka

turunlah al-Qura>n guna menjelaskan hakikat yang terjadi.16 Biasanya

perisrtiwa gaib ini berkenaan dengan menyingkap rahasia-rahasia

musuh Allah17 seperti orang Yahudi dan orang Munafik. Selain itu,

juga termasuk katagori ini adalah segala hal yang Rasulullah tidak

bisa melihatnya dengan kasat mata seperti penjelasan tentang

Tuhan, malaikat, jin, surga dan neraka.18

c. Peristiwa gaib pada masa yang akan datang, adalah segala sesuatu

yang disebutkan dalam al-Qura>>n tentang peristiwa yang akan terjadi

di masa yang akan datang baik terdapat ketentuan waktu dalam

terjadinya peristiwa tersebut atau peristiwa tersebut dimutlakkan

tanpa ada ketentuan waktu19

. Contoh dari peristiwa masa depan

yang terdapat ketentuan waktunya adalah firman Allah:

15

S}ubh}i> al-S}a>lih}, Maba>hith fi> Ulu>m al-Qura>n (Bairu>t: Da>r al-Ilm li al-Mala>yi>n, 1988), 41. 16

Must}afa> Muslim, Maba>hith fi> I’ja>z al-Qura>n (Riya>d: Da>r al-Muslim, 1996), 285. 17

Ibid., 286. 18

Muhammad Abd al-‘Az}i >m al-Zarqa>ni>, Mana>hilal-‘Irfa>n, 367. 19

Must}afa> Muslim, Maba>hith fi> I’ja>z al-Qura>n, 293.

Page 6: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

20

1. Alif Laam Miim 2. Telah dikalahkan bangsa Rumawi

3. di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan

menang

4. dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan

sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa

Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman.20

Kisah al-Qura>n pada umumnya mengandung tiga unsur, yaitu

a. Pelaku: pelaku kisah dalam al-Qura>n terdari dari manusia, malaikat,

jin dan hewan

b. Peristiwa: peristiwa kisah dalam al-Qura>n meliputi tiga bagian,

yaitu; pertama, peristiwa yang berkelanjutan. Contoh dari katagori

ini adalah, seorang Nabi diutus kepada suatu kaum, kemudian

mereka mendustakannya dan meminta bukti yang menunjukkan

kebenaran kerasulannya, dan datanglah bukti yang mereka minta,

tetapi mereka tetap saja mendustakan. Ke dua; peristiwa yang

dianggap luar biasa, yaitu peristiwa-peristiwa yang didatangkan

Allah melalui para Rasul sebagai bukti kebenaran. Ke tiga;

peristiwa yang dianggap biasa, yaitu peristiwa biasa yang dilakukan

manusia, baik Rasul atau bukan sebagai manusia biasa.

c. Dialog, tidak semua kisah dalam al-Qura>n mengandung dialog atau

percakapan, seperti kisah yang bermaksud menakut-nakuti, tetapi

20

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 641.

Page 7: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

21

ada pula kisah yang menonjolkan percakapan seperti kisah Nabi

Adam.21

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa kisah-kisah

yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak

etis untuk diragukan, karena semua cerita tersebut bersumber dari Tuhan yang

Maha Benar, sekalipun peristawa tersebut saat ini belum terjadi atau belum

ditemukan bukti yang jelas dari kisah masa lalu. Dengan demikian bisa diambil

pemahaman bahwa kisah-kisah yang dimuat dalam al-Qur>an bukanlah cerita

fiksi, khayal atau dongeng yang tidak bisa dipertanggungjawabkan

kebenarannya.

2. Macam-Macam Kisah dalam al-Qura>n.

Kisah dalam al-Qura>n memiliki banyak ragam, namun penulis

mencukupkan dalam penyebutan ragam kisah al-Qura>n pada dua katagori saja22

,

yaitu: pertama, ditinjau dari sisi pelaku, yang meliputi tiga macam, yaitu:

a. Kisah para Nabi terdahulu. Kisah ini adalah tentang dakwah

mereka, mukjizat-mukjizat mereka, sikap kaum mereka terhadap

Nabinya, tahapan-tahapan dakwah mereka dan perkembangannya

21

Rosihun Anwar, Ilmu Tafsir, 67-72. 22

Penulis memberikan Pembatasan macam-macam kisah al-Qura>n hanya pada dua katagori ini,

karena penulis menganggap dua katagori ini cukup representatif dalam menggambarkan macam-

macam kisah yang dijelaskan dalam al-Qura>n, sekalipun dalam beberapa literatur disebutkan

berbagai macam pembagian dalam ragam kisah-kisah al-Qura>n.

Page 8: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

22

serta akibat-akibat yang diterima oleh yang mempercayai dan yang

mendustakan.

b. Kisah tentang peristiwa-peristiwa masa lalu23

, seperti kisah T{a>lu>t

dan Ja>lu>t, penghuni gua, Dhu> al-Qarnain, Qa>ru>>n, As}}ha>b al-Ukhdu>d,

As}ha>b al-Fi>l, dan lain sebagainya. Kisah-kisah tersebut disebutkan

dalam al-Qura>n agar bisa diambil pelajaran sebagaimana petunjuk

al-Qura>n.

c. Kisah-kisah perjalanan kenabian, yaitu peristiwa yang disebutkan

al-Qura>n terkait dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa

Rasulullah, seperti perang Badar, Uhud, Khandaq, Tabuk, Hijrah,

Isra>’ Mi’ra>j dan lain sebagainya baik berupa kejadian-kejadian

ataupun mu’jizat-mu’jizat.24

Ke dua, dilihat dari panjang pendeknya, yang terbagi dalam tiga bagian,

yaitu:

a. Kisah panjang, seperti kisah Nabi Yusuf dalam surat Yu>suf, yaitu

hampir seluruh ayatnya mengungkapkan kehidupan Nabi Yusuf,

sejak masa kanak-kanak, dewasa dan memiliki kekuasaan. Contoh

lainnya adalah kisah Nabi Musa dalam surat al-Qas}a>s}, kisah Nabi

Nuh dan kaumnya dalam surat Nuh dan lain sebagainya.

23

Kisah tentang peristiwa-peristiwa masa lalu, juga disebut sebagai kisah-kisah Qur’a >ni>, yaitu

kisah-kisah yang berkaitan dengan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiaanya (S}afwat Ju>dah

Ahmad, Ma’a al-Qura>n al-Kari>m (Kairo: Maktabah al-S}afa>, 2002), 53.) 24

Mu>sa> Ibra>hi>m, Buh}u>th Minajiah fi> Ulu>m al-Qura>n al-Kari>m (‘Amma>n: Da>r ‘Amma >r, 1996),

185.

Page 9: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

23

b. Kisah sedang, seperti kisah Maryam dalam surat Maryam, kisah

Ashab al-Kahfi dalam surat al-Kahfi, kisah Nabi Adam dalam surat

al-Baqarah dan T}a>ha> yang terdiri atas sepuluh atau beberapa belas

ayat saja.

c. Kisah pendek, yaitu kisah yang jumlahnya kurang dari sepuluh ayat,

seperti kisah Nabi Hu>d dan Nabi Lu>t} dalam surat al-A’ra>f, kisah

Nabi S}a>lih dalam surat Hu>d, dan sebagainya.25

3. Hikmah Kisah al-Qura>n.

Al-Qura>n tidak diturunkan kepada umat manusia dalam bentuk hampa

nilai-nilai, melainkan semua yang terkandung di dalam al-Qura>n memiliki tujuan

dan hikmah yang agung untuk kebaikan manusia baik di dunia maupun di

akhirat. Keberadaan kisah-kisah yang dimuat dalam al-Qura>n tidak luput dari

adanya hikmat di dalamnya, dan diantara hikmah-hikmah atau faidah dari kisah-

kisah al-Qura>n, sebagaimana yang disebutkan oleh Manna>’ al-Qat}t}a>n adalah

sebagai berikut:

a. Menjelaskan asas-asas dakwah (mengajak) kepada Allah serta

menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para nabi,

sebagaimana firman Allah:

25

Rosihun Anwar, Ilmu Tafsir, 73.

Page 10: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

24

Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu,

melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‚bahwasannya tidak ada

Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan

Aku‛26

b. Meneguhkan hati Rasulullah dan hati umat Muhammad atas agama

Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya

kebenaran dan para pendukungnya serta hancurnya kebatilan dan

para pembelanya, sebagaimana firman Allah:

Dan semua kisah dari rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu, ialah

kisah-kisah yang dengannnya Kami teguhkan hatimu; dan dalam

surat ini telah datang kepadammu kebenaran serta pengajaran dan

peringatan bagi orang-orang yang beriman.27

c. Membenarkan para Nabi terdahulu dan menghidupkan kenangan

terhadap mereka serta mengabadikan jejak dan peninggalannya,

seperti firman Allah:

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa dan Harun

Kitab Taurat dan penerangan serta pengajaran bagi orang-orang

yang bertakwa.28

26

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, 498. 27

Ibid., 345. 28

Ibid., 501.

Page 11: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

25

d. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad dalam dakwahnya

dengan apa yang diberitakannya perihal orang-orang terdahulu di

sepanjang kurun dan generasi. Dalam hal ini dapat dilihat dari

banyaknya distorsi sejarah yang disebutkan dalam kitab-kitab

terdahulu, seperti firman Allah:

Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al

Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari

Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang

sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi

mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan

kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka

kerjakan.29

e. Membuktikan kekeliruan ahli kitab dengan hujah yang telah

menyembunyikan keterangan dan petunjuk, serta menentang

mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu diubah

dan diganti. Misalnya dalam firman Allah:

Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan

yang diharamkan oleh Israil (Ya'qub) untuk dirinya sendiri sebelum

Taurat diturunkan. Katakanlah: "(Jika kamu mengatakan ada

29

Ibid., 23.

Page 12: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

26

makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah

Taurat itu, lalu bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar".30

f. Kisah merupakan salah satu bentuk sastra yang dapat menarik

perhatian para pendengar dan memberikan pengajaran yang

terkandung di dalamnya ke dalam jiwa, seperti firman Allah:

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi

orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita

yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang

sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk

dan rahmat bagi kaum yang beriman.31

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kisah-kisah yang disebutkan

dalam al-Qura>n adalah bukti dari kebenaran Rasulullah dengan segala yang

disampaikannya sekaligus membuktikan bahwa apa yang ada dalam al-Qura>n,

semuanya bersumber dari wahyu yang diturunkan oleh Allah, karena tidak

mungkin Rasulullah mengetahui itu semua tanpa menerima dari wahyu Allah.

Masih ada yang meragukan keotentikan sember kisah-kisah al-Qura>n.

Sebagaimana yang dihembuskan oleh orang-orang orientalis bahwa al-Qura>n

merupakan hasil jiplakan dengan argumentasi bahwa pengetahuan Rasulullah

tentang kisah-kisah masa lalu yang selanjutnya dimuat dalam al-Qura>n

bersumber dari seorang pendeta atau beliau menjiplak dari perjanjian lama.

30

Ibid., 91. 31

Ibid., 366.

Page 13: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

27

Anggapan orientalis ini dapat dipatahkan dengan beberapa argumen, pertama;

Rasulullah tidak pernah belajar pada siapapun. Pada masa kanak-kanak, beliau

pernah bertemu dengan seorang rahib yang bernama Bukaira ketika pergi ke

Syam, tetapi pertemuan itu tidak berlangsung lama sehingga menjadi tidak logis

apabila Rasulullah bisa memperoleh banyak informasi yang mendetail dan akurat

tentang kisah-kisah masa lalu dalam waktu yang singkat. Selain itu, sebagian

dari orang orientalis mengatakan bahwa Rasulullah belajar kepada Waraqah bin

Naufal. Namun anggapan ini juga bisa ditolak dengan dasar beberapa riwayat

yang menyebutkan bahwa kedatangan Rasulullah menemui Waraqah setelah

beliau menerima wahyu. Disisi lain, Waraqah berpendapat bahwa yang datang

kepada Rasulullah di gua hira adalah malaikat yang pernah datang kepada Nabi

Musa dan Isa. Dia menyatakan bahwa seandainya dia hidup saat Rasulullah

dimusuhi kaumnya, niscaya dia akan membelanya. Dengan demikan menjadi

tidak logis apabila dikatakan Rasulullah belajar kepada Waraqah, apalagi

Waraqah mengakui kenabian Rasulullah.32

Ke dua; tidak tepat bila dikatakan Rasulullah mempelajari kitab Perjanjian

Lama, dengan alasan bahwa Rasulullah adalah orang yang tidak bisa baca tulis,

selain itu banyak informasi yang dikemukakan al-Qura>n tidak terdapat dalam

Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, atau sekalipun ada yang sama tetap

terdapat perbedaan-perbedaan.33

32

M Quraish Shihab, Mukjizat al-Quran, 211-212. 33

Ibid., 212.

Page 14: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

28

Dua argumentasi ini menegaskan bahwa kisah-kisah al-Qura>n bukanlah

bersumber dari pengetahuan Rasulullah semata yang diperoleh dari proses belajar

kepada ahli kitab melainkan bersumber dari wahyu Allah untuk meluruskan

kekeliruan distorsi sejarah yang dilakukan oleh umat terdahulu.

4. Pengulangan Kisah al-Qura>n

Al-Qura>n tidak menjelaskan peristiwa yang dimuat di dalamnya secara

berurutan (kronologis) dan memaparkan kisah-kisah itu secara panjang lebar,

tetapi terkadang kisah al-Qura>n disebutkan berulang-ulang di berbagai tempat.

Ada pula beberapa kisah yang disebutkan al-Qura>n dalam bentuk yang berbeda.

Di satu tempat ada bagian yang didahulukan dan di tempat lain diakhirkan.

Kadang-kadang pula disajikan secara ringkas dan kadang secara panjang lebar.

Hal tersebut menimbulkan perdebatan di antara kalangan orang yang meyakini

dan orang-orang yang meragukan al-Qura>n. Mereka yang meragukan al-Qura>n

sering mempertanyakan, mengapa kisah-kisah dalam al-Qura>n tidak disusun

secara kronologis dan sistematis sehingga lebih mudah dipahami?. Hal itu,

menurut mereka dipandang tidak efektif dan efisien34

.

Pengulangan kisah al-Qura>n dalam beberapa tempat pada dasarnya tidak

menunjukkan ketidak sistematisan kisah tersebut, karena pengulangan kisah al-

Qura>n dikemukakan dalam berbagai bentuk yang berbeda-beda. Dari setiap

bentuk tersebut akan ditemukan uslu>b yang baru dengan memberikan kemasan

34

Muhammad Chirjin, al Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa,

1989), 11.

Page 15: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

29

penggambaran yang berbeda dengan kisah yang disebutkan sebelumnya, sehingga

hal itu menggambarkan adanya makna baru dalam kisah tersebut35

. Dengan

demikian pengulangan kisah dalam al-Qura>n mampu memberikan nuansa baru

dalam setiap penggambaran kisahnya yang menandakan bahwa dalam kisah

tersebut ada maksud yang berbeda dari yang sebelumnya. Namun tidak berarti

dari pengulangan kisah al-Qura>n ada kontradiksi muatan kisah dari segi

kronologis kejadiannya atau peristiwanya. Hal ini dikarenakan kebanyakan

pengulangan kisah al-Qura>n terkait dengan konteks pelaku kisah bukan peristiwa

dari kisah tersebut36

. Selain itu pengulangan kisah al-Qura>n tidak dengan satu

bentuk saja. Adakalanya pada satu tempat ada bagian-bagian yang didahulukan,

sedang di tempat lain diakhirkan dan terkadang dikemukakan secara ringkas dan

kadang-kadang secara panjang lebar. Hal itu menunjukkan pengulangan kisah

dalam al-Qura>n bukanlah pengulangan yang meliputi keseluruhan kisah,

melainkan hanya bagian-bagian tertentu saja dengan adanya hikmah yang hendak

disampaikan.

Hikmah-hikmah yang terkandung dari pengulangan kisah-kisah al-Qura>n

menurut Manna>’ al-Qat}t}a>n dalam kitab Maba>hith fi> Ulu>m al-Qura>nnya adalah

sebagaimana berikut:37

a. Menjelaskan ketinggian kualitas bala>ghah al-Qura>n, karena diantara

keistimewaan bala>ghah adalah mengungkapkan sebuah makna

35

S}afwat Ju>dah Ahmad, Ma’a al-Qura>n al-Kari>m, 56. 36

Ibid., 57. 37

Manna>’ al-Qat}t}a>n, Maba>hith fi> Ulu>m al-Qura>n, 307-308.

Page 16: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

30

dalam berbagai bentuk yang berbeda. Kisah yang berulang ini

dikemukakan di setiap tempat dalam uslu>b (gaya bahasa) yang

berbeda satu dengan yang lain serta dituangkan dalam pola yang

berbeda pula, sehingga tidak membuat orang merasa bosan bahkan

dapat menambah makna-makna baru ke dalam jiwanya yang tidak

didapatkan disaat membacanya di tempat yang lain.

b. Menunjukkan kehebatan i’ja >z al-Qura>n, sebab mengemukakan suatu

makna dalam berbagai bentuk susunan kalimat, dan orang Arab

tidak dapat menandinginya, menunjukkan adanya suatu tantangan

yang kuat dan hal ini menjadi bukti bahwa al-Qura>>n betul-betul

bersumber dari Allah.

c. Menunjukkan perhatian besar terhadap kisah untuk menguatkan

pesan-pesannya dalam jiwa, karena pengulangan merupakan salah

satu cara pengukuhan dan indikasi betapa besarnya perhatian,

misalnya kisah Nabi Mu>sa> dengan Fir’aun. Kisah ini

menggambarkan secara sempurna pertentangan antara kebenaran

dengan kebatilan. Sekalipun kisah ini sering diulang,

pengulangannya tidak pernah terjadi dalam satu surah.

d. Menunjukkan adanya perbedaan tujuan dari ungkapan setiap kisah

yang diulang-ulang. Sebagian dari makna-maknanya diterangkan di

satu tempat, karena hanya itulah yang diperlukan, sedang makna-

Page 17: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

31

makna lainnya dikemukakan di tempat yang lain sesuai dengan

tuntutan keadaan.38

Berikut ini contoh-contoh pengulangan kisah al-Qura>n yang dikutip oleh

Rosihon Anwar dari penelitian yang dilakukan oleh Sukmadjaja Asyrie dan Rosy

dalam buku Indeks al-Quran, yaitu sebagai berikut:

a. Kisah iblis yang tidak mau tunduk kepada Nabi Adam: surat al-

Baqarah (2) ayat 34, surat al-A’ra>f (7) ayat 11, surat al-Hijr (15)

ayat 31, surat al-Isra>’ (17) ayat 61, surat al-Kahfi (18) ayat 50, surat

T{a>ha> (20) ayat 116 dan surat S{a>d (38) ayat 75.

b. Kisah kaum Nabi Lu>>t} yang melakukan perbuatan homoseks: surat

al-A’ra>>f (7) ayat 80-81, surat Hu>d (11) ayat 78, surat al-Naml (27)

ayat 54-55 dan surat al-Ankabu>t (29) ayat 29.

c. Kisah istri Nabi Lu>t} yang dibinasakan: surat al-A’ra>>f (7) ayat 83,

surat al-Hu>d (11) ayat 81, surat al-Hijr (15) ayat 60, surat al-

Shu’ara>’ (26) ayat 171 dan surat al-Naml (27) ayat 57.

d. Kisah Nabi Mu>sa> dan tongkatnya: surat al-Baqarah (2) ayat 60,

surat al-A’ra>>f (7) ayat 107 dan 117, surat T{a>ha> (20) ayat 18, 20 dan

22, surat al-Shu’ara>’ (26) ayat 63, surat al-Naml (27) ayat 10 dan

surat al-Qas}as} (28) ayat 31.

e. Kisah percakapan Nabi Mu>sa> dengan Fir’aun: surat al-A’ra>>f (7) ayat

104-106 dan surat T{a>ha> (20) ayat 49-53 dan 57-58.

38

Manna>’ al-Qat}t}a>n, Maba>hith fi> Ulu>m al-Qura>n, 307-308.

Page 18: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

32

f. Kisah malaikat yang bertamu ke rumah Nabi Ibra>hi>>m: surat al-Hu>d

(11) ayat 69-76, surat al-Hijr (15) ayat 51-58 dan surat al-Dha>riya>t

(51) ayat 24-29.

g. Kisah percakapan Nabi Ibra>hi>>m dengan bapaknya: surat al-An’a>m

(6) ayat 74, surat Marya>m (19) ayat 42-43 dan 45-48, surat al-

Anbiya>’ (21) ayat 62, surat al-Shu’ara>’ (26) ayat 70-82 dan surat al-

S}a>ffa>t (37) ayat 85.

h. Kisah Nabi Ibra>hi>m menerima kelahiran Nabi Isha>q: surat al-Hu>d

(11) ayat 71, surat al-S}a>ffa>t (37) ayat 112-113 dan surat al-Dha>riya>t

(51) ayat 28.

i. Kisah Nabi Sulaima>n dapat menundukkan angin: surat al-Anbiya>’

(21) ayat 81, surat S}a>d (38) ayat 36 dan surat Saba>’ (34) ayat 12.

j. Kisah orang Yahudi yang menyembah sapi: surat al-Baqarah (2)

ayat 51 dan 92-93, surat al-Nisa>’ (4) ayat 153, surat al-A’ra>>f (7)

ayat 148 dan surat T{a>ha> (20) ayat 88.

k. Kisah Ya’ju>j dan Ma’ju>j: surat al-Kahfi (18) ayat 94 dan surat al-

Anbiya>’ (21) ayat 96. 39

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa kisah-kisah al-Qura>n

dengan segala macam ragamnya dan bentuknya memiliki kekuatan tersendiri

untuk bisa menggambarkan keagungan al-Qura>n yang sarat dengan nilai-nilai.

Menurut hemat penulis, kisah al-Qura>n tidak hanya mengisyaratkan nilai-nilai

39

Rosihun Anwar, Ilmu Tafsir, 81-82.

Page 19: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

33

atau pelajaran yang bisa diambil darinya, namun juga mengungkapkan sisi

realitas kisah tersebut yang harus diyakini kebenarannya. Dengan kata lain,

Realitas kisah al-Qura>n adalah nyata keberadaannya dan tidak boleh diasumsikan

sebagai simbol saja dengan menganggap kebenaran realitas kisah tersebut bukan

merupakan sesuatu yang penting untuk dibahas dan diyakini, karena meragukan

realitas kisah al-Qura>n bisa mengarah pada pemahaman bahwa ada sebuah

kebohongan publik dan pengajaran mengandai-andai dalam al-Qura>n. Ini

merupakan sesuatu yang mustahil terjadi pada al-Qura>n yang diyakini sebagai

firman Tuhan yang mengajarkan suri tauladan dan kebenaran.

B. Semantik

1. Pengertian Semantik.

Al-Qura>n merupakan kitab suci yang menyimpan banyak pengetahuan

dalam berbagai bidang walaupun al-Qura>n sendiri tidak bisa dikatakan sebagai

kitab ilmu pengetahuan. Pengetahuan yang terdapat dalam al-Qura>n dapat

dipahami oleh manusia melalui sebuah konsep pengetahuan tersendiri yang

selanjutnya disebut dengan tafsir. Tafsir sendiri adalah ilmu yang membahas

tentang al-Qura>n dari segi dila>lahnya terhadap maksud yang diinginkan oleh

Allah SWT sebagaimana kemampuan manusia40

. Tafsir al-Qura>n mengalami

perkembangan yang signifikan seiring berjalanya waktu sehingga bermunculan

40

Muhammad Abd al-‘Az}i>m al-Zarqa>ni>, Mana>hilal-‘Irfa>n, 3.

Page 20: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

34

metode dan aliran dan pendekatan tafsir. Hal ini menunjukkan bahwa al-Qura>n

dapat dipahami dan didekati dengan berbagai macam cara.

Salah satu pendekatan yang ditawarkan dalam tafsir al-Qura>n adalah

semantik al-Qura>n. Semantik secara etemologis diambil dari bahasa Inggris

semantics (kata benda) atau semantic (kata sifat). Kata semantics dan semantic

berasal dari akar kata bahasa Yunani sema yang berarti tanda41

. Dari kata sema

maka semantik dapat dipahami sebagai tanda yang memiliki acuan tertentu dan

menerangkan tentang asal kata itu disebutkan pertama kali. Hal ini senada

dengan yang disampaikan oleh Pateda yang menyetarakan kata semantics dalam

bahasa Inggris dengan kata semantique dalam bahasa Prancis dan kedua kata

tersebut lebih banyak menjelaskan dengan kesejarahan kata42

.

Secara terminologis semantik memiliki beberapa varian definisi

sebagaimana yang disebutkan oleh Yayan Rahtikwati seperti berikut:

a. Menurut Toshihiko Izutsu, semantik adalah kajian analitis terhadap

istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan suatu pandangan yang

akhirnya sampai pada pengertian konseptual weltanschauung

(pandangan dunia) masyarakat yang menggunakan bahasa itu. Ia

bukan hanya sebagai alat bicara dan berpikir, melainkan yang lebih

penting lagi pengonsepan dan penafsiran dunia yang melingkupinya.

41

Yayan Rahtikwati dan Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir al-Quran (Bandung: CV Pustaka

Setia, 2013), 210. 42

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal (Jakarta: Rineka Cipta. 2010), 3.

Page 21: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

35

b. Aminudin dan Parera mendefinisikan semantik sebagai study of

meaning (studi tentang makna).

c. Mansoer Pateda mendefinisikan semantik sebagai studi hubungan

antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental

atau simbolisme dalam aktifitas bicara.

d. Tarigan mendefinisikan semantik sebagai telaah makna, lambang-

lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan

makna yang satu dengan yang lain serta pengaruhnya terhadap

manusia dan masyarakat, karena semantik meliputi makna-makna

kata, perkembangan dan perubahannya.

e. A.S. Hornby mengartikan semantik sebagai hubungan makna dalam

suatu bahasa.

f. Menurut Harimurti Kridalksana, semantik adalah bagian dari

stuktur bahasa yang berhubungan dengan makna dan ungkapan serta

dengan stuktur makna suatu wacana atau sistem dan penyelidikan

makna serta arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya.

g. Abdul Chaer menyebutkan bahwa semantik merupakan istilah yang

digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan atau

tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Dengan

kata lain, semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti.43

43

Yayan Rahtikwati dan Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir al-Quran, 211-212.

Page 22: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

36

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa semantik

merupakan bagian dari struktur ilmu kebahasaan yang membicarakan tentang

makna sebuah ungkapan atau kata dalam sebuah bahasa. Makna yang

dimaksudkan disini, bukan hanya makna tekstual (leksikal dan gramatikal) tetapi

juga makna kontekstual (konteks teks dan konteks sosial), karena sebuah kata

memiliki keterikatan dengan orang yang mengungkapkan kata tersebut. Dengan

kata lain, makna sebuah kata bergantung pada orang yang mengucapkannya.

Sebagai contoh kata cekkel dalam bahasa Jawa memiliki makna memegang

tetapi dalam bahasa Madura kata cekkel bermakna mencekik. Dari contoh ini

dapat diketahui bahwa sebuah kata memiliki makna yang beragam bergantung

pada siapa yang mengucapkannya. Dengan demikian untuk memahami sebuah

makna kata dan terhindar dari kekeliruan, diharuskan mengetahui orang yang

mengucapkan kata tersebut, sehingga ada persamaan persepsi dalam memahami

makna kata tersebut. Oleh karena itu semantik memiliki ranah yang luas karena

melibatkan unsur-unsur stuktur dan fungsi bahasa yang sangat erat dengan ilmu-

ilmu lain, seperti sosiologi, antropologi, filsafat dan psikologi.

Semantik terkait dengan sosiologi, karena kenyataannya penggunaan kata-

kata tertentu untuk mengatakan suatu makna dapat menandai identitas

komunitas tertentu. Semantik terkait dengan antropologi, karena analisis makna

sebuah bahasa dapat menjanjikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya

pemakainya. Semantik terkait dengan filsafat, karena persoalan makna terkait

dengan proses kreatif (imajinasi) seseorang. Semantik terkait dengan psikologi,

Page 23: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

37

karena kegiatan pemaknaan berkaitan dengan proses mental44

. Dengan demikian,

semantik dalam menganalisa sebuah makna tidak berdiri sendiri melainkan

mempunyai ketergantungan kepada pendekatan disiplin ilmu yang lain, karena

sifat makna dari sebuah bahasa memiliki cakupan yang luas.

Pendekatan semantik dalam mencari makna sebuah teks memberikan

sebuah pemahaman bahwa semantik merupakan kajian dalam mencari makna

dengan cakupan yang sangat luas, karena yang diinginkan kajian ini lebih

mendalam dan tidak terbatas pada teks itu saja melainkan juga mencari alasan-

alasan weltanschauung (pandangan dunia) atas sebuah makna.

Menurut Ferdinand de Saussure, muara akhir dari semantik adalah

semiotik45

, karena linguistik sebagai induk semantik pun hanya merupakan

bagian dari semiotik46

. Oleh karena itu, Charles Morris memberikan gambaran

tentang posisi semantik dalam semiotik yaitu semiotik terbagi dalam tiga

macam:

a. Sintaksis (mempelajari relasi atar kata, frasa dan kalimat).

44

Ibid., 213. 45

Semiotik berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti tanda, dan semiotik baru

berkembang menjadi sebuah cabang ilmu pengetahuan sekitar tahun 1900-an, selanjutnya

semiotik didefinisikan sebagai ilmu yang mengkaji fenomena tanda sebagai bagian dari

kehidupan sosial. Oleh karena itu kajian semoitik bergantung pada aturan yang berlaku pada

masyarakat dan semiotik membimbing seseorang pada pemahaman atas sebuah tanda berdasarkan

konsensus masyarakat, karena suatu tanda/kode tentu dapat dipahami bermakna tertentu apabila

terdapat kesepakatan dalam masyarakat terhadap makna yang dimaksudkan tersebut.

Dalam Islam, semiotik identik dengan sebutan ‘Ilm al-Isha>ra>t atau ‘Ilm al-Hikmah dengan

persamaan sebagai berikut:

1. Menempatkan al-Qura>n sebagai kumpulan ‚tanda‛ (a>ya>t, signs)

2. Mengurai dan memakai ‚tanda‛ tersebut melalui tahapan kajian sistematis tertentu,

yaitu penguraian tekstual dan dilanjutkan dengan penguraiaan kontekstual.

3. Dimaksudkan untuk menggali makna terdalam atau hikmah. (Yayan Rahtikwati dan

Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir al-Quran, 329-330.) 46

Ibid., 212.

Page 24: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

38

b. Semantik (mempelajari makna)

c. Pragmatik (mempelajari relasi makna dan pemakainya)47

Pendapat Saussure di atas menunjukkan bahwa semantik memiliki

hubungan yang erat dengan sistem tanda yaitu semantik yang mengkaji tentang

makna adalah bagian dari bahasa dan bahasa sendiri merupakan bentuk dari

sistem tanda. Oleh karena itu Saussure mengatakan bahwa bahasa sebagai sistem

tanda dapat diindikatori oleh adanya hubungan yang erat antara:

a. Signifiant: yaitu gambaran tatanan bunyi secara abstrak dalam

kesadaran batin para pemakainya.

b. Signifie: yakni gambaran makna secara abstrak sehubungan dengan

adanya kemungkinan hubungan antara abstraksi bunyi dengan dunia

luar.

c. Form: yakni kaidah abstrak yang mengatur hubungan antara butir-

butir abstraksi bunyi sehingga memungkinkan digunakan untuk

berekspresi.

d. Substance: yakni perwujudan bunyi ujaran khas manusia.48

Dari hal di atas dapat disimpulkan bahwa semantik dapat membantu agar

bisa memahami maksud dari sebuah kata dan bagaimana cara kata diungkapkan,

dan dengan begitu semantik tidak saja mengkaji makna eksplisit tetapi juga

mengkaji makna implisit serta alasan pemilihan kata.

47

Jos Daniel Parera, Teori Semantik (Jakarta: Erlangga, 1990), 26. 48

Aminuddin, Semantik; Pengantar Studi Tentang Makna (Bandung: Sinar Baru Aldgensindo,

2011), 77.

Page 25: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

39

2. Tipe-tipe Semantik.

Analisis semantik dikelompokkan ke dalam dua tipe, yaitu: pertama, tipe

semantik berdasarkan waktu penelusuran makna, dan ke dua tipe semantik

berdasarkan dominan objek kajian. Dua tipe semantik ini dikatagorikan secara

artifisial, karena banyak tulisan dan hasil penelitian semantik yang tidak

tergolong dalam dua katagori ini. Selebihnya dua tipe semantik ini masih

diperdebatkan karena memiliki batasan-batasan yang tidak terlalu jelas49

.

Penjelasan dari dua tipe semantik ini adalah sebagai berikut:

a. Tipe semantik berdasarkan waktu penelusuran makna

Jenis semantik yang masuk tipe ini adalah semantik sinkronis dan

semantik diakronis. Dua jenis ini digunakan untuk membagi hasil kajian

semantik dari upaya penelusuran makna dari sudut pajang waktu. Jika

kurun waktunya hanya satu zaman (horizontal), disebut semantik

sinkronis. Jika kurun waktunya tidak terbatas (vertikal dan horizontal),

disebut semantik diakronis. Dengan diasosiasikan terhadap hal tersebut,

penelitian makna dapat ditempuh secara sinkronis ataupun diakronis.50

Dengan demikian, penelitian sinkronis berarti penelitian makna

berdasarkan relasi, korelasional dan resiprokal dengan makna-makna

dari kata dan kalimat pada kurun tertentu, sedangkan penelitian

diakronis berarti penelitian sejarah makna dari masa ke masa.

49

Yayan Rahtikwati dan Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir al-Quran, 231. 50

Ibid., 231.

Page 26: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

40

Dalam mengkaji al-Qura>n jenis semantik yang biasa dipakai dalam

konteks penelusuran makna adalah semantik diakronis, yaitu dengan

melakukan penelusuran makna secara vertikal atau rentang waktu yang

tidak terbatas. Misalnya ketika mencari makna leksikal dengan merujuk

pada kamus-kamus seperti Lisa>n al-‘Ara>b, al-Munjid dan al-Munawwir.

Demikian juga kajian al-Qura>n dengan menggunakan tafsir-tafsir yang

ditulis pada masa pertengahan dan modern, juga merupakan salah satu

faktor yang menyebabkan hasil kajian al-Qura>n tersebut cenderung pada

semantik diakronis.51

b. Tipe berdasarkan dominan objek kajian

Jenis semantik yang masuk tipe berdasarkan dominan objek kajian

adalah semantik leksikal dan semantik gramatikal52

. Semantik

gramatikal adalah studi semantik yang mengkaji makna yang terdapat

dalam satuan kalimat sedangkan semantik leksikal adalah kajian

semantik yang pembahasannya mengenai sistem makna yang terdapat

dalam kata.

51

Ibid., 232. 52

Ibid., 232.

Page 27: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

41

3. Semantik al-Qura>n.

Al-Qura>n merupakan wahyu53

Allah kepada Nabi Muhammad untuk

disampaikan kepada umatnya. Ia merupakan alat komunikasi Tuhan dengan

manusia yang memiliki dimensi kemukjizatan nilai-nilai estetika dan

kesusastraan bahasanya yang agung. Salah satu sebabnya adalah keberadaan

kaum saat al-Qura>n diturunkan begitu membanggakan nilai estetika dan

kesusastraan bahasanya, syair dan prosanya, dan dalam konteks kapasitas al-

Qura>n sebagai mukjizat tentunya mengungguli mereka54

.

Al-Qura>n sebagai alat komunikasi tentunya tidak bisa lepas dari bahasa

yang digunakan, yaitu bahasa Arab yang memiliki peranan penting dalam

penyampaian wahyu dan ajaran agama. Oleh karena itu untuk memahami al-

Qura>>n tentunya harus bisa memahami bahasa55

yang dipakai oleh al-Qura>n

dengan mengetahui makna-makna yang terkandung di dalamnya. Apalagi bahasa

dalam keberadaannya bisa berkembang dan berubah. Bahasa yang dipakai seratus

tahun yang lalu bisa jadi saat ini tidak dipakai lagi. Terkait dengan ini, al-Qura>n

53

Wahyu secara bahasa mempunyai banyak arti, kata wahyu sendiri berasal dari fi’il ma>d}i> wah}a>

yang bermakna penyampaian pengetahuan secara samar pada orang lain dan orang tersebut

memahami materi yang disampaikan padanya. Dengan demikian makna sentral dari wahyu adalah

pemberian informasi secara tersembunyi (Aksin Wijaya, Menggugat Otentitas Wahyu Tuhan.

(Sleman: Magnum Pustaka Utama, 2011), 23-24.) 54

Syauqi Abu Khalil, Islam Menjawab Tuduhan, Terj, Nasaruddin Ibnu Atha’ (Jakarta: Pustaka

al-Kautsar, 2006), 8. 55

Bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan suatu masyarakat untuk bekerja

sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri (Aminuddin, Semantik, 28.). Bahasa sebagai salah

satu alat berinteraksi, dibutuhkan pemahaman terhadap bahasa tersebut sehinnga fungsi bahasa

sebagai alat berinteraksi bisa berjalan dengan baik, dan untuk itu makna yang terkandung dibalik

bahasa harus bisa dipahami dengan baik, maka dibutuhkanlah sebuah metode yang bisa

mengungkap makna yang terdapat dalam bahasa atau kata-kata sehingga dapat dihasilkan sebuah

pemahaman yang menyeluruh terhadap rangkaian kata dan bahasa yang terdapat di dalam sebuah

ucapan maupun tulisan.

Page 28: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

42

yang diturunkan dengan bahasa 14 abad yang lalu, tidak dapat dipahami oleh

seseorang jika tidak mengerti makna dan pengetahuan yang terdapat dalam al-

Qura>n. Apabila tidak mengetahui bahasa yang digunakan pada saat ia diturunkan,

dan dalam konteks inilah menurut penulis kajian semantik memiliki peranan

yang signifikan.

Kesadaran kajian semantik dalam penafsiran al-Qura>n pada dasarnya sudah

dimulai sejak zaman Muqa>til Ibn Sulaima>>n (w. 150/767) dan karya Ibn Sulaima>n

yang menjadi fokus ulasan sebagai babak awal dari kesadaran semantik adalah al-

Ashba>h wa al-Naz}a>ir fi al-Qura>n al-Kari>m dan Tafsi>r Muqa>til Ibn Sulaima>n.56

Menurut Muqa>til Ibn Sulaima>>n, setiap kata dalam al-Qura>n, disamping

memiliki arti definitif, juga memiliki beberapa makna alternatif. Muqa>til

menegaskan bahwa seseorang belum bisa dikatakan menguasai al-Qura>n sebelum

ia menyadari dan mengenal pelbagai dimensi yang dimiliki al-Qura>n. Salah satu

contoh dari asumsi yang sampaikan oleh Muqa>til adalah kata ‚mawt‛ yang

memiliki arti dasar mati. Menurut Muqa>til, kata tersebut memiliki empat makna

alternatif yaitu:

a. Tetes yang belum dihidupkan

b. Manusia yang salah beriman

c. Tanah gersang dan tandus

d. Ruh yang hilang57

56

M. Nur Kholis Setiawan, Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: Elsaq Press, 2005),

169-170. 57

Ibid., 170.

Page 29: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

43

Selain Muqa>til terdapat ulama-ulama lain yang menggunakan kesadaran

semantik dalam penafsiran al-Qura>n yang juga bisa dikatakan sebagai penerus

Muqa>til. Mereka antara lain adalah: Ha>ru>n Ibn Mu>sa> (w. 170/686), Yahya> Ibn

Salam (w. 200/815), al-Ja>hiz (w. 255/868), Ibn Qutaibah (w. 276/898) dan Abd

al-Qa>dir al-Jurja>ni> (w. 471/1079)58

. Mereka adalah ulama-ulama yang menjadi

cikal bakal penggunaan kajian semantik dalam al-Qura>n dengan mengemukakan

adanya makna alternaif selain makna definitif dan menekankan pentingnya

pemahaman berbagai dimensi al-Qura>n seperti pemaknaan konteks dalam

memahami ayat-ayat al-Qura>n.

Kajian semantik dalam al-Qura>n yang dipelopori oleh beberapa tokoh di

atas kemudian menginspirasi tokoh-tokoh pada masa sekarang (kontenporer)

untuk melahirkan sejumlah karya mengenai semantik. Salah satunya Ami>n al-

Khu>li> dengan karyanya Mana>hij Tajdi>d fi> al-Nahw wa al-Bala>ghah wa al-Tafsi>r

wa al-Ada>b (1965) dan ‘A<ishah Abd al-Rahma>n Bint Sha>t}i’ dengan karyanya al-

Tafsi>r al-Baya>ni> Li al-Qura>n al-Kari>m.59

Dalam metode penafsiran Ami>n al-Khu>li memberikan langkah-langkah

sebagai berikut:

a. Dira>sah Ma> Hawl al-Nas}.

b. Dirasa>h Ma> fi> al-Nas}}.

Dira>sah Ma> Hawl al-Nas} secara umum akan berhadapan dengan tugas-tugas

berikut:

58

Ibid., 171-172. 59

Yayan Rahtikwati dan Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir al-Quran, 239.

Page 30: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

44

a. Mengidentifikasi teks al-Qura>n dan menjelaskan aspek historis

kronologisnya.

b. Menggali informasi mengenai situasi dan latar belakang saat al-

Qura>n diturunkan.60

Sedangkan pada Dirasa>h Ma> fi> al-Nas}, Ami>n al-Khu>li> memulai dengan tes

dan penelitian lafal-lafal al-Qura>n. Seorang mufassir harus memahami evolusi

makna setiap istilah dan kalimat dalam al-Qura>n serta implikasi dari sisi

kebahasaanya. Hal ini tentu saja menuntut seorang penafsir untuk menguasai

aspek kebahasaan al-Qura>n. Untuk memahami arti kata dalam rangkaian redaksi

suatu ayat, terlebih dahulu harus meneliti apa saja pengertian yang dikandung

oleh kata tersebut kemudian menetapkan arti yang paling tepat setelah

memperhatikan segala aspek yang berhubungan dengan ayat.

Untuk mencapai pemahaman yang akurat tentang suatu lafad, maka harus

melalui beberapa langkah, yaitu:

a. Seorang mufassir harus melakukan uji leksikografi pada setiap lafal

yang hendak ditafsirkannya, untuk menemukan kemungkinan

adanya definisi dari suatu kosa kata dan untuk mengetahui apakah

kata tersebut kosa kata asli bahasa Arab atau bukan. Jika ternyata

suatu kata bukan dari bahasa Arab, penafsir harus mengetahui

makna asal dan makna penggunaannya. Setelah itu, al-Khu>li>

mengharuskan seorang penafsir untuk kembali pada al-Qura>n itu

60

Ami>n al-Khu>>li. Mana>hij Tajdi>d Fi> al-Nahw wa al-Bala>ghah wa al-Tafsi>r wa al-Ada>b. (Cairo:

Da>r al-Ma’rifah.1961) 310.

Page 31: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

45

sendiri tentang pemaknaan dan pemakaian kata yang sama di ayat

lain dalam al-Qura>n.

b. Seorang mufassir harus melakukan uji gramatikal (Nahwu) pada

setiap susunan kalimat dalam ayat al-Qura>n. Studi ini

membutuhkan perangkat ilmu tafsir seperti nahwu, balaghah dan

lain-lain. Tapi ilmu-ilmu ini digunakan hanya untuk tujuan

memahami dan menentukan makna kalimat-kalimat ataupun

ungkapan-ungkapan dalam konteksnya dan bukan sebagai standar

untuk semua penggunaan61

.

Setelah kaidah dan langkah-langkah ini dilakukan, menurut al-Khu>li> ada

dua aspek yang harus dipertimbangkan oleh seorang mufassir, yaitu:

a. Aspek psikologis dari ungkapan-ungkapan al-Qura>n, karena adanya

hubungan yang kuat antara ucapan, pikiran dan kejiwaan manusia.

b. Aspek sosiologis, karena al-Qura>n diturunkan untuk memberikan

petunjuk bagi umat manusia, memperbaiki dan memberikan

syari’at.62

Berdasarkan metode yang ditawarkan oleh al-Khu>li>, dapat dipahami bahwa

pemaknaan al-Qura>n harus melakukan kajian kebahasaan yang mendalam

khususnya terikat dengan historisitas kata dalam nas}. Dengan demikian

penggunaan kajian semantik merupakan salah satu metode yang tepat dalam

melacak serta menjelaskan makna dan perubahannya yang berkembang pada

61

Ibid., 312-314. 62

Ibid., 315-316.

Page 32: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

46

sebuah kata, sehingga dapat diperoleh sebuah makna yang sesuai dengan maksud

yang diinginkan oleh Tuhan.

Sedangkan Bint al-Sha>t}i’ dalam al-Tafsi>r al-Baya>ni> Li al-Qura>n al-

Kari>mnya, berupaya menerapkan metode yang dibangun oleh al-Khu>li> yang

merupakan suami dari Bint al-Sha>t}i’. Metode yang dibangun oleh suaminya itu

dikembangkan menjadi metode baru yang mencakup empat langkah. yaitu:

a. Basis metodologinya adalah kajian tematis yaitu untuk

memperlakukan apa yang ingin dipahami dari al-Qura>n secara

objektif dan hal ini harus dimulai dengan pengumpulan semua surat

dan ayat mengenai tema-tema yang ingin dipelajari.

b. Untuk memahami Ma> Hawl al-Nas} dan untuk dapat memahami

gagasan tertentu dalam al-Qura>n menurut konteksnya, yaitu

mengurutkan ayat-ayat setema sesuai dengan tartib kronologisnya

hingga dapat diketahui keterangan mengenai waktu dan tempat

pewahyuannya. Namun Asba>b al-Nuzu>l di sini tidak dipandang

sebagai penyebab turunnya ayat melainkan hanya sebagai

keterangan kontekstual yang berkaitan dengan pewahyuan suatu

ayat. Yang harus diperhatikan di sini adalah generalitas kata yang

digunakan bukan kekhususan peristiwa pewahyuannya (al-’Ibrah bi

‘Umu>m al-Lafz la> bi Khusu>s al-Sabab). Oleh karena itu, tidak ada

alasan untuk mengatakan bahwa hasil metode ini akan dikacaukan

oleh perdebatan ulama tentang Asba>b al-Nuzu>l. Pentingnya

Page 33: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

47

pewahyuan terletak pada generalitas kata-kata yang digunakan,

bukan pada kekhususan peristiwa pewahyuannya.

c. Untuk memahami petunjuk lafad, karena al-Qura>n menggunakan

bahasa Arab, maka harus dicari petunjuk dalam bahasa aslinya yang

memberikan rasa kebahasaan bagi lafad-lafad yang digunakan

secara berbeda, kemudian disimpulkan petunjuknya dengan meneliti

segala bentuk lafad yang ada di dalamnya, dan dengan dicarikan

konteksnya yang khusus dan umum dalam ayat al-Qura>n secara

keseluruhan. Dengan kata lain di sini menggunakan analisa bahasa

atau semantik.

d. Untuk memahami rahasia di balik pernyataan-pernyataan atau al-

Ta’bi>r. Dalam hal ini harus berpegang pada makna nas} dan ruhnya

atau semangatnya (Maqa>sid al-Shari’) kemudian dikonfrontasikan

dengan pendapat mufassir yang sejalan dengan maksud teks yang

bisa diterima sedangkan penafsiran yang berbau Israiliyyat dan

sektarian bisa dijauhkan.63

Selain dua tokoh kontemporer di atas, nama Toshihiko Izutsu merupakan

salah satu tokoh yang secara konsisten menerapkan analisis semantik dalam al-

Qura>n. Ia terkenal karena trilogi monumentalnya dalam bidang al-Qura>n yang

secara konsisten berisi analisis semantik, yaitu: Ethico Religious Concepts in

The Qur’an (1960), God and Man in the Koran: Semantics of The Koranic

63

‘A<ishah Abd al-Rahma>n Bint Sha>t}i’, al-Tafsi>r al-Baya>ni> Li al-Qura>n al-Kari>m (t.t.: Da>r al-

Ma’a>rif, t.th), 10-11.

Page 34: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

48

Wentanschauung (1969) dan The Concept of Bilief in Islamic Theology: a

Semantical Analysis of Iman and Islam (1969).64

Dalam pandangan Izutsu, semantik merupakan kajian analitik atas istilah-

istilah kunci suatu bahasa dengan pandangan yang akhirnya sampai pada

pengertian konseptual weltanschauung (pandangan dunia) masyarakat yang

menggunakan suatu bahasa yang tidak hanya sebagai alat bicara dan berpikir,

tetapi yang lebih penting adalah pengkonsepan dan penafsiran dunia yang

melingkupinya. Hubungannya dengan al-Qura>n, analisis semantik bertujuan

untuk memunculkan tipe ontologi hidup yang dinamis dari al-Qura>n dengan

penelaahan analisis dan metodologis terhadap konsep-konsep pokok, yaitu

konsep-konsep yang memainkan peran menentukan dalam pembentukan visi

Qura>ni terhadap alam semesta. Dengan analisis semantik, capaian makna yang

hendak dicari adalah tidak hanya terkait dengan elemen-elemen suatu kalimat,

korelasi antar kalimat atau berkaitan dengan figuratif dalam bentuk gramatikal

dan style teks al-Qura>n tetapi menyangkut gagasan dan pandangan dunia al-

Qura>n yang bisa diperoleh dengan membongkar signifikansi yang implisit dalam

teks65

Dari penjelasan ini, dapat dipahami bahwa semantik al-Qura>n bertujuan

untuk memberikan pemahaman yang berkaitan dengan gagasan al-Qura>n kepada

manusia dengan tidak hanya memperhatikan makna eksplisit tetapi juga

menekankan pentingnya makna implisit sebuah teks. Dalam konteks inilah

64

Yayan Rahtikwati dan Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir al-Quran, 241. 65

Ibid., 243-244.

Page 35: BAB II KISAH DAN SEMANTIK - digilib.uinsby.ac.iddigilib.uinsby.ac.id/1367/5/Bab 2.pdf · yang dimuat dalam al-Qura>n adalah cerita yang mengandung kebenaran dan tidak etis untuk diragukan,

49

semantik berperan sebagai metode untuk mengungkap makna, konsep dan pesan-

pesan yang terkandung di dalam al-Qura>n dengan mendalam sehingga dengan itu

peran al-Qura>n sebagai Hudan li al-Na>s bisa dirasakan dengan jelas.