Upload
dinhduong
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
15
BAB II
KAJIAN UMUM TENTANG PERUMUSAN TINDAK PIDANA
PENCEMARAN NAMA BAIK
A. Pengertian pencemaran nama baik / penghinaan dalam KUHP.
1. Pencemaran.
Penghinaan adalah mengihina yaitu “ menyerang kehormatan dan nama baik
seseorang”, Yang di serang itu merasakan malu. Kehormantan yang di serang
disni hanya mengenai kehormatan yang dapat dicemarkan. Penghinaan itu ada 6
(enam ) macam :
a. Menista (smaad)
b. Menista dengan surat (smaadchrift)
c. Menfitnah (laster)
d. Penghinaan ringan (eenvoudige belediging)
e. Mengadu secara menfitnah (lasterajke aanklacht)
f. Tuduhan sevara menfitnah (lasterajke verdhartmaking)
Semua penghinaan itu hanya dapat di tuntut, apabila ada pengaduan dari
orang yang menderita ( delik aduan), kecuali bila penghinaan itu dilakukan
terhadap seorang pegawai negeri pada waktu sedang menjalakan tugas yang sah.
Dalam kamus bahasa Indonesia sendiri, hinaan diartikan sebagai nistaan,
cercaan dan caci-makian. Sedangkan Penghinaan yaitu proses, perbuatan, cara
menistakan. Adapun arti Menghina yaitu memandang rendah, merendahkan,
memburukkan nama baik orang lain, mencemarkan nama baik orang lain,
16
memaki-maki. Jadi, kamus Bahasa Indonesia memberikan penekanan bahwa
pencemaran nama baik lebih hanya pada person/pribadi seseorang.1718
Menurut R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, untuk dapat
dikatakan sebagai penghinaan ringan, maka perbuatan itu dilakukan tidak dengan
jalan “menuduh suatu perbuatan”. Penghinaan yang dilakukan dengan “menuduh
suatu perbuatan” termasuk pada delik penghinaan pasal 310 KUHP atau
penghinaan dengan tulisan pasal 311 KUHP. Penghinaan yang dilakukan dengan
jalan selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”,
“bajingan” dan sebagainya, dikategorikan sebagai penghinaan ringan.19
Selanjutnya, Soesilo menjelaskan bahwa untuk dapat dihukum, penghinaan
itu – baik lisan maupun tulisan – maka penghinaan itu harus dilakukan di tempat
umum. Yang dihina sendiri tidak perlu berada di situ. Pengecualiannya adalah:
1. Apabila orang yang dihina berada di situ melihat dan mendengar sendiri
penghinaan tersebut.
2. Apabila penghinaan dilakukan dengan surat (tulisan), maka surat itu harus
dialamatkan kepada yang dihina.
Kata-kata atau kalimat apakah yang dianggap menghina itu, bergantung
pada tempat, waktu, dan keadaan, ialah menurut pendapat umum di tempat itu.
17Umi Chulsum dan Windy Novia, 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya ;
Kashiko, , hal. 283-284
19 R.soesilo,1995. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bogor . politeia . hal 225
17
Penghinaan yang dilakukan dengan perbuatan, misalnya dengan meludahi muka,
atau sodokan, pukulan atau dorongan yang tidak seberapa keras, bisa juga
dikategorikan sebagai penghinaan.
Pencemaran nama baik/penghinaan terdiri ata dua unsur, yakni tindakn
pencemran dan objek yang dicemarkan berupa nama baik seseorang. Pencemaran
nama baik bisa diartikan sebagai perbuatan/suatu tindakan seseorang yang
mengakibatkan tercemarnya nama baik seorang lain atau objek yang dihina.
Tindak pidana pencemaran nama baik dapat dikelompokan berdasarkan sarana
yang digunakan antara lain :
a) Pencemaran nama baik secara konvensional
Yang mana pencemaran namabik yang dilakukan dengan cara-cara
biasa seperti berbuat/bertindak dengan lisan ataupun dengan tertulis.
Pencemaran dengan menggunakan lisan yakni berucap dengan maksud
untuk menyerang atau membuat malu nama baik / kehormatan di depan
khalayak ramai. Sedangkan pencemaran nama baik secara tertulis yakni
dengan membuat tulisan ataupun gambar dengan maksud menyerang
kehormatan / nama baik seseorang pada suatu media dan di sebarkan
dengan maksud untuk di ketahui khalayak ramai.
b) Pencemaran nama baik dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Dimana pencemaran nama baik ini dilakukan dengan cara
memanfaatkan teknologi informasi dengan cara lisan maupun dengan
cara tertulis. Pencemaran nama baik dengan memanfaatkan teknologi
informasi menggunakan lisan biasanya dilakukan dengan melalaui
18
telepon atau pesan suara yang mana di maksud untuk menyerang nama
baik seseorang. Pencemran namabaik menggunakan teknologi
informasi dilakukan secara tertulis dilakukan dengan cara memebuat
tulisan atau gambar berupa dokume elektronik dengan maksud untuk
menyerang kehormatan atau nama baik orang lain.20
Dalam ketentuan KUHP pasal 310 ayat (1) BAB PENGHINAAN
menerangkan bahwa tindak pidana penghinaan itu bisa di kategorikan penghinaan
apabila seseorang telah menuduh seorang lainya telah melakukan perbuatan yang
tertentu, dengan maksud tuduhan itu tersiar atau di ketahui oleh khalayak ramai.
Contoh tuduhan yang membuat orang merasa terserang kehormatannya yakni
menuduh yang membuat perasaan korban menjadi malu atas tuduhan orang yang
menyebarkan tuduhannya, tuduhan tersebut dilakukan dengan lisan apabila di
lakukan dengan tertulis aytua gambar, maka kejahatan itu dinamakan menista
dengan surat dan di kenakan pasal 310 ayat 2.Menurut ketentuan ayat 3
perbuatan-perbuatan yang disebutkan dalam ayat 1 dan 2 tidak termasuk menista
atau menghina degan tulisan dan tidak dapat dihukum. 21
Rumusan kejahatan pencemaran ayat (1) terdiri dari unsur sebagai berikut :
Unsur obyektif :
1) Perbuatannya : menyerang
20Atven Vemanda Putra, Al. Wisnubroto .2013.Eksistensi Pasal 27 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 dalam Perkara Pencemaran Nama Baik. Vol 1 No.1 Program
Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta 21R.Soesilo. Opcithal 226.
19
Perbuatan menyerang aanranden, bukan bersifat fisik, karna pada
dasarnya yang di serang hanya mengenai kehormatan dan perasaan
mengenai nama baik orang yang di serang. Perbuatan yang menurut
ketentuan menyerang dalam ayat 1 berupa perbuatan ucapan.
2) Objeknya :
a. Kehormatan orang
b. Nama baik orang
Objek yang diserang adalah rasa / perasaan harga diri mengenai
kehormatan (eer), dan rasa/perasaan harga diri menegenai nama baik
orang (godennaam). Harga diri adalah objek dari setiap penghinaan yang
menurut Wirjono Prodjodikoro yakni ukuran dalam suatu tindak pidana
penghinaan.
3) Caranya : dengan menuduhkan perbuatan tertentu
Perbuatan menyerang ditujukan pada rasa harga diri atau martabat
mengenai kehormatan dan nama baik orang, dengan meenggunakan
kata/kalimat melalui ucapan, caranya dengan menuduhkan suatu perbuatan
tertentu (telast-legging van een bepaald feit).22
Unsur subyektif :
1) Kesalahan : sengaja
2) Maksudnya terang supaya diketahui umum.
22 Adam chazawi . 2009 . Hukum Pidana Positif Penghinaan Tindak Pidana Menyerang
Kepentingan Hukum Mengenai Martabat Kehormatan Dan Martabat Nama Baik Orang Bersifat
Pribadi Maupun Komunal .Surabaya Putra Media Nusantara. Hal 93.
20
Dalam kejahatan pencemaran nama baik terdapat dua unsur kesalahan, yakni
sengaja (ofzettelijk) dan maksud (opzet als oogmerk) atau tujuan (doel). Dalam
artian doktrin , maksud itu adalah juga kesengajaan dalam arti sempit bisa
disebut juga dengan kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk,
akan teteapi fungsi dari unsdur sengaja dan maksud dalam pencemaran nama
baik berbeda. Sikap batin sengaja yang ditujukan pada perbuatan menyerang
kehormatan atau nama baik orang. Sikap batin maksud ditujukan pada unsur
“diketahuio oleh umum” mengenai perbuatan apa yng dituduhkan pada orang
lain.
Ringkasan dalam unsur-unsur pada tindak pidana pencemaran nam baik yank ni
meliputi :
a. Perbuatan menyerang
b. Objek : kehormatan atau nama baik orang
c. Dengan menuduhkan suatu perbuatan tertentu.
2. Pencemaran tertulis.
Pencemaran dengan menuduhkan suatu perbutan tertentu yaang
dilakukan dengan tulisan dan gambar yang disiarkan atau pun di publikasikan
dipan umum. Disbeut dengan pencemaran scara tertulis yang dirumuskan pada
pasal 310 ayat 2 dengan unsur sebagai berikut :
1) Semua unsur objektif dan subyektif dalam ayat 1.
Apa yang terdapat dalam pasal 310 ayat 1 dengan ucapan yang berari
terdiri dari perkataan atau kalimat yang memang ditujukan kepada orang
lain dengan maksud dan tujuan menyerang kehormatan atau nam baik
21
orang lain. Dan maksud dari pencemaran tertulis , pada dasarnya tulisan
adalah wujud nyata dari kata-kata atau kalimat yang diucapkan.
2) Menuduhkan melakukan perbuatan dengan cara / melalui : tulisan,
gambar:
a) Yang disiarkan.
b) Yang dipertunjukan dan atau
c) Yang di tempel
3) Secara terbuka.23
B. Klasifikasi tindak pidana Penginaan dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (UU No. 1 Tahun 1946)
KUHP mengklasifikasikan tindak pidana penghinaan ada 6 kategori yaitu
sebai berikut :
a. Penistaan Pasal 310 ayat 1 KUHP
“Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seorang,
dengan menuduh suatu hal, yang dimaksudnya terang supaya hal itu
diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana penjara paling
lama Sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah”
Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka
penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduhkan seseorang telah
melakukan perbuatan tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui
oleh orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan
yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya,
cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.24
23Ibid. hal. 100 24 R. Soesilo, 1993, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, jakarta, Politeia. Hal . 225
22
Beberapa pakar menggunakan istilah “menista” dan ada juga yang
menggunakan istilah “celaan”. Perbedaan istilah tersebut disebabkan penggunaan
kata-kata dalam menerjemahkan kata “smaad” dari Bahasa Belanda. Kata nista
dan kata celaan merupakan sinonim.25
b. Penistaan dengan surat Pasal 310 ayat 2 KUHP
“Bila hal itu dilakukan dnegan tulisan atau gambar yang disiarkan,
ditunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena
pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Menurut R. Soesilo, sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 310 ayat
(2) KUHP, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar,
maka kejahatan itu dinamakan menista dengan surat. Jadi seseorang dapat dituntut
menurut pasal ini jika tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukandengan surat atau
gambar.
Istilah menista secara tertulis oleh beberapa pakar dipergunakan istilah
menista dengan tulisan. Perbedaan tersebut disebabkan pilihan kata-kata untuk
menerjemahkan yakni kata smaadschrift yang dapat diterjemahkan dengan kata-
kata yang bersamaan atau hampir bersamaan.
c. Fitnah pasal 311
“Bila yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis
diperbolehkan untuk membuktikan kebenaran tuduhannya itu, namun ia tidak
dapat membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa
25Leden Marpaung, 1997, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, Pengertian dan
Penerapannya, Jakarta, PT Grafindo Persada. Hal . 11.
23
yang diketahuinya, maka dia diancam karena melakukan fitnah dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.”
Kata fitnah sehari-hari umumnya diartikan sebagai yang dimuat dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia yakni: perkataan yang dimaksud menjelekkan orang...
Dalam ilmu hukum pidana, fitnah adalah menista atau menista dengan
surat/tulisan tetapi yang melakukan perbuatan itu, diizinkan membuktikannya dan
ternyata, tidak dapat membuktikannya. Menurut Pasal 313 KUHP, membuktikan
kebenaran ini juga tidak diperbolehkan apabila kepada si korban dituduhkan suatu
tindak pidana yang hanya dapat dituntut atas pengaduan, dan pengaduan ini in
concreto tidak ada.
d. Penghinaan Ringan Pasa 315 KUHP.
“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau
pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di depan umum
dengan lisan atau tulisan, maupun di depan orang itu sendiri dengan tulisan
atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan
kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah”
Kata penghinaan ringan diterjemahkan dari bahasa Belanda yaitu kata
eenvoudige belediging; sebagian pakar menerjemahkan kata eenvoudige dengan
kata biasa, sebagian pakar lainnya menerjemahkan dengan kata ringan. Dalam
Kamus Bahasa Belanda, kata eenvoudige: sederhana, bersahaja, ringan. Dengan
demikian, tidak tepat jika dipergunakan kata penghinaan biasa.
24
Unsur-unsur Pasal 315 KUHP terdiri dari Unsur Objektif yaitu Setiap
penghinaan yang tidak bersifat pencemaran (dengan lisan) atau pencemaran
tertulis, yang dilakukan terhadap seseorang dimuka umum dengan lisan atau
tulisan, maupun dimuka orang itu sendiri degan lisan atau perbuatan, dengan surat
yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya. Sedangkan Unsur Subjektif yaitu
Dengan sengaja.
e. Pengaduan Palsu atau Pengaduan Fitnah Pasal 317 KUHP
“Barangsiapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan
palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang
seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam
karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.”
R. Sugandi, S.H memberikan uraian terhadap pasal di atas, yakni yang diancam
hukuman dalam pasal ini adalah orang yang dengan sengaja:
a. memasukkan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada
pembesar negeri.
b. menyuruh menuliskan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang
kepada pembesar negeri sehingga kehormatan atau nama baik orang itu
terserang.26
f. Perbuatan Fitnah pasal 318 KUHP.
“Barangsiapa dengan sesuatu perbuatan sengaja menimbulkan secara palsu
persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan sesuatu perbuatan
26R. Sughandi, 1980, KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Berikut
Penjelasannya, Surabaya, Usaha Nasional. Hal . 337
25
pidana, diancam, karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan dengan
pidana penjara paling lama empat tahun”
Menurut R. Sugandhi, S.H., terkait Pasal 318 KUHP, yang diancam hukuman
dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja melakukan suatu perbuatan yang
menyebabkan orang lain secara tidak benar terlibat dalam suatu tindak pidana,
misalnya: dengan diam-diam menaruhkan sesuatu barang asal dari kejahatan di
dalam rumah orang lain, dengan maksud agar orang itu dituduh melakukan
kejahatan.27
C. Pengertian dan unsur tindak pidana.
Istilah tindak pidana hakikatnya merupaka istilah yang berasal dari
terjemahan kata strafbaarfeit dalam bahsa belanda. Kemudian di terjemahkan
dalam berbagai terjemahan dalam bahasa indonesia, yang di gunakan oleh para
sarjana-sarjana indonesia antara lain : 1) tindak pidana 2) delict 3) perbuatan
pidana. Secara doktrinal dalam hukum pidana di kenal adanya dua pandangan
tentang perbuatan pidana yaitu pandangan monistis dan dualistis yakni :
1) Pandang monistis, suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat untuk
adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan.
a. Menurut D. Simons tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum
yang telah di lakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh
seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakan yang o;leh
undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat
dihukum.
27Ibid. Hal .339
26
b. Menurut J. Bauman perbutan atau tindak pidana adalah perbuatan yang
memenuhi rumusan delik bersifat melawan hukum dan dilakukan
dengan kesalahan.
c. Menurut Wiryono prodjodiko tindak pidana adalah suatu perbuatan
yang pelakunya dapat di kenakan pidana.
2) Pandangan dualistis, memisahkan antara perbuatan pidana dan
pertanggung jawaban pidana.28
a. Menurut Pompe strafbaarfeit adalah feit (tindakan) , yang diancam
pidana dalam ketentuan undang-undang.
b. Menurut Moeljatno perbuatan pidana adalah perbuatan yang
diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut,
dengan harus memenuhi unsur tindak pidana antar lain :
1) Adanya perbuatan
2) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang pasal 1 KUHP
3) Besifat melawan hukum.
1. Penggolongan tindak pidana.
A. Pengolan tindak pidana dengan doktrin.
Secara umum tindak pidana mempunyai beberap perbedaan antara
lain:
a. Tindak pidana secara kualitatif atas kejahatan dan pelanggaran
1) Kejatan adalah rechtdelicht , yakni perbuatn-perbuatan yang
bertentangan dengan keadilan.
28Tongat.2012. Dasar-dasar hukum pidana dalam perspektif pembaharuan. Malang ,
penerbit UMM PRESS. Hal.91
27
2) Jenis tidnak pidana adalah westdelicht, yakni perbuatan yang
oleh masyarakat baru disadari sebagai suatu tindak pidan, dan
bisa di sebut juga mala quia prohibita.
b. Tindak pidana dapat di bedakan atas tindak pidana formil dan
materiil
1) Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang perumusannya
dititik beratkan pada perbuatan yang dilarang, dan dianggap
telah terjadi
2) Tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang
perumusannya dititkberatkan pada akibat yang dilarang, dan
baru dianggap telah terjadi.
c. Tindak pidana di bedakan atas delik
1) Delik comissionis adalah delik yang berupa pelanggran
terhadap larangan.
2) Delik omiisionis adalah delik yang berurpa pelanggran
terhadap perintah.
3) Delik comissionis per omiisionis comissa adalah delik yang
berupa pelanggaran terhadap larangan.
d. Tindak pidana di bedakan atas kesenganjaan dan kealpaan
1) Tindak pidana kesengajaan adalah delik yang memeuat unsur
kesengajaan.
2) Tindak pidana kealpaan adalah delik yang memeuat unsur
kealpaan.
28
e. Tindak pidana dibedakan atas delik tunggal dan delik berganda
1) Delik tunggal adalah delik yang cukup dilakukan dengan satu
kali perbutan.
2) Delik berganda adalah delik yang untuk kualifikasinya baru
terjadi apabila dilakukan beberapa kali perbuatan.
f. Tindak pidana dibedaka atas yang berlangsung terus dan yang
tidak berlangsung terus.
1) Tindak pidana yang berlangsung terus adalah Tindak pidana
yang memepunyai ciri, bahwa keadaan atau perbuatan yant
terlaranag itu berlangsung terus .
2) Tindak pidana yang tidak berlangsung terus adalah bahwa
keadaan yang terlarang itu tidak berlangsung terus.
g. Tindak pidana dibedakan atas aduan dan bukan aduan.
1) Tindak pidana aduan adalah yang penentuannya hanya
dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang terkena atau
yang dirugikan. Dan ada dua jenis tindak pidana aduan antara
lain :
Tindak pidan aduan absolut
Tindak pidana aduan relatif.
2) Tindak pidana bukan aduan adalah tindak pidana yang tidak
mempersyaratkan adanya pengaduan untuk penuntunnya.
h. Tindak pidana dibedakan atas tindak pidana biasa atau pokok dan
tindak pidana yang dikualifikasikan :
29
1) Tindak pidana dalam bentuk pokok adalah betuk tindak pidana
yang paling sederhana, tanpa adanya unsur yang bersifat
memeberatkan.
2) Tindak pidana yang di kualifikasikan adalah tindak pidana
dalam bentuk pokok yang ditambah dengan adanya unsur
pemberat sehingga ancaman pidananya menjadi lebih berat.29
D. Unsur-unsur tindak pidana.
Mengikuti asas yang berlaku dalam hukum pidana , maka seseorang tidak
dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana apabila tindak pidana tersebut
belum dirumuskan di dalam undang – undang. Dengan itu seseorang hanya dapat
dikategorikan melakuka tindak pidana apabila orang tersebut melakukan
perbuatan yang telah dirumuskan dalam ketentuan undang-undang sebagai tindak
pidana.30
Berdasarkan asas legalitas bahwa seseorang hanya dapat dipersalahkan
setelah melakukan tindak pidana apabila orang tersebut oleh hakim telah
dinyatakan terbukti bersalah dengan memenuhi unsur-unsur dari rindak pidana
yang bersangkutan, seperti yang dirumuskan didalam undang-undang. Dengan
kata lain bahwa seseorang tidak dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana
apabila salah satu unsur tindak pidana yang didakwakan kepada orang tersbut
tidak dapat dibuktikan.
29Tongat . 2012 Op.cit. Hal.111 30Tongat .2015 .Hukum Pidana Materiil . Malang. UMM Press. Hal.2
30
Pemahaman terhadap unsur – unsur tindak pidana merupakan kebutuhan
yang sangat mendasar berkaitan dengan penerapan hukum pidana materiil. Secara
umum unsur-unsurtindak pidana dapat dibedakan menjadi dua macam :
1. Unsur subyektif, yakni unsur yang terdapat diluar pelaku (dader) yang
dapat berupa :
a. Perbuatan, baik dalam arti berbuat maupun dalam arti tidak
berbuat. Contoh unsur obyektif yang berupa “perbuatan” yanitu
perbuatan – perbuatan yang dilarang dan ancam oleh undang-
undang.
b. Akibat, yang menjadi syarat mutlak dalam tindak pidana materiil.
Contoh unsur obyektif yang berupa suatu “akibat” adalah akibat-
akibat yang dilarang dan diancam oleh undang-undang dan
sekaligus merupkan syarat mutlak dalam tindak pidan antara lain
akibat-akibat sebagaimana dimaksudkan dalm ketentuan pasal
351,338 KUHP.
c. Keadaan atau masalah-masalah tertentu yang dilarang dan diancam
oleh undang-undang. Contoh unsur obyektif yang berupa suatu
“keadaan” yang dilarang dalam dan diancam oleh undang-undang
adalah keadaaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal
160, 281, 282 KUHP yang memeberikan ketentuan unsur obyektif
yang berupa “keadaan” adalah di tempat umum.
2. Unsur subyektif, yaitu unsur yang terdapat dalam diri sipelaku (dader)
yang berupa :
31
a. Suatu perbuatan yang dapat dipertanggung jawabkannya seseorang
terhadap perbuatan yang telah dilakukan (kemampuan bertanggung
jawab)
b. Kesalah atau schuld. berkaitan dengan maslah kemapuan
bertanggung jawab diatas, persoalnnya adalah kapan seseorang
dapat dikatakan mamapu bertanggung jawab apabila dalam diri
orang itu memenuhi tiga syarat antara lain:
1) Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa sehingga ia
dapt mengertiakan nilai perbuatan dan karena juga menegrti
akan nilai dari akibat perbuatannya.
2) Keadan jiwa orang itu sedemikan rupa, sehingga orang tersebut
dapat menetukan kehendaknya terhadap perbutan yang ia
lakukan.
3) Orang itu harus sadar perbuatan mana yang dilarang dan
perbuatan mana yang tidak diarang oleh undag-undang.
Berkaitan dengan persoalan kemampuan bertanggung jawab pembentuk
KUHP berpendirian, bahwa “stiap orang dianggap mamapu bertanggung jawab”.
Konsekuensi dari pendirian ini yakni bahwa masalah kemampuan bertanggung
jawab tidak perlu dibuktikan dipengadilan kecuali apabila terdapat unsur tersebut.
Dalam ketentuan KUHP tidak menyebutkan tentang kemapuan
bertanggung jawab, akan tetapi ada pasal yang berhubungan dengan ketentuan
bertanggung jawab yakni pasal 44 : “ barang siapa melakukan perbuatan yang
tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya , karena jiwanya cacat dalam
tubuhnya atau jiwa yang terganggu karena penyakit”. Dari keterangan beberapa
sarjana bisa diambil kesimpulan bahwasanyya untuk adanya kemampuan
bertanggung jawab harus ada :
32
1) Kemampuan untuk membedakan antara perbuatan yang baik dan yang
buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum
2) Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan
tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.
Dalam kemampuan bertangung jawab harus ada faktor akal (intlektual factor)
yakni dapat membedakan antara perbuatan yang di perbolehkan dan yang tidak
diperbolehkan. Yang selanjutnya faktor persaan atau kehendak (volitional factor)
yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas nama yang
diperbolehkan dan mana yang tidak.31
E. Ruang lingkup berlakunya hukum pidana.
Dalam atauran hukum pidana yang berlaku bagi stiap orang yang melakukan
tindak pidana sesuai asas ruang linkup berlakunya Kitab Undang-undang Hukum
Pidana. Ada empat asas ruang lingkup hukum pidan antara lain :
1. Asas Teritorial (teritorialitets beginsel)
2. Asas Nasionalitas Aktif (actief nationaliteitsbeginsel)
3. Asas nasionalis Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel)
4. Asas universal.32
F. Tindak Pidana Dalam Teknologi Informasi (Cybercrime) .
A. Definisi Cyrbercrime.
Istilah cybercrime saat ini merujuk pada suatu tindakan kejahatan yang
berhubungan dengan dunia maya (cyberspace) dan tindakan kejahatan yang
menggunakan komputer.
Barda Nawawi Arief menunjukan pada kerangka (sistematis) Draft
Convention on Cybercrime dari dewan eropa (Draft No. 25, Desember 2000) .
31 Moeljatno, 2002. Asas-asas hukum pidana. jakarta : PT Asdi Mahasatya. Hal .165 32 Teguh prasetyo 2010. Hukum Pidana. jakarta : rajawali pers.Hal. 19
33
Beliau menyamakan peristilahan antara keduanya dengan memebrikan definisi
cybercrime sebagai “ crime related to technology, computers, and the internet”
atau secara sederhana berarti kejahatan yang berhubungan dengan teknologi,
komputer dan internet.33
Cybercrime didefinisikan sebagai kejahatan komputer, definisi kejahatan
komputer sendiri, sampai sekarang para sarjana belum sependapat mengenai
pengertian atau definisi dari kejahatan komputer. Bahkan penggunaan istilah
tindak pidana untuk kejahatan komputer dalam bahasa inggris pun masih belum
seragam. Beberapa sarjana menggunakan istilah “ computer misuse”, “computer
abuse”, “computer farud”, “computer-related crime”, “computer-assited crime”,
atau “computer crime.34
Dalam undang-undang ITE yang dimaksud dengan infromasi elektronik
adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada
tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),
surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy, atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasiyang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Udang-undang ITE berlaku pada setiap orang yang melakukan pelanggaran
33 Dikdik M.arief mansur dan Elistaris gultom. 2005. Cyber law Aspek Hukum Teknologi
Informasi. Bandung,PT. Rafita aditama. Hal.8 34 Budi suharyanto. 2012. Tindak Pidana Teknologi Informasi (cybercrime) uregensi
pengaturan dan celah hukumnya. Jakarta . PT. Rajagrafindo persada. Hal . 9
34
hukum atau tindak pidana sebagaimana di ataur dalam ketentuan yang ada dalam
undang-undang tersbut, baik yang berada dalam wilayah hukum Indonesia
maupun diluar wilayah hukum Indoneisa. Yang memiliki akibat hukum di
wilayah indonesia dan/atau di luar wiliyah Indonesia dan merugikan indonesia.35
Undang-undang informasi dan transaksi elektronik disahkan pada tahun
2008, dan telah di revisi dan di sahkan pada tanggal 28 November 2016.
Khususnya dalam pasal 27 ayat 3 dianggap telah membungkam kebebasan warga
masyarakat untuk berekspresi melalui dunia maya. Oleh sebab itu banyak desakan
untuk merevisi undang-undang tersebut dan masuk dalam agenda program legislai
nasional (proglegnas) untuk dibahas oleh DPR dengan pembahasan harus secara
multi stakehoder. Dalam ketentual pasal 27 ayat 3 dinilai sudah sering digunakan
oleh orang yang memilikikekuasan untuk menekan pihak yang tidak sepaham
yang mengakibatkan chilling effect atau dengan kata lain kekuatiran untuk
berkespresi dan / atau berbeda pendapat karna adanya ancaman.36
B. Aspek-aspek kriminologi kejahatan mayantara (Cybercrime).
1. Pengertian Kriminologi.
Dari berbagai bagai definisi tentang kriminologi salah satunya :
Bonger (1934) memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari, menyelidiki sebab-sebab kejahatan dan gejala kejahatan dalam arti
seluas-luasnya. Yang dimaksud mempelajari gejala kejahatan seluas-luasnya.
35 Anonim. 2009. undang-undang informasi dan transaksi elektronik nomor 11 tahun
2008. Jojga . jogja bangkit publisher. Hal 14 36 Tina asmarawati. 2015 Delik-delik yang Ada diluar KUHP jakarta , Deepublish. Hal 54
35
Dapat disimpulkan bahwa kriminologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan masalah kejahatan, termasuk keseluruhan fenomenngan a atau
gejala-gejala sosial yang berhubungan dengan kejahatan (Abdul Wahid, 2002).
Keseluruhan fenomena sosial memang tepat dijadikan sebagai dari kajian
kriminologi, karena ada sisi relasional dengan masalah prilakunya menyimpang.
2. Pengertian Kejahatan.
Kajian kriminologi adalah kejahatan, yang tidak lepas dari dunia empiris
dimana kenyataan sosial itu berbeda. Secara empiris definisi kejahatan dapat
dilihat dari dua persepektif, Pertama, adalah kejahatan dalam persepektif yuridi,
kejahatan dirumuskan sebagai perbuatan yang oleh diberi pidana. Pemberian
pidana ini dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu
akibat perbuatan itu.
Kedua, kejahatan dalam arti perspektif sosiologis krimonologis merupakan
suatu perbuatan yang dari sisi sosialogis merupakan kejahatan sedangkan dari segi
yuridis bukan merupakan suatu kejahatan. Aritnya perbuatan tersebut oleh negara
tidak dijatuhi pidana, perbuatan ini dalam ilmu hukum pidana disebut dengan
strafwaardig, artinya perbuatan tersebut patu dan pantas dipidana.
3. Pengertian Kejahatan Mayantara (Cybercrime)
Pada perkembangan internet ternyata membawa sisi negatif, dengan
membuka peluang munculnya tindakan-tindakan sosial yang selama ini dianggap
tidak mungkin terjadi atau tidak terpikirkan akan terjadi. Sebuah teori
menyatakan, Crime is product of society it’s self, yang menghasilkan kejahatan.
36
Kejahatan yang lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan aplikasi
internet ini sering disebut dengan Cybercrime. Dari pengertian ini tempak bahwa
Cybercrime mencakup semua jenis kejahatan beserta modus operandinya yang
dilakukan sebagai dampak negatif aplikasi internet. Dalam definisi tidak
menyebutkan secara spesifik dari karakteristik Cybercrime, definisi ini mencakup
segala kejahatan yang dalam modus operandinya menggunakan fasilitas internet.
Muladi dalam bukunya yang ditulis bersama Barda Nawawi Arief, “Bunga
Rampai Hukum Pidana” memandang cybercrime pendekatan computer crime
(kejahatan koputer). Namun demikian, cybercrime sesungguhnya berbeda dengan
computer crime.37
C. Delik – delik cybercrime dalam UU ITE
Unsur objektif dalam hal perumusan delik cybercrime mengalami beberapa
terobosan dari sifat-sifat umum dari KUHP. Disebabkan kegiatan cyber meskipun
bersifat virtual tetapi dapat di kategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum
yang nyata. Secara yuridis untuk ruang cyber sudah tidak pada tempatnya lagi
untuk mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi konvensional
untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, kegiatan cyber adalah kegiatan virtual,
tetapi berdampak sangat nyata meskipun alat bukti elektronik, dengan subjek
pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai telah melakukan perbuatan hukum
secara nyata.
37 Abdul wahid dan Mohammad Labib.2005. Kejahatan Mayantara (Cybercrime).
Bandung .PT refika Aditama. Hal 41
37
Dunia hukum sejak lama memeperluas penafsiran asas dan normanya ketika
menghadapi persoalan benda berwujud, misalnya dalam kasus pencurian sebagai
mana perbuatan pidana. Dalam kenyataannya kegiatan cyber tidak lagi sederhana
karana kegiatannya tidak lagi dibatasi peleh wilayah suatu negara, yang mudah
diakses kapa pun dimana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi
maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya
pencurian kartu kredit melalui pembelanjaan internet. Secara lebih jelasnya dapat
diuraikan beberapa perbuatan yang dilarang dalam undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik.38
D. Perbuatan Yang Di Larang Dalam Undang-Undang Informasi Dan
Transaksi Elektronik.
Perbuatan yang dilarang dalam undang-undang nomer 11 tahun 2008 tentang
informasi dan transaksi elektronik dinyatakn dalam pasal-pasal sebagai berikut :
Pasal 27 :
(1) Setiap orang dengan sengajadan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan.
(2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronikyang memilik muatan perjudian.
(3) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yeng memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
pemerasan dan/atau pengancaman. 39
38Budi Suhariyanto. 2012. Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime) urgensi
pengaturan dan celah hukumnya. Jakarta PT.Raja Grafindo. Hal .104 39 Undang-Undang Nomer 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
38
Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong
dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,
dan antargolongan (SARA).
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan
cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun
dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik.
Dijelaskan lebih lanjut dalam memori penjelasan ayat (2) sebagai berikut :
Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat
ini dapat ayat ini dapat dilakukan, antara lain dengan :
a. Melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja
berusaha mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapapun yang tidak
berhak untuk menerimanya; atau
b. Sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal
diterima oleh berwenang menerimanya dilingkungan pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.40
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun
dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem
pengamanan.
Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik
tertentu milik Orang lain.
Penjelasan ayat (1) menerangkan sebagai berikut :
40 Danrivanto Budhijanto . 2010. Hukum Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi
Informasi regulasi & konvergensi. Bandung PT. Refika Aditama. Hal 147
39
Yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan
untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, megubah, menghambat,
dan/atau mencatat transmisi informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel
komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis
atau radio frekuensi.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam
suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik
yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan
adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan
kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang
ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan
cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau
milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan
cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang
tidak berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
mengakibatkan terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan
keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau
mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana
mestinya.
Pasal 34
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor,
mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki:
40
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau
secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. Sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu
yang ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan
tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika
ditujukan untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem
Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah
dan tidak melawan hukum.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data
yang otentik.
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34
yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.
Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar
wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah
yurisdiksi Indonesia.41
E. Alat-alat bukti dalam sistem pembuktian UU ITE di indonesia.
Dalam sistem hukum pembuktian dalam tindak pidana informasi dan
transaksi elektonik , terdapat beberapa doktrin pengelompokan alat bukti, yang
membagi alat-alat bukti ke dalam kategori oral evidance, documentary evidance,
material evidance dan electronic evidance. Berikut pembagian pada masing-
masing kategori:
1. Oral evidance.
41 Undang-undang Nomer 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
41
a. Perdata (keterangan saksi, pengakuan, dan sumpah)
b. Pidana (keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan
terdakwa)
2. Documentary evidance.
a. Perdata (surat dan persangkaan)
b. Pidana (surat dan petunjuk)
3. Material evidance.
a. Perdata (tidak ada )
b. Pidana (barang yang digunakan untuk melakukan tindak
pidana, barang yag digunakan untuk membantu tindak pidana,
barang yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana, barang
yang diperoleh dari suatu tindak pidana, dan informasi dalam
arti khusus).
4. Electronic evidance.
a. Konsep pengelompokan alat bukti menjadi alat bukti tertulis
dan elektronik. Tidak dikenal di indonesia.
b. Konsep tersebut terutama berkembang di negara-negara
common law.
c. Pengaturannya tidak melahirkan alat bukti baru, tetapi
memeperluas cakupan alat bukti yang masuk kategori
documentary edvace.42
42 Dikdik M.arief mansur dan elisatris gultom. 2005 Cyber law aspek hukum teknologi
informasi. Bandung . PT.refika aditama. Hal.101
42
Penjelasan pencemaran nama baik dalam ketentuan undang-undang nomer
11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik bisa dilihat dalam pasal
27 ayat 3 dengan penjelasan sebagai berikut : “Setiap orang yang dengan sengaja
dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya informasi dan /atau dokumen elektronik yang dimiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Selanjutnya dalam Pasal 45
ayat (1) UU ITE mengatur mengenai sanksi atas pelanggaran ketentuan Pasal 27
(3) yang diancam dengan pidana penjara 6 (enam) tahun.43
Dalam ketentuan pasal 27 ayat 3 memuat unsur membuat dapat di
aksesnya infromasi dan / atau dokumen elektronik yang dimiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan dalam ketentuan pasal tersebut
merupakan delik biasa, ada dua pemahaman yakni dari segi esensi delik
penghinaan dan dari sisi historis antara lain :
1. Dari segi esensi delik penghinaan, pencemaran nama baik merupakan
perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, sehingga
menimbulkan tercemarnya atau rusakanya nama baik atau harga diri
seseorang tersebut.
Menentukan adanya perbuatan penghinaan atau pencemran nama baik
mempunyai bagian yang penting yakni antara konten dan konteks. Tercemarnya
atau rusaknya nama baik seseorang hakekatnya hanya bisa dinilai orang yang
bersangkutan. Secara subyektif tentang konten atau bagian mana dari informasi
43 Pasal 27 ayat (3) Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi
elektronik
43
atau dokumen elektronik yang di rasa telah menyarang kehormatan atau nama
baik dari korban. Konstitusi memberikan perlindungan terhadap harkat dan
martabat seseorang sebgai hak asasi manusia. Perlindungan hukum diberikan
kepada korban dan bukan terhadap orang lain. Dengan alasan orang lain tidak
dapat menilai sama sperti penilaian korban.
Dilihat dari konteks berperan memebrikan penilaian secara obyektif
terhadap konten, pemahaman dari konteks mencakup gambaran mengenai suasana
hati korban dan pelaku, maksud dan tujuan pelaku dalam mendiseminasi
informasi. Serta kepentingan – kepentingan yang ada di dalam penyerbarluasan
konten, dalam memahami konteks mungkin di perlukan pendapat dari berbagai
ahli, sperti ahli bahasa, ahli psikologi dan ahli komunikasi.
2. Secara historis ketenutan dalam pasal 27 ayat 3 Undang-undang
informasi dan transaksi elektroni, mengacu kepada ketentuan
penghinaan atau pencemaran nama baik menurut kitab Undang-undang
Hukum pidana.44
44Klinik detail pencemaran nama baik dimedia sosial delik biasa atau
aduan.www.hukumonline.com di akses pada tanggal jumaat 14 April 2017 21.35.WIB