24
BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Pemecahan Masalah Masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun, tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku (Shadiq, 2004). Setiap masalah harus ada pemecahan masalah. Menurut Nasution (2009) pemecahan masalah berarti menyelesaikan tantangan dalam menjawab masalah. Pemecahan masalah merupakan perluasan yang wajar dari belajar aturan. Dalam memecahkan masalah kita perlu mempelajari aturan. Tidak sekadar menerapkan aturan-aturan yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru. Menurut NCTM (2000) pemecahan masalah berarti melibatkan diri dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya. Dalam menyelesaikan masalah tersebut memerlukan waktu yang lebih lama dari biasanya karena suatu masalah memuat tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh prosedur rutin. Solso (2007) menyatakan pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang 8 Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1 ...repository.ump.ac.id/1156/3/BAB II.pdf · tingkatan atau level seseorang terhadap usaha dalam menyelesaikan ... data yang relevan

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Deskripsi Konseptual

1. Pemecahan Masalah

Masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon.

Namun, tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu

pertanyaan akan menjadi masalah jika pertanyaan itu menunjukkan

adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak dapat dipecahkan oleh

suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah diketahui si pelaku

(Shadiq, 2004). Setiap masalah harus ada pemecahan masalah. Menurut

Nasution (2009) pemecahan masalah berarti menyelesaikan tantangan

dalam menjawab masalah. Pemecahan masalah merupakan perluasan

yang wajar dari belajar aturan. Dalam memecahkan masalah kita perlu

mempelajari aturan. Tidak sekadar menerapkan aturan-aturan yang

diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru.

Menurut NCTM (2000) pemecahan masalah berarti melibatkan diri

dalam tugas yang metode solusinya tidak diketahui sebelumnya. Dalam

menyelesaikan masalah tersebut memerlukan waktu yang lebih lama dari

biasanya karena suatu masalah memuat tantangan yang tidak dapat

dipecahkan oleh prosedur rutin. Solso (2007) menyatakan pemecahan

masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk

menemukan suatu solusi atau jalan keluar untuk suatu masalah yang

8

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

9

spesifik. Polya (1973) mengemukakan pendapatnya bahwa secara umum

terdapat empat tahap kemampuan pemecahan masalah, yaitu: memahami

masalah (understanding the problem), membuat rencana penyelesaian

(deising a plan), menyelesaikan masalah sesuai rencana (carrying out the

plan), dan memeriksa hasil penyelesaian masalah (looking back).

Menurut John Dewey (Nasution, 2009) terdapat langkah-langkah

yang diikuti dalam pemecahan masalah, yaitu:

1) Pelajar dihadapkan dengan masalah

2) Pelajar merumuskan masalah itu

3) Ia merumuskan hipotesis

4) Ia menguji hipotesis itu

Terdapat empat langkah penting yang harus dilakukan dalam

proses pemecahan masalah menurut Shadiq (2004), yaitu:

1) Memahami masalahnya

2) Merencanakan cara penyelesaian

3) Melaksanakan rencana

4) Menafsirkan hasilnya

Dalam langkah memahami masalah siswa harus dapat menentukan

dengan cermat apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam soal

yang akan menjadi arah dalam pemecahan masalah. Hal-hal yang

diketahui tidak hanya dibayangkan dalam otak yang sangat terbatas

kemampuannya, namun dapat dituangkan ke dalam kertas.

Merencanakan cara penyelesaian siswa dituntut untuk membuat model

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

10

matematika dari soal yang diberikan. Lalu dalam langkah melaksanakan

rencana siswa dituntut menyelesaikan model matematika yang telah

dibuatnya. Dan pada tahap terakhir menafsirkan hasilnya siswa dituntut

untuk dapat menyimpulkan hasil yang diperolehnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah

adalah usaha dari seseorang untuk dapat menyelesaikan sebuah

pertanyaan dengan menemukan jalan atau solusi untuk memecahkan

masalah dengan melibatkan dirinya dalam mengatasi pertanyaan atau

soal yang memiliki tantangan. Berdasarkan tahapan pemecahan masalah,

berikut ini tahapan dengan indikatornya yang akan digunakan untuk

mengukur kemampuan pemecahan masalah yaitu sesuai tahapan Polya

sebagai berikut:

Indikator kemampuan pemecahan masalah berdasarkan tahapan

menurut Polya.

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

Tahapan Pemecahan Masalah Indikator

Memahami masalah Siswa dapat menetukan apa

yang diketahui dan apa yang

ditanyakan dalam soal yang

diberikan.

Membuat rencana

penyelesaian

Siswa dapat menentukan

rumus mana yang dapat

digunakan dalam soal.

Menyelesaikan masalah

sesuai rencana

Siswa dapat menyelesaikan

soal sesuai dengan rumus

yang telah dibuat.

Memeriksa hasil

penyelesaian

Siswa dapat memeriksa hasil

yang telah dikerjakan.

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

11

2. Self Efficacy

Menurut Santrock (2007) self-efficacy adalah keyakinan bahwa

seseorang dapat menguasai sebuah situasi dan memberikan hasil yang

diinginkan. Self-efficacy merupakan faktor penting dalam menjelaskan

apakah siswa tersebut akan berhasil atau tidak. Hal ini karena siswa yang

memiliki keyakinan terhadap dirinya sendiri secara tidak sadar akan

dapat memotivasi dirinya untuk bisa.

Menurut Ormrod (2008), self-efficacy adalah penilaian seseorang

tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan perilaku tertentu atau

mencapai tujuan tertentu. Setiap orang akan lebih mungkin terlibat dalam

perilaku tertentu ketika mereka yakin bahwa mereka akan mampu

menjalankan perilaku tersebut dengan sukses. Self-efficacy membantu

seseorang dalam menentukan pilihan, usaha mereka untuk maju,

kegigihan, ketekunan yang mereka tunjukan dalam menghadapi

kesulitan, dan derajat kecemasan atau ketenangan yang mereka alami

saat mereka mempertahankan keputusan-keputusan yang mencakup

kehidupan mereka.

Ormrod (2008) menyebutkan beberapa perilaku yang dipengaruhi

oleh self-efficacy yaitu sebagai berikut:

1) Pilihan aktivitas

Self efficacy mempengaruhi pilihan siswa terhadap aktivitas-

aktivitas yang akan ia lakukan. Antara siswa yang memiliki self-

efficacy rendah akan berbeda pilihan aktivitasnya dengan siswa yang

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

12

memiliki self-efficacy tinggi. Pada saat belajar siswa yang memiliki

self-efficacy rendah ia akan menghindari tugas-tugas atau soal-soal

yang menantang. Namun, hal ini akan berbeda dengan siswa yang

memiliki self-efficacy tinggi. Pada saat belajar siswa yang memiliki

self-efficacy tinggi mereka akan cenderung untuk lebih bersemangat

dalam menyelesaikan tugas-tugas ataupun soal-soal terutama untuk

tugas-tugas atau soal-soal yang menantang.

2) Tujuan

Orang yang memiliki self-efficacy tinggi akan dengan percaya

diri menetapkan tujuan yang lebih tinggi bagi dirinya. Bila seseorang

merasa mampu melakukan tugas-tugas dalam karir tertentu maka ia

akan memilih karir tersebut.

3) Usaha dan Persistensi

Siswa yang memiliki self-efficacy tinggi akan cenderung untuk

lebih bersemangat dalam menyelesaikan tugas ataupun soal terutama

untuk tugas atau soal yang menantang. Saat menghadapi tugas atau

soal yang menantang siswa yang memiliki self-efficacy tinggi akan

terus berusaha pantang menyerah dalam mengerjakan tugas tersebut

sampai masalah tersebut terpecahkan. Sedangkan siswa yang

memiliki self-efficacy rendah akan bersikap kebalikannya. Ia akan

mudah menyerah saat menghadapi soal yang sulit.

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

13

4) Pembelajaran dan prestasi

Orang dengan self-efficacy tinggi akan cenderung lebih banyak

belajar dan berprestasi daripada mereka yang memiliki self-efficacy

rendah.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan self-

efficacy menurut Ormrod (2008), di antaranya adalah:

a) Keberhasilan dan kegagalan pembelajar sebelumnya

b) Pesan yang disampaikan orang lain

c) Keberhasilan dan kegagalan orang lain

d) Keberhasilan dan kegagalan dalam kelompok yang lebih besar.

Menurut Bandura (1997) ada tiga dimensi sebagai pengukuran

tingkat self-efficacy, yaitu sebagai berikut:

1) Level

Pada dimensi ini tingkat self-efficacy hanya diukur berdasarkan

tingkatan atau level seseorang terhadap usaha dalam menyelesaikan

level tersebut. Dalam mengerjakan tugas tertentu self-efficacy setiap

orang hanya sebatas tingkat kesukaran yang rendah, sedang, atau

tinggi saja.

2) Strenght

Keyakinan dalam diri seseorang juga dapat dibedakan pada

tingkatan kemantapan orang tersebut terhadap keyakinannya. Hal ini

disebut dengan kekuatan (strenght).

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

14

3) General

Self-efficacy juga dapat dibedakan berdasarkan general artinya

seberapa self-efficacy yang dimiliki seseorang untuk dapat

digeneralisasikan ke dalam situasi yang lain.

Pada penelitian ini indikator self-efficacy dikembangkan dari

dimensi-dimenasi yang dikemukakan oleh Bandura (1997), yaitu level,

strenght, dan general. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu;

Tabel 2.2 Indikator Self-efficacy

Dimensi Indikator

Level 1. Siswa mampu menyelesaikan tugas.

2. Siswa mampu menghadapi tugas yang sulit.

Strenght 1. Keyakinan siswa terhadap usahanya dalam

mencapai tujuan.

2. Keyakinan siswa pada kemampuannya sendiri

dalam bertahan untuk menyelesaikan tugas.

General 1. Siswa mampu menyikapi situasi yang berbeda

dengan baik.

2. Siswa konsisten pada tugas atau aktivitasnya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan pada

kemampuan sendiri dalam menyelesaikan masalah. Indikator self-efficacy

pada penelitian ini dikembangkan dari dimensi-dimensi yang

dikemukakan oleh Bandura (1997) yaitu Level, Strenght, General.

3. Problem Based Learning (PBL)

Landasan teori pembelajaran berbasis masalah adalah

kolaborativisme, yaitu suatu perspektif yang berpendapat bahwa siswa

akan menyusun pengetahuan dengan cara membangun penalaran dari

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

15

semua pengetahuan yang sudah dimilikinya dan dari semua itu akan

memperoleh hasil dari kegiatan berinteraksi dengan sesama individu.

Adapun pendapat Hamruni (Suyadi, 2013) mengemukakan bahwa PBL

adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan

menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu

peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat

menyelesaikannya. Adapun karakteristik dari PBM menurut Min Liu

(Shoimin,2014), yaitu;

1. Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada

siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga

oleh teori kontruktivisme dimana siswa di dorong untuk dapat

mengembangkan pengetahuannya sendiri.

2. Authentic problems form the organizing focus for learning

Masalah yang disajikan kepada siswa dalah masalah yang

otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah

tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya

nanti.

3. New information is acquired through self-directed learning

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum

mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya

sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya,

baik dari buku atau informasi lainnya.

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

16

4. Learning occurs in small groups

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha

membangun pengetahuan secara kolaboratif, PBM dilaksanakan

dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian

tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

5. Teachers act as facilitators

Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sabagai fasilitator.

Meskipun begitu, guru harus selalu memantau perkembangan

aktivitas siswa dan mendorong mereka agar mencapai target yang

hendak dicapai.

Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan menggunakan

PBL terdapat langkah-langkah yang akan dilaksanakan selama proses

pembelajaran berlangsung. Menurut Hamruni (Suyadi, 2013), terdapat

enam langkah untuk dapat menerapkan strategi pembelajaran berbasis

masalah ini, yaitu:

1) Menyadari adanya masalah

Pada tahap ini guru dapat menunjukkan adanya gap atau

kesenjangan antara realitas yang terjadi dengan idealitas atau yang

dikehendaki.

2) Merumuskan masalah

Setelah siswa mampu menangkap gap atau kesenjangan dalam

masalah tersebut maka guru perlu membantu siswa untuk

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

17

merumuskan masalah, sehingga menjadi pertanyaan-pertanyaan

yang lebih fokus dan spesifik.

3) Merumuskan hipotesis

Apabila siswa sudah mampu merumuskan masalah secara

spesifik, maka mereka harus mampu merumuskan hipotesis. Guru

membantu siswa untuk dapat merumuskan masalah dengan tepat.

4) Mengumpulkan data

Guru mendorong siswa untuk mendapatkan atau mengumpulkan

data yang relevan secepat mungkin, kemudian

mengorganisasikannya, serta menyajikannya secara skematis atau

terpetakan, sehingga mudah dipahami.

5) Menguji hipotesis

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan, guru membantu

siswa untuk mampu menguji hipotesis yang diajukan pada langkah

ke-tiga.

6) Menentukan pilihan penyelesaian

Guru membantu siswa untuk memilih alternatif penyelesaian

masalah secara bijaksana.

Selain itu, menurut Ibrahim dan Nur (Rusman, 2013) menguraikan

langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah, yaitu:

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

18

Tabel 2.3 Langkah-Langkah PBL

Tahapan Perilaku Guru

Fase 1: Orientasi siswa

kepada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran,

menjelaskan logistik yang diperlukan,

dan memotivasi siswa terlibat pada

aktivitas pemecahan masalah.

Fase 2: Mengorganisasi

siswa untuk belajar

Membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut.

Fase 3: Membimbing

pengalaman individual/

kelompok

Mendorong siswa untuk mengumpulkan

informasi yang sesuai, melaksanakan

eksperimen untuk mendapatkan

penjelasan dan pemecahan masalah.

Fase

4:Mengembangkan

dan menyajikan hasil

karya

Membantu siswa dalam merencanakan

dan menyiapkan karya yang sesuai

seperti laporan, dan membantu mereka

untuk berbagai tugas dengan temannya.

Fase 5: Menganalisis

dan mengevaluasi

proses pemecahan

masalah

Membantu siswa untuk melakukan

refleksi atau evaluasi terhadap

penyelidikan mereka dan proses yang

mereka gunakan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PBL

adalah pembelajaran yang dimulai dengan memberikan masalah kepada

siswa, dimana masalah yang diberikan merupakan masalah yang

berkaitan dengan permasalahan dalam konteks dunia nyata, selanjutnya

siswa memecahkan masalah tersebut dengan menggunakan pengetahuan

yang dimiliki siswa sebelumnya untuk menemukan pengetahuan baru.

4. Team-Assisted Individualization (TAI)

Team Assisted Individualization (TAI) adalah bantuan individual

dalam kelompok dengan karakteristik bahwa tanggung jawab belajar ada

pada siswa. Siswa harus mampu membangun pengetahuan tidak

menerima bantuan langsung atau dalam bentuk jadi dari guru. TAI

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

19

menggabungkan kooperatif dengan pengajaran individual. Menurut

Slavin sintak strategi pembelajaran bantuan individual dalam kelompok

(BidaK) adalah (1) buat kelompok heterogen dan berikan bahan ajar

berupa modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa

pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling

berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi

serta tes formatif (Suyatno, 2009)

TAI memiliki dasar pemikiran untuk mengadaptasi pengajaran

terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa

maupun pencapaian prestasi siswa (Slavin, 2009). Perbedaan

individualisasi pengajaran tersebut yaitu siswa memasuki kelas dengan

pengetahuan, kemampuan, dan motivasi yang sangat beraagam. Dalam

strategi TAI diterapkan bimbingan antar teman. Siswa yang mempunyai

kemampuan akademik tinggi akan bertanggung jawab terhadap siswa

yang mempunyai kemampuan akademik kurang. Dengan hal itu maka

siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi dapat

mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, sedangkan siswa

yang mempunyai kemampuan akademik kurang dapat terbantu dalam

menyelesaikan permasalahan yang ia hadapi dalam pembelajaran.

Menurut Shoimin (2014) Team Assisted Individualization (TAI)

memiliki delapan komponen, yaitu:

1) Placement Test, pada langkah ini guru memberikan tes awal (pre-

test) kepada siswa. Cara ini bisa digunakan dengan mencermati rata-

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

20

rata nilai harian atau nilai pada bab sebelumnya yang diperoleh

siswa, sehingga guru dapat mengetahui kekurangan siswa pada

bidang tertentu.

2) Teams, langkah ini cukup penting dalam penerapan strategi

pembelajaran tipe Team AssistedIndividualization. Pada tahap ini

guru membentuk kelompok-kelompok yang bersifat heterogen yang

terdiri dari 4-5 siswa.

3) Teaching Group, guru memberikan materi secara singkat menjelang

pemberian tugas kelompok.

4) Student Creative, pada sintak ini guru perlu menekankan dan

menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa (individu)

ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.

5) Team Study, pada sintak team study siswa belajar bersama dengan

mengerjakan LKS yang diberikan dalam kelompoknya. Pada sintak

ini guru juga memberikan bantuan secara individual kepada siswa-

siswa yang membutuhkan dengan dibantu siswa-siswa yang

memiliki kemampuan akademis tinggi di dalam kelompok tersebut

yang berperan sebagai peer tutoring (tutor sebaya).

6) Fact Test, guru memberikan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang

diperoleh siswa. Misalnya dengan memberikan kuis dan sebagainya.

7) Team Score and Recognition, guru memberikan skor pada hasil kerja

kelompok dan memberikan “gelar” penghargaan terhadap kelompok

yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

21

kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas. Misalnya dengan

menyebut mereka sebagai “kelompok Ok”, “kelompok luar biasa”

dan sebagainya.

8) Whole-Class Unit, pada sintak ini guru menyajikan kembali materi

di akhir bab dengan strategi pemecahan masalah untuk seluruh siswa

kelas di kelasnya.

Strategi Team Assited Individualization (TAI) dirancang untuk

memperoleh manfaat yang sangat besar dari potensi sosialisasi yang

terdapat dalam PBL. Menurut Slavin (2009) TAI juga dirancang untuk

memuaskan kriteria berikut ini untuk menyelesaikan masalah-masalah

teoretis dan praktis dari sistem pengajaran individual:

1) Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan

pengelolaan rutin.

2) Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk

mengajar kelompok-kelompok kecil.

3) Operasional program tersebut akan sedemikian sederhananya

sehingga para siswa di kelas tiga ke atas dapat melakukannya.

4) Para siswa akan termotivasi untuk memperlajari materi-materi yang

diberikan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa berbuat

curang atau menemukan jalan pintas.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Team Assisted

Individualization (TAI) adalah strategi pembelajaran yang dilakukan

dengan membentuk kelompok kecil yang heterogen dan bimbingan antar

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

22

teman. Dimana Siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi

akan bertanggung jawab terhadap siswa yang mempunyai kemampuan

akademik kurang untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan

oleh guru. Di dalam Team Assisted Individualization (TAI) ada delapan

komponen yaitu: placement test, teams, teaching group, student creative,

team study, fact test, teams score and recognition, and whole class unit.

5. Problem Based Learning (PBL) dengan Strategi Team-Assisted

Individualization (TAI)

Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang

berorientasi pada pemecahan masalah. Pada mulanya siswa diberikan

masalah yang berkaitan dengan permasalahan sehari-hari lalu masalah

tersebut dipecahkan bersama dalam diskusi kelompok. Dalam

pelaksanaan diskusi tidak semua siswa ikut terlibat aktif. Kadang ada

beberapa siswa yang pasif saat berdiskusi. Oleh karena itu perlu adanya

strategi untuk mengatasi hal tersebut, salah satunya dengan menerapkan

strategi Team Assisted Individualization (TAI). Team Assisted

Individualization (TAI) ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar

siswa secara individual karena tipe ini mengkombinasikan keunggulan

individual dan pembelajaran kooperatif.

Penerapan PBL dengan strategi TAI ini memaksimalkan

kemampuan individu siswa. Siswa masuk kelas dengan pengetahuan,

kemampuan, dan motivasi yang beragam dengan cara pembentukan

kelompok heterogen. Setiap kelompok mempunyai siswa dengan

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

23

kemampuan beragam dari mulai yang berkemampuan akademis tinggi

sampai dengan rendah. Selanjutnya pemberian persepsi oleh guru bahwa

keberhasilan setiap individu ditentukan oleh kelompoknya, sehingga

pada saat diskusi dalam satu kelompok siswa yang mempunyai

kemampuan akademis tinggi akan memberikan bimbingan kepada

anggota kelompok yang mempunyai akademis kurang. Selain

mendapatkan bimbingan dari siswa yang berkemampuan akademis

tinggi, siswa yang akademisnya kurang juga akan dibantu oleh guru. Di

akhir pembelajaran kelompok yang sukses dalam hasil diskusi kelompok

akan diberikan penghargaan oleh guru.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diuraikan langkah-langkah

PBL dengan strategi Team Assisted Individualization (TAI) sebagai

berikut:

Tabel 2.4 Langkah-Langkah PBL dengan Strategi TAI

Tahapan Perilaku Guru

Fase 1: Orientasi siswa

pada masalah

1. Guru memberikan masalah yang

berkaitan dengan permasalahan dunia

nyata dengan membagikan Lembar

Kerja Kelompok (LKK) kepada setiap

siswa. Lalu guru meminta siswa untuk

mengamati.

2. Guru membantu siswa dalam

mengidentifikasi dan mengkoordinasi

LKK yang diberikan selama proses

mencoba dilakukan siswa.

Fase 2: Mengorganisasi

siswa untuk belajar

3. Guru membagi siswa ke dalam

beberapa kelompok heterogen dengan

anggota kelompok empat siswa.

Pembagian kelompok ini berdasarkan

rata-rata nilai ulangan harian siswa.

(Placement Test dan Teams)

4. Guru memberikan materi sesuai LKK

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

24

Tahapan Perilaku Guru

yang diberikan. (Teaching Group)

5. Guru menekankan dan menciptakan

persepsi bahwa keberhasilan setiap

siswa ditentukan oleh keberhasilan

kelompoknya dalam memecahkan

masalah dengan cara saling berdiskusi.

(Student Creative)

Fase 3: Membimbing

penyelidikan individu

dan kelompok

6. Guru mengawasi jalannya diskusi

kelompok dalam membahas

penyelesaian LKK yang diberikan.

(Team Study)

7. Guru meminta siswa berkemampuan

tinggi untuk membantu siswa yang

berkemampuan rendah dalam

kelompoknya.

8. Guru memberikan bantuan secara

individual kepada siswa yang

membutuhkan.

Fase 4:

Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

9. Guru meminta siswa untuk

mempresentasikan hasil diskusi LKK di

depan kelas.

10. Guru memberikan kesempatan kepada

siswa lain untuk bertanya atau

menanggapi hasil diskusi yang sedang

dipresentasikan.

Fase 5: Menganalisa

dan mengevaluasi

proses pemecahan

masalah

11. Guru memberikan kuis untuk

dikerjakan secara individual (Fact Test)

12. Guru memberikan simpulan dengan

menekankan strategi penyelesaian

masalah. (Whole-Class Unit)

13. Guru memberikan penghargaan kepada

kelompok yang sukses dalam diskusi.

(Teams Score and Team Recognition)

Adapun perbedaan antara Problem Based Learning (PBL) dan

Problem Based Learning (PBL) dengan strategi Team Assisted

Individualization (TAI) sebagai berikut:

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

25

Tabel 2.5 Perbedaan Antara PBL dan PBL dengan strategi TAI

PBL PBL dengan strategi TAI

Fase 1: Orientasi siswa pada masalah

1. Guru memberikan

masalah yang berkaitan

dengan permasalahan

dunia nyata.

2. Guru meminta siswa

mengamati dan

menanggapi pertanyaan

guru mengenai

permasalahan tersebut

1. Guru memberikan masalah yang

berkaitan dengan permasalahan

dunia nyata dengan membagikan

Lembar Kerja Kelompok (LKK)

kepada setiap siswa. Lalu guru

meminta siswa untuk mengamati.

2. Guru membantu siswa dalam

mengidentifikasi dan

mengkoordinasi LKK yang

diberikan selama proses mencoba

dilakukan siswa.

Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar

3. Guru meminta siswa

untuk berkelompok ke

dalam beberapa

kelompok dengan

anggota masing-masing

4-5 orang.

4. Guru memberikan LKK

yang berkaitan dengan

permasalahan kehidupan

sehari-hari yang

dibagikan kepada setiap

kelompok.

5. Guru membantu siswa

dalam mengidentifikasi

dan mengkoordinasi

LKK yang diberikan.

3. Guru membagi siswa ke dalam

beberapa kelompok heterogen

dengan anggota kelompok empat

siswa. Pembagian kelompok ini

berdasarkan rata-rata nilai ulangan

harian siswa. (Placement Test dan

Teams)

4. Guru memberikan materi sesuai

LKK yang diberikan. (Teaching

Group)

5. Guru menekankan dan

menciptakan persepsi bahwa

keberhasilan setiap siswa

ditentukan oleh keberhasilan

kelompoknya dalam memecahkan

masalah dengan cara saling

berdiskusi. (Student Creative)

Fase 3: Membimbing penyelidikan individu dan kelompok

6. Guru membimbing

kepada setiap kelompok

dalam bekerja sama

dengan anggota

kelompoknya dalam

menyelesaikan LKK.

7. Guru membantu siswa

dalam mengumpulkan

informasi agar siswa

6. Guru meminta siswa

berkemampuan tinggi untuk

membantu siswa yang

berkemampuan rendah dalam

kelompoknya.

7. Guru memberikan bantuan secara

individual kepada siswa yang

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

26

PBL PBL dengan strategi TAI

dapat menyelesaikan

masalah pada LKK.

membutuhkan.

Fase 5: Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

8. Guru dan siswa

membahas bersama

pendapat yang telah

dikemukakan siswa dan

melakukan evaluasi dari

hasil presentasi.

9. Guru dan siswa bersama-

sama menyimpulkan

hasil pembelajaran yang

diperoleh.

11. Guru memberikan soal

evaluasi.

8. Guru memberikan soal evaluasi

untuk dikerjakan secara individual

(Fact Test)

9. Guru memberikan simpulan

dengan menekankan strategi

penyelesaian masalah. (Whole-

Class Unit)

11. Guru memberikan penghargaan

kepada kelompok yang sukses

dalam diskusi. (Teams Score and

Team Recognition)

B. Penelitian Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Taufik (2015) yaitu berdasarkan hasil

uji hipotesis dengan Independent Samples Test diperoleh kemampuan

komunikasi matematis siswa yangmengikuti strategi TPS dalam PBL lebih

baik dibandingkan dengan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

mengikuti PBL. Penelitian yang dilakukan Taufik dengan peneliti memiliki

persamaan dan perbedaan. Persamaan terletak pada jenis penelitian dan

model pemebelajaran. Penelitian Taufik dan penelitian peneliti sama-sama

melakukan penelitian eksperimen. Model pembelajaran yang digunakan

Taufik dan peneliti adalah PBL. Perbedaannya terletak pada sumber data

penelitian, strategi pemebelajaran, dan kemampuan kognitif. Sumber data

penelitian Taufik adalah siswa SMP. Strategi pembelajaran yang digunakan

Taufik menggunakan strategi TPS, sedangkan strategi pembelajaran yang

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

27

digunakan peneliti menggunakan strategi TAI. Selain sumber data penelitian

dan strategi pembelajaran penelitian Taufik dan peneliti juga berbeda pada

kemampuan kognitif yang diujikan. Taufik menguji kemampuan komunikasi

matematis sedangkan peneli menguji kemampuan pemecahan masalah

matematis.

Penelitian yang dilakukan oleh Dian (2015) menyatakan bahwa kelas

yang diajar dengan menggunakan PBL dengan strategi TPS berpengaruh

terhadap kemampuan koneksi matematis siswa SMP N 1 Binangun.

Penelitian yang dilakukan Dian memiliki persamaan dengan penelitian yang

dilakukan peneliti, yaitu terletak pada jenis penelitian, sumber data penelitian,

dan model pembelajaran. Penelitian Dian dan peneliti sama-sama merupakan

penelitian eksperimen. Sumber data penelitian Dian dan peneliti adalah siswa

SMP. Model pembelajaran yang digunakan Dian dan peneliti sama-sama

menggunakan model pembelajaran PBL. Perbedaan penelitian Dian dan

penelitian peneliti terletak pada strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran

yang digunakan Dian menggunakan strategi TPS sedangkan strategi

pembelajaran yang digunakan peneliti menggunakan strategi TAI. Selain

strategi pembelajaran penelitian Dian dan peneliti juga mempunyai perbedaan

pada kemampuan kognitif. Penelitian Dian menguji kemampuan koneksi

matematis sedangkan peneliti menguji kemampuan pemecahan masalah

matematis.

Penelitian yang dilakukan Ida Fikriyah (2016) menyatakan bahwa pada

kelompok kemampuan pemecahan masalah tinggi siswa termasuk level

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

28

abstraks diperluas, pada kelompok kemampuan pemecahan masalah rendah

termasuk level relation dan level prastruktural. Penelitian Ida dan peneliti

memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan penelitian Ida dan penelitian

adalah sama-sama meneliti kemampuan pemecahan masalah. Perbedaannya

terletak pada jenis penelitian dan sumber data penelitian. Jenis penelitian Ida

menggunakan deskripsi kualitatif sedangkan penelitian peneliti menggunakan

penelitian eksperimen. Sumber data penelitian Ida adalah siswa SMK,

sedangkan sumber data peneliti adalah siswa SMP.

Beberapa penelitian di atas memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan

pengaruh PBL dengan strategi TAI. Penelitian ini dilakukan sebagai tindak

lanjut untuk melengkapi dan memperbaiki kekurangan dari penelitian

sebelumnya. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui

bahwa belum ada penelitian yang sama dengan peneliti, yaitu pengaruh

Problem Based Learning (PBL) dengan strategi Team Assisted

Individualization (TAI) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis

dan self-efficacy siswa SMP Negeri 1 Karangpucung.

C. Kerangka Pikir

Pada pembelajaran matematika siswa hanya menghafal rumus dan

terpaku pada apa yang dicontohkan, sehingga siswa menjadi kurang terlatih

dalam mengembangkan kemampuannya dan sering dianggap sebagai

pembelajaran yang membosankan. Sehingga perlu adanya strategi

pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran karena strategi

pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

29

proses pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru

salah satunya yaitu strategi TAI. Strategi TAI adalah strategi pembelajaran

yang dilakukan dengan membentuk kelompok kecil yang heterogen dan

bimbingan antar teman. Strategi TAI dirancang untuk mengatasi kesulitan

belajar siswa secara individual atau perorangan. Selain strategi pembelajaran,

untuk mengoptimalkan tercapainya tujuan pembelajaran diperlukan adanya

suatu model pembelajaran. Salah satu model yang dapat digunakan adalah

PBL. PBL merupakan model pembelajaran yang dimulai dengan memberikan

masalah kepada siswa, dimana masalah yang diberikan merupakan masalah

yang berkaitan dengan permasalahan dalam konteks dunia nyata. Dengan

adanya permasalahan, siswa belajar untuk menyelesaikannya. Salah satu

kemampuan siswa yang perlu dimiliki adalah kemampuan pemecahan

masalah. Di dalam pemecahan masalah, siswa tidak hanya dapat untuk

memecahkan masalah tetapi juga dapat mengembangkan kemampuan

berpikirnya. Siswa dapat menentukan apa yang diketahui dan apa yang

ditanyakan. Selain kemampuan kognitif siswa juga perlu memiliki

kemampuan afektifnya, salah satunya yaitu self-efficacy. Self-efficacy perlu

dimiliki setiap siswa karena self-efficacy adalah keyakinan pada kemampuan

sendiri dalam menyelesaikan masalah. Dalam menyelesaikan masalah pada

self-efficacy ada tingkatannya yaitu level, stenght, dan general.

Langkah awal dalam pembelajaran menggunakan model PBL dengan

strategi TAI yaitu orientasi siswa pada masalah. Pada tahap ini guru

memberikan masalah yang berkaitan dengan permasalahan dunia nyata. Pada

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

30

langkah kedua yaitu mengorganisasi siswa untuk belajar, pada langkah ini

guru menekankan dan menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa

ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya dalam memecahkan masalah

dengan cara berdiskusi. Langkah ketiga yaitu membimbing penyelidikan

individu dan kelompok, pada langkah ini guru memberikan bantuan secara

individual kepada siswa yang membutuhkan dan siswa yang berkemampuan

tinggi membantu siswa yang berkemampuan rendah. Langkah keempat yaitu

mengembangkan dan menyajikan hasil karya, pada langkah ini guru meminta

siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi dan memberikan kesempatan

kepada siswa lain untuk aktif bertanya dan menanggapi hasil diskusi.

Langkah kelima yaitu menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan

masalah, pada langkah ini guru memberikan kesimpulan dan memberikan

penghargaan kepada kelompok yang sukses dalam diskusi sehingga

memotivasi siswa untuk lebih aktif dan kompak dalam berdiskusi.

Melalui perpaduan PBL dengan strategi TAI diduga mampu

mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hal itu

dikarenakan dalam penerapan PBL dengan strategi TAI memberikan lebih

banyak kesempatan siswa untuk memecahkan masalah konteks dunia nyata

baik secara individu maupun kelompok. Berdasarkan uraian di atas maka

dapat ditarik kerangka pikir bahwa melalui PBL dengan strategi TAI dapat

berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis dan

self-efficacy.

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017

31

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

1. Capaian kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

mengikuti pembelajaran PBL dengan strategi TAI lebih baik dari pada

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran PBL (tanpa TAI).

2. Capaian self-efficacy siswa yang mengikuti pembelajaran PBL dengan

strategi TAI lebih baik dari pada self-efficacy siswa yang mengikuti

pembelajaran PBL (tanpa TAI).

Pengaruh Problem Based..., Retno Dewi Pratiwi, FKIP, UMP, 2017