14
BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik (decoding) dalam proses komunikasi (Mulyana, 2003:167). Menurut Philip Kotler (2006: 174) persepsi merupakan proses di mana orang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran dunia yang berarti. Hal senada juga diungkapkan oleh Schiffman et al (2008), menurut mereka persepsi merupakan proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia. Dalam konteks komunikasi, John R. Wenburg dan William W. Wilmot mengartikan persepsi sebagai cara organisme memberi makna (Mulyana, 2003:168). Jadi, dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan cara seseorang untuk memaknai informasi-informasi yang ada di sekitarnya. Persepsi merupakan inti komunikasi, karena melalui persepsi seseorang memilih dan mengartikan pesan- pesan yang ditangkapnya sehingga kemudian dapat menentukan bagaimana ia merespon pesan tersebut. Komunikasi yang efektif tidak akan terwujud tanpa adanya persepsi yang akurat. Sunaryo (2004: 98) menyatakan syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut: 1) Adanya objek yang dipersepsi. 2) Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi. 3) Adanya alat indera reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus. 4) Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak yang kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.

BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Persepsi

Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah

inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik (decoding) dalam proses

komunikasi (Mulyana, 2003:167). Menurut Philip Kotler (2006: 174) persepsi

merupakan proses di mana orang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan

informasi untuk membentuk gambaran dunia yang berarti. Hal senada juga

diungkapkan oleh Schiffman et al (2008), menurut mereka persepsi merupakan

proses yang dilakukan individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan

stimuli ke dalam gambar yang berarti dan masuk akal mengenai dunia. Dalam

konteks komunikasi, John R. Wenburg dan William W. Wilmot mengartikan

persepsi sebagai cara organisme memberi makna (Mulyana, 2003:168).

Jadi, dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan cara seseorang untuk

memaknai informasi-informasi yang ada di sekitarnya. Persepsi merupakan inti

komunikasi, karena melalui persepsi seseorang memilih dan mengartikan pesan-

pesan yang ditangkapnya sehingga kemudian dapat menentukan bagaimana ia

merespon pesan tersebut. Komunikasi yang efektif tidak akan terwujud tanpa

adanya persepsi yang akurat.

Sunaryo (2004: 98) menyatakan syarat terjadinya persepsi adalah sebagai

berikut:

1) Adanya objek yang dipersepsi.

2) Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu

persiapan dalam mengadakan persepsi.

3) Adanya alat indera reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus.

4) Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak yang

kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon.

Page 2: BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

Persepsi yang timbul dalam benak setiap orang dapat berbeda antara

seorang dengan yang lainnya. Sebagaimana diungkapkan Rahmat (2008) yang

mana dikutip oleh Carolina dan Ester (2014: 11) bahwa persepsi dipengaruhi

oleh faktor fungsional dan struktural yang ada dalam diri manusia. Faktor

fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang

termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal yang menentukan

persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli. Sedangkan faktor struktural berasal

semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya

pada sistem saraf individu. Dengan demikian, perbedaan persepsi yang timbul

dalam benak setiap orang dapat berbeda karena dipengaruhi faktor-faktor

tersebut.

Sedangkan menurut Robbins (2008: 175-176), ada tiga faktor yang dapat

mempengaruhi persepsi seseorang, yaitu:

1) Pelaku persepsi, ketika seorang individu melihat target dan berusaha

untuk menginterpretasikan apa yang ia lihat, interpretasi itu sangat

dipengaruhi oleh berbagai karakteristik pribadi dari pembuat persepsi

individual tersebut. Karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi

meliputi sikap, kepribadian, motif, minat, pengalaman masa lalu, dan

harapan-harapan seseorang.

2) Target atau objek, karakteristik dari target yang akan diamati dapat

mempengaruhi apa yang dipersepsikan.

3) Situasi, merupakan konteks di mana pelaku persepsi melihat objek atau

target. Faktor ini dapat meliputi waktu ataupun keadaan sosial.

Timbulnya persepsi dalam benak seseorang tidak terjadi begitu saja, namun

persepsi tersebut timbul dari serangkaian proses tertentu. Alex Sobur (2003)

menyatakan ada 3 tahap proses persepsi, yaitu:

1) Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari

luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

8

Page 3: BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

2) Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga

mempunyai arti bagi seseorang. Dalam fase ini rangsangan yang diterima

selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk. Interpretasi dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yakni pengalaman masa lalu, sistem nilai yang

dianut, motivasi, kepribadian dan kecerdasan. Namun, persepsi juga

bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan

pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi

informasi yang kompleks menjadi sederhana.

3) Reaksi, bertindak sehubungan dengan apa yang telah diserap. Reaksi

terdiri dari reaksi tersembunyi yaitu pendapat/sikap dan reaksi terbuka

sebagai tindakan yang nyata sehubungan dengan tindakan yang

tersembunyi.

2.2. Teori Kategori Sosial

Teori kategori sosial beranggapan bahwa terdapat kategori sosial yang luas

dalam masyarakat kota industri yang kurang lebih memiliki perilaku sama

terhadap rangsangan-rangsangan tertentu. Kategori sosial tersebut didasarkan

pada usia, jenis kelamin, tingkat penghasilan, tingkat pendidikan, tempat tinggal

(desa atau kota), ataupun agama. Asumsi dasar dari teori ini adalah masyarakat

yang memiliki sifat-sifat tertentu yang sama akan membentuk sikap yang sama

dalam menghadapi rangsangan tertentu. Persamaan dalam orientasi serta sikap

akan berpengaruh pula terhadap tanggapan mereka dalam menerima pesan

komunikasi. Masyarakat yang memiliki orientasi sama, lebih kurang akan

memilih isi komunikasi yang sama dan akan menanggapi isi komunikasi tersebut

dengan cara yang sama. (Suprapto, 2009: 23)

9

Page 4: BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

2.3. Komunikasi Politik

Komunikasi politik secara etimologis berasal dari kata komunikasi dan

politik. Komunikasi sebagaimana diungkapkan oleh Hovland, Janis, dan Kelly

merupakan proses di mana individu (komunikator) mengirimkan stimuli

(biasanya verbal) untuk mengubah perilaku orang lain. Harold D. Lasswell,

seorang ahli ilmu politik merumuskan definisi komunikasi dalam sebuah

rangkaian pertanyaan, “Siapa mengatakan apa, melalui apa, kepada siapa, dan

apa akibatnya”. Definisi Lasswell ini kemudian menjadi model yang populer

dalam jagat ilmu komunikasi. Sedangkan politik menurut Lasswell adalah ilmu

tentang kekuasaan. Hal tersebut tercermin dalam salah satu ungkapannya “when

we speak of the science of politics, we mean the science of power.”1

Bertolak dari definisi-definisi di atas, kita dapat sepakat bahwa komunikasi

politik adalah suatu proses pengoperan lambang-lambang atau simbol-simbol

komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari seseorang atau kelompok kepada

orang lain dengan tujuan untuk membuka wawasan atau cara berpikir, serta

memengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak yang menjadi target politik

(Cangara: 2009).

Sama halnya dengan komunikasi pada umumnya, komunikasi politik

mencakup beberapa unsur yaitu: komunikator, pesan, media atau saluran, sasaran

dan efek.

a. Komunikator politik

Komunikator politik sebagai sumber informasi merupakan pihak-

pihak yang dapat memberikan informasi mengenai hal-hal yang berbau

politik yaitu orang-orang yang duduk di pemerintahan baik eksekutif

maupun legislatif, fungsionaris partai politik, LSM, dan kelompok-

kelompok masyarakat yang dapat memengaruhi jalannya pemerintahan.

1 Hafied Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009), hlm. 19.

10

Page 5: BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

b. Pesan politik

Pesan politik merupakan inti dari sebuah proses komunikasi politik.

Pesan politik dapat disampaikan baik secara verbal maupun nonverbal,

disadari maupun tidak disadari.

c. Media

Media adalah alat yang digunakan oleh komunikator untuk

menyampaikan pesan-pesan politiknya.

d. Sasaran

Sasaran adalah anggota masyarakat yang diharapkan dapat

memberikan dukungan terhadap partai atau kandidat dalam pemilihan

umum.

e. Efek

Dari sebuah proses komunikasi politik, diharapkan dapat

menimbulkan efek yaitu terciptanya pemahaman terhadap pesan-pesan

politik yang disampaikan khususnya berkaitan dengan pemerintah

maupun partai politik yang pada akhirnya akan bermuara pada keputusan

memberikan suara pada partai atau kandidat yang bersangkutan.

Adapun fungsi dari komunikasi politik menurut Cangara (2009), yang

merupakan kombinasi fungsi-fungsi komunikasi yang dirumuskan oleh McNair

dan Goran Hedebro adalah sebagai berikut:

a. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai usaha-usaha yang

dilakukan oleh lembaga politik.

b. Sosialisasi tentang kebijakan, program, dan tujuan lembaga politik.

c. Memberikan motivasi kepada politisi, fungsionaris, dan para pendukung

partai.

d. Menjadi wadah yang mampu menampung ide-ide masyarakat yang dapat

berkembang menjadi opini publik.

e. Mendidik masyarakat tentang cara-cara pemilihan umum dan penggunaan

hak suara.

11

Page 6: BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

f. Menjadi hiburan bagi masyarakat dalam konteks “pesta demokrasi”

dengan menampilkan juru kampanye, artis, dan para pengamat politik.

g. Memupuk integrasi dengan mempertinggi rasa kebangsaan guna

menghindari konflik dan ancaman berupa tindakan separatis yang

mengancam persatuan nasional.

h. Menciptakan iklim perubahan dengan mengubah struktur kekuasaan

melalui informasi untuk mencari dukungan masyarakat luas terhadap

gerakan reformasi dan demokratisasi.

i. Meningkatkan aktivitas politik masyarakat melalui siaran berita, agenda

setting, maupun komentar-komentar politik.

j. Menjadi watchdog atau anjing penjaga dalam membantu terciptanya good

governance yang transparan dan akuntabilitas.

2.4. Iklan Politik

Iklan merupakan suatu proses komunikasi yang mempunyai kekuatan

sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang,

memberikan layanan, serta gagasan atau ide-ide melalui saluran tertentu dalam

bentuk informasi yang persuasif (Jaiz, 2014). Tujuan iklan menurut Shimp

(2000: 261), di antaranya adalah sebagai berikut:

• Informing (memberikan informasi): membuat konsumen sadar akan

merk, memberikan informasi mengenai fitur dan manfaat produk, serta

membentuk citra positif produk.

• Persuading (mempersuasi): membujuk konsumen untuk mencoba produk

dan jasa yang diiklankan.

• Reminding (mengingatkan): menjaga agar merk yang diiklankan tetap

terekam dalam benak konsumen.

12

Page 7: BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

• Adding Value (memberikan nilai tambah): memberikan nilai tambah

dengan cara penyempurnaan kualitas dan inovasi pada merek dengan

mempengaruhi persepsi konsumen.

• Assisting (mendampingi), sebagai pendamping yang menfasilitasi upaya-

upaya lain dari perusahaan dalam proses komunikasi pemasaran.

Menurut Cangara (2009: 345), iklan politik merupakan “... the purchase

and use of advertising space, paid for at commercial rates, in order to transmit

political messages to a mass audience”. Iklan politik merupakan elemen yang

cukup penting dalam sebuah rangkaian kegiatan komunikasi politik. Pada

umumnya, tujuan dari iklan politik adalah untuk membentuk citra dan persepsi

positif tentang produk politik yang diiklankan.

Adapun media yang dapat digunakan dalam beriklan dapat bermacam-

macam misalnya baliho, koran, radio, televisi, maupun internet. Melalui iklan,

partai politik ataupun kandidat pemilihan umum dapat mengkomunikasikan

pesan-pesan kepada calon pemilih. Hingga saat ini, penggunaan televisi sebagai

media iklan politik dinilai masih cukup efektif terbukti dengan masih banyaknya

iklan politik yang bertebaran di televisi.

Robert Denton dalam Cangara (2009: 345) mengatakan bahwa televisi

memiliki peranan yang sangat besar dalam pertumbuhan iklan politik. Hal ini

dikarenakan adanya simbiosis antara televisi dengan komunikator politik.

Televisi tentunya meraup keuntungan dari adanya iklan politik yang masuk

dalam kanalnya. Demikian pula dengan sang komunikator politik yang

diuntungkan dengan keterjangkauan audiens televisi yang luas sehingga

memungkinkan pesannya diterima banyak orang dalam sekejap mata.

Televisi sebagai media beriklan memiliki beberapa keunggulan

sebagaimana diungkapkan oleh Jefkins (1997: 110-112):

a. Kesan realistik.

13

Page 8: BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

Karena sifatnya yang visual dan merupakan kombinasi warna, suara

dan gerakan, hingga nampak hidup dan nyata.

b. Masyarakat lebih tanggap.

Karena iklan televisi disiarkan dari tumah ke rumah dalam suasana

yang serba santai atau rekreatif, maka masyarakat lebih siap

memberikan perhatian.

c. Repetisi/pengulangan.

Iklan televisi bisa ditayangkan hingga beberapa kali dalam sehari

sampai dipandang cukup bermanfaat yang memungkinkan sejumlah

masyarakat untuk menyaksikanya dan dalam frekuensi yang cukup

sehingga pengaruh iklan itu bangkit.

d. Adanya pemilihan area siaran (zoning) dan jaringan kerja (networking)

yang mengefektifkan penjangkauan masyarakat.

e. Ideal bagi para pedagang eceran. Selain karena para pedangan suka

menonton televisi, hal itu disebabkan iklan-iklan televisi memang

sangat membantu usaha mereka, bahkan seolah-olah iklan tersebut

ditujukan semata-mata kepada mereka.

f. Terkait erat dengan media lain. Tayangan iklan televisi mungkin saja

terlupakan begitu cepat, tetapi kelemahan ini bisa diatasi dengan

memadukannya pada wahana iklan lain.

2.5. Makna Indonesia

Perindo yang sebelumnya menyatakan diri sebagai ormas, resmi

mendeklarasikan dirinya sebagai partai politik pada 7 Februari 2015 lalu2.

Sebagai sebuah partai politik baru, Perindo tentunya melakukan berbagai

langkah untuk mempromosikan partainya kepada khalayak. Salah satunya

2 Basuki Rahmat N., “Perindo Jadi Partai, Punya Potensi Untuk Menjadi Besar” (online) http://www.cnnindonesia.com/politik/20150207233959-32-30401/perindo-jadi-partai-punya-potensi-untuk-menjadi-besar/

14

Page 9: BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

dengan membuat tayangan-tayangan iklan di televisi. Adapun tayangan iklan

yang akan peneliti bahas adalah iklan Perindo versi “Siapakah Indonesia”.

Dalam iklan tersebut, Perindo mentransferkan makna yang dirumuskan

Perindo mengenai siapakah yang layak untuk disebut sebagai Indonesia.

Sebagaimana diungkapkan dalam iklan “Siapakah Indonesia”, Indonesia

bukanlah soal etnisitas ataupun agama apa yang dianut, namun “Indonesia adalah

mereka yang tulus hati mencintai negeri ini. Mereka yang tulus berjuang,

bertindak secara nyata, menyejahterakan Indonesia.” Pada pernyataan tersebut

tersirat nilai-nilai kebangsaan yaitu patriotisme dan nasionalisme. Adapun

menurut Abdulgani dalam Anwar (2014: 51-52) keduanya sama-sama bersumber

dari rasa cinta, namun kecintaan tersebut memiliki arah yang berbeda.

Patriotisme lebih terarah pada tanah air, sedangkan nasionalisme adalah

kecintaan yang lebih terarah kepada sesama bangsa. Keduanya memuat nilai

solidaritas, yaitu solidaritas terhadap nasib tanah dan bangsanya.

Suprapto dkk. dalam Sakty (2012: 9) menyatakan bahwa patriotisme

adalah semangat cinta tanah air atau sikap seseorang yang rela mengorbankan

segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya. Menurut Bakry

dalam Sakty (2012:9) Patriotisme merupakan jiwa dan semangat cinta tanah air

yang melengkapi eksistensi nasionalisme. Rashid dalam Sakty (2012: 10)

menyebutkan beberapa nilai patriotisme, yaitu: kesetiaan, keberanian, rela

berkorban, serta kecintaan pada bangsa dan negara.

Nasionalisme menurut Mardiasmo dalam Anwar (2014: 51):

“Nasionalisme adalah suatu ideologi yang meletakkan bangsa di pusat masalahnya dan berupaya mempertinggi keberadaaannya. Secara umum, ini ada tiga, yaitu: otonomi nasionalis, kesatuan nasional dan identitas nasional. Dalam hal ini dapat dijelaskan otonomi nasional sebagai kewajiban untuk mengatur dan mengurus tanah air sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam mengelola pemerintahan termasuk kekayaan alam. Kesatuan nasional, sebagai sifat tunggal demi pemersatu bangsa. Dan identitas nasional,

15

Page 10: BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

memiliki tujuan bahwa setiap golongan yang menjadikan asas pendapat kejadian memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup bagi negara kebangsaan.”

Lebih jauh lagi, Abdulgani dalam Anwar (2014: 52-53) mengungkapkan

konsep nasionalisme Indonesia sebagai berikut:

“Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang tidak didasarkan atas persamaan ras, suku dan agama. Melainkan semata-mata didasarkan atas suatu konsepsi mental spiritual, yaitu sikap mental untuk terus hidup bersatu sebagai bangsa, bersumber kepada kebudayaan Indonesia sendiri dan berkepribadian sendiri. Ia adalah nasionalisme yang ber “Bhineka Tunggal Ika”, suatu dasar yang telah diletakkan oleh pujangga Empu Tantullar dalam bukunya “Sutasoma” pada abad ke-13. Nasionalisme Indoensia mengutamakan kerukunan dan menentang perpecahan. Hal ini juga berlaku di bidang kehidupan beragama yang berbeda-beda. Nasionalisme dalam hal ini, memelihara dan menyuburkan kerukunan itu.”

Konsep nasionalisme berkaitan erat dengan konsep bangsa. Menurut

Suryadinata (2010: 187-188), negara-negara di Asia Tenggara umumnya terbagi

menjadi dua jenis: negara pribumi (indigenous state) dan negara imigran

(immigrant state). Negara pribumi cenderung menganut konsep ethno-nation

(bangsa berdasarkan ras dan etnis) sedangkan negara imigran cenderung pada

konsep social-nation (bangsa yang berdasarkan multi-ras dan multi-etnis).

Indonesia sendiri meskipun merupakan negara pribumi, namun pada dasarnya

konsep kebangsaan Indonesia bukan berdasarkan ethno-nation karena Indonesia

terdiri dari berbagai suku bangsa. Akan tetapi ketika dihadapkan dengan

“masalah Tionghoa”, konsep bangsa Indonesia seakan lebih dekat dengan ethno-

nation yang menonjolkan aspek kepribumiannya. Dalam konsep tersebut,

kebangsaan seseorang ditentukan berdasarkan ras dan etnis, sehingga etnis

Tionghoa peranakan yang meskipun sudah berstatus sebagai WNI masih belum

bisa dikatakan sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

16

Page 11: BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

Sebenarnya, para proklamator kita memiliki konsep yang berbeda

mengenai bangsa. Hatta memberi batasan bangsa Indonesia dalam arti politik,

yaitu seorang demokrat sejati yang berwarga negara Indonesia tanpa melihat

keturunannya3. Sedangkan Bung Karno mendasarkan pemikirannya pada

pendapat Ernest Renan dan Otto Bauer. Menurut Ernest Renan, bangsa adalah

sekelompok manusia yang berada dalam suatu ikatan batin yang dipersatukan

karena memiliki persamaan sejarah dan cita-cita yang sama. Artinya walaupun di

dalam suatu kelompok manusia terdapat berbagai suku, agama, ras, budaya,

bahasa, adat istiadat dan sebagainya, namun mereka memiliki sejarah dan cita-

cita yang sama dan dapat disebut dengan bangsa (Chotib, dkk., 2007: 5). Dengan

mengacu pada pendapat Ernest Renan, Bung Karno mengatakan bahwa bangsa

adalah satu jiwa (une nation est un âme). Satu bangsa adalah satu solidaritas

yang besar (une nation est un grand solidarité). Kebangsaan tidak bergantung

pada persamaan bahasa, meski dengan adanya bahasa persatuan dapat lebih

memperkuat rasa kebangsaan. Mengutip pendapat Renan, Soekarno mengatakan

yang menjadi pengikat suatu bangsa untuk menjadi satu jiwa adalah kehendak

untuk hidup bersama (le désir d’ être ensemble)4.

Menurut Otto Bauer (Cholis, dkk., 2007: 5), bangsa merupakan

sekelompok manusia yang memiliki persamaan karakter karena persamaan nasib

dan pengalaman sejarah budaya yang tumbuh berkembang bersama dengan

tumbuh kembangnya bangsa. Mengacu pada pendapat Bauer, Bung Karno

menekankan perwujudan bangsa sebagai ekspresi persamaan karakter yang

tumbuh karena persatuan pengalaman. Dari pendapat Bauer, Bung Karno

menyimpulkan bahwa meskipun agama, warna kulit, bahasanya berlain-lainan

asalkan sekelompok manusia selama bertahun-tahun mengalami nasib yang sama

akan tumbuh persatuan watak, persatuan watak inilah yang menentukan sifat

3 Leo Suryadinata, Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia: Sebuah Bunga Rampai 1965-2008 (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 188-189. 4 Yudi Latif, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila (Jakarta: Gramedia, 2011), hlm. 370.

17

Page 12: BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

bangsa5. Demikianlah pemikiran Bung Karno mengenai konsep bangsa.

Menurut Bung Karno, kebangsaan Indonesia adalah satu tubuh dengan banyak

kaki. “Suku itu dalam bahasa Jawa artinya sikil, kaki. Jadi bangsa Indonesia

banyak kakinya…. ada kaki Jawa, kaki Sunda, kaki Sumatera, kaki Irian, kaki

Dayak, kaki Bali, kaki Sumba, kaki peranakan Tionghoa… kaki daripada satu

tubuh, tubuh bangsa Indonesia!”6

2.6. Politik Identitas

Politik identitas secara umum dapat diartikan sebagai politik yang fokus

utama kajian dan permasalahannya menyangkut perbedaan-perbedaan yang

didasarkan atas asumsi-asumsi fisik tubuh seperti persoalan politik yang

dimunculkan akibat problematika jender, etnis/ras, maupun persoalan-persoalan

politik karena perbedaan agama, kepercayaan, dan bahasa (Abdillah, 2002: 22).

Dari definisi tersebut, jelas bahwa jender, etnis, dan agama menjadi wacana-

wacana yang umum dalam kajian politik identitas. Dalam konteks etnis,

pembedaan suku asli dan pendatang kerap kali menjadi sebuah permasalahan.

Seperti halnya yang terjadi di Indonesia berkaitan dengan masalah Tionghoa.

Politik identitas merupakan suatu alat perjuangan politik suatu etnis untuk

mencapai suatu tujuan tertentu, di mana kemunculannya lebih banyak

disebabkan oleh adanya faktor-faktor tertentu yang dipandang oleh suatu etnis

sebagai adanya suatu tekanan berupa ketidakadilan politik yang dirasakan oleh

mereka (Buchari, 2014: 20). Menilik pada masalah Tionghoa di Indonesia,

politik identitas pun menjadi sebuah alat perjuangan bagi etnis Tionghoa yang

notabene merupakan etnis minoritas nonpribumi. Dalam penelitiannya mengenai

etnis Tionghoa di Kalimantan Barat, La Ode menemukan bahwa politik identitas

menjadi salah satu faktor penyebab keterlibatan etnis Tionghoa dalam dunia

5 Ibid. 6 Ibid. hlm. 369.

18

Page 13: BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

politik di Indonesia7. Adapun tujuan dari perjuangan politik etnis Tionghoa di

sana adalah untuk mencapai persamaan status bagi semua etnis.

Demikian halnya dengan masalah yang peneliti angkat dalam penelitian ini,

politik identitas menjadi konsep yang tak dapat diabaikan dalam mempersepsi

iklan Perindo versi “Siapakah Indonesia?”. Sebagaimana telah disebutkan

sebelumnya bahwa konsep bangsa Indonesia merupakan salah satu kunci

penyelesaian masalah Tionghoa di Indonesia. Kenyataan mengenai identitas

Ketua Umum DPP Perindo yang berasal dari etnis Tionghoa tak dapat

dipisahkan dari upaya Perindo untuk mengubah pandangan masyarakat

mengenai konsep bangsa Indonesia melalui iklan yang ditayangkannya.

2.7. Penelitian-Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya yang menjadi referensi bagi penelitian ini di

antaranya penelitian Achmad Fuad Abdul Rozak (2009) berjudul IKLAN

POLITIK CALEG DALAM PERSEPSI PEMILIH PEMULA (Study Deskriptif

Kualitatif Tentang Iklan Politik Caleg DPRD II Surakarta Melalui Media Luar

Ruang Dalam Persepsi Pemilih Pemula di SMA Negeri III Surakarta). Penelitian

tersebut mengungkapkan secara terperinci bentuk iklan politik caleg DPRD II

Surakarta yang menggunakan media luar ruang serta bagaimana pemilih pemula

mempersepsi iklan tersebut. Dalam menganalisis persepsi pemilih pemula,

peneliti menggunakan tiga tahapan persepsi: seleksi, interpretasi, reaksi.

Selain itu penelitian yang juga menjadi referensi peneliti adalah penelitian

Rintis Tri Hartanto (2015) dengan judul PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP

IKLAN POLITIK ABURIZAL BAKRIE PADA MEDIA TELEVISI TV ONE (Studi

Deskriptif Tentang Persepsi Mahasiswa Terhadap Iklan Politik Aburizal Bakrie

di Media Televisi TV ONE Pada Mahasiswa Komunikasi Non Reguler

Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun 2011). Penelitian tersebut

7 M.D. La Ode, Etnis Cina Indonesia dalam Politik: Politik Etnis Cina Pontianak dan Singkawang di Era Reformasi 1998-2008 (Jakarta: Yayasan Obor, 2012), hlm. 185.

19

Page 14: BAB II KAJIAN TEORI · BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Persepsi Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian-balik

menganalisis persepsi mahasiswa terhadap beberapa iklan politik Aburizal

Bakrie (ARB) yang tayang di TV One. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan

bahwa persepsi mahasiswa terhadap iklan politik ARB bervariasi, namun ada

kecenderungan persepsi mahasiswa melihat dari visi misi dan latar belakang

ARB.

Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian-penelitian

sebelumnya yaitu meneliti persepsi audiens terhadap iklan politik. Peneliti ini

juga menggunakan tiga tahap persepsi dalam menggambarkan persepsi, sama

halnya dengan penelitian Hartanto (2015). Namun berbeda dengan penelitian-

penelitian sebelumnya, peneliti mencoba menggambarkan persepsi mahasiswa

secara spesifik terhadap makna Indonesia yang terkandung dalam iklan

“Siapakah Indonesia?”. Selain itu, peneliti juga menggunakan teori Kategori

Sosial untuk melihat adanya kecenderungan persepsi pada mahasiswa UKSW.

2.8. Kerangka Pikir

Bagan 1: Kerangka Pikir Penelitian

Perindo

Persepsi mahasiswa UKSW: • Seleksi • Interpretasi • Reaksi

Iklan TV versi “Siapakah Indonesia?”

Makna Indonesia

Kurangnya penerimaan terhadap etnis Tionghoa

dalam bidang politik

Konsep Indonesia

pribumi

nonpribumi

Teori Kategori Sosial

20