31
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini menggunakan agency theory sebagai grand theory, disamping konsep- konsep informasi asimetri, prinsip-prinsip good corporate governance, serta persistensi laba. Pengertian masing-masing akan dijelaskan dalam bab II ini dimulai dari penjelasan agency theory. 2.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menjelaskan hubungan kerja antara dua pihak atau lebih yang berbasis pada kontrak, dimana pihak yang ditunjuk disebut agen (agent), yang betugas mengambil keputusan dan mewakili kepentingan yang ditunjuk ( principals) dengan pihak lainya yang secara umum berhubungan dengan pemecahan masalah. Agar agen dapat mengerjakan tugasnya, maka prinsipal akan mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan sampai batas tertentu kepada agen. (Ross,1973). Perusahaan yang berbadan hukum merupakan bentuk hubungan keagenan. Kerjasama berbasis kontrak terjadi antara manajemen sebagai agent dengan pemilik perusahaan atau pemegang saham sebagai principals. Principals atau prinsipal memberikan kewenangan pada agent atau agen untuk mengelola aset-asetnya dalam bentuk perusahaan dan hasil atau perkembangannya dalam satu periode (1 tahun) dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan keuangan. Pengangkatan dan pemberian otorisasi pada manajemen menjadikan pemilik sebagai pihak luar perusahaan (accounting entity). Kontrak yang berhubungan dengan agen dan prinsipal, ditekankan pada unsur-unsur kontrak yang efisien sehingga mempengaruhi hubungan agen dan prinsipal. Eisenhardt (1989) menyatakan kontrak efisien memiliki arti yaitu para pihak

BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Penelitian ini menggunakan agency theory sebagai grand theory, disamping konsep-

konsep informasi asimetri, prinsip-prinsip good corporate governance, serta persistensi laba.

Pengertian masing-masing akan dijelaskan dalam bab II ini dimulai dari penjelasan agency

theory.

2.1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan menjelaskan hubungan kerja antara dua pihak atau lebih yang berbasis pada

kontrak, dimana pihak yang ditunjuk disebut agen (agent), yang betugas mengambil keputusan

dan mewakili kepentingan yang ditunjuk (principals) dengan pihak lainya yang secara umum

berhubungan dengan pemecahan masalah. Agar agen dapat mengerjakan tugasnya, maka

prinsipal akan mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan sampai batas tertentu kepada

agen. (Ross,1973). Perusahaan yang berbadan hukum merupakan bentuk hubungan keagenan.

Kerjasama berbasis kontrak terjadi antara manajemen sebagai agent dengan pemilik perusahaan

atau pemegang saham sebagai principals. Principals atau prinsipal memberikan kewenangan

pada agent atau agen untuk mengelola aset-asetnya dalam bentuk perusahaan dan hasil atau

perkembangannya dalam satu periode (1 tahun) dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan

keuangan. Pengangkatan dan pemberian otorisasi pada manajemen menjadikan pemilik sebagai

pihak luar perusahaan (accounting entity). Kontrak yang berhubungan dengan agen dan

prinsipal, ditekankan pada unsur-unsur kontrak yang efisien sehingga mempengaruhi hubungan

agen dan prinsipal. Eisenhardt (1989) menyatakan kontrak efisien memiliki arti yaitu para pihak

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

2

yang terlibat dalam kontrak sama-sama memperoleh keuntungan, sehingga kontrak efisien

memiliki asumsi yang berhubungan dengan:

1) Orang yaitu kepentingan pribadi (self interest), keterbatasan rasionalitas manusia (bounded

rationality) dan menghindari risiko (risk averse).

2) Organisasi yaitu adanya konflik kepentingan diantara anggota organisasi (goal conflict

among members).

3) Informasi, informasi merupakan komodity yang dapat dibeli.

Dalam realitasnya, hubungan agen dengan prinsipal ternyata konflik (agency problems), akibat

adanya ketidak sejajaran kepentingan.

Potensi konflik muncul karena agen berusaha untuk memaksimumkan imbal jasa

(reward) kontraktual yang diterimanya dan ini sangat tergantung pada upaya yang diperlukan.

Disisi yang lain prinsipal berusaha untuk memaksimumkan kembalian (returns) dari penggunaan

sumber dayanya dan ini tergantung pada imbal jasa (reward) yang dibayarkan kepada agen.

Semakin besar imbal jasa yang dibayarkan kepada agen maka semakin rendah returns yang

diterima oleh para prinsipal. Konflik kepentingan inilah yang dibawa ke arah ekuilibrium dengan

kontrak yang disetujui. Kontrak mengikat anggota-anggota untuk menyetujui seperangkat

perilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri.

Contohnya program bonus, dalam hal ini manager dapat saja meningkatkan jumlah bonus yang

diterimanya dengan membuat laba akuntansi lebih tinggi dari laba yang sesungguhnya. Tindakan

manajer tersebut disebut dengan manajemen laba (earnings management dengan pola income

increasing). Manajemen laba terjadi ketika para manajer mengatur (judgement) pelaporan

keuangan dengan menstruktur transaksi sehingga mengubah laporan keuangan dengan tujuan

memanipulasi besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

3

yang mendasari perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian yang tergantung pada

angka-angka akuntansi dilaporkan (Healy, 1998). Langkah ini bisa dilakukan manajer karena

sebagai pihak yang menjalankan operasional, manajer mampu mengendalikan informasi

perusahaan. Dalam kondisi demikian pihak manajer dapat menggunakan informasi keuangan

untuk meningkatkan kesejahteraannya (opportunistic).

Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar untuk memahami corporate governance.

Agency problems dapat ditekan melalui sistem monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan

kepentingan berbagai pihak atau stakeholders. Sistem monitoring yang efektif antara lain; (a)

memperbesar kepemilikan saham perusahaan (equity based) oleh manajemen (managerial

ownership), sehingga manajemen disamping menjadi pengelola, mereka juga menjadi pemilik,

sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham dapat disejajarkan dengan kepentingan

manajemen, (b) kepemilikan saham oleh investor institusional dianggap sebagai sophisticated

investors dengan jumlah kepemilikan yang cukup signifikan dapat memonitor manajemen dan

(c) melalui peran monitoring oleh dewan komisaris (board of directors).

2.2 Asimetri Informasi (Information Asymetry)

Hubungan antara agen dengan prinsipal diwarnai asimetri informasi. Dikatakan asimetri

informasi karena agen mempunyai informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dan prospek

di masa yang akan datang dibandingkan dengan prinsipal. Kondisi ini memberikan peluang

kepada agen untuk berperilaku oportinistik. Dengan menggunakan kelebihan informasi yang

dimilikinya agen mampu memanipulasi laporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan

kemakmurannya yang akan mengakibatkan kualitas laba dalam laporan keuangan diragukan oleh

para pemegang saham (Rahmawati, 2006). Padahal laba yang persisten merupakan laba yang

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

4

berkualitas dan dapat dijadikan indikator yang baik bagi keberlanjutan laba (sustainable

earnings). Oleh sebab itu, Information asymetry theory (teori asimetri informasi) dapat

menjelaskan bagaimana agent dapat memanipulasi informasi yang berpengaruh terhadap kualitas

laba dan berdampak pada persistensi laba.

Laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk dapat digunakan oleh stakeholders,

termasuk manajer, karyawan, serikat buruh dan lainnya. Pihak-pihak yang sebenarnya paling

berkepentingan dengan laporan keuangan adalah para pengguna eksternal (pemegang saham,

kreditor, pemerintah, masyarakat). Manajemen mengetahui hampir seluruh peristiwa-peristiwa

yang terjadi di perusahaan, sedangkan pihak stakeholders diluar manajemen hanya mengetahui

informasi sebatas yang dilaporkan, karena tidak berada di lingkaran perusahaan secara langsung,

sehingga tingkat ketergantungan informasi akuntansi apada manajemen sangat tinggi.

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa jika kedua kelompok (agen dan

prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat

alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk

kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang tepat bagi

agen dan melakukan monitoring yang didesain untuk membatasi aktivitas agen. Menurut Scott

(2000), terdapat dua bentuk asimetri informasi yaitu:

1) Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya

mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan pihak luar.

Dan mungkin terdapat fakta-fakta yang tidak disampaikan kepada principal.

2) Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya

diketahui oleh investor (pemegang saham, kreditor), sehingga manajer dapat melakukan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

5

tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya

secara etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.

Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi

diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat

meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi informasi asimetri. Salah satu cara untuk

mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal kepada pihak luar tentang

informasi keuangan yang dapat dipercaya yang akan mengurangi ketidakpastian mengenai

prospek perusahaan yang akan datang (Wolk et al, 2006). Dengan demikian, penerbitan laporan

arus kas sebagai salah satu bagian dari laporan keuangan akan menyebabkan investor dapat

menilai kondisi keuangan perusahaan dan langkah tersebut mengurangi informasi asimetris.

Schift dan Lewin dalam Ujiyanto dan Bambang (2007), menyatakan bahwa agent berada

pada posisi yang memiliki lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan

perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-

individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi

asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi

yang tidak diketahui principal. Sehingga dalam kondisi semacam ini principal seringkali pada

posisi yang tidak diuntungkan.

2.3. Good Corporate Governance (GCG)

2.3.1. Pengertian Good Corporate Governance (GCG)

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam Martina (2009),

mendefenisikan GCG sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang

saham, manager, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya

baik internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

6

Berdasarkan defenisi tersebut, nampak dengan jelas bahwa GCG merupakan upaya yang

dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk menjalankan

usahanya secara baik sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing. Syakhroza (2003),

mendefinisikan GCG sebagai suatu mekanisme tata kelola organisasi secara baik dalam

melakukan pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis ataupun

produktif dengan prinsip-prinsip terbuka, akuntabilitas, pertanggungjawaban, independen, dan

adil dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Sedang Tricker (2003) dalam (Zarkasyi, 2008)

memberikan definisi tersendiri tentang GCG yang merupakan istilah yang muncul dari interaksi

diantara manajemen, pemegang saham, dan dewan direksi serta pihak terkait lainnya, akibat

adanya ketidak konsistenan antara “apa” dan “apa yang seharusnya”.

2.3.2. Prinsip-prinsip Dasar Good Corporate Governance (GCG)

Mengacu kepada pendapat Cadbury Committee (2006) secara umum terdapat lima

prinsip-prinsip dasar dari GCG, yaitu: Transparancy, Accountability, Responsibility,

Independency, dan Fairness. Prinsip-prinsip tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Keterbukaan Informasi (Transparency)

Transparansi dapat diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan

keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai

perusahaan. Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan

informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan

dengan perusahaan. Setiap perusahaan diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi

serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan

secara akurat dan tepat waktu. Selain itu para investor harus dapat mengakses informasi

penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan (Daniri, 2006).

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

7

Komite Nasional Kebijakan Governance (2013) selanjutnya disebut Pedoman KNKG

menyatakan bahwa prinsip dasar yang berkaitan dengan transparansi, yaitu perusahaan harus

menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan

dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk

mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan,

tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur

dan pemangku kepentingan lainnya.

Manfaat yang dapat diambil dari penerapan prinsip ini adalah, bahwa stakeholders

dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan

perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara

akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkingkan

terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan

tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai

pihak dalam manajemen.

2 ) Akuntabilitas (Accountability)

Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ

perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Diperlukan kejelasan

tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme check and balance

kewenangan dan peran dalam mengelola perusahaan (Daniri, 2006). Beberapa bentuk

implementasi dari prinsip accountability antara lain:

a. Kewajiban untuk memiliki Komisaris Independen dan Komite Audit

b. Praktik Audit Internal yang efektif.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

8

c. Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam anggaran dasar

perusahaan dan Statement of Corporate Intent (Target Pencapaian Perusahaan di masa

depan).

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2013) prinsip dasar yang berkaitan dengan

penerapan Akuntabilitas, yaitu perusahaan harus mempertanggungjawabkan kinerjanya secara

transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai

dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang

saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan

untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.

Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak,

kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara pemegang saham, Dewan Komisaris, serta

Direksi. Dengan adanya kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency

problem (benturan kepentingan peran)

3) Responsibiliti (Responsibility)

Responsibiliti adalah kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaaan perusahaan terhadap

prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang

berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial,

perlindungan lingkungan hidup, kesehatan, keselamatan kerja, standar penggajian, dan

persaingan yang sehat (Daniri, 2006). Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance

(2013) prinsip dasar yang berkaitan dengan prinsip Responsibiliti, yaitu perusahaan harus

mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

9

masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka

panjang serta mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.

Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam

kegiatan operasionalnya, seringkali perusahaan menghasilkan eksternalitas (dampak luar

kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat

prinsip responsibiliti ini juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi

kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum

mendapatkan manfaat dan mekanisme pasar.

4) Independensi (Independency)

Independensi atau kemandirian adalah suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara

profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip - prinsip korporasi

yang sehat (Daniri 2006). Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2013) prinsip

dasar yang berkaitan dengan independensi, yaitu bahwa perusahaan harus dikelola secara

independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak

dapat diintervensi oleh pihak lain guna melancarkan asas GCG. Independensi terutama sekali

penting dalam pengambilan keputusan. Hilangnya independensi dalam proses pengambilan

keputusan akan menghilangkan objektivitas dalam pengambilan keputusan tersebut. Kejadian

ini akan sangat fatal bila ternyata harus mengorbankan kepentingan perusahaan yang

seharusnya mendapat prioritas utama. Untuk mengembangkan independensi dalam

pengambilan keputusan bisnis, perusahaan hendaknya mengembangkan aturan, pedoman, dan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

10

praktik di tingkat corporate board, terutama di tingkat Dewan Komisaris dan Direksi yang

oleh undang-undang didaulat untuk mengurus perusahaan dengan sebaik-baiknya.

5) Kewajaran dan Kesetaraan (Fairness)

Kewajaran dan kesetaraan bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam

memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan

perundangan yang berlaku. Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal,

sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor khususnya

pemegang saham minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini dapat

berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan),

dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusankeputusan yang dapat

merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru,

merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain (Daniri, 2006). Menurut Komite

Nasional Kebijakan Governance (2013) prinsip dasar yang berkaitan dengan Fairness dalam

melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan

pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan

kesetaraan. Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan

prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair

(jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap

praktik korporasi yang merugikan. Fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin

perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) (2006) menterjemahkan

prinsip-prinsip GCG ke dalam enam aspek yaitu;

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

11

a. GCG digunakan sebagai pedoman pengembangan kerangka kerja legal, institusional, dan

regulatori untuk corporate governance di suatu negara.

b. Hak-hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan: Hak-hak pemegang saham harus

dilindungi dan difasilitasi.

c. Perlakuan setara terhadap seluruh pemegang saham: Seluruh pemegang saham termasuk

pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing harus diperlakukan setara.

d. Peran stakeholders dalam corporate governance: Hak-hak para pemangku kepentingan

(stakeholders) harus diakui sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan kontrak

kerjasama aktif antara perusahaan dan para stakeholders harus dikembangkan dalam

upaya bersama menciptakan aset, pekerjaan, dan kelangsungan perusahaan.

e. Pengungkapan (Disclosure) dan transparansi: Pengungkapan yang tepat waktu dan akurat

mengenai segala aspek material perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja,

kepemilikan, dan governance perusahaan.

f. Tanggung jawab pengurus perusahaan (Corporate Boards): Pengawasan Dewan

Komisaris terhadap pengelolaan perusahaan oleh Direksi harus berjalan efektif, disertai

adanya tuntutan strategik terhadap manajemen, serta akuntabilitas dan loyalitas Direksi

dan Dewan Komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham.

2.3.3. Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance

(Daniri, 2006) menyatakan bahwa Good Corporate Governance mempunyai lima macam

tujuan utama. Kelima tujuan utama tersebut adalah sebagai berikut:

1) Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.

2) Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non pemegang saham.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

12

3) Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.

4) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan

manajemen perusahaan.

5) Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan.

(Daniri, 2006) menyatakan juga bahwa secara umum tujuan GCG yaitu terciptanya praktek-

praktek manajemen yang sehat dan yang menguntungkan semua pihak. Praktek manajemen yang

sehat kelihatan dari manafaat GCG yaitu:

1) Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegan saham sebagai

akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya biaya ini dapat berupa

kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang ataupun berupa

pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.

2) Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan

yang baik menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh

perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.

3) Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan di

mata publik dalam jangka panjang.

4) Menciptakan dukungan para stakeholders (para pemangku kepentingan) dalam lingkungan

perusahaan tersebut terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan

yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga

mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan

kemakmuran dan kesejahteraan.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

13

Manfaat GCG bukanlah hanya untuk saat ini saja, tetapi juga dalam jangka waktu yang

panjang dapat menjadi pilar utama pendukung tumbuh kembangnya perusahaan sekaligus pilar

pemenang persaingan global.

2.3.4. Faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Penerapan Good Corporate Governance

Sesuai dengan hasil penelitian (Daniri, 2006) terdapat dua faktor yang memegang

peranan terhadap keberhasilan penerapan GCG, yaitu:

1) Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah berbagai faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat

mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Faktor eksternal tersebut diantaranya adalah:

a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi

hukum yang konsisten dan efektif.

b. Adanya dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/lembaga pemerintahan yang

diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Goverment menuju

Good Goverment Governance yang sebenarnya.

c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi

standar pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional.

Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan), terbangunnya sistem tata nilai sosial

yang mendukung penerapan GCG di masyarakat.

2) Faktor Internal

Faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktik GCG yang berasal

dari dalam perusahaan. Faktor internal tersebut diantaranya adalah:

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

14

a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG

dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.

b. Adanya berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada

penerapan nilai-nilai GCG.

c. Adanya manajemen pengendalian resiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah

standar GCG.

d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk

menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.

e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan

langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan

mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke

waktu.

Di luar dua faktor di atas, aspek lain yang paling strategis dalam mendukung penerapan

GCG secara efektif adalah kualitas, skill, kredibilitas, dan integritas berbagai pihak yang

menggerakkan perusahaan.

2.3.5. Persistensi Laba

Persistensi laba merupakan laba yang dapat digunakan sebagai indikator future earnings.

Persistensi laba yang sustainable dinyatakan sebagai laba yang mempunyai kualitas tinggi,

sebaliknya jika laba unusual dinyatakan sebagai laba yang mempunyai kualitas jelek (Penman

dan Zhang, 2002). Tanpa adanya laba, maka bisnis perusahaan tidak akan berjalan dengan baik.

Laba yang berkualitas adalah laba yang mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings)

di masa depan, yang ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kasnya. Menurut Zainal (2010)

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

15

selama ini laba akuntansi masih menarik perhatian para investor sebagai dasar dalam

pengambilan keputusan, seperti penilaian kinerja manajemen, penentuan kompensasi

manajemen, pemberian dividen kepada pemegang saham dan lain sebagainya. Oleh karena itu

laba yang perlu diperhatikan oleh para calon maupun investor bukan hanya laba yang tinggi,

namun juga laba yang persisten.

Penman dan Zhang (2002) dalam Sunarto (2008) membedakan laba ke dalam dua

kelompok: sustainable earnings (earnings persistent atau core earnings), dan unusual earnings

atau transitory earnings. Persistensi laba merupakan laba yang mempunyai kemampuan sebagai

indikator laba periode mendatang (future earnings) yang dihasilkan oleh perusahaan secara

berulang-ulang (repetitive) dalam jangka panjang (sustainable). Sedangkan unusual earnings

atau transitory earnings merupakan laba yang dihasilkan secara temporer dan tidak dapat

dihasilkan secara berulang-ulang (non-repeating), sehingga tidak dapat digunakan sebagai

indikator laba periode mendatang. Berdasarkan konsep tersebut menunjukkan bahwa persistensi

laba berasal dari komponen-komponen core operating income, sedangkan transitory earnings

berasal dari unusual items.

Konsep persistensi laba menurut Penman dan Zhang (2002) dalam Wijayanti (2006),

merupakan revisi dalam laba akuntansi yang diharapkan dimasa mendatang (expected future

earnings) yang diimplikasi oleh inovasi laba tahun berjalan (current earnings). Selain itu

persistensi laba ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kas yang terkandung dalam laba saat

ini (Penman, 2001 dalam Diana dan Kusuma, 2004). Komponen akrual dan current earnings

cenderung kurang terulang lagi atau kurang persisten untuk menentukan laba masa depan karena

mendasarkan pada akrual, defferal (tangguhan), alokasi dan penilaian yang mempunyai distorsi

subyektif. (Hanlon, 2005; Sloan,1996 dalam Ratmono, 2005). Laba yang berkualitas dapat

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

16

diartikan sebagai laba yang persisten, semakin persisten atau permanen laba yang diperoleh suatu

perusahaan dari waktu ke waktu akan mencerminkan suatu kualitas laba yang baik dan naik

(turun) laba bukan dikarenakan suatu peristiwa tertentu (Febrianto, 2006). Persistent earnings

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan respon harga. Persistent earnings

berhubungan positif dengan earnings respon coeficient (ERC). Artinya semakin permanen

perubahan earnings dari waktu ke waktu maka semakin tinggi koefisien earnings karena kondisi

ini menunjukkan bahwa earnings yang diperoleh perusahaan meningkat terus. Persistensi

merupakan cermin kualitas earnings yang diperoleh perusahaan karena perusahaan dapat

mempertahankan perolehan earnings tersebut dari waktu ke waktu dan bukan hanya karena suatu

peristiwa tertentu. Dengan demikian, dapat dikatakan pula bahwa permanent earnings

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi expected future earnings (Kormendi dan Lipe,

1987).

Persistensi berhubungan dengan besarnya unexpected earnings. Sebagai contoh,

perusahaan jarang sekali bisa mempertahankan perubahan earnings yang sangat besar untuk

periode berikutnya. Jika perubahan tersebut mencerminkan adanya komponen transitori maka

akan terjadi hubungan negatif antara persistent earnings dengan unexpected earnings.

Memberikan bukti bahwa respon harga saham terhadap unexpected earnings menurun dengan

meningkatnya nilai absolute unexpected earnings (Freeman dan Tse 1992, Ali dalam Diana dan

Kusuma, 2004). Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa besarnya hubungan antara

return saham dengan earnings tergantung pada persistensi laba.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

17

2.3.5.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Persistensi Laba

Faktor-faktor penentu persistensi laba di antaranya volatilitas arus kas, besaran akrual,

volatilitas penjualan, tingkat hutang, dan siklus operasi diadopsi dari GU et al. (2002); Dechow

and Dichev (2002); Cohen (2003); Francis et al (2004), Pagalung (2006), volatilitas penjualan

dari Dechow and Dichev (2002); Cohen (2003); Francis et al (2004), Pagalung (2006), dan

tingkat hutang dari Gu et al. (2002), Tumirin (2003) dan Saputra (2003). Sedangkan dua faktor

yang lainnya adalah volatilitas arus kas diadopsi dari Dechow and Dichev (2002). Dua faktor

tambahan ini adalah faktor yang memiliki kaitan erat dengan persistensi laba akuntansi. Studi

yang dilakukan oleh Dechow and Dichev (2002) juga mengungkapkan bahwa persistensi laba

merupakan salah satu komponen nilai prediksi laba dalam menentukan persistensi laba, dan

persistensi laba tersebut ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kas dari laba sekarang, yang

mewakili sifat transitori dan permanen laba.

Volaitilas arus kas mempengaruhi persistensi laba karena adanya ketidakpastian tinggi

dalam lingkungan operasi ditunjukkan arus kas berfluktuasi tajam maka persistensi laba akan

semakin rendah. Besaran akrual memperngaruhi persistensi laba karena semakin banyak akrual

berarti semakin banyak estimasi dan error estimasi, dan karena itu persistensi laba akan semakin

rendah. Volatilitas penjualan menunjukkan fluktuasi lingkungan operasi dan penyimpangan

aproksimasi yang besar dan berhubungan dengan kesalahan estimasi yang lebih besar sehingga

menyebabkan persistensi laba yang rendah. Besarnya tingkat hutang perusahaan akan

menyebabkan perusahaan meningkatkan persistensi laba dengan tujuan untuk mempertahankan

kinerja yang baik di mata investor dan auditor. Semakin panjang siklus operasi menunjukkan

semakin banyak kepastian, semakin banyak estimasi dan error estimasi, dan karena itu

persistensi laba semakin rendah.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

18

Menurut Boediono (2005) persistensi laba dipengaruhi oleh faktor keberadaan

manajemen laba dan mekanisme dalam pengelolaan perusahaan (corporate governance

mechanism) dalam hal ini yaitu mekanisme kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial

dan komposisi dewan komisaris (Boediono, 2005). Perbedaan informasi yang diperoleh antara

para pemegang saham dengan pihak manajemen perusahaan terkadang menjadi pemicu tidak

terwujudnya harapan di atas. Perbedaan informasi antara para pemegang saham dan pihak

manajemen ini merupakan kenyataan empiris yang tidak dapat dihindari dari sebuah hubungan

keagenan. Dalam teori keagenan dinyatakan bahwa hubungan keagenan muncul ketika satu

orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan

kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Jensen dan

Meckling, 1976).

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian tentang kaitan corporate governance dan

persistensi laba sebagai salah satu ukuran kualitas laba masih rasional dan penting untuk

dilakukan. Masalah penelitian ini adalah masih terdapat berbagai kontroversi hasil penelitian

mengenai pengaruh komponen corporate governance terhadap persistensi laba sebagai salah satu

ukuran dari kualitas laba.

2.3.5.2. Pengukuran Persistensi Laba

Studi yang dilakukan Sunarto (2008) menjelaskan bahwa untuk mengukur persistensi

laba dapat dilakukan dengan proxy yang berbeda-beda diantaranya adalah:

1) Sloan (1996) mengacu pada Freeman et al. (1982) menunjukkan bahwa persistensi laba

merupakan hubungan antara current earnings performance dan future earnings performance.

Earnings didefinisikan sebagai laba operasi dibagi total assets.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

19

2) Francis et al. (2004) mengukur persistensi laba dari slope koefisien hasil regresi current

earnings pada lagged earnings. Earnings didefinisikan sebagai laba dari aktivitas normal

(net income before extraordinary items yang disingkat dengan NIBE).

3) Tucker dan Zarowin (2006) dan Ecker et al. (2006) mengukur persistensi laba dari parameter

hasil regresi current earnings per share pada lagged earnings per share. Tucker dan Zarowin

(2006) mengembangkan analisisnya dengan melakukan estimasi hubungan antara current dan

future earnings berdasarkan interaksi antara earnings per share dan income smoothing. Jika

income smoothing memperbaiki keinformasian laba, maka hubungan antara current dan

future earnings semakin kuat (laba semakin persisten).

4) Dechow dan Dichev (2002) mengukur persistensi laba berdasarkan kualitas akrual. Kualitas

akrual didefinisikan sebagai estimasi error dari hasil regresi modal kerja akrual.

Sementara itu, dalam mengukur persistensi laba, Velury (1999) menggunakan ukuran

persistensi laba yang digunakan oleh Lev and Thiagarajan (1993) yaitu menggunakan analisis

laporan keuangan sebagai sinyal untuk memprediksi laba mendatang. Sinyal tersebut mencakup

perubahan persediaan, piutang, laba kotor, biaya penjualan, pengeluaran modal, tingkat pajak

efektif, metode persediaan dan produktifitas penjualan. Sinyal yang menunjukkan perubahan

positif diberi tanda 1 (satu) dan sinyal negatif diberi tanda 0 (nol).

Sinyal-sinyal tersebut ditentukan sebagai berikut:

1) Prosentase perubahan persediaan tahun sebelumnya dikurangi prosentase perubahan

penjualan tahun sebelumnya. Kenaikan persediaan mengindikasikan terdapat masalah

penjualan

2) Prosentase perubahan piutang tahun sebelumnya dikurangi prosentase perubahan penjualan

tahun sebelumnya. Kenaikan piutang terhadap penjualan mengindikasikan kesulitan

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

20

pengumpulan kas, besarnya biaya piutang (cadangan kerugian piutang) dan rendahnya

penjualan.

3) Prosentase-prosentase penjualan tahun sebelumnya dikurangi prosentase perubahan laba

kotor tahun sebelumnya. Laporan keuangan merupakan fungsi dari intensitas persaingan dan

berhubungan dengan biaya variabel dan biaya tetap. Penurunan yang tidak proporsional pada

laporan keuangan mengindikasikan penjualan yang tidak menguntungkan.

4) Prosentase perubahan pengeluaran modal industry dikurangi prosentase perubahan

pengeluaran modal perusahaan. Nilai positif pada sinyal ini berarti tidak menguntungkan.

5) Prosentase perubahan biaya penjualan dan administrasi tahun sebelumnya dikurangi

prosentase perubahan penjualan tahun sebelumnya. Karena biaya administrasi merupakan

biaya tetap, kenaikan yang tidak proporsional pada biaya ini terhadap penjualan merupakan

indikator kurangnya biaya pengendalian manajemen atau ada penjualan yang tidak biasa.

Suatu peningkatan yang tidak proporsional pada biaya administrasi dan biaya penjualan

berarti tidak menguntungkan.

6) Pengaruh perubahan pajak terhadap laba sebelum pajak. Penurunan pada sinyal ini

mengindikasikan bahwa laba tidak persisten terhadap kinerja mendatang.

7) Prosentase penjualan tahun sebelumnya dikurangi prosentase perubahan order backlog

(pemesanan tidak jadi beli) tahun sebelumnya. Perubahan order backlog terhadap penjualan

merupakan indikasi perubahan penjualan dan laba mendatang. Penurunan drastis pada order

backlog berarti penjualan yang telah dicatat tidak direalisasi dalam periode sekarang yang

mengindikasikan adanya earnings management. Nilai positif pada sinyal ini tidak

menguntungkan.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

21

8) Prosentase penjualan tahun sebelumnya dibagi jumlah karyawan. Sinyal ini untuk mengukur

perubahan efisiensi tenaga kerja. Nilai negatif sinyal ini menunjukan peningkatan

produktivitas tenaga kerja dan oleh karenanya menguntungkan.

9) Metode penilaian persediaan yang digunakan. Penggunaan metode LIFO merupakan

kebijakan yang konsisten dengan konservatisme. Konservatisme dihubungkan dengan

tingginya kualitas laba.

Dalam penelitian ini pengukuran persistensi laba dilakukan menurut Francis et.al.

(2004) dan Pagulung (2006) yang memandang proksi persistensi ini adalah nilai koefisien dari

model regresi laba tahunan (model ARI) dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Earnings jt = laba sebelum item-item luar biasa perusahaan j tahun t

Earnings jt-1 = laba sebelum item-item luar biasa perusahaan j tahun lalu

Saham yang beredar jt = Saham yang beredar perusahaan j tahun t

Saham yang beredar jt = Saham yang beredar perusahaan j tahun lalu

2.3.6. Komite Audit

Menurut Nasution (2012), sesuai dengan Kep. 29/PM/2004, komite audit adalah komite

yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan

perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit

merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit

dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak

manajemen dalam menangani masalah pengendalian. Berdasarkan Surat Edaran BEJ, SE-

008/BEJ/12-2001, keanggotaan komite audit terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang termasuk

ketua komite audit. Anggota komite ini yang berasal dari komisaris hanya sebanyak satu orang,

jt

jt

jt

jt

jt

beredaryangSaham

Earnings

beredaryangSaham

Earnings

1

1

10

….(2.3.5.2.1)

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

22

anggota komite yang berasal dari komisaris tersebut merupakan komisaris independen

perusahaan tercatat sekaligus menjadi ketua komite audit. Anggota lain yang bukan merupakan

komisaris independen harus berasal dari pihak eksternal yang independen.

Seperti diatur dalam Kep-29/PM/2004 yang merupakan peraturan yang mewajibkan

perusahaan membentuk komite audit, tugas komite audit antara lain: (1) Melakukan penelaahan

atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi

dan informasi keuangan lainnya, (2) Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap

peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan lainnya yang

berhubungan dengan kegiatan perusahaan, (3) Melakukan penelaahan atas pelaksanaan

pemeriksaan oleh auditor internal, (4) Melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang

dihadapi perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi, (5) Melakukan penelaahan

dan melaporkan kepada dewan komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten, (6)

Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.

Verdana Sari (2013) menyatakan bahwa komite audit adalah auditor internal yang

dibentuk dewan komisaris, yang bertugas melakukan pemantauan dan evaluasi atas perencanaan

dan pelaksanaan pengendalian intern perusahaan. Indikator yang digunakan untuk mengukur

komite audit adalah jumlah anggota komite audit pada perusahaan sampel. Berdasarkan

Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006 tentang pelaksanaan Good corporate Govenance

jumlah anggota komite audit minimal 3 orang.

2.3.6.1. Independensi Komite Audit

Independensi merupakan landasan dari efektivitas komite audit (Tugiman 1995). Kinerja

komite audit menjadi efektif jika para anggotanya memiliki kemandirian dalam menyatakan

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

23

sikap dan pendapat. Untuk menjamin independensi, Bapepam (2004) menetapkan persyaratan

bagi pihak-pihak yang menjadi anggota komite audit yaitu:

1) Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik, Kantor Konsultan Hukum, atau

pihak lain yang memberikan jasa audit, jasa non audit dan atau jasa konsultasi lain kepada

emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam waktu enam bulan terakhir sebelum

diangkat oleh komisaris.

2) Bukan merupakan orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk

merencanakan, memimpin, atau mengendalikan kegiatan emiten atau perusahaan publik

dalam waktu enam bulan terakhir sebelum diangkat oleh komisaris, kecuali komisaris

independen.

3) Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan

publik. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum

maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan setelah diperolehnya saham tersebut

wajib mengalihkan kepada pihak lain.

4) Tidak mempunyai: (a) hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat

kedua, baik secara horisontal maupun secara vertikal dengan komisaris, direksi, atau

pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik, dan (b) tidak memiliki hubungan

usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatn emiten atau

perusahaan publik.

Bryan et al. (2004) menyebutkan karakteristik penting lain yang harus dimiliki komite

audit adalah frekuensi pertemuan, keahlian di bidang keuangan, dan komitmen waktu. Ketiga

faktor tersebut merupakan kunci penentu efektifitas komite audit. Karakteristik ini menurut

Bryan et al. (2004) memiliki kemungkinan dapat mempengaruhi proses pelaporan keuangan.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

24

Abbot et al. (2004) menemukan bukti bahwa komite audit yang melakukan pertemuan kurang

dari jumlah minimum memiliki kemungkinan lebih besar untuk menyajikan kembali labanya. Ia

juga menemukan bukti bahwa kecurangan dan penyajian kembali laba semakin banyak terjadi

ketika anggota komite audit tidak memiliki kompetensi di bidang keuangan. Core et al. (dalam

Bryan et al. 2004) menyatakan bahwa efektivitas komite audit akan menurun ketika anggotanya

bekerja di banyak perusahaan. Mereka menekankan bahwa pengalaman bekerja pada perusahaan

lain mulanya dapat meningkatkan efektivitas anggota komite audit. Namun, keadaan tersebut

seeara cepat berbalik ketika anggota komite audit bekerja di banyak perusahaan lain (lebih dari

tiga perusahaan).

Price Waterhouse dalam Ataina (2000) merekomendasikan bahwa komite audit secara

periodik harus mengevaluasi kinerjanya dan evaluasi komite audit sebaiknya dilakukan oleh

akuntan publik yang independen yang bukan akuntan publik perusahaan. Pendapat ini didukung

oleh Sommer dalam Ataina (2000) yang menyatakan bahwa auditor mempunyai posisi yang

strategis untuk mengevaluasi kinerja komite audit. Hal ini disebakan karena auditor merupakan

pihak yang sering bergaul dengan berbagai komite audit suatu perusahaan. Selain itu, akuntan

publik juga menerapkan sistem peer review (evaluasi kinerja suatu Kantor Akuntan Publik

(KAP) oleh KAP lain) dalam melakukan evaluasi kinerja sehingga hasil evaluasi lebih bersifat

rdiabel. Komite audit juga hams mereview hasil evaluasi tersebut dengan seluruh anggota dewan

komisaris.

2.3.6.2. Struktur Komite Audit

Struktur Komite Audit di tiap negara tidak sama. Di Indonesia struktur Komite Audit

diatur dalam Kep. Men. 117/2002 untuk perusahaan BUMN dan untuk perusahaan publik diatur

dalam Keputusan BEJ dan Peraturan BAPEPAM yang relevan. Ketentuan mengenai Struktur

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

25

Komite Audit menurut Keputusan Ketua BAPEPAM No. Kep-41/PM/2003 tanggal 22 Desember

2003 tentang Peraturan Nomor IX.1.5 : Pembentukkan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite

Audit adalah sebagai berikut :

1) Anggota Komite Audit diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris dan dilaporkan

kepada Rapat Umum Pemegang Saham

2) Anggota Komite Audit yang merupakan Komisaris Independen bertindak sebagai Ketua

Komite Audit. Dalam hal ini Komisaris Independen yang menjadi anggota Komite Audit

lebih dari satu orang maka salah satunya bertindak sebagai Ketua Komite Audit.

Adapun Persyaratan Keanggotaan Komite Audit sesuai Keputusan Ketua BAPEPAM No.

Kep-41/PM/2003 tanggal 22 Desember 2003 tentang Peraturan Nomor IX.1.5 : Pembentukan

dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit adalah sebagai berikut:

1) Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang memadai

sesuai dengan latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.

2) Salah seorang dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau

keuangan.

3) Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan Keuangan

4) Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundangan di bidang Pasar Modal

dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.

5) Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik yang memberikan jasa audit dan atau

non audit pada emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan dalam 1 (satu) tahun

terakhir sebelum diangkat oleh Komisaris sebagaimana dimaksudkan dalam peraturan

Nomor VIII A.2 tentang Indepensi Akuntan yang memberikan Jasa Audit di Pasar Modal.

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

26

6) Bukan merupakan karyawan kunci emiten atau perusahaan publik dalam 1 (satu) tahun

terakhir sebelum diangkat oleh Komisaris.

7) Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan

publik. Dalam hal anggota Komite Audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum

maka dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah diperolehnya saham tersebut

wajib mengalihkan kepada pihak lain.

8) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik, Komisaris,

Direksi atau Pemegang Saham Utama Emiten atau perusahaan publik.

9) Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan

dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik.

2.3.6.3. Peran dan Tanggung Jawab Komite Audit

Manfaat Komite Audit yang dibentuk sebagai sebuah komite khusus di perusahaan untuk

mengoptimalkan fungsi pengawasan yang sebelumnya merupakan tanggung jawab penuh Dewan

Komisaris. Surat edaran PT. Bursa Efek Jakarta No.SE-008/BEJ/12-2001 tanggal 7 Desember

2001 telah mengatur mengenai keanggotaan Komite Audit dengan anggota Komite Audit yang

berasal dari eksternal. Peranan Komite Audit diatur melalui surat edaran Bapepam nomor SE-

03/PM/2002. Dalam surat itu dinyatakan bahwa Komite Audit terdiri dari sedikitnya tiga orang,

diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan proporsi 30% untuk terselenggaranya

pengelolaan korporasi yang baik.

Tanggung jawab Komite Audit meliputi : memilih auditor independen, mengawasi proses

audit dan memastikan kualitas laporan keuangan. Bapepam (2000) juga menyatakan bahwa

Komite Audit bertanggung jawab untuk:

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

27

1) Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan, seperti

laporan keuangan, proyeksi, serta informasi keuangan lainnya.

2) Melakukan penelahaan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan di

bidang pasar modal dan peraturan lain yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan.

3) Melakukan penelaahan atas kecukupan pemeriksaan yang dilakukan oleh Akuntan Publik

untuk memastikan semua resiko yang penting telah dipertimbangkan.

Dalam Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) menyatakan bahwa

wewenang Komite Audit harus meliputi:

1) Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya

2) Mencari informasi yang relevan dari setiap karyawan

3) Mengusahakan saran hukum dan saran rofesional lainnya yang independen apabila dipandang

perlu

4) Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai,apabila dianggap perlu.

Hubungan yang erat antara komite audit dengan dewan komisaris ini juga nampak dalam

kewajiban pelaporan komite audit. Komite audit bertanggung jawab kepada dewan komisaris

atas pelaksanaan tugas yang telah ditentukan dan wajib membuat laporan kepada dewan

komisaris atas setiap penggunaan yang diberikan (BEJ, 2001).

2.3.6.4. Pengukuran Komite Audit

Pengukuran variabel komite audit dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan

jumlah anggota komite audit.

2.3.7. Kepemilikan Institusional

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

28

Verdana Sari (2013) menyatakan bahwa kepemilikan institusional merupakan saham

perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan

investasi dan kepemilikan institusi lain). Investor institusional sering disebut sebagai investor

yang canggih (sophisticated) sehingga seharusnya lebih dapat menggunakan informasi periode

sekarang dalam memprediksi laba masa depan dibanding investor non instusional. Investor

institusional diyakini mampu memonitor tindakan manajer dengan lebih baik dibanding dengan

investor individual. Kepemilikan institusional yang tinggi akan meningkatkan pengelolaan laba

tetapi jika pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan bersifat oportunis maka kepemilikan

institusional yang tinggi akan mengurangi manajemen laba.

Kusumaningtyas (2012) menjelaskan bahwa kepemilikan institusional merupakan

jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh pemegang saham institusional. Komunitas bisnis

menaruh perhatian yang besar untuk meningkatkan kepemilikan institusional, sehingga dapat

lebih banyak mempengaruhi kebijakan perusahaan. Institusi dengan kepemilikan saham yang

relatif besar dalam perusahaan mungkin akan mempercepat manajemen perusahaan untuk

menyajikan pengungkapan secara sukarela. Hal ini terjadi karena investor institusional dapat

melakukan pengawasan dan dianggap sebagai investor yang canggih (sophisticated investors,

yang tidak mudah dibodohi oleh tindakan manajer). Kepemilikan institusional diukur dengan

jumlah proporsi saham yang dimiliki dibagi dengan jumlah saham yang beredar.

2.3.7.1. Pengukuran Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional diukur dengan persentase jumlah saham yang dimiliki oleh

institusi terhadap total saham yang beredar.

2.4. Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

29

Penelitian tentang pengelolaan perusahaan dalam hal ini yaitu mekanisme kepemilikan

institusional dan komite audit terhadap persistensi laba secara sendiri-sendiri pernah dilakukan

peneliti sebelumnya. Adapun penelitian-penelitian tersebut diantaranya adalah:

Khafid (2012) melakukan penelitian dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa

komposisi dewan komisaris, kepemilikan saham oleh manajemen/ kepemilikan manajerial, dan

komite audit terbukti berpengaruh pada persistensi laba pada α 0,05. Sedangkan kepemilikan

institusional tidak berpengaruh pada persistensi laba pada α 0,05. Perbedaan penelitian yang

akan dilakukan ini dengan penelitian yang dilakukan Khafid (2012) yang diuraikan di atas

terletak pada variabel penelitian dan populasi penelitian. Jika pada penelitian Khafid (2012)

variabel penelitiannya Tata Kelola Perusahaan, Struktur Kepemilikan dan Persistensi Laba serta

populasinya seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sedangkan pada

penelitian yang akan dilakukan variabelnya Komite Audit, Kepemilikan Institusional dan

Perseistensi Laba serta populasinya seluruh perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek

Indonesia (BEI).

Fanani (2010) melakukan penelitian dimana penelitian ini bertujuan untuk menguji

pengaruh volatilitas arus kas, besaran akrual, volatilitas penjualan, tingkat hutang, dan siklus

operasi terhadap persistensi laba. Dari keseluruhan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

(1) volatilitas arus kas berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persistensi laba. Hal ini

berarti derajat volatilitas arus kas bisa memprediksi persistensi laba; (2) besaran akrual kas

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persistensi laba. Hal ini memberikan informasi

bahwa besar kecilnya komponen akrual yang terjadi diperusahaan akan menyebabkan ganguan

(noise) yang dapat menurangi persistensi laba; (3) volatilitas penjualan berpengaruh negatif dan

signifikan secara signifikan terhadap persistensi laba. Volatilits yang tinggi dari penjualan dapat

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

30

memprediksi persistensi laba, karena laba yan dihasilkan akan mengandung banyak mengandung

banyak gangguan (noise); (4) tingkat hutang berpengaruh positif dan sigifikan terhadap

persistensi laba. Besarnya tingkat hutang perusahaan akan menyebabkan perusahaan

meningkatkan persistensi laba dengan tujuan untuk mempertahankan kinerja yang bai dimata

investor dan auditor. Dengan kinerja yang baik tersebut maka diharapkan kreditor tetap memiliki

kepercayaan terehadap perusahaan, tetap mudah mengucurkan dana, dan perusahaan akan

memperoleh kemudahan dalam proses pembayaran dan (5) siklus operasi tidak berpengaruh

signifikan terhadap persistensi laba. Siklus operasi yang lebih lama dapat menyebabkan

ketidakpastian yang lebih besar, tidak membuat akrual lebih terganggu (noise) dan kurang

membantu dalam memprediksi aliran kas dimasa yang akan datang.

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan ini dengan penelitian yang dilakukan Fanani

(2010) yang diuraikan di atas terletak pada variabel penelitiannya. Jika pada penelitian Fanani

(2010) variabel penelitiannya berupa faktor-faktor penentu Persentasi Laba yang terdiri dari

Volatilitas Arus Kas, Besaran Akrual, Volatilitas Penjualan, Tingkat Hutang dan Siklus Operasi.

Sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan variabelnya Komite Audit, Kepemilikan

Institusional dan Perseistensi Laba.

Kusumaningtyas (2012) melakukan penelitian dimana tujuan utama penelitian ini adalah

untuk mendapatkan bukti empiris mengenai independensi komite audit dan kepemilikan

institusional terhadap manajemen laba. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah

dilakukan mengenai independensi komite audit dan kepemilikan institusional terhadap

manajemen laba, maka dapat diambil kesimpulan bahwa independensi komite audit dapat

mengurangi tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh manajer perusahaan. Sebaliknya,

kepemilikan institusional tidak dapat mengurangi tindakan manajemen laba yang dilakukan oleh

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id fileperilaku kerja sama, namun dalam pelaksanaanya tergantung motif mementingkan diri sendiri. Contohnya program bonus, dalam hal ini manager

31

manajer perusahaan. Dengan demikian hasil penelitian ini berimplikasi untuk mendorong riset

akuntansi keuangan dan good corporate governance untuk menganalisis lebih lanjut mengenai

variabel lain yang berpengaruh terhadap manajemen laba sehingga akan dapat mengatasi

permasalahan yang sering muncul antara pemilik perusahaan (principal) dengan manajer (agent),

dan akan mewujudkan suatu good corporate governance.

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan ini dengan penelitian yang dilakukan

Kusumaningtyas (2012) yang diuraikan di atas terletak pada variabel penelitiannya. Jika pada

penelitian Kusumaningtyas (2012) variabel penelitiannya berupa Independensi Komite Audit,

Kepemilikan Institusional dan Manajemen Laba. Sedangkan pada penelitian yang akan

dilakukan variabelnya Komite Audit, Kepemilikan Institusional dan Perseistensi Laba.

Hasil penelitian merupakan kajian empiris penelitian. Penelitian ini mencoba

mengembangkan penelitian-penelitian sebelumnya dengan cara melakukan perluasan

pengamatan dan pengembangan proksi. Ringkasan beberapa penelitian sebelumnya dapat dilihat

pada Lampiran 1.