53
18 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka dibedakan menjadi dua: kajian pustaka terhadap objek material penelitian dan kajian pustaka terhadap objek formal penelitian. Kajian pustaka terhadap objek material penelitian memaparkan sekilas berbagai aspek kajian yang telah dilakukan terhadap BMK dan BI, khususnya yang berhubungan dengan KVB. Kajian pustaka terhadap objek formal penelitian memaparkan sekilas kajian lintas bahasa yang berhubugan dengan KVB. Temuan-temuan yang dipaparkan di dalam kajian pustaka ini diharapkan dapat dipakai pijakan untuk (1) mengetahui temuan-temuan yang telah dicapai; (2) menunjukkan signifikansi penelitian ini terkait dengan penelitian-penelitian sejenis sebelumnya; dan (3) memanfaatkan hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan kajian ini. Perhatian para ahli bahasa, terutama para linguis Barat, terhadap bahasa Melayu (selanjutnya disingkat BM) sudah sejak lama dan menunjukkan perhatian yang cukup tinggi. Ada sekitar 150-an karya tentang BM yang ditulis tahun 1600- an sampai dengan tahun 1900-an, baik yang berhubungan dengan masalah bahasa maupun sastra (Hollander, 1984: 331--347). Karya-karya itu sebagian besar ditulis dalam bahasa Belanda. Karya-karya yang berhubungan dengan masalah kebahasaan sebagian besar berupa kamus dwibahasa. Sebagian lagi berupa pengajaran bahasa dan tata bahasa. Penulisan tata BM pun ketika itu lebih termotivasi sebagai pelajaran BM sehingga sistematika dan sudut pandang penulisan pun dipengaruhi oleh tradisi penulisan tata bahasa klasik yang sedang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

18

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka dibedakan menjadi dua: kajian pustaka terhadap objek

material penelitian dan kajian pustaka terhadap objek formal penelitian. Kajian

pustaka terhadap objek material penelitian memaparkan sekilas berbagai aspek

kajian yang telah dilakukan terhadap BMK dan BI, khususnya yang berhubungan

dengan KVB. Kajian pustaka terhadap objek formal penelitian memaparkan

sekilas kajian lintas bahasa yang berhubugan dengan KVB. Temuan-temuan yang

dipaparkan di dalam kajian pustaka ini diharapkan dapat dipakai pijakan untuk (1)

mengetahui temuan-temuan yang telah dicapai; (2) menunjukkan signifikansi

penelitian ini terkait dengan penelitian-penelitian sejenis sebelumnya; dan (3)

memanfaatkan hasil penelitian sebelumnya yang relevan dengan kajian ini.

Perhatian para ahli bahasa, terutama para linguis Barat, terhadap bahasa

Melayu (selanjutnya disingkat BM) sudah sejak lama dan menunjukkan perhatian

yang cukup tinggi. Ada sekitar 150-an karya tentang BM yang ditulis tahun 1600-

an sampai dengan tahun 1900-an, baik yang berhubungan dengan masalah bahasa

maupun sastra (Hollander, 1984: 331--347). Karya-karya itu sebagian besar ditulis

dalam bahasa Belanda. Karya-karya yang berhubungan dengan masalah

kebahasaan sebagian besar berupa kamus dwibahasa. Sebagian lagi berupa

pengajaran bahasa dan tata bahasa. Penulisan tata BM pun ketika itu lebih

termotivasi sebagai pelajaran BM sehingga sistematika dan sudut pandang

penulisan pun dipengaruhi oleh tradisi penulisan tata bahasa klasik yang sedang

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

19

berkembang ketika itu di Barat. Di antara karya-karya tata bahasa, empat di

antaranya dinilai cukup lengkap pada zamannya dan dikenal tidak hanya oleh

generasi terdahulu di Indonesia, tetapi juga oleh generasi baru karena

ketersediannya di dalam bahasa Indonesia: Tata Bahasa Melayu oleh Ophuijsen

(1983), Pedoman Bahasa dan Sastra Melayu oleh Hollander (1984), Tata Bahasa

Melayu oleh Wijk (1985), dan Kitab jang Menjatakan Djalannja Bahasa Melajoe

oleh Sasrasoeganda (1986). Tiga karya yang disebutkan pertama merupakan karya

terjemahan, sedangkan satu karya terakhir merupakan karya yang disusun oleh

orang Melayu yang dalam bentuk aslinya juga ber-BM. Di antara karya-karya

klasik ini, hanya karya Hollander (1984) dan Sasrasoeganda (1986) yang

berkaitan dengan kajian KVB BMK.

Hollander (1984: 207) menggunakan istilah predikat pokok dan predikat

pelengkap terkait dengan KVB di dalam BMK. Istilah predikat pokok dan

predikat pelengkap dipakai sehubungan dengan satu kalimat sempurna yang

predikat-predikatnya semata-mata berdampingan tanpa dirangkaikan oleh

konjungsi seperti contoh berikut.

(1) Kerâ itoe-pon kedinginan gemetar-lah segala toeboeh-nja.

kera PRON-PAR PAS-dingin gemetar-PAR sekujur badan-PAR

„Kera itu pun kedinginan gemetarlah sekujur badannya‟

(2) Pada soewâtoe kedej di mâna orang men-djoeal

PREP suatu warung PREP tempat orang AKT-jual (Vtr)

tepoeng ija mem-beli tepoeng mem-boeboeh tepoeng

tepung 3T AKT-beli (Vtr) tepung AKT-taruh (Vtr) tepung

itoe dâlam soewâtu kâroeng

PRON PREP suatu karung

„Di suatu kedai di tempat orang menjual tepung, ia membeli tepung

menaruh tepung itu di dalam karung‟

(3) Hambâ-mu pergi mem-poekat pada soengej

hamba-PAR pergi (Vitr) AKT-jaring (Vitr) PREP sungai

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

20

ini me-lâboeh poekat pada koewala soengej ini,….

PRON AKT-turun (Vtr) jaring PREP muara sungai PRON, ….

„Hambamu pergi menjaring di sungai ini menurunkan jaring di muara

sungai ini, …‟

(4) Maka di-lihat-nja âda orang djâtoeh ka-dâlam

KONJ PAS-lihat-PAR ada (Vitr) orang jatuh (Vitr) PREP-dalam

loebang itoe handaq nâjiq tijâda bôleh.

lubang PRON hendak naik (Vitr) tidak bisa (Vitr)

„(maka) dilihatnya ada orang jatuh ke dalam lubang itu hendak naik

tidak bisa‟

(5) Me-nengar warta itu segal ôrang dâlam negeri

AKT-dengar (Vtr) berita PRON semua orang dalam negeri

Mekah pon tâkoet-lah.

mekah PAR takut-PAR

„Mendengar berita itu semua orang di dalam negeri Mekah pun

takutlah.‟

(6) Maka segala Arab isi negeri Mekah samoewâ-nja

KONJ semua NAMA isi negeri NAMA semua-PAR

hejran-lah me-nengar kâta itoe.

heran-PAR AKT-dengar (Vtr) kata itu

„(Maka) semua (orang) Arab isi negeri Mekah semuanya heran(lah)

mendengar kata itu.‟

(7) Pergi-lah kâmoe segerah tangkap bâwa

pergi (vitr)-PAR 2T segera tangkap (Vtr) bawa (Vtr)

kapadâ-koe.

kepada-PAR

„Pergilah kamu segera menangkap membawa (seseorang) kepadaku.‟

Kutipan contoh (1)--(7) dikelompokkan Hollander sebagai satu kalimat

sempurna yang predikat-predikatnya (predikat pokok dan predikat pelengkap)

berdampingan tanpa dirangkaikan oleh konjungsi dan bersubjek sama.

Pandangannya ini cukup maju pada zamannya karena predikat-predikat

berdampingan atau verba-verba beruntun seperti contoh (1)--(7) yang

diidentifikasi sebagai “satu kalimat sempurna” selaras dengan salah satu

karakteristik KVS yang dikenal dalam linguistik mutakhir, yakni verba-verba

beruntun dalam konstruksi serial diidentifikasi sebagai klausa tunggal. Parameter

lain untuk menentukan apakah sebuah konstruksi dapat diidentifikasi sebagai

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

21

KVS atau bukan dan bagaimana implikasi semantis dari predikat-predikat

berdampingan atau verba-verba beruntun itu belum dibahas oleh Hollander.

Hollander (1984: 207) dengan tegas menyatakan, “Bila subyek tatabahasa

pada dua predikat berbeda, maka sebenarnya dua predikat itu sebenarnya dua

kalimat yang berbeda dan konjungsi di antaranya [...] dihilangkan”. Ia

memberikan contoh seperti kutipan di bawah ini.

(8) Djeka kau-laloe-i seperti titah-koe ini

KONJ 2T-jalan-AKT PREP perintah-PAR PRON

bangkit-lah âkoe deri negeri Mekah ini

bangkit-PAR 1T PREP negeri NAMA PRON

koe datang i angkau ka-negeri-moe.

PAR-datang-AKT (Vtr) 2T PREP-negeri-PAR

„Jika kau berjalan seperti perintahku ini, bangkitlah aku dari negeri

Mekah ini kudatangi engkau ke negerimu.‟

(9) Maka ber-lâri-lâri Omar Omanija dâtang

KONJ AKT-lari-lari (Vitr) NAMA datang (Vitr)

meng-ikat dija di-bawâ-nja kepada lasjkar-nja.

AKT-ikat (Vtr) 3T PAS-bawa-PAR PREP lascar-PAR

„(Maka) berlari-lari Omar Omaniya datang mengikat dia dibawanya

kepada pasukannya.‟

(10) Maka râdja Sjâh Riar kaloewar-lah deri dâlam

KONJ raja NAMA keluar (Vitr)-PAR PREP dalam

kotâ-nja di-bawa-nja ber-bagej-bagej per-hijâs-an

kota-PAR PAS-bawa-PAR AKT-macam-macam (Vtr) N-hias

deri pada emas dan pejraq

PREP emas KONJ perak

„(Maka) raja Syah Riar keluar(lah) dari dalam kotanya dibawanya

bermacam-macam perhiasan dari emas dan perak.‟

Kutipan contoh (8)--(10), karena subjek tata bahasa pada dua predikat

berbeda, dikelompokkan Hollander sebagai dua kalimat. Pandangannya ini selaras

dengan pandangan linguistik mutakhir bahwa verba-verba beruntun yang masing-

masing memilki subjeknya sendiri-sendiri digolongkan sebagai konstruksi

biklausal atau KKK. Hollander tidak mencermati bagaimana kalau subjek tata

bahasa sama, tetapi ada konstituen kebahasaan seperti negator, aspek, atau

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

22

modalitas untuk V2 atau berposisi di antara V1 dan V2, apakah dapat diidentifikasi

sebagai konstruksi monoklausal seperti data (1)--(7) atau sebagai konstruksi

biklausal seperti data (8)--(10)? Hollander juga tidak mengamati bagaimana tipe

hubungan antarklausa dan jenis hubungan semantis antarklausa berkenaan dengan

data (8)--(10).

Sasrasoeganda (1917; 1986) menyajikan beberapa contoh KVB, tetapi lebih

tertarik pada analisis jenis hubungan semantis di antara verba-verba itu.Verba

berawalan meng-, mengoenjoengi (11) dan menoedjoe (12), menyatakan maksud

verba sebelumnya, datang (11) dan berdjalan (12).

(11) Saja datang me-ngoenjoeng-i toean.

1T datang (Vitr) AKT-kunjung (Vtr) tuan

„Saya datang mengunjungi tuan‟.

(12) Ia ber-djalan me-noedjoe matahari mati.

3T AKT-jalan (Vitr) AKT-tuju (Vtr) matahari terbenam

„Dia berjalan menuju matahari terbenam‟.

Ia juga mencontohkan penggunaan verba berawalan meng- yang didahului verba

menjoeroeh dan menitahkan yang digolonglan sebagai verba-verba yang

menyatakan „maksud‟ seperti data (13) dan (14

(13) Padoeka Soeltan me-njoeroeh me-manggil toean hamba

paduka sultan AKT-suruh (Vtr) AKT-panggil (Vtr) tuan hamba

„Paduka Sultan menyuruh memanggil tuan hamba‟.

(14) Toean Deandles me-nitah-kan me-nanam-i goenoeng

tuan NAMA AKT-titah (Vtr) AKT-tanam (Vtr) gunung

Mégamendoeng dengan ber-bagai-bagai tanam-an.

NAMA PREP AKT-macam-macam (Vtr) tanam-N

„Tuan Deandles menitahkan menanami Gunung Megamendung dengan

bermacam-macam tanaman‟.

Contoh KVB lain yang dikemukanan adalah verba minta dan mohon. Verba-verba

ini, masih dalam kerangka makna yang menyatakan „maksud‟, dapat diikuti oleh

verba berawalan di- atau verba tanpa di-/meng- seperti data (15)--(17).

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

23

(15) Hamba minta di-beri-kan boeah-boeah jang

1T minta (Vtr) PAS-beri buah-buah KONJ

ter-boeang itoe.

PAS-buang PRON

„Hamba minta diberikan buah-buah yang terbuang itu‟.

(16) Kami minta berikan boeah nangka ini

1J minta (Vtr) beri-AKT (Vtr) boeah nangka PRON

kepada Toean Hadji Ibrahim

PREP tuan NAMA

„Kami minta memberikan buah nangka ini kepada Tuan Haji Ibrahim‟.

(17) Anak-anda pohon-kan kakanda di-kawin-kan kepada

anak-2T pohon-AKT (Vtr) kakanda PAS-kawin PREP

Baharam itoe.

NAMA PRON

„Ananda memohonkan kakanda dikawinkan kepada Baharam itu‟.

Dengan data KVB (11)--(17), Sasrasoeganda tidak menganalisis bagaimana

status verba-verba itu, apakah mendukung satu konstuksi monoklausal atau

berupa konstruksi biklausal. Ia juga tidak mencoba mengidentifikasi jenis

hubungan makna lain antarverba itu selain menyatakan makna „maksud.

Sariyan (dalam Karim, 1988: 63--94), dengan menerapkan teori linguistik

transformasi generatif, hanya mengupas KVB di dalam BMK dalam perspektif

melihat kesinambungan konstruksi itu di dalam BM modern. Sariyan tidak

mencoba mengupas lebih dalam bagaimana hubungan (baik gramatikal maupun

makna) satu klausa dengan klausa lainnya. Sariyan juga tidak mempersoalkan

apakah semua verba dalam posisi berurutan termasuk KKK atau ada kemungkinan

dapat diinterpretasikan sebagai KVS (kalimat berklausa tunggal)?

Tulisan Cumming (1995) yang mengkaji posisi agen di dalam Sejarah

Melayu berkaitan erat dengan kajian KVB di dalam BMK. Kaitan itu tidak hanya

kesamaan dalam hal pemilihan Sejarah Melayu sebagai sumber data, juga dalam

hal melihat berbagai tipe hubungan gramatikal antarklausa.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

24

Kendatipun Cumming (1995) memfokoskan pembahasan tentang posisi

agen di dalam kalimat transitif, pada bagian lain tulisannya juga terdapat bahasan

sekilas tentang tipe kombinasi klausa di dalam BMK. Sebagaimana telah disitir

sekilas di bagian latar belakang (1.1), di sini dikutip ulang bahasan kombinasi

klausa di dalam tulisan Cumming (1995) secara lebih lengkap. Cumming (1995:

54--55) mengemukan ada lima tipe kombinasi klausa: klausa relatif (relative

clauses), verba serial (serial vebs), klausa komplemen (complement clauses),

klausa adverbial (adverbial clauses), dan klausa konjoin (conjoined clauses).

Empat tipe kombinasi klausa yang disebutkan pertama sangat relevan dengan

kajian KVB BMK. Satu tipe yang terakhir, klausa konjoin, tidak dibahas lebih

lanjut karena tipe ini berpemarkah penggunaan konjungsi di awal kedua

klausanya.

(18) Maka tumpat-lah rupa laut itu daripada ke-banyak-an

KONJ penuh (Adj)-PAR keadaan laut PRON KONJ N-banyak

perahu orang yang meng-iring-kan baginda itu (klausa relatif)

perahu orang KONJ AKT-iring (Vtr) baginda PRON

„(Maka) penuhlah keadaan laut itu karena kebanyakan perahu orang

yang mengiringi baginda itu‟.

(19) Maka Bat ber-diri me-muji Sang

KONJ NAMA AKT-diri (Vitr) AKT-puji (Vtr) ART

Suparba (verba serial)

NAMA

„(Maka) Bat berdiri memuji Sang Suparba‟.

(20) ..., maka baginda ber-kira-kira hendak me-lihat

…, KONJ baginda AKT-kira-kira (Vitr) hendak AKT-lihat (Vtr)

laut (klausa komplemen)

laut

„(…, maka) Baginda kira-kira hendak melihat laut‟.

(21) Maka Wan Empo‟ dan Wan Malini pun heran

KONJ tuan NAMA KONJ tuan NAMA PAR heran (Adj)

me-lihat hal yang demikian itu (klausa adverbial)

AKT-lihat (Vtr) hal KONJ demikian PRON

„(Maka) Tuan Empo‟ dan Tuan Malini pun heran melihat hal yang

demikian itu‟.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

25

(22) Telah pagi hari di-lihat-nya puteri itu kedal tulah

KONJ pagi hari PAS-lihat-PAR putri PRON sakit kulit kutukan

sebab di-jamah baginda itu (klausa adverbial)

KONJ PAS-jamah baginda PRON

„Setelah pagi hari, dilihatnya putri itu sakit kulit kutukan karena

dijamah baginda itu‟.

(23) Setelah ular itu me-lihat manusia datang,

KONJ ular PRON AKT-lihat (Vtr) manusia datang (Vitr)

maka ia pun meng-gerak diri-nya. (klausa konjoin)

KONJ 3T PAR AKT-gerak (Vtr) diri-PAR

„Setelah ular itu melihat manusia datang, (maka) ia pun menggerakkan

dirinya.‟

Cumming (1995) hanya mengemukakan contoh berbagai tipe kombinasi klausa.

Dari contoh-contoh yang dikemukakan itu, timbul berbagai persoalan yang perlu

didalami.

Klausa relatif (18) dimarkahi oleh konjungsi yang sebagaimana lazimnya

juga di dalam bahasa Indonesia kini. Persoalan yang muncul dari contoh ini

adalah selalukah yang muncul sebagai pemarkah klausa relatif? Mungkinkah yang

sebagai pemarkah klausa relatif bisa bersifat opsional di dalam BMK seperti

halnya di dalam bahasa Indonesia (24)?

(24) Orang (yang) ber-diri dengan pakai-an se-ragam

orang (KONJ) AKT-diri (Vitr) PREP pakai-N NUM-ragam

itu adalah anggota militer (penulis)

PRON Ada (Vitr)-PAR anggota militer

„Orang yang berdiri dengan pakaian seragam itu adalah anggota

militer.‟

KVS (19) juga memunculkan beberapa persoalan yang perlu didalami.

Mengapa Cumming (1995) memasukkan KVS sebagai bagian kombinasi klausa?

Bukankah KVS dalam pengertian yang umumnya dianut, dengan sejumlah

cirinya, berstatus sebagai sebuah klausa yang menggambarkan satu peristiwa?

Kalau contoh (19) memenuhi syarat sebagai KVS, perlu ada kriteria yang jelas

untuk membedakan KVS (satu klausa) dengan KKK di dalam BMK.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

26

Klausa komplemen (20) juga memunculkan persoalan yang perlu didalami.

Apakah klausa komplemen selalu tanpa pemarkah komplemen (pengomplemen)

di dalam BMK? Apakah pengomplemennya dapat dieksplisitkan (bersifat

opsional) seperti contoh di dalam bahasa Indonesia (25)

(25) Duta besar itu menekankan (bahwa) pemerintahnya akan membantu

sepenuhnya peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesan.

Klausa adverbial (21) yang tanpa konjungsi dan (22) yang menggunakan

konjungsi sebab juga menarik untuk didalami. Konstruksi yang bagaimana harus

tanpa konjungsi, wajib menggunakan konjungsi, atau mungkin ada juga

konstruksi yang menggunakan konjungsi secara opsional?

Beberapa karya di dalam bahasa Indonesia yang memiliki relevansi dengan

kajian KVB di dalam BMK perlu diungkap juga di sini karena BMK dan bahasa

Indonesia sesungguhnya bahasa yang sama yang berada pada kurun waktu yang

berbeda. Beberapa karya yang dibahas di dalam tulisan ini adalah karya Fokker

(1950, 1979), Slametmuljana (1969), Kridalaksana (1985, 1988), Lapoliwa

(1990a, 1990b) dan Alwi dkk. (1993).

Fokker (1979: 111--142) tidak secara eksplisit membahas KVB dalam

bahasa Indonesia. Beberapa contoh yang dikemukakan sesungguhnya terkait

dengan KVB. Contoh-contoh itu ditemukan terkait dengan topik bahasan kalimat

luas I dan II.

Pada pembahasan kalimat luas I Fokker membicarakan berbagai relasi

antarunsur pembentuk kalimat. Relasi-relasi itu dapat bersifat implisit dan

eksplisit. Konstruksi KVB dalam bahasa Indonesia terkait dengan relasi temporal

(26a), relasi kausal (27a), dan relasi sirkumstansiil (28a) yang bersifat implisit.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

27

Semua relasi implisit ini dapat dijadikan relasi eksplisit seperti contoh (26b),

(27b), dan (28b).

(26) a. Belum mendapat jawaban, dia sudah menoleh.

b. Ketika belum mendapat jawaban, dia sudah menoleh.

(27) a. Agak malu dia, ketahuan tipu dayanya.

b. Agak malu dia karena ketahuan tipu dayanya.

(28) a. Tak berkata sepatah jua, ia menoleh.

b. Dengan tak berkata sepatah jua, ia menoleh.

Relasi yang dikemukakan Fokker hanya bersifat semantis. Unsur-unsur yang

berelasi, apakah kata/frasa atau klausa, tidak dibahas. Relasi gramatikal, apakah

bersifat koordinatif atau subordinatif, juga luput dari perhatian Fokker. Ihwal

unsur yang mengalami pelesapan dan bagaimana mekanisme pelesapan itu terjadi

juga belum mendapat perhatian.

Pada pembahasan kalimat luas II Fokker membicarakan tiga hal yang terkait

dengan KVB dalam bahasa Indonesia. Ketiga hal itu meliputi kalimat luas rapatan

dengan subjek sama, kalimat luas rapatan dengan subjek berbeda, dan relasi

bagian-bagian predikat.

Kalimat luas rapatan dengan subjek sama dibentuk dari dua kalimat setara

yang dirapatkan dengan cara elips (29a-b). Kedua kalimat setara itu dapat

dirapatkan menjadi satu kalimat luas dengan cara meneruskan suara dan

membatalkan jeda untuk sebagian atau untuk seluruhnya (30). Kesetaraan

hubungan antarpredikat juga terlukis di dalam kalimat (30).

(29) a. Penduduk banyak merantau.

b. Penduduk mencari rezeki di negeri lain.

(30) Penduduk banyak merantau, mencari rezeki di negeri lain

a b

S P

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

28

Bagian (a) dan (b) pada (30) bukanlah kalimat yang berdiri sendiri, melainkan

berfungsi sebagai bagian-bagian dari kesatuan yang lebih besar sehingga kalimat

(29b) menjadi bagian dari predikat (a). Tidak terlampau jelas mengapa Fokker

menyebut (b) merupakan bagian dari (a) karena sangat jelas pada gambar itu

bahwa (b) berhubungan koordinatif dengan (a) di bawah payung P (predikat).

Lebih lanjut, Fokker mengidentifikasi hubungan (a) dan (b) sebagai hubungan

yang longgar karena dipisahkan oleh jeda. Kerap ada juga bagian (a) dan (b)

memiliki hubungan lebih rapat seperti (31), (32), dan (33) karena bagian (a) dan

(b) tidak dapat diputuskan seperti (30) menjadi (29a-b).

(31) Pintu pagar ke-dengar-an di-buka-kan.

pintu pagar PAS-dengar PAS-buka

„Pintu pagar kedengaran dibukakan.‟

(32) Laki-laki itu ke-lihat-an bodoh.

laki-laki PRON PAS-lihat bodoh.(Adj

„Laki-laki itu kelihatan bodoh.‟

(33) Amat sudah pergi men-cari anak-nya.

NAMA sudah pergi (Vitr) AKT-cari (Vtr) anak-PAR

„Amat sudah pergi mencari anaknya.‟

Fokker tidak mempertimbangkan karakteristik atau ciri semantik (verba) predikat

yang menjadi bagian konstruksi rapatan itu. Padahal, ciri itu tampaknya yang

menentukan kelonggaran atau kerapatan hubungan antara (a) dan (b).

Fokker juga mengemukakan gejala ke arah rapatan kalimat yang ditandai

oleh kata kerja suruh dan minta. Setelah kata-kata untuk perintah dan permohonan

itu, bentuk kata kerja yang mengikuti tidak berawalan meng-: (34), (35), dan (36).

Kalau orang yang mendapat tugas sebagai titik permulaan, bentuk kata kerja yang

mengikuti berawalan meng- (37).

(34) Kampung halaman di-suruh-nya bakar.

kampung halaman PAS-suruh-PAR bakar (V)

„Kampung halaman disuruhnya bakar.‟

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

29

(35) Makan-an dan minum-an saya suruh sedia-kan.

makan-N KONJ minum-N 1T suruh (V) sedia-AKT

„Makanan dan minuman saya suruh sediakan.‟

(36) Ia minta pasang-kan lentera.

3T minta (Vtr) pasang-AKT lentera.

„Ia minta pasangkan lentera.‟

(37) Orang itu di-suruh-nya mem-beli beras.

Orang PRON PAS-suruh-PAR AKT-beli (Vtr) beras.

„Orang itu disuruhnya membeli beras.‟

Tidak ada penjelasan lebih lanjut bagaimana konstruksi itu dibangun. Fokker juga

tidak mempersoalkan implikasi apa yang timbul apabila bentuk verba disuruh atau

suruh menjadi menyuruh. Demikian juga dengan verba minta menjadi diminta.

Hal serupa juga terjadi berkaitan dengan verba kedua yang berawalan ber- yang

dikombinasikan dengan verba diberi (38), (39), dan (40).

(38) Tempat yang ber-pagar itu biasa-nya tidak

tempat KONJ AKT-pagar (Vitr) PRON biasa-PAR tidak

di-beri ber-atap.

PAS-beri AKT-atap (Vitr)

„Tempat yang berpagar itu biasanya tidak diberi beratap.‟

(39) Mata pancing itu di-beri ber-tali se-panjang-panjang-nya.

mata pancing PRON PAS-beri AKT-tali (Vitr) N-panjang-panjang

„Mata pancing itu diberi bertali sepanjang-panjangnya.‟

(40) Tempat tidur di-beri sulasmi ber-seperai dari

tempat tidur PAS-beri NAMA AKT-seprai (Vitr) PREP

sutera putih.

sutra putih

„Tempat tidur diberi Sulasmi berseprai dari sutra putih.‟

Fokker juga mengelompokkan beberapa kalimat berikut sebagai konstruksi

koordinatif. Padahal, kalimat-kalimat berikut dapat juga ditafsirkan sebagai

konstruksi subordinatif. Memang, diperlukan parameter yang tepat untuk KVB

seperti berikut apakah digolongkan sebagai konstruksi koordinatif atau

subordionatif.

(41) Ia di-larang tidak boleh me-rokok. 3T PAS-larang tidak boleh AKT-rokok (Vitr)

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

30

„Ia dilarang dan tidak boleh merokok.‟

(42) Karangan-karangan itu akan di-cetak di-jadi-kan buku.

karangan-karangan PRON akan PAS-cetak PAS-jadi buku

„Karangan-karangan itu akan dicetak dan dijadikan buku.‟

(43) Anak-nya di-masuk-kan bel-ajar pada sekolah

anak-PAR PAS-masuk AKT-ajar (Vitr) PREP sekolah

per-tukang-an.

N-tukang

Anaknya dimasukkan dan belajar pada sekolah pertukangan.

(44) Anak-anak ber-sorak-sorak me-nyata-kan gembira

anak-anak AKT-sorak-sorak (Vitr) AKT-nyata (Vtr) gembira

hati-nya.

hati-PAR

„Anak-anak bersorak-sorak dan menyatakan gembira hatinya.‟

Kalimat luas rapatan dengan subjek berbeda dikemukakan Fokker dengan

menggunakan contoh kalimat (45a-b) yang dirapatkan menjadi satu kalimat luas

rapatan (46).

(45) a. Saya mendengar anak anak sekolah.

b. Sedang bernyanyi.

(46) Saya men-dengar anak-anak sekolah sedang ber-nyanyi.

1T AKT-dengar (Vtr) anak-anak sekolah sedang AKT-nyanyi (Vitr)

„Saya mendengar anak-anak sekolah sedang bernyanyi.‟

Istilah dirapatan yang digunakan Fokker tampaknya identik dengan istilah

digabungkan. Perlu dipertimbangkan bahwa kalimat (46) mungkin juga berasal

dari gabungan kalimat (a) dan (b) seperti (47a-b), tidak seperti (45 a-b).

(47) a. Saya mendengar (sesuatu).

b. (sesuatu) Anak-anak sekolah sedang bernyanyi.

Fokker juga tidak memberi komentar apakah konstruksi semacam ini memiliki

relasi koordinatif atau subordinatif. Beberapa contoh sejenis juga dikemukakan

seperti berikut ini.

(48) Saya dapat-i mereka sedang makan.

1T dapat-AKT (Vtr) 3J sedang makan (Vitr)

„Saya mendapati mereka sedang makan.‟

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

31

(49) Ia mem-biar-kan anak-nya ber-jalan-jalan ke

3T AKT-biar (Vtr) anak-PAR AKT -jalan-jalan (Vitr) PREP

mana-mana.

mana-mana.

„Ia membiarkan anaknya berjalan-jalan ke mana-mana.‟

(50) Bencana alam me-nyebab-kan penduduk lari semua-nya.

bencana alam AKT-sebab (Vtr) penduduk lari (Vitr) semua-PAR

„Bencana alam menyebabkan penduduk lari semuanya.‟

(51) Saya me-neman-i gadis itu pulang.

1T AKT-teman (Vtr) gadis PRON pulang (Vitr)

„Saya menemani gadis itu pulang.‟

(52) Jarang saya me-lihat orang itu marah.

jarang 1T AKT-lihat (Vtr) orang PRON marah (Adj)

„Jarang saya melihat orang itu marah.‟

(53) Mereka me-mandang bangsa itu rendah.

3J AKT-pandang (Vtr) bangsa PRON rendah (Adj)

„Mereka memandang bangsa itu rendah.‟

Lebih lanjut, dikatakannya bahwa banyak kalimat setara yang pada satu

pihak tidak bergantung dan pada pihak lain pula saling bergantung sesamanya.

Contoh (26)--(53) di atas digolongkan sebagai relasi bagian-bagian predikat yang

tidak bergantung, sedangkan contoh (54a), (55a), dan (56a) berikut digolongkaan

sebagai relasi bagian-bagian predikat yang saling bergantung.

(54) a. Itu semua-nya telah kita timbang kita

PRON semua-PAR telah 1J timbang (V) 1J

pikir-kan dengan pikir-an kita sendiri.

pikir-AKT (V) PREP pikir-N 1J sendiri

„Itu semuanya telah kita timbang kita pikirkan dengan pikiran kita

sendiri.‟

(55) a. Badan-nya meng-gigil ke-dingin-an.

badan-PAR AKT-gigil (Vitr) PAS-dingin

„Badannya menggigil kedinginan.‟

(56) a. Kita leluasa datang ke rumah-nya.

1J leluasa (Adj) datang (Vitr) PREP rumah-PAR

„Kita leluasa datang ke rumahnya.‟

Menurut Fokker, ketiga kalimat di atas menunjukkan relasi antara bagian-bagian

predikat yang berbeda.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

32

Relasi antara kita timbang dan kita pikirkan (54a) memperlihatkan

keseimbangan sehingga hubungan keduanya dapat dilukiskan dengan dua tanda

panah seperti dalam (54b).

(54) b. Itu semuanya telah kita timbang kita pikirkan dengan pikiran kita sendiri.

Contoh lain yang memperlihatkan keseimbangan relasi adalah berikut ini.

(57) Ayah-nya di-tangkap di-penjara-kan.

ayah-PAR PAS-tangkap PAS-penjara

„Ayahnya ditangkap dipenjarakan.‟

(58) Kaum ibu ber-panas ber-hujan di pasar.

kaum ibu AKT-panas (Vitr) AKT-hujan (Vitr) PREP pasar

„Kaum ibu berpanas berhujan di pasar.‟

Relasi antara menggigil dan kedinginan (55a) titik beratnya terletak pada

bagian pertama, menggigil, sehingga menggigil dinamakan bagian utama dari

predikat dan kedinginan bagian predikat yang bergantung yang bersifat kausal.

Dengan demikian, relasi keduanya dapat dilukiskan dengan tanda panah seperti

pada (55b) berikut.

(55) b. Badannya menggigil kedinginan.

Contoh lain yang memperlihatkan relasi kausalitas seperti (55a-b) adalah berikut

ini.

(59) Mata-PAR ter-belalak ke-heran-an.

mata-nya PAS-belalak N-heran

„Matanya terbelalak keheranan.‟

(60) Se-orang pe-rampok mati di-tembak-nya.

NUM-orang N-rampok mati (Vitr) PAS-tembak-PAR

„Seorang perampok mati ditembaknya.‟

Relasi antara leluasa dan datang (56a) berbeda jika dibandingkan relasi

yang digambarkan pada kalimat (55a-b). Bagian predikat datang justru

merupakan bagian utama dan leluasa merupakan bagian predikat yang bergantung

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

33

sehingga relasi keduanya dapat dilukiskan dengan tanda panah seperti pada (86b)

berikut.

(56) b. Kita leluasa datang ke rumahnya.

Contoh lain yang memperlihatkan relasi seperti (56a-b) adalah berikut ini.

(61) Istana-nya habis ter-bakar.

istana-PAR habis (Vitr) PAS-bakar

„Istananya habis terbakar.‟

(62) kami turut ber-duka cita.

1J turut (Vitr) AKT-duka cita. (Vitr)

„Kami turut berduka cita.‟

Relasi bagian-bagian predikat yang dikemukakan Fokker di atas lebih

mengandalkan intuisi kebahasaan sehingga kadang-kadang timbul kesulitan untuk

memastikan jenis relasi itu. Sebagai contoh, di dalam kalimat (61) relasi antara

habis dan terbakar memosisikan terbakar sebagai bagian utama dan habis

merupakan bagian predikat yang bergantung. Padahal, secara sintaksis, dengan tes

pemanfaatan konjungsi, sangat memungkinkan juga memosisikan habis sebagai

bagian utama dan terbakar merupakan bagian predikat yang bergantung yang

bersifat kausal (63). Bandingkan juga dengan relasi kausal yang dieksplisitkan

dengan konjungsi karena (64) seperti bukti berikut ini.

(63) Istananya habis (karena) terbakar.

(64) Badannya menggigil (karena) kedinginan.

Kalimat (62) juga berpotensi menimbulkan polemik. Jika digunakan

pengekplisitan konjungsi sebagai alat tes, tampak bahwa justru turut menjadi

bagian utama dan berduka cita merupakan bagian predikat yang bergantung

karena dapat dieksplisitkan dengan konjungsi untuk (65a-b). Bandingkan dengan

(56) bagian predikat yang bergantung, leluasa, juga dapat dieksplisitkan dengan

konjungsi sampai (66a-b-c).

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

34

(65) a. Kami turut (untuk) berduka cita.

b. Untuk berduka cita, kami turut.

(66) a. Istananya (sampai) habis terbakar.

b. Istananya terbakar (sampai) habis.

c. Sampai habis istananya terbakar.

Kesulitan untuk menentukan relasi antara bagian predikat, tampaknya dapat

diminimalkan jika pengujian juga dilakukan secara sintaksis dan menempatkan

relasi antara bagian predikat pada tataran relasi antarklausa, bukan relasi

antarpembentuk predikat seperti yang ditawarkan Fokker. Walaupun demikian,

jasa Fokker sangat besar dalam hal perhatiannya pada KVB dalam bahasa

Indonesia. Usahanya ini tentu sangat bermanfaat untuk melacak hal serupa di

dalam BMK yang belum banyak dilakukan oleh para ahli terdahulu.

Slametmuljana (1969: 108--110) membahas gatra sebutan dengan kata

kerja rangkap secara sintaktis dan semantis. Pembahasan ini terkait dengan KVB

dalam bahasa Indonesia. Gatra sebutan yang dimaksudnya itu adalah sebagai

berikut.

(a) Dua kata kerja yang mempunyai susunan tetap. Di antara dua kata kerja itu

tidak dapat disisipkan kata apa pun.

(67) Sesudah kawin, tinggal me-nyesal.

KONJ kawin (Vitr), tinggal (Vitr) AKT-nyesal (Vitr)

„Sesudah kawin, tinggal menyesal.‟

(b) Dua kata kerja yang mempunyai susunan tetap, tetapi di antara kedua kata

kerja yang bersangkutan dapat disisipkan kata perangkai yang menjelaskan

maksud hubungannya.

(68) Ia baru saja bangun (dari) tidur.

3T baru saja bangun (Vitr) (KONJ) tidur (Vitr)

„Ia baru saja bangun (dari) tidur.‟

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

35

(69) Ia sudah ber-henti (dari/dengan) be-kerja.

3T sudah AKT-henti (Vitr) (KONJ) AKT-kerja (Vitr)

„Ia sudah berhenti (dari/dengan) bekerja.‟

(70) Dia datang (sambil) ber-lari-lari.

3T datang (Vitr) (KONJ) AKT-lari-lari. (Vitr)

„Dia datang (sambil) berlari-lari.‟

(71) Dia datang (untuk) me-nengok ibu-nya.

3T datang (Vitr) (KONJ) AKT-tengok (Vtr) ibu-PAR

„Dia datang (untuk) menengok ibunya.‟

(c) Dua kata kerja/sifat tidak mempunyai susunan tetap karena pada hakikatnya

kata yang kedua merupakan pelengkap.

(72) Jangan lupa mem-bawa buku.

jangan lupa (Vitr) AKT-bawa (Vtr) buku

„Jangan lupa membawa buku.‟

(73) Prajurit tidak boleh takut mati.

prajurit tidak boleh takut (Vitr) mati. (Vitr)

„Prajurit tidak boleh takut mati.‟

(d) Dua kata kerja/sifat tidak mempunyai susunan tetap karena pada hakikatnya

kata yang kedua merupakan gatra situasi.

(74) Ia ter-kejut (ketika/karena) mem-baca berita.

3T PAS-kejut (KONJ) AKT-baca (Vtr) berita

„Ia terkejut (ketika/karena) membaca berita.‟

(75) Ter-kejut ia mem-baca berita itu.

PAS-kejut 3T AKT-baca (Vtr) berita PRON

„Terkejut ia membaca berita itu.‟

Slametmuljana berkesimpulan bahwa pertalian antara dua kata kerja agak

ambigu, tetapi pemakaiannya dalam kalimat tunggal masih berlangsung. Ciri

semantis pertalian gatra sebutan dengan kata kerja rangkap dijabarkan sebagai

berikut.

(a) Pertalian yang menyatakan ‟maksud‟. Ciri-cirinya: di antara kedua kata

kerja itu dapat disisipkan kata penjelas: akan, untuk, guna, buat, supaya.

(76) Ayah-nya datang. minta obat.

ayah-PAR datang. (Vitr) minta (Vtr) obat

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

36

„Ayahnya datang minta obat.‟

(77) Banyak orang ber-niat me-menuh-i rukun

banyak orang AKT-niat (Vitr) AKT-menuh (Vtr) rukun

Islam yang ke-lima.

NAMA KONJ NUM-lima.

„Banyak orang berniat memenuhi rukun Islam yang kelima.‟

(b) Pertalian yang menyatakan ‟sebab-akibat‟. Ciri-cirinya: di antara dua kata

kerja yang bersangkutan dapat disisipkan kata penjelas: oleh, karena,

lantaran, sebab

(78) Dalam waktu pen-jajah-an jepang banyak orang

PREP waktu N-jajah NAMA banyak orang

mati ke-lapar-an.

mati (Vitr) PAS-lapar-.

„Dalam waktu penjajahan Jepang banyak orang mati kelaparan. „

(79) Ia me-nangis men-dengar per-kata-an

3T AKT-tangis (Vitr) AKT-dengar (Vtr) N-kata

orang tua itu.

orang tua PRON

„Ia menangis mendengar perkataan orag tua itu.‟

(c) Pertalian yang menyatakan ‟persamaan waktu‟. Ciri-cirinya: di antara dua

kata kerja yang bersangkutan dapat disisipkan kata penjelas: seraya, sambil

(80) Utus-an itu datang me-nyembah.

utus-N PRON datang (Vitr) AKT-sembah (Vitr)

„Utusan itu datang menyembah.‟

(81) Perahu ber-jalan me-nempuh.

perahu AKT-jalan (Vitr) AKT-tempuh (Vitr)

„Perahu berjalan menempuh.‟

(d) Pertalian yang menyatakan ‟pelengkap‟. Kata kerja kedua merupakan

pelengkap kata pertama. Tanpa tambahan itu pemberitahuan terasa tidak

lengkap. Di antara dua kata kerja ini tidakdapat disisipkan kata penjelas

karena dua kata itu berhubungan langsung.

(82) Ia lupa mem-bawa buku-nya.

3T lupa (Vitr) AKT-bawa (Vtr) buku-PAR

„Ia lupa membawa bukunya.‟

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

37

(83) Saya di-larang ber-gaul dengan dia.

1T PAS-larang AKT-gaul (Vitr) PREP 3T

„Saya dilarang bergaul dengan dia.‟

(e) Pertalian yang menyatakan bahwa ‟perbuatan kata kerja yang kedua telah

selesai‟. Di antara dua kata kerja dapat disisipkan kata dari.

(84) Jam sembilan baru bangun tidur.

jam sembilan baru bangun (Vitr) tidur (Vitr)

„Jam sembilan baru bangun tidur.‟

(85) Ber-henti meng-ajar.

AKT-henti (Vitr) AKT-ajar (Vitr)

„Berhenti mengajar.‟

Slametmuljana adalah salah seorang linguis yang berpandangan maju pada

zamannya. Kendatipun belum dikenal konsep KVS sebagai salah satu jenis KVB

kala itu, ia memandang konstruksi semacam itu tetap sebagai kalimat tunggal

yang terdiri atas satu klausa sehingga pertalian di antaranya dipandang sebagai

pertalian antarunsur pembentuk predikat. Pandangannya ini sejalan dengan konsep

KVS yang diterapkan dalam beberapa bahasa kini. Akan tetapi, Slametmuljana

tidak memberi penjelasan lebih lanjut berkenaan dengan dua kata kerja yang

bersusunan tetap, tetapi di antara kedua kata kerja itu dapat disisipkan kata

perangkai. Apakah kehadiran perangkai di antara dua verba tidak mengubah

konstruksi itu sebagai konstruksi biklausal?

Kridalaksana (1985: 134--135, 1988: 94--95) membahas frasa verbal (FV)

yang terkait dengan KVB dalam bahasa Indonesia. Kridalaksana memberi

batasan yang sangat luas tentang FV, yakni frasa yang terjadi dari verba sebagai

induk dan verba atau kelas kata lain seperti adverbia atau frasa preposisional

sebagai modifikator. KVB dalam bahasa Indonesia yang terkait dengan FV seperti

berikut ini.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

38

(a) FVaktif Vaktif + N + Vlain: menyuruh orang membaca, mengajak pergi

(b) FVpasif Vpasif + Vlain: disuruh pergi, diajak makan bakso

(c) FVsubordinatif Vitr + Vlain: pergi membeli gula, bangkit berdiri

(d) FVkoordinatif V1 + V2: pulang pergi, makan minum

Rumusan dan contoh-contoh yang dikemukakannya ini pada tataran sintaksis

tidak dikonfirmasi lebih lanjut apakah frasa-frasa verbal seperti itu tergolong

konstruksi berklausa tunggal atau konstruksi berklausa kompleks.

Pembahasan kalimat kompleks dan simpleks Lapoliwa (1990a: 49--53)

terkait dengan KVB dalam bahasa Indonesia. Kalimat kompleks selalu terdiri atas

satu klausa utama dan satu klausa subordinatif, sedangkan kalimat simpleks (juga

disebut kalimat tunggal) hanya terdiri atas satu klausa. Kalimat dan klausa pada

dasarnya mempunyai struktur yang sama, yaitu struktur predikasi. Unsur utama

dalam struktur adalah predikat. Kategori kata yang terutama dapat menjadi

predikat dalam bahasa Indonesia (dan pada kebanyakan bahasa di dunia) adalah

verba.

Kenyataan bahwa banyak kata dalam bahasa Indonesia yang dapat

menduduki lebih dari satu fungsi sintaktik sering menimbulkan masalah dalam

telaah tata bahasa. Terkait dengan hal ini konstruksi yang merupakan deretan dua

verba lebih mudah menentukan sebagai kalimat kompleks karena dapat

dipisahkan seperti tampak pada contoh berikut.

(86) a. Dia

menemuinya tadi.

pergi

datang

berusaha

bermaksud

menolak

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

39

(86) b. Dia

tadi menemuinya.

Konstruksi yang merupakan deretan verba dengan kata modalitas seperti

ingin, mau, dapat, boleh, hendak, akan, telah, dan belum ditetapkan sebagai

kalimat simpleks karena cenderung tidak dapat dipisahkan dari verba yang

mengikutinya.

(87) a. Dia

menemuinya tadi.

(87) b. Dia

tadi menemuinya.

Konstruksi yang merupakan deretan adjektiva dan verba (88a) menimbulkan

tafsiran ganda. Konstruksi (88a) dapat dianalisis sebagai kalimat simpleks

(lambat, cepat, gembira sebagai keterangan) kalau dianggap sebagai derivasi dari

(88b) dengan jalan melesapkan preposisi dengan bersama nomina yang

mengikuinya, kemudian mengedepankan adjektiva itu; dan dapat pula dianalisis

sebagai kalimat kompleks karena lambat, cepat, dan gembira dapat berfungsi

ingin

mau

dapat

boleh

hendak

akan

telah

belum

?ingin

?mau

*dapat

*boleh

*hendak

*akan

*telah

*belum

pergi

datang

berusaha

bermaksud

menolak

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

40

sebagai predikat (88c). Konstruksi (88c) merupakan kalimat dasar yang sama pola

strukturnya dengan kalimat Dia pergi bekerja., Dia berusaha bekerja., yaitu FN -

FV - FV.

(88) a. Dia

bekerja.

(88) b. Dia bekerja dengan

(88) c. Dia

dalam hal bekerja.

Pada tulisan lain Lapoliwa (1990b) lebih mengkhususkan perhatiannya pada

verba berderet dan ia menyebutnya dengan istilah deretan verba. Analisisnya

mengarah pada pembuktian bahwa verba berderet lebih tepat dipandang sebagai

sebuah klausa daripada frasa verba. Dengan bersandar pada teori Chomsky (1965)

Lapoliwa membuktikan bahwa analisis klausa lebih menguntungkan daripada

analisis frasa verba (1990b: 35--39). Meskipun makna interaksi antara verba

berderet tidak diteliti, kajian semantis secara sepintas oleh Lapoliwa sangat

berharga untuk melakukan penelusuran KVB di dalam BMK.

Lapoliwa (1990a; 1990b) memberikan analisis yang cukup komprehensif

terhadap konstruksi verba berderet di dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, ada

sejumlah data yang terkait dengan konstruksi seperti ini yang tampaknya luput

dari pengamatannya.

(89) Tentara Iran akan me-nembak jatuh se-tiap

tentara NAMA akan AKT-tembak (Vtr) jatuh (Vitr) NUM-tiap

pesawat asing yang me-lintas-i daerah udara-nya

pesawat asing KONJ AKT-lintas (Vtr) daerah udara-PAR

lambat

cepat

gembira

cara yang lambat. cara yang cepat.

perasaan gembira.

lambat cepat

gembira

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

41

tanpa izin.

tanpa izin

„Tentara Iran akan menembak jatuh setiap pesawat asing yang melintasi

daerah udaranya tanpa izin.‟

(90) Ke-duta-an Besar di Kuala Lumpur akan

N-duta besar (Adj) PREP NAMA akan

me-ngirim pulang semua TKI ilegal ke

AKT-kirim (Vtr) pulang (Vitr) semua TKI ilegal (Adj) PREP

Indonesia.

NAMA

„Kedutaan Besar di Kuala Lumpur akan mengirim pulang semua TKI

ilegal ke Indonesia.‟

(91) Bapak Sugondo selalu pulang pergi Jakarta-Denpasar

bapak NAMA selalu pulang (Vitr) pergig (Vitr) NAMA

se-tiap akhir bulan untuk meng-urus bisnis-nya

NUM-tiap akhir bulan KONJ AKT-urus (Vtr) bisnis-PAR

di Bali.

PREP NAMA

„Bapak Sugondo selalu pulang pergi Jakarta-Denpasar setiap akhir

bulan untuk mengurus bisnisnya di Bali.‟

Apakah verba berderet menembak jatuh (89), mengirim pulang (90), dan pulang

pergi (91) masih tergolong konstruksi berklausa kompleks? Atau justru konstruksi

semacam itu adalah konstruksi berklausa tunggal?

Di dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Alwi dkk., 1993: 178--180),

pembahasan fungsi-fungsi verba di dalam tataran klausa/kalimat terkait dengan

KVB. Di dalam buku itu disebutkan bahwa verba memiliki fungsi utama sebagai

predikat. Walaupun demikian, verba dapat pula menduduki fungsi lain seperti

subjek (92)--(93), objek (94)--(95), pelengkap (96)--(97), atau keterangan (98)--

(99).

(92) Ber-senam se-tiap pagi mem-buat orang

AKT-senam (Vitr) NUM-tiap pagi AKT-buat (Vtr) orang

itu terus sehat.

PRON terus (Vtr) sehat (Adj) „Bersenam setiap pagi membuat orang itu terus sehat.‟

(93) Makan sayur-sayur-an dengan ter-atur dapat

makan (Vitr) sayur-sayur-N PREP PAS-atur dapat

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

42

me-ningkat-kan ke-sehat-an.

AKT-tingkat (Vtr) N-sehat

„Makan sayur-sayuran dengnan teratur dapat meningkatkan kesehatan.‟

(94) Dia men-coba tidur tanpa bantal.

3T AKT-coba (Vtr) tidur (Vitr) tanpa bantal

„Dia mencoba tidur tanpa bantal.‟

(95) Mereka me-nekun-i mem-baca Quran.

3J AKT-tekun (Vtr) AKT-baca (Vtr) NAMA

„Mereka menekuni membaca Quran.‟

(96) Mertua-nya tidak me-rasa ber-salah.

mertua-PAR tidak AKT-rasa (Vtr) AKT-salah (Vitr)

„Mertuanya tidak merasa bersalah.‟

(97) Dia sudah ber-henti me-rokok.

3T sudah AKT-henti (Vitr) AKT-rokok (Vitr)

„Dia sudah berhenti merokok.‟

(98) Ibu sudah pergi ber-belanja.

ibu sudah pergi (Vitr) AKT-belanja (Vitr)

„Ibu sudah pergi berbelanja.‟

(99) Paman datang ber-kunjung minggu yang lalu.

paman datang (Vitr) AKT-kunjung (Vitr) minggu KONJ lalu

„Paman datang berkunjung minggu yang lalu.‟

Pembahasan fungsi-fungsi verba di dalam klausa/kalimat belum juga memberi

pemecahan apakah verba di dalam fungsi-fumgsi itu diperlakukan sebagai frasa

atau klausa. KVB pada data (94)--(99) tergolong konstruksi monoklausal atau

biklausal?

Dol (1996) dan Menick (1996) menginspirasi penggunaan istilah KVB di

dalam disertasi ini. Dol (1996: 21) menggunakan istilah sequences of verbs untuk

kajian bahasa Maybrat di Papua, sementara Menick (1996: 41) menggunakan

istilah verbs sequences untuk kajian bahasa Moi di Papua. Kedua terminologi ini

digunakan untuk analisis konstruksi yang berupa serial dan konstruksi yang bukan

serial. Di dalam bahasa Indonesia ada beberapa frasa yang mendekati makna

kedua terminologi ini, yakni „verba berurutan, verba berderet, verba

berdampingan, atau verba beruntun‟. Istilah KVB yang ditetapkan di dalam

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

43

disertasi ini mengacu pada pengertian yang kurang lebih sama dengan kedua

terminologi yang dikemukakan di atas.

Lebih lanjut, Dol (1996: 21), dengan parameter semantis, intonasi,

morfologis, dan sintakstis, membedakan KVB dalam bahasa Maybrat menjadi

dua: konstruksi verba serial (serial verb constructions) dan konstruksi klausa

berantai (clause-chaining constructions). Sementara itu, dengan tes sintaktis

Menick (1996: 41) mengkualifikasikan KVB dalam bahasa Moi atas konstruksi

verba serial (serial verb constructions) dan konstruksi koordinatif (coordinate

constructions). Kedua penulis ini lebih terfokus membahas eksistensi KVS di

dalam kedua bahasa itu, sementara konstruksi yang bukan serial tidak mendapat

pendalaman lebih lanjut.

Kajian terhadap KVS (serial verbs construction/SVC) pada mulanya

dilakukan terhadap bahasa yang memiliki karakteristik bahasa isolatif. Istilah

KVS digunakan oleh Durie (1997), Kroeger (2004), dan Aikhenvald (2004) dalam

penelitian mereka terhadap berbagai bahasa, khususnya anggota rumpun bahasa

Austronesia. Berdasarkan data lintas bahasa, Aikhenvald (2004) mengemukakan

empat ciri umum KVS: (1) KVS dibentuk dari sederetan verba yang tidak

dihubungkan dengan pemarkah konjungsi atau linker; (2) setiap verba pembentuk

KVS dapat berdiri sendiri dalam konstruksi bukan serial; (3) KVS membentuk

predikat tunggal dari klausa tunggal; dan (4) KVS berbagi minimal satu argumen

(subjek).

Kajian Williams dan van Klinken (1999) yang bertajuk “Boundaries of

Serialisation: Nonserialised Verb Sequences in Tetun Dili” menyimpulkan bahwa

KVS bahasa Tetun Dili memiliki ciri konstruksi sebagai berikut: (1) merupakan

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

44

dua kata kerja dalam satu predikat; (2) tidak ada penanda koordinasi atau

subordinasi (baik leksikal, morfologi, maupun fonologi); (3) menggunakan satu

tense, aspect, mood, dan illocutionary force; (4) kata kerja tidak bisa diubah ke

dalam bentuk negatif secara independen; dan (5) kata kerja berbagi argumen

kompleks.

Bowden (2001) dalam kajiannya yang bertajuk “Verb Serealisation in

Taba” --berdasarkan karakteristik KVS yang diajukan Durie (1997)--

mengemukakan bahwa KVS bahasa Taba memiliki sejumlah karakteristik: (1)

menjelaskan kejadian tunggal; (2) berbagi kala, aspek, modalitas, dan polaritas

yang sama; (3) berbagi satu argumen; (4) tidak memiliki komplementasi; (5)

memiliki satu intonasi yang sama dengan klausa tunggal; dan (6) hanya memiliki

satu subjek atau eksternal argumnen. Berdasarkan kajian semantis, KVS bahasa

Taba dikelompokkan atas tipe (1) motion serialisation, (2) cause-effect

serialisation, (3) causative serialisation, (4) instrumental serialisation, (5) modal

serialisation, (6) aspectual serialisation, dan (7) manner serialisation.

Dalam perkembangan berikutnya, Baird (2008) dan Mead dkk. (2008)

dalam penelitian mereka terhadap bahasa-bahasa nusantara, yakni bahasa Keo dan

bahasa Tolaki, menggunakan istilah KVS untuk menyebut kalimat dengan

predikat yang dibentuk oleh dua verba yang muncul berdampingan.

Staden dan Reesink (Senft ed., 2008) dengan kajian yang berjudul "Serial

Verb Construction in a Linguistic Area" menginvestigasi fenomena KVS dalam

beberapa bahasa Papua dan Austronesia bagian timur. Studi ini melihat KVS

dalam konteks hubungan kekerabatan dan wilayah di antara bahasa-bahasa itu.

Bahasa-bahasa yang dijadikan sampel dalam studi ini adalah bahasa Hatam,

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

45

Inanwatan, Maybrat, Moi, Mpur, dan Tidore untuk bahasa-bahasa Papua dan

bahasa Buru, Kambera, Leti, Taba, Tetun, dan Melayu untuk bahasa-bahasa

Austronesia. Dengan bahasa-bahasa sampel ini mereka tertarik mengkaji jenis

kendala morfologis yang dimiliki oleh verba-verba berdampingan sebagai

anggotanya, jenis hubungan semantis yang digunakan (apakah bersifat wajib atau

opsional), dan apakah sifat-sifat kebahasaan ini dapat dihubungkan dengan

pengelompokan bahasa secara kekerabatan atau wilayah.

Semua bentuk/konstruksi tempat dua atau lebih verba yang terjadi pada

sebuah klausa tunggal dan tidaksatu pun dari verba-verba tersebut secara jelas dan

formal merupakan bawahan dari yang lainnya meruapakan kriteria KVS yang

ditetapkan Staden dan Reesink. Berdasarkan kriteria ini mereka mengelompokkan

empat tipe KVS untuk wilayah Nusantara Timur: (1) KVS independen

(independent serialisation), yakni KVS yang seluruh verba di dalam

konstruksinya memiliki infleksi secara morfologis seperti yang dimiliki verba

tunggal dalam klausa sederhana yang dapat berupa penyesuaian subjek, tense,

aspek, dan mood; (2) KVS dependen (dependent serialisation), yakni KVS yang

hanya salah satu verba dari verba-verba yang muncul dalam bentuk infleksi,

sementara bentuk-bentuk yang lain tanpa afiksasi apa pun; (3) KVS kodependen

(co-dependent serialisation), yakni KVS yang memiliki ciri argumen bersama dan

bagian konstruksi saling tergantung, objek klausa pertama juga merupakan subjek

dari klausa kedua, dan tipe ini sering disebut tipe kausatif atau resultatif; (4) KVS

kompleks (complex verb serialisation), yakni KVS yang dua atau lebih verba

dalam konstruksi memiliki satu set afiks: prefiks diletakkan pada verba pertama

dan sufiks pada verba terakhir dalam konstruksi.

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

46

Dipandang dari pengemasan konsep peristiwa, Staden and Reesink

mengemukakan bahwa KVS dibedakan atas KVS komponen dan KVS naratif.

Pembedaan ini didasarkan atas unit-unit yang membentuk peristiwa makro

(macro-event) dari unit yang lebih kecil yang disebut subperistiwa (sub-event) dan

membentuk peristiwa makro yang lebih luas dan kompleks. Perpaduan dua

subperistiwa menjadi peristiwa makro melalui KVS disebut KVS komponen dan

perpaduan dari dua atau lebih peristiwa makro menjadi peristiwa makro yang

lebih luas dan kompleks disebut KVS naratif. Dari sudut pandang semantik,

Staden and Reesink merumuskan bahwa makna KVS meliputi makna gerak

(motion), arah (direction), perubahan keadaan (state change), komitatif dan

instrumen (comitative and instrument), kecaraan (manner), serta aspek dan modus

(aspect and mood).

Berdasarkan bahasa sampel yang dikaji, Staden and Reesink menyimpulkan

bahwa KVS secara keseluruhan lebih mencirikan bahasa-bahasa Papua daripada

bahasa-bahasa Austronesia, baik dalam jumlah kebervariasian tipe maupun jumlah

hubungan semantik yang diungkapkan KVS tersebut. Dilihat dari pengemasan

konsep peristiwa, KVS komponen lebih sering ditemukan dalam bahasa-bahasa

Papua Nusantara Timur dan bahasa-bahasa Austronesia; KVS naratif merupakan

tipikal bahasa Papua.

Terminologi KVB di dalam tradisi linguistik Indonesia adalah istilah yang

mengandung konsep operasional. Pradnyayanti (2010) menggunakan istilah KVB

dalam kajian bahasa Sasak yang sesungguhnya berpadanan dengan istilah KVS.

Tidak ada penjelasan mengapa Pradnyayanti lebih memilih istilah KVB, bukan

KVS. Mas Indrawati (2012: 24--25) menyamakan istilah KVB dengan konstruksi

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

47

predikat kompleks (KPK). Mas Indrawati memilih istilah KVB karena istilah

KVS lebih tepat digunakan untuk KVB di dalam kajian bahasa yang memiliki

karakteristik sebagai bahasa isolatif. Subiyanto (2010) dengan tegas mengatakan

bahwa KVB dapat berupa KVS dan KPK. Subiyanto (2013: 36--38) tidak lagi

menggunakan istilah KVB untuk hal yang hampir sama, tetapi menggunakan

istilah predikat kompleks dalam arti luas. Dalam pengertian ini, predikat kompleks

mengacu pada predikat yang terdiri atas lebih dari satu subpredikat yang

hubungan antarsubpredikatnya dapat berupa struktur komplementasi dan dapat

pula berupa struktur serialisasi verba.

Berdasarkan pemaparan beberapa pustaka yang relevan dengan kajian KVB

dalam disertasi ini, ada beberapa penegasan yang perlu dikemukan. Pertama, ada

kesamaan konsep KVB dalam disertasi ini dengan terminologi sequences of verbs

(Dol, 1996) dan verbs sequences (Menick 1996). Kedua, kajian KVS terhadap

berbagai bahasa dimanfaatkan secara maksimal untuk mengidentifikasi

karakteristik serialisasi di dalam BMK. Ketiga, penggunanan terminologi KVB di

dalam disertasi ini tidak hanya mengacu pada konstruksi monoklausal seperti

kajian sebelumnya, tetapi juga mengacu pada konstruksi biklausal (tanpa

konjungtor).

2.2 Konsep

Untuk menyamakan persepsi, bagian ini mengemukakan beberapa konsep

utama yang terkait dengan kajian ini. Pemaparan ini diharapkan dapat

memberikan informasi teoretis dan konseptual sehubungan dengan beberapa

istilah teknis yang digunakan di dalam kajian ini. Istilah-istilah teknis yang

dimaksud adalah bahasa Melayu klasik (2.2.1), verba (2.2.2), klausa (2.2.3),

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

48

konstruksi verba beruntun (2.2.4), konstruksi predikat kompleks dan konstruksi

verba serial (2.2.5), dan konstruksi klausa kompleks (2.2.6).

2.2.1 Bahasa Melayu Klasik

Istilah bahasa Melayu klasik (classical Malay) sudah sangat populer dipakai

di kalangan peneliti bahasa dan kesusastraan Melayu seperti yang dilakukan oleh

Mahdi (2005: 182) dan Cumming (1995: 51). Istilah ini dikontraskan dengan

istilah BM kuna (old Malay) dan BM modern (modern Malay).

BMK adalah BM yang banyak dipengaruhi bahasa Arab melalui agama

Islam. Berbeda dengan BM kuna yang banyak dipengaruhi bahasa Sanskerta

melalui agama Hindu dan BM modern yang banyak dipengaruhi bahasa-bahasa

Eropa melalui penjajahan dan peradaban global seperti bahasa Belanda dan

bahasa Inggris.

Dari sudut periodisasi dan penggunaan, BMK adalah BM yang mengalami

puncak perkembangan pada abad XV--XVII yang banyak digunakan dalam

berbagai manuskrip. Periodisasi BMK ini berbeda dengan periodisasi lain yang

mengatakan bahwa BMK berkembang abad XVII--XIX (Cumming, 1995: 51).

Penetapan abad XV--XVII sebagai puncak perkembangan BMK karena tahun

1511 adalah masa runtuhnya kerajaan Malaka (Collins, 2005) sehingga dengan

sendirinya beberapa karya ber-BM beberapa abad sebelum kejatuhan itu tidak

tersisa. Sejak keruntuhannya itu BM mulai membangun peradabannya lagi yang

mencapai puncaknya pada abad XVII. Mulai abad XVIII persentuhan BM dengan

bahasa-bahasa Eropa sudah mulai intensif terjadi sehingga nilai keklasikan BM

pada masa itu sudah mulai memudar.

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

49

2.2.2 Verba

Secara tradisional verba dibatasi sebagai kategori gramatikal yang

menyatakan tindakan. Batasan ini dianggap kurang tepat karena tidak semua verba

menyatakan tindakan, seperti verba seem „tampak, kelihatan‟ dalam bahasa

Inggris (periksa Frawley, 1992: 140).

Dalam tulisan ini konsep verba mengacu pada Givon (1984:51--52) yang

menyatakan bahwa verba mengungkapkan peristiwa, dan sebagai peristiwa verba

mengimplikasikan suatu perubahan yang terjadi dalam waktu. Dengan demikian,

ada keterkaitan antara peristiwa dengan perubahan dan temporalitas. Givon

mengelompokkan verba atas verba keadaan, verba proses, dan verba tindakan.

Perbedaan ketiga jenis verba ini terletak pada kestabilan waktunya. Verba keadaan

memiliki kestabilan waktu sangat tinggi dan verba tindakan memiliki kestabilan

waktu paling rendah. Sementara itu, verba proses dikatakan kurang stabil

waktunya, tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan verba tindakan dan lebih

rendah dibandingkan dengan verba keadaan. Lebih lanjut, Givon (1984: 64--73)

mengemukakan tiga karakteristik verba: ciri semantis, ciri morfologis, dan ciri

sintaktis. Pengelompokan verba atas verba keadaan, verba proses, dan verba

tindakan merupakan pengelompokan berdasarkan ciri semantis verba. Ciri

morfologis menunjukkan bahwa verba ditandai oleh penambahan afiks yang

dalam bahasa tertentu menyatakan modalitas, aspek, kala, sangkalan, persesuaian

pronomina, dan penanda kasus. Sementara itu, ciri sintaktis mengungkapkan

bahwa verba secara umum dan dalam kebanyakan bahasa berfungsi sebagai

predikat kalimat.

Tampubolon dkk. (1979) dengan mengacu pada pandangan teori semantik

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

50

Chafe (1970) dan teori tata bahasa kasus (case grammar) Fillmore (1971) sudah

mengklasifikasikan tipe-tipe semantik kata kerja bahasa Indonesia kontemporer

atas kata kerja keadaan, kata kerja proses, dan kata kerja aksi (tindakan). Lebih

lanjut, Tampubolon dkk. (1979: 8) menyatakan bahwa dalam struktur luar kata

kerja dan kata sifat memiliki kesamaan karakteristik dalam banyak hal. Oleh

karena itu, kata sifat dapat dikelompokkan ke dalam verba. Untuk selanjutnya,

konsep verba dalam disertasi ini mengacu pada pandangan Tampubolon (1979)

dan Givon (1984).

2.2.3 Klausa

Secara tradisional klausa didefinisikan sebagai struktur predikasi.

Tepatnya, sebuah struktur predikasi minimal mengandung satu predikat dengan

satu subjek, dan secara opsional dapat juga diikuti satu atau lebih komplemen dan

ajung (adjunct) (Radford, 2004: 4; Verhaar, 2001: 162). Untuk mengoposisikan

dengan istilah kalimat, klausa didefinisikan sebagai kalimat tunggal minus

intonasi (Lapoliwa, 1990:19). Batasan ini sejalan dengan pandangan Lapolla dan

Van Valin (1997: 29) yang mendefinisikan klausa sebagai satuan sintaktis yang

terdiri atas inti (core) dan periferal.

Dalam kebanyakan bahasa, predikat klausa biasanya berupa verba. Di

dalam bahasa-bahasa nusantara, predikat dapat juga selain verba seperti nomina,

adjektiva, atau numeralia. Sebagaimana contoh-contoh di bawah ini, semua

kalimat terdiri atas satu klausa. Kalimat (100) terdiri atas predikat verba duduk

dan subjek Radja Iskandar dengan konstituen opsional berupa ajung diatas kursi

emas. Kalimat (101) terdiri atas predikat verba memberi dan subjek Soeltan

Mansoer Sjah dengan konstituen komplemen titah dan komplemen ajung kepada

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

51

Bendahara. Kalimat (102) terdiri atas predikat nomina Raja Kida Hindi dan

subjek namanja. Kalimat (103) terdiri atas predikat adjektiva heranlah dan subjek

hati Radja Iskandar. Kalimat (104) terdiri atas predikat numeralia tiga ratus ribu

dinar emas dan subjek isi kahwinnja.

(100) Radja Iskandar duduk di-atas kursi emas.

raja NAMA duduk (Vitr) PREP-atas kursi emas

„Radja Iskandar duduk di atas kursi emas.‟

(101) Maka Soeltan Mansoer Sjah mem-beri titah kepada

KONJ NAMA AKT-beri (Vtr) titah PREP

Bendahara.

bendahara.

„(Maka) Soeltan Mansoer Sjah memberi titah kepada Bendahara.‟

(102) Nama-nja Raja Kida Hindi.

nama-PAR NAMA

„Namanja Raja Kida Hindi.‟

(103) Heran-lah hati Radja Iskandar.

heran-PAR hati NAMA

„Heranlah hati Radja Iskandar.‟

(104) Isi kahwin-nja tiga ratus ribu dinar emas.

isi kawin-PAR tiga ratus ribu dinar emas.

„Isi kahwinnja tiga ratus ribu dinar emas.‟

Dengan mengikuti perkembangan teori linguistik mutakhir, khususnya teori

tipologi yang berkenaan dengan KVS, kategori verba pengisi predikat tidak selalu

berupa satu verba mandiri, tetapi dapat pula sekurang-kurangnya dua verba. Dua

data berikut merupakan konstruksi monoklausal yang predikatnya diisi oleh dua

verba secara serial.

(105) tun abu sahan duduk ber-seberang-an dengan

tuan NAMA duduk (Vint) AKT-seberang (Vint) PREP

bendahara (SM, 34.9:81)

bendahara

„tuan abu saham duduk berseberangan dengan bendahara‟

(106) maka tun mamat-pun heran me-mandang

KONJ tuan NAMA-PAR heran (Vint) AKT-lihat (Vtr)

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

52

per-hiasan taman itu (SM, 27.12:115)

N-hias taman PRON

„(maka) tuan mamat pun heran melihat hiasan taman itu‟

2.2.4 Konstruksi Verba Beruntun

Istilah konstruksi verba beruntun (KVB) di dalam tradisi linguistik

Indonesia digunakan dengan kandungan isi konsep yang berbeda-beda. Akan

tetapi, pada dasarnya KVB digunakan sebagai bentuk terjemahan dari serial verbs

construction (SVC). Pradnyayanti (2010) menggunakan istilah KVB yang

berpadanan dengan istilah konstruksi verba serial (KVS). Tidak ada penjelasan

mengapa Pradnyayanti lebih memilih istilah KVB, bukan KVS. Mas Indrawati

(2012: 24--25) menyamakan istilah KVB dengan konstruksi predikat kompleks

(KPK). Mas Indrawati lebih memilih istilah KVB daripada istilah KVS karena

istilah KVS lebih tepat digunakan untuk KVB di dalam kajian bahasa yang

memiliki karakteristik sebagai bahasa isolatif. Subiyanto (2010) dengan tegas

mengatakan bahwa KVB dapat berupa KVS dan KPK.

Di dalam disertasi ini istilah KVB digunakan terinspirasi dari tulisan Dol

(1996) dan Menick (1996). Dol (1996: 21) menggunakan istilah sequences of

verbs untuk kajian bahasa Maybrat di Papua, sementara Menick (1996: 41)

menggunakan istilah verbs sequences untuk kajian bahasa Moi di Papua. Kedua

terminologi ini digunakan berkenaan dengan analisis terhadap konstruksi serial

dan konstruksi bukan serial. Di dalam bahasa Indonesia ada beberapa frasa yang

mendekati makna kedua terminologi itu, yakni „verba berurutan, verba berderet,

verba berdampingan, atau verba beruntun‟. Istilah KVB yang ditetapkan di dalam

disertasi ini mengacu pada pengertian yang kurang lebih sama dengan terminologi

yang digunakan kedua terminologi yang dikemukakan Dol (1996) dan Menick

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

53

(1996).

Lebih lanjut, Dol (1996: 21), dengan parameter semantis, intonasi,

morfologis, dan sintakstis, membedakan KVB dalam bahasa Maybrat menjadi

dua: konstruksi verba serial (serial verb constructions) dan konstruksi klausa

berantai (clause-chaining constructions). Sementara itu, dengan tes sintaktis

Menick (1996: 41) mengkualifikasikan KVB dalam bahasa Moi atas konstruksi

verba serial (serial verb constructions) dan konstruksi koordinatif (coordinate

constructions).

Berdasarkan uraian dua paragraf sebelumnya, KVB yang digunakan di

dalam disertasi ini berbeda dengan penulis-penulis sebelumnya yang telah

disebutkan di dalam paragraf pertama. KVB didefinisikan sebagai keberadaan

(minimal) dua verba di dalam satu konstruksi tanpa kehadiran konjungtor sebagai

penghubung dan penanda jeda (tanda koma). Secara sintaktis, KVB dapat berupa

konstruksi verba1+verba2 (V1+V2) tanpa kehadiran konstituen kebahasaan di

antara V1 dan V2 dan konstruksi verba1+X+verba2 (V1+X+V2) dengan kehadiran

konstituen kebahasaan, kecuali konjungtor dan penanda jeda (tanda koma), di

antara V1 dan V2. Lambang X berarti adanya konstituen kebahasaan di antara V1

dan V2

(107) perahu hulubalang pahang pun tiada berani

perahu hulubalang NAMA PAR tidak berani (Vitr)

me-langgar djung itu (SM, 29.13:134)

AKT-tabrak (Vtr) jung PRON

„perahu hulubalang pahang pun tidak berani menabrak jung itu‟

(108) sultan mansur sjah segera me-njuruh membawa

sultan NAMA segera AKT-suruh (Vtr) AKT-bawa (Vtr)

persalin (SM, 16.6:100)

pesalin

„sultan mansur syah segera menyuruh (orang) membawa pesalin‟

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

54

(109) maka terlalu heran ia me-mandang peri,

KONJ sangat heran (Vitr) 3T AKT-lihat (Vtr) peri,

baik paras-nja (SM, 33.1:5)

elok paras-PAR

„(maka) ia sangat heran melihat peri yang elok parasnya‟

(110) orang ber-gelar itu datang ke-dalam (SM, 11.13:88)

orang AKT-gelar (Vitr) PRON datang PREP-dalam

„orang yang bergelar itu datang ke dalam‟

(111) maka semua-nja diam tiada me-njahut (SM, 34.4:28)

KONJ semua-PAR diam (Vitr) tidak AKT-sahut (Vitr)

„(maka) semuanya diam tidak menyahut‟

Data di atas memperlihatkan bahwa KVB di dalam BMK dapat mengikuti pola

V1+V2 seperti data berani melanggar (107) dan menjuruh membawa (108) atau

V1+…+V2) seperti data heran ia memandang (109), bergelar itu datang (110),

dan diam tiada menjahut (111)

2.2.5 Konstruksi Predikat Kompleks dan Konstruksi Verba Serial

Arka dkk. (2007: 187) mengemukakan definisi predikat kompleks atas

definisi luas dan definisi sempit. Secara luas predikat kompleks dapat

didefinisikan sebagai predikat yang terdiri atas lebih dari sebuah (sub)predikat

yang hubungan antarpredikatnya bervariasi, termasuk serialisasi. Secara sempit

predikat kompleks didefinisikan sebagai predikat yang membutuhkan predikat

lain untuk melengkapi struktur argumennya; di dalam predikat kompleks terdapat

dua predikat (PRED1 dan PRED2), yang salah satu di antaranya (PRED2) menjadi

argumen dari predikat yang lain. Dengan kata lain, predikat kompleks merupakan

struktur komplementasi, PRED1 sebagai inti utama (matrix head) dan PRED2

sebagai subordinat terhadap PRED1.

Dengan mengacu pada batasan predikat kompleks secara sempit yang

dikemukakan Arka dkk. (2007: 187), verba pertama di dalam predikat kompleks

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

55

merupakan verba utama (main verb) yang menentukan arti utama (primary

semantics) dan struktur argumen (argument structure); verba kedua sering disebut

verba vektor atau verba eksplikator (vector verb or explicator verb) yang

berfungsi mengekspresikan unsur-unsur gramatikal seperti modalitas, aspek, kala,

dan modus. Sejalan dengan pengertian ini, Kroeger (2004: 255) mengungkapkan

bahwa predikat kompleks secara khas mengandung satu ”verba ringan” (“light

verb”) ditambah paling sedikit satu kata lain. Kalimat (112) adalah contoh KPK

di dalam bahasa Gojri, salah satu bahasa rumpun Indo-Aryan (Bukhari, 2009: 28).

Kosmas (2007: 318) mencontohkan (113) sebagai KPK di dalam bahasa

Indonesia.

(112) kaloo-nє seb chil diyo

Kalo-ERG apple-NOM peel give-PERF

'Kaloo peeled the apple (for someone else)‟

('Kaloo mengupas apel (untuk orang lain)‟)

(113) koruptor telah mem-bawa lari uang rakyat

koruptor telah AKT-bawa (Vtr) lari (Vitr) uang rakyat

ke luar negeri

PREP luar negeri

„koruptor telah membawa lari uang rakyat ke luar negeri‟

Kedua contoh kalimat di atas disebut KPK, yang ditunjukkan oleh rentetan verba

chil diyo (112) dan membawa lari (113). Kedua verba ini menggambarkan satu

kejadian tunggal, tetapi salah satu verba merupakan verba ringan (light verb) yang

membawa makna aspektualitas atau keterangan terhadap verba lainnya. Verba

diyo pada KPK chil diyo (112) merupakan verba ringan (light verb) yang

membawa makna aspektualitas, khususnya beneficiary, sedangkan verba lari pada

KPK membawa lari (113) merupakan verba ringan (light verb) yang membawa

makna keterangan kecaraan.

Istilah konstruksi predikat kompleks (KPK) dan konstruksi verba serial

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

56

(KVS) mengacu pada istilah complex predicate dan serial verbs construction

(SVC) yang dipakai Kroeger (2004: 223--256). Jika dilihat dari sudut jumlah

verba dalam suatu konstruksi, KPK dan KVS memiliki kesamaan karena sama-

sama terbentuk dari dua (V1+V2)/lebih verba. Perbedaan pokoknya terletak pada

hubungan antarverba pembentuk kedua konstruksi itu. Salah satu verba (V1) di

dalam KPK merupakan verba inti dan V2 merupakan verba bawahan (subordinat),

sedangkan kedua verba (V1+V2) di dalam KVS sama-sama merupakan verba inti.

KVS bisa didefinisikan berdasarkan ciri sintaksis, semantis, dan fonologis.

Ciri sintaksis KVS adalah (1) dibentuk oleh serentetan unit verba, (2) rentetan unit

verba biasanya tanpa dihubungkan oleh konjungsi, (3) rentetan unit verba

membentuk satu klausa dengan kebersamaan argumen dan kategori fungsional,

yaitu mempunyai satu subjek atau mempunyai subjek dan objek bersarna, dan (4)

mempunyai kategori gramatikal bersama, seperti penanda kala, aspek, dan negasi.

Secara semantis, KVS biasanya menyatakan suatu kejadian kompleks yang terdiri

atas dua atau lebih (sub)kejadian yang terjadi secara simultan atau berurutan

secara dekat satu sama lainnya. Secara fonologis, rentetan unit verba dalam KVS

membentuk unit intonasi yang sama/tunggal (Durie, 1997; Kroeger, 2004;

Aikhenvald, 2004).

Batasan KVS di atas sejalan dengan pandangan Verhaar (1996: 188) yang

menjelaskan bahwa struktur verba serial adalah struktur predikatif dengan verba

utama yang lebih dari satu (biasanya dua), sedemikian rupa sehingga tidak ada

verba yang tergantung dari yang lainnya. Matthews (1997: 339) menegaskan

bahwa serialisasi verba (verb serialization) merupakan salah satu dari dua atau

lebih verba yang berturutan tanpa dihubungkan dengan partikel, klitik, dan

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

57

penghubung lainnya.

KVS banyak ditemukan di dalam bahasa-bahasa Afrika Barat, Asia Timur

Laut (seperti bahasa China, Thai, dan Khmer), dan beberapa bahasa pijin (pidgin)

dan kreol (creole). Kalimat (114) adalah contoh KVS di dalam bahasa Gojri, salah

satu bahasa rumpun Indo-Aryan (Bukhari, 2009: 28). Cumming (1995: 54--55)

mencontohkan (115) sebagai KVS di dalam BMK.

(114) kaloo-nє seb chillii khayo

Kaloo-ERG apple-NOM peel-PF eat-PF

'Kaloo peeled the apple and ate it'

(„Kaloo mengupas apel dan memakannya‟)

(115) Maka Bat ber-diri me-muji Sang Suparba.

KONJ NAMA AKT-diri (Vitr) AKT-puji (Vtr) ART NAMA

„(Maka) Bat berdiri memuji Sang Suparba.‟

Kedua contoh kalimat di atas disebut KVS, yang ditunjukkan oleh rentetan verba

chillii khayo (114) dan berdiri memuji (115). Kedua verba ini menggambarkan

satu urutan kejadian yang dibentuk dari dua kejadian yang berbeda. Verba-verba

pembentuk KVS di atas masing-masing dapat berdiri sendiri dalam klausa tunggal

dan tidak menunjukkan hubungan ketergantungan satu sama lainnya. Karena

eksistensi data BMK menunjukkan bahwa KVS lebih produktif daripada KPK, di

dalam disertasi ini digunakan istilah KVS yang juga dalam pengertian KPK.

2.2.6 Konstruksi Klausa Kompleks

Istilah konstruksi klausa kompleks (KKK) dapat diparafrasakan menjadi

konstruksi yang berklausa kompleks. Pengertian ini dibatasi sebagai unit bahasa

(konstruksi) yang terdiri atas lebih dari satu klausa, bukan unit tata bahasa yang

secara hierarkis berada di atas klausa.

Istilah KKK adalah istilah teknis yang lazim digunakan dalam Linguistik

Fungsional Sistemik (LFS). Halliday (2005: 262) menjelaskan bahwa (konstruksi)

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

58

klausa kompleks merupakan bagian dari jenis klausa yang dapat dikontraskan

dengan istilah klausa tunggal. Eggins (2004: 255--256) menyebut klausa (tunggal)

sebagai klausa simpleks yang setara dengan kalimat sederhana dalam tata bahasa

formal, sedangkan KKK setara dengan kalimat majemuk dan kalimat kompleks.

Verhaar (2001: 276) menggunakan istilah klausa gabungan untuk KKK dan

klausa mandiri untuk klausa tunggal

Dalam konteks KVB, KKK didefinisikan sebagai keberadaan minimal dua

klausa dalam satu unit konstruksi tanpa pemakaian konjungtor dan penanda jeda

(tanda koma).

(116) maka aku datang baginda masuk (SM, 12.11:105)

KONJ 1T datang (Vint) baginda masuk (Vint)

„(maka) aku datang baginda masuk‟

(117) aku hendak pergi segera meng-hadap (SM, 26.21:192)

1T hendak pergi (Vint) segera AKT-hadap (Vint)

„aku hendak pergi segera menghadap‟

(118) maka ia ber-lengkap hendak meng-hadap

KONJ 3T AKT-siap(Vint) hendak AKT-hadap (Vint)

ke madjapahit (SM, 21.3:18)

PREP NAMA

„(maka) ia bersiap hendak menghadap ke majapahit‟

(119) Maka sultan `abdu'l-djamil me-nitah-kan seri wangsa diradja

KONJ sultan NAMA AKT-titah (Vtr) ART NAMA

meng-hadap ke melaka (SM 29.1:6)

AKT-hadap (Vitr) PREP NAMA

„(maka) sultan `abdu'l-djamil menitahkan sri wangsa diraja menghadap

ke melaka‟

Dari sudut keberuntunan verba, data (116)--(119) tergolong KVB karena

ketiadaan konjungtor dan penanda jeda (tanda koma) dalam satu unit konstruksi.

Dari sudut jumlah klausa, contoh-data itu tergolong KKK karena terdiri atas dua

klausa yang masing-masing perinciannya sebagai berikut.

(116) a. aku datang

b. baginda masuk

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

59

(117) a. aku hendak pergi

b. aku segera menghadap

(118) a. ia berlengkap

b. ia hendak menghadap ke madjapahit

(119) a. sultan `abdu'l-djamil menitahkan seri wangsa diradja

b. seri wangsa diradja menghadap ke melaka

2.3 Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tipologi yang

dikembangkan Van Staden dan Ger Reesink (Senft, Ed., 2008) dan teori tata

bahasa transformasi generatif (selanjutnya disingkat teori transformasi),

khususnya model sintaksis struktur frasa. Teori tipologi pada penelitian ini

diterapkan untuk mendeskripsikan KVB, khususnya KVS BMK dari perspektif

fonologi, sintaksis, dan semantis. Teori transformasi diterapkan untuk

menjelaskan KKK, khususnya KKK BMK tanpa konjungsi.

2.3.1 Teori Tipologi

Semua konstruksi yang memiliki lebih dari dua verba dalam satu klausa dan

tidaksatu pun dari verba-verba itu secara jelas dan formal merupakan bawahan

dari yang lainnya dikelompokkan Van Staden dan Ger Reesink (2008) ke dalam

serial verbs construction/SVC (konstruksi verba serial/KVS). Sejalan dengan

pandangan Durie (1997: 291) dan Senft (2008: 2-12), Kroeger (2004: 229--230)

mengemukakan delapan karakteristik KVS sebagai pembeda konstruksi verba

biasa atau konstruksi lainnya.

(a) Prototipe KVS mengandung dua atau lebih verba yang secara

morfologis bebas (tidak terikat) di dalam klausa yang sama.

(b) Kedua verba tidak dipisahkan oleh konjungsi subordinasi atau

koordinasi.

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

60

(c) KVS memiliki kontur intonasi tunggal, tidak ada jeda di antara dua

verba.

(d) Keseluruhan KVS merujuk pada peristiwa tunggal (kemungkinan dari

peristiwa kompleks).

(e) KVS yang benar hanya dapat mengandung satu spesifikasi untuk kala

(tense), aspek (aspect), modalitas (modality), negasi (negation), dan

sebagainya.

(f) Kedua verba di dalam KVS paling sedikit memerlukan satu argumen.

(g) Wajib tidak berkoreferensi (obligatory non-coreference): KVS tidak

boleh mengandung dua FN yang mengacu pada argumen yang sama.

(h) Prototipe KVS mengandung hanya satu subjek gramatikal.

Kedelapan karakteristik KVS ini dapat dikelompokkan ke dalam karakteristik

sintaktis yang meliputi karakteristik (a), (b), (e), (f), (g), (h); karakteristik

semantis (d); dan karakteristik fonologis (c). Kroeger (2004: 230) dengan

mengadopsi contoh Hyman (1975) mencontohkan KVS dan bukan KVS dalam

bahasa Nupe (bahasa Afrika Barat).

(120) a. Musa la ebi ba nakã.

Musa ambil pisau potong daging

„Musa memotong daging dengan sebilah pisau‟.

b. Musa la ebi t∫i ba nakã.

Musa ambil pisau dan potong daging

„Musa mengambil pisau dan (kemudian) memotong daging itu.‟

Contoh (120a) memenuhi kriteria sebagai KVS: (i) terdapat dua verba

beruntun --la „ambil‟ dan ba „potong‟-- tanpa pemarkah koordinatif atau

subordinatif di antara dua verba itu; (ii) hanya memiliki satu subjek gramatikal,

yakni Musa; (iii) merupakan klausa tunggal yang menggambarkan peristiwa

Page 44: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

61

tunggal; dan(iv) (jika diintonasikan) memiliki kontur intonasi tunggal. Sebaliknya,

contoh (120b) bukan KVS karena (i) terdapat pemarkah koordinatif t∫i „dan‟ di

antara dua verba --la „ambil‟ dan ba „potong‟--; (ii) merupakan konstruksi

biklausal yang menggambarkan dua peristiwa, yakni Musa la ebi „Musa

mengambil pisau‟ dan Musa ba nakã „Musa memotong daging‟ yang

dihubungkan oleh pemarkah koordinatif t∫i „dan‟; dan (iii) (jika diintonasikan)

terdapat jeda di antara intonasi final kalimat.

Secara morfosintaktis, Van Staden dan Ger Reesink mengelompokkan KVS

menjadi empat.

(a) KVS idependen. Semua verba dalam KVS ini memiliki infleksi secara

morfologis seperti yang dimiliki klausa tunggal dalam klausa sederhana

seperti halnya persesuaian subjek, kala, aspek, dan modus. Contoh KVS

independen ditunjukkan di dalam bahasa Tidore berikut ini.

(121) ui nggae ngone fo-tagi fo-oro ino owohe ange

sand 3NH:there 1PL:INC:A-go 1PL:INC:A-fetch this:way 1PL:INC-dry sun

„the sand we go fetch it here (and) dry in the sun‟ (Van staden, 2008:

22)

(b) KVS dependen. Salah satu verba dalam KVS ini diinfleksikan, sedangkan

verba lainnya dalam bentuk tanpa afiks. Sebagai contoh, pada bahasa Taba

(dikutip dari Senft, ed., 2008: 24) prefiks rujuk-silang (cross-referencing

bersifat opsional pada verba kedua jika argumen pertama sama untuk kedua

verba, tanpa perbedaan makna yang jelas.

(122) N=sipang (n=)mul hu

3SG=descend (3SG=) descend CONT

„She is still coming back down.‟

(c) KVS kodependen. KVS ini memiliki ciri berbagi argumen dan bagian

konstruksi saling tergantung. Objek verba/klausa pertama merupakan subjek

Page 45: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

62

verba/klausa kedua. Skema konstruksi ini dapat digambarkan sebagai berikut.

(NP) V NP obj=su V (NP)

Sebagai contoh, perhatikan KVS kodependen bahasa Taba berikut.

(123) N=babas welik n=mot do

3SG=bite pig 3SG=die REAL

„It bit the pig dead.‟ (Senft, ed., 2008: 24)

(d) KVS Kompleks. Di KVS tipe ini dua atau lebih verba memiliki satu set afiks:

prefiks dilekatkan pada verba pertama dan sufiks dilekatkan pada verba

terakhir dalam serial. KVS tipe ini sangat mirip dengan komposisi. Perhatikan

KVS kompleks dalam bahasa Inanwatan yang dikutip dari Van Staden (Senft,

ed., 2008: 27) berikut ini.

(124) Me- de- wo-re

3:SU-go:acrss-come-PAST

Tipe KVS kodependen kontradiktif dengan salah satu karakteristik KVS (h) yang

menyatakan bahwa prototipe KVS mengandung hanya satu subjek gramatikal,

sedangkan KVS kodependen mengandung dua subjek gramatikal. Oleh karena itu,

tipe KVS kodependen tidak diacu di dalam kajian ini.

Ketunggalan peristiwa dan kontur intonasi di dalam KVS dicontohkan

Kroeger (2004: 232) dengan mengutip data bahasa Sranan dari Sebba (1987)

berikut ini.

(125) a. Kofi naki Amba (*,) kiri.

Kofi hit Amba kill

„Kofi struck Amba dead.‟

b. Kofi naki Amba (,) kiri en.

Kofi hit Amba kill 3sg

„Kofi struck Amba and killed her.‟

c. Kofi sutu Amba (,) kiri Kwaku.

Kofi shoot Amba kill Kwaku

Page 46: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

63

„Kofi shot Amba and killed Kwaku.‟

Ketidakhadiran pronomina setelah verba kiri „kill‟ (158a) berimplikasi bahwa

konstruksi ini adalah KVS sejati yang diinterpretasikan sebagai peristiwa tunggal

dan tidak ada jeda (*,) sebelum verba kiri „kill‟ itu. Di dalam konstruksi ini ada

satu kontur intonasi. Kehadiran pronomina koreferensial en „3sg‟ setelah verba

kiri „kill‟ (158b) berimplikasi bahwa konstruksi ini bukan KVS, tetapi tipe khusus

konstruksi koordinatif tanpa kehadiran konjungsi. Konstruksi koordinatif ini harus

diinterpretasikan sebagai konstruksi yang mendeskripsikan dua peristiwa yang

terpisah dan kedua verba --naki „hit‟ dan kiri „kill‟-- di dalam konstruksi itu

dipisahkan oleh jeda (,). Demikian pula halnya dengan konstruksi (158c) yang

bukan KVS juga karena kehadiran pronomina Kwaku „(nama)Kwaku‟ setelah

verba kiri „kill‟. Konstruksi ini adalah konstruksi koordinatif tanpa kehadiran

konjungsi yang harus diinterpretasikan sebagai konstruksi yang mendeskripsikan

dua peristiwa yang terpisah dan kedua verba --sutu „shoot‟ dan kiri „kill‟-- di

dalam konstruksi itu dipisahkan oleh jeda (,).

Hubungan antarverba di dalam KVS berkontribusi terhadap makna klausa.

Kroeger (2004: 227) mengakui bahwa KVS secara semantis lebih kompleks

daripada makna salah satu verbanya. Secara semantis, dengan mengompilasi

pandangan beberapa ahli (lihat Baker, 1971: 79-81; Durie, 1997: 331--338; dan

Kroeger, 2004: 227--229), KVS dapat dibedakan atas beberapa tipe: (i) KVS

sebab-akibat (causee-effect serialization), (ii) KVS kausatif (causative

serialization), (iii) KVS sasaran/benefaktif (goal/benevactive serialization), (iv)

KVS gerak (motion serialization), (v) KVS instrumental (instrumental

serialization), (vi) KVS lokatif (locative serialization), (vii) KVS tujuan (purpose

Page 47: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

64

serialization), (viii) KVS arah (directional serialization), (ix) KVS

kesanggupan/kemampuan (modal/ability serialization), dan (x) KVS tanpa prinsip

ikonis (iconic principles do not apply) yang meliputi KVS kecaraan (manner

serialization), KVS sinonimis (synonymic serialization), dan KVS komitatif

(comitative serialization). Tipe-tipe KVS secara semantis ini akan diaplikasikan

dalam disertasi ini sesuai dengan eksistensi BMK.

2.3.2 Teori Tata Bahasa Transformasi

Teori linguistik yang dimanfaatkan untuk mengkaji KKK dalam penelitian

ini adalah teori tata bahasa transformasi generatif. Teori ini dimanfaatkan untuk

menjelaskan KKK, khususnya KKK tanpa konjungsi, baik dari segi bentuk

maupun dari segi makna.

Perkembangan teori tata bahasa transformasi sejak tahun 1957 hingga 1980-

an cukup pesat. Berdasarkan fase pertumbuhannya, teori tata bahasa transformasi

dapat dikelompokkan menjadi empat: (1) fase Syntactic Structures (1957--1964),

(2) fase Teori Standar (1964--1972), (3) fase Teori Standar yang Diperluas atau

Extended Standard Theory (EST) dan Teori Standar yang Diperluas dengan

Revisi atau Revised Extended Standard Theory (Revised EST) (1970-an), dan (4)

fase Teori Penguasaan dan Ikatan (TPI) atau On Goverment and Binding (GB)

(1980-an) (periksa Dardjowidjojo, 1987: 5 dan Silitonga, 1990: 28--47).

Di dalam Syntactic Structures (1957) Chomsky meletakkan dasar-dasar

teori tata bahasa. Menurut Chomsky, tujuan telaah linguistik adalah menjelaskan

secara sistematis perilaku kalimat-kalimat gramatikal sehingga analisis bahasa

tidak lagi dimulai dengan pengidentifikasian satuan terkecil (fonem) (bersifat

induktif), tetapi mulai dari satuan kalimat (bersifat deduktif) (Lapoliwa, 1990: 13-

Page 48: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

65

-14). Di dalam versi Syntactic Structures kalimat terdiri atas tiga set kaidah dan

aplikasinya dijalankan secara berurutan untuk menghasilkan kalimat dalam suatu

bahasa. Kaidah-kaidah itu adalah kaidah struktur frasa, kaidah transformasi, dan

kaidah fonologi (Awang, 1988: 27)

Di dalam Teori Standar yang dikenal juga dengan versi Aspect, Chomsky

(di dalam buku Aspects of the Theory of Syntax (1965)) mengemukakan bahwa

tata bahasa terdiri atas tiga komponen utama: (1) komponen sintaksis, (2)

komponen semantik, dan (3) komponen fonologi (selanjutnya lihat Adiwoso,

1987: 47--63 dan Lapoliwa, 1990: 14). Komponen sintaksis merupakan

komponen sentral, sedangkan komponen semantik dan komponen fonologi

dianggap sebagai komponen tafsir (interpretive component). Komponen sintaksis

terdiri atas subkomponen dasar (base subcomponent) dan subkomponen

transformasi (transformational subcomponent). Subkompnen dasar terdiri atas

kaidah-kaidah struktur frasa dan leksikon. Subkomponen dasar memberikan

output struktur batin (kalimat) secara lengkap. Struktur batin itu menjadi struktur

lahir setelah mengalami perubahan seperlunya melalui kaidah-kaidah

transformasi. Struktur batin merupakan sumber untuk tafsiran makna kalimat.

Teori Standar yang Diperluas (TSD) merupakan penyempurnaan Teori

Standar sebagai hasil penelitian para linguis dan reaksi para pendukung Semantik

Generatif (SG). Perubahan itu dapat dilihat dalam hal (1) semakin dangkalnya

struktur batin, (2) ikutnya struktur lahir menentukan arti kalimat, dan (3)

mekarnya kaidah-kaidah di leksikon sebagai pengganti kaidah-kaidah

transformasional. Atas dasar perubahan ini tampak jelas bahwa struktur lahir

merupakan masukan bagi kaidah semantik yang interpretatif. Secara singkat dapat

Page 49: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

66

dikatakan bahwa TSD adalah model yang mempunyai seperangkat kategori kata

dan kaidah semantis yang memberikan interpretasi makna berdasarkan masukan

dari struktur batin dan struktur lahir. Selanjutnya, muncul TSD dengan revisi.

Munculnya TSD dengan revisi ini banyak dipengaruhi oleh kehadiran teori jejak

(trace theory) yang mengubah konsepsi tentang struktur lahir. Struktur lahir di

dalam TSD dengan revisi semakin banyak menampung sifat-sifat struktur batin.

Peranan struktur lahir semakin penting sehingga informasi yang terdapat di dalam

struktur inilah yang merupakan masukan satu-satunya untuk kaidah-kaidah

semantis. Akhir dekade 1970-an diusulkan model tata bahasa yang

disederhanakan (dikenal dengan Model T) yang terdiri atas sintaksis, fonologi,

dan semantik.

Di dalam sintaksis termasuk teori X struktur frasa, leksikon, dan kaidah.

Pindahkan X untuk menghubungkan struktur batin dengan struktur lahir. Dalam

fonologi termasuk kaidah pelesapan, filter, dan kaidah-kaidah fonologis. Dalam

semantik terdapat kaidah anafora dan kuantifikasi. Di dalam TSD dengan revisi

ini tampak bahwa kaidah-kaidah tafsir semantik ada dua macam: kaidah-kaidah

tafsir yang bersifat linguistis (tata bahasa) dan kaidah-kaidah tafsir yang bersifat

kognitif. Kaidah tafsir linguistis mengubah struktur lahir kalimat menjadi struktur

bentuk logis (logical form). Struktur bentuk logis bersama kaidah tafsir kognitif

menghasilkan representasi semantik kalimat (Silitonga, 1990: 36 dan Lapoliwa,

1990: 14).

Dalam Teori Penguasaan dan Ikatan (TPI) dipakai juga model T era 1970-

an yang secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut. (Silitonga, 1990:

Sintaksis

Fonologi Semantik

Page 50: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

67

37).

Dalam TPI, Chomsky membedakan sistem kaidah yang berlaku pada

keempat inti tata bahasa (core grammar): leksikon, sintaksis (subkomponen

kategori dan subkomponen transformasi), bentuk fonetik, dan bentuk logikal.

Salah satu aspek penting dalam TPI adalah usaha penyederhanaan kaidah-kaidah

sintaksis dengan hanya mengenal kaidah transformasi pemindahan. Kaidah

“pindahkan alpha” merupakan satu-satunya kaidah yang menghubungkan

struktur-B dengan struktur-L. Kaidah-kaidah khusus seperti kaidah pasif dan

interogatif tidak diperlukan lagi. Bentuk fonetis dan bentuk logikal merupakan

pertemuan antara bahasa dan sistem kognitif lainnya, yang menghasilkan referensi

bunyi dan arti. Dalam perkembangan selanjutnya, karena kerumitan sintaksis yang

merupakan hasil interaksi antara subsistem yang ada, teori subsistem yang

diusulkan adalah Teori Batas Perpindahan (Bounding Theory), Teori Ikatan

(Binding Theory), Teori Penguasaan (Government Theory), Teori Kasus (Case

Theory), Teori Teta (Theta Theory), Teori Kendali (Control Theory), dan Teori X

Berpalang (X-bar Theory) (Silitonga, 1990: 37--38 dan Lapoliwa, 1990: 14--15).

Dengan memperhatikan begitu luasnya perkembangan teori tata bahasa

transformasi, model deskripsi yang digunakan dalam telaah ini adalah model yang

berkembang tahun l970-an. Model ini dikenal juga sebagai sintaksis struktur frasa

(phrase strcuture syntax) yang memiliki banyak persamaan dengan analisis

Dasar

Struktur-B

Struktur-L

Bentuk Fonetis Bentuk Logikal

(BF) (BL)

Page 51: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

68

konstituen langsung (immediate constituent analysis). Secara operasional model

kajian yang diikuti dalam telaah ini seperti yang diterapkan Sariyan (1988) dalam

kajian ”Penerapan Teori Linguistik Transformasi Generatif dalam Analisis Teks:

Suatu Kajian Kesinambungan Bahasa” dan Lapoliwa (1990) dalam kajian Klausa

Pemerlengkapan dalam Bahasa Indonesia.

Beberapa alasan pemilihan teori tata bahasa transformasi seperti dikemukan

pada bagian pengantar subbab ini adalah sebagai berikut. Pertama, tata bahasa

transformasi yang menggunakan kalimat sebagai satuan terbesar dalam analisis

cukup andal untuk telaah KKK tanpa konjungsi dalam BMK, khususnya verba

kompleks sebagai konstruksi klausa kompleks. Kedua, tata bahasa transformasi

mempermasalahkan dari mana asal suatu konstruksi kalimat. Di antara konstruksi

kalimat dipermasalahkan mana sruktur yang asali (kernel) dan mana struktur

ubahan (derived). Suatu konstruksi yang berupa struktur ubahan dipermasalahkan

asal struktur itu dan bagaimana kaidah transformasinya. Ketiga, konsep struktur

batin dan struktur lahir yang menjadi salah satu ciri khas tata bahasa transformasi

mulai dari versi Aspect of the Thepry of Syntax (Aspect) (Chomsky, 1965) sampai

dengan versi On Goverment and Binding (GB) (Chomsky, 1981) memungkin

seorang peneliti bahasa dapat menjelaskan gejala klausa yang secara lahir tidak

lengkap unsur-unsurnya, tetapi dirasakan sebagai klausa. Misalnya, bentuk

ditanamkan orang dibukit Siguntang pada (126a) atau hendak melihat matahari

terbit pada (127a) diidentifikasi sebagai klausa karena memenuhi syarat sebagai

struktur predikasi. Menurut tata bahasa transformasi, bentuk (159a) dan (160a) itu

masing-masing berasal dari kalimat dasar yang representasi struktur batinnya

seperti (126b) dan (127b).

Page 52: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

69

(126) a. Maka seri Teribuana-pun mangkat-lah, ditanamkan

KONJ ART NAMA-PAR mangkat (Vitr)-PAR PAS-makam

orang di-bukit Siguntang (SM, 4.5)

orang PREP-bukit NAMA

„(Maka) sri Teribuana pun mangkat(lah), dimakamkan orang di Bukit

Siguntang.‟

b. [Maka seri Teribuanapuni mangkatlah, [seri Teribuanapuni

ditanamkan orang dibukit Siguntang.]]

(127) a. Baginda ber-djalan hendak me-lihat

baginda AKT-jalan (Vitr) hendak AKT-lihat (Vtr)

matahari terbit. (SM 1.1)

matahari terbit (Vitr)

„Baginda berjalan hendak melihat matahari terbit.‟

b. [Bagindai berdjalan [Bagindai hendak melihat matahari terbit.]]

Bentuk (126a) dan (127a) diperoleh masing-masing dari kalimat dasar (126b) dan

(127b) dengan melesapkan nomina yang sama. Kaidah pelesapan pada (126b)

bersifat opsional, sedangkan pada (127b) bersifat wajib. Keempat, salah satu

kaidah transformasi dari struktur batin ke struktur lahir adalah kaidah pelesapan.

Kaidah pelesapan ini sangat relevan dengan satu bagian analisis kajian ini

sehingga mekanisme pelesapan di dalam KKK BMK dapat dijelaskan dengan

lebih baik.

2.4 Model Penelitian

Gambaran umum mekanisme kerja teoretis dan metodelogis penelitian

disajikan dalam bagan berikut. Hubungan antara korpus data, objek (formal)

penelitian, metodologi peneliatian, kerangka teori acuan, dan temuan divisualkan

dengan model penelitian di bawah ini.

Page 53: BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI, DAN …

70

Teori Tipologi Teori Transformasi

Berbagai Tipe KVS dari

Segi Bentuk dan Makna

Berbagai Tipe KKK dari

Segi Bentuk dan Makna

Konstruksi Verba

Beruntun

Metodologi Penelitian

Deskripsi Konstruksi

Verba Beruntun

Bahasa Melayu Klasik

Temuan

1. KVS:

a. KVS di dalam BMK pada umumnya berupa KVB V1+V2.

b. KVS yang berupa KVB V1+X+V2 adalah konstruksi V1←X→V2 (X adalah

argumen inti subjek gramatikal-bersama bagi V1 dan V2) dan konstruksi

V1←X+V2 (X adalah partikel penegas -lah dan partikel penekanan pula yang

mengacu V1).

2. KKK:

a. KKK di dalam BMK pada umumnya berupa KVB V1+X+V2.

b. KKK yang berupa KVB V1+V2 adalah konstruksi V1+V2 yang ditandai oleh

pemakaian verba menjuruh sebagai V1.