19
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tandean (2015) yang berjudul pengaruh good corporate governance dan ukuran perusahaan terhadap tax avoidance dan menghasilkan kesimpulan bahwa variabel kepemilikan institusional, independensi auditor, komite audit dan ukuran perusahaan secara bersama-sama berpengaruh terhadap tax avoidance. Dalam penelitian sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan menggunakan judgement sampling. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah regresi berganda. Badriyah (2017) melakukan penelitian dengan judul pengaruh profitabilitas, leverage, likuiditas dan ukuran perusahaan terhadap tax avoidance dengan menggunakan regresi linier berganda dan purposive sampling sebagai sampel penelitian ini yang menghasilkan kesimpulan bahawa profitabiltas berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance dengan kontribusi 61,8%, kemudian Leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance dengan kontribusi sebesar 0,9%, kemudian Likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance dengan kontribusi sebesar 2,9% dan Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance dengan kontribusi sebesar 16,1%. Putri (2017) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Leverage, Profitability, Ukuran Perusahaan Dan Proporsi Kepemilikan Institusional Terhadap

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN TINJAUAN TEORITIS 2.1 …eprints.umm.ac.id/38156/3/BAB II.pdf · KAJIAN PUSTAKA DAN TINJAUAN TEORITIS . 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Menurut penelitian

  • Upload
    lythuan

  • View
    240

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tandean (2015) yang berjudul

pengaruh good corporate governance dan ukuran perusahaan terhadap tax

avoidance dan menghasilkan kesimpulan bahwa variabel kepemilikan institusional,

independensi auditor, komite audit dan ukuran perusahaan secara bersama-sama

berpengaruh terhadap tax avoidance. Dalam penelitian sampel yang digunakan

adalah purposive sampling dengan menggunakan judgement sampling. Teknik

analisis data dalam penelitian ini adalah regresi berganda.

Badriyah (2017) melakukan penelitian dengan judul pengaruh profitabilitas,

leverage, likuiditas dan ukuran perusahaan terhadap tax avoidance dengan

menggunakan regresi linier berganda dan purposive sampling sebagai sampel

penelitian ini yang menghasilkan kesimpulan bahawa profitabiltas berpengaruh

signifikan terhadap tax avoidance dengan kontribusi 61,8%, kemudian Leverage

tidak berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance dengan kontribusi sebesar

0,9%, kemudian Likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance

dengan kontribusi sebesar 2,9% dan Ukuran Perusahaan berpengaruh signifikan

terhadap tax avoidance dengan kontribusi sebesar 16,1%.

Putri (2017) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Leverage,

Profitability, Ukuran Perusahaan Dan Proporsi Kepemilikan Institusional Terhadap

10

Tax Avoidnace. Teknik pengambilan sampel menggunakan nonprobability

sampling dengan teknik purposive sampling, dan teknik analisis data menggunakan

teknik multiple linier analysis. Dengan hasil yang menunjukkan bahwa leverage

dan profitability memiliki pengaruh negative dan signifikan terhadap tax

avoidance, sedangkan ukuran perusahaan dan proporsi kepemilikan berpengaruh

positif signifikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Ardyansah (2014) dengan judul Pengaruh

Size, Profitability, Capital Intensity Ratio Dan Komisaris Independen Terhadap

Effective Tax Rate (ETR). Dalam penelitian ini sampel yang digunakan yaitu

purposive smapling dan menggunakan metode analisis regresi linier berganda yang

menunjukkan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa size dan komisaris

independen berpengaruh signifikan terhadap effective tax rate, sedangkan leverage,

profitability dan capital intensity ratio tidak ebrpengaruh signifikan terhadap

effective tax rate.

Penelitian yang dilakukan oleh Cahyono et al., (2016) yang berjudul

Pengaruh komite audit, kepemilikan institusioal, dewan komisaris, ukuran

perusahaan, leverage danprofitabilitas terhadap tindakan penghindaran pajak.

Sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dan teknik

analisis dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda dengan hasil komite

audit dan kepemilikan institusional berpengaruh terhdap tax avoidance sedangkan

dewan komisaris, ukuran perusahaan, leverage dan profitabilitas tidak berpengaruh

terhadap tax avoidance.

11

Penelitian ini merefleksi penelitian dari Tandean (2015), Badriyah (2017),

Amelia et al., (2017), Ardyansah (2014) dan Cahyono et. al., (2016) yang

menjadikan acuan bagi penulis untuk melakukan penelitian ini.

2.2 Teori Dan Kajian Pustaka

2.2.1 Teori Agency

Pada teori agensi kontrak kerja antara pemilik (principal) dengan manajemen

(agent) sangat diperlukan mengingat ketika seorang atau beberapa orang

(principal) menyewa agent untuk melakukan beberapa jasa dan menugaskan

kewenangan berupa pembuatan keputusan kepada agent yang bersangkutan (Putri,

2018)

Teori agensi juga membahas kesepakatan yang dilakukan oleh pemilik modal

dan manajer untuk mengelola sebuah peusahaan dimana manajer harus

bertanggungjawab secara penuh atas keberhasilan perusahaan yang sedang

ditanganinya. Namun apabila manajer gagal dalam melaksanakan tugas dan

tanggung jawabnya maka manajer harus merelakan jabatan dan segala fasilitas yang

diterima untuk menjadi taruhannya. Oleh karena itu beberapa manajer melakukan

segala cara untuk mempertahankan keberhasilan perusahaan yang dikelolanya,

salah satunya dengan manajemen laba yang bersifat negatif untuk melindungi diri

dan dapat merugikan banyak pihak. (Ardyansah, 2014).

Teori agensi muncul karena adanya hubungan kerjasama antara satu orang

atau lebih (principal) dengan manajer (agent) untuk menjalankan atau mengelola

perusahaan yang telah principal amanahkan kepada agent. Dalam hal ini manajer

(agent) yang lebih mengetahui keadaan perusahaan di bandingkan dengan pemilik

12

perusahaan (principal) oleh karena itu manajer wajib melaporkan dan memberikan

informasi kepada pemilik perusahaan mengenai keadaan perusahaan yang

dikelolanya. Namun terkadang manajer tidak melaporkan kondisi perusahaan

sebaimana mestinya. Hal itu menjadi salah satu alasan terjadinya konflik antara

pemilik perusahaan (principal) dengan manajer (agent).

Untuk mengatasi konflik yang terjadi antara pemilik perusahaan (principal)

dan manajer (agent) salah satunya dengan adanya komisaris independen dalam

perusahaan, karena komisaris independen mempunyai tugas untuk mengawasi dan

mengarahkan perusahaan agar berjalan dengan baik (Ardyansah, 2014)..

2.2.2 Pajak

Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh

yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat

prestasi kembali yang langsung ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk

membiayai pengeluaran - pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara

yang menyelenggarakan pemerintahan. (Santoso,1991:2).

Menururt Adriani dalam Zain (2007:11) pajak adalah iuran masyarakat

kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib

membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak

mendapat pretasi kembali yang langsung di tunjuk dan yang gunannya adalah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk

menyelenggarakan pemerintah.

13

Pajak adalah sumber pendapatan negara yang sangat penting selain

pendapatan Sumber Daya Alam dan pendapatan non-pajak lainnya. Hal ini

merupakan hal yang wajar, karena pemerintah saat ini tidak bisa hanya

mengandalkan penerimaan dari Sumber Daya Alam dimana jumlahnya selalu

fluktuatif dan cenderung stagnan dari tahun ke tahun. Hal ini berbanding terbalik

dengan penerimaan negara melalui pajak yang selalu meningkat tiap tahunnya

(Swingly dan Sukartha, 2015)

Dalam sudut pandang ekonomi, pajak merupakan penerimaan negara yang

digunakan untuk mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan.

Pelayanan yang diberikan pemerintah merupakan suatu kepentingan umum untuk

kepuasan bersama sehingga pajak yang menggali dari masyarakat akhirnya kembali

lagi untuk masyarakat. (B Ilyas dkk., 2001:6).

Menurut Suandy (2009) pada umumnya pajak memiliki dua fungsi yaitu

fungsi finansial (badgetair) dan fungsi mengatur (regulerend). Disamping kedua

fungsi tersebut, disebutkan juga pajak memiliki fungsi retribusi pendapatan dan

sebagai alat untuk menanggulangi inflamasi.

a. Fungsi Budgetair

Pajak merupakan tulang punggung penerimaan Negara yang utama untuk

membiayai pengeluaran Negara baik pengeluaran belanja maupun pengeleuaran

pembangunan. Sebagai sumber penerimaan utama, pemerintah berupaya

membenahi berbagai aspek yang dapat mendukung dalam hal memaksimalkan

penerimaan yang bersumber dari pajak.

14

b. Fungsi Regulend

Pajak merupakan alat yang digunakan untuk mengatur masyarakat disegala

bidang ekonomi, social, dan politik untuk mencapai tujuan tertentu.

c. Fungsi Retribusi Pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh Negara akan dikembalikan ke rakyat melalui

pengeluaran guna menjalankan fungsi sebgai Negara, pengeluaran untuk

membiayai pengeluaran yang sifatnya rutin dan pengeluaran pembangunan, yang

dijabarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai

sarana distribusi keuangan negara.

Menurut Halim et. al., (2016: 7) menyebutkan bahwa sistem pengumutan

pajak di bagi menjadi 3 diantaranya:

a. Official Assesment System, yaitu sistem pemungutan yang memberi

wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang

oleh wajib pajak menurut undang-undang perpajakan yang berlaku.

b. Self Assessment System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang

terutang.

c. With Holding System, yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga(bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang

bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

Dalam melakukan pencanaan pajak harus mempertimbangkan beberapa

bentuk dari perencanaan pajak berikut ini:

15

1. Substantive tax planning, yang terdiri atas:

a. Memindahkan objek pajak (transfer of tax subject) ke Negara-negara yang

dikategorikan sebagai tax haven atau Negara yang memberikan perlakukan pajak

khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis penghasilan.

b. Memindahkan objek pajak (itransfer of tax subject) ke Negara-negara yang

dkategorikan sebagai tax haven atau Negara-negara yang memberikan perlakuan

pajak khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis penghasilan.

Memindahkan subjek pajak dan objek pajak (transfer of tax subject and of tax

object) ke Negara-negara yang dikategorikan sebagai tax haven atau Negara-negara

yang memberikan perlakuan pajak khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis

penghasilan.

2. Formal Tax Planning

Melakukan penghindaran pajak dengan cara tetap mempertahankan

substasnsi ekonomi dan suatu transaksi dengan cara memilih berbagai bentuk

formasi jenis transaksi yang membuktikan beban pajak paling rendah.

2.2.4 Tax Avoidance

Menurut Milhanudin (2017) menyebutkan bahwa tax avoidance adalah

penghindaran beban pajak yang dilakukan secara legal karena tidak melanggar dari

ketentuan perpajakan. Dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan yang terdapat

pada undang-undang dan peraturan perpajakan.

Tax Avoidance adalah pengaturan untuk meminimumkan atau

menghilangkan beban pajak dengan mempertimbangkan akibat pajak yang

16

ditimbulkannya. Tax Avoidance bukan merupakan pelanggaran undang – undang

perpajakan atau hal ilegal karena usaha wajib pajak untuk mengurangi,

menghindari, meminimumkan dan meringankan beban pajak dilakukan dengan

cara yang sudah di tentukan oleh Undang – Undang pajak yang berlaku. (Kurniasih

& Sari, 2013).

Menururt Barr, dkk penghindaran pajak (tax avoidance) adalah manipulasi

penghasilan secara legal, yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Anderson

menyebutkan bahwa penghindaran pajak (tax avoidance ) adalah cara mengurangi

pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak. (Zain, 2007:50).

Penghindaran pajak bertujuan untuk meringankan beban pajak dengan cara yang

telah dimungkinkan oleh perundang-undangan pajak dan dengan cara

memanfaatkan kelemahan-kelemahan (loophole ) ketentuan perpajakan suatu

negara sehingga ahli pajak menyatakan legal karena tidak bertentangan dengan

peraturan perpajakan. (Ngadiman dan Puspitasari, 2014.)

Penghindaran pajak ini sengaja dilakukan oleh perusahaan dalam rangka

memeperkecil besarnya tingkat pembayaran pajak yang harus dilakukan oleh

perusahaan dan sebaliknya akan diperoleh penghematan pajak dengan cara

mengatur tindakan yang menghindarkan aplikasi pengenaan pajak melalui

pengendalian fakta-fakta sedemikian rupa sehingga terhindar dari pengenaan pajak

yang lebih besar atau sama sekali tidak kena pajak (Ngadiman dan Puspitasari,

2014).

17

Dalam melakukan penghindaran pajak dapat dilakukan dengan tiga cara:

1. Menahan Diri

Wajib pajak tidak melakukan sesuatu yang bias dikenai pajak., contoh tidak

merokok agar terhindar dari cukai tembakau.

2. Pindah Lokasi

Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya

tinggi ke lokasi yang tarif pajaknya rendah.

3. Penghindaran Pajak Secara Yuridis

Melakukan sesuatu yang tidak terkena pajak, biasanya dilakukan dengan cara

memanfaatkan kekosongan atau ketidakjelasan undang-undang. Hal inilah yang

memberikan dasar potensial penghindaran pajak secara yuridis.

Dalam melakukan penghindran pajak komite urusan fiscal OECD

(Organization For Economic Corporation and Development) menyebutkan ada tiga

karakter tax avoidance, yaitu:

1. Adanya unsur artifisial berbagai peraturan seolah-olah terdapat didalamnya

padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan factor pajak.

2. Skema semacam ini sering dimanfaatkan loopholes undang-undang untuk

menerapkan ketentuan-ketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu

yang sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat undang-undang.

3. Kerahasiaan juga sebagai bentuk skema ini, dimana umumnya para

konsultan alat atau cara untuk melakukan tax avoidance dengan syarat wajib pajak

menjaga serahasia mungkin. (Suandy, 2009:7)

18

2.2.5 Profitabilitas

Menurut Putra dan Putri (2017) menyebutkan bahwa Rasio profiabilitas

menjadi bentuk penilaian terhadap kinerja manajemen dalam mengelola kekayaan

perusahan yang ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan.Dengan tingkat profitabilitas

yang tinggi pada perusahaan memungkinkan bagi perusahaan dalam meningkatkan

daya saing diantara perusahaan lain. Perusahaan dengan profit yang tinggi tentu

akan membuka cabang baru, yang kemudian dapat memperbesar investasi yang

dilakukan perusahaan atau membuka investasi baru terkait dengan perusahaan

induknya. (Agusti, 2014)

Menururt Maharani dan Suardana (2014) Profitabilitas adalah salah satu

pengukuran kinerja perusahaan yang menggambarkan kemampuan suatu

perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu pada tingkat

penjualan, total aset dan modal saham tertentu. Ada tiga rasio yang sering

digunakan untuk mengukur profitabilitas yaitu: profit margin, Return On Asset

(ROA), dan Return On Equity (ROE). (Hanafi dan Halim, 2014:81).

Perusahaan dengan tingkat profitbilitas tinggi akan cenderung melakukan

penghindaran pajak (tax avoidance ), karena pada dasarnya semakin tinggi laba

yang dihasilkan oleh suatu perusahaan maka beban pajak yang dibayar atau

ditanggung juga semakin tinggi. (Cahyani, 2017).

2.2.6 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala yang menentukan besar kecilnya

perusahaan yang dapat dillihat dari nilai equility, nilai penjulaan, jumlah karyawan

dan nilai total aset dan lainnya (Ngadiman dan Puspitasari, 2014). Jadi , ukuran

19

perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aset yang dimiliki perusahaan.

Semakin besar ukuran perusahaan, maka memiliki kecenderungan perusahaan

untuk membutuhkan dana yang juga lebih besar dibanding dengan ukuran

perusahaan yang lebih kecil, hal ini menjadikan perusahaan dengan ukuran yang

besar akan memperoleh pendapatan yang tinggi. (Ardyansah, 2014).

Ukuran perusahaan umunya dibagi menjadi 3 kategori yaitu large firm,

mediumfirm and small firm. Tahap kedewasaan perusahan ditentukan berdasarkan

total aset, semakin besar total aset menunjukan bahwa perusahaan memiliki prospek

baik dalam jangka waktu yang relatif panjang (Sari, 2014).

Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar pula manajemen dan

sumber dana yang dimiliki. Hal ini menjadikan sumber daya yang dimiliki

perusahaan sebgai upaya atau langkah yang dilakukan perusahaan untuk melakukan

tax planning yang baik. Namun tidak selalu perusahaan dapat menggunakan sumber

daya yang dimiliki untuk melakukan tax planning dikarenakan perusahaan bisa

saja menjadi sasaran dari keputusan dan kebijakan pemerintah. (Ardyansah, 2014).

2.2.7 Komisaris Independen

Komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris yang berasal dari

luar manajemen perusahaan dan bukan merupakan pegawai perusahaan tersebut

tetapi berurusan langsung dengan organisasi dalam perusahaan. Perusahaan

mengangkat komisaris independen untuk mengawasi bagaimana organisasi dalam

perusahaan dijalankan dan dapat menjadi penengah antara komisaris dalam dan

pihak pemegang saham apabila terjadi konflik. Komisaris independen dipercaya

20

menjadi penengah diantara kedua belah pihak karena bersikap objektif dan

memiliki risiko yang kecil dalam konflik internal. (Ardyansah, 2014)

Menurut Suyanto (2012) . semakin banyak jumlah komisaris independen

maka pengawasan terhadap agen akan semakin ketat. Karena adanya pengawasan

lebih dari komisaris independen maka diprediksi tingkat pajak efektifnya sesuai

dengan semestinya. Komisaris independen selalu mengawasi agar perusahaan

mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.

Tanggung Jawab Komisaris Independen sesuai dengan pasal 114

1. Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perusahaan.

2. Setiap anggota Komisaris wajib dengan itikad baik,kehati-hatian, dan

bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat

kepada direksi.

3. Setiap anggota Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas

kerugian perusahaan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dlaam

menjalankan tugasnya.

4. Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas dua anggota Komisaris atau lebih,

tanggung jawab Komisaris tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap

anggota Dewan Komisaris. (Prasetya, 2013:36).

Berdasarkan keputusan ketua BAPEPAM nomor Kep-29/PM/2004 peraturan

nomor IX.1.5 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit,

menyatakan bahwa komisaris independen adalah anggota komisaris yang:

1. Berasal dari luar Emiten atau Perusahaan Publik;

21

2. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada

Emiten atau Perusahaan Publik;

3. Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan

Publik, Komisars, Direksi, atau Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan

Publik

4. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang

berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik.

2.2.8 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh

pemerintah, institusi keuangan, insitusi berbadan hukum, institusi luar negeri, dan

dana perwalian serta institusi lainnya. Institusi-institusi tersebut memiliki

wewenang melakukan pengawasan atas kinerja manajemen (Ngadiman dan

Puspitasari, 2014).

Perusahaan memiliki tanggung jawab kepada pemegang saham yang

menjadikan pemilik institusional memiliki intensif untuk memastikan manajemen

perusahaan sudah membuat keputusan yang baik untuk mensejahterakan pemegang

saham. Pada pengungkapan suka rela menunjukkan bahwa perusahaan dengan

kepemilikan institusional lebih besar memungkinkan untuk mengeluarkan,

meramalkan, dan memperkirakan sesuatu lebih spesifik, akurat dan optimis

(Damayanti dan Susanto, 2015).

Adanya kepemilikan institusional di suatu perusahan akan mendorong

meningkatnya pengawasan yang lebih optimal tehadap kinerja manajemen. Pihak

institusional yang menguasai saham lebih besar daripada pemegang saham lainnya

22

dapat melakukan pengawasan terhadap kebijkan manajemen yang lebih besar juga,

sehingga besar kepemilikan institusional maka semakin kuat kendali yang

dilakukan pihak eksternal terhadap perusahaan (Ngadiman dan Puspitasari, 2014).

2.3 Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Kerangka Pemikiran

2.3.2 Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Profitabilitas Tehadap Tax Avoidance

Profitabilitas merupakan ukuran perusahaan untuk memperoleh keuntungan

dari kegiatan yang dilakukan perusahaan (Ardyansah, 2014). Dalam hal ini semakin

besar atau tinggi tingkat profitabilitas suatu perusahaan maka semakin baik pula

kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan.

Menurut Hanafi dan Halim (2012:81) menjelaskan bahwa profitabilitas

merupakan alat ukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan

pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham yang tertentu. Salah satu rasio

X1

X2

Y

X3

X4 Kepemilikan

Institusional

Profitabilitas

Ukuran

Perusahaan Tax Avoidance

Komisaris

Independen

23

profitabilitas adalah return on assets (ROA). ROA memiliki keterkaitan dengan laba

bersih perusahaan dan pengenaan pajak penghasilan untuk perusahaan (Kurniasih

dan Sari, 2013). Semakin tinggi keuntungan suatu perusahaan maka tingkat

profitabilitas perusahaan akan tinggi hal ini akan mempengaruhi jumlah

pembayaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan juga akan lebih besar dibanding

dengan pembayaran pajak yang dilakukan apabila tingkat keuntungan suatu

perusahaan yang rendah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Agusti (2014)

menyebutkan bahwa variabel profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap tax

avoidance. Atas dasar uraian diatas maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:

H1: Profitabilitas Berpengaruh Terhadap Tax Avoidance

2. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Tax Avoidence

Size atau ukuran perusahaan dapat diartikan suatu skala dimana perusahaan

dapat diklasifikasikan besar kecilnya menurut berbagai cara, salah satunya adalah

dengan besar kecilnya aset yang dimiliki. Ukuran perusahaan dapat menentukan

besar kecilnya aset yang dimiliki perusahaan, semakin besar aset yang dimiliki

semakin meningkat juga jumlah produktifitas. Hal itu akan menghasilkan laba yang

semakin meningkat dan mempengaruhi tingkat pembayaran pajak. (Ardyansah,

2014)

Penentuan ukuran perusahaan didasarkan pada total aset (Amelia et al.,

2017). Maka dari itu semakin besar aset yang dimiliki peusahaan maka akan

semakin stabil pula kondisi suatu perusahaan. Dengan ini perusahaan akan

mempunyai peluang yang lebih besar dalam mengahasilkan laba.

24

Ukuran perusahaan dapat menentukan besar kecilnya nilai total aset yang

dimiliki perusahaan dimana semakin besar total aset perusahaan maka akan

meningkat juga jumlah produktifitas perusahaan tersebut. Hal itu akan

menghasilkan laba yang semakin meningkat dan memengaruhi tingkat pembayaran

pajak. (Asri dan Suardana, 2016). Sehingga dengan tingkat pembayaran pajak yang

tinggi maka akan memungkinkan perusahaan untuk melakukan tindakan praktik

tax avoidance.

Ukuran perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan dengan tindakan

pengembalian keputusan perpajakannya, Ukuran perusahaan menunjukkan

kestabilan dan kemampuan perusahaan untuk melakukan aktivitas ekonomisnya.

(Kurniasih dan Sari, 2013). Menurut Ngadiman & Puspitasari (2014) perusahaan

dengan ukuran yang besar memiliki banyak aktivitas atas kegiatan usaha yang

memberikan celah bagi perusahaan untuk melakukan tax avoidance, hal ini berbeda

dengan perusahaan kecil yang memiliki lebih sedikit aktivitas usaha. Menurut

penelitian yang telah dilakukan oleh Badriyah (2017) menyebutkan bahwa variabel

ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Sesuai dengan

penelitian diatas maka penulis tertarik untuk mengambil hipotesis sebagai berikut:

H2 : Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap tax avoidance

3. Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Tax Avoidance

Menurut Utami (2013) komisaris independen merupakan pihak yang tidak

terafiliasi dengan pemegang saham pengendali,anggota direksi dan anggota

komisaris lainnya.

25

Manajemen kerapkali bersifat oportunistik dimana mereka memiliki motif

untuk memaksimalkan laba bersih agar meningkatkan bonus. Laba selama ini

dijadikan indikator utama keberhasilan manajer. Salah satu cara meningkatkan laba

bersih adalah dengan menekan biaya-biaya termasuk pajak. Sehingga dapat

mendorong manajer menjadi agresif terhadap pajak. Diharapkan semakin besar

proporsi komisaris independen dapat meningkatkan pengawasan sehingga dapat

mencegah agresivitas pajak perusahaan yang dilakukan oleh manajemen.

(Supramono, 2012)

Komisaris independen mengawasi dan memberikan pengarahan agar tidak

terjadi asimetri informasi yang sering terjadi antara pemilik perusahaan (principal)

dengan manajer (agent). Dalam hal ini komisaris independen yang menjadi

penengah antara pemilik perusahaan dan manajer jika terjadi konflik yang tidak

diinginkan dengan cara mengambil kebijakan agar tidak melanggar hukum dan

penentuan strategi terkait pajak (Ardyansah, 2014).

Kehadiran dewan komisaris dapat meningkatkan pengawasan terhadap

kinerja direksi dimana semakin banyak jumlah komisaris independen maka

pengawasan dari manajemen akan semakin ketat. Pengawasan yang semakin ketat

akan membuat manajemen bertindak lebih berhati-hati dalam mengambil

keputusan dan transaparan dalam menjalankan perusahaan sehingga dapat

meminimalisasi praktik tax avoidance (Utami, 2013). Menurut penelitian yang

telah dilakukan oleh Ardyansah, (2014) menyebutkan bahwa variabel komisaris

independen berpengaruh signifikan terhadap tax avoidance. Atas dasar penelitian

tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil hipotesis sebagai berikut:

26

H3: Komisaris Independen berpengaruh terhadap tax avioidance.

4. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Tax Avoidance

Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh

institusi pendiri sebuah perusahaan., bukan institusi pemegang saham publik yang

diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusi

(Fadhilah, 2014).

Biasanya institusi menyerahkan tanggung jawab kepada devisi tertentu untuk

mengelola investasi perusahaan. Keberadaan institusi yang memantau secara

profesional perkembangan investasinya menyebabkan tingkat pengendalian

terhadap tindakan manajemen sangat tinggi sehingga potensi dapat ditekan.

Kepemilikan institusional berperan penting dalam mengawasi kinerja

manajemen agar lebih optimal dalam menajalankan perusahaan karena dianggap

mampu memonitor setiap keputusan yang diambil manajer secara efektif (Diantari

dan Ulupi, 2015).

Adanya tanggung jawab perusahaan kepada fidusia, maka pemilik

institusional memiliki insentif untuk memastikan bahwa manajemen perusahaan

membuat keputusan yang akan memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham.

Kepemilikan institusional diukur dengan proporsi saham yang dimiliki institusi

pada akhir tahun yang dinyatakan dalam presentase.(Damayanti dan Susanto, 2015)

Besar kecilnya konsentrasi kepemilikan institusional maka akan

mempengaruhi kebijakan pajak agresif oleh perusahaan, dan semakin kecil

kepemilikan institusional akan meningkatkan kebijakan pajak agresif, tetapi

semakin besar kepemilikan institusional maka akan semakin mengurangi tindakan

27

kebijakan pajak yang agresif. Pemilik institusional memainkan peran penting dalam

memantau, mendisiplinkan dan mempengaruhi manajemen. (Meslythalia dan

Lasmana, 2016). Menerut penelitian yang dilakukan oleh Cahyono, et al., (2016)

menyebutkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap tax

avoidance. Atas dasar penelitian yang sudah dilakukan oleh Cahyono, et al., (2016)

maka penulis tertarik untuk mengambil hipotesis sebagai berikut:

H4: Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap tax avoidance.