Upload
hathien
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Rahmawati sakinah, 2012
Pengaruh Implementasi program percepatan belajar (Akselerasi) terhadap perubahan
sikap dan perilaku sosial siswa di SMP Negeri 1 Subang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Program Percepatan Belajar / Akselerasi
1. Pengertian Program Percepatan Belajar / Akselerasi
Program akselerasi adalah suatu sistem pendidikan yang dikembangkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional dengan mempersingkat atau mempercepat
masa studi.Pada program sekolah dasar yang seharusnya 6 tahun menjadi 5 tahun
dan pada sekolah lanjutan yang seharusnya 3 tahun menjadi 2 tahun. Depdiknas
menyatakan bahwa kemampuan setiap siswa tidaklah sama sehingga para siswa
yang memiliki perkembangan kecerdasan lebih tinggi dari yang lain diberikan
suatu media untuk mendidik mereka secara khusus sesuai dengan potensi yang
dimilikinya (Depdiknas:2004).
Colangelo dalam Hawadi(2006:5-6) mengartikan istilah akselerasi menjadi
dua, yaitu sebagai model pelayanan dan sebagai model kurikulum.
Sebagai model pelayanan, akselerasi diartikan sebagai meloncat kelas,
dan mengikuti pelajaran tertentu pada kelas di atasnya.Sedangkan sebagai
model kurikulum, akselerasi berarti mempercepat bahan ajar dari yang
seharusnya dikuasai oleh siswa saat itu. Dalam hal ini, akselerasi dapat
dilakukan dalam kelas regular, ruang sumber, ataupun kelas khusus dan
bentuk akselerasi yang diambil bisa telescoping dan siswa dapat
menyelesaikan dua tahun atau lebih kegiatan belajarnya menjadi satu
tahun atau dengan cara self-paced studies, yaitu siswa mengatur belajarnya
sendiri.
Berdasarkan pedoman penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik
cerdas istimewa Departemen Pendidikan Nasional (2009), dijelaskan bahwa
21
penyelenggaraan akselerasi sebagai pendidikan khusus bagi peserta didik yang
memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa (selanjutnya disingkat menjadi
pendidikan khusus bagi peserta didik CI/BI) di Indonesia menggunakan landasan
hukum sebagai berikut.
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional:
1) Pasal 3, “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab;
2) Pasal 5 ayat 4, yang menjelaskan bahwa “warga negara yang memiliki
potensi kecerdasan dan kemampuan istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus”;
3) Pasal 32 ayat 1, “pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
b. UU no. 23/2002 tentang Perlindungan Anak pasal 52, “anak yang memiliki
keunggulan diberikan kesempatan dan aksebilitas untuk memperoleh
pendidikan khusus”.
22
c. PP. no 72/1991, tentang Pendidikan Luar Biasa.
d. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
e. Peraturan Mendiknas nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Mendiknas no.23 tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah.
f. Khusus untuk SMP, aturan mengenai akselerasi diatur dalam PP nomor 29
tahun 1990 yang ditindaklanjuti dengan keputusan Mendikbud Nomor
054/U/1993, pasal 16 ayat 1 yang menyebutkan bahwa “siswa yang memiliki
kemampuan istimewa dan kecerdasan luar biasa dapat menyelesaikan program
belajar lebih awal dari waktu yang telah ditentukan, dengan ketentuan telah
mengikuti pendidikan SLTP sekurang-kurangnya dua tahun”.
g. Permendiknas No.34/2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta didik yang
memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
h. Selain itu, pernyataan mengenai program akselerasi juga tertuang dalam
Garis-garis besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1998, yang menyatakan
bahwa sasaran bidang pembangunan lima tahun ketujuh adalah „memberi
perhatian dan pelayanan khusus bagi peserta didik yang mempunyai
kemampuan dan kecerdasan luar biasa, agar dapat dipacu perkembangan
prestasi dan kemampuannya dengan tidak mengabaikan potensi peserta didik
lainnya”.
23
Program akselerasi adalah salah satu perwujudan pendidikan yang
ditunjukkan bagi anak-anak cerdas dan berbakat istimewa. Secara praktis,
akselerasi adalah memberikan materi dan tugas-tugas di kelas yang lebih tinggi
kepada siswa yang berada di kelas yang lebih muda (Delacy, 1996). Misalnya
memberikan tugas-tugas kepada siswa kelas VIII dengan kurikulum yang
biasanya dipakai di kelas IX.
Pengertian akselerasi secara konseptual yang diberikan oleh Pressey dalam
Hawadi(2004: 31) sebagai suatu kemajuan yang diperoleh dalam program
pengajaran, pada waktu yang lebih cepat atau usia yang lebih muda daripada yang
konvensional. Sementara itu, Colangelo dalam Hawadi(2004:5) menyebutkan
bahwa istilah akselerasi mencakup dua model yang menunjuk pada pelayanan
yang diberikan (service delivery) dan kurikulum yang disampaikan (curriculum
delivery).Sebagai model pelayanan, akselerasi termasuk juga mengikuti pelajaran
tertentu pada kelas di atasnya.Kedua, sebagai model kurikulum akselerasi berarti
mempercepat bahan ajar dari yang seharusnya dikuasai oleh siswa saat itu.
2. Tujuan Program Percepatan Belajar / Akselerasi
Secara umum tujuan dari penyelenggaraan program percepatan belajar
menurut Hawadi (2004: 21) adalah:
a. Memberikan pelayanan terhadap peserta didik yang memiliki
karakteristik khusus dari aspek kognitif dan afektifnya;
b. Memenuhi hak asasinya selaku peserta didik sesuai dengan kebutuhan
pendidik dirinya;
c. Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan peserta didik;
d. Menyiapkan peserta didik menjadi pemimpin masa depan.
24
Lebih lanjut secara khusus tujuan dari penyelenggaraan akselerasi ini
menurut Hawadi (2004: 21) adalah:
a. Menghargai peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan
luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih cepat.
b. Memacu kualitas/mutu siswa dalam meningkatkan kecerdasan
spiritual, intelektual dan emosional secara berimbang.
c. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran peserta
didik.
Program akselerasi sangat esensial dalam menyediakan kesempatan
pendidikan yang tepat bagi siswa yang cerdas. Proses belajar yang terjadi di
dalam program akselerasi akan memungkinkan siswa untuk memelihara semangat
dan gairah belajarnya. Program akselerasi membawa siswa pada tantangan yang
berkesinambungan yang akan menyiapkan mereka menghadapi kekakuan
pendidikan selanjutnya dan produktivitas selaku orang dewasa. Melalui program
akselerasi juga diharapkan siswa akan memasuki dunia professional pada usia
yang lebih muda dan memperoleh kesempatan lebih untuk bekerja secara
produktif (Hawadi, 2004: 8).
3. Model Penyelenggaraan Program Percepatan Belajar
Berdasarkan Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Khusus bagi Peserta
Didik Cerdas Istimewa Departemen Pendidikan Nasional (2009), bahwa
penyelenggaraan program percepatan belajar dapat dibagi menjadi tiga, yakni
sebagai berikut:
a. Pelayanan Khusus, yaitu kelas yang memberikan layanan kepada peserta
didik yang memiliki potensi kecerdasan istimewa dalam proses
pembelajaran bergabung dengan peserta didik kelas program reguler.
25
b. Kelas khusus, yaitu kelas yang dibuat untuk kelompok peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan istimewa dalam satuan pendidikan reguler
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
c. Satuan pendidikan khusus, yaitu lembaga pendidikan formal (sekolah)
pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI, SMP/MTs) dan menengah
(SMA/MA, SMK/MAK) yang semua peserta didiknya memiliki potensi
kecerdasan istimewa dan/atau bakat istimewa.
Namun kebijakan pemerintah Tahun Pelajaran 2001/2002 adalah
pendiseminasikan program percepatan belajar yang dititikberatkan pada model
khusus. Akibatnya, pesrta didik yang memenuhi persyaratan untuk masuk kelas
percepatan belajar dikelompokkan dalam satu kelas khusus dengan penambahan
aktivitas pengayaan belajar, seperti studi bahasa asing, studi lapangan,
kompetisiakademis, pelayanan masyarakat, ceramah dengan mengundang expert
di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mengundang tokoh masyarakat
setempat. Hawadi(2004:22)
4. Manfaat dan Kelemahan Program Percepatan Belajar / Akselerasi
Southern dan Jones dalam Hawadi(2004:7) menyebutkan beberapa
manfaat dari dijalankannya program akselerasi bagi anak berbakat, antara lain:
a. Meningkatkan efisiensi
Siswa yang telah siap dengan bahan-bahan pengajaran dan menguasai
kurikulum pada tingkat sebelumnya akan belajar lebih baik dan lebih
efisien.
b. Meningkatkan efektivitas
Siswa yang terkait belajar pada tingkat kelas yang dipersiapkan siswa yang
paling efektif.
c. Penghargaan
Siswa yang telah mampu mencapai tingkat tertentu sepantasnya
memperoleh penghargaan atas prestasi yang dicapainya.
d. Meningkatkan waktu untuk karier
Dengan adanya pengurangan waktu belajar akan meningkatkan
produktivitas siswa, penghasilan dan kehidupan pribadinya pada waktu
yang lain.
26
e. Membuka siswa pada kelompok barunya
Dengan program akselerasi, siswa dimungkinkan untuk bergabung dengan
siswa lain yang memiliki kemampuan intelektual dan akademis yang
sama.
f. Ekonomis
Keuntungan bagi sekolah ialah tidak perlu mengeluarkan banyak biaya
untuk mendidik guru khusus bagi siswa berkemampuan.Dan bagi orangtua
juga tidak perlu mengeluarkan banyak biaya pendidikan untuk anak
mereka.
Selain mempunyai manfaat,menurut Southem dan Jones (Hawadi, 2004:8-
11) program akselerasi mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya:
a. Segi akademik, antara lain:
1) Bahan ajar yang terlalu tinggi, sehingga anak berbakat akademik
menjadi siswa dengan yang sedang-sedang saja diantara kelompoknya
bahkan menjadi siswa akseleran yang gagal.
2) Meskipun memenuhi persayaratan dalam bidang akademis, anak
berbakat akademik kemungkinan imatur secara sosial, fisik dan
emosional dalam tingkatan kelas tertentu.
3) Pengalaman-pengalaman yang sesuai untuk anak seusianya tidak
dialami oleh siswa kelas akseleran karena tidak merupakan bagian dari
kurikulum.
4) Bisa jadi kemampuan siswa akseleran yang terlihat melebihi teman
sebayanya hanya bersifat sementara. Dengan bertambah usianya,
kecepatan prestasi siswa menjadi biasa-biasa saja dan sama dengan
teman sebayanya. Hal ini menyebabkan kebutuhan akselerasi menjadi
tidak perlu lagi dan siswa akseleran lebih baik dilayani dalam
kelompok kelas reguler.
5) Proses akselerasi menyebabkan siswa akseleran terikat pada keputusan
karir lebih dini. Agar siswa dapat berprestasi baik, dibutuhkan
pelatihan yang mahal dan tidak efesien untuk dirinya sebagai pemula.
Bisa jadi kemungkinan buruk yang terjadi adalah karir tersebut tidak
sesuai bagi dirinya.
6) Siswa akseleran mungkin mengembangkan kedewasaan yang luar
biasa tanpa adanya pengalaman yang dimiliki sebelumnya (cepat
dewasa sebelum waktunya).
7) Tuntutan sebagai siswa sebagai besar pada produk akademik
konvergen sehingga siswa akseleran akan kehilangan kesempatan
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan divergen.
b. Segi penyesuaian sosial, diantaranya:
1) Siswa didorong untuk berprestasi sehingga kekurangan waktu
beraktivitas dengan teman sebayanya.
27
2) Siswa akan kehilangan aktivitas sosial yang penting dalam usia
sebenarnya sehingga mengalami hambatan dalam bergaul dengan
teman sebayanya.
c. Berkurangnya kesempatan kegiatan ekstrakulikuler.
d. Penyesuaian emosional, diantaranya:
1) Siswa kelas akseleran akan mengalami burnout di bawah tekanan yang
ada dan kemungkinan menjadi underachiever.
2) Mudah frustasi dengan adanya tekanan dan tuntutan berprestasi.
3) Adanya tekanan untuk berprestasi membuat siswa akseleran
kehilangan kesempatan mengembangkan hobi.
Siskadalam Hawadi(2004: 11) menyebutkan beberapa ciri yang
diatribusikan pada diri siswa akseleran, yaitu bosan, fobia sekolah, dan
kekurangan hubungan dengan teman sebaya.
5. Karakteristik Siswa Akselerasi
Pada umumnya, anak cerdas dan berbakat akademik oleh masyarakat
disebut sebagai anak pandai atau anak unggul.Anak unggul sering disebut sebagai
anak berbakat.Anak berbakat menurut Renzulli dalam Sholeh(1988:11) adalah
anak yang mempunyai kreativitas yang sangat tinggi terhadap tugas, dan
mempunyai kreativitas yang sangat tinggi.Istilah anak berbakat (gifted children)
pertama kali digunakan pada tahun 1869 oleh Francis Galton. Galton merujuk
pada seseorang dengan banyak kemampuan di berbagai bidang yang tidak dimiliki
oranglain. Lewis Terman memperluas pendapat Galton dengan mensyaratkan IQ
yang tinggi.
Individu yang masuk kedalam kategori akselerasi adalah individu yang
memiliki kemampuan tinggi dalam segala hal, atau yang sering kita sebut dengan
anak berkemampuan khusus.Keberkemampuan yang mereka miliki bukankah
sekedar berkemampuan dalam bidang keterampilan saja, tetapi berkemampuan
28
yang dimaksud adalah berkemampuan dari segi intelektual. Coleman dalam
Lismaniar(2005:34) mengungkapkan: “Anak berkemampuan adalah mereka yang
tingkat intelegensinya jauh diatas rata-rata anggotan kelompoknya, yaitu sekitar
IQ 120 keatas”.
Sedangkan Marland dalam Lismainar(2005:34) mengartikan anak
berkemampuan sebagai: “Anak diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai
prestasi yang tinggi karena mempunyai kemampuan-kemampuan yang unggul”.
Berdasarkan kedua definisi inilah, Pemerintah (Dikdasmen, 2004)
membatasi karakteristik siswa program akselerasi pada hal-hal berikut:
“Siswa yang diterima sebagai peserta program akselerasai adalah siswa
yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa sesuai kriteria yang
telah ditetapkan, yakni mempunyai taraf intelegensi atau IQ di atas 140;
mereka yang diidentifikasi oleh psikolog atau guru sebagai peserta didik
yang telah mencapai prestasi yang memuaskan, dan memiliki kemampuan
intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, dan keterkaitan
terhadap tugas yang tergolong baik serta kreativitas yang memadai; dan
yang tak kalah penting adalah adanya persetujuan dari orang tuanya”.
Untuk lebih jelas, berikut ini ciri-ciri siswa berkemampuan cerdas
berbakat di kelas akselerasi menurut Atkinson dalam Lismainar(2005: 36):
a. Keranjingan membaca (cepat menyerap dan terbiasa membaca pada usia
muda).
b. Memahami materi lebih cepat dan lebih banyak.
c. Memiliki perbendaharaan kata yang luas.
d. Memiliki rasa ingin tahu yang kuat.
e. Memiliki minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa.
f. Mempunyai inisiatif yang tinggi dan mampu bekerja sendiri.
g. Menunjukkan keorisinilan dalam ungkapan verbal.
h. Memberi jawaban-jawaban yang baik.
i. Dapat member banyak gagasan.
j. Luwes dalam berpikir.
k. Mempunyai pengamatan yang tajam.
l. Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu yang lama terutama terhadap
tugas atau bidang yang diminatinya.
m. Berfikir kritis, juga terhadap diri sendiri.
29
n. Senang mencoba hal-hal baru.
o. Mempunyai daya abstraksi dan konseptualisasi yang tinggi.
p. Senang pada pengamatan intelektual dan pemecahan masalah.
q. Cepat menangkap hubungan sebab-akibat.
r. Berperilaku terarah pada lingkungan.
s. Memiliki daya imajinasi yang kuat.
t. Banyak kegemaran.
u. Mempunyai daya ingat yang kuat.
v. Tidak cepat puas dengan prestasinya.
w. Sensitif dan banyak berpikir secara intvintif.
x. Senantiasa mengingatkan kebebasan dalam gerakan dan tindakannya.
B. Tinjauan Mengenai Perubahan Sikap Sosial
1. Pengertian Perubahan Sikap
Sikap adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata
dalam kegiatan-kegiatan sosial.Maka sikap sosial adalah kesadaran individu yang
menentukan perbuatan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial.Hal
ini terjadi bukan saja pada orang-orang lain dalam satu masyarakat (Caray, 2010).
Adapun tiap-tiap sikap mempunyai 3 aspek yaitu sebagai berikut:
a. Aspek Kognitif yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran.
Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta
harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu.
b. Aspek Afektif berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan
tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati, dan sebagainya
yang ditujukan kepada objek-ojek tertentu.
c. Aspek Konatif berwujud proses tendensi/kecenderungan untuk berbuatu
sesuatu objek, misalnya kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan
diri dan sebagainya. Di samping sikap sosial yang terdapat sikap
individual, yaitu sikap yang hanya dimiliki oleh perseorangan, misalnya:
Sikap atau kesukaan seseorang terhadap burung-burung tertentu, seperti
perkutut, parkit, merpati, dan sebagainya.
Sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif
yang berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi di sini meliputi:
simbol, káta kata, slogan, orang, lembaga, ide, dan sebagainya. Orang dikatakan
30
memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka (like) atau
memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap
yang negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka (dislike) atau sikapnya
unfavorable terhadap objek psikologi. Harvey dan Smith dalam Caray(2010: 34)
mendefinisikan sikap sebagai kesiapan merespons secara konsisten dalam bentuk
positif atau negatif terhadap objek atau situasi.
Sedangkan Genmgan dalam Caray(2010: 35) mendefinisikan bahwa:
Attitude dapat diterjemahkan dengan kata sikap terhadap objek
tertentu, yang dapat merupakan sikap, pandangan atau sikap perasaan,
tetapi sikap mana disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai
dengan sikap terhadap objek tadi itu.Jadi attitude itu lebih diterjemahkan
sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal.
Dengan demikian, sikap adalah konsep yang membantu untuk memahami
tingkah laku siswa. Sejumlah perbedaan tingkah laku dapat merupakan
pencerminan atau manifestasi dari sikap yang sama dan merupakan aspek psikis
yang dipelajari, maka sikap itu dapat berubah. Perubahan itu sudah barang tentu
tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi dipengaruhi oleh faktor- faktor tertentu. Mc
Guire dalam Yusuf(2002:45) mengemukakan tentang teorinya mengenai
perubahan sikap itu sebagai berikut:
a. Learning Theory Approach (pendekatan teori belajar)
Pendekatan teori ini berarti bahwa sikap itu berubah disebabkan oleh
karena proses belajar atau materi yang dipelajari.
b. Perceptual Theory Approach (pendekatan teori persepsi)
Pendekatan teori ini berarti bahwa sikap itu berubah bila persepsinya
tentang objek itu berubah.
c. Consistency Theory Approach (pendekatan teori konsistensi)
Pendekatan teori ini berarti bahwa setiap orang akan berusaha untuk
memelihara harmoni internal, yaitu keserasian atau keseimbangan
(kenyamanan) dalam dirinya. Apabila keserasiannya terganggu, maka
ia akan menyesuaikan sikap dan perilakunya demi kelestarian
harmoninya itu.
31
d. Functional Theory Approach (pendekatan teori fungsional)
Pendekatan teori ini berarti bahwa sikap seseorang itu akan berubah
atau tidak, amat tergantung kepada hubungan fungsional
(kemanfaatan) objek itu bagi dirinya atau pemenuhan kebutuhan
(need) dirinya.
Sedangkan menurut Ogburn dalam Santoso(2010: 67) menggunakan
istilah perubahan sosial dengan:
“Cultural lag, is to design out in ability to develop new values and
social arrangement which would make it possible to assimilate inventions
and technological change”.(keterbatasan budaya adalah menunjukkan kita
dalam kecakapan mengembangkan nilai-nilai baru dan penyusunan sosial
di mana memungkinkan akan membuat hal itu mencampur penemuan-
penemuan dan perubahan teknologi).
Hasil-hasil perubahan sosial yang sekaligus isi perubahan sosial menurut
Sargent dalam Santoso(2010: 67-68) yakni:
a. Values/nilai
Menjelaskan Valuessebagai berikut: “…thus indicates clesrly thst socially
accepted and observed norms are set up in the coerce of social
interaction. The describles a basic process operating in the formation of
the commonly accepted standard of judgment and behavior which we call
by such name as value…” (… jadi menunjukkan dengan jelas bahwa
norma-norma yang diterima dan diamati secara sosial berada dalam aliran
interaksi sosial. Menjelaskan dasar proses pelaksanaan dalam
pembentukan dari uluran keputusan dan tingkah laku yang diterima pada
umumnya, yang mana menyebut seperti nama sebagai nilai-nilai…).
Misalnya, nilai yang berhubungan dengan penghormatan pada orang yang
lebih tua.
Nilai ini diawali dan diterima secara umum dalam berinteraksi sosial
dengan sesamanya serta diterapkan sebagai keputusan dan tingkah laku
orang tersebut, seperti saat orang itu berjalan di muka orang yang lebih tua
usianya, maka orang itu sedikit membungkukkan badannya.
b. Mores/aturan
Mendefinisikan: “Mores center about our most touchy and vitas social
relationsship. Mores is then silt. They make up the moral standard of a
group and are considered assential to social preservation.”(Mores pusat
hubungan sosial yang paling positif dan pertama.Mores adalah engkau
32
harus.Mereka membuat standar moral kelompok dan dipandang sebagai
inti keadaan sosial).
Misalnya: jujur menyatakan ukuran moral orang/kelompok. Bila orang-
orang telah dapat bertingkah laku dengan jujur maka kelompok itu
menggambarkan keadaan yang lebih baik.
c. Institutional role/Peran kelembagaan
Menjelaskan: “institutional role exist in each culture, for example
expected pattern of behavior for parents and children for minister,
teachers, political, and social leader, doctors and others. Institusional role
is subject to stick sanctions, legal or other wise.(Institusional role ada
dalam tiap kebudayaan seperti pola-pola tingkah laku yang diharapkan
untuk orang-orang tua dan anak-anak sebagai menteri, para guru, politisi,
pemimpin sosial/masyarakat, para dokter, dan lain-lain.Institusional
roleadalah sesuatu pokok yang member sanksi tegas, resmi dan
kebijaksanaan). Misalnya: orang tua mengharapkan anak-anak mereka
menjadi dokter.
d. Social behavior/tingkah laku sosial
Menjelaskan, social behavior is the include two or more person as why
stimulate and response to each other. (Tingkah laku sosial adalah meliputi
dua orang atau lebih sebagaimana mereka mendorong dan mereaksi satu
sama lain). Misal, si ibu menyuruh anak untuk belajar.Tingkah laku itu
(menyuruh) disebut tingkah laku sosial.
Tingkah laku sosial juga dapat didasarkan pada hal-hal yang bersifat
biologis ataupun kondisi sosial.Misalnya, si ibu memberi selimut pada
anaknya yang sedang tidur dalam cuaca dingin (dasar biologis); si ibu
mambantu anak untuk memecahkan masalah anak (dasar kondisi sosial).
Dari teori-teori tersebut di atas, dapat diidentifikasi bahwa pada dasarnya
sikap individu dapat berubah-ubah diakibatkan oleh banyak hal seperti
lingkungan, kebutuhan, serta individu lain. Perubahan tersebut akan terjadi,
tergantung kepada individu tersebut dalam mempersiapkan sesuatu rangsangan
(stimulus). Perubahan sikap tentu tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi
dirangsang oleh rangsangan (stimulus) yang berasal dari lingkungan kebutuhan
serta individu lain.
33
2. Sikap Sosial dan sikap Individual
Manusia tidak dilahirkan dengan sikap pandangan ataupun sikap perasaan
tertentu, tetapi attitude-attitude tersebut dibentuk sepanjang perkembangannya.
Peran attitude dalam kehidupan manusia berperan besar, sebab apabila sudah
dibentuk pada diri manusia, maka attitude-attitudeitu akan turut menentukan
tingkah lakunya terhadap objek-objek attitude-nya. Adanya attitude-
attitudemenyebabkan bahwa manusia akan bertindak secara khas terhadap objek-
objeknya.
Attitude dapat dibedakan ke dalam attitude social danattitude
individual.Attitude sosial pernah dirumuskan sebagai berikut: Suatu attitudesocial
dinyatakan dengan cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap
objek sosial. Attitudesocial menyebabkan terjadinya cara-cara tingkah laku yang
dinyatakan berulang-ulang terhadap suatu objek sosial, dan biasanya
attitudesocial dinyatakan tidak hanya oleh seseorang, tetapi juga oleh orang lain
yang sekelompok atau semasyarakat. Misalnya, penghormatan yang berkali-kali
dinyatakan dengan cara khidmat oleh sekelompok orang terhadap bendera,
menunjukkan adanya attitude kelompok tersebut terhadap benderanya. Perayaan-
perayaan hari nasional seperti 17 Agustus bagi bangsa Indonesia menunjukkan
pula adanya attitude tertentu hari istimewa itu.
Attitudeindividual berbeda dengan attitudesosial, yaitu:
a. Attitudeindividual dimiliki oleh seorang demi seorang saja, misalnya kesukaan
terhadap binatang-binatang tertentu.
34
b. Attitudeindividual berkenaan dengan objek-objek yang bukan merupakan
objek perhatian sosial.
Attitudeindividual terdiri atas kesukaan dan ketidaksukaan pribadi atas
objek, orang, binatang, dan hal-hal tertentu.Lambat-laun seseorang mungkin saja
memperoleh sikap suka atau tidak suka kepada seorang kawan atau pesaing, dan
terhadap peristiwa-peristiwa penting dalam hidup.Attitude-attitudeindividual itu
turut pula dibentuk karena sifat-sifat pribadi diri sendiri.
Hal menjadi anggota yang baik atau anggota yang buruk dari sebuah
kelompok bergantung pula kepada terdapatnya attitude-attitudepositif atau
negative orang tersebut terhadap kelompok yang bersangkutan.Attitudeitu akan
dinyatakannya dalam situasi-situasi ketika berbicara mengenai kelompok tersebut.
Jadi, attitude mempunyai peranan yang penting dalam interaksi manusia. Apa
yang disebut “sosialisasi” dari manusia itu sebagian besar terdiri atas
pembentukan attitude-attitude khas yang dimiliki orang Prancis, termasuk
attitude-attitudeterhadap nilai-nilai dan norma-norma sosial kelompok Prancis.
Attitudesosial menyebabkan terjadinya tingkah laku yang khas dan
berulang-ulang terhadap objek sosial, dan karenanya maka attitudesosial turut
merupakan suatu faktor penggerakan dalam pribadi individu untuk bertingkah
laku secara tertentu sehingga attitudesosial dan attitudepada umumnya itu
mempunyai sifat-sifat dinamis yang sama seperti sifat motif dan motivasi; yaitu
merupakan salah satu penggerak internal di dalam pribadi orang yang
mendorongnya berbuat sesuatu dengan cara tertentu (Gerungan, 2010: 161-163).
35
3. Pembentukan Sikap
Sertain (Yusuf, 2002:44) mengemukakan pendapat bahwa “ada empat
faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap yaitu faktor pengalaman
khusus(specific experience), faktor komunikasi dengan orang lain (communication
with other people), faktor Model, faktor lembaga-lembaga sosial (institusional)”.
Faktor-faktor tersebut diilustrasikan sebagai berikut:
a. Faktor pengalaman khusus (specific experience). Hal ini berarti bahwa
sikap terhadap suatu objek itu terbentuk melalui pengalaman khusus.
Misalnya: para mahasiswa yang mendapatkan perlakuan baik
dosennya, baik pada waktu belajar maupun diluar jam pelajaran, maka
akan terbentuk pada dirinya sikap yang positif terhadap dosen tersebut.
Sebaiknya apabila perlakuan dosen tersebut sering marah-marah,
menghukum, atau kurang simpati dalam penampilannya, maka pada
diri mahasiswa akan terbentuk sikap negatif terhadap dosen tersebut.
b. Faktor komunikasi dengan orang lain (communication with other
people). Banyak sikap terbentuk disebabkan oleh adanya komunikasi
dengan orang lain. Komunikasi itu baik langsung (face to face)
maupun tidaklangsung, yaitu melalui media massa, seperti: TV, radio,
film, koran, dan majalah.
c. Fakor Model. Banyak sikap terbentuk terhadap sesuatu itu dengan
melalui jalan mengimitasi (meniru) suatu tingkah laku yang menjadi
model dirinya, seperti perilaku orang tua, guru, pemimpin, bintang
film, biduan, dan sebagainya. Seorang anak merasa senang membaca
koran karena melihat ayahnya suka membaca koran
d. Faktor lembaga-lembaga sosial (instutusional). Suatu lembaga dapat
juga menjadi sumber yang mempengaruhi terbentuknya sikap, seperti:
lembaga keagamaan, organisasi kemasyarakatan, partai politik, dan
sebagainya.
Dari keempat faktor terbentuknya sikap diatas, dapat diambil penegasan
secara menyeluruh bahwa hubungan pembentukan sikap dengan faktor
pengalaman khusus (specific experience), factor komunikasi dengan orang lain
(communication with other people), faktor Model, faktor lembaga-lembaga sosial
(instutusional) sangat erat dan merupakan elemen penting dalam membentuk
sikap individu.Individu tidak bisa bersikap tanpa adanya aspek-aspek yang
36
membentuk sikap tersebut.Dari faktor-faktor di atas, ada faktor yang tidak dapat
dipisahkan dalam membentuk sikap individu, yaitu faktor lingkungan sebagai
tempat (locus) yang merupakan media munculnya faktor-faktor diatas.
4. Ciri-ciri dan Fungsi Sikap
Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya
dengan perangsang yang relevan, orang-orang atau kejadian-kejadian.Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua
faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap menurut Caray (2010) adalah
sebagai berikut:
a. Sikap itu dipelajari (learnability)
Sikap merupakan hasil belajar ini perlu dibedakan dari motif-motif
psikologi lainnya.Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan tanpa kesadaran
kepada sebagian individu. Barangkali yang terjadi adalah mempelajari sikap
dengan sengaja bila individu mengerti bahwa hal itu akan membawa lebih
baik (untuk dirinya sendiri), membantu tujuan kelompok, atau memperoleh
sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.
b. Memiliki kestabilan (Stability)
Sikap bermula dan dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap, dan
stabil, melalui pengalaman.
c. Personal (Societal significance)
Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga
antara orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain
37
menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini akan sangat berarti bagi
dirinya, ia merasa bebas, dan favorable.
d. Berisi kognisi dan afeksi
Komponen cognisi daripada sikap adalah berisi informasi yang faktual,
misalnya: objek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Sedangkan fungsi dari sikap (tugas) sikap dapat dibagi menjadi empat
golongan, yaitu:
1) Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikandiri.
2) Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku.
3) Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman.
4) Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian
Attitudedapat merupakan suatu sikap pandangan tetapi dalam hal itu masih
berbeda dengan suatu pengetahuan yang dimiliki orang. Pengetahuan mengenai
suatu objek tidak sama dengan attitude terhadap objek itu. Pengetahuan saja
belum menjadi penggerak, sebagaimana pada attitude.Pengetahuan mengenai
suatu objek baru menjadi attitude terhadap objek tersebut apabila pengetahuan itu
disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap
objek.
Attitudemempunyai segi motivasi, berarti segi dinamis menuju ke suatu
tujuan, berusaha mencapai suatu tujuan.Attitudedapat merupakan suatu
pengetahuan, tetapi pengetahuan yang disertai kesediaan dan kecenderungan
bertindak sesuai dengan pengetahuan itu.
38
Attitude juga berbeda dari kebiasaan tingkah laku.Kebiasaan tingkah laku
itu hanya merupakan kelangsungan tingkah laku yang otomatis yang berlangsung
dengan sendirinya dan yang bermaksud untuk melancarkan atau mempermudah
hidup saja.
Sebagaimana telah diterangkan, terdapat perbedaan antaraattitude
individual dan attitude sosial, dan bahwa attitude-attitudesosial itu dimiliki oleh
sekelompok orang.Sedangkan attitude sosial dinyatakan oleh tingkah laku khas
yang berulang-ulang dilakukan terhadap objek sosial. Untuk sekedar lebih jelas
lagi bagaimana rupanya attitude sosial yang dinyatakan oleh tingkah laku
berulang-ulang itu, misalnya suatu kelompok dapat memiliki attitude-
attitudesosial yang dapat dirumuskan sebagai berikut: “Kau harus menghormati
benderamu” atau “kau harus solider terhadap kawan-kawanmu sekelompok di
tengah kesulitan-kesulitan yang dihadapi kelompok”, “Kau harus merealisasikan
norma-norma kelompokmu”, “kau harus bekerja guna kepentingan umum”, dan
seterusnya. Attitudetersebut menyatakan dirinya di dalam tindakan-tindakan
anggotanya (Gerungan, 2010: 164-165).
5. Memahami Attitude
Untuk dapat memahami attitude sosial atau nonsosial, biasanya tidak
mudah seperti juga tidak mudah untuk mengetahui struktur motif orang dalam
segala tingkah lakunya.Untuk dapat memahami attitude-attitudeitu terdapat
beberapa metode yang dapat digolongkan ke dalam metode-metode langsung dan
39
motode-metode tidak langsung, dan terdapat pula metode yang memakai tes
tersusun atau tes tidak tersusun.
Metode langsung adalah metode di mana orang secara langsung diminta
pendapat atau anggapannya mengenai objek tertentu.Metode ini lebih mudah
pelaksanaannya, tetapi hasil-hasilnya kurang dapat dipercaya daripada metode
tidak langsung.
Pada metode tidak langsung, orang diminta agar menyatakan dirinya
mengenai objek attitudeyang diteliti tetapi secara tidak langsung, misalnya dengan
menggunakan tes psikologi (tes proyeksi) yang dapat mendaftarkan sikap-sikap
dan attitude-attitude yang biasanya tidak dinyatakan atau di embunyikan dapat
ditemukan.Cara ini lebih sulit dilaksanakan tetapi lebih mendalam.
Yang dimaksudkan dengan tes tersusun adalah skala attitude (attitude
scale) yang dikonstruksikan terlebih dahulu menurut prinsip-prinsip tertentu
seperti yang dilakukan dengan metode Thurstone, Likert, atau Guttman.
Nyata bahwa attitudeseseorang sesungguhnya tidak mudah diketahui
dengan begitu saja, tetapi terdapat metode-metode tertentu untuk memahaminya
masing-masing dengan kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangannya
(Gerungan, 2010: 165-166).
6. Pengukuran Sikap Secara langsung dan Tidak Langsung
Para ahli Psikologi Sosial telah berusaha untuk mengukur sikap dengan
berbagai cara. Beberapa bentuk pengukuran sudah mulai dikembangkan sejak
diadakannya penelitian sikap yang pertama yaitu pada tahun 1920. Kepada subjek
40
diminta untuk merespons objek sikap dalam berbagai cara (Caray, 2010).
Pengukuran sikap ini dapat dilakukan secara:
a. Langsung (Direct measures of attitudes)
Pada umumnya digunakan tes psikologi yang berupa sejumlah item
yang telah disusun secara hati-hati, seksama, selektif sesuai dengan kriteria
tertentu.Tes psikologi ini kemudian dikembangkan menjadi skala sikap. Dan
skala sikap ini diharapkan mendapat jawaban atas pertanyaan dengan berbagai
cara oleh responden terhadap suatu objek psikologi.
b. Pengukuran sikap secara tidak langsung (Indirect measures ofattitudes)
Teknik pengukuran sikap secara langsung yang telah dibicarakan di
muka bertumpu pada kesadaran subjek akan sikap dan kesiapannya untuk
dikomunikasikan secara lisan (verbal). Dengan teknik demikian, subjek juga
tahu bahwa sikapnya sedang diukur, dan pengetahuan atas ini mungkin akan
mempengaruhi jawabannyaWhittaker (dalam Caray, 2010).
Dalam suatu teknik tidak langsung, seorang peneliti memberikan
gambar-gambar kepada subjek, subjek diminta untuk menceritakan apa-apa
yang ia lihat dari gambar itu subjek kemudian di-score yang memperlihatkan
sikapnya terhadap orang atau situasi di dalam gambar ini. Seperti yang pernah
dilakukán oleh Proshansky (dalam Caray, 2010) yang menyelidiki tentang
sikap terhadap buruh.Di sini pengukuran sikap dilakukan secara tidak
langsung, yaitu kepada subjek dliperlihatkan gambar-gambar dan para pekerja
dalam berbagai konflik situasi.Subjek diminta untuk menceritakan tentang
gambar-gambar itu dalam suatu karangan atau cerita.
41
7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Sikap Sosial
Banyak faktor yang menentukan perubahan sikap.Manusia hidup dalam
dunia di mana semua faktor yang mempengaruhi perubahan sikap sama-sama
aktif, bekerja bersama-sama atau bersilang arah.Hasil akhirnya perubahan sikap
merupakan produk interaksi yang kompleks antara berbagai faktor penentu.Demi
kejelasan pembahasannya, telah memperlakukan faktor-faktor penentu tersebut
sebagai terpisah antara satu dengan lainnya.Tetapi sesungguhnya terdapat
interaksi di antara faktor-faktor tersebut.Orang terekspos pada informasi baru
yang dapat mendukung ataupun bertentangan dengan sikap yang ada; tujuan
mereka mungkin bervariasi dan bertentangan; kelompok-kelompok di mana
individu berafiliasi mungkin menuntut loyalitas yang antagonistik.Perubahan
sikap merupakan hasil akhir dari interaksi yang kompleks antara bermacam-
macam kekuatan ini, yang sering saling bertentangan (Tarsidi, 2008).
C. Tinjauan Mengenai Perubahan Perilaku Sosial
1. Pengertian Perubahan Perilaku
Perilaku mempunyai peranan penting yang menentukan dalam kehidupan
dan pergaulan yang bersifat umum.Seseorang yang mempunyai perilaku buruk
selalu dikucilkan dalam pergaulan, sehingga mempersempit ruang geraknya
sendiri dan selalu dibenci orang, yang berarti dari segi duniawi saja sudah
merugikan dirinya.Sebaliknya, orang yang berperilaku baik dimana-mana mudah
diterima dalam kehidupan masyarakat, disenangi oleh lingkungannya dan mudah
dipercaya oleh setiap orang yang berhubungan dengannya. Oleh karena itu, orang
42
yang berperilaku baik akan mudah mendapatkan rizki dan mudah segala
urusannya karena kehadirannya menentramkan lingkungan. Dalam hal ini,
Kasumajana dalam Koetjaraningrat(1990:6) mengemukakan bahwa:
Perilaku adalah tingkah laku tiap orang ketika sendirian maupun
sedang bergaul dengan sesamanya dalam segala bentuk, pada sembarang
tempat, waktu dan keadaan sehingga hal ini yang menyebabkan setiap
orang mempunyai kepribadian yang berbeda antara manusia yang satu
dengan yang lainnya.
Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Syamsudin (2004:21) bahwa
“perilaku itu pada hakikatnya merupakan interaksi individu dengan
lingkungannya sebagai manifestasi bahwa ia makhluk hidup”.Dari beberapa
pengertian dapat disimpulkan bahwa lingkungan merupakan aspek yang paling
utama dalam membentuk perilaku individu.Baik buruknya perilaku individu, salah
satunya diakibatkan oleh faktor lingkungan. Sebaliknya, baik atau buruknya
lingkungan akan mempengaruhi perilaku individu secara keseluruhan.
Sebagai mahluk sosial, individu senantiasa mengadakan hubungan
interpersonal dengan individu lainnya.Di dalam aktivitas-aktivitasnya,
ditampilkan individu dalam mewujudkan hubungan interpersonalnya yang disebut
perilaku sosial. Yusuf (2002:29) mengemukakan bahwa: “perilaku sosial adalah
suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk berkomunikasi dengan
lingkungannya”.
Senada dengan hal tersebut, Gerungan (2004:12) menyatakan bahwa:
“perilaku sosial merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang untuk
berkomunikasi dengan orang lain (lingkungannya)”. Pendapat lain yang hampir
senada dikemukakan oleh Syamsudin (2004:29) sebagai berikut: “perilaku sosial
43
adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang untuk berkomunikasi sengan
lingkungan sosialnya”.
Dari pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku sosial
adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau individu untuk
berkomunikasi atau melakukan interaksi dan mengadakan hubungan interpersonal
dengan lingkungan sekitar atau masyarakat. Sedangkan perubahan sosial
merupakan cara bagaimana disuatu lingkungan atau masyarakat dapat mengalami
perubahan-perubahan secara berinteraksi bagaimana individu itu sendiri yang
bersosialisasi.
2. Teori-teori Perubahan Perilaku
Adapun teori-teori perubahan perilaku menurut Mahyuliansyah (2009)
yakni sebagai berikut:
a. Teori S-O-R:
1) Perubahan perilaku didasari oleh: Stimulus-Organisme-Respons
2) Perubahan perilaku terjadi dengan cara meningkatkan atau
memperbanyak rangsangan (stimulus).
3) Oleh sebab itu perubahan perilaku terjadi melalui proses pembelajaran
(learning process).
4) Materi pembelajaran adalah stimulus. Proses perubahan perilaku
menurut teori S-O-R.:
a) Adanya stimulus (rangsangan): Diterima atau ditolak
44
b) Apabila diterima (adanya perhatian) mengerti (memahami)
stimulus.
c) Subyek (organisme) mengolah stimulus, dan hasilnya:
Kesediaan untuk bertindak terhadap stimulus (attitude)
Bertindak (berperilaku) apabila ada dukungan fasilitas
(practice).
b. Teori “Dissonance” : Festinger
1) Perilaku seseorang pada saat tertentu karena adanyakeseimbangan
antara sebab atau alasan dan akibat atau keputusan yang diambil
(conssonance).
2) Apabila terjadi stimulus dari luar yang lebih kuat, maka dalam diri
orang tersebut akan terjadi ketidak seimbangan (dissonance).
3) Kalau akhirnya stilmulus tersebut direspons positif (menerimanya dan
melakukannya) maka berarti terjadi perilaku baru (hasil perubahan),
dan akhirnya kembali terjadi keseimbangan lagi (conssonance).
c. Teori fungsi: Katz
1) Perubahan perilaku terjadi karena adanya kebutuhan. Oleh sebab itu
stimulus atau obyek perilaku harus sesuai dengan kebutuhan orang
(subyek).
2) Prinsip teori fungsi:
a) Perilaku merupakan fungsi instrumental (memenuhi kebutuhan
subyek)
45
b) Perilaku merupakan pertahanan diri dalam mengahadapi lingkungan
(bila hujan, panas)
c) Perilaku sebagai penerima obyek dan pemberi arti obyek (respons
terhadap gejala sosial)
d) Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dalam menjawab
situasi.(marah, senang).
d. Teori “Driving forces”: Kurt Lewin
1) Perilaku adalah merupakan keseimbangan antara kekuatan pendorong
(driving forces) dan kekuatan penahan (restraining forces).
2) Perubahan perilaku terjadi apabila ada ketidak seimbangan antara
kedua kekuatan tersebut.
3) Kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan perilaku:
a) Kekuatan pendorong meningkat, kekuatanpenahan tetap.
b) Kekuatan pendorong tetap, kekuatan penahan menurun.
c) Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun
(Mahyuliansyah, 2009).
3. Bentuk-bentuk Perubahan Perilaku
Bentuk-bentuk perubahan perilaku Mahyuliansyah (2009) yakni sebagai
berikut:
a. Perubahan alamiah (natural change): Perubahan perilaku karena terjadi
perubahan alam (lingkungan) secara alamiah.
46
b. Perubahan terencana (planned change): Perubahan perilaku karena
memang direncanakan oleh yang bersangkutan.
c. Kesiapan berubah (Readiness to change): Perubahan perilaku karena
terjadinya proses internal (readiness) pada diri yang bersangkutan, dimana
proses internal ini berbeda pada setiap individu.
4. Strategi Perubahan Perilaku
Strategi Perubahan PerilakuMahyuliansyah (2009) yakni sebagai berikut:
a. Inforcement:
1) Perubahan perilaku dilakukan dengan paksaan, dan atau menggunakan
peraturan atau perundangan.
2) Menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, tetapi untuk sementara
(tidak langgeng).
b. Education:
1) Perubahan perilaku dilakukan melalui proses pembelajaran, mulai dari
pemberian informasi atau penyuluhan-penyuluhan.
2) Menghasilkan perubahan perilaku yang langgeng, tetapi makan waktu
lama.
5. Cara-cara Perubahan Perilaku
Untuk mencapai perubahan perilaku, ada beberapa cara yang bisa
ditempuh, yaitu :
47
a. Dengan Paksaaan.
1) Mengeluarkan instruksi atau peraturan, dan ancaman hukuman kalau
tidak mentaati instruksi atau peraturan tersebut. Misalnya : instruksi
atau peraturan tidak membuang sampah disembarang tempat, dan
ancaman hukuman atau denda jika tidak mentaati.
2) Menakut-nakuti tentang bahaya yang mungkin akan diderita kalau
tidak mengerjakan apa yang dianiurkan.
b. Dengan memberi imbalan.
lmbalan bisa berupa materi seperti uang atau barang, tetapi bisa juga
imbalan yang tidak berupa materi, seperti pujian, dan sebagainya.
c. Dengan membina hubungan baik
Kalau mempunyai hubungan yang baik dengan seseorang atau dengan
masyarakat. Biasanya orang tersebut atau masyarakat akan mengikuti anjuran kita
untuk berbuat sesuatu, karena ingin memelihara hubungan baiknya dengan kita.
d. Dengan menunjukkan contoh-contoh
Salah satu sifat manusia ialah ingin meniru karena itu usahakanlah agar
Puskesmas dengan lingkungannya bersih, para petugas nampak bersih, rapi dan
ramah.Selain itu, para petugas juga berperilaku sehat.misalnya tidak merokok,
tidak meludah disembarang tempat, tidak membuang sampah sembarangan, dan
sebagainya. Dibeberapa tempat disediakan tempat sampah agar orang juga tidak
membuang sampah sembarangan. Dengan contoh seperti ini biasanya orangakan
ikut berbuat yang serupa yaitu berperilaku sehat.
48
e. Dengan memberikan kemudahan
Misalnya kita ingin agar masyarakat memanfaatkan Puskesmas, maka
Puskesmas didekatkan kepada masyarakat, pembayarannya dibuat sedemikian
hingga masyarakat.mampu membayar pelayanannya yang baik dan ramah, tidak
usah menunggu lama dan sebagainya. Semua ini merupakan kemudahan bagi
masyarakat, maka diharapkan masyarakat akan tergerak untuk memanfaatkan
Puskesmas. ltulah sebabnya mengapa Puskesmas berlokasi dekat dengan
masyarakat, ditambah pula dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling.
f. Dengan menanamkan kesadaran dan motivasi
Dalam hal ini individu, kelompok, maupun masyarakat, diberi
pengertian yang benar tentang kesehatan. Kemudian ditunjukkan kepada mereka
baik secara langsung ataupun tidak langsung, yaitu misalnya melalui film, slide,
photo, gambar, atau ceritra, bagaimana bahayanya perilaku yang tidak sehat , dan
apa untungnya kalau berperilaku sehat. Hal ini diharapkan akan bisa
membangkitkan keinginan mereka untuk berperilaku hidup sehat. Selanjutnya
berkali-kalidisampaikan ataupun ditunjukkan kepada mereka bahwa telah makin
banyak orang yang berperilaku sehat tersebut dan sekaligus ditunjukkan atau
disampaikan pula keuntungan-keuntungannya, hingga mereka akan tergerak untuk
berperilaku sehat.Cara ini memang memakan waktu lama untuk bisa dilihat
hasilnya, tetapi sekali berhasil. Maka akan bertahan lebih lama dibandingkan
dengan cara cara lainnya.
49
6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku Sosial
a. Faktor Personal :
1) Faktor Biologis
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan
berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis. Menurut Wilson (dalam
Asriza: 2009), perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah
diprogram secara genetis dalam jiwa manusia.
2) Faktor Sosiopsikologis,yakni mengklasifikasikannya ke dalam tiga
komponen sebagai berikut:
a) Komponen Afektif
Merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis,
didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan
sebelumnya.
b) Komponen Kognitif
Aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui
manusia.
c) Komponen Konatif
Aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan
kemauan bertindak.
b. Faktor Situsional
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku manusia adalah faktor
situasional.Menurut pendekatan ini, perilaku manusia dipengaruhi oleh
lingkungan/situasi. Faktor-faktor situasional ini berupa:
50
1) Faktor ekologis, misal kondisi alam atau iklim.
2) Faktor rancangan dan arsitektural, misal penataan ruang.
3) Faktor temporal, misal keadaan emosi.
4) Suasana perilaku, misal caraberpakaian dan cara berbicara.
5) Teknologi.
6) Faktor sosial, mencakup sistem peran, struktur sosial dan karakteristik
sosial individu.
7) Lingkungan psikososial yaitu persepsi seseorang terhadap
lingkungannya.
8) Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku.
D. Program Percepatan Belajar /Akselerasi Terhadap Perubahan Sikap Dan
Perilaku Sosial Siswa
Akselerasi dalam Kamus Besar Indonesia secara singkat diartikan sebagai
percepatan (Kamus Bahasa Indonesia 2008: 29).Sedangkan Colangelo (dalam
Hawadi, 2004: 5-6) menyebutkan bahwa istilah akselerasi menunjuk pada
pelayanan yang diberikan (service delivery), dan kurikulum yang disampaikan
(curriulum delivery).
Keputusan Mendikbud Nomor 0487/U/1992 untuk Sekolah Dasar, SMP
dan SMA, pasal 15 ayat (2) menyatakan bahwa: Pelayanan pendidikan bagi siswa
yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa dapat melalui jalur
pendidikan sekolah dengan menyelenggarakan program percepatan dengan
51
ketentuan telah mengikuti pendidikan SD sekurang-kurangnya 5 tahun, SMP dan
SMA sekurang-kurangnya 2 tahun (Hartati, 2010).
Dalam hal ini program akselerasi diselenggarakan melalui jalur pendidikan
sekolah.Dalam melaksanakan kegiatannya, sekolah memiliki berbagai
garapan.Oleh karena itu diperlukan keteraturan dalam melaksanakan kegiatannya,
sekolah memiliki berbagai garapan. Oleh karena itu, diperlukan keteraturan dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut sehingga kegiatan itu termasuk ke dalam
bidang garapan sesuai (seperti: Manajemen kurikulum, kesiswaan, personil/
anggota, sarana dan prasarana, keuangan, hubungan sekolah dan masyarakat,
manajemen layanan khusus. Rohiat(2008:21).
Program akselerasi dituntut untuk terus mengembangkan aspek kognitif,
dengan terus menerus belajar dan mengejar nilai agar tidak tertinggal dalam
pelajaran. Pemacu aspek kognitif tersebut akan membuat terabaikannya aspek
psikososial anak. Padahal keberhasilan anak tidak ditentukan oleh aspek kognitif
saja, melainkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan, berempati
kepada orang lain, menghargai orang lain dan sebagainya adalah kemampuan
yang diharapkan dimilik anak untuk berhasil dan mampu menyesuaikan diri
dalam kehidupan bermasyarakat (Sholeh: 2007).
Terabaikannya aspek psikososial siswa akan menimbulkan beberapa
dampak negatif bagi kehidupan sosial siswa menurut Irza dalam Gunarsa(2004)
diantaranya sebagai berikut:
1) Karena siswa didorong untuk berprestasi secara akademis, maka hal ini
akan mengarungi waktu untuk aktivitas yang sesuai bagi usianya.
Siswa yang didorong untuk belajar lebih cepat akan mengorbankan
masa kanak-kanaknya demi kemajuan akademis.
52
2) Siswa tidak memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan sosial
penting yang tepat untuk usianya.
3) Program akselerasi akan mengurangi jumlah dan frekuensi hubungan
dengan teman-teman.
4) Siswa akan memiliki kesempatan yang lebih sedikit untuk
mengembangkan keterampilan memimpin, karena berada di antara
teman-teman yang berusia lebih tua. Secara lebih serius, hal ini dapat
mengakibatkan penyesuaian sosial yang buruk saat dewasa.
E. Penelitian Terdahulu
Berikut adalah data-data mengenai penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan permasalahan siswa berbakat di program akselerasi.Stress dan Perilaku
coping pada Siswa SMU Program Percepatan Belajar. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui gambaran stress dan perilaku coping pada siswa SMU program
percepatan belajar. Sampel penelitian ini terdiri dari 35 orang siswa SMU
program percepatan belajar kelas 1 dan 2. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa dari ketiga jenis stress yang ada, yaitu konflik, frustasi, dan tekanan, jenis
stress yang lebih menonjol adalah konflik. Sedangkan dari kedua jenis tekanan
perilaku coping tersebut merupakan jenis coping yang cenderung dipergunakan
siswa program percepatan siswa program percepatan belajar dalam menghadapi
situasi atau kondisi sekolah yang menimbulkan stress.