16
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Bahasa merupakan produk budaya yang berharga dari genarasi ke genarasi berikutnya. Bahasa adalah hasil budaya yang hidup dan berkembang dan harus dipelajari. Seorang anak manusia yang tidak pernah diajar berbicara, maka tidak akan pernah memiliki kemampuan berbicara.Contoh kongkret, sejak bayi seorang anak yang hidup di lingkungan srigala, maka anak tersebut tidak pernah mempunyai kemampuan berbicara dan bahkan tidak mampu berfikir sebagaimana layaknya anak manusia Pirozzi (dalam Zulela, 2012:3). Dengan bahasa manusia dapat memberi nama segala sesuatu yang pernah dialami, diamati, baik yang tampak maupun tidak tampak. Nama-nama tersebut tersimpan dalam memori dan menjadi pengalaman, kemudian diolah dan difikirkan kemudian menjadi pengertian. Selanjutnya Chaucard (dalam Zulela, 2012:3), menyatakan “Apabila seorang anak tidak mengadakan kontak dengan manusia lain, maka pada dasarnya dia bukan manusia, bentuknya manusia namun, tidak bermartabat manusia”. Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi antar manusia, tetapi sebagai alat pengembangan intelektual untuk mencapai kesejahteraan manusia. Bahasa memiliki peran sentral dalam pengembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu siswa mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD

Bahasa merupakan produk budaya yang berharga dari genarasi ke genarasi

berikutnya. Bahasa adalah hasil budaya yang hidup dan berkembang dan harus

dipelajari. Seorang anak manusia yang tidak pernah diajar berbicara, maka tidak

akan pernah memiliki kemampuan berbicara.Contoh kongkret, sejak bayi seorang

anak yang hidup di lingkungan srigala, maka anak tersebut tidak pernah

mempunyai kemampuan berbicara dan bahkan tidak mampu berfikir sebagaimana

layaknya anak manusia Pirozzi (dalam Zulela, 2012:3). Dengan bahasa manusia

dapat memberi nama segala sesuatu yang pernah dialami, diamati, baik yang

tampak maupun tidak tampak. Nama-nama tersebut tersimpan dalam memori dan

menjadi pengalaman, kemudian diolah dan difikirkan kemudian menjadi

pengertian. Selanjutnya Chaucard (dalam Zulela, 2012:3), menyatakan “Apabila

seorang anak tidak mengadakan kontak dengan manusia lain, maka pada dasarnya

dia bukan manusia, bentuknya manusia namun, tidak bermartabat manusia”.

Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa bahasa

bukan hanya alat komunikasi antar manusia, tetapi sebagai alat pengembangan

intelektual untuk mencapai kesejahteraan manusia. Bahasa memiliki peran sentral

dalam pengembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan

penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran

bahasa diharapkan membantu siswa mengenal dirinya, budayanya, dan budaya

orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

10

1. Ruang Lingkup Pembelajaran Bahasa Indonesia

Mata pelajaran bahasa Indonesia diberikan disemua jenjang pendidikan

formal. Dengan demikian, diperlukan standar kompetensi mata pelajaran bahasa

Indonesia yang memadai dan efektif sebagai alat komunikasi, berinteraksi sosial,

media pengembangan ilmu, dan alat pemersatu bangsa (Depdiknas, 2003:5).

Pengajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar berdasarkan kurikulum tahun 2006

atau KTSP yang sekarang sebagian sekolah sudah diganti dengan kurikulum 2013

bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran

(Pebriani dkk, 2014:2). Mata pelajaran bahasa Indonesia secara umum

dikembangkan menjadi keterampilan berbahasa yang meliputi mendengarkan,

berbicara, membaca, dan menulis (Depdiknas, 2003:7).

Keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut, di Sekolah Dasar

memiliki standar kompetensi. Masing-masing standar kompetensi dari keempat

dasar tersebut sebagai berikut :

a) Mendengarkan

Mampu berdaya tahan dalam berkonsentrasi, mendengarkan sampai dengan

tiga puluh menit, dan mampu menyerap gagasan pokok dari berita, petunjuk,

pengumuman, perintah, bunyi atau suara, bunyi bahasa, lagu, kaset, pesan,

penjelasan, laporan, ceramah, pidato, pembicaraan nara sumber, dialog, serta

percakapan yang didengar dengan memberikan respons secara tepat, serta

mengaprisiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan mendengarkan hasil

sastra berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi

anak, syair lagu, pantun, dan menonton drama anak.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

11

b) Berbicara

Mampu mengungkapkan gagasan dan perasaan, menyampaikan sambutan,

dialog, pesan, pengalaman, suatu proses, menceritakan diri sendiri, teman,

keluarga, masyarakat, benda, tanaman, binatang, pengalaman, gambar tunggal,

gambar seri, kegiatan sehari-hari, peristiwa, tokoh, kesulitan atau ktidaksukaan,

kegemaran, peraturan, tata tertib, petunjuk dan laporan, serta mengapresiasi

dan berekspresi sastra melalui kegiatan melisankan hasil sastra berupa

dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak, syair lagu,

pantun, dan menonton drama anak.

c) Membaca

Mampu membaca lancar beragam teks, dan mampu menjelaskan isinya,

membaca huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf, berbagai teks bacaan,

denah, petunjuk, tata tertib, pengumuman, kamus, ensiklopedi, serta

mengapresiasi dan berekspresi sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra

berupa dongeng, cerita anak-anak, cerita rakyat, cerita binatang, puisi anak,

syair lagu, pantun, dan menonton drama anak.

d) Menulis

Mampu menulis huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf dengan tulisan yang

rapi dan jelas, mneulis karangan sederhana, berbagai petunjuk, berbagai teks,

surat pribadi dan surat resmi, serta memerhatikan tujuan dan ragam pembaca

serta menggunakan ejaan dan tanda baca, kosakata yang tepat dengan

menggunakan kalimat tunggal dan kalimat majemuk, mneulis berbagai

formulir, pnegumuman, tata tertib, berbagai laporan, buku harian, poster, iklan,

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

12

teks pidato dan sambutan, ringkasan dan rangkuman, prosa, serta puisi

sederhana (Depdiknas, 2003:10-11).

Tujuan pembelajaran keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut

adalah sebagai berikut:

a) Siswa dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan,

kebutuhan dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap

hasil karya dan hasil intelektual bangsa sendiri.

b) Guru dapat memusatkan perhatian pada pengembangan kompetensi bahasa

siswa dengan menyediakan beragam kegiatan berbahasa dan sumber belajar.

c) Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar sesuai dengan

kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswanya.

d) Orang tua dan masyarakat terlibat secara aktif dalam pelaksanaan program

sekolah.

e) Sekolah dapat menyusun program pendidikan sesuai dengan keadaan siswa dan

sumber belajar yang tersedia.

f) Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar sesuai dengan kondisi dan

kekhasan daerah (Depdiknas, 2003:12).

2. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pembelajaran Bahasa Indonesia SD diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik, baik secara lisan

maupun tulisan. Di samping itu, dengan pembelajaran bahasa Indonseia juga

diharapkan dapat menumbuhkan apresiasi siswa terhadap hasil karya sastra

Indonesia. Standar kompetensi pembelajaran Bahasa Indonesia di SD merupakan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

13

kualifikasi minimal peserta didik, yang menggambarkan penguasaan keterampilan

berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.

Atas dasar standar kompetensi tersebut, maka menurut (Zulela, 2012:4)

tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

adalah agar peserta didik dapat:

a) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,

baik secara lisan maupun tulisan.

b) Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan dan bahasa negara.

c) Memahami Bahasa Indonesia dan dapat menggunakan dengan tepat dan efektif

dalam berbagai tujuan.

d) Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,

serta kematangan emosional dan sosial.

e) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,

menghaluskan budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

berbahasa.

f) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan

intelektual manusia Indonesia.

B. Keterampilan Berbahasa (Berbicara)

Pembelajaran bahasa Indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan baik, baik secara lisan

maupun tulisan. Keterampilan berbahasa dibedakan empat macam yaitu

menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa

tersebut saling berkaitan satu sama lain.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

14

1. Pengertian Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara atau berbahasa lisan merupakan keterampilan yang

dimiliki oleh setiap individu untuk berpartisipasi dengan lingkungannya. Hakikat

berbicara telah banyak diuraikan oleh para ahli bahasa. (Iskandarwassid dan

Sunendar, 2013: 241) menjelaskan bahwa “keterampilan berbicara pada

hakikatnya merupakan keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi

untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang

lain”. Sedangkan berbicara dapat diartikan yaitu suatu kemampuan mengucapkan

bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau menyampaikan pikiran, gagasan

atau perasaan secara lisan (Ningsih, 2014: 245). Berbicara sering dianggap salah

satu komponen dasar yang paling penting dalam berkomunikasi. Hal ini

dikarenakan melalui berbicara setiap manusia dapat berkomunikasi secara normal

dengan manusia lain.

Dari berbagai pengertian keterampilan berbicara di atas dapat disimpulkan

bahwa keterampilan berbicara yaitu suatu kecakapan untuk mengungkapkan apa

yang dipikirkan, rasakan, alami, inginkan secara lisan.

2. Tujuan Berbicara

Tujuan utama berbicara adalah berkomunikasi. Komunikasi merupakan

pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga

pesan yang dimaksud dapat dipahami. Berbicara mempunyai tiga maksud umum

yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan (to inform), menjamu dan

menghibur (to entertain), serta untuk membujuk, mengajak, mendesak, dan

meyakinkan (to persude) (Ningsih, 2014: 245). Adapun pendapat lain mengenai

tujuan berbicara yaitu untuk: (1) memberitahukan sesuatu kepada pendengar, (2)

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

15

meyakinkan atau mempengaruhi pendengar, (3) menghibur pendengar (Lamajau,

2014: 202).

Dari beberapa pendapat mengenai tujuan berbicara dapat disimpulkan

yaitu tujuan berbiara yang utama ialah untuk berkomunikasi. Sedangkan tujuan

berbicara secara umum ialah untuk memberitahukan atau melaporkan informasi

kepada penerima informasi, meyakinkan atau mempengaruhi penerima informasi,

untuk menghibur, serta menghendaki reaksi dari pendengar atau penerima

informasi.

3. Penilaian Keterampilan Berbicara

Menurut Mulyati (dalam Asmara, 2015: 16) keefektifan berbicara

ditunjang oleh dua faktor, yaitu faktor linguistik dan faktor ekstralinguistik,

sehingga aspek yang dinilai meliputi penguasaan topik, kelancaran, kejelasan

suara, serta pilihan kata (diksi). Aspek pilihan kata (diksi) ditekankan pada pilihan

kata buku atau tidak baku. Aspek kelancaran penilaiannya meliputi bagaimana

siswa berbicara apakah lancar atau masih tersendat-sendat. Untuk aspek

penguasaan topik ini menilai kemampuan siswa berbicara dalam topik atau materi

yang sedang dibahas pada proses pembelajaran. Apakah pembicaraan siswa

sesuai, kurang sesuai atau tidak sesuai topik atau materi yang dibahas. Sedangkan

pada aspek kejelasan suara, siswa dinilai dari kejelasan suara yang diucapkan,

apakah suara siswa sudah jelas dan terdengar oleh seluruh teman di kelas atau

hanya terdengar oleh teman sekelompok, atau bahkan hanya terdengar oleh teman

di sebelahnya. Penelitian ini dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung.

Sesuai dengan tingkat penguasaan kemampuan berbahasa yang telah

dimiliki oleh siswa, bentuk tes berbicara dapat dilakukan secara terkendali atau

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

16

secara bebas. Tes berbicara yang bersifat terkendali yaitu dengan isi dan jenis

wacana yang ditentukan atau dibatasi. Sedangkan tes berbicara yang bersifat

bebas tergantung pada keinginan dan kreativitas siswa. Bentuk-bentuk asesment

berbicara menurut (Ibrahim dan Wahyuni, 2012: 32) yang dapat digunakan antara

lain: berbicara singkat berdasarkan gambar, wawancara, menceritakan kembali,

pidato/berbicara bebas, percakapan terpimpin, dan diskusi.

C. Teknik Story telling

1. Pengertian Teknik Story telling

Teknik mendongeng atau dalam bahasa Inggris story telling merupakan

cara interaktif antar dua orang atau lebih dengan menyampaikan pesan-pesan,

yaitu pesan pendidikan, keteladanan, dan kepahlawanan (Nurhayani, 2010:57).

Story telling merupakan berkomunikasi dan merekam peristiwa-peristiwa

kehidupan mereka secara bretutur turun-temurun jauh sebelum munculnya

peninggalan tertulis ataupun buku (Pebriani dkk, 2014:3). Adapun pendapat lain

tentang story telling yang medefinisikan story telling merupakan sebagai

penggambaran tentang sesuatu secara verbal yang merupakan stimulus yang dapat

membangkitkan anak terlibat secara mental(Pebriani dkk, 2014:4). Ada beberapa

alasan mengapa story telling dianggap efektif dalam memberikan pendidikan

kepada anak. Pertama, cerita pada umumnya lebih berkesan dari pada nasehat,

sehinggapada umumnya cerita terekam jauh lebih kuat dalam memori si anak.

Kedua, melalui story telling anak diajarkan mengambil hikmah.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teknik story

telling adalah suatu cara interaktif antara dua orang atau lebih dengan tujuan

membagikan pengalaman, pengetahuan dan pesan-pesan lainnya kepada orang

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

17

lain serta menuntut adanya keterlibatan mental. Agar dapat bercerita, paling tidak

ada dua hal yang dituntut untuk dikuasai siswa, yaitu unsur linguistik (bagaimana

cara bercerita, bagaiaman memilih bahasa) dan unsur “apa: yang diceritakan.

Ketepatan, kelancaran, dan kejelasan cerita akan menunjukkan kemampuan

berbicara siswa.

2. Manfaat Teknik Story telling

Banyak orang yang meremehkan teknik yang sederhana ini. Pada

umumnya mereka menganggap teknik story telling itu tidak ada gunanya,

membosankan dan membuang-buang waktu. Namun sebenarnya banyak manfaat

yang terkandung dalam teknik story telling ini. Manfaat story telling menurut

(Nurhayani, 2010:55) adalah mengembangkan fantasi dan kreativitas, mengasah

kecerdasan, menumbuhkan minat, membangun kedekatan dan keharmonisan, dan

media pembelajaran imajinatif. Sedangkan manfaat dari dongeng itu sendiri

adalah untuk mengasah daya pikir imajinasi dan menanamkan berbagai nilai dan

etika.

Adapun pendapat lain mengenai manfaat story telling yang dikemukakan

oleh (Pebriani dkk, 2014:3 ) yaitu:

a) Dapat merangsang dan menumbuhkan imajinasi dan daya fantasi anak secara

wajar,

b) Mengembangkan daya penalaran sikap kritis serta kreatif,

c) Mempunyai sikap kepedulian terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa,

d) Dapat membedakan perbuatan yang baik dan perlu ditiru dengan yang buruk

dan tidak perlu dicontoh,

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

18

e) Punya rasa hormat dan mendorong terciptanya kepercayaan diri dan sikap

terpuji pada anak-anak.

Sedangkan menurut (Nurhayani, 2010:56) story telling dapat bermanfaat

sebagai:

a) Kontak batin antara pendongeng dengan penyimak,

b) Media penyampai pesan moral dan nilai agama,

c) Pendidikan imajinasi/fantasi,

d) Pendidikan emosi,

e) Membantu proses identifikasi diri dan perbuatan,

f) Memperkaya pengalaman batin,

g) Hiburan dan penarik perhatian.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manfaat dari

mendongeng atau story telling sangatlah banyak. Baik dari segi kebahasaan

maupun segi kecerdasan dan hiburan. Setelah mengetahui manfaat dari teknik

story telling, tidak dapat dipungkiri bahwa penerapan dalam kegiatan

pembelajaran akan sangat dinantikan. Akan tetapi perlu diingat bahwa

mendongeng dengan ceramah adalah berbeda. Dalam penelitian ini peneliti ingin

memasangkan teknik story telling dengan model pembelajaran time token agar

story telling atau mendongeng bukan lagi hal yang membosankan akan tetapi hal

yang dapat memancing keaktifan siswa.

Dari manfaat yang sudah dijabarkan maka, dapat diketahui bahwa

keistimewaan teknik story telling dari teknik-teknik lainnya yaitu teknik story

telling mampu menciptan kontak batin antara pendongeng dan penyimak,

mengembangkan daya penalaran sikap kritis dan kreatif, dan yang lebih teknik

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

19

story telling ini merupakan pendidikan imajinasi/fantasi siswa. Teknik story

telling juga sudah terbukti mampu meningkatkan keterampilan berbicara siswa.

Langkah-langkah teknik story telling yang diterapkan dalam

pembelajaran yaitu:

1) Guru menetapkan tema dari cerita yang akan disampaikan.

2) Guru menetapkan waktu dari masing-masing siswa untuk kesempatan

bercerita.

3) Siswa bercerita secara bergantian, semua siswa memiliki kesempatan untuk

bercerita.

4) Guru memberikan nilai yang berdasarkan penguasaan topik atau tema,

kelancaran, kejelasan suara, serta pemilihan kata.

D. Model Pembelajaran Time token

1. Pengertian Model Pembelajaran Time token

Model pembelajaran Time token merupakan suatu model pembelajaran

yang menggunakan kupon berbicara sebagai alat untuk meningkatkan

keterampilan berbicara siswa dimana setiap kupon mempunyai waktu berbicara

selama 30 detik (Silalahi, 2015:166). Model pembelajaran ini melibatkan semua

siswa dalam pelaksanaannya, sehingga pikiran dan perhatian siswa akan tetap

tertuju pada kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Time token adalah

salah satu tipe pembelajaran kooperatif. Pengaplikasian model pembelajaran Time

token ini dengan cara berkelompok, yang dalam pembelajaran ini mengajarkan

keterampilan sosial untuk menghindari siswa mendominasi pembicaraan atau

menghindari siswa diam sama sekali dalam berdiskusi. Guru memastikan semua

anggota kelompok telah menguasai materi pembelajaran yang diberikan.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

20

Kemudian siswa melaksanakan tes atas materi yang diberikan dan mereka harus

mengerjakan sendiri tanpa bantuan siswa lainnya (Silalahi, 2015:164). Model

pembelajaran Time token adalah pembelajaran yang dapat digunakan untuk

mengajarkan keterampilan sosial, selain itu juga untuk menghindari siswa

mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali.

2. Langkah–Langkah Model Pembelajaran Time token

Langkah–langkah model pembelajaran Time token yang diterapkan dalam

meliputi:

1) guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi;

2) guru memberi tugas kepada siswa;

3) guru memberi sejumlah kupon bicara dengan waktu ±30 detik perkupon pada

setiap siswa;

4) guru meminta siswa menyerahkan kupon terlebih dahulu sebelum berbicara

atau memberi komentar. Setiap tampil berbicara satu kupon. Siswa dapat

tampil lagi setelah bergiliran dengan siswa lainya. siswa yang telah habis

kuponnya tak boleh bicara lagi. Siswa yang masih memegang kupon harus

bicara sampai semua kuponnya habis. Demikian seterusnya hingga semua anak

menyampaikan pendapatnya;

5) guru memberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan tiap siswa (Silalahi,

2015:165).

3. Keunggulan Model Pembelajaran Time token

Kelebihan model pembelajaran Time token menurut (Silalahi, 2015:165):

a) mendorong siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasi;

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

21

b) menghindari dominasi siswa yang pandai berbicara atau yang tidak sama

sekali;

c) membantu siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran;

d) meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi (aspek berbicara);

e) melatih siswa untuk mengungkapkan pendapatnya;

f) melatih siswa untuk terbiasa untuk saling mendengarkan, berbagi, memberi

masukan, dan memiliki keterbukaan terhadap kritik;

g) mengajak siswa untuk mencari solusi permasalahan secara bersama-sama;

h) tidak memerlukan banyak media pembelajaran.

E. Sintaks Pembelajaran dengan Teknik Story telling Melalui Model

Pembelajaran Time token

Tabel 2.1. Sintaks Pembelajaran dengan Teknik Story telling Melalui Model

Pembelajaran Time token

Langkah-langkah Pembelajaran

Story telling

Time token

Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan

pembelajaran

Siswa diajak berdiri berbaris berbentuk U

Siswa diajak bermain game untuk melihat tingkat

konsentrasi anak sebelum melakukan pembelajaran

Guru menjelaskan mengenai pembelajaran yang akan

dilakukan

Guru memberikan tema mengenai cerita yang akan

disampaikan oleh tiap siswa

Guru melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai

tema cerita yang sudah diberikan

Tiap siswa diberi sejumlah kupon bercerita dengan

waktu ± 30 detik perkupon pada tiap siswa, disesuaikan

dengan alokasi waktu pembelajaran dan jumlah siswa

Siswa bercerita berdasarkan pengalaman atau

mendeskripsikan kata kunci yang siswa dapat pada

kupon yang dimilikinya, siswa lain mendengarkan cerita

yang disampaikan temannya

√ √

Setiap kali siswa selesai bercerita maka siswa tersebut

menyerahkan 1 kupon yang dimilikinya

Sceara acak siswa menceritakan ulang di depan kelas

apa saja informasi yang siswa dapat selama mengikuti

proses pembelajaran

√ √

Siswa diajak tanya jawab mengenai pembelajaran yang

sudah dilakukan √ √

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

22

Ket: Pada tiap kupon terdapat kata kunci dari cerita dan angka sebagai urutan

untuk bercerita.

Penggunaan teknik story telling dapat meningkatkan keaktifan dan hasil

belajar siswa. Penggunaan kupon berbicara sehingga siswa dapat lebih aktif

selama proses pembelajaran berlangsung, maka pembelajaran akan lebih

bermakna dan diharapkan siswa mampu mencapai nilai di atas KKM.

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh

Wesly Silalahi pada tahun 2015, yang berjudul: “Penggunaan Model

Pembelajaran Time token dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara pada

Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas V SDN 028229 Payaroba Kota

Binjai”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa: Dari hasil penelitian pada

siklus I diketahui keterampilan berbicara siswa masih rendah dengan ketuntasan

klasikalnya 16,67% dari keseluruhan jumlah siswa. Pada siklus I pertemuan

kedua, mengalami peningkatan menjadi 36,12%. Meskipun telah terjadi

peningkatan keterampilan berbicara pada siswa, namun hasil yang didapatkan

masih belum sesuai dengan nilai ketuntasan keterampilan berbicara yaitu 70.

Untuk itu, peneliti melanjutkan penelitian pada siklus II. Pada siklus II pertemuan

pertama, didapati bahwa keterampilan berbicara siswa meningkat dengan

persentase ketuntasan mencapai 61,11%. Pada siklus II pertemuan kedua

peningkatan ketuntasan keterampilan berbicara siswa mencapai 91,67%.

Persamaan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Wesly Silalahi

dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah sama-sama menggunakan

model pembelajaran Time token untuk melakukan tindakan. Sedangkan

perbedaannya yaitu penelitian terdahulu hanya menggunakan model pembelajaran

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

23

Time token sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan menggunakan teknik

Story telling yang dipasangkan dengan model pembelajaran Time token.

Penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh

Siti Hamidah pada tahun 2013, yang berjudul: “Penerapan Metode Story telling

untuk Meningkatkan Kemampuan Menyimak dan Berbicara pada Siswa Kelas V

Sekolah Dasar (Penelitian Tindakan Kelas pada Mata Pelajaran Bahasa

Indonesia di Kelas V SDN Bukanagara). Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa: Metode yang dikembangkan dalam penelitian ini memberikan dampak

yang cukup baik bagi siswa. Dengan metode ini dapat melibatkan siswa secara

aktif, keaktifan siswa yang muncul berupa respon, antusias dan perhatian. Adapun

kemampuan menyimak dan berbicara mengalami peningkatan. Terjadi

peningkatan hasil belajar yang cukup optimal.

Persamaan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Siti Hamidah

dengan penelitian yang akan dilakukan peniliti adalah sama-sama menggunakan

teknik Story telling untuk meningkatkan keterampilan berbicara.Sedangkan

perbedaannya adalah penelitian terdahulu hanya terfokus untuk meningkatkan

kemampuan menyimak dan berbicara pada siswa kelas V, penilitian yang akan

peneliti lakukan terfokus untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas

III dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Perbedaan yang lainnya yaitu

penelitian terdahulu hanya menggunakan teknik Story telling sedangkan penelitian

yang akan peneliti lakukan menggunakan teknik Story telling yang dipasangkan

dengan model pembelajaran Time token.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SDeprints.umm.ac.id/39267/3/BAB II.pdf · bahasa Indonesia mendapatkan proporsi yang lebih, dalam proses pembelajaran (Pebriani

24

G. Kerangka Berpikir

Masalah

siswa memiliki hambatan

dalam menyampaikan

kembali isi cerita, siswa sulit

untuk mendeskripsikan suatu

benda, dan siswa masih sulit

untuk mengemukakan

pendapatnya.

Penyebab

Terjadi karena beberapa

faktor yaitu:

1. Faktor dari guru

2. Faktor dari siswa

3. Model/metode yang

digunakan kurang variatif

4. Kurangnya pemanfaatan

media.

Solusi

Penerapan teknik Story

telling melalui model Time

token.

Metode Penelitian

a. Jenis penelitian: PTK

b. Lokasi penelitian: SDN

Sumbersekar 1 Malang.

c. Subyek penelitian: Siswa

kelas III SDN

Sumbersekar 1 Malang.

Peningkatan keterampilan berbicara dengan penerapan teknik Story telling

melalui model pembelajaran Time token

Gambar 2.1. Kerangka Berpikir