Upload
lynga
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 State Of The Art Review On The Application Of Solar Power System
Perencanaan Sistem Hybrid Solar Cell Sebagai Catu Daya Instalasi
Pengolah Air Limbah Kawasan Pemecutan Kaja Denpasar, dilakukan oleh I
Wayan Renata (Renata, 2011). Penelitian ini menganalisis perencanaan
pembangkitan sistem hybrid Pembangkit Listrik Tenaga Surya dan PLN sebagai
catu daya pompa limbah pada Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) dan
menghitung biaya perencanaan serta kajian investasi sistem dengan metode
deskriftif. Dari hasil analisis yang dilakukan, beban harian yang harus disuplai
oleh sistem hybrid Pembangkit Listrik Tenaga Surya dan PLN adalah sebesar 30
kWh. Berpatokan pada beban harian tersebut, maka komponen penyusun sistem
PLTS yang diperlukan yaitu 40 unit panel surya SW220 mono, 34 unit baterai
UB-8D sealed AGM 250 Ah, 6 unit charge controller Xantrex C60, dan 2 unit
hybrid inverter XW4024-230-50. Biaya investasi sistem adalah sebesar Rp
595.538.744,00 dan kajian investasi dengan menggunakan metode Benefit Cost
Ratio untuk periode waktu selama 25 tahun menunjukkan hasil - 0,4.
Studi Pemanfaatan PLTS Hybrid Dengan PLN Di Vila Adleson Ubud
dilakukan oleh I Nengah Jati (Jati, 2011). Penelitian ini meneliti mengenai unjuk
kerja PLTS di vila Adleson yang berkapasitas 1,56 kwp yang hybrid dengan PLN.
Rata-rata energi yang dihasilkan adalah 3,37 kWh/hari atau 1.230 kWh/tahun.
Total energi yang dimanfaatkan oleh beban pada sistem hybrid PLTS dengan PLN
8
sebanyak 70 persen dari PLTS dan 30 persen dari PLN. Energi yang dihasilkan
oleh PLTS sangat tergantung terhadap cuaca dan tidak terpengaruh oleh profil
beban. Pengembalian investasi dalam penelitian ini terjadi di tahun ke 25. Energi
yang dihasilkan per tahun yaitu 1.230 kWh/tahun dan nilai investasi awal Rp
276.156.500 sehingga diperoleh harga energi listrik Rp 26.650 per kWh. Harga
energi listrik dari PLTS yang tinggi disebabkan nilai investasi awal yang tinggi
dan energi yang dihasilkan tidak maksimal.
Studi Komparatif 2 Model Pembangkit Listrik Sistem Hybrid PLTS Dan
PLN/Genset dilakukan oleh Indra Jaya Mansyur (Mansyur, 2012). Penelitian ini
meneliti konfigurasi bentuk sistem hybrid model seri dan model paralel. Kinerja
dari kedua model pada prinsipnya memiliki keandalan yang sama dalam
mempertahankan kontinuitas suplai daya ke beban, namun dari kesederhanaan
sistem peralatan, model seri lebih sederhana dari model paralel. Jika dilihat dari
kesiapan PLTS dalam menyuplai daya ke beban, maka model parallel jauh lebih
baik dibanding model seri. Ditinjau dari sisi investasi maka model paralel jauh
lebih mahal dibanding model seri.
Configuration Hybrid Solar System (PV), Wind Turbine, And Diesel
dilakukan oleh Yogianto. A (Yogianto, 2012). Penelitian ini menunjukan
penggunaan energi terbarukan dalam pembangkitan energi listrik mulai
dikembangkan dan terus ditambah kapasitasnya dengan cara diparalel dengan
diesel atau pemabngkit konvensional yang ada. Kombinasi tenaga surya atau
photovoltaik ( PV ) dan diesel generator hybrid adalah yang paling banyak
dipasang. Kombinasi lainnya adalah dengan turbin angin yang relatif terbatas di
9
beberapa lokasi. Konfigurasi kombinasi yang tidak tepat akan menyebabkan
sistem operasi menjadi tidak optimal.
Studi Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Sebagai Catu Daya
Tambahan Pada Industri Perhotelan Di Nusa Lembongan Bali dilakukan oleh I
Dewa Ayu Sri Santiari (Santiari, 2011). Penelitian ini menunjukan sistem PLTS
yang akan dikembangkan untuk mensuplai energi listrik hotel yang direncanakan
sebesar 30 persen, adalah sistem PLTS yang hybrid dengan suplai listrik PLN.
Besar daya PLTS yang akan dibangkitkan untuk menyuplai energi listrik hotel
yang direncanakan tersebut adalah 21,6 kWp, yang dihasilkan dari modul surya
sebanyak 144 modul dengan kapasitas satu modul surya adalah 150Wp. Alternatif
strategi dari analisis SWOT menunjukkan bahwa penetapan regulasi dari
pemerintah sangat berperan dalam pemanfaatan PLTS sebagai catu daya
tambahan, layak untuk dikembangkan pada industri perhotelan di Nusa
Lembongan khususnya pada hotel Bali Hai Tide Huts.
Perancangan Photovoltaic Stand Alone Sebagai Catu Daya Pada Base
Transceiver Station Telekomunikasi Di Pulau Nusa Penida dilakukan oleh I Putu
Eka Indrawan (Indrawan, 2013). Penelitian ini menunjukan besarnya daya PV
yang dibangkitkan untuk mensuplai energi listrik di BTS adalah 17 kWp, yang
dihasilkan dari modul PV sebanyak 84 modul dengan kapasitas modul PV adalah
200 Wp dan kapasitas baterai yang akan digunakan adalah 7.100 Ah dengan total
baterai 30. Analisis kelayakan investasi PV tanpa baterai dan PV dengan baterai
yang dilakukan dengan menggunakan NPV, PI dan DPP menunjukkan hasil
bahwa investasi PV layak untuk dilaksanakan. Untuk nilai NPV dan PI didapatkan
10
kedua hasil investasi (> 0). Sedangkan untuk DPP didapatkan kedua hasil
investasi dihasilkan lebih kecil dari periode umur proyek yang sudah ditetapkan,
yaitu selama 25 tahun.
Kajian Pemanfaatan Stand Alone Photovoltaic System Untuk Penerangan
Jalan Umum Di Pulau Nusa Penida dilakukan oleh I Wayan Yudi Martha Wiguna
(Wiguna, 2012). Penelitian ini menunjukan analisa teknis dan biaya untuk
mengetahui kelayakan Sistem PJU-TS tersebut. Pada analisa teknis dilakukan
pengukuran output tegangan dan arus dari PV Panel ke Charger Controller, dari
Charger Controller ke baterai dan ke beban. Analisa teknis menghasilkan bahwa
penyebab kerusakan baterai karena kapasitas pembangkitan tidak sebanding
dengan kebutuhan kapasitas beban PJU-TS. Dengan kapasitas baterai yang kecil
akan menyebabkan kerusakan pada baterai. Selain itu karena usia baterai yang
sudah lama. Analisa biaya dilakukan dengan 3 skenario dengan tingkat IRR yang
ingin dicapai sebesar 10, 11, dan 12 %. Dihasilkan harga jual yang pantas untuk
energi listrik PJU-TS Nusa Penida berkisar antara Rp 29.194,00 s/d Rp 31.585,00
per kWh.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya Skala Rumah Tangga Urban Dan
Ketersediaannya Di Indonesia dilakukan oleh Nyoman S. Kumara (Kumara,
2010). Penelitian ini memaparkan perkembangan pembangkitan listrik tenaga
surya nasional. Bahwa untuk meningkatkan kontribusi listrik surya dalam bauran
energi nasional perlu dilakukan upaya-upaya untuk memperluas penggunaan
pembangkit listrik tenaga surya di masyarakat khususnya masyarakat urban dan
tetap menjalankan program program kelistrikan wilayah terpencil dengan SHS.
11
Salah satu kendala lambatnya kemajuan PLTS adalah panel surya yang
merupakan komponen utama dari PLTS masih diimpor. Sementara komponen-
komponen PLTS yang lain sudah tersedia secara luas di Indonesia.
2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah pembangkit yang
mengkonversikan energi foton dari surya menjadi energi listrik. Konversi ini
terjadi pada panel surya yang terdiri dari sel-sel photovoltaik. Sel-sel ini terdiri
dari lapisan-lapisan tipis dari silikon (Si) murni dan bahan semi konduktor
lainnnya (Kadir, 2010).
PLTS memanfaatkan energi surya langsung untuk menghasilkan listrik DC
(Direct Current), yang kemudian dapat diubah menjadi listrik AC (Alternative
Current) apabila diperlukan, dengan bantuan inverter. PLTS pada umumnya
merupakan pembangkit daya listrik yang dapat dirancang untuk memenuhi
kebutuhan listrik dari yang berskala kecil sampai dengan yang besar, baik secara
mandiri ataupun Grid Connected system seperti terlihat pada Gambar 2.1
12
Gambar 2.1 PLTS Stand Alone dan Grid Connected system Sumber: www.slideshare.net, 2010
2.2.1 Sel Surya
Sel surya atau fotovoltaik dapat berupa alat semikonduktor penghantar
aliran listrik yang dapat secara langsung mengubah energi surya menjadi bentuk
tenaga listrik secara efisien. Efek fotovoltaik ini ditemukan oleh Becquerel pada
tahun 1839, dimana Becquerel mendeteksi adanya tegangan foto ketika sinar
matahari mengenai elektroda pada larutan elektrolit. Alat ini digunakan secara
individual sebagai alat pendeteksi cahaya pada kamera maupun digabung seri
maupun paralel untuk memperoleh suatu harga tegangan listrik yang dikehendaki
sebagai pusat penghasil tenaga listrik dengan bahan dasar silicon (Hery, 2012).
13
2.2.2 Prinsip Kerja Sel Surya
Prinsip kerja sel surya silikon adalah berdasarkan konsep semikonduktor
p-n junction. Sel terdiri dari lapisan semikonduktor doping-n dan doping-p yang
membentuk p-n junction, lapisan antirefleksi, dan substrat logam sebagai tempat
mengalirnya arus dari lapisan tipe-n (elektron)dan tipe-p (hole) (Hery, 2012).
Semikonduktor tipe-n didapat dengan mendoping silikon dengan unsur
dari golongan V sehingga terdapat kelebihan elektron valensi dibanding atom
sekitar. Pada sisi lain semikonduktor tipe-p didapat dengan doping oleh golongan
III sehingga elektron valensinya defisit satu dibanding atom sekitar. Ketika dua
tipe material tersebut mengalami kontak maka kelebihan elektron dari tipe-n
berdifusi pada tipe-p. Sehingga area doping-n akan bermuatan positif sedangkan
area doping-p akan bermuatan negatif. Medan elektrik yang terjadi pada keduanya
mendorong elektron kembali ke daerah-n dan hole ke daerah-p. Pada proses ini
telah terbentuk p-n junction. Dengan menambahkan kontak logam pada area p dan
n maka telah terbentuk dioda.
Gambar 2.2. Cara kerja sel surya silicon Sumber : Hery, 2012
14
Ketika junction disinari, photon yang mempunyai energi sama atau lebih besar
dari lebar pita energi material tersebut akan menyebabkan eksitasi elektron dari
pita valensi ke pita konduksi dan akan meninggalkan hole pada pita valensi.
Elektron dan hold ini dapat bergerak dalam material sehingga manghasilkan
pasangan elektron-hole. Apabila ditempatkan hambatan pada terminal sel surya,
maka elektron dari area-n akan kembali ke area-p sehingga menyebabkan
perbedaan potensial dan arus akan mengalir. Skema cara kerja sel surya dapat
dilihat dari gambar 2.2.
2.2.3 Karakteristik Sel Surya
Total pengeluaran listrik (wattage) dari sel surya adalah sebanding dengan
tegangan operasi dikalikan dengan arus operasi. Sel surya dapat menghasilkan
arus dan tegangan yang berbeda-beda. Hal ini tentu berbeda dengan baterai yang
menghasilkan arus dari tegangan yang relatif konstan (Nugraha, 2013).
Tegangan dan arus keluaran yang dihasilkan ketika sel surya memperoleh
cahaya matahari merupakan suatu karakteristik yang dapat disajikan dalam bentuk
kurva I- V, seperti pada Gambar 2.3. Kurva ini menunjukan bahwa pada saat arus
dan tegangan berada pada titik kerja maksimal (Maximum Power Point), maka
akan menghasilkan daya keluaran maksimum (PMPP). Dimana tegangan di MPP
(VMPP), lebih kecil dari tegangan rangkaian terbuka (VOC) dan arus saat MPP
(IMPP), lebih rendah dari arus short circuit (ISC) (Nugraha. A, 2013).
1. Short Circuit Current (ISC) : Terjadi pada suatu titik dimana
tegangannya adalah nol, sehingga pada
saat ini daya keluaran adalah nol.
15
2. Open Circuit Voltage (VOC) : Terjadi pada suatu titik dimana arusnya
adalah nol, sehingga pada saat ini daya
keluaran adalah nol.
3. Maximum Power Point (MPP) : Adalah titik daya output maksimum yang
sering dinyatakan sebagai “knee” dari
kurva I – V.
Gambar 2.3. Kurva I – V Sumber: Hery, 2012
Faktor dari pengoperasian Sel Surya agar didapatkan nilai yang maksimum sangat
tergantung beberapa faktor yaitu (Jatmiko, 2011):
1. Temperatur
Suatu panel surya dapat beroperasi secara maksimum jika temperatur yang
diterimanya tetap normal, yaitu pada temperatur 25oC. Kenaikan temperatur
lebih tinggi dari temperatur normal pada panel surya akan melemahkan
tegangan (VOC) yang dihasilkan. Setiap kenaikan temperatur panel surya 1oC
(dari 25oC), akan mengakibatkan besarnya daya yang dihasilkan berkurang
0,5%. Pengaruh temperatur terhadap panel surya dapat dilihat pada Gambar
2.4.
16
Gambar 2.4 Pengaruh Temperatur Terhadap Panel Surya Sumber: Nugraha, 2013
2. Intensitas cahaya matahari
Gambar 2.5 Pengaruh Intensitas Radiasi Terhadap Panel Surya Sumber: Nugraha, 2013
Pada Gambar 2.5, dapat dilihat hubungan antara intensitas cahaya matahari
terhadap tegangan yang dihasilkan panel surya. Intensitas cahaya matahari
akan berpengaruh pada daya keluaran panel surya. Semakin rendah intensitas
cahaya yang diterima oleh panel surya maka arus (ISC) akan semakin rendah.
Hal ini membuat Maxsimum Power Point berada pada titik yang semakin
rendah.
17
3. Orientasi panel surya
Orientasi dari rangkaian panel surya terhadap matahari merupakan suatu hal
yang penting, agar panel surya dapat menghasilkan energi maksimum. Untuk
lokasi yang terletak di belahan Bumi Utara maka panel surya diorientasikan ke
Selatan, begitu juga sebaliknya, untuk lokasi yang terletak di belahan Bumi
bagisan Selatan maka panel surya diorientasikan ke Utara.
4. Sudut kemiringan panel surya
Sudut kemiringan memiliki dampak yang besar terhadap radiasi matahari di
permukaan panel surya. Untuk sudut kemiringan tetap, daya maksimum selama
satu tahun akan didapatkan ketika sudut kemiringan panel surya sama dengan
lintang lokasi. Misalnya panel surya yang terpasang di khatulistiwa (lintang 0o)
yang diletakan mendatar (tilt angle 0o), akan menghasilkan energi maksimum.
Pengaruh sudut kemiringan terhadap panel surya dapat dilihat pada Gambar
2.6.
Gambar 2.6 Pengaruh Sudut Kemiringan Terhadap Panel Surya Sumber: Nugraha, 2013
18
5. Kecepatan angin bertiup
Kecepatan angin bertiup disekitar lokasi panel surya akan sangat membantu
terhadap pendinginan temperatur permukaan sel surya sehingga temperatur
dapat terjaga dikisaran 25oC.
6. Keadaan atmosfer bumi
Keadaan atmosfer bumi, seperti: berawan, mendung, berdebu, berasap, beruap,
kabut dan polusi, akan sangat menentukan hasil maksimum arus listrik dari sel
surya.
2.2.4 Komponen-komponen Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) mempunyai bebera
komponen diantaranya adalah Solar module (module photovoltaics), Baterai,
Change Controller (Regulator), Inverter, Kabel Instalasi (Hasan, 2012).
1. Solar module (module photovoltaics)
Seperti yang sudah dibahas diatas sel surya atau sel photovoltaic merupakan
suatu alat yang dapat mangubah energi radiasi matahari secara langsung
menjadi energi listrik. Pada dasarnya sel tersebut berjenis diode yang tersusun
atas P-N junction. Sel surya photovoltaic yang dibuat dari bahan semi
konduktor yang diproses sedemikian rupa, yang dapat menghasilkan listrik
arus searah (DC). Dalam penggunaannya, sel-sel surya itu dihubungkan satu
sama lain, sejajar atau seri, tergantung dari penggunaannya, guna
menghasilkan daya dengan kombinasi tegangan dan arus yang dikehendaki.
Pada umumnya solar module tidak membutuhkan pemeliharan
yang rutin seperti genset. Genset umumnya diharuskan untuk dihidupkan satu
19
kali seminggu, pemeriksaan oli, pemeriksaan batere, dll. Pemeliharaan solar
module:
1. Dibersihkan berkala untuk tidak mengurangi penyerapan intensitas
matahari.
2. Mengatur letak dari solar module supaya mendapatkan sinar matahari
langsung dan tidak terhalangi objek (pohon, jemuran, bangunan, dll)
Gambar 2.7. Modul sel surya (modul photovoltaics) Sumber : http://kualatungka.olx.co.id/ PLTS ramah lingkungan
2. Baterai
Baterai adalah alat yang menyimpan daya yang dihasilkan oleh panel surya
yang tidak segera digunakan oleh beban. Daya yang disimpan dapat
digunakan saat periode radiasi matahari rendah atau pada malam hari.
Komponen baterai kadang-kadang dinamakan akumulator (accumulator).
Baterai menyimpan listrik dalam bentuk daya kimia. Baterai yang paling
biasa digunakan dalam aplikasi surya adalah baterai yang bebas pemeliharaan
20
bertimbal asam (maintenance-free lead-acid batteries), yang juga dinamakan
baterai recombinant atau VRLA (klep pengatur asam timbal atau valve
regulated lead acid).
Baterai memenuhi dua tujuan penting dalam sistem fotovoltaik,
yaitu untuk memberikan daya listrik kepada sistem ketika daya tidak
disediakan oleh array panel-panel surya, dan untuk menyimpan kelebihan
daya yang ditimbulkan oleh panel-panel setiap kali daya itu melebihi beban.
Baterai tersebut mengalami proses siklis menyimpan dan mengeluarkan,
tergantung pada ada atau tidak adanya sinar matahari. Selama waktu adanya
matahari, array panel menghasilkan daya listrik. Daya yang tidak digunakan
dengan segera dipergunakan untuk mengisi baterai. Selama waktu tidak
adanya matahari, permintaan daya listrik disediakan oleh baterai, yang oleh
karena itu akan mengeluarkannya.
Gambar 2.8. Baterai dan elemen-elemennya Sumber : Hasan, 2012.
3. Change Controller (Regulator)
Charge Controller adalah peralatan elektronik yang digunakan untuk
mengatur arus searah yang diisi ke baterai dan diambil dari baterai ke beban.
21
Solar charge controller mengatur overcharging (kelebihan pengisian - karena
batere sudah 'penuh') dan kelebihan voltase dari solar module. Kelebihan
voltase dan pengisian akan mengurangi umur baterai. Charge controller
menerapkan teknologi Pulse width modulation (PWM) untuk mengatur fungsi
pengisian baterai dan pembebasan arus dari baterai ke beban. Solar module
12 Volt umumnya memiliki tegangan output 16 - 21 Volt. Jadi tanpa solar
charge controller, baterai akan rusak oleh over-charging dan ketidakstabilan
tegangan. Baterai umumnya di-charge pada tegangan 14 - 14.7 Volt.
Gambar 2.9 Contoh regulator baterai yang ada di pasaran Sumber : Hasan, 2012.
Beberapa fungsi detail dari solar charge controller adalah sebagai berikut:
1. Mengatur Mengatur arus untuk pengisian ke baterai, menghindari
overcharging, dan overvoltage.
2. Arus yang dibebaskan/ diambil dari baterai agar baterai tidak 'full
discharge', dan overloading.
3. Monitoring temperatur baterai
22
Untuk membeli solar charge controller yang harus diperhatikan adalah:
1. Voltage 12 Volt DC / 24 Volt DC
2. Kemampuan (dalam arus searah) dari controller. Misalnya 5 Ampere, 6
Ampere, 10 Ampere, dsb.
3. Full charge dan low voltage cut
4. Inverter
Inverter adalah perangkat elektrik yang digunakan untuk mengubah
arus listrik searah (DC) menjadi arus listrik bolak balik (AC). Inverter
mengkonversi DC dari perangkat seperti baterai, panel surya/ solar cell
menjadi AC. Penggunaan inverter dari dalam Pembangkit Listrik Tenaga
Surya (PLTS) adalah untuk perangkat yang menggunakan AC
(AlternatingCurrent).
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan inverter:
1. Kapasitas beban dalam Watt, usahakan memilih inverter yang beban
kerjanya mendekati dengan beban yang hendak kita gunakan agar
effisiensi kerjanya maksimal
2. Input DC 12 Volt atau 24 Volt
3. Sinewave ataupun square wave outuput AC
23
Gambar 2.10. Inverter Sumber : Hasan, 2012.
5. Kabel Instalasi
Kabel yang digunakan untuk instalasi PV adalah kabel khusus yang
dapat mengurangi loss (kehilangan) daya, pemanasan pada kabel, dan
kerusakan pada perangkat. Spesifikasi kabel yang cocok dapat mengurangi
loss.
2.3 Data Insolasi Matahari di Bali
Tabel 2.1 adalah data radiasi matahari untuk wilayah Bali selama periode
2008 sampai dengan 2012.
24
Tabel 2.1 Data Insolasi Matahari di Bali (kWh/m2/day)
Bulan 2008 2009 2010 2011 2012
Januari 5,57 5,29 5,39 4,90 4,48
Februari 5,04 5,10 5,82 5,16 5,39
Maret 4,99 5,74 5,85 5,17 4,81
April 5,52 5,48 4,90 4,82 5,77
Mei 4,97 4,9 4,35 4,78 4,69
Juni 4,90 5,1 4,48 4,89 4,93
Juli 5,07 4,83 4,71 5,11 4,70
Agustus 5,09 5,71 5,43 5,59 5,54
September 6,22 5,85 5,46 6,23 6,26
Oktober 6,23 6,29 5,50 6,30 6,70
November 5,41 6,68 5,82 5,50 6,31
Desember 5,02 5,88 4,48 4,97 5,19
Rata-rata 5,34 5,57 5,18 5,29 5,40
Sumber: Nasa, 2012.
Pada dasarnya insolasi matahari adalah radiasi rata-rata matahari terhadap
permukaan bumi yang terintegrasi terhadap waktu. Sehingga dapat dinyatakan
bahwa isolasi matahari adalah jumlah energi matahari yang diterima pada suatu
lokasi tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam satuan kilowatthours per meter
persegi per hari (kWh/m2/day).
2.4 Daya dan Efesiensi Solar Cell
Sebelum mengetahui berapa nilai daya sesaat yang dihasilkan kita harus
mengetahui daya yang dihasilkan (daya output), daya tersebut adalah perkalian
antara intensitas radiasi matahari yang diterima dengan luas area PV module
dengan persamaan sebagai berikut (Anditha, 2012):
Daya yang dapat diperoleh dari konversi sinar matahari secara umum
dirumus kan sebagai berikut:
𝑃𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 = I x A (watt) ………………………………………………. ( 2.1 )
25
dengan:
I = intensitas radiasi matahari (kWh/𝑚2/day)
A= luas permukaan PV module (𝑚2)
Daya keluaran yang dikeluarkan sel fotovoltaik dengan rumus :
𝑃𝑜𝑢𝑡 = I x A x 𝜂 (watt) ..…………………………………….………. ( 2.2 )
dengan :
𝜂 = efisiensi sel fotovoltaik (%)
Besarnya energi radiasi matahari yang dapat diserap oleh sel fotovoltaik :
𝐸𝑠𝑒𝑙 = 𝑃𝑜𝑢𝑡 x t (watt/hour) …..………………………………………. ( 2.3 )
dengan :
𝑃𝑜𝑢𝑡 = daya keluaran sel fotovoltaik (watt)
t = lamanya penyinaran efektif rata-rata matahari yang mengenai
permukaan
Efesiensi yang terjadi pada sel fotovoltaik adalah merupakan perbandingan
dari daya output yang dapat dibandingkan oleh sel surya dengan daya yang
diperoleh dari konversi sinar matahari sebagai daya input, dapat ditentukan
dengan :
𝜂 = 𝑃𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝐼.𝐴 ……………………………………………. ( 2.4 )
𝜂 = 𝑃𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
𝑃𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 ..……………………….………….………. ( 2.5 )
dengan :
𝑃𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢 𝑡 = daya output sel fotovoltaik (watt)
𝑃𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 = daya yang diperoleh dari konveri radiasi sinar matahari (watt)
26
Daya listrik produksi PLTS didapatkan dari hasil perhitungan antara
tegangan (Vdc) dan arus (Idc) hasil pengukuran pada PLTS. Perhitungan daya
listrik dapat dilihat pada Rumus 2.6 (Nugraha, 2013).
P = Vdc x Idc .................................................................................... (2.6)
Dimana:
P = Daya listrik yang dihasilkan PLTS (Watt)
Vdc = Tegangan keluaran PLTS pada saat pengukuran (V)
Idc = Arus keluaran PLTS pada saat pengukuran (Ampere)
Hasil energi listrik yang dihasilkan PLTS didapatkan dari hasil perhitungan
dengan mencari luasan di bawah grafik, seperti terlihat pada Gambar 3.1.
Persamaan untuk perhitungan energi listrik berdasarkan luasan di bawah grafik
dapat dilihat pada Rumus 3.3 (Nugraha, 2013).
y
xo a b
y = f(x)
Gambar 2.11 Luas di Bawah Kurva Sumber: Nugraha, 2013
A = dxy a
b ..................................................................................... (2.7)
Dimana:
A = Luasan di bawah grafik (Wh)
27
Hasil energi listrik yang dihasilkan PLTS selanjutnya digunakan untuk
menghitung persentase energi listrik PLTS terhadap kebutuhan energi listrik
dengan menggunakan rumus:
Energi Listrik (%) = 100%x IPALListrik Energi
PLTSListrik Energi........... (2.8)
Dimana:
Energi Listrik PLTS = Energi listrik yang dihasilkan PLTS (Wh)
Energi Listrik IPAL = Energi listrik yang diperlukan IPAL (Wh)
2.5 Manajemen Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Para ahli telah banyak mengemukakan pendapatnya mengenai definisi atau
pengertian manajemen. Beberapa diantaranya merumuskan manajemen sebagai
berikut (Halim.M, 1987):
1. Stoner & Walken: manajemen adalah proses merencanakan,
mengorganiosasikan, memimpin, mengendalikan usaha-usaha anggota
organisasi dan proses penggunaan sumber daya organisasi untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi yang sudah ditetapkan.
2. Terry: manajemen adalah proses tertentu yang terdiri dari kegiaatan
merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan sumber daya manusia
dan sumberdaya lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Banyak definisi atau pengertian yang diberikan oleh para ahli mengenai
manajemen, namun dari sekian banyak definisi tersebut dapat dikatakan bahwa
permasalahan manajemen berkaitan dengan usaha untuk memelihara kerjasama
28
sekelompok orang dalam satu kesatuan serta usaha memanfaatkan sumber daya
yang lain untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya.
2.5.1 Manajemen Pengelolaan PLTS
Manajemen pengelolaan PLTS melalui partisipasi masyarakat merupakan
salah satu upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan
pembangunan yang berkaitan dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan
kajian musyawarah yaitu peningkatan aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan
nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan motivasi dan peran-serta
kelompok masyarakat dalam proses pembangunan, dan peningkatan rasa-memiliki
pada kelompok masyarakat terhadap program kegiatan yang telah disusun.
Adapun metode perencanaan partisipatif dalam pembangunan masyarakat yang
terdiri dari beberapa metode yaitu (Saharia. 2003):
a. Metode Participatory Rural Appraisal (PRA)
b. Metode Kaji-Tindak Partisipatif (KTP)
c. Metode Participatory Research Development (PRD)
d. Metode Rapid Rural Appraisal (RRA)
e. Metode Participatory Action Research (PAR)
f. Metode Pemahaman Partisipatif Kondisi Pedesaan (PPKP)
g. Metode Participatory Learning Methods (PLM)
h. Metode Metodologi Participatory Assessment (MPA)
Pada prinsipnya semua metode mempunyai tujuan yang sama dalam manajemen
pengelolaan guna memajukan suatu organisasi. Salah satu metode yang dapat
29
digunakan untuk pembentukan lembaga pengelola pembangkit energi terbarukan
adalah Participatory Action Research (PAR)(Sampeallo, 2006).
Metode ini lebih menekankan pada partisipasi komunitas dalam
menyelesaikan suatu masalah dengan berdasarkan pada kondisi sosial setempat.
Dalam metode PAR ada empat langkah yang harus diterapkan dalam
menyelesaikan suatu masalah, yaitu :
1. Identifikasi masalah (Problem Identification)
2. Pengumpulan informasi (Information Collection)
3. Aksi (Action)
4. Evaluasi (Evaluation)
Diagram metode PAR ditunjukan pada gamabar 2.12.
Gambar 2.12. Diagram metode PAR Sumber : Sampeallo, 2006
Dalam menjalankan manajemen pengelolaan tentunya tidak dapat dilakukan oleh
satu orang, dimana hal tersebut harus dilakukan oleh dua atau lebih orang.
Sekelompok orang atau masyarakat yang berkerja bersama-sama untuk mencapai
tujuan bersama disebut organisasi. Dalam hal ini dapat disimpulkan untuk
menjalankan suatu manajemen diperlukan suatu organisasi.
30
Berdasarkan strukturnya, bentuk organisasi dapat dibedakan sebagai
berikut (Halim.M, 1987):
1. Organisasi garis: organisasi garis merupakan bentuk organisasi tertua dan
paling sederhana. Organisasi dengan jumlah karyawan sedikit dan pemiliknya
merupakan pimpinan tertinggi di dalam organisasi yang mempunyai
hubungan langsung dengan bawahannya. Bagian-bagian utama dalam
organisasi ini langsung berada dibawah seorang pemimpin serta pemberi
wewenang dan tanggung jawab bergerak vertikal kebawah dengan
pendelegasian yang tegas.
Kebaikan-kebaikan organisasi garis adalah:
a. Bentuk organisasi sederhana sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan
b. Pembagian tugas serta tanggung jawab dan kekuasaan cukup jelas
c. Adanya kesatuan dalam perintah dan pelaksanaan perintah sehingga
mempermudah pemeliharaan disiplin dan tanggung jawab
d. Pengambilan keputusan dapat dilaksanakan secara cepat karena
komunikasi cukup mudah
Sedangkan kekurangan-kekurangannya adalah:
a. Bentuk organisasi ini tidak fleksibel
b. Kemungkinan pemimpin untuk bertindak otokratis besar
c. Ketergantungan pada seseorang cukup besar sehingga mudah terjadi
kekacauan bila seseorang dalam garis organisasi “hilang”
Bentuk struktur organisasi garis dapat ditunjukan pada gambar 2.13.
31
Gambar 2.13. Struktur organisasi garis Sumber : Halim.M, 1987
2. Organisasi garis dan staf: dalam organisasi ini ada dua kelompok orang-orang
yang berpengaruh dalam menjalankan organisasi ini yaitu orang yang
melaksanakan tugas pokok organisasi dalam rangka pencapaian tujuan yang
digambarkan dengan garis atau lini dan orang yang melakukan tugasnya
berdasarkan keahlian yang dimilikinya, orang ini berfungsi hanya untuk
memberikan saran-saran kepada unit operasional. Orang-orang tersebut
disebut staf.
Kebaikan-kebaikan organisasi garis dan staf adalah:
a. Adanya pembagian tugas yang jelas antara orang yang melaksanakan
tugas pokok dan penunjang
b. Keputusan yang diambil biasanya sudah dipertimbangkan dengan matang
oleh segenap orang yang terdapat dalam organisasi.
c. Adanya kemampuan dan bakat yang berbeda-beda dari anggota
organisasi memungkinkan dikembangkannya spesialisasi keahlian
32
d. Adanya ahli-ahli dalam staf akan menghasilkan mutupekerjaan yang
lebih baik
e. Disiplin para anggota tinggi kerena tugas yang dilaksanakan oleh
seseorang sesuai dengan bakat keahlian, pendidikan dan pengalamannya
Sedangkan kekurangan organisasi ini adalah:
a. Bagi para pelaksana operasional perbedaan antara perintah dan saran
tidak selalu jelas
b. Saran serta nasihat dari staf mungkin kurang tepat atau sulit
dilaksanakan, karena kurang adanya tanggung jawab terhadap pekerjaan
c. Pejabat garis cenderung untuk mengabaikan gagasan dari staf sehingga
gagasan tersebut dapat tidak berguna
d. Timbulnya kekacauan bila tugas-tugas tidak dirumuskan dengan jelas
Bentuk struktur organisasi garis dan staf ditunjukan pada gambar 2.14.
Gambar 2.14. Struktur organisasi garis dan staf Sumber : Halim.M, 1987
3. Organisasi fungsional: organisai ini merupakan suatu organisasi yang
mendasarkan pembagian tugasnya serta kegiatannya pada spesialisasi yang
dimiliki oleh pejabat-pejabatnya. Dalam organisasi ini seorang bawahan dapat
33
menerima baberapa instruksi dari beberapa pejabat serta harus
mempertangguangjawabkannya pada masing-masing pejabat yang
bersangkutan.
Kebaikan-kebaikan organisasi fungsional adalah:
a. Adanya spesialisasi menyebabkan perencanaan tugas dapat dilakukan
dengan baik
b. Spesialisasi karyawan dapat dilakukan secara maksimal
c. Koordinasi antara orang-orang dalam satu fungsi mudah dilaksankan atau
dijalankan
d. Pekerjaan mental dapat dipisahkan dari pekerjaan fisik
Sedangkan kekurangan-kekurangan organisasi fungsional adalah:
a. Tanggung jawab terbagi-bag, sehingga jika terjadi suatu masalah tidak
jelas siapa yang harus bertanggungjawab penuh
b. Ditinjau dari segi karyawan,banyak atasan akan membingungkan
c. Terjadinya saling meningkatkan fungsi masing-masing
menyebabkankoordinasi yang bersifat menyeluruh susah dijalankan
d. Pertukaran pekerjaan susah dilakukan karena anggota organisasi terlalu
menspesialisasikandiri dalam satu bidang keahliannya.
Bentuk struktur organisasi fungsional ditunjukan pada gambar 2.15.
34
Gambar 2.15. Struktur organisasi fungsional Sumber : Halim.M, 1987
4. Organisasi Komite/Panitia: organisasi komite adalah suatu badan yang terdiri
dari sekumpulan orang yang diberi kekuasaan tertentu dan dengan berunding
mereka dapat membuat keputusan bersama-sama. Dengan adanya komite,
diharapkan akan dapat menghilangkan iri hati atau pertentangan diantara
anggota kelompok dan dapat dihindari hambatan-hambatan yang timpil akibat
adanya perintah-perintah yang simpang siur antara pimpinan yang setingkat.
Komite dapat dibagi atas empat macam yaitu:
a. Komite yang mempunyai kekuasaan penuh untuk bertindak (biasanya
terdapat pada tingkatan institusional)
b. Komite yang tidak mempunyai kekuasaan, tetapi mempunyai hak untuk
menolak (hak veto)
c. Komite penasehat
d. Komite pendidikan yang merupakan kelompok diskusi
35
2.5.2 Manajemen Perawatan PLTS
Perawatan/pemeliharaan adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan
yang dilakukan untuk menjaga suatu peralatan dalam kondisi siap pakai atau
memperbaikinya sampai kondisi yang bisa diterima (Rimpung, 2007).
Secara umum manajemen perawatan dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis
manajemen perawatan yaitu:
a. Perawatan darurat (Emergency Maintenance)
Kegitan perawatan harus segera dilakukan setelah terjadi kegagalan fungsi
atau kerusakan yang mendadak.
b. Perawatan terncana (Plened Maintenance)
Kegiatan perawatan yang diatur dengan baik, dilaksanakan dengan
prapemikiran, pencatatan dan dikendalikan, biasanya berdasarkan “time
base” ataupun “condition base”. Berdasarkan jenis manajemen
perawatannya, perawatan terencana terdiri dari beberapa jenis perawatan
yaitu:
a. Perawatan pencegahan (Preventif Maintenance): perawatan yang
dilakukan untuk menghindari gagalnya kemapuan plant atau mesin
(under achievement).
b. Perawatan korektif (Correctif Maintenance): perawatan yang
dilakukan untuk mengembalikan fungsi plant atau mesin pada standar
yang diperlukan.
36
c. Perawatan sambil bekerja (Running Maintenance): perawatan yang
dilakukan sambil plant atau mesin tersebut tetap bekerja atau
beroperasi.
d. Perawatan berhenti kerja (Shot Down Maintenance): perawatan yang
dilakukan pada waktu plant atau mesin berhenti bekerja.
e. Perawatan bongkar (Break Down Maintenance): perawatan yang
dilakukan setelah plantatau mesin gagal berfungsi sesuai dengan
standar tetapi telah direncanakan terlebih dahulu.
Manajemen perawatan yang dapat dilakukan pada komponen-komponen
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah sebagai berikut (PT.SEI, 2012):
1. Perawatan Modul Surya
Agar performa modul surya dapat bekerja secara optimal, manajemen
perawatan yang dapat dilakukan ialah:
a. Membersihkan permukaan modul surya menggunakan kain yang
dibasahi dengan air atau juga dapat menggunakan spon yang halus
dan ringan untuk membersihkan mosul surya dari kotoran dan
debu.
b. Memeriksa koneksi elektrik dan mekanik modul surya minimal 6
bulan sekali untuk memastikan kebersihan, keamanandan tidak
rusak.
c. Memastikan orang melakukan perwatan atau perbaikan adalah
orang yang ahli dibidangnya apabila terjadi kerusakan sistem.
37
2. Perawatan Change Controller
Perawatan Change Controller dilakukan dengan melakukan pembersihan
peratan secara berkala dan mengecek korosi peralatan karena akan
menghambat pendinganan peralatan
3. Perawatan Inverter
Perawatan yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kerja inverter
adalah:
a. Melakukan pemindahan data yang tersimpan pada inverter setiap 1
(satu) bulan sekali
b. Melakukan perawatan umum setiap 6 (enam) bulan yang terdiri
dari memeriksa visual setiap kerusakan, pemeriksaan suara
abnormal, dan pemeriksaan setiap parameter dari operasi inverter
c. Melakukan perawatan koneksi setiap 6 bulan yang terdiri dari
pemeriksaan apakah ada kabel yang longgar dan melakukan
pemeriksaan apakah ada kabel yang terluka terutama yang kontak
langsung dengan logam.
d. Melakukan perawatan pada kipas inverter dengan melakukan
pembersihan kipas pada inverter setiap 1 tahun sekali, mengecek
suara abnormal dari kipas dan melakukan penggantian apabila
diperlukan.
e. Melakukan perawatan terhadap pengaman inverter yaitu LCD stop
dan emergency stop dengan melakukan pengecekan setiap 1 tahun.
38
4. Perawatan Tranformator
Untuk PLTS terinterkoneksi jaringan dilakukan perawatan berkala pada
transformator yang terdiri dari:
a. Pemeliharaan Berkala Satu Tahun
Dalam pemeliharaan berkala satu tahun dilakukan pemeriksaan
luar dengan memeriksa sambungan konduktor pada terminal-
terminal pentanahan dan jangan sampai ada rembesan bocoran
minyak, dilajutkan dengan melakukan Pengukuran tingkat isolasi
minyak (tegangan tembus) dan dilanjutkan dengan Bersihkanlah
isolator ternrinal dengan kain pembersih yang kering, tergantung
dari keadaan debu, kalau dalam keadaan masih basah
pergunakanlah trichorethylene.
b. Pemeliharaan Berkala Empat Tahun
Pemeliharaan berkala empat tahun sama dengan pemeliharaan tiap
tahun namun ditambah dengan pengukuran kadar asam minyak
yang dilakukan dalam laboratorium kimia dan pengecatan yang
dapat dilakukan pada bagian-bagian yang luntur atau pengecatan
kembali secara total.
2.6 Aspek Ekonomi Terhadap PLTS
Pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik umumnya
mempunyai 3 lingkup besar pertimbangan aspek ekonomi,yaitu: (i) biaya investasi
39
awal; (ii) biaya operasional; (iii) biaya perawatan pembangkit. Sifat ekonomis
sebuah sistem pembangkit listrik dapat dilihat dari harga jual listrik untuk setiap
kWh (Jati, 2011).
2.6.1 Biaya Siklus Hidup (Life Cycle Cost)
Biaya siklus hidup suatu sistem adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh
suatu sistem, selama kehidupannya. Pada sistem PLTS, biaya siklus hidup (LCC)
ditentukan oleh nilai sekarang dari biaya total sistem PLTS yang terdiri dari biaya
investasi awal, biaya jangka panjang untuk pemeliharaan dan operasional serta
biaya penggantian baterai (Foster, 2010; Santiari, 2011). Biaya siklus hidup
(LCC) diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut :
LCC = C + MPW + RPW ............................................................................... (2.9)
Dimana :
LCC = Biaya siklus hidup (Life Cycle Cost).
C = Biaya investasi awal adalah biaya awal yang dikeluarkan untuk
pembelian komponen-komponen PLTS, biaya instalasi dan biaya
lainnya misalnya biaya untuk rak penyangga.
MPW = Biaya nilai sekarang untuk total biaya pemeliharaan selama n tahun
atau selama umur proyek.
RPW = Biaya nilai sekarang untuk biaya penggantian yang harus
dikeluarkan selama umur proyek. Contohnya adalah biaya untuk
penggantian baterai.
40
Nilai sekarang biaya tahunan yang akan dikeluarkan beberapa waktu
mendatang (selama umur proyek) dengan jumlah pengeluaran yang tetap, dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
𝑃 = 𝐴 1+𝑖 𝑛−1
𝑖 1+𝑖 𝑛 ............................................................................................. (2.10)
Dimana :
P = Nilai sekarang biaya tahunan selama umur proyek.
A = Biaya tahunan.
i = Tingkat diskonto.
n = Umur proyek.
Biaya pemeliharaan dan operasional per tahun untuk PLTS umumnya
diperhitungkan sebesar 1-2% dari total biaya investasi awal (Lazou dan
Papatsor, 2000; Abdel-Gani, 2008; Santiari, 2011).
2.6.2 Biaya Energi PLTS
Biaya energi merupakan perbandingan antara biaya total per tahun dari
sistem dengan energi yang dihasilkannya selama periode yang sama (Jati, 2011).
Biaya energi mencakup dua jenis biaya, yaitu:
1. Biaya tetap, yang terdiri dari biaya komponen-komponen dan instalasi.
2. Biaya variabel, yang terdiri dari biaya operasi dan pemeliharaan.
Dilihat dari sisi ekonomi, biaya energi PLTS berbeda dengan biaya energi untuk
pembangkit konvensional. Hal ini karena biaya energi PLTS, dipengaruhi oleh
biaya-biaya seperti:
1. Biaya awal (biaya modal) yang tinggi.
2. Biaya pemeliharaan dan operasional rendah.
41
3. Biaya penggantian rendah (terutama hanya untuk baterai).
Perumusan biaya energi adalah sebagai berikut(Foster, 2010; Santiari, 2011):
𝐶𝑂𝐸 = 𝐿𝐶𝐶𝑥 𝐶𝑅𝐹
𝐴𝐾𝑊𝐻 ........................................................................................... (2.11)
Dimana :
COE = Cost of Energi / Biaya Energi ( $/kWh).
LCC = Biaya siklus hidup (Life Cycle Cost).
CRF = Faktor pemulihan modal, berdasarkan pada discount rate (i).
Dimana: 𝐶𝑅𝐹 =𝑖 1+𝑖 𝑛
1+𝑖 𝑛−1 , dengan n adalah periode (umur) proyek.
AKWH = Energi yang dibangkitkan tahunan (kWh/year).
2.6.3 Waktu Pengembalian Investasi ( Payback period)
Payback Period adalah periode lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
mengembalikan nilai investasi melalui penerimaan-penerimaan yang dihasilkan
oleh proyek (investasi). Sedangkan Discounted Payback Period adalah periode
pengembalian yang didiskonkan. Discounted Payback Period (DPP) dapat dicari
dengan menghitung berapa tahun kas bersih nilai sekarang (NPV) kumulatif akan
sama dengan investasi awal. DPP dirumuskan sebagai berikut (Ardalan. K, 2012):
𝐷𝑃𝑃 = 𝑌𝑒𝑎𝑟 𝑏𝑒𝑓𝑜𝑟𝑒 𝑟𝑒𝑐𝑜𝑣𝑒𝑟𝑦 + 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡 𝐶𝑜𝑠𝑡
𝑁𝑃𝑉 𝐾𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 ....................................... (2.12)
Dimana :
Year before recovery = Jumlah tahun sebelum tahun pengembalian final
Investment Cost = Biaya investasi awal.
NPV Kumulatif = Jumlah kas bersih nilai sekarang per tahun
42
𝑁𝑃𝑉 = 𝑁𝐶𝐹𝑡
(1+𝑖)𝑡𝑛𝑡=1 − 𝐼𝐼 ............................................................................... (2.13)
Dimana :
NCFt = Net Cash Flow periode tahun ke-1 sampai tahun ke-n.
II = Initial Investment ( Investasi awal).
i = Discount factor.
n = Umur investasi.
Semakin pendek payback period dari periode yang disyaratkan perusahaan maka
proyek investasi tersebut makin bagus dan dapat diterima.