21
8 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) Realistic Mathematics Education (RME) atau dalam bahasa Indonesia disebut Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973. RME sudah melalui proses ujicoba dan penelitian lebih dari 25 tahun, implementasinya telah terbukti berhasil merangsang penalaran dan kegiatan berpikir siswa. Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pembelajaran matematika di sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Menurut Yuwono (2001: 3), pembelajaran yang berorientasikan pada RME dapat dicirikan oleh: (a) Pemberian perhatian yang besar pada “reinvention” yakni siswa diharapkan dapat membangun konsep dan struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing; (b). Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkrit atau dari sekitar siswa; (c). Selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi gagasannya sendiri, tidak perlu sama antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya; (d). Hasil pemikiran siswa di konfrontir dengan hasil pemikiran siswa yang lainnya. Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain. Jadi pembelajaran tidak mulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya diikuti dengan contoh-

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pendekatan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1022/3/T1_292008521_BAB II.pdf · Indonesia disebut Pembelajaran Matematika Realistik

Embed Size (px)

Citation preview

8

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Pendekatan Realistic Mathematic Education (RME)

Realistic Mathematics Education (RME) atau dalam bahasa

Indonesia disebut Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

dalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan

oleh Freudenthal di Belanda pada tahun 1973. RME sudah melalui proses

ujicoba dan penelitian lebih dari 25 tahun, implementasinya telah terbukti

berhasil merangsang penalaran dan kegiatan berpikir siswa. Matematika

realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pembelajaran matematika

di sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan

pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah

realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika

atau pengetahuan matematika formal.

Menurut Yuwono (2001: 3), pembelajaran yang berorientasikan

pada RME dapat dicirikan oleh: (a) Pemberian perhatian yang besar pada

“reinvention” yakni siswa diharapkan dapat membangun konsep dan

struktur matematika bermula dari intuisi mereka masing-masing; (b).

Pengenalan konsep dan abstraksi melalui hal-hal yang konkrit atau dari

sekitar siswa; (c). Selama proses pematematikaan siswa mengkonstruksi

gagasannya sendiri, tidak perlu sama antara siswa yang satu dengan siswa

yang lainnya; (d). Hasil pemikiran siswa di konfrontir dengan hasil

pemikiran siswa yang lainnya.

Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata,

agar dapat memudahkan siswa dalam belajar matematika, kemudian siswa

dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk menemukan sendiri

konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah

sehari-hari atau dalam bidang lain. Jadi pembelajaran tidak mulai dari

definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya diikuti dengan contoh-

9

9

contoh, namun sifat, definisi, teorema itu diharapkan “seolah-olah

ditemukan kembali” oleh siswa (Soedjadi, 2001: 2). Jelas bahwa dalam

pembelajaran matematika realistik siswa ditantang untuk aktif bekerja

bahkan diharapkan agar dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri

pengetahuan yang akan diperolehnya.

Menurut Marpaung (2001: 3–4) pendekatan RME bertolak dari

masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru berperan sebagai

fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa sharing ide-idenya

artinya siswa bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain, guru

membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk mengambil

keputusan tentang ide mana yang lebih baik buat mereka. Dalam

pembelajaran matematika realistik, kegiatan inti diawali dengan masalah

kontekstual, siswa aktif, siswa dapat mengeluarkan ide-idenya, siswa

mendiskusikan dan membandingkan jawabannya dengan temannya.

Dimana guru memfasilitasi diskusi dengan temannya dan mengarahkan

siswa untuk memilih suatu jawaban yang benar. Selanjutnya guru dapat

meminta beberapa siswa untuk mengungkapkan jawabannya. Melalui

diskusi kelas jawaban siswa dibahas/dibandingkan, guru membantu

menganalisa jawaban-jawaban siswa. Jawaban siswa mungkin salah

semua, mungkin benar semua atau sebagian benar sebagian salah. Jika

jawaban benar maka guru hanya menegaskan jawaban tersebut. Jika

jawaban salah guru secara tidak langsung memberitahu letak kesalahan

siswa yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa yang menjawab

soal atau siswa lainnya. Selanjutnya siswa dapat memperbaiki jawabannya

dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan.

Menurut Marpaung (2001), dalam pembelajaran melalui pendekatan

realistik dapat juga digunakan metode ceramah tetapi tidak digunakan

secara terus menerus. Selain itu pula dapat diselingi dengan metode

pemecahan masalah, metode diskusi, belajar kelompok, belajar individual

cooperative learning, siswa menjelaskan kepada temannya, siswa meminta

temannya yang mengerjakan lalu rotasi.

10

10

Menurut Soedjadi (2001: 3) pembelajaran matematika realistik

mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:

1. The use of context (Menggunakan konteks), artinya dalam pembelajaran

matematika realistik lingkungan keseharian atau pengetahuan yang

telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang

kontekstual bagi siswa. Proses pembelajaran diawali dengan

keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah konstektual.

2. Use models, bridging by vertical instrument (Menggunakan model),

artinya permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan

dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang

mengarah ke tingkat abstrak.

3. Students constribution (Menggunakan kontribusi siswa), artinya

pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan

gagasan siswa. Siswa aktif mengkonstruksi sendiri bahan matematika

berdasarkan fasilitas dengan lingkungan belajar yang disediakan guru,

secara aktif menyelesaikan soal dengan cara masing-masing.

4. Interactivity (Interaktif), artinya aktivitas proses pembelajaran dibangun

oleh interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan

lingkungan dan sebagainya. Kegiatan belajar yang memungkinkan

terjadi komunikasi dan negosiasi antar siswa.

5. Intertwining (terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya), artinya

topik-topik yang berbeda dapat diintegrasikan sehingga dapat

memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.

Berdasarkan karakteristik tersebut maka RME itu bertolak dari

masalah-masalah yang kontekstual dan dari sana siswa membahas

pematematikaan masalah tersebut kemudian menyelesaikanya secara

matematis.

Langkah-langkah Pembelajaran Matematika Realistik

Meninjau karakteristik interaktif dalam pembelajaran matematika

realistik di atas tampak perlu sebuah rancangan pembelajaran yang mampu

membangun interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, atau

11

11

siswa dengan lingkungannya. Dalam hal ini, Asikin (2001: 3)

berpandangan perlunya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

mengkomunikasikan ide-idenya melalui presentasi individu, kerja

kelompok, diskusi kelompok, maupun diskusi kelas. Negosiasi dan

evaluasi sesama siswa dan juga dengan guru adalah faktor belajar yang

penting dalam pembelajaran konstruktif ini. Implikasi dari adanya aspek

sosial yang cukup tinggi dalam aktivitas belajar siswa tersebut maka guru

perlu menentukan metode mengajar yang tepat dan sesuai dengan

kebutuhan tersebut. Salah satu metode mengajar yang dapat memenuhi

tujuan tersebut adalah memasukkan kegiatan diskusi dalam pembelajaran

siswa. Aktivitas diskusi dipandang mampu mendorong dan melancarkan

interaksi antara anggota kelas. Mendasarkan pada kondisi kelas seperti

uraian di atas serta beberapa karakteristik dan prinsip pembelajaran

matematika realistik, maka Rozaine (2010) dalam blog-nya menyebutkan

langkah-langkah pembelajaran dalam Realistic Mathematic Education ini

adalah sebagai berikut :

Langkah – 1. Memahami masalah kontekstual

Pada langkah ini guru menyajikan masalah kontekstual kepada siswa.

Selanjutnya guru meminta siswa untuk memahami masalah itu terlebih

dahulu. Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang muncul pada

langkah ini adalah menggunakan konteks. Penggunaan konteks terlihat

pada penyajian masalah kontekstual sebagai titik tolak aktivitas

pembelajaran siswa.

Langkah – 2. Menjelaskan masalah kontekstual

Langkah ini ditempuh saat siswa mengalami kesulitan memahami

masalah kontekstual. Pada langkah ini guru memberikan bantuan dengan

memberi petunjuk atau pertanyaan seperlunya yang dapat mengarahkan

siswa untuk memahami masalah. Karakteristik pembelajaran matematika

realistik yang muncul pada langkah ini adalah interaktif, yaitu terjadinya

interaksi antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa.

12

12

Sedangkan prinsip guided reinvention setidaknya telah muncul ketika guru

mencoba memberi arah kepada siswa dalam memahami masalah.

Langkah – 3. Menyelesaikan masalah kontekstual

Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontekstual

secara individual berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan

petunjuk-petunjuk yang telah disediakan. Siswa mempunyai kebebasan

menggunakan caranya sendiri. Dalam proses memecahkan masalah,

sesungguhnya siswa dipancing atau diarahkan untuk berfikir menemukan

atau mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya. Pada tahap ini

dimungkinkan bagi guru untuk memberikan bantuan seperlunya

(scaffolding) kepada siswa yang benar-benar memerlukan bantuan. Pada

tahap ini, dua prinsip pembelajaran matematika realistik yang dapat

dimunculkan adalah guided reinvention and progressive mathematizing

dan self-developed models. Sedangkan karakteristik yang dapat

dimunculkan adalah penggunaan model. Dalam menyelesaikan masalah

siswa mempunyai kebebasan membangun model atas masalah tersebut.

Langkah – 4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban

Pada tahap ini guru mula-mula meminta siswa untuk membandingkan

dan mendiskusikan jawaban dengan pasangannya. Diskusi ini adalah

wahana bagi sepasang siswa mendiskusikan jawaban masing-masing. Dari

diskusi ini diharapkan muncul jawaban yang dapat disepakati oleh kedua

siswa. Selanjutnya guru meminta siswa untuk membandingkan dan

mendiskusikan jawaban yang dimilikinya dalam diskusi kelas. Pada tahap

ini guru menunjuk atau memberikan kesempatan kepada pasangan siswa

untuk mengemukakan jawaban yang dimilikinya ke muka kelas dan

mendorong siswa yang lain untuk mencermati dan menanggapi jawaban

yang muncul di muka kelas. Karakteristik pembelajaran matematika

realistik yang muncul pada tahap ini adalah interaktif dan menggunakan

kontribusi siswa. Interaksi dapat terjadi antara siswa dengan siswa juga

antara guru dengan siswa. Dalam diskusi ini kontribusi siswa berguna

dalam pemecahan masalah.

13

13

Langkah – 5. Menyimpulkan

Dari hasil diskusi kelas guru mengarahkan siswa untuk menarik

kesimpulan mengenai pemecahan masalah, konsep, prosedur atau prinsip

yang telah dibangun bersama. Pada tahap ini karakteristik pembelajaran

matematika realistik yang muncul adalah interaktif serta menggunakan

kontribusi siswa.

Sedangkan menurut Sujadi (2011) langkah–langkah dalam

pembelajaran matematika dengan menggunakan Realistic Mathematic

Education ini adalah sebagai berikut :

1. Memahami masalah kontekstual, Guru memberikan masalah

kontekstual sesuai dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari

siswa. Kemudian meminta siswa untuk memahami masalah

kontekstual tersebut. Jika terdapat hal-hal yang belum dipahami oleh

siswa, guru menjelaskan atau memberikan petunjuk seperlunya

terhadap bagian-bagian yang belum dipahami siswa. Karakteristik

pembelajaran matematika realistik yang muncul pada langkah ini

adalah menggunakan masalah kontekstual yang diangkat sebagai

masalah awal dalam pembelajaran

2. Menyelesaikan masalah kontekstual, Siswa secara individu diminta

untuk menyelesaikan masalah kontekstual pada LKS dengan caranya

sendiri, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian.

Selama siswa menyelesaikan masalah, guru mengamati dan

mengontrol aktivitas siswa. Karakteristik pembelajaran matematika

realistik yang muncul pada langkah ini adalah menggunakan

instrumen vertikal seperti model, skema, diagram, dan simbol

3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, Guru memberikan

waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan

mendiskusikan jawaban dari masalah (soal) dengan teman

sekelompoknya, untuk selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan

pada diskusi kelas. Karakteristik pembelajaran matematika realistik

14

14

yang muncul pada langkah ini adalah penggunaan kontribusi siswa

dan terdapat interaksi antara siswa yang satu dengan siswa yang lain

4. Menyimpulkan, Guru mengarahkan siswa untuk mengambil

kesimpulan dari hasil diskusi kelas sehingga diperoleh suatu rumusan

konsep, prinsip atau prosedur.Karakteristik pembelajaran matematika

realistik yang muncul pada langkah ini adalah terdapat interaksi antara

siswa dengan guru

Pendidikan matematika realistik menekankan pada penjelajahan

penemuan, you learn mathematics best by reinventing it (belajar

matematika paling baik adalah melalui penemuan kembali). Interaksi

antarpeserta didik dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam

RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi,

penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi

digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal

peserta didik. Yang diharapkan mampu mengembangkan pengertian

peserta didik, dan akhirnya peserta didik mampu mengaplikasikan kembali

konsep matematika yang dimiliki pada kehidupan sehari-hari atau pada

bidang lain di waktu yang akan datang. Sehingga diharapkan dengan

pembelajaran RME, prestasi peserta didik dapat meningkat. Berdasarkan

langkah- langkah dalam pembelajaran matematika realistik diatas maka

langkah- langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat

pada tabel 2.1 dibawah ini:

Tabel 2.1

Langkah dalam fase Pembelajaran, Peranan Guru dan Aktivitas Siswa

No

Fase

Pembelajaran

dan konsep

PMRI

Peranan Guru Aktivitas Siswa

1. Fase

Pengenalan

(Matematisasi

konseptual)

1. Memberikan masalah

kontekstual yang

sesuai dengan materi

pembelajaran

2. Mengajukan

pertanyaan/mengajak

1. Memahami

masalah

kontekstual yang

diajukan guru

2. Menjawab

pertanyaan guru,

15

15

siswa berdiskusi

untuk

menghubungkan

masalah yang

diberikan dengan

pengalaman yang

telah dimiliki siswa

dan mencoba

menggali

pengalaman yang

telah dimiliknya

untuk

mengkonstruksi

pengetahuan

berdasarkan

masalah

kontektual

2. Fase

Eksplorasi

(strategi

informal)

untuk

mengarah pada

formalisasi

1. Guru membangun

pembelajaran yang

interaktif, baik secara

individu, belajar

berpasangan atau pun

belajar dalam

kegiatan kelompok

2. Guru memberikan

kesempatan kepada

siswa untuk secara

aktif menyumbang

pada proses belajar

dirinya, dan secara

aktif membantu siswa

dalam menafsirkan

persoalan riil; dan

3. Guru memberi

bantuan seperlunya

4. Memberikan

motivasi, dan reward

dari kemajuan siswa

1. Aktif baik secara

individu maupun

kemampuan

bekerja sama

dalam kelompok.

2. Berupaya untuk

menemukan

penyelesaian

masalah dengan

bantuan teman

sejawat.

3. Memiliki rasa

percaya diri

untuk

memberikan

kontribusi pada

kelompoknya

4. Siswa menerima

reward sebagai

penghargaan

prestasi.

3. Fase

Meringkas/

konfirmasi

(Penguatan

konsep dan

pengaplikasian

konsep)

1. Memberikan

kesempatan pada

siswa untuk

mengkomunikasikan

perolehannya,

2. Membimbing siswa

untuk menarik

kesimpulan dari

materi yang telah

dipelajari

1. Mengkomunikasi

kan perolehan

dengan cara :

presentasi dalam

bentuk diskusi

kelas

2. Bersama-sama

dengan siswa

lain dengan

bimbingan guru

menyimpulkan

materi pelajaran.

16

16

2.1.2. Pembelajaran Matematika

Abdurrahman (2003: 252) menyatakan bahwa Matematika adalah

bahasa simbolis yang fungsi praktiknya untuk mengekspreksikan

hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi

teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Sedangkan menurut

Hamzah (2007: 129) menyatakan bahwa matematika adalah sebagai suatu

bidang ilmu yang merupakan alat pikir berkomunikasi, alat untuk

memecakan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan

intuisi, analisis dan kontruksi, generalitas dan individualitas.

Dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang mendasari

berbagai ilmu pengetahuan lain dalam bentuk bahasa simbol-simbol untuk

menemukan suatu jawaban terhadap permasalahan yang dihadapi manusia

baik berupa informasi ataupun pengetahuan tentang bentuk dan ukuran.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

memajukan daya pikir manusia serta dalam perkembangan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Beberapa mata pelajaran yang

disajikan disekolah dasar seperti matematika adalah salah satu mata

pelajaran yang menjadi kebutuhan dalam melatih penalaran siswa. Mata

pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai

dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan

berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan

bekerjasama (Permen 22 th 2006-Standar isi: 416). Melalui pembelajaran

matematika diharapkan akan menambah kemampuan, dan

mengembangkan keterampilan berhitung siswa yang bisa diterapkan dalam

kehidupan sehari- hari.

Dalam Permendiknas No.22 tanggal 23 Mei 2006 mengenai standar isi

menyebutkan bahwa, Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta

didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memahami konsep

matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan

konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam

17

17

pemecahan masalah; (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,

melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,

menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;

(3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh; (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol,

tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;

(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berikut ini adalah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV,

Semester 2 yang tersaji dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas IV, Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Bilangan

5. Menjumlahkan dan

mengurangkan

bilangan bulat

5.1 Mengurutkan bilangan bulat

5.2 Menjumlahkan bilangan bulat

5.3 Mengurangkan bilangan bulat

5.3 Melakukan operasi hitung campuran

6. Menggunakan pecahan

dalam pemecahan

masalah

6.1 Menjelaskan arti pecahan dan

urutannya

6.2 Menyederhanakan berbagai bentuk

pecahan

6.3 Menjumlahkan pecahan

6.4 Mengurangkan pecahan

6.5 Menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan pecahan

7. Menggunakan

lambang bilangan

Romawi

7.1 Mengenal lambang bilangan Romawi

7.2 Menyatakan bilangan cacah sebagai

bilangan Romawi dan sebaliknya

18

18

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Geometri dan

pengukuran

8. Memahami sifat

bangun ruang

sederhana dan

hubungan antar bangun

datar

8.1 Menentukan sifat-sifat bangun ruang

sederhana

8.2 Menentukan jaring-jaring balok dan

kubus

8.3 Mengidentifikasi benda-benda dan

bangun datar simetris

8.4 Menentukan hasil pencerminan suatu

bangun datar

2.1.3. Pengertian Kartu Domino

(Kamus Besar, 2012 ) menyebutkan bahwa kartu domino adalah

kartu yg bertanda bulatan-bulatan yang menunjukkan nilai angka kartu.

Kartu domino yang digunakan dalam penelitian ini bukanlah suatu kartu

yang digunakan oleh orang untuk berjudi, melainkan suatu media untuk

pembelajaran yang bentuknya dibuat seperti kartu domino untuk menarik

minat siswa dalam belajar matematika. Perbedaan utamanya terletak pada

kartu-kartunya dan aturan permainannya. Jika pada kartu domino

sesungguhnya berisi angkanya ditentukan berdasarkan kumpulan lingkaran

dan berjumlah 28 kartu, pada kartu domino pecahan ini kartu tersebut

berisi berbagai bilangan pecahan dan jumlahnya bisa disesuaikan dengan

kebutuhan, dalam penelitian ini peneliti menggunakan 20 kartu pecahan

domino untuk setiap setnya.

Media ini sangat sederhana, dan terkait dengan kehidupan sehari-

hari. Melalui panggunaan Kartu domino Pecahan Senilai ini dimaksudkan

sebagai alat untuk melatih pemain/siswa dalam mencari nama-nama lain

dari suatu pecahan. Setiap kartu terdiri dari dua pecahan yang sama

nilainya atau berbeda nilainya, misal:

Petunjuk Penggunaan

19

19

Bentuk permainan kartu domino dalam matematika tidak jauh

berbeda dengan permainan kartu domino yang ditemui pada kehidupan

sehari-hari. Tak ubahnya bermain domino, setelah kartu pertama dilempar,

kartu berikutnya akan mengikuti. Permainan ini semakin menarik karena

ada kompetisi. Siswa harus berlomba menghabiskan kartu secepat

mungkin. Siapa yang lebih dulu menghabiskan kartu maka ia yang

menang. Dibawah ini adalah cara memainkan kartu domino menurut

Zaelani (2011):

1) Permainan ini cocok dimainkan secara berkelompok dengan

banyaknya pemain 4 atau 5 orang.

2) Sebelumnya kartu dikocok terlebih dahulu, kemudian bagikan

kartu tersebut kepada masing-masing pemain sebanyak 4 kartu.

3) Buka satu (1) kartu dari tumpukan sisa.

4) Secara bergantian pemain menyambung susunan kartu, misal untuk

kartu pecahan 1/2 maka disambung dengan pecahan yang senilai

misalnya 2/4

5) Siapa yang lebih dulu menghabiskan kartu atau yang memiliki sisa

kartu paling sedikit maka ia yang menang

Kegunaan dari permainan ini adalah untuk melatih keterampilan

siswa dalam memahami suatu pokok bahasan tertentu dalam pembelajaran

matematika. Dalam pembelajaran matematika di SD, untuk materi pecahan

maka seorang guru dapat melakukan pembelajaran pecahan kepada siswa

dengan bermain menggunakan model kartu domino pecahan (Kado-

Pecah). Pembelajaran pecahan dengan permainan model Kado-Pecah,

dapat menumbuhkan semangat kompetitif dan kreatifitas siswa yang

diharapkan bisa meningkatkan hasil belajar matematika. Kartu domino

pecahan sebagai media pembelajaran dapat dimanfaatkan oleh guru dan

siswa dalam mengatasi pemahaman pecahan senilai.

2.1.4. Pengertian Pecahan Senilai

Khosmatun (2010), bilangan pecahan merupakan bilangan yang

mempunyai jumlah kurang atau lebih dari utuh.Terdiri dari pembilang dan

20

20

penyebut, pembilang merupakan bilangan terbagi, penyebut merupakan

bilangan pembagi. Sedangkan, menurut Sukayati (2003: 1) Kita

menggunakan jenis bilangan yang disebut pecahan, apabila kita

membicarakan bagian-bagian benda atau bagian-bagian himpunan atas

beberapa bagian yang sama. Oleh karena itu bilangan pecahan yang

dipelajari anak SD, sebetulnya merupakan bagian dari bilangan rasional

yang dapat ditulis dalam bentuk �

� dengan a dan b merupakan bilangan

bulat, dan b ≠ 0. Pecahan biasa dapat digunakan untuk menyatakan

makna dari setiap bagian dari yang utuh. Misalnya :

Gambar yang diarsir adalah �

Gambar diatas menunjukkan pecahan �

� dibaca setengah atau satu

per dua. “1” disebut pembilang yaitu merupakan suatu pengambilan atau

satu bagian yang sama dari keseluruhan.”2 “ disebut penyebut yaitu

merupakan jumlah yang sama dari keseluruhan.

Jadi pecahan adalah suatu bilangan yang menyatakan/

menunjukkan sebagian dari keseluruhan. Pecahan senilai biasanya disebut

juga pecahan ekuivalen. Pecahan senilai yaitu pecahan yang nilainya sama

meskipun pecahan tersebut mempunyai pembilang dan penyebut yang

berbeda.

Secara umum untuk mencari pecahan senilai dapat dilakukan

dengan cara mengalikan/ membagi pembilang dan penyebut dengan angka

yang sama, tetapi tidak nol. Dapat ditulis dengan rumus :

2.1.5. Prestasi (Hasil) belajar siswa

Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan/keterampilan yang

dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai

=

� =

∶ �

∶ �

21

21

tes/angka yang diberikan oleh guru (Tim penyusun KBBI: 2005). Mulyani

(2006) berpendapat bahwa prestasi belajar matematika siswa merupakan

hasil yang dicapai oleh siswa sebagai gambaran penguasaan pengetahuan

atau keterampilan siswa dalam belajar matematika yang dinyatakan dalam

bentuk nilai-nilai setelah dilakukan tes oleh guru pada siswa. Sedangkan

menurut Sudjana (2006: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan

yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Pendapat lain mengenai hasil belajar dikemukakan oleh Suprijono

(2011: 5) yang menyebutkan hasil belajar adalah pola-pola pengertian-

pengertian, sikap-sikap dan keterampilan. Sedangkan menurut Mujiono

(2006: 20) Hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar.

Dari beberapa teori hasil belajar diatas, yang dimaksud dengan

hasil belajar dalam mata pelajaran matematika pada penelitian ini adalah

suatu hasil kemampuan yang dimiliki/dicapai seseorang sebagai hasil dari

proses belajar ataupun merupakan penguasaan pengetahuan (kognitif)

pada mata pelajaran yang biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai

yang diberikan guru selama mengikuti proses pembelajaran dalam kelas.

Peningkatan prestasi belajar adalah merupakan suatu hasil belajar siswa

berupa nilai/angka yang lebih tinggi dari pada nilai sebelumnya.

2.1.6. Motivasi Belajar

Menurut pakar psikologis motivasi terbagi atas dua macam

motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Menurut Sutikno (2007),

motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam diri siswa

tentang tujuan dari apa yang akan dicapainya atau sebuah bentuk

kesadaran yang timbul dari siswa itu sendiri. Motivasi merupakan salah

satu faktor yang diduga besar pengaruhnya terhadap hasil belajar. Siswa

yang motivasinya tinggi diduga akan memperoleh hasil belajar yang baik.

Pentingnya motivasi belajar siswa terbentuk antara lain agar terjadi

perubahan belajar ke arah yang lebih positif. Sedangkan motivasi

ekstrinsik adalah motivasi yang muncul bila ada pancingan/rangsangan

dari luar siswa, misalnya dari guru atau orang tua. Biasanya motivasi ini

22

22

tidak bertahan lama, bila umpan-umpan untuk memotivasi masih menarik,

maka kegiatan masih tetap berjalan, namun tidak selamanya seorang guru

mampu terus mengumpan siswa untuk dapat mengikuti kegiatan belajar

mengajar.

Dalam Wikipedia (2012), pengertian motivasi adalah proses yang

menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk

mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah

intensitas, arah, dan ketekunan. Dalam hubungan antara motivasi dan

intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha,

tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan

kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan

organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan

ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.

Menurut Sardiman (2007: 75) motivasi adalah serangkaian usaha untuk

menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan

ingin melakukan sesuatu. Motivasi mengandung 3 fungsi yaitu: 1).

pendorong manusia untuk berbuat, 2). menentukan arah perbuatan, 3).

menyeleksi perbuatan.

Setiap manusia pada dasarnya berbuat sesuatu karena adanya

dorongan oleh suatu motivasi tertentu. Menurut Sutikno (2007), motivasi

berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan daya penggerak yang ada

di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi

tercapainya suatu tujuan. Sutikno (2007), mengemukakan motivasi adalah

perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya

feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari

pengetian tersebut, terdapat tiga elemen penting tentang motivasi yaitu :

(1) Motivasi mengawali terjadinya suatu perubahan energi pada diri setiap

individu manusia. (2) Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau

feeling, afeksi seseorang. (3) Motivasi akan dirangsang karena adanya

tujuan. Jadi motivasi merupakan respon dari suatu aksi yakni tujuan,

dimana tujuan tersebut menyangkut dengan kebutuhan.

23

23

Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan motivasi belajar

merupakan dorongan baik dari dalam maupun dari luar pribadi seseorang

untuk melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan pembelajaran yaitu

berusaha untuk merubah diri dari yang belum tahu menjadi tahu, dari yang

belum paham menjadi paham, sehingga dapat mencapai tujuan

pembelajaran dengan maksimal.

Menurut Uno (2007: 10) motivasi adalah dorongan internal dan

eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan perubahan tingkah laku,

yang mempunyai indikator sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan

keinginan untuk melakukan kegiatan, (2) adanya dorongan dan kebutuhan

melakukan kegiatan, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) penghormatan

dan penghargaan atas diri, (5) adanya lingkungan yang baik, dan (6)

adanya kegiatan yang menarik”.

Ada beberapa strategi yang akan digunakan oleh guru dalam

penelitian ini untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:

1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar

mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan

mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada

siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam

belajar.

2. Hadiah/ reward. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini

akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di

samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa

mengejar siswa yang berprestasi.

3. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara

siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha

memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.

4. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan

penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.

5. Hukuman/ punishment. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat

kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan

24

24

harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu

motivasi belajarnya.

6. Menggunakan metode yang bervariasi. Penggunaan metode yang

bervariasi dalam pengajaran membuat siswa tidak jenuh dalam

mengikuti prosesbe lajar mengajar,dan membuat suasana pembelajaran

tidak monoton.

7. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan

pembelajaran. Guru menggunakan media pembelajaran yang sesuai

dan beik dalam penyampaian materi akan membantu siswa untuk

memusatkan perhatian serta menarik perhatian siswa untuk

memperhatikan materi yang disampaikan.

Berdasarkan pendapat Uno mengenai indikator motivasi diatas

maka dalam penelitian ini indikator motivasi yang akan diukur adalah

sebagai berikut: 1). adanya hasrat untuk belajar, 2). adanya dorongan

untuk meraih tujuan, 3). adanya cita-cita untuk berhasil dalam

pembelajaran, 4). metode pembelajaran yang menarik, 5). guru, 6).

lingkungan, serta 7). fasilitas yang mendukung pembelajaran.

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang relevan

Munarsih (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Upaya

Peningkatan Hasil Belajar matematika Melalui Pendekatan Realistic

Mathematic Education (RME) (PTK Pembelajaran Matematika Kelas III

SDN Karangnongko II Boyolali)”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa:

1) terdapat peningkatan hasil belajar non skolastik yaitu ketekunan dalam

belajar (mengerjakan soal) sebelum putaran (18,75%), pada putaran I

(37,5%), pada putaran II (75%), pada putaran III (100%). 2) terdapat

peningkatan hasil belajar non skolastik yaitu usaha dalam belajar

(bertanya) sebelum putaran (12,5%), pada putaran I (25%), pada putaran II

(62,5%), pada putaran III (86,72%). 3) terdapat peningkatan hasil belajar

non skolastik yaitu partisipasi aktif dalam belajar (maju kedepan kelas)

sebelum putaran (6,25%), pada putaran I (18,75%), pada putaran II

(56,25%), pada putaran III (75%). 4) terdapat peningkatan hasil belajar

25

25

non skolastik yaitu penyelesaian tugas (tepat waktu) sebelum putaran

(25%), pada putaran I (37,5%), pada putaran II (68,75%), pada putaran III

(87,5%). 5) terdapat peningkatan hasil belajar skolastik yaitu

mengerjakan soal latihan dengan benar sebelum putaran (25%), pada

putaran I (56,25%), pada putaran II (75%), pada putaran III (87,5%).

Penelitian ini menyimpulkan bahwa pendekatan Realistic Mathematic

Education (RME) dapat meningkatkan hasil belajari matematika siswa

Sekolah Dasar, sehingga diharapkan para guru matemetika menggunakan

pendekatan Realistic Mathematic Education (RME) pada pembelajaran

matematika.

Upu (2010) dalam penelitianya yang berjudul “Improving

Mathematics Students’ achievement through Realistic Mathematics

Education Approach at grade VII-7 Public Junior High School 3 Sinjai”,

Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa pada akhir Siklus I, skor

rata-rata prestasi belajar matematika siswa adalah 40,1 dari skor ideal yang

mungkin dicapai yaitu 100,0 dengan standar deviasi 20,9. Kemudian pada

akhir Siklus II diperoleh skor rata-rata pretasi belajar matematika siswa

adalah 68,0 dari skor ideal yang mungkin dicapai yaitu 100,0 dengan

standar deviasi sebesar 15,7. Dengan demikian secara kuantitatif prestasi

belajar matematika siswa Kelas VII-7 SMP Negeri 3 Sinjai mengalami

peningkatan dari kategori rendah menjadi tinggi.

Rahayu (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh

Pendekatan RME (Realistic Mathematics Education) terhadap peningkatan

prestasi belajar siswa kelas II SD Negeri Penaburan 1 Purbalingga”,

berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, diperoleh hasil terdapat

perbedaan pengaruh yang signifikan pendekatan RME (Realistic

Mathematics Educations) terhadap peningkatan prestasi belajar

matematika siswa kelas II SD Negeri Penaruban I Purbalingga. Hal itu

ditunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol yaitu diperoleh nilai t hitung 3,968

lebih besar dari nilai t tabel 2, 021 pada taraf signifikan 5%. Hasil akhir

26

26

nilai rata-rata prestasi belajar matematika pertemuan 3 pada kelompok

eksperimen sebesar 82,5 dan nilai rata-rata kelompok kontrol sebesar 68,5.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelompok eksperimen

lebih tinggi dari nilai ratarata kelompok kontrol.

Niraningtiyas (2011) dalam penelitiannya yang berjudul

“Penerapan Permainan Kartu Domino Pecahan untuk Meningkatkan

Aktivitas dan Hasil Belajar Perkalian Pecahan Siswa Kelas V SDN Oro-

oro Dowo Kota Malang”, Hasil penelitian menunjukkan presentase

aktivitas pada siklus I mencapai 59,37%, sedangkan presentase aktivitas

belajar siswa pada siklus II mencapai 93,75%. Aktivitas belajar siswa

mengalami peningkatan 34,38%. Selanjutnya, peningkatan hasil belajar

siswa dilihat dari rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II.

Pada siklus I, rata-rata hasil belajar siswa mencapai 68,35 dengan

ketuntasan belajar klasikal sebesar 61 %, sedangkan rata-rata hasil belajar

pada siklus II mencapai 77,11 dengan ketuntasan klasikal 81 %..

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan

permainan kartu domino pecahan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil

belajar siswa pada materi perkalian berbagai bentuk pecahan.

Badarudin (2011), dalam penelitiannya yang berjudul“

Peningkatan Motivasi Belajar Siswa Pada Pembelajaran Matematika

Melalui Alat Peraga Bangun Ruang Di Kelas V SD Negeri Tapen

Kecamatan Wanadi Kabupaten Banjarnegara”, menyebutkan bahwa hasil

penelitian pada studi awal siswa kurang merespon terhadap pelajaran

matematika materi volum bangun ruang, kemudian pada siklus I dan

Siklus II, melalui alat peraga bangun ruang, siswa lebih antausias dalam

mengikuti proses pembelajaran matematika. Pada siklus II terbukti adanya

peningkatan prestasi yang mencapai nilai rata-rata 82,38 dengan

ketuntasan belajar siswa secara klasikal sebesar 90,47%.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diatas, terbukti

bahwa dengan menggunakan Realistic Mathematics Educations dapat

meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa, karena siswa berusaha

27

27

untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dari masalah

kontekstual yang diberikan oleh guru dengan bantuan seperlunya dari

guru. Dengan pembelajaran seperti ini siswa dituntut aktif baik secara

individu maupun kelompok, sehingga siswa akan lebih termotivasi untuk

belajar dan hasil belajar juga akan meningkat.

2.3. Kerangka Berpikir

Dalam proses belajar mengajar tujuan pembelajaran merupakan

salah satu komponen yang penting. Untuk mencapai tujuan yang

diinginkan dalam suatu proses belajar mengajar yang efektif dan efesien,

maka seorang guru biasanya akan memilih metode dan media dan

pendekatan pembelajaran yang secara nalar diperkirakan tepat untuk

menyampaikan suatu topik yang sedang dibahas.

Mengingat matematika merupakan suatu mata pelajaran yang lebih

banyak berhubungan dengan pengamatan maupun pengalaman langsung

maka sangat dibutuhkan adanya metode atau pendekatan yang sesuai

dengan karakteristik matematika tersebut. Untuk itu pendekatan

matematika realistik pantas direkomendasikan dalam pengajaran

matematika. Hal ini disebabkan karena pendekatan matematika realistik

merupakan pendekatan pembelajaran yang mengarahkan siswanya untuk

secara langsung mengalami pengalamannya sendiri. Pendekatan

matematika realistik melibatkan siswa atau menggunakan alam sekitar dan

benda-benda nyata sehingga mereka dapat berdiskusi dan berkolaborasi,

beragumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan

sendiri dan akhirnya menggunakan matematika untuk menyelesaikan

masalah baik secara individu maupun kelompok. Selama ini matematika

masih dianggap sebagai salah atu mata pelajaran yang sukar sehingga

ketertarikan atau motivasi siswa untuk belajar matematika masih rendah.

Dengan menggunakan pendekatan matematika realistik dengan

menggunakan kartu domino pecahan, diharapkan menjadi salah satu solusi

untuk meningkatkan prestasi dan motivasi siswa belajar siswa pada pokok

bahasan pecahan senilai.

Pembelajaran

Konvensional

(PBM monoton)

Siswa kurang

termotivasi dan

kurang

memperhatikan

Hasil belajar

dan motivasi

rendah

28

28

Gambar 2.1. Kerangka Pikir

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas maka

dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: Implementasi

Realistic Mathematic Education (RME) dengan menggunakan kado pecah

(kartu domino pecahan) diduga berpengaruh terhadap peningkatkan

motivasi dan hasil belajar siswa sekolah dasar pada pokok bahasan

pecahan senilai.

Hasil belajar siswa

meningkat

Proses Belajar

Mengajar

menyenangkan

Daya serap anak

menjadi tinggi karena

anak merasa senang

Matematika terkait

dengan kehidupan

sehari-hari dan masa

depan anak sehingga

anak menjadi tertarik

dan termotivasi

untuk belajar

matematika

Motivasi belajar

siswa meningkat

Pembelajaran

Konvensional

(PBM monoton)

Siswa kurang

termotivasi dan

kurang

memperhatikan

Hasil belajar

dan motivasi

rendah

Pembelajaran

menggunakan

RME

Siswa menggunakan

pengalaman, alam sekitar, benda

nyata untuk menemukan sendiri

konsep matematika