Upload
vantuyen
View
224
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Terdahulu
Penelitian menggunakan analisis framing model Robert N. Entman,
sebelumnya pernah dilakukan oleh peneliti lain, khususnya yang mengambil Ilmu
Jurnalistik sebagai disiplin ilmunya. Begitu juga dengan yang menjadikan
Majalah Rolling Stone Indonesia sebagai objek penelitian. Berikut dua penelitian
yang masing-masing menggunakan elemen framing model Robert N. Entman
serta menggunakan Majalah Rolling Stone Indonesia sebagai objek penelitiannya.
Dua penelitian berikut merupakan penelitian terhadap karya jurnalistik di media
massa cetak yang Penulis anggap dapat mewakili sejumlah penelitian yang telah
dilakukan mahasiswa/i Fikom Unpad selama rentang waktu 2005 - 2012.
1. Sheisa Sastaviana Sudrajat, KX0050569, Kontruksi Realitas tentang
Keruksakan Jalan di Kota Bandung pada tajuk rencana Harian
Umum Pikiran Rakyat.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kerusakan jalan di Kota Bandung yang
di muat di media massa cetak pikiran rakyat. Selain itu Pikiran Rakyat
menjabarkan masalah kerusakan jalan secara bertahap, dimulai dari penyebab
paling dasar dan menghubungkannya dengan kondisi yang saat ini terjadi di Kota
Bandung, bahwa kerusakan jalan bermula dari banjir cileuncang yang tidak
tertangani dengan baik oleh pemerintah. Kemudian efek dari rusaknya jalan dan
banjir tersebut berpengaruh pada menurunnya tingkat kenyamanan Kota Bandung
sebagai kota pariwisata.
20
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana Harian Umum Pikiran
Rakyat memberikan pandangan (Define Problems), menjabarkan masalah
(Diagnose Couses), memberikan keputusan moral (Make Moral Judgment), dan
menawarkan solusi (treatment Recommendation) sesuai analisis framing model
Robert N. Entman. dan bagaimana konteks realitas sosial wartawan atas
kerusakan jalan di Kota Bandung.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pikiran Rakyat menekankan pada
peran masyarakat dan pemerintah. Pikiran Rakyat memberikan berbagai contoh
bahwa kerusakan jalan di Kota Bandung bukan hanya disebabkan oleh kelalaian
pemerintah, namun ada juga campur tangan masyarakat yang memiliki kesadaran
rendah untuk menjaga lingkungan. Pikiran Rakyat mendeskripsikan bahwa
pemerintah dam masyarakat memiliki tanggung jawab yang sama atas masalah
ini.
Simpulan pada penelitian ini adalah Pikiran Rakyat melakukan penonjolan
yang berbeda antara tajuk rencana yang satu dengan yang lain meskipun dengan
peristiwa dan realitas yang sama.
2. Idhar Resmadi, 210111070002, Wacana Industri Musik Digital dalam
Pemberitaan Special Features Majalah Musik Bulanan RSI
Studi kualitatif dengan pendekatan analisis wacana Teun Van Djik Pada
feature Era Baru Musik Digital Indonesia, Nada Sambung Bawa Untung dan
Digital Kills The Superstars dalam Majalah Rolling Stone Indonesia nomor 59
(Maret 2010).
Penelitian ini bermula dari asumsi bahwa Majalah Rolling Stone Indonesia
mencoba memunculkan wacana kepada khalayak mengenai industri musik digital
21
dalam pemberitaannya. Bahwa industri musik digital telah menggilas industri
rekaman. Untuk mengurai topik ini, penelitian menggunakan analisis wacana
kritis dalam menganalisis makna dibalik berita di Majalah Rolling Stone
Indonesia yang terkait dengan pemberitaan industri musik digital dalam industri
musik tanah air. Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis Teun van Dijk
yang menghubungkan analisis tekstual ke arah bagaimana teks berita diproduksi
oleh wartawan sehingga wacana berkembang dalam masyarakat.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada level teks wacana industri musik
digital tampak pada tingkatan teks, struktur makro, superstruktur dan struktur
mikro yang membangun teks tersebut. Pada level kognisi sosial menunjukan
bahwa wacana industri musik digital telah berkembang dan diwacanakan oleh
wartawan Rolling Stone yang memasukan persfektif dan ideologi dalam bentuk
teks. Sedangkan pada level konteks sosial, menunjukan bahwa wacana industri
musik digital muncul karena cara pandang serta pola pikir masyarakat Indonesia
terhadap perkembangan industri musik.
Kesimpulan yang bisa diambil bahwa industri musik digital yang
diwacanakan Rolling Stone merupakan bentuk dominasi media tersebut. Wacana
industri musik digital merupakan salah satu bentuk cara pandang wartawan yang
menyebarkan ideologinya kepada masyarakat. Untuk itu, wartawan Rolling Stone
memiliki andil yang cukup besar dalam penyebaran wacana kepada masyarakat.
Pada penelitian ini, peneliti menyarankan agar Rolling Stone bisa menjalankan
fungsi kontrol sosial dan lebih berimbang dalam memilih informasi yang akan
disampaikan kepada masyarakat. Selain itu, Rolling Stone juga bisa menjaga
objektivitas dalam menyampaikan informasi lewat pemberitaanya.
22
2.2 Komunikasi
Pada dasarnya, pengertian komunikasi adalah persamaan makna. Hal ini
berarti, jika seseorang terlibat dalam sebuah komunikasi dengan orang lain, maka
komunikasi tersebut akan terus berlangsung selama terdapat persamaan makna
diantara mereka mengenai apa yang diperbincangkan pada saat itu. Persamaan
makna sendiri merupakan unsur yang paling penting dalam proses berkomunikasi.
Komunikasi akan berjalan efektif dan bersifat komunikatif jika diantara pihak-
pihak yang terlibat terdapat sebuah kesamaan makna.
Untuk mencapai adanya persamaan makna dalam proses berkomunikasi,
hendaknya kita harus mempelajari apa sebetulnya pengertian komunikasi tersebut.
Dibawah ini, akan dipaparkan mengenai pengertian komunikasi menurut pendapat
beberapa ahli.
Harold Lasswell mendefinisikan komunikasi dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan atas pertanyaan who says what in which channel to whom with what
effect?, atau siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan
pengaruh bagaimana? Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa
komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan,
yaitu:
- Komunikator (Communicator, Source, Sende)
- Pesan (Message)
- Media (Channel, Media)
- Komunikan (Communicant, Communicatee, Receiver, Recipient)
- Efek (Effect, Impact, Influence)
23
Adapun fungsi komunikasi menurut Laswell adalah sebagai berikut:
a. The surveillance of the environment (pengamatan lingkungan), yaitu
kegiatan mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai peristiwa–
peristiwa dalam suatu lingkungan, dengan kata lain penggarapan berita.
b. The correlation of the parts of society in responding to the environment
(korelasi kelompok–kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi
lingkungan), yaitu interpretasi terhadap informasi mengenai peristiwa
yang terjadi di lingkungan, dalam beberapa hal ini dapat difenisikan
sebagai tajuk rencana atau propaganda.
c. The transmission of the social heritage from one generation to the next
(transmisi warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain),
yaitu kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai dan norma sosial dari
generasi yang satu ke generasi yang lain atau dari anggota suatu kelompok
kepada pendatang baru. Ini sama dengan kegiatan pendidikan.
Berdasarkan paradigma Lasswell, komunikasi dapat diartikan sebagai suatu
proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalu media
atau saluran untuk menghasilkan efek tertentu.
Berelson dan Steiner (1964), mereka mendefinisikan komunikasi pada unsur
penyampaiannya, yakni penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan, dan
seterusnya, melalui penggunaan simbol, kata, gambar, angka, grafik, dan lain-lain.
Sedangkan Onong U. Effendy menulis pengertian komunikasi sebagai
sebuah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung
secara lisan, maupun tak langsung melalui media.
24
Menurut Gerbner (1967) komunikasi adalah interaksi sosial melalui pesan
(social interaction through messages). Definisi tersebut merupakan definisi yang
sangat ringkas dan cukup tepat untuk menggambarkan gejala komunikasi.
Pengertian lain, dikemukakan oleh Carl Hovland yang mendefinisikan
komunikasi sebagai sebuah proses untuk mengubah perilaku orang lain
(communication is the process to modify the behavior of other individuals).
Jadi, lingkup komunikasi menyangkut persoalan – persoalan yang ada
kaitannya dengan subtansi interaksi sosial orang – orang dalam masyarakat,
termasuk isi dari interaksi yang dilakukan secara langsung maupun dengan
menggunakan media komukasi.
2.3 Komunikasi Massa
Banyak pakar yang mencoba mendefinisikan komunikasi massa. Jika
merujuk kepada definisi komunikasi massa yang dikemukakan oleh Bittner,
komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada
sejumlah orang. Bittner berpendapat penggunaan media massa menjadi sarat
terjadinya komunikasi massa.
Sedangkan menurut pendapat Tan dan Wright menyatakan bahwa
komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran
(media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal,
berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen dan
menimbulkan efek tertentu.
Sementara definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh
Gerbner. Menurut Gerbner (1967), yakni komunikasi massa adalah produksi dan
distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu
25
serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. Gerbner berpendapat
bahwa komunikator komunikasi massa harus terlembagakan, karena berhubungan
erat dengan penggunaan teknologi dan perancangan pesan yang kompleks.
Sehingga dalam perancangan pesannya memerlukan banyak orang yang
terorganisir dan biasanya terhimpun dalam sebuah lembaga.
Dalam berbagai definisi di atas, Rakhmat merangkum definisi-definisi
komunikasi tersebut menjadi :
Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan
kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui
media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima
secara serentak dan sesaat.
Setiap isi pesan yang disebarkan oleh penyampai pesan pada sasaran yang
ditujunya akan menimbulkan efek. Efek pesan yang disebarkan oleh komunikator
melalui media massa timbul pada komunikan sebagai sasaran komunikasi. Oleh
karena itu efek melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan psikologis.
Efek tersebut meliputi :
1. Efek Kognitif, berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga
khalayak yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang semula tidak
mengerti menjadi mengerti, yang semula bingung menjadi jelas.
2. Efek Afektif, berhubungan dengan perasaan. Akibat dari membaca,
mendengar, menonton timbul perasaan tertentu pada khalayak.
3. Efek Konatif, berhubungan dengan niat, tekad, upaya, usaha, yang
cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Karena berbentuk
perilaku, maka sebagaimana disinggung di atas, efek konatif sering juga
disebut efek behavioral.
26
2.3.1 Fungsi Komunikasi Massa
Onong Effendy (2006) menyebutkan bahwasanya fungsi komunikasi massa
adalah menyiarkan informasi (to inform), mendidik (to educate), dan menghibur
(to entertain). Ada sementara ahli yang menambahkan fungsi lain terhadap fungsi
media massa ini, umpamanya saja: fungsi mempengaruhi (to influence), fungsi
membimbing (to guide), fungsi mengeritik (to critise), dan semua itu hanya
merupakan tambahan saja bagi ketiga fungsi tadi.
Komunikasi massa memiliki beberapa fungsi karena keterkaitannya dengan
media massa. Fungsi komunikasi massa menurut Dominick adalah :
1. Surveillance (Pengawasan)
a. Warning or beware surveillance (pengawasan peringatan)
Terjadi bila ketika media massa menginformasikan tentang ancaman
bencana alam, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi
atau adanya serangan militer.
b. Instrumental surveillance (pengawasan instrumental)
Penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau
dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari – hari.
2. Interpretation (Penafsiran)
Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan
penafsiran terhadap kejadian – kejadian penting.
3. Linkage (Pertalian)
Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat berdasarkan
kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu.
4. Transmission of Values (Penyebaran Nilai - nilai)
Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana cara mereka
bertindak dan apa yang diharapkan mereka. Dengan perkataan lain, media
mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk
menirunya.
5. Entertainment (Hiburan)
Televisi adalah media massa yang mengutamakan sajian hiburan, hampir
tiga perempat bentuk siaran televisi merupakan sajian hiburan. Fungsi ini
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena
dengan membaca berita – berita ringan atau acara hiburan di televisi dapat
membuat pikiran khalayak segar kembali. (Ardianto dan Lukiati 2004, 16 -
18)
27
2.3.2 Karakteristik Komunikasi Massa
Sebelumnya telah dibahas tentang pengertian komunikasi massa melalui
definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli ilmu komunikasi. Kita juga
mengetahui bahwa definisi-definisi komunikasi massa itu secara prinsip
mengandung suatu makna yang sama, bahkan saling melengkapi. Melalui definisi
itu pula kita dapat mengetahui karakteristik komunikasi massa. Komunikasi massa
berbeda dengan komunikasi antar persona dan kelompok. Karakteristik
komunikasi massa adalah sebagi berikut :
1. Komunikator Terlembagakan
Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya. Kita sudah
memahami bahwa komunikasi massa itu menggunakan media massa, baik media
cetak maupun elektronik. Dengan mengingat kembali pendapat Wright, bahwa
komunikasi massa itu melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam
organisasi yang kompleks, mari kita bayangkan secara kronologis proses
penyusunan pesan oleh komunikator sampai pesan itu diterima oleh komunikan.
Apabila pesan itu akan disampaikan melalui surat kabar, maka prosesnya adalah
sebagai berikut: komunikator menyusun pesan dalam bentuk artikel, apakah
keinginannya atau atas permintaan media massa yang bersangkutan. Selanjutnya,
pesan tersebut diperiksa oleh penanggung jawab rubrik. Dari penanggung jawab
rubric diserahkan kepada redaksi untuk diperiksa laik tidaknya pesan tersebut
dimuat dengan pertimbangan utama tidak menyalahi kebijakan dari lembaga
media massa itu. Ketika sudah laik, pesan dibuat setting-nya, lalu diperiksa oleh
korektor, disusun oleh lay-out man agar komposisinya bagus, dibaut plate,
kemudian masuk mesin cetak. Tahap akhir setelah dicetak merupakn tugas bagian
28
distribusi untuk mendistribusikan surat kabar yang berisi pesan itu kepada
pembacanya.
Itu hanya gambaran satu pesan saja. Masih banyak pesan-pesan lainnya
yang memenuhi rubric surat kabar seperti tajuk rencana, karikatur, feature, dan
berbagai berita yang dibuat oleh reporter media massa yang bersangkutan. Jadi,
berapa orang yang terlibat dalam proses komunikasi massa itu, berapa macam
peralatan yang digunakan, dan berapa biaya yang dikeluarkan, sifatnya relatif.
2. Pesan Bersifat Umum
Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya kemunikasi massa itu
ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang
tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum. Pesan
komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa atau opini. Namun tidak semua
fakta dan peristiwa yang terjadi di sekeliling kita dapat dimuat dalam media
massa. Pesan komunikasi massa yang dikemas dalam bentuk apapun harus
memenuhi criteria penting atau menarik, atau penting sekaligus menarik, bagi
sebagian besar komunikan. Dengan demikian, criteria pesan yang penting dan
menarik mempunyai ukuran tersendiri, yakni bagi sebagian besar komunikan.
Misalnya, berita pemilihan lurah di salah satu kelurahan Kotamadya Bandung,
dapat memenuhi kriteria penting bagi masyarakat setempat, tapi tidak penting
bagi masyarakt Kota Bandung, apalagi Jawa Barat.
3. Komunikannya Heterogen dan Anonim
Komunikan pada komunikasi massa bersifat heterogen dan anonim. Pada
komunikasi antarpersona, komunikator akan mengenal komunikannya,
mengetahui identitasnya. Sedangkan dalam komunikasi massa, komunikator tidak
29
mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya menggunakan media yang
tidak tatap muka. Disamping anonim, komunikan komunikasi massa adalah
heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang
dapt dikelompokan berdasarkan faktor: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
agama, latar belakang budaya dan tingkat ekonomi.
4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan
Kelebihan komunikasi massa dibandingkan komunikasi lainnya, adalah
jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapainya relative banyak dan
tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu, komunikasi yang banyak tersebut secara
serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula.
Effendy (1981) mengartikan keserempakan media itu sebagai keserempakan
kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator,
dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan yang terpisah.
Contoh, berita-berita yang memenuhi kolom surat kabar atau yang disiarkan
radiao dan televisi secara serempak dapat diterima oleh pembaca, pendengar dan
pemirsa di berbagai tempat. Bayangkan bila berita tersebut tidak disampaikan
melalui media massa, tetapi dilakukan secara antarpersona!
5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan
Salah satu prinsip komunikasi adalah bahwa komunikasi mempuyai dimensi
isi dan dimensi hubungan. Dimensi isi menunjukan muatan atau isi komunikasi,
yaitu apa yang dikatakan, sedangkan dimensi hubungan menunjukan bagaimana
cara mengatakannya, yang juga mengisyaratkan bagaimana para peserta
komunikasi itu. Sementara Rakhmat (2003) menyebutkan sebagai proporsi unsur
isi dan unsur hubungan.
30
Dalam konteks komunikasi massa, komunikator tidak selalu harus kenal
denga komunikannya, dan sebaliknya. Yang penting, bagaimana seorang
komunikator menyusun pesan secara sistematis, baik, sesuai dengan jenis
medianya, agar komunikannya bisa memahami isi pesan tersebut. Itulah sebabnya
mengapa perlu ada cara penulisan lead untuk media cetak, elektronik, cara
menulis artikel yang baik, dan seterusnya. Semua itu menunjukan pentingnya
unsur isi dalam komunikasi massa.
6. Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah
Selain ada ciri yang merupakan keunggulan komunikasi massa
dibandingkan dengan komunikasi lainnya, ada juga ciri komunikasi massa yang
merupakan kelemahannya. Karena komunikasinya melalui media massa, maka
komunikator dan dan komunikannya tidak dapat melaksanakan kontak langsung.
Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan,
namun keduanya tidak dapat melakukan dialog sebagaimana halnya terjadi dalam
komunikasi antarpersona. Dengan kata lain, komunikasi massa itu bersifat satu
arah.
Untuk memahami lebih jelas tentang sifat komunikasi massa yang satu
arah, penulis mengutip penjelasan Rakhmat (1996) dalam buku Psikologi
Komunikasi yang membandingkan sistem komunikasi massa dengan komunikasi
antarpersona dalam hal pengendalian arus informasi.
Mengendalikan arus informasi berarti mengatur jalannya pembicaraan
yang disampaikan dan diterima. “Misalnya, ketika saudara mendengarkan radia
siaran, kemudian ada bagian yang tidak anda pahami, pasti saudara tidak dapat
meminta penyiar untuk mengulang membacakan bagian yang tidak saudara
31
pahami itu; dengan kata lain, pesan itu harus diterima apa adanya. Karena kesal,
akhirnya saudara mematikan pesawat radio siaran, dan sudah barang tentu penyiar
tidak akan merasa tersinggung, atau memarahi anda karena ia tidak melihat
langsung perbuatan anda.” Dalam ilustrasi diatas Nampak dalam komunikasi
massa tidak terjadi pengendalian arus informasi.
7. Stimulasi Alat Indera Terbatas
Ciri komunikasi massa lainnya yang dianggap salah satu kelemahannya,
adalah stimuli alat indera terbatas. Pada komunikasi antar persona yang bersifat
tatap muka, maka seluruh alat indera pelaku komunikasi, komunikator dan
komunikan, dapat digunakan secara maksimal. Kedua belah pihak dapat melihat,
mendengar secara langsung, bahkan mungkin merasa. Dalam komunikasi massa,
stimulasi alat indera bergantung pada jenis media massa, pada surat kabar dan
majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran dan rekaman auditif, khalayak
hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan
indera pengelihatan dan pendengaran.
8. Umpan Balik Tertunda dan Tidak Langsung
Komponen umpan balik atau yang lebih popular dengan sebutan feedback
merupakan factor penting dalam proses komunikasi antarpersona, komunikasi
kelompok, dan komunikasi massa. Efektivitas komunikasi seringkali dilihat dari
feedback yang disampaikan oleh komunikan.
Umpan balik sebagai respons mempunyai volume yang tidak terbatas pada
komunikasi antarpersona. Bila penulis memberikan kuliah pada anda secara tatap
muka, penulis akan memperhatikan bukan saja ucapan anda, tetapi juga kedipan
32
mata, gerak bibir, posisi tubuh, intonasi suara, dan gerakan lainnya yang dapat
penulis artikan.
Semua simbol tersebut merupakan umpan balik yang penulis terima lewat
seluruh alat indera penulis. Umpan balik ini bersifat langsung, atau segera.
Sedangkan dalam proses komunikasi massa, umpan balik bersifat tidak langsung
dan tertunda. Artinya, komunikator komunikasi massa tidak dapat dengan segera
mengetahui bagaimana reaksi khalayak terhadap pesan yang disampaikannya.
Tanggapan khalayak dapt diterima melalui telepon, e-mail, atau surat pembaca,
hal ini menggambarkan feedback komunikasi massa bersifat tidak langsung,
sedangkan waktu untuk melakukan tanggapan menunjukan bahwa feedback dalam
komunikasi massa tertunda.
2.4 Jurnalistik dan Pers
2.4.1 Pengertian Jurnalistik
Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa
Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian.
Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan
dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Dengan demikian jurnalistik
bukanlah pers, bukan pula media massa. Jurnalistik adalah kegiatan yang
memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui eksistensianya
secara baik. (Sumadiria, 2007 : 2)
Dalam kamus, Jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan,
mengedit, atau menulis untuk surat kabar, majalah, atau berkala lainya
(Assegaf dalam Sumadiria 2006 : 4). Menurut Ensiklopedia Indonesia,
jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi
tentang kejadian dan atau kehidupan sehari – hari.
F. Frazer Bond mengartikan jurnalistik sebagai segala bentuk yang
membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok pemerhati.
Sementara itu, Roland E. Wolseley menyebutkan jurnalitik adalah pengumpulan,
33
penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat
pemerhati, hiburan umum secata sistematik dan dapat dipercaya untuk diterbitkan
pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran.
Dilihat dari segi bentuk dan pengelolaannya, jurnalistik dibagi ke dalam tiga
bagian yaitu jurnalistik media cetak (newspaper and magazine journalism),
jurnalistik media elektronik auditif (radio broadcast journalism), dan jurnalistik
media audio-visual (television journalism).
Jurnalistik media cetak meliputi jurnalistik surat kabar harian, jurnalistik
surat kabar mingguan, jurnalistik tabloid harian, jurnalistik tabloid
mingguan, dan jurnalistik majalah. Jurnalistik media elektronik auditif
adalah jurnalistik radio siaran. Jurnalistik media elektronik audio-visual
adalah jurnalitik televisi siaran dan jurnalistik media on line (internet)
(Sumadiria, 2007: 4)
Produk jurnalistik dibagi dua yaitu berita (news) dan opini (views).
Kelompok berita meliputi antara lain berita langsung (straight news), berita
menyeluruh (comprehensive news), berita mendalam (depth news), pelaporan
mendalam (depth reporting), berita penyelidikan (investigative news), berita khas
(feature news), berita gambar (photo news). Dalam berita, seorang wartawan tidak
boleh memasukan unsur opini dalam tulisannya. Hal itu dikarenakan sifat
tulisannya yang harus merupakan fakta dan bersifat objektif.
Sedangkan kelompok opini (views), meliputi tajuk rencana, karikatur, pojok,
artikel, kolom, esai, dan surat pembaca. Secara singkat opini dapat dikatakan
sebagai tulisan dalam media cetak yang memasukan pendapat penulis di
dalamnya. Artinya, tulisan tersebut mengandung subjektivitas, bukan hanya fakta.
Halaman opini biasanya disediakan pers sebagai bagian dari pelaksanaan peran,
fungsi serta tanggung jawabnya pada masyarakat, dalam arti pers ikut
34
menjalankan tugas demokratisasinya dengan menyediakan suatu forum untuk
dialog (Siregar dalam Sumadiria).
Kelompok opini (views) meliputi artikel, tajuk rencana, pojok, surat
pembaca dan karikatur. Views dalam media massa berfungsi sebagai alat kontrol
sosial. Guna melaksanakan fungsi tersebut media massa khususnya media cetak
menyediakan tempat khusus bagi kelompok tersebut.
2.4.2 Elemen-Elemen Jurnalisme dalam Karya Jurnalistik
Dalam menghasilkan karya juranlistik hendaknya penulis (wartawan) selain
memperhitungkan nilai berita akan lebih baik lagi jika perbuatan karya jurnalistik
diperhitungkan pula elemen-elemen jurnalisme seperti yang dikemukakan Kovach
dan Rosenstiel berikut:
1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran
Fungsi berita adalah menandai sauatu peristiwa, sedangkan fungsi
kebenaran adalah menerangi fakta-fakta tersembunyi, menghubungkan satu
sama lain, dan membuat sebuah gambaran realitas yang dari sini orang bisa
bertindak. Saat ini sudah tidak cukup lagi melaporkan fakta yang jujur, akan
tetapi sudah saatnya melaporkan kebenaran tentang fakta. Kebenaran di sini,
dengan kata lain, fenomena yang rumit kadang kontradiktif, tapi melalui
proses jurnalisme bisa sampai pada kebenaran. Caranya dengan memilih
sedari awal fakta dari informasi yang keliru yang ikut bersamanya,
ketiadaan informasi. Setelah itu ia membiarkan komunikasi bereksi, dan
penyelesaian yang terjadi. Pencarian kebenaran akhirnya menjadi
komunikasi dua arah.
35
2. Loyalitas pertama jurnalisme kepada warga
Komitmen pada warga lebih besar ketimbang egoisme professional. Tersirat
didalamnya perjanjian dengan publik, yang menyatkan kepada audiens
bahwa liputannya tidak untuk kepentingan pribadi atau condong untuk
kepentingan teman-teman. Kesetiaan pada warga ini adalah makna dari
yang kita sebut independensi jurnalistik. Istilah tersebut sering sebagai
sinonim untuk gagasan-gagasan lain seperti, tidak berat sebelah,
ketidakberpihakan, dan ketidakterikatan.
3. Intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi
Fokus untuk menceritakan apa yang tejadi setepat-tepatnya antara
jurnalisme dan hiburan, propaganda, fiksi atau seni. Untuk mencapai itu
perhatian ditujukan pada obyektivitas. Namun dalam konsep asli,
metodenyalah yang efektif bukan si wartawan, Landasan disiplin verifikasi
adalah, jangan pernah menambahi sesuatu yang tidak ada, jangan pernah
menipu audiens, berlekulah setranparan mungkin tentang metode dan
motivasi anda, andalkan reportase anda sendiri, dan besikaplah rendah hati.
Mengenai sumber anonim, ada hal yang harus diperhatikan seperti, seberapa
banyak pengetahuan langsung yang dimiliki suber anonim terhadap sebuah
kejadian. Kemudian hendaknya berbagi dengan audiens informasi untuk
menandakan seberapa jauh sumber berada di posisi untuk tahu (“seorang
sumber yang telah melihat dokumen,” misalnya) dan kepentingan khusus
apa yang mungkin dipunyai oleh sumber (“seorang sumber di dalam kantor
jaksa”misalnya). Upah untuk bisa lebih transparan ini adalah faktor penting
36
bagi audiens untuk dapat memutuskan seberapa banyak mereka bisa
mempercayai laporan tersebut.
4. Para praktisinya harus menjaga independensi terhadap sumber berita
Ini pun berlaku pada mereka yang bekerja di ranah opini, kritik, dan
komentar. Menjaga jarak personal tertentu sangatlah penting untuk bisa
melihat dengan jelas dan membuat penilaian yang independen. Independensi
meliputi independensi dari kedua atau status ekonomi, ras, etnis, agama, dan
gender. Memiliki opini bukan saja boleh dan alamiah yang dimiliki setiap
reporter yang bagus saat mendekati sebuah berita.
5. Jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan
Prinsip anjing penjaga ini tengah terancam oleh penggunanya yang
berlebihan, yakni lebih ditujukan untuk menyajikan sensasi ketimbang
pelayanan publik.
6. Jurnalisme harus menyedikan forum publik untuk kritik maupun
dukungan warga
Semua bentuk medium yang dipakai watawan sehari-hari bisa benfungsi
untuk forum dimana publik diingatkan akan masalah-masalah penting
mereka sedemikian rupa, sehingga mendorong warga untuk membuat
penilaian dan mengambil sikap.
7. Jurnalisme harus membuat hal yang penting, menarik dan relevan
Tugas wartawan adalah menemukan cara membuat hal-hal yang penting
menjadi menarik untuk setiap cerita, dan menemukan campuran yang tepat
dari yang serius dan kurang serius yang ada dalam laporan berita.
Jurnalisme adalah mendongeng dengan tujuan. Pendekatan yang dilakukan
37
antara lain, bereksperimen dengan teknik penceritaan baru maupun
membantu audiens membangun gambaran sendiri di benak mereka
ketimbang kita yang menggambarkannya.
8. Jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan proporsional
Jurnalisme adalah kartografi modern. Ia menghasilkan sebuah peta bagi
warga untuk mengambil keputusan tentang kehidupan mereka sendiri.
Itulah manfaat dan alas an ekonomi kehadiran jurnalisme. Konsep kartografi
ini membantu menjelaskan apa yang menjadi tanggung jawab liputan
jurnalistik. Jika memikirkan jurnalisme sebagai kartogafi sosial, maka peta
tersebut harus meliputi berita dari semua komunikasi kita. Analoginya
adalah watrtawan yang menghabiskan waktu untuk pengadilan sakndal
selebritis dengan tidak sewajarnya sepeti menggambar Inggris atau Spanyol
dengan ukuran Greenland yang lebih popular.
9. Para praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka
Setiap wartawan harus memeliliki rasa etika dan tanggung jawab personal.
Terlebih lagi mereka punya tanggung jawab untuk menyuarakan sekuat-
kuatnya nurani mereka dan membiarkan yang lain melakukan hal yang
serupa. Berita seharusnya tidak menghibur tetapi menantang kita dan
membuat kita berpikir.
2.4.3 Pengertian Pers
Istilah pers berasal dari bahasa Belanda, berarti cetak, sedangkan secara
kharfiah pers berarti penyiaran secara serentak atau publikasi secara dicetak.
Dalam perkembangannya, pers memiliki dua pengertian, yakni arti sempit dan arti
luas.
38
Dalam arti sempit pers hanya menunjuk pada media cetak berkala koran
tabloid, dan majalah. Sedangkan dalam arti luas, pers bukan hanya
menunjuk pada media cetak berkala melainkan juga mencakup media
elektronik auditif dan media audiovisual berkala yakni radio, televisi, film,
dan media online internet. (Sumadiria, 2007:31).
Lebih jauh lagi, pers dapat dikategorikan dalam dua perngertian, yakni pers
dalam arti sempit dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti sempit adalah media
massa cetak, seperti surat kabar, majalah, mingguan tabloid, dan sebagainya.
Sedangkan pers dalam arti luas meliputi media massa elektronik, antara lain radio
siaran dan televisi siaran, sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik.
Pers merupakan sarana yang menyiarkan produk jurnalistik, fungsi pers
berarti fungsi jurnalistik, pada jaman ini jurnalistik tidak hanya mengelola
berita, tetapi juga aspek – aspek lain untuk isi surat kabar, karena itu
fungsinya bukan lagi menyiarkan informasi, tetapi juga mendidik,
menghibur, dan mempengaruhi khalayak agar melakukan suatu kegiatan
(Effendy,2003)
Pers merupakan wahana dan sarana bagi hak – hak rakyat untuk
berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi serta hak untuk tahu,
sehingga pers harus merdeka. Kemerdekaan pers bersumber dari hak asasi
manusia, yang dikelola untuk memenuhi hak – hak rakyat sebagai pemegang
kedaulatan.
Kemerdekaan pers diwujudkan dalam lembaga industri pers, yang
didalamnya membawa nilai – nilai profesionalisme yang berisi kualitas profesi,
tanggung jawab sosial, dan etika.
2.4.4 Karakteristik Pers
Pers memiliki ciri – ciri spesifik, hal ini yang membedakannya dengan
media lain. Dari karakteristik tersebut lahirlah identitas. Pers memiliki empat ciri
spesifik yang sekaligus menjadi identitas dirinya. Tapi ada juga pakar pers yang
menambahkan dengan ciri yang lain yakni objektivitas.
39
Dengan asumsi untuk memperluas wawasan serta mempertajam analisis kita
terhadap pers, maka Sumadiria (2007:35) dalam bukunya memasukan unsur
objektivitas tersebut ke dalam ciri spesifik pers. Dengan demikian terdapat lima
ciri spesifik pers yang ada, sebagai berikut :
1. Publisitas
Publisitas adalah penyebaran kepada publik atau khalayak. Karena
diperuntukkan publik maka sifat surat kabar adalah umum. Isi surat kabar
terdiri dari berbagai hal yang berkaitan erat dengan kepentingan umum.
Ditinjau dari segi lembarannya, jika surat kabar memiliki halaman banyak,
isinya sendiri juga dengan sendirinya akan memenuhi kepentingan
khalayak yang lebih banyak. Dengan ciri publisitas ini, maka penerbitan
yang meskipun fisiknya sama dengan surat kabar, tidak bisa disebut surat
kabar jika diperuntukkan sekelompok orang atau segolongan orang dalam
jumlah yang terbatas, meski dia bisa dilanggan atau dibeli eceran, tapi
selama kepentingan yang dicakup hanya sebatas sekelompok tertentu dia
tidak termasuk surat kabar.
2. Periodisitas
Periodisitas adalah keterangan terbitnya surat kabar. Bisa satu kali sehari,
dua kali sehari, atau satu – dua kali sebulan. Penerbitan lainnya, seperti
buku misalnya, tidak bisa disebarkan secara periodik, sebab tidak memiliki
keteraturan.
3. Universalitas
Universalitas, artinya kesemestaan isinya; aneka ragam yang berasal dari
seluruh dunia.
40
4. Aktualitas
Aktualitas adalah mengenai berita yang disiarkan. Aktualitas menurut kata
asalnya berarti kini dan keadaan sebenarnya. Keduanya mempunyai
keterkaitan yang erat dengan berita yang dimuat oleh surat kabar. Berita
adalah laporan mengenai peristiwa yang terjadi kini, dengan kata lain
berita adalah laporan mengenai peristiwa yang baru saja terjadi dan yang
dilaporkan itu harus benar. Sementara aktualitas sebagai ciri surat kabar
adalah kecepatan laporan, tanpa mengenyampingkan pentingnya
kebenaran berita. Hal – hal yang disiarkan media cetak lainnya bisa saja
mengandung kebenaran, tetapi belum tentu mengenai yang baru saja
terjadi.
2.4.5 Fungsi Utama Pers
Dalam berbagai literatur komunikasi dan jurnalistik disebutkan terdapat
lima fungsi utama pers yang berlaku unuversal. Disebut universal, karena kelima
fungsi tersebut dapat ditemukan pada setiap negara di dunia yang menganut
paham demokrasi, yakni :
1. Informasi (to inform)
Menyampaikan informasi secepatnya pada masyarakat yang seluas-
luasnya dengan kriteria dasar yang akurat, aktual, faktual, berimbang,
relevan, bermanfaat, dan etis.
2. Edukasi (to educate)
Apapun informasinya yang disebarluaskan pers hendaknya dalam
kerangka mendidik. Inilah yang membedakan pers sebagai lembaga
kemasyarakatan yang lain. Sebagai lembaga ekonomi, pers memang
41
dituntut berorientasi komersial untuk memperoleh keuntungan finansial.
Namun orientasi dan misi komersial itu, sama sekali tidak boleh
mengurangi, apalagi meniadakan fungsi dan tanggung jawab sosial pers.
Seperti yang ditegaskan Wilbur Schramm dalam Men, Messages, and
Media (1973), bagi masyarakat, pers adalah watcher, teacher and forum
(pengamat, guru, dan forum)
3. Koreksi (to influence)
Pers adalah pilar demokrasi keempat setelah legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Dalam kerangka ini, kehadiran pers dimaksudkan untuk
mengawasi atau mengontrol kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif
agar kekuasaan mereka tidak menjadi korup dan absolut. Dengan fungsi
kontrol sosial yang dimilikinya itu, pers bisa disebut sebagai institusi
sosial yang tidak pernah tidur.
4. Rekreasi (to entertain)
Pers harus memerankan dirinya sebagai wahana rekreasi yang
menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat.
Apapun pesan rekreatif yang disajikan, mulai dari anekdot, tidak boleh
bersifat negatif apalagi destruktif.
5. Mediasi (to mediate)
Dengan fungsi mediasi, pers mampu menghubungkan tempat yang satu
dengan tempat yang lain, peristiwa yang satu dengan yang lain, orang yang
satu dengan peristiwa yang lain, atau orang yang satu dengan orang yang
lain di tempat yang sama.
42
2.4.6 Tipologi Pers
1. Pers Berkualitas
Cara penyajian yang etis moralis, intelektual secara konseptual. Sangat
dihindari pola pola dan penyajian pemberitaan yang bersifat emosional frontal.
Segala sesuatu dilihat menurut pandangan, aturan, norma, etika, dan kebijakan
yang sudah baku serta terbukti aman bagi kepentingan dan kelangsungan
kemajuan perusahaan. Kualitas dan kredibilitas media hanya bisa diraih melalui
pendekatan profesionalisme secara total.
2. Pers Populer
Pers popular sangat menekankan nilai serta kepentingan komersial. Dalam
pengamatan Amar (1984: 32), penerbitan pers popular memilih cara penyajian
dan pendekatan yang kurang etis, emosional, dan kadang-kadang sadistis. Dalam
pandangan pers popular, segala sesuatu bisa dilakukan atau bisa diubah demi
pemenuhan kebutuhan dan kepuasan khalayak pembaca.
3. Pers Kuning
Bagi pers kuning, kaidah baku jurnalistik tidak diperlukan. Berita tak
harus berpijak pada fakta, tetapi bisa saja didasari ilusi, imajinasi, dan fantasi.
Penyajian pers kuning banyak mengeksploitasi warna. Segala macam warna
ditampilkan untuk mengundang perhatian.
2.4.7 Tiga Pilar Utama Pers
Pers sebagai institusi sosial memilik tiga pilar utama yang saling
menopang. (Sumadiria, 2005:121). Yakni :
1. Idealisme: Pers harus memiliki dan mengemban idealisme cita-cita,
obsesi, sesuatu yang harus dikejar untuk bisa dijangkau dengan segala
43
daya dan cara yang dibenarkan menurut etika dan norma profesi yang
berlaku serta diakui oleh masyarakat dan negara.
2. Komersialisme: Pers harus mendapat kekuatan untuk mempertahankan
nilai-nilai profesi yang diyakininya dengan berorientasi kepada
kepentingan komersil yang merujuk pada kaidah ekonomi.
3. Profesionalisme: Pers harus berlaku secara profesional dalam hal
keahlian, materi yang layak, punya dedikasi dan pemagaran sikap dan
aktivitas oleh kode etik profesi.
2.4.8 Pers sebagai Kontrol Sosial
Loyalitas pertama pers adalah kesetiaan pada warga negara. Kesetiaan
kepada warga ini adalah makna yang disebut independensi pers. Kesetiaan kepada
warga diwujudkan pers dalam bentuk pemantauan yang independen terhadap
kekuasaan dengan bentuk kontrol sosial.
Pers melakukan kontrol terhadap pemerintah yakni dalam artian
mengawasi jalannya pemerintah, bukan dengan sengaja mencari kesalahan
pemerintah dan mengeluarkan kritikan di media massa. Pers seyogyanya tidak
saja mengkritisi pemerintah namun juga ikut memberikan jalan keluar dalam
mengatasi permasalahan tersebut. Jurnalistik bisa melakukan kontrol dan kritik
sosial terhadap kolusi dan dapat memakai pandangan masyarakat umum sebagai
tolak ukur. Kontrol sosial dapat menimbulkan keperkaan sosial yang didasarkan
pada perasaan bahwa manusia bersama-sama bertanggung jawab atas
perkembangan lingkungan sosial.
Tujuan pers sebagai anjing penjaga tak hanya menjadikan manajemen dan
pelaksana kekuasaan transparan semata, tapi juga menjadikan akibat dari
kekuasaan itu diketahui dan dipahami. Pers harus mengenali kapan
44
lembaga itu bekerja secara efektif dan kapan tidak (Kovach dan
Rosenstiel, 2003: 144).
Pers sebagai alat kontrol sosial atau anjing penjaga (watch dog) tergantung
pada sistem sosial, politik, ekonomi di suatu negara. Dalam sebuah negara yang
menganut sistem pers bebas bertanggung jawab seperti di Indonesia, pers harus
memberitakan apa yang berjalan baik dan tidak baik di suatu pemerintahan atau
perusahaan. Fungsi “wacthdog” atau fungsi kontrol ini harus dapat dilakukan
dengan lebih aktif oleh pers daripada oleh kelompok masyarakat lainnya.
2.5 Media Massa
Berbicara media massa berarti berbicara tentang serangkaian kegiatan
produksi budaya dan informasi yang dilaksanakan oleh berbagai komunikator
massa untuk disalurkan kepada khalayak, sesuai dengan pengaturan dan kebiasaan
yang berlaku. Media massa berperan sebagai pihak yang menyampaikan hal yang
bermakna kepada pihak lain. Kegiatannya berupa penyampaian tanda – tanda
dalam bentuk informasi atau berita dan pada dasarnya merupakan upaya untuk
mengatasi jarak dan waktu.
Media massa mempunyai ciri – ciri sebagai berikut :
1. Memproduksi dan mendistribusikan “pengetahuan” dalam wujud
informasi, pandangan, dan budaya.
2. Menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang
lain dan merupakan saluran tata cara pengetahuan.
3. Media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan
publik, dan merupakan institusi yang terbuka bagi semua orang untuk
berperan serta sebagai penerima.
4. Partisipasi anggota khalayak dalam institusi pada hakikatnya bersifat
sukarela, tanpa adanya keharusan atau kewajiban sosial. Pemakaian media
diasosiasikan orang dengan waktu senggang dan santai.
5. Institusi media massa dikaitkan dengan industri dan pasar karena
ketergantungannya pada imbalan kerja, teknologi, dan kebutuhan
pembiayaan.
6. Meskipun institusi media itu sentidi tidak memiliki kekuasaan, namun
institusi ini selalu bekaitan dengan kekuasaan negara (McQuaill, 1987:40).
45
Media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni
media massa cetak dan media massa elektronik. Media cetak yang dapat
memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar, newsletter dan
majalah. Sedangkan media elektronik yang memenuhi kriteria media massa
adalah radio siaran, televisi, film, media on-line (internet). Berikut adalah
pembahasan mengenai media massa.
2.5.1 Fungsi Media
Harold Lasswell dan Charles Wright merupakan sebagian dari pakar yang
benar – benar serius mempertimbangkan fungsi dan peran media massa dalam
masyarakat. Lasswell (1948/1960), pakar komunikasi dan profesor hukum di
Yale, mencatat ada 3 fungsi media massa : pengamatan lingkungan, korelasi
bagian – bagian dalam masyarakat untuk merespon lingkungan, dan penyampaian
warisan masyarakat dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Selain ketiga
fungsi ini, Wright (1959:16) menambahkan fungsi keempat, yaitu hiburan. Selain
fungsi, media juga mempunyai banyak difungsi, yakni konsekuensi yang tidak
diinginkan masyarakat atau anggota masyarakat atau anggota masyarakat. Suatu
tindakan dapat memiliki baik fungsi maupun disfungsi.
1. Pengawasan (Surveilance)
Fungsi pertama, memberi informasi dan menyediakan berita. Dalam
membentuk fungsi ini media sering kali memperingatkan kita akan bahaya
yang mungkin terjadi seperti kondisi cuaca yang ekstrem atau berbahaya,
atau ancaman militer. Fungsi pengawasan juga termasuk berita yang
tersedia di media yang penting dalam ekonomi, politik, masyarakat, seperti
laporan bursa pasar, lalu lintas, cuaca, dan sebagainya. Pengawasan ini
bisa juga menyebabkan difungsi. Kepanikan dapat saja terjadi karena
adanya penekanan yang berlebihan terhadap bahaya atau ancaman
terhadap masyarakat.
2. Korelasi (Correlation)
Adalah seleksi dan interpretasi informasi tentang lingkungan. Media
sering kali memasukan kritik dan cara bagaimana seseorang harus bereaksi
46
terhadap kejadian tertentu. Karena itu korelasi merupakan bagian media
yang berisi editorial dan propaganda. Fungsi korelasi bertujuan untuk
menjalankan norma sosial dan menjaga konsensus dengan mengekspos
penyimpangan, memberikan status dengan cara menyoroti individu
terpilih, dan dapat berfungsi untuk mengawasi pemerintahan. Dalam
menjalankan fungsi korelasi, media sering kali bisa menghalangi ancaman
terhadap stabilitas sosial dan memonitor atau mengatur opini publik.
Fungsi korelasi bisa menjadi disfungsi ketika media terus menerus
melanggengkan stereotype dan menumbuhkan kesamaan, menghalangi
perubahan sosial, dan inovasi, mengurangi kritik dan melindungi serta
memperluas kekuasaan yang mungkin perlu diawasi.
3. Penyampaian Warisan Sosial (Transmission of the Social Heritage)
Penyampaian warisan sosial merupakan suatu fungsi di mana media
menyampaikan informasi, nilai, dan norma dari satu generasi ke generasi
berikutnya atau dari anggota masyarakat ke kaum pendatang. Namun
demikian, mengingat sifatnya yang cenderung tidak pribadi, media massa
dituduh ikut berperan dalam depersonalisasi masyarakat (Disfungsi)
4. Hiburan (Entertainment)
Sebagian besar isi media mungkin dimaksudkan sebagai hiburan, bahkan
di surat kabar sekalipun, mengingat banyaknya kolom, fitur, dan bagian
selingan. Media hiburan dimaksudkan untuk memberi waktu istirahat dari
masalah setiap hari dan mengisi waktu luang. Selain itu, fungsi hiburan
dalam media adalah untuk menciptakan budaya massal, seperti seni dan
musik pada berjuta – juta orang. Namun, disfungsi dari hiburan ini
menyebabkan mendorong sikap lari dari kesibukan, sibuk mencari
hiburan, mengurangi selera dan menghalangi pertumbuhan (Werner J.
Severin – James W. Tankard,Jr, 2001: 386-388).
2.5.2 Media Massa Cetak
Apabila akan membicarakan media massa, mau tidak mau kita harus
mengutip pendapat Marshall McLuhan mengenai keadaan dunia saat ini yang
bagaikan desa global (global village). Media komunikasi modern memungkinkan
berjuta-juta orang di seluruh dunia untuk menghubungi hampir setiap pelosok
dunia.
Media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni
media massa cetak dan media massa elektronik. Media cetak yang dapat
memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah.
Sebagai media cetak, surat kabar dan majalah tetap berbeda karena
memiliki karakteristik yang khas, yang dimilki masing-masing media.
(Ardianto dan Lukiati, 2004:98)
47
2.6 Majalah
Majalah adalah penerbitan berkala yang berisi bermacam – macam artikel
dalam subyek yang bervariasi. Majalah biasa diterbitkan mingguan, dwimingguan
atau bulanan. Majalah biasanya memiliki artikel mengenai topik populer yang
ditujukan kepada masyarakat umum dan ditulis dengan gaya bahasa yang mudah
dimengerti oleh banyak orang. Publikasi akademis yang menuliskan artikel pada
ilmu disebut jurnal. Banyak macam majalah dan penggolongannya. Misalnya,
majalah rohani, berita dan politik, kriminal, pertanian, kedokteran, perbankan,
obat – obatan, pengetahuan, dan majalah ibu rumah tangga.
Penggolongan majalah biasanya diklasifikasikan berdasarkan umur atau
jenis kelamin pembaca. Misalnya, majalah pria, majalah wanita, majalah anak laki
– laki, majalah anak perempuan, dan majalah anak – anak. Majalah juga bisa
digolongkan menurut kabar tertentu dari majalah mingguan, majalah bulanan, dan
majalah dua bulan sekali. Kita perlu mengetahui macam – macam dan
penggolongan sebuah majalah agar terjadi kekeliruan.
Keberadaan majalah sebagai media massa terjadi tidak lama setelah surat
kabar. Sebagaimana surat kabar, sejarah majalah diawali dai Negara-negara Eropa
dan Amerika. Sejarah keberadaan majalah sebagai media massa di Indonesia
dimulai menjelang dan pada awal kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta tahun 1945
terbit majalah bulanan dengan nama Pantja Raja pimpinan Markoem
Djojohadisoeprapto (MD) dengan prakata dari Ki Hadjar Dewantoro selaku
menteri Pendidikan pertama RI. Di Ternate, pada bulan Oktober 1945 Arnold
Monoutu dan dr. Hassan Missouri menerbitkat majalah mingguan Menara
Merdeka berani dan tegas mengemukakan kaum Republikan setempat di tengah
48
keganasan serdadu Belanda, juga menyerukan persatuan bangsa Indonesia.
Majalah lain yang terbit setelah kemerdekaan, antara lain: Pahlawan (Aceh),
Arena (Jogja), Sastrawan (Malang) dan majalah Seniman (Solo).
2.6.1 Kategori Majalah
Menurut Joseph R. Dominick, klasifikasi majalah dibagi kedalam lima
kategori utama, yaitu :
1. Majalah Konsumen Umum (General Consumer Magazine)
Konsumen majalah ini bisa siapa saja dan dapat dibeli disudut outlet, mall,
atau toko buku lokal. Majalah ini juga menyajikan informasi produk dan
jasa yang diiklankan pada halaman tertentu.
2. Majalah Bisnis (Busines Magazine)
Majalah – majalah bisnis melayani secara khusus mengenai informasi
bisnis, industri atau profesi. Pembacanya terbatas pada kaum profesional
atau pelaku bisnis.
3. Majalah Ilmiah dan Kritik Sastra (Academic Journal and Literacy
Reviews)
Majalah ini banyak diterbitkan oleh organisasi profesional. Maka
menerbitkan empat edisi atau kurang setiap tahunnya dan kebanyakan
tidak menerima iklan.
4. Majalah Khusus Terbitan Berkala (Newslatter)
Media ini dipublikasikan dalam bentuk khusus 4 – 8 halaman dengan
perwajahan khusus pula, didistribusikan secara gratis atau dijual secara
berlangganan.
5. Majalah Humas/PR (Public Relations Magazine)
Majalah PR ini diterbitkan oleh perusahaan, dan dirancang untuk disirkulai
pada karyawan, agen, pelanggan dan pemegang saham. Jenis penerbitan
ini berbeda dengan periklanan, dan menjadi bagian promosi organisasi
atau perusahaan yang mensponsori penerbitan.
49
2.6.2 Fungsi Majalah
Mengacu pada sasaran khalayaknya yang spesifik, maka fungsi utama
media berbeda satu dengan yang lainnya. Majalah berita seperti Gatra dan Tempo
mungkin lebih berfungsi sebagai media informasi tentang berbagai peristiwa
dalam dan luar negeri, dan fungsi berikutnya adalah hiburan. Namun berbeda
dengan majalah wanita dewasa Femina, meskipun beritanya relatif menyangkut
berbagai informasi dan tips masalah kewanitaan, tetapi majaah tersebut lebih
bersifat menghibur. Fungsi informasi dan mendidik menjadi prioritas berikutnya.
Majalah pertanian Trubus fungsi utamanya adalah memberikan pendidikan
mengenai bercocok tanam, sedangkan fungsi berikutnya adalah informasi.
2.6.3 Karakteristik Majalah
Majalah merupakan media yang paling simpel organisasinya, relatif lebih
mudah mengelolanya, serta tidak membutuhkan modal yang besar. Meskipun
sama-sama sebagai media cetak, majalah tetap dapat dibedakan dengan surat
kabar karena majalah memiliki karakteristik tersendiri yaitu (Elvinaro, Lukiati,
Siti, Komunikasi Massa, 2007:121).:
a. Penyajian Berita Lebih Mendalam
Frekuensi terbit majalah adalah mingguan, dwi mingguan atau
bulanan. Majalah berita biasanya terbit mingguna, sehingga par
reporternya puya waktu yang lama untuk memahami dan
mempelajari suatu peristiwa, dapat menyajikan informasi yang lebih
dalam. Analisis beritanya dapat dipercaya dan didasarkan pada buku
yang referensi yang relevan dengan peristiwa.
50
b. Nilai Aktualitas Lebih Lama
Apabila nilai aktualitas surat kabar berumur satu hari, maka nilai
aktualitas majalah bisa satu minggu. Sebagai contoh, kita akan
menganggap using surat kabar kemarin atau dua hari yang lalu jika
kit abaca saat ini. Akan tetapi kita tidak pernah menganggap usang
majalah yang terbit dua atau tiga hari yang lalu. Sebagaimana kita
lamai bersama, bahwa dalam membaca majalah tidak pernah tuntas
sekaligus. Dengan demikian, majalah mingguan baru tuntas kit abaca
dalam tempo tiga atau empat hari.
c. Gambar/Foto Lebih Banyak
Jumlah halaman majalah lebih banyak, sehingga selain penyajian
beritanya yang mendalam, majalah juga dapat menampilkan
gambar/foto yang lengkap, dengan ukuran besar dan kadang-kadang
berwarna, serta kualitas kertas yang digunakannya pun lebih baik.
Foto-foto yang ditampilkan majalah memiliki daya tarik tersendiri,
apalagi apabila foto tersebut sifatnya eksklusif.
d. Sampul Sebagai Daya Tarik
Disamping foto, sampul / cover majalah juga merupakan daya tarik
tersendiri. Sampul adalah ibarat pakaian dan aksesorisnya pada
manusia. Sampul majalah biasannya menggunakan kertas yang
bagus dengan gambar dan warna yang menarik. Menarik tidaknya
sampul suatu majalah sangat bergantung pada tipe majalahnya, serta
konsistensi atau keajegan majalah tersebut dalam menampilkan ciri
khasnya. Misalnya sampul majalah Tempo yang rutin menggunakan
51
gambar kartun atau karikatur dalam merepresentasikan realitas yang
ada, untuk berita yang menjadi topik utama majalah tersebut.
2.7 Isi Media Sebagai Alat Konstruksi Realitas
Menurut Danis McQuail (1987:52-53) media menghubungkan masyarakat
dengan realitas berperan sebagai :
1. Jendela pengalaman yang meluaskan pandangan kita dan
memungkinkan kita mampu memahami apa yang terjadi disekitar
kita, tanpa campur tangan pihak lain.
2. Juru bahsa yang menjelaskan dan memberi makna terhadap peristiwa
atau hal yang terpisahkan dan kurang jelas.
3. Pembawa atau pengantar informasi dan pendapat.
4. Jaringan interaktif yang menghubungkan pengirim dengan penerima
melalui pelbagai macam umpan balik.
5. Papan petunjuk jalan yang secara aktif menunjukan arah,
memberikan bimbingan atau instruksi.
6. Penyaring yang memilih bagian pengalaman yang perlu diberi
perhatian khusus dan menyisihkan aspek pengalaman lainnya.
7. Cermin yang memantulkan citra masyarakat terhadap masyarakat itu
sendiri; biasanya pantulan citra itu mengalami perubahan (distorsi)
karena adanya penonjolan terhadap segi yang ingin dilihat oleh para
anggota masyarakat.
8. Tirai atau penutup yang menutupi kebenaran demi pencapaian tujuan
propaganda atau pelarian dari suatu kenyataan.
52
Berger memandang teks sebagai kontruksi atas realitas karenanya sangat
potensi terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda. Realitas
merupakan hasil interaksi antara wartawan dengan fakta dan media merupakan
konstruksi sosial yang mendefinisikan suatu realitas. Media memilih manakah
realitas yang akan diambil atau tidak. Dari realitas yang diambil itulah dibuat
berita yang selalu melibatkan pandangan, ideologi dan nilai – nilai media.
Pihak redaksi yang merupakan subjek yang mengkonstruksi realitas yang
lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya membuat berita menjadi
produk dari konstruksi dan pemaknaan atas realitas. Konstruksi realitas sosial
yang dilakukan media tak terlepas dari bingkai nilai – nilai yang ditetapkan oleh
media yang bersangkutan.
Setiap upaya konseptualisasi sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun
juga adalah usaha mengkonstruksikan realitas. Seseorang yang menceritakan
keadaan dirinya atau pengalamannya pada dasarnya ia mengkonstruksikan realitas
dirinya sendiri.
Pekerjaan utama para wartawan adalah menceritakan hasil reportasinya
kepada khalayak. Dengan demikian, mereka selalu terlibat dengan usaha-usaha
mengkonstrusikan realitas, yakni menyusun fakta yang dikumpulkannya ke
dalam suatu bentuk laporan jurnalistik, entah itu berita (news) atau berita khas
(feature). Rangkaian kegiatan seorang wartawan mengkonstrusikan suatu realitas,
dimulai dari pengumpulan informasi dengan pengamatan, pencatatan, pemotretan,
melakukan wawancara; untuk kemudian ia tuangkan ke dalam bentuk sebuah
reportase.
Seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed
reality). Dikatakan demikian karena sifat dan faktanya bahwa tugas
53
redaksional media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa. Laporan-
laporan jurnalistik di media pada dasarnya tak lebih dari hasil penyusunan
realitas-realitas dalam bentuk sebuah “cerita”. Berita adalah realitas yang
telah dikonstrusikan. (Tuchman dan Sudibyo dkk, 2001 : 65).
Persoalan realitas yang akan diliput oleh wartawan (media) setidaknya
adalah perdebatan paling penting di antara kubu pluralis dengan kritis. Dalam
pandangan kedua kubu tersebut terlihat adanya fakta sebenarnya yang dapat
diliput oleh wartawan. Realitas adalah pertarungan antara berbagai kelompok
untuk menonjolkan basis penafsiran masing-masing. Sehingga realitas yang hadir
pada dasarnya bukan realitas yang alamiah, tetapi sudah melalui proses
pemaknaan kelompok yang dominan.
Menurut Al-Zastrouw dalam Winarko, media massa adalah media yang
digunakan manusia untuk berkomunikasi antar mereka secara massal dan
cenderung bersifat “one way” (satu arah). Media massa secara garis besar
dapat dibagi ke dalam dua kelompok : media massa cetak dan media massa
elektronik. Media massa cetak meliputi surat kabar, majalah, dan tabloid,
sedangkan media massa elektronik mencakup media “audio” (suara) seperti
radio, dan media “audio visual” (suara dan gambar) yaitu televisi dan film
(Winarko, 2000 : 7).
Semua media massa menyajikan berita tentang peristiwa-peristiwa secara
bersama-sama. Setiap bentuk dan jenis media berusaha bisa tampil beda dengan
menunjukkan cara dan ciri khasnya sendiri. Sebab masing-masing media memiliki
gaya dan strateginya sendiri-sendiri khususnya dalam usaha menyiasati minat dan
kebutuhan publik.
Meskipun media massa lebih dulu muncul, ciri-ciri komunikasi massa yang
telah disebutkan diatas tetap harus dipenuhi kedua jenis massa. Terdapat
perbedaan yang khas pada media massa cetak dan media massa elektronik, yakni
pesan-pesan yang disiarkan oleh media massa elektronik diterima oleh masyarakat
hanya sekilas dan masyarakat harus selalu di depan televisi atau radio, sedangkan
54
pesan-pesan yang disiarkan media cetak dapat dikaji ulang dan dipelajari serta
disimpan untuk dibaca pada tiap kesempatan.
2.8 Bahasa dan Konstruksi Realitas
Bahasa adalah unsur utama dalam mengkonstruksi realitas. Bahasa
merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas itu sendiri. Bahasa
adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak
ada berita, cerita, ataupun ilmu pengetahuan tanpa ada bahasa.
Keberadaan bahasa dalam media massa bukan lagi sebagai alat untuk
menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menentukan gambaran (citra)
yang akan muncul di benak khalayak. Bahasa yang akan dipakai media ternyata
mampu mempengaruhi cara melafalkan (pronunciation), tata bahasa (grammar),
susunan kalimat (syntax), perluasan dan modifikasi perbendaharaan kata, dan
akhirnya mengubah dan atau mengembangkan percakapan (speech), bahasa
(language), dan makna (meaning). (Agus Sudibyo, dkk, 2001 : 70).
Menurut kalangan kritis (critical), bahasa adalah alat perjuangan kelas.
Makna dalam hal ini tidak ditentukan oleh struktur realitas, melainkan oleh
kondisi ketika pemaknaan dilakukan melalui praktek sosial, hal mana terdapat
peluang yang sangat besar bagi terjadinya pertarungan dan kelas ideologi. (Stuart
Hall, dalam Agus Sudibyo, dkk, 2001 : 73).
Bagi aliran kritis, pertarungan sosial dalam bahasa dapat dilakukan melalui
suatu tanda bahasa; memperebutkan akses terhadap perangkat pemaknaan: di sini
kita mengenal perbedaan antara mereka yang diakui sebagai kredibel dan layak
komentar, yang pertanyaannya mengandung aspek otoritatif dan representative
yang memungkinkannya untuk memapankan kerangka kerja utama atau term
55
sebuah argument: dan berjuang untuk memperoleh akses ke debat publik untuk
memenangkan term-term yang telah dilakukan ditentukan tentang problem-
problem yang dibicarakan. (Stuart Hall, dalam Agus Sudibyo, dkk, 2001 : 73).
Asumsi – asumsi yang mendasari konstruksi realitas secara sosial adalah :
1. Realitas tidak hadir dengan sendirinya, tetapi diketahui dan dipahami
melalui pengalaman yang dipengaruhi oleh bahasa.
2. Realitas dipahami melalui bahasa yang tumbuh dari interaksi sosial pada
saat dan tempat tertentu.
3. Bagaimana realitas dipahami bergantung pada konvensi – konvensi sosial
yang ada.
4. Pemahaman terhadap realitas yang tersusun secara sosial membentuk
banyak aspek penting dalam kehidupan, seperti aktivitas berfikir dan
berperilaku.
Berdasarkan asumsi diatas, teori konstruksi realitas secara sosial berhasil
menemukan antara bahasa, interaksi sosial dan kebudayaan. Yaitu bagaimana
bahasa merupakan jembatan bagi manusia dalam memahami realitas, sekaligus
sebagai pedoman berperilaku. Karena bahasa itu sendiri kompleks sifatnya dan
mendapat pengaruh yang cukup kuat dalam kehidupan sosial masyarakat.
2.9 Konstruksi Realitas Media Massa
Pekerjaan media menurut pada hakikatnya adalah mengkonstruksikan
realitas. Isi media adalah hasil para pekerja media mengkonstruksikan berbagai
realitas yang dipilihnya. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media
56
massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka seluruh isi media adalah
realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality).
Pembuatan berita di media pada dasarnya tak lebih dari penyusunan realitas-
realitas hingga membentuk sebuah "cerita" (Tuchman, 1980 dalam Sobur, 2009:
88). Media massa juga mempunyai peluang yang sangat besar untuk
mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang
dikonstruksikannya.
Kegiatan jurnalistik memang menggunakan bahasa sebagai bahan
baku guna memproduksi berita. Akan tetapi, bagi media, bahasa bukan
sekadar alat komunikasi untuk menyampaikan fakta, informasi, atau opini.
Bahasa juga bukan sekadar alat komunikasi untuk menggambarkan realitas,
namun jugs menentukan gambaran atau citra tertentu yang hendak
ditanamkan kepada publik.
Manakala konstruki realitas media berbeda dengan realitas yang ada di
masyarakat, maka hakikatnya telah terjadi kekerasan simbolik.
Kekerasan simbolik bisa mewujud melalui penggunaan bahasa
penghalusan, pengaburan, atau bahkan pengasaran fakta” (Sobur, 2009:89)
Ada dua buah istilah yang menjadi istilah kunci teori konstruksi sosial Peter
L. Berger dan Thomas Luckmann (1990:34), yaitu “realitas” dan “pengetahuan”.
Kenyataan adalah suatu kualitas yang terdapat dalam fenomena-fenomena yang
memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak individu
manusia (yang kita tidak dapat meniadakannya dengan angan-angan). Sedangkan
Pengetahuan adalah kepastian bahwa fenomena-fenomena itu nyata (real) dan
memiliki karakteristik-karakteristik yang spesifik.
Dalam wacana keilmuan modern kini, menurut Sobur (2006:186) realitas
lazim diartikan sebagai semua yang telah dikonsepkan sebagai sesuatu yang
mempunyai wujud. Realitas sosial yang dimaksud Berger dan Luckmann ini
terdiri atas realitas objektif, realitas simbolik, dan realitas subjektif.
57
Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia
objektif yang berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai
kenyataan. Realitas simbolik merupakan ekspresi simbolik dari realitas objektif
dalam berbagai bentuk. Sementara, realitas subjektif adalah realitas yang
terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik ke
dalam individu melalui proses internalisasi.
Berger dan Luckmann (1990:61; Bungin, 2008) mengatakan institusi
masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan inter-
aksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara
obyektif, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subjektif
melalui proses interaksi. Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan
berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif
yang sama.
Menurut Berger dan Luckmann (Sobur,2009:91), realitas sosial
dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi.
Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun
sarat dengan kepentingan-kepentingan.
Eksternalisasi adalah usaha pencurahan diri manusia ke dalam dunia baik
mental maupun fisik. Objektifasi adalah hasil dari eksternalisasi yang berupa
kenyataan objektif fisik ataupun mental. Sedangkan internalisasi, diartikan
sebagai proses penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian
rupa sehingga subjektifitas individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Ketiga
proses tersebut saling berdialektika secara terus menerus pada diri individu dalam
rangka pemahaman tentang realitas.
Dalam mengkonstruksi sebuah realitas, media sesungguhnya memainkan
peran khusus dalam mempengaruhi budaya tertentu melalui penyebaran
58
informasi. Peran media sangat penting karena menampilkan sebuah cara
dalam memandang realita. Media tidak bisa dianggap berwajah "netral" dalam
memberikan jasa informasi dan hiburan kepada khalayak.
Media massa tidak hanya dianggap sekadar sebagai hubungan antara
pengirim pesan pada satu pihak dan penerima pada lain pihak. Lebih dari
semua itu media dilihat sebagai produksi dan pertukaran makna. Titik
tekannya terletak pada bagaimana pesan atau teks berinteraksi dengan
orang untuk memproduksi makna berkaitan dengan peran teks di
dalam kebudayaan. Pendekatan seperti ini disebut pendekatan
strukturalisme yang bisa dikontraskan dengan pendekatan proses atau
pendekatan linier (Fiske, 1990 dalam Sobur, 2009 : 93)
Proses konstruksi realitas yang dilakukan oleh media merupakan usaha
“menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa atau keadaan. Realitas tersebut
tidak serta merta melahirkan berita, melainkan melalui proses interaksi antara
penulis berita, atau wartawan, dengan fakta. Terjadi proses dialektika diantara apa
yang dipikirkan dan apa yang dilihat wartawan tersebut, sehingga isi berita
merupakan realitas yang telah mengalami proses konstruksi kembali. Pembuatan
berita pada dasarnya merupakan proses penyusunan atau konstruksi kumpulan
realitas sehimgga menimbulkan wacana yang bermakna.
2.10 Peranan Wartawan dalam Proses Pembingkaian
Sudibyo (2001: 224) berasumsi bahwa bingkai (Frame) yang muncul dalam
wacana media massa sangat dipengaruhi oleh awak media massa itu sendiri.
Merupakan suatu hal yang lazim dilakukan oleh para awak media massa
menguraikan gagasannya, menggunakan gaya bahasanya sendiri, serta mem-frase
dan membatasi pernyataan sumber berita. Disamping itu mereka menjabarkan
frame interpretatif mereka sendiri dengan menggunakan retorika khusus yang
menyiratkan keberpihakan atau kecenderungan tertentu.
59
Besarnya peran wartawan dalam proses pembingkaian tidak dapat
dilepaskan dari asumsi dasar pembingkaian itu sendiri, yang menurut Nugroho,
selalu menyertakan pengalaman hidup, perjalanan sosial dan kecenderungan
psikologis wartawan ketika menafsirkan pesan yang datang kepadanya. Hal ini
dapat terjadi karena wartawan adalah subjek yang aktif dan otonom.
Jelasnya, skema interpretasi yang dimiliki wartawan menentukan bagaimana
ia memandang sebuah peristiwa atau realitas. Cara pandang itulah yang
selanjutnya membawa wartawan untuk membingkai peristiwa ke dalam bingkai
tertentu serta menjadi panduannya ketika memilih fakta-fakta yang sesuai dengan
bingkai tersebut. Faktor kunci yang mempengaruhi wartawan dalam
mengkonstruksi realitas adalah latar belakang wartawan seperti pendidikan, jenis
kelamin, umur, dan lain-lain. Selain itu, sikap, nilai, kepercayaan, dan orientasi
wartawan terhadap politik, agama, ideologi dan aliran tertentu pun turut memberi
andil pada bagaimana wartawan membentuk sebuah peristiwa menjadi sebuah
skema dalam berita.
2.11 Artikel Opini
Artikel Opini di suatu surat kabar biasanya ditempatkan di tengah atau
halaman tertentu pada setiap majalah. Artikel opini menduduki peran penting
sebagai kontrol, penambah wawasan pembaca dan mendorong para penulis untuk
berpikir lebih kritis, terhadap berbagai permasalahan yang masih hangat.
Topik opini bisa menyoroti masalah agama, ekonomi, politik, pendidikan,
keamanan atau berbagai masalah sosial. Sekalipun demikian, ada sebagian artikel
opini tidak membahas masalah yang sedang hangat karena memang tidak ada
60
masalah aktual yang patut diangkat. Bisa jadi editor memiliki kebijaksanaan lain
untuk membuat artikel yang bukan masalah yang sedang hangat.
Secara bahasa opini berarti pendapat, kritik, saran dan tanggapan. Penulisan
opini dengan bahasa ilmiah populer.
Meskipun semua persoalan dapat ditulis dalam artikel opini, namun perlu
diperhatikan beberapa syarat sebagai berikut:
1. Sebaiknya artikel yang ditulis berkaitan dengan masalah aktual yang
sedang diperbincangkan masyarakat.
2. Tidak bersifat menghasut, mengadu domba, memfitnah, membela pihak
tertentu tanpa ada perimbangan tulisan dan isinya bernada emosi secara
berlebihan.
3. Isi tulisan baiknya lebih berupa suatu solusi terhadap berbagai
persoalan yang ada.
Sementara aktualitas itu sendiri terbagi kedalam dua hal:
1. Masalah aktual yang berkaitan dengan kejadian yang ada di tengah-
tengah masyarakat.
2. Masalah aktual yang berhubungan dengan hari-hari bersejarah baik
nasional maupun internasional.