Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kirinyuh (Chormolaena Odarata L.)
2.1.1 Taksonomi Tanaman Kirinyuh (Chormolaena Odarata L.)
Menurut Pink dalam Damyanti (2012), tanaman kirinyuh
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom: Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Familia : Asteraceae
Genus : Chromolaena
Species : Chromolaena odorata
(L.) R.M. King &
H. Rob
2.1.2 Morfologi Tanaman Kirinyuh (Chormolaena Odarata L.)
Chromolaena odorata L. adalah spesies semak berbunga yang berasal dari
Amerika Utara, digunakan sebagai obat tradisional di Indonesia. Cara
menggunakan tanaman kirinyuh sebagai obat luka maka daun muda dihancurkan,
dan cairan yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengobati luka kulit.
Chromolaena odorata digunakan untuk retensi urin dan daun digunakan tanaman
ini kadang-kadang tumbuh sebagai tanaman obat dan tanaman hias. Chromolaena
odorata adalah semak abadi yang tumbuh cepat, berasal dari Amerika Selatan dan
Amerika Tengah. Telah diperkenalkan ke daerah tropis di Asia, Afrika dan
Pasifik, dimana itu adalah gulma invasif. Ia juga dikenal sebagai gulma Siam
(Anup Kumar Chakraborty dkk, 2011).
11
Chromolaena odorata L. merupakan salah satu jenis tumbuhan dari
famili Compositae. Daunnya mengandung beberapa senyawa utama seperti
tannin, fenol, flavonoid, saponin dan steroid. Minyak essensial dari daunnya
memiliki kandungan α-pinene, cadinene, camphora, limonene, β-caryophyllene
dan candinol isomer (Benjamin, 2011). (Chromolaena odorata L.) dikenal juga
dengan nama tekelan atau gulma siam yang mengganggu pertumbuhan
tanaman lain dan mengurangi kesuburan tanah. Ekstrak kasar daun
Chromolaena odorata L. memiliki efek antioksidan. Efek yang dihasilkan ini
disebabkan oleh kandungannya yang tinggi akan flavonoid yang memiliki
aktivitas antioksidan, yang mampu menghambat proses oksidasi (Muhammad
Fitrah, 2016).
Menurut Adegbite dan Adesiyan (2005) dalam Mazpupah dkk, (2015)
kirinyuh mempunyai kandungan senyawa aktif yang bersifat sebagai ovisidal
dan juvenilsidal terhadap Meloidogyne spp. maka dari itu peneliti ingin
mengetahui kemampuan senyawa aktif dalam ekstrak kirinyuh terhadap daya
hambat tetas telur dan mortalitas juvenil II Meloidogyne spp. Pembuatan
ekstrak kirinyuh Daun kirinyuh dicuci dengan air, kemudian dipotong kecil
dan ditimbang 20 gram. Daun kirinyuh dimasukkan pada tabung 200 ml dan
ditambahkan alkohol 80% sebagai pelarut. Kemudian digojok selama 24 jam
dengan menggunakan orbital shaker, lalu disaring menggunakan kertas
waltman. Ekstrak kirinyuh dimurnikan dengan destilasi vacum rotary
evaporator. Hasil destilasi dibedakan atas beberapa konsentrasi yaitu 0, 5, 10
dan 20% ekstrak kirinyuh.
12
Gambar 2.1 Tumbuhan kirinyuh(Chromolaena odorata L.)
Sumber: (Dokumen Pribadi, 2019)
Keterangan :
1. Bunga
2. Batang
3. Daun
Daunnya berbentuk oval, bagian bawah lebih lebar, makin ke ujung
makin runcing. Panjang daun 6–10 cm dan lebarnya 3 – 6 cm. Tepi daun
bergerigi, menghadap ke pangkal. Letak daun juga berhadap-hadapan.Karangan
bunga terletak di ujung cabang (terminal).Setiap karangan terdiri atas 20 – 35
bunga.Warna bunga selagi muda kebiru-biruan, semakin tua menjadi coklat
(Prawiradiputra, Bambang R, 2007).
Pada tumbuhan Chromolaena odorata L. memiliki susunan akar berupa
akar tunggang, besar dan dalam.Akar tunggang tersebut adalah akar tunggang
bercabang. Akar ini berbentuk kerucut panjang, tumbuh lurus kebawah, dan
bercabang.Warna akar kekuning- kuningan. Bagian-bagian akar terdiri dari :
13
Leher akar/ pangkal akar (collum), ujung akar (apex radicis), batang akar (corpus
radicis), cabang-cabang akar (radix lateralis), serabut akar (fibrilla radicalis),
rambut / bulu akar (pilus radicalis) dan tudung akar (calyptra) (Prawiradiputra,
Bambang R, 2007).
2.1.3 Penyebaran
Menurut (vanderwoude dkk. 2005), Kirinyuh berasal dari Amerika
Tengah, tetapi kini telah tersebar di daerah-daerah tropis dan subtropis. Gulma ini
dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah dan akan tumbuh lebih baik lagi
apabila mendapat cahaya matahari yang cukup. Kondisi yang ideal bagi gulma ini
adalah wilayah dengan curah hujan > 1000 mm/tahun (Binggeli, 1997). Dengan
demikian, gulma ini tumbuh dengan baik di tempat-tempat yang terbuka seperti
padang rumput, tanah terlantar dan pinggir-pinggir jalan yang tidak terawat.
Menurut FAO (2006) gulma ini tidak tahan naungan sehingga tidak ditemukan di
hutan-hutan yang tertutup, namun walaupun demikian di Indonesia dan di
berbagai negara lain di Asia, Kirinyuh banyak ditemukan di perkebunan-
perkebunan seperti karet, kelapa sawit, kelapa, jambu mente dan sebagainya
(Muniappan dan Marutani, 1988).
2.1.4 Pemanfaatan
Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada
penggunaan obat modern.Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek
samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Lusia Oktora Ruma
Kumala Sar, 2006). Menurut UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, yang
14
dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (Ningsih Yulia Indah, 2016).
Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) merupakan tumbuhan yang bersifat
allelopati yang dapat dijadikan herbisida alami. Kirinyuh sangat cepat tumbuh
dan berkembang biak. Karena cepatnya perkembangbiakan dan pertumbuhannya,
tumbuhan ini juga membentuk komunitas yang rapat sehingga dapat menghalangi
tumbuhnya tumbuhan lain melalui persaingan. Berbagai senyawa yang bersifat
alelopati berupa minyak atsiri, Flavonoid, Alkaloid, Fenolik, Saponin,
Tanin.Senyawa tersebut terkandung dalam berbagai jenis tumbuhan termasuk
tumbuhan kirinyuh (Chromolaena odorata (L.)) (Suwastika Nengah I, 2017).
2.1.5 Senyawa Kimia Tumbuhan Kirinyuh
Kandungan kimia ekstrak etanol daun kirinyuh positif terhadap flavonoid,
tannin dan saponin sesuai dengan hasil yang ditunjukkan oleh (Benjamin, 1987).
1. flavonoid dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan jalan merusak
permiabilitas dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosom sebagai hasil dari
interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri dan juga mampu
melepaskan energi tranduksi terhadap membran sitoplasma bakteri serta
menghambat motilitas bakteri (Robinson, 1995 dalam Yenti dkk, 2011).
2. Tannin dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit, memperkeras kulit,
menghentikan eksudat dan pendarahan yang ringan, sehingga mampu
menutupi luka dan mencegah pendarahan yang biasa timbul pada luka
(Robinson, 1995 dalam Yenti dkk, 2011).
15
3. Saponin memiliki kemampuan sebagai antimikroba dan berfungsi
membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa
timbul pada luka sehingga luka tidak mengalami infeksi yang berat
(Robinson, 1995 dalam Yenti dkk, 2011).
4. Steroid dikenal untuk mempercepat proses penyembuhan luka karena
dapat menurunkan peradangan, yang memiliki peran dalam penyusutan
luka dan peningkatan laju epitelisasi (Barku dkk, 2013).
2.2 Luka Bakar
2.2.1 Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat
disebabkan oleh panas (Api, cairan/lemak panas, uap panas), radiasi, listrik,
kimia. Luka bakar merupakan jenis trauma yang merusak dan merubah berbagai
sistem tubuh luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan dengan benda-benda yang menghasilkan panas baik kontak secara
langsung maupun tidak langsung. Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi
otot dan memiliki peran homeostasis (Anggowarsito L Jose, 2014).
Luka bakar merupakan luka yang unik karena luka tersebut meliputi sejumlah
besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang
lama. Luka bakar paling sering terjadi di rumah dan paling banyak ditemukan adalah
luka bakar derajat II. Oleh karena itu, perawatan luka bakar memegang peranan penting
dalam proses penyembuhan luka. Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha
untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada kulit. Fisiologi penyembuhan luka
secara alami akan melewati beberapa fase, yaitu fase haemostasis, fase inflamasi, fase
16
proliferasi, dan fase maturasi. Pada fase proliferasi, terjadi proses kontraksi luka,
epitelisasi, dan pembentukan jaringan granulasi. Jaringan granulasi adalah pertumbuhan
jaringan baru yang terjadi ketika luka mengalami proses penyembuhan, terdiri atas
pembuluh-pembuluh kapiler yang baru dan sel-sel fibroblas yang mengisi rongga
tersebut. Pembentukan jaringan granulasi adalah tahap yang penting dalam fase
proliferasi dan penyembuhan luka. Jadi, peran perawat dalam perawatan luka seperti
pemilihan balutan hingga pemilihan larutan pembersih luka menjadi sangat penting
untuk mempercepat proses penyembuhan luka (Negara Kusuma Fitra Reza dkk, 2014).
2.2.2 Klasifikasi luka
Derajat kedalaman luka bakar kedalaman kerusakan jaringan akibat luka
bakar tergantung dari derajat sumber, penyebab, dan lamanya kontak dengan
permukaan tubuh. Luka bakar terbagi dalam 3 derajat.
1. Luka bakar derajat I
Kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis
(superfisial)/epidermal burn. Kulit hiperemik berupa eritema, sedikit edema,
tidak dijumpai bula, dan terasa nyeri akibat ujung saraf sensoris teriritasi. Pada
hari keempat paska paparan sering dijumpai deskuamasi. Salep antibiotika dan
pelembab kulit dapat diberikan dan tidak memerlukan pembalutan.
2. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi. Pada derajat ini terdapat bula dan terasa
nyeri akibat iritasi ujung-ujung saraf sensoris.
17
a. Dangkal/superfisial/superficial partial thickness
b. Dalam/deep partial thickness Pada luka bakar derajat II dangkal/superficial
partial thickness, kerusakan jaringan meliputi epidermis dan lapisan atas
dermis. Kulit tampak kemerahan, edema, dan terasa lebih nyeri daripada luka
bakar derajat I. luka sangat sensitif dan akan lebih pucat jika kena tekanan.
Masih dapat ditemukan folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10-14 hari tanpa sikatrik, namun
warna kulit sering tidak sama dengan sebelumnya. Perawatan luka dengan
pembalutan, salep antibiotika perlu dilakukan tiap hari. Penutup luka sementara
(xenograft, allograft atau dengan bahan sintetis) dapat diberikan sebagai
pengganti pembalutan.
Pada luka bakar derajat II dalam/deep partial thickness, kerusakan
jaringan terjadi pada hampir seluruh dermis.Bula sering ditemukan dengan
dasar luka eritema yang basah. Permukaan luka berbecak merah dan sebagian
putih karena variasi vaskularisasi. Luka terasa nyeri, namun tidak sehebat
derajat II dangkal. Folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea
tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama, sekitar 3-9 minggu dan
meninggalkan jaringan parut. Selain pembalutan dapat juga diberikan penutup
luka sementara (xenograft, allograft atau dengan bahan sintetis).
3. Luka bakar derajat III
Kerusakan jaringan permanen yang meliputi seluruh tebal kulit hingga
jaringan subkutis, otot dan tulang. Tidak ada lagi elemen epitel dan tidak dijumpai
bula, kulit yang terbakar berwarna keabu-abuan pucat hingga warna hitam kering
(nekrotik). Terdapat eskar yang merupakan hasil koagulasi protein epidermis dan
18
dermis. Luka tidak nyeri dan hilang sensasi akibat kerusakan ujung-ujung saraf
sensoris. Penyembuhan lebih sulit karena tidak ada epitelisasi spontan. Perlu
dilakukan eksisi dini untuk eskar dan tandur kulit untuk luka bakar derajat II
dalam dan luka bakar derajat III. Eksisi awal mempercepat penutupan luka,
mencegah infeksi, mempersingkat durasi penyembuhan, mencegah komplikasi
sepsis dan secara kosmetik lebih baik (Anggowarsito L Jose, 2014).
Gambar 2.2 Derajat kedalaman luka bakar
http://www.faqs.org/health/Sick-V1/Burns-andScalds-Treatment.html
2.2.3 Fisiologi Penyembuhan Luka bakar
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena
adanya kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi secara berkesinambungan.
Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler, dan terbentuknya senyawa kimia
sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang saling
terkait pada proses penyembuhan luka. Ketika terjadi luka, tubuh memiliki
mekanisme untuk mengembalikan komponen-komponen jaringan yang rusak
dengan membentuk struktur baru dan fungsional. Proses penyembuhan luka tidak
hanya terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga dipengaruhi
oleh faktor endogen, seperti umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat - obatan,
dan kondisi metabolik. Proses penyembuhan luka dibagi ke dalam lima tahap,
19
meliputi tahap homeostasis, inflamasi, migrasi, proliferasi, dan maturasi (Purnama
Handi dkk, 2015).
1. Tahap homeostasis memiliki terbagi dua, yaitu fase inflamasi awal atau fase
haemostasis dan fase inflamasi akhir. Pada saat jaringan terluka, pembuluh
darah yang terputus pada luka akan menyebabkan pendarahan, reaksi tubuh
pertama sekali adalah berusaha menghentikan pendarahan dengan
mengaktifkan faktor koagulasi intrinsik dan ekstrinsik, yang mengarah ke
agregasi platelet dan formasi clot vasokontriksi, pengerutan ujung pembuluh
darah yang putus (retraksi) dan reaksi haemostasis. Reaksi haemostasis akan
terjadi karena darah yang keluar dari kulit yang terluka akan mengalami
kontak dengan kolagen dan matriks ekstraseluler, hal ini akan memicu
pengeluaran platelet atau dikenal juga dengan trombosit mengekspresi
glikoprotein pada membran sel sehingga trombosit tersebut dapat beragregasi
menempel satu sama lain dan membentuk massa (clotting). Massa ini akan
mengisi cekungan luka membentuk matriks provisional sebagai scaffold
untuk migrasi sel-sel radang pada fase inflamasi (Landén, Li, & Ståhle, 2016
dalam Primadina Nova, 2019).
2. Tahap inflamasi dimulai segera setelah terjadinya trauma sampai hari ke-5
pasca trauma. Tujuan utama fase ini adalah menyingkirkan jaringan yang
mati, dan pencegahan kolonisasi maupun infeksi oleh agen mikrobial patogen
(Gutner GC, 2007 dalam Primadina Nova, 2019).
3. Tahap migrasi, yang merupakan pergerakan sel epitel dan fibroblas pada
daerah yang mengalami cedera untuk menggantikan jaringan yang rusak atau
hilang. Sel ini meregenerasi dari tepi, dan secara cepat bertumbuh di daerah
20
luka pada bagian yang telah tertutup darah beku bersamaan dengan
pengerasan epitel.
4. Tahap proliferasi berlangsung mulai hari ke-3 hingga 14 pasca trauma,
ditandai dengan pergantian matriks provisional yang didominasi oleh platelet
dan makrofag secara bertahap digantikan oleh migrasi sel fibroblast dan
deposisi sintesis matriks ekstraselular (TVelnar. 2009). Fase proliferasi ini
adalah untuk membentuk keseimbangan antara pembentukan jaringan parut
dan regenerasi jaringan (Primadina Nova, 2019).
5. Tahap maturasi berlangsung mulai hari ke-21 hingga sekitar 1 tahun yang
bertujuan untuk memaksimalkan kekuatan dan integritas struktural jaringan
baru pengisi luka, pertumbuhan epitel dan pembentukan jaringan parut (T
Velnar, 2009 dalam Primadina Nova, 2019).
2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka salah satunya
status nutrisi, diperlukan asupan protein, vitamin A dan C. protein mensuplai
asam amino, yang dibutuhkan untuk perbaikan jaringan dan degenarasi. Diet yang
baik juga mempertahankan tubuh terhadap infeksi (Johnson & Wendy, 2004
dalam Darmawati,Ia Sastra, 2013 ).
Penyembuhan luka juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: usia,
anemia, penyakit penyerta, vaskularisasi, nutris, kegemukaan, obat-obatan,
merokok, mobilisasi dini, personal hygine, dan stres (Nurani. 2015 dalam
Sihotang Maria Hetty, Hernita Yulianti, 2018).
21
Menurut (Johnson & Taylor. 2005 dalam Yuristin Devina, Apriza,
2018), ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka yaitu;
penambahan usia yang dianggap berpengaruh terhadap semua fase penyembuhan
luka sehubungan dengan adanya gangguan sirkulasi dan koagulasi, respon
inflamasi yang lebih lambat dan penurunan aktivitas fibrolas. Selain penambahan
usia, status gizi juga dapat mempengaruhi penyembuhan luka, dimana untuk
penyembuhan luka diperlukan asupan protein, vitamin A dan C, tembaga, zinkum.
dan zat besi yang adekuat. Protein mensuplai asam amino, yang dibutuhkan untuk
perbaikan jaringan dan regenerasi.Vitamin A dan zinkum diperlukan untuk
epiteliasasi, dan vitamin C serta zinkum diperlukan untuk sintesis kolagen dan
integrafi kapiler.
2.3 Tikus Putih (Rattus norvegicus)
2.3.1 Klasifikasi
Klasifikasi Tikus putih (Rattus norvegicus) sebagai berikut (Budi akbar,
2010).
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
22
2.3.2 Deskripsi
Tikus putih dan mencit dibudidayakan untuk berbagai keperluan antara
lain: hewan percobaan, pakan reptil, dan pakan burung predator. Bahkan kulit
tikus telah dimanfaatkan sebagai bahan baku dompet dan jaket oleh Koperasi Unit
Desa Tani Mukti, Karangampel, Indramayu pada tahun 1995 (Mulyadi, 1995).
Tikus putih dan mencit merupakan hewan laboratorium yang sering digunakan
karena kemampuan reproduksi tinggi (sekitar 10-12 anak/kelahiran), harga dan
biaya pemeliharaan relatif murah, serta efisien dalam waktu karena sifat genetik
dapat dibuat seragam dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan ternak
besar (Arrington , 1972 dalam Kartika .A. A, 2013).
Tikus (Rattus sp) termasuk binatang pengerat yang merugikan dan termasuk
hama terhadap tanaman petani. Selain menjadi hama yang merugikan, hewan ini juga
membahayakan kehidupan manusia. Sebagai pembawa penyakit yang berbahaya,
hewan ini dapat menularkanpenyakit seperti wabah pes dan leptospirosis.Hewan ini,
hidup bergerombol dalam sebuah lubang satu gerombol dapat mencapai 200 ekor. Di
alam tikus ini dijumpai di perkebunan kelapa, selokan dan padang rumput. Tikus ini
mempunyai indera pembau yang sangat tajam (Budi akbar, 2010).
Perkembangbiakan tikus sangat luar biasa.Sekali beranak tikus dapat
menghasilkan sampai 15 ekor, namun rata-rata 9 ekor. Nama lain hewan ini di
berbagai daerah di Indonesia, antara lain di Minangkabau orang menyebutnya
mencit, sedangkan orang Sunda menyebutnya beurit. Tikus yang paling terkenal
ialah tikus berwarna coklat, yang menjadi hama pada usaha-usaha pertanian dan
pangan yang disimpan di gudang. Tikus albino (tikus putih) banyak digunakan
sebagai hewan percobaan di laboratorium (Budi akbar, 2010).
23
Gambar 2. 3 Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley
Sumber: (Dokumen pribadi, 2019)
Tikus putih yang digunakan untuk percobaan laboratorium yang dikenal
ada tiga macam galur yaitu Sprague Dawley, Long Evans dan Wistar. Tikus
galur Sprague-Dawley dinamakan demikian, karena ditemukan oleh seorang ahli
Kimia dari Universitas Wisconsin, Dawley. Tikus putih memiliki beberapa sifat
yang menguntungkan sebagai hewan uji penelitian di antaranya
perkembangbiakan cepat, mempunyai ukuran yang lebih besar dari mencit, mudah
dipelihara dalam jumlah yang banyak. Tikus putih juga memiliki ciri-ciri
morfologis seperti albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih panjang dibandingkan
badannya, pertumbuhannya cepat, temperamennya baik, kemampuan laktasi
tinggi, dan tahan terhadap arsenik tiroksid (Budi akbar, 2010).
2.4 Hasil dan Pemanfaatan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah segala hal yang memfasilitasi seseorang untuk
mendapatkan pengalaman. Sumber belajar berasal dari dua kata yakni sumber dan
belajar, sumber berarti asal atau awal mula, sedangkan belajar adalah proses
mencari pengalaman (Satrianawati, 2018). Sumber belajar adalah segala sesuatu
(benda, data, fakta, ide, orang, dan lain sebagainya) yang bisa menimbulkan
proses belajar (Prastowo, 2018).
24
Penelitian yang dilakukan peneliti menghasilkan informasi baru yang
dapat dijadikan sumber belajar oleh peserta didik. Materi yang dapat
dikembangkan sesuai penelitian yang dilakukan yakni, pemanfaatan
keanekaragaman hayati Indonesia. Materi tersebut memiliki indikator pencapaian
yakni siswa mampu menganalisis dan menjelaskan pemanfaatan keanekaragaman
hayati terutama di lingkungan sekitarnya dengan menerapkan sikap ilmiah. Hasil
penelitian menjadi informasi baru bagi siswa dan sikap ilmiah didapatkan dari
langkah-langkah yang telah dilakukan peneliti untuk memperoleh hasil dalam
penelitian.
2.5 Kerangka Berfikir
Ekstrak Daun kirinyuh merupakan salah satu jenis tumbuhan dari famili
asteraceae. Daunnya mengandung beberapa senyawa utama seperti tannin, fenol,
flavonoid, saponin dan steroid yang dibutuhkan oleh hewan, sehingga ekstrak
daun kirinyuh bermanfaaat sebagai obat untuk penyembuhan luka.Cara
menggunakan tanaman kirinyuh sebagai obat luka maka daun muda dihancurkan,
dan cairan yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengobati luka kulit.
Fungsi kandungan daun kirinyuh flavonoid dapat menghambat pertumbuhan,
Tannin dapat menyebabkan penciutan pori-pori kulit, memperkeras kulit,
menghentikan eksudat dan pendarahan yang ringan, sehingga mampu menutupi
luka dan mencegah pendarahan yang biasa timbul pada luka, Saponin memiliki
kemampuan sebagai antimikroba dan berfungsi membunuh atau mencegah
pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul pada luka sehingga luka tidak
mengalami infeksi yang berat dan Steroid dikenal untuk mempercepat proses
25
penyembuhan luka karena dapat menurunkan peradangan, yang memiliki peran
dalam penyusutan luka dan peningkatan laju epitelisasi.
Luka bakar adalah bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan yang disebabkan
oleh sumber daya yang memiliki suhu yang sanggat tinggi yaitu api, air panas, zat
kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar dapat menyebabkan kerusakan dan
peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan jaringan kulit, dalam
keadaan yang parah dapat menyebabkan gangguan serius pada paru-paru, ginjal,
dan Luka bakar tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap
berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, perawatan
luka bakar memegang peranan penting dalam proses penyembuhan luka.
Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk memperbaiki
kerusakan yang terjadi pada kulit. Fisiologi penyembuhan luka secara alami akan
melewati beberapa fase, yaitu fase haemostasis, fase inflamasi, fase proliferasi,
dan fase maturasi. Pada fase proliferasi, terjadi proses kontraksi luka, epitelisasi,
dan pembentukan jaringan granulasi. Jaringan granulasi adalah pertumbuhan
jaringan baru yang terjadi ketika luka mengalami proses penyembuhan, terdiri atas
pembuluh-pembuluh kapiler yang baru dan sel-sel fibroblas yang mengisi rongga
tersebut. Pembentukan jaringan granulasi adalah tahap yang penting dalam fase
proliferasi dan penyembuhan luka. Jadi, peran perawat dalam perawatan luka
seperti pemilihan balutan hingga pemilihan larutan pembersih luka menjadi sangat
penting untuk mempercepat proses penyembuhan luka.
Tikus putih (Rattus norvegicus) banyak digunakan sebagai hewan percobaan
pada berbagai penelitian. Tikus putih tersertifikasi diharapkan lebih
mempermudah para peneliti dalam mendapatkan hewan percobaan yang sesuai
26
dengan kriteria yang dibutuhkan. Tikus yang digunakan dalam penelitian adalah
tikus jantan dengan umur 2 bulan dan berat badanya mencapai 150-200 gram,
bukan tikus betina, alasannya kriteria yang dibutuhkan oleh peneliti dalam
menentukan tikus putih sebagai hewan percobaan yang memenuhi keriteria
penelitian seperti kontrol (recording) pakan, kontrol (recording) kesehatan,
recording perkawinan, jenis (strain), umur, bobot badan, jenis kelamin, silsilah
genetik. Terdapat tiga galur tikus putih yang memiliki kekhususan untu digunakan
sebagai hewan percobaan antara lain Wistar, long evans dan Sprague dawley. Hal
ini disebabkan karena secara genetik mempunyai kemiripan dengan manusia.
Pemberian ekstrak daun kirinyuh teradap penyembuhan luka sayat dengan konsentrasi
12,5% memerikan efek penyembuhan luka lebih cepat. Oleh karena itu, pada penelitian ini
penulis ingin menggunakan ekstrak daun kirinyuh untuk penyembuhan luka bakar dengan
menggunakan konsentrasi yang berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu menggunakan
konsentrasi 7,5 %, 10% dan 12,5%. Pemilihan konsentrasi tersebut dilatarbelakngi karena
perbedaan perlakuan yang digunakan sehingga konsentrasi ekstrak daun kirinyuh yang
dibutuhkan perlakuan tentunya akan berbeda dan penulis ingin mengetahui pada
konsentrasi berapakah pemberian ekstrak daun kirinyuh memiliki lebih cepat terhadap
penyembuhan luka bakar.
Proses penyembuhan luka bakar terdiri dari 3 fase yaitu fase inflamsi
inflamasi, fase proliferasi, dan fase penyembuhan. Fase inflamasi yang ditandai
dengan adanya pembengkakan, fase proliferasi ditandai dengan adanya
pembentukan eksudat dan fibroblas yang terlihat seperti kerak pada bagian atas
luka, dan fase penyembuhan yang ditandai dengan terbentuknya jaringan baru
yang berarti luka sudah mengecil atau sembuh, sehingga dapat diketahui pada
27
konsentrasiekstrak daun kirinyuh berapakah yang paling berpengaruh untuk
penyembuhan luka bakar. Penggunaan ekstrakdaun kirinyuh dengan berbagai
konsentrasi diharapkan dapat berpengaruh untuk penyembuhan luka bakar
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan secara sistematis,
seperti berikut.
2.6 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang ada, maka kerangka konsep yang digunakan dapat
dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Kerangka Konsep
28
2.7 Hipotesis
Berdasarakan rumusan masalah dan tujuan penelitian diatas, maka
hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada pengaruh pemberian ekstrak daun kirinyuh (Chromolaena
odorata L.) terhadap penyembuhan luka bakar pada tikus putih
(Rattus norvegicus).