29
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Hasil Belajar Matematika 2.1.1.1 Pengertian Belajar Menurut Slameto (2010: 2) belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sejalan dengan Slameto, Darmadi (2010: 186) memberikan penjelasan bahwa belajar pada hakikatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan individu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik akan menghasilkan perubahan-perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor dalam dirinya. Definisi yang hampir sama oleh Sabri (2007: 19) bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku akibat pengalaman dan pelatihan. Tujuan yang dicapai dari kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi. Seseorang dinyatakan belajar apabila ia mengalami sendiri proses usaha yang dilakukannya, tidak dapat digantikan oleh orang lain. Usaha ini bersifat sadar artinya seseorang tersebut tahu dan mengerti perbuatan yang dilakukannya. Kesadaran ini berkaitan dengan kognitif yang membutuhkan proses berpikir secara fokus dan sadar hingga dapat melakukan sebuah keterampilan dari proses berpikir yang dilakukannya. Keterampilan yang dilakukan diwujudkan dalam sikap yang baik dan benar. Pengalaman sendiri dan interaksi dengan lingkungannya menjadi cara seseorang untuk belajar. Lingkungan yang dimaksud dapat dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dibutuhkan pula pelatihan yang dilakukan untuk mengasah kemampuan seseorang dalam belajar. Belajar tidak cukup dilakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Hakikat Hasil Belajar ... II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Hasil Belajar Matematika . 2.1.1.1 Pengertian Belajar Menurut

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    2.1.1 Hakikat Hasil Belajar Matematika

    2.1.1.1 Pengertian Belajar

    Menurut Slameto (2010: 2) belajar merupakan suatu proses usaha yang

    dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

    secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

    lingkungannya.

    Sejalan dengan Slameto, Darmadi (2010: 186) memberikan penjelasan bahwa

    belajar pada hakikatnya merupakan usaha sadar yang dilakukan individu untuk

    memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik

    akan menghasilkan perubahan-perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor dalam

    dirinya.

    Definisi yang hampir sama oleh Sabri (2007: 19) bahwa belajar adalah proses

    perubahan tingkah laku akibat pengalaman dan pelatihan. Tujuan yang dicapai dari

    kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

    keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi.

    Seseorang dinyatakan belajar apabila ia mengalami sendiri proses usaha yang

    dilakukannya, tidak dapat digantikan oleh orang lain. Usaha ini bersifat sadar artinya

    seseorang tersebut tahu dan mengerti perbuatan yang dilakukannya. Kesadaran ini

    berkaitan dengan kognitif yang membutuhkan proses berpikir secara fokus dan sadar

    hingga dapat melakukan sebuah keterampilan dari proses berpikir yang dilakukannya.

    Keterampilan yang dilakukan diwujudkan dalam sikap yang baik dan benar.

    Pengalaman sendiri dan interaksi dengan lingkungannya menjadi cara

    seseorang untuk belajar. Lingkungan yang dimaksud dapat dilakukan di lingkungan

    keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dibutuhkan pula pelatihan yang dilakukan

    untuk mengasah kemampuan seseorang dalam belajar. Belajar tidak cukup dilakukan

  • 8

    sekali, namun ada proses dan tahap-tahap untuk membangun pengetahuan seseorang

    hingga ia mampu untuk menyimpulkan sendiri hal-hal yang dipelajarinya.

    Belajar tentu bukan suatu hal yang dilakukan tanpa sebuah tujuan. Tujuan

    yang ingin dicapai dalam proses belajar adalah adanya perubahan tingkah laku yang

    baru yang berkaitan dengan kognitif, psikomotorik, dan afektif yang melibatkan

    segenap aspek pribadi dalam diri pebelajar. Banyak orang yang melakukan proses

    belajar tentu mengharapkan suatu manfaat yang lebih besar dari sekedar perubahan

    ketiga aspek tersebut. Manfaat lain yang diperoleh dari belajar adalah untuk

    memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan hidup manusia tidak sekedar makan, tidur,

    atau bertempat tinggal. Sekalipun hal tersebut merupakan kebutuhan primer yang

    sangat mendasar, tentu manusia juga harus memikirkan cara untuk mendapatkannya.

    Dibutuhkan proses belajar di dalamnya, apalagi ketika manusia menginginkan taraf

    hidup yang lebih baik, tentu dibutuhkan belajar yang lebih keras untuk mencapainya.

    Berbeda dengan Ghufron (2012: 23) yang mendefinisikan bahwa belajar

    merupakan suatu proses perubahan yang cenderung menetap dan merupakan hasil

    dari pengalaman, serta tidak termasuk perubahan fisiologis, namun perubahan

    psikologis yang berupa perilaku dan representasi atau asosiasi mental.

    Belajar bukanlah mengubah tubuh seseorang menjadi lebih tinggi, besar,

    ataupun kecil dan perubahan fisik lainnya. Belajar merupakan persepsi dalam mental

    seseorang yang dikumpulkan dan diwujudkan dalam bentuk perilaku nyata.

    Perwujudan nyata ini akan menetap dalam diri seseorang, artinya bukan hanya

    berubah pada saat belajar namun akan terjadi peruabahan pada diri seseorang saat

    ataupun setelah belajar.

    Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) belajar merupakan

    tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, dialami oleh siswa sendiri. Ciri-ciri

    belajar menurutnya adalah:

    a. siswa yang bertindak belajar atau pebelajar, b. memperoleh hasil belajar dan pengalaman hidup, c. proses internal pada diri pebelajar, d. bisa dilakukan di sembarang tempat,

  • 9

    e. lama belajar adalah sepanjang hayat, f. syarat terjadinya adalah motivasi belajar yang kuat. g. ukuran keberhasilannya yaitu dapat memecahkan masalah, h. manfaat yang didapat bagi pebelajar untuk mempertinggi martabat

    pribadi,

    i. hasil belajar sebagai dampak pengajaran dan pengiring.

    Pengertian belajar dapat didefinisikan lebih rinci. Siswa yang sedang belajar

    merupakan subjek belajar yang disebut dengan pebelajar. Tujuan yang diinginkan

    dalam belajar adalah memperoleh hasil belajar dan pengalaman yang berharga dalam

    hidupnya. Belajar merupakan proses internal dalam pada diri pebelajar yang

    menyangkut pemikiran yang dibangunnya sendiri. Ada beberapa tempat yang secara

    khusus digunakan untuk belajar baik formal maupun informal. Tempat formal yang

    digunakan untuk belajar adalah sekolah sedangkan tempat informal untuk belajar

    misalnya tempat kursus. Baik tempat formal maupun informal memang ditujukan

    sebagai tenpat belajar, namun sebenarnya belajar bisa dilakukan di mana saja, tak

    perlu mencari tempat formal maupun informal terlebih dahulu untuk belajar.

    Berkaitan dengan hal tersebut, belajar merupakan proses yang dapat dilakukan

    sepanjang hayat karena tidak memandang tempat, waktu, dan usia. Maka, sekalipun

    seseorang sudah berusia lanjut, apabila ia memiliki motivasi belajar yang kuat, proses

    belajar pun dapat terlaksana.

    Seseorang dikatakan telah belajar apabila ia mampu memecahkan masalah.

    Pemecahan masalah ini tentu dilakukan berdasarkan pengalaman yang dialaminya

    dan pengalaman dirinya dalam membangun pengetahuan dan menemukan

    kesimpulan dari suatu hal. Kesimpulan yang didapat dari belajar inilah yang

    digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Lebih jauh dari sekedar

    memecahkan masalah, belajar memiliki manfaat yang lain yaitu dapat mempertinggi

    martabat pribadi pebelajar. Hal ini dikarenakan tidak semua orang mampu

    mengasosiasi pengetahuan yang dimilikinya. Apabila seseorang mampu belajar

    dengan baik, sedangkan yang lain tidak sebaik dirinya, maka ia akan tampak lebih

    berkelas. Hasil belajar yang didapatkannya merupakan dampak dari pengajaran dan

  • 10

    hasil pengiring. Artinya bahwa jika seseorang memang benar-benar belajar, maka

    hasil belajar mengikuti proses belajar tersebut.

    Berdasarkan definisi yang telah diuraikan, belajar adalah proses kompleks dan

    sadar dalam kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan)

    individu yang dipersepsikan dan diasosiasikan secara mental menjadi perubahan

    tingkah laku nyata berdasarkan pengalaman, pelatihan, serta interaksi dengan

    lingkungan.

    2.1.1.2 Pengertian Matematika

    Mata pelajaran merupakan seperangkat kompetensi dasar yang dibutuhkan

    dan subtansi pelajaran mata pelajaran tertentu per satuan pendidikan dan per kelas

    selama masa prasekolah. Mata pelajaran memuat sejumlah kompetensi dasar yang

    harus dicapai oleh siswa per kelas dan per satuan pendidikan sesuai dengan tingkatan

    pencapaian hasil belajarnya. Tolok ukur kompetensi dinyatakan dalam indikator.

    Mata pelajaran mengutamakan kegiatan instruksional yang berjadwal dan berstruktur

    (Tatat, 2013: 4).

    Apabila ilmu matematika diumpamakan sebagai suatu bangunan (yang

    dibangun oleh manusia lintas generasi selama berabad-abad), maka bangunan itu

    sekurang-kurangnya terdiri atas dua bagian pokok, yaitu bangunannya sendiri dan

    fondasi atau landasan di atas mana bangunan itu didirikan (Susilo, 2012: 1). Hal ini

    berkaitan dengan proses pembelajarannya. Belajar matematika bergantung materi

    yang diajarkan dan cara penyampaian matematika. Kemampuan pemahaman

    matematika pun sangat diperlukan. Seseorang yang lambat dalam memahami materi

    matematika tentu pembangunan penegtahuan matematika pun akan berjalan lambat.

    Sebaliknya, apabila mampu memahami materi matematika yang disampaikan maka

    akan lebih mudah dalam membangun pengetahuan selanjutnya.

    Definisi matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2007: 1) adalah sebagai

    berikut:

  • 11

    Matematika adalah ilmu logika tentang bentuk susunan besaran dan

    konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya,

    matematika dapat dibagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis

    dan geometri. Matematika bukanlah pengetahuan menyendiri yang

    dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika

    untuk membantu masalah sosial, ekonomi dan alam.

    Matematika memiliki peran penting dalam perkembangan intelektual, logika,

    rasionalitas peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam kegiatan

    akademik maupun kehidupan sosial. Pembelajaran matematika membantu peserta

    didik dalam mengasah kreativitas dalam berpikir. Mampu pula menggunakan logika

    dalam mengaitkan suatu penalaran saat berproses memecahkan masalah yang

    dihadapinya. Serta dibutuhkan pola berpikir yang runtut. Kemahirannya dalam

    menganalisis dan memecahkan permasalahan secara teoretis akan terbawa dalam

    pemecahan masalah praktis.

    Menurut Fathani (2008: 75) matematika merupakan salah satu ilmu dasar

    yang harus dikuasai setiap manusia, terutama oleh siswa sekolah. Sebab, ternyata

    matematika tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Matematika

    selalu mengalami perkembangan yang berbanding lurus dengan kemajuan sains dan

    teknologi.

    Disebut sebagai ilmu dasar, tentu setiap orang harus mampu memahami dan

    menguasainya, terutama untuk siswa sekolah. Dalam usia sekolah, siswa lebih mudah

    dan mampu menyerap banyak ilmu. Penguasaan matematika tentu sangat penting

    bukan saja sebagai tuntutan sekolah namun lebih dari itu matematika sangat penting

    karena tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Dewasa ini dengan

    perkembangan globalisasi yang sangat pesat, matematika pun selalu mengalami

    perkembangan dan kemajuan yang sejalan dengan sains dan teknologi. Jika tak dapat

    mengasai matematika, akan pula tertinggal oleh perkembangan sains dan teknologi

    tersebut.

    Berbeda dengan Uno (2008: 129) yang menyimpulkan bahwa matematika

    adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat

  • 12

    untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan

    intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai

    cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri, dan analisis. Sedangkan

    dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didefinisikan sebagai

    ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang

    digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.

    Bukan hanya sekedar dianggap sebagai ilmu, matematika lebih digunakan

    sebagai alat berpikir untuk memecahkan berbagai persoalan praktis yang dihadapi.

    Persoalan yang dihadapi berunsur logika dan intuisi. Tentu unsur logika sangat

    berkaitan erat dengan matematika dan intuisi dibutuhkan sebagai media untuk

    menemukan logika yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Intuisi yang

    dimiliki kemudian dianalisis, dibedah atau diuraikan secara lebih mendetail untuk

    menemukan titik permasalahan. Selanjutnya, dibangun pengertian-pengertian dari

    analisis yang telah dilakukan. Analisis yang diperolah dibangun dalam sebuah

    pemahaman baru. Pemahaman baru dalam matematika tersebut bersifat individualitas

    karena untuk mencapai pemahaman baru, seseorang harus mampu melewati

    rangkaian-rangkaian yang telah disampaikan.

    Berdasarkan pendapat para ahli tentang matematika, peneliti memberikan

    kesimpulan bahwa matematika merupakan ilmu dasar yang membutuhkan logika

    tentang bentuk susunan besaran, konsep-konsep, dan bilangan-bilangan, bersifat

    saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan

    sehari-hari.

    2.1.1.3 Pengertian Hasil Belajar Matematika

    Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

    siswa menerima pengalaman belajarnya (Alim, Novisita R, 2013:32). Lebih lanjut

    pengertian hasil belajar menurut Susanto (2013) yaitu perubahan-perubahan yang

    terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor

    sebagai hasil dari kegiatan belajar. Sejalan dengan Uno (2008) yang memberikan

  • 13

    pengertian hasil belajar sebagai perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri

    seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya. Hasil

    belajar memiliki ranah atau kategori dan secara umum merujuk kepada aspek

    pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

    Hasil belajar merupakan dampak dari belajar. Kegiatan belajar yang

    menyangkut ranah kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor

    (keterampilan) menghasilkan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa yang

    disebut dengan hasil belajar. Perubahan perilaku ini relatif menetap dalam diri siswa.

    Hasil belajar didapatnya dari proses belajar melalui interaksi dengan lingkungan.

    Keberhasilan ini merupakan keberhasilan secara individu dalam memaknai proses

    belajar yang dilakukannya sendiri.

    Berbeda dengan Sudjana (2011) yang menyatakan bahwa hasil belajar pada

    dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar. Ini berarti bahwa optimalnya

    hasil belajar siswa bergantung pula pada proses belajar siswa dan proses mengajar

    guru. Peran siswa yang melakukan proses belajar sendiri dengan mengubah perilaku

    dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotornya sendiri belum cukup untuk dapat

    mendapatkan hasil belajar yang optimal. Perlu adanya peran eksternal untuk dapat

    mendorong siswa menemukan dan memperoleh hasil belajar yang optimal. Peran

    eksternal bagi siswa adalah guru yang mampu menuntun dan mendorong siswa untuk

    mendapatkan hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuan masing-masing

    siswa.

    Penjelasan yang lebih rinci menurut Gagne dalam Dahar (2011: 65) lima

    kemampuan yang dikatakan sebagai hasil belajar adalah keterampilan intelektual,

    strategi kognitif, sikap, informasi verbal, dan keterampilan motorik. Tiga diantaranya

    bersifat kognitif, afektif, dan psikomotorik. Keterampilan intelektual berkaitan

    dengan kemampuan siswa dalam menggunakan logika yang digunakan untuk

    memecahkan persoalan. Keterampilan ini membutuhkan strategi kognitif yang

    digunakannya dalam memilih dan menentukan langkah-langkah yang tepat untuk

    menyelesaikan permasalahan. Sikap yang dimiliki adalah sikap penentuan dari

  • 14

    kesimpulan yang dimilikinya dari proses belajar. Sikap yang dimiliknya disampaikan

    dalam informasi verbal baik lisan maupun tertulis. Hasil belajar dapat pula

    direpresentasikan dalam keterampilan motoriknya.

    Berdasarkan pernyataan pendapat yang telah dikemukakan, pengertian hasil

    belajar matematika yaitu perubahan perilaku yang relatif menetap akibat suatu proses

    belajar seseorang menyangkut keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap,

    informasi verbal, dan keterampilan motorik pada aspek kognitif, afektif, dan

    psikomotor dalam proses pembelajaran matematika.

    2.1.1.4 Pembelajaran Matematika di SD

    Belajar matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dan

    hubungan-hubungan serta simbol-simbol, kemudian diterapkannya pada situasi nyata

    (Uno, 2008: 130). Bahasa matematika yang hanya berupa simbol terkadang memang

    sulit untuk dibaca dan diterjemahkan dalam bahasa lisan maupun tertulis.

    Membutuhkan pengetahuan yang luas dan aktivitas mental untuk dapat memahami

    bahasa matematika tersebut. Mampu pula memahami hubungan dari simbol-simbol

    dalam matematika hingga membentuk sebuah pengertian yang utuh. Setelah

    didapatkan sebuah pengetahuan yang utuh, mampu menerapkannya dalam situasi

    yang nyata, sehingga tidak hanya bersifat teoretis yang imajinatif namun juga

    praktis..

    Walle (2008: 3) mengemukakan prinsip pembelajaran di tingkat sekolah dasar

    yaitu belajar matematika dengan pemahaman adalah penting. Belajar matematika

    tidak hanya memerlukan keterampilan menghitung tetapi juga memerlukan

    kecakapan untuk berpikir dan beralasan secara matematis untuk menyelesaikan soal-

    soal baru dan mempelajari ide-ide baru yang dihadapi siswa di masa yang akan

    datang. Belajar ditingkatkan di dalam kelas dengan cara para siswa diminta untuk

    menilai ide-ide mereka sendiri atau ide teman-temannya, didorong untuk membuat

    dugaan tentang matematika lalu mengujinya dan mengembangkan keterampilan

    memberi alasan yang logis.

  • 15

    Pemahaman dalam pembelajaran matematika di sekolah dasar penting

    dilakukan. Pemahaman ini menjadi bekal siswa untuk dapat melanjutkan pada tahap

    belajar yang lebih tinggi yaitu pengaplikasian. Siswa tidak hanya dituntut untuk

    memiliki keterampilan berhitung saja, namun siswa juga perlu memiliki sebuah

    kemahiran dalam berpikir yang beralasan secara matematis. Proses berpikir yang

    hanya sekedar berpikir tentu kurang tepat dilakukan. Siswa harus benar-benar mampu

    memahami matematika dan dapat memiliki alasan matematis yang logis dan ilmiah.

    Kecakapan berpikir ini tentu sangat berguna untuk dapat diterapkan dalam

    menyelesaikan soal-soal yang dianggapnya baru. Sehingga dengan seringnya siswa

    berpikir secara matematis dan mampu menyelesaikan soal-soal yang baginya baru,

    maka ia pun akan memperoleh ide-ide baru. Ide-ide baru yang dimilikinya kemudian

    dikumpulkan, maka ketika ia mengalami suatu permasalahan yang baru lagi di masa

    yang akan datang, ide-ide baru tersebut akan digunakan dan ditemukan lagi ide baru,

    begitu seterusnya.

    Penanaman pembangunan ide baru bagi siswa tentu tidak mudah dilakukan

    siswa itu sendiri. Diperlukan langkah-langkah yang mudah dilakukan dan dimengerti

    oleh siswa untuk memulai pembentukan ide baru mengenai matematika. Langkah

    awal yang dapat diterapkan di dalam kelas adalah siswa diminta untuk dapat menilai

    ide-ide baru yang diciptakannya sendiri kemudian mampu menilai ide-ide yang

    dimiliki oleh teman-temannya. Dengan menilai, siswa akan mengetahui kelebihan

    dan kekurangan yang mengiringi ide tersebut. Kelebihan yang ada dalam ide baru

    akan digunakan dan ditingkatkan kualitasnya sedangkan kekurangan akan diperbaiki

    menjadi sebuah ide yang lebih bagus.

    Ide baru yang dinilai siswa menjadi modal awal untuk membuat dugaan

    tentang matematika. Dugaan yang bersifat sementara ini kemudian dianalisis dengan

    cara yang matematis pula. Siswa pun mampu menguji dan mengembangkan

    keterampilan matematis yang dimilikinya dengan memberikan alasan yang logis.

    Alasan logis ini diperlukan untuk memperkuat penyampaian pemahaman yang

    dimilikinya.

  • 16

    Pengetahuan yang disebut matematika itu tidak dapat ditransfer dari seseorang

    yang mengetahui kepada mereka yang sedang belajar. Jadi dalam pembelajaran

    matematika, seharusnya guru tidak memindahkan pengetahuan dari pikirannya ke

    pikiran siswa lewat ceramah (mengajari) tetapi membantu siswa mengkonstruksi

    pengetahuan itu dalam pikirannya (Soewandi, 2005: 25). Cara yang paling mudah

    dalam menyampaikan dan mentransfer ilmu memang dengan memberikannya berupa

    ceramah. Akan ada perhatian yang penuh dari siswa dan membutuhkan waktu yang

    tidak terlalu lama namun kurang optimal dalam memberikan pemahaman. Apalagi

    dalam pembelajaran matematika yang membutuhkan pemikiran berlapis untuk

    mendapatkan sebuah kesimpulan yang benar. Berawal dari pemahaman simbol-

    simbol matematika, memahami, memecahkan persoalan hingga mampu membuat

    siswa memberikan informasi verbal dari kesimpulan yang didapat. Seharusnya, guru

    harus mampu membantu siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri.

    Bangunan pemahaman sendiri yang ada dalam pemikiran siswa tentu akan lebih

    bermakna bagi siswa tersebut.

    Sejalan dengan Soewandi, matematika sekolah atau matematika yang

    diajarkan di tingkat Pendidikan Dasar menurut Suyono (2007) terdiri atas bagian-

    bagian matematika yang terpilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-

    kemampuan dan membentuk pribadi siswa. Meskipun bahan ajar matematika sekolah

    juga abstrak tetapi penalaran yang dikembangkan oleh matematika sekolah tidak

    hanya penalaran deduksi saja. Penalaran induksi juga mendapat perhatian

    pengembangannya, sehingga intuisi siswa, dan pengalaman siswa ikut berperan di

    dalam belajar matematika sekolah.

    Soewandi dan Suyono memberikan kesimpulan yang sama yaitu dalam

    pembelajaran matematika di tingkat sekolah dasar, siswa harus dilibatkan secara aktif

    dalam membangun pengetahuan matematika dalam dirinya. Jika Soewandi

    menekankan pada perlunya keikutsertaan guru dalam membangun pengetahuan

    matematis, Suyono lebih merujuk pada fungsi dari pembelajaran matematika di SD

    adalah untuk menumbuhkembangkan kemampuan yang dimiliki dan membentuk

  • 17

    pribadi siswa. Pribadi yang dimaksud adalah kemampuan dalam penalaran induksi,

    intuisi, dan pengalaman siswa dalam peran aktifnya dalam proses pembelajaran

    matematika.

    Sesuai dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD/MI

    (2006: 148), mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki

    kemampuan sebagai berikut:

    1. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara

    luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah,

    2. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

    menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika,

    3. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

    menafsirkan solusi yang diperoleh,

    4. mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,

    5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam

    mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

    pemecahan masalah.

    Bidang studi matematika yang diajarkan di SD mencakup tiga cabang yaitu

    aritmatika, aljabar, dan geometri (Abdurrahman. 2003: 251). Sejalan dengan

    Abdurrahman, Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi SD/MI (2006:

    148), ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SD/MI

    meliputi aspek-aspek sebagai berikut: (1) bilangan; (2) geometri dan pengukuran; (3)

    pengolahan data. Ketiga aspek tersebut kemudian dijabarkan lagi menjadi standar

    kompetensi dan kompetensi dasar yang diterjemahkan dan diaplikasikan menjadi

    silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

    Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam Kurikulum Tingkat Satuan

    Pendidikan (KTSP) bahkan silabi tentu tidak perlu dibuat oleh guru karena telah

    disiapkan oleh pemerintah. Hanya saja, penerapan SK, KD, dan silabi dalam Rencana

    Pelakanaan Pembelajaran (RPP) yang berkaitan dengan aritmatika, aljabar, dan

  • 18

    geometri agar siswa mampu mencakup kemampuan-kemampuan yang dipaparkan

    Standar Isi (SI) dalam mata pelajaran matematika.

    2.1.1.5 Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar

    Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni

    faktor dari lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang

    dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruh terhadap hasil belajar

    yang dicapai (Sabri, 2007: 45). Banyak faktor dari dalam diri siswa yang

    memengaruhi hasil belajar siswa. Selain kemampuan yang dimiliki juga ada faktor

    yang lainnya yaitu motivasi belajar, minat, dan perhatian, sikap, dan kebiasaan siswa

    dalam belajar, ketekunan, sosial ekonomi, fisik, dan psikis siswa.

    Faktor dari dalam diri siswa tentu wajar apabila memengaruhi hasil belajarnya

    karena perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan

    disadarinya. Dengan kesadaran yang dimilikinya, ia akan mampu mencapai prestasi

    tinggi yang ingin dicapainya.

    Penjelasan lain oleh Susanto (2013) menuliskan bahwa hasil belajar siswa

    dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan lingkungannya. Pertama, siswa; dalam

    arti kemampuan berpikir atau tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan

    siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana,

    kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan

    lingkungan, keluarga, dan lingkungan.

    Lebih lanjut Susanto menjelaskan bahwa beberapa faktor yang memengaruhi

    hasil belajar siswa, terdapat faktor yang dikatakan hampir sepenuhnya tergantung

    pada siswa. Faktor-faktor tersebut adalah kecerdasan anak, kesiapan anak, dan bakat

    anak. Faktor lain yang hampir sepenuhnya tergantung pada guru adalah kemampuan

    (kompetensi), suasana belajar, dan kepribadian guru. Maka, dapat dikatakan bahwa

    keberhasilan siswa dalam belajar tergantung pada faktor dari dalam dan luar siswa.

    Penjelasan Susanto mengenai faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar

    sejalan dengan Slameto (2010: 54) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang

  • 19

    memengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan dalam dua

    golongan saja, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern merupakan faktor yang

    ada dalam diri individu yang sedang belajar, terdiri dari tiga faktor yaitu faktor

    jasmaniah, psikologis, dan kelelahan. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang

    ada di luar individu, meliputi faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.

    Berdasarkan pengertian-pengertian dari para ahli tersebut, faktor-faktor yang

    memengaruhi hasil belajar banyak jenisnya, tetapi penggolongannya ada dua yaitu

    faktor dari dalam (intern) dan dari luar (ekstern) siswa. Faktor dari dalam (intern)

    siswa meliputi kemampuan siswa dalam arti kemampuan berpikir atau tingkah laku

    intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani.

    Sedangkan faktor luar (ekstern) siswa yaitu sarana dan prasarana, sumber-sumber

    belajar, metode, sekolah, serta dukungan lingkungan keluarga, dan masyarakat.

    2.1.2 Quantum Teaching

    2.1.2.1 Pengertian Quantum Teaching

    Quantum dalam arti yang sebenarnya adalah proses interaksi yang mengubah

    energi menjadi cahaya (DePorter, 2010: 5). Energi yang dimaksud dalam Quantum

    Teaching adalah kemampuan dan bakat alamiah yang dimiliki siswa, sedangkan

    cahaya merupakan hasil yang dapat bermanfaat bagi siswa sendiri dan bagi orang

    lain. Interaksi belajar efektif dapat memengaruhi kesuksesan belajar siswa.

    2.1.2.2 Asas Utama Quantum Teaching

    Alasan dasar di balik segala strategi, model, dan keyakinan Quantum

    Teaching yang disebut sebagai asas utama bersandar pada sebuah konsep yaitu

    Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka.

    Langkah penting pertama yang harus dilakukan dalam asas ini adalah memasuki

    dunia siswa. Alasan tindakan ini merupakan sebuah cara yang diharapkan oleh

    seorang guru untuk mendapatkan izin memimpin, menuntun, dan memudahkan

    perjalanan siswa menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Cara yang

  • 20

    dapat dilakukan adalah dengan mengaitkan materi yang akan diajarkan dengan

    sebuah pikiran, peristiwa, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan di sekeliling

    siswa. Berupa kehidupan rumah, sosial, atletik, musik, seni, rekreasi, atau akademis

    siswa. Ketika kaitan telah terbentuk, guru dapat membawa siswa ke dalam dunia

    pengetahuan dan memberi mereka pemahaman mengenai isi dunia itu. Akhirnya,

    siswa dapat membawa materi yang mereka pelajari ke dalam dunia mereka dan

    menerapkannya dalam situasi baru.

    2.1.2.3 Prinsip-prinsip Quantum Teaching

    Dalam Quantum Teaching, prinsip-prinsip diumpamakan sebagai srtuktur

    chord dasar dari sebuah simfoni belajar. Ada 5 prinsip atau kebenaran tetap yang

    dimiliki sehingga memengaruhi seluruh aspek Quantum Teaching (DePorter, 2010:

    36), yaitu:

    1. segalanya berbicara Tidak ada segala sesuatu yang tidak dapat diabaikan dalam

    mengajar. Segala sesuatu dapat mengirim pesan tentang belajar.

    Mulai dari lingkungan kelas yaitu siswa, guru, papan tulis, meja,

    kursi, bahasa tubuh guru, hingga rancangan pengajaran yang telah

    dibuat oleh guru.

    2. segalanya bertujuan Semua yang terjadi dalam penggubahan seorang guru memiliki

    tujuan.

    3. pengalaman sebelum pemberian nama Proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami

    informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang

    mereka pelajari. Kemampuan otak yang berkembang pesat dengan

    adanya rangsangan kompleks akan menggerakkan rasa ingin tahu.

    4. akui setiap usaha Belajar merupakan suatu langkah berani dari siswa untuk keluar

    dari kenyamanan. Guru patut memberikan apresiasi bagi siswa

    berdasarkan langkah berani yang dilakukan oleh mereka. Saat

    mengambil langkah ini, siswa patut mendapat pengakuan atas

    kecakapan dan kepercayaan diri mereka.

    5. jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan

    meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.

  • 21

    Pembelajaran Quantum Teaching tidak hanya memusatkan pada hubungan

    siswa dan guru saja dalam proses pembelajarannya. Segala sesuatu yang berada di

    dalam ruang kelas saat proses pembelajaran, berbicara. Artinya semua hal di dalam

    ruangan tersebut dapat menyampaikan pesan pembelajaran dan dimanfaatkan sebagai

    sarana penyampaian materi pelajaran. Hal yang dimaksudkan adalah siswa sendiri

    sebagai subjek belajar, guru sebagai fasilitator, papan tulis sebagai media menulis

    atau menggambar, meja dan kursi sebagai bangku untuk fasilitas, bahasa tubuh guru

    dengan cara tersenyum, mengangguk, menunjuk, dan sebagainya, serta rancangan

    yang telah dibuat oleh guru sebagai gambaran pembelajaran yang akan dilakukan.

    Guru tidak sekedar memilih hiasan dalam ruang kelas, menunjuk siswa, memilih alat

    peraga, membuat rancangan pembelajaran, dan hal-hal yang lainnya tanpa sebuah

    alasan. Segala pemilihan yang dilakukan guru terhadap siswanya tentu memiliki

    tujuan khusus yang ingin dicapai.

    Siswa dengan pola pikir yang sangat ingin mengetahui segala sesuatu, akan

    sangat ingin untuk mencoba berbagai hal. Saat siswa mengalami sendiri sesuatu hal,

    mereka akan mendapatkan informasi dari pengalaman tersebut. Saat itulah proses

    belajar yang paling baik terjadi pada siswa. Alasannya adalah kemampuan otak akan

    berkembang pesat dengan adanya rangsangan yang kompleks sehingga akan

    menggerakkan rasa ingin tahu. Setelah informasi diperoleh, kemudian memberikan

    nama pada informasi yang diperolehnya tersebut.

    Setiap orang akan senang apabila usaha yang dilakukan, diapresiasi oleh

    orang lain, sekecil apapun usaha yang dilakukannya. Sebagai seorang guru, tentu

    akan sangat mudah jika hanya memberikan sebuah pengakuan kecil bagi siswa akan

    keberanian mereka keluar dari zona nyaman. Belajar merupakan sebuah langkah

    berani yang dilakukan seseorang untuk keluar dari kebiasaannya hingga memperoleh

    informasi dan pengalaman baru. Mengingat bahwa dalam proses belajar diperlukan

    sinkronisasi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Keberhasilan siswa dalam belajar

    tentu patut untuk dirayakan dengan memberikannya penghargaan. Bentuk

  • 22

    penghargaan diberikan atas umpan balik yang diberikan guru kepada siswa. Tujuan

    dari perayaan ini adalah agar siswa mengetahui tingkat pencapaian keberhasilannya

    dan memberikan rangsangan mental yang positif untuk kemajuan belajarnya.

    2.1.2.4 Model Quantum Teaching

    Model mengandung teori atau sudut pandang, cara berpikir tentang suatu

    proses dari perhatian, pertimbangan dan tindakan dalam tatanan pendidikan. Model

    akan membantu dalam memahami dan menerapkan suatu teori dalam suasana

    pendidikan (Sarbaini, 2011: 39).

    Quantum Teaching layaknya sebuah simfoni dibagi dalam dua seksi utama

    yaitu konteks dan isi. Konteks merupakan latar untuk pengalaman guru. Bagian-

    bagian yang dibutuhkan konteks untuk menggubah adalah suasana yang

    memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan

    belajar yang dinamis. Hakikat penataan kelas (Darmadi, 2010: 7) ruang kelas secara

    tidak langsung memengaruhi tumbuh kembangnya siswa baik secara fisik maupun

    mental, intelektual, emosional, dan sosialnya. Maka, guru harus memperhatikan

    bagaimana menata fasilitas dan perabot kelas sehingga akan dapat aman, nyaman, dan

    kreatif selama proses pembelajaran berlangsung. Seksi selanjutnya adalah isi yang

    berbeda namun sama pentingnya dengan konteks. Seksi ini merupakan kemampuan

    menemukan keterampilan penyampaian untuk kurikulum apapun di samping strategi.

    Keterampilan ini berupa penyajian yang prima, fasilitas yang luwes, keterampilan

    belajar untuk belajar, dan keterampilan hidup. Keajaiban pengalaman menjadi

    terbuka karena konteksnya tepat, dan membuat sebuah pengajaran menjadi hidup.

    Saat guru menggubah kesuksesan siswa, unsur-unsur yang sama tersusun dengan baik

    yaitu suasana, lingkungan, landasan, rancangan, penyajian, dan fasilitasi.

    2.1.2.5 Kerangka Perancangan Quntum Teaching

    Konsep dari pembelajaran dengan Model Quantum Teaching adalah (De

    Porter, 2010: 127):

  • 23

    a. Tumbuhkan “Tumbuhkan minat dengan memusatkan „Apakah Manfaatnya Bagiku‟

    (AMBAK), hal ini dimaksudkan untuk menarik minat siswa”. AMBAK adalah

    motivasi yang didapat dari pemilihan secara mental antara manfaat dan akibat-

    akibat suatu keputusan (Huda, 2013: 193). Manfaat yang dimaksud adalah

    manfaat yang akan diperoleh siswa ketika mereka mengikuti kegiatan

    pembelajaran dan hasil yang didapat setelah proses pembelajaran berakhir.

    Manfaat yang diperoleh siswa merupakan manfaat yang berhubungan dengan

    kehidupan sehari-hari siswa.

    b. Alami “Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti

    semua siswa”. Dalam Kesuma (2010: 61), mengalami berarti belajar dapat lebih

    cepat ketika siswa memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-

    bentuk penelitian yang aktif. Saat siswa mampu melihat, memegang, dan

    mengalami sendiri percobaan pada alat peraga yang dihadapinya, akan ada

    pengalaman nyata sehingga siswa tidak berpikir secara abstrak. Pengalaman nyata

    ini akan mempercepat belajar dan materi dapat diingat dalam jangka waktu lama.

    c. Namai “Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, dan strategi”. Pada proses

    ini, merupakan saat yang tepat untuk memberikan materi pada siswa. Pemberian

    materi tidak diberikan secara utuh dan langsung, namun siswa diberi petunjuk

    hingga dapat membangun pengetahuan sendiri.

    d. Demonstrasikan “Berikan kesempatan bagi siswa bahwa mereka tahu”. Kesempatan yang

    diberikan berupa presentasi hasil kerja yang telah mereka buat. Selain

    memberikan rasa percaya diri, proses ini juga dapat memberi kesempatan pada

    siswa lain untuk saling mengoreksi hasil pekerjaan teman.

  • 24

    e. Ulangi “Tunjukkan kepada siswa cara-cara mengulang materi dan

    menegaskannya”. Pengulangan menjadi cara yang tepat untuk mengingatkan

    kembali dan memastikan materi yang harus dimiliki siswa dalam benaknya.

    f. Rayakan “Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan

    keterampilan dan ilmu pengetahuan”. Sebuah perayaan akan menjadi reward

    yang luar biasa bagi siswa. Ada banyak cara untuk merayakan, diantaranya

    dengan “pujian, tepuk tangan, tiga kali hore, jentikkan jari, pengakuan kekuatan,

    dan kejutan” (Deporter, 2010: 64).

    2.1.2.6 Sintaks Model Quantum Teaching dalam Pembelajaran

    Marisa (2010: 10) menyatakan sintaks yang dilakukan dalam pembelajaran

    dengan model Quantum Teaching adalah:

    a. guru memberitahukan kepada siswa apa saja manfaat secara jelas dan detail dari pembelajaran yang akan disampaikan. Sehingga

    siswa menyadari pentingnya materi tersebut untuk dipelajari,

    b. berikan contoh kepada siswa yang berkaitan erat dengan hubungan mereka. Di dalam pemberian contoh ini guru ataupun siswa dapat

    dilakukan dengan bercerita. Sehingga siswa akan lebih antusias

    dalam mengikuti pembelajaran,

    c. apabila sudah menemukan apa yang telah diinginkan, berilah nama dengan menggunakan kata kunci sehingga siswa mudah mengingat

    dan memahami,

    d. berikanlah waktu untuk siswa mendemonstrasikan apa yang sudah mereka ketahui. Dengan cara seperti ini siswa akan merasa dihargai

    yang apat menimbulkan semangat untuk belajar,

    e. mengulang kembali apa yang telah diterima siswa dengan cara pengerjaan lembar soal maupun merangkum materi yang telah

    diajarkan,

    f. janganlah segan-segan untuk memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi, dan berikan motivasi kepada siswa yang

    belum mengerti.

  • 25

    Sintaks pembelajaran model Quantum Teaching menurut (sekolah dasar:

    2012) memiliki dua bagian penting yaitu dalam konteks dan isi. Sintaksnya adalah

    sebagai berikut:

    a. menumbuhkan minat dengan memuaskan manfaat yang diperoleh pelajar dan memanfaatkan kehidupan pelajar,

    b. menciptakan atau mendatangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti oleh semua pelajar,

    c. menamai kegiatan yang akan dilakukan selama proses belajar mengajar dengan menyediakan kata kunci, konsep, model, rumus,

    strategi, sebuah “masukan”,

    d. menyediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan (mendemonstrasikan) bahwa mereka tahu,

    e. menunjuk beberapa pelajar untuk mengulangi materi dan menegaskan “aku tahu bahwa aku memang tahu ini”,

    f. merayakan atas keberhasilan yang sudah dilakukan oleh pelajar sebagai pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan

    pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.

    Berdasarkan sintaks yang telah diuraikan, maka sintaks yang dapat dilakukan

    dalam model pembelajaran Quantum Teaching adalah:

    a. guru menjelaskan kepada siswa materi yang akan dipelajari serta manfaat yang

    akan diperoleh dengan mempelajari materi tersebut yang dikaitkan dengan

    kehidupan sehari-hari siswa,

    b. guru menunjukkan kepada siswa contoh-contoh secara konkrit. Guru

    menunjukkan contoh asli atau siswa dapat membuatnya sendiri,

    c. siswa menemukan sendiri kesimpulan materi yang diharapkan guru dengan

    mengikuti kata kunci, konsep, model, rumus, strategi yang telah disediakan,

    d. siswa mendemonstrasikan hasil penemuannya di depan kelas,

    e. siswa mengulang materi yang telah diperoleh dengan cara mengerjakan soal

    evaluasi agar lebih memantapkan pengetahuannya,

    f. guru memberikan penghargaan kepada siswa berupa pujian, tepuk tangan,

    pengakuan kekuatan, dan kejutan.

  • 26

    2.1.2.7 Kelebihan dan Kekurangan Quantum Teaching

    Kelebihan Quantum Teaching menurut A‟la dalam Jumiyanto (2012: 27)

    adalah adanya unsur demonstrasi dalam pengajaran sehingga memberikan

    kesempatan yang luas pada seluruh siswa untuk terlibat aktif dan berpartisipasi dalam

    tahapan terhadap suatu mata pelajaran, adanya kepuasan dalam diri siswa, adanya

    unsur pemantapan dalam menguasai materi atau suatu keterampilan yang diajarkan,

    adanya unsur kemampuan dalam merumuskan temuan yang dihasilkan siswa dalam

    bentuk konsep, teori, model, dan sebagainya.

    Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran menjadi unsur penting dalam

    model pembelajaran Quantum Teaching. Saat mendemonstrasikan hasil pekerjaan,

    siswa diberi kesempatan untuk menjadi bagian dalam proses pembelajaran. Bukan

    hanya sebagai objek, namun juga sebagai subjek. Kepuasan yang diperoleh siswa

    merupakan kepuasan akan kemampuannya memahami lebih dalam materi pelajaran

    yang dipelajarinya. Pemantapan dalam penguasaan materi didapat ketika siswa diberi

    kesempatan untuk mengulang materi yang telah dipelajarinya. Bahkan, siswa mampu

    merumuskan temuan yang dihasilkan dengan tahapan yang dilaluinya melalui

    petunjuk-petunjuk yang diberikan. Jadi, materi tidak serta merta diperoleh dari buku

    atau guru, namun dengan tahapan proses pengerjaan, siswa mampu menemukan dan

    menyimpulkan materi sendiri.

    Kelebihan lain yang dituliskan oleh Hadi (2013) adalah:

    1. selalu berpusat pada apa yang masuk akal bagi siswa. Pemberian materi

    merupakan sesuatu yang nyata dan dapat dilihat oleh siswa secara langsung,

    sehingga siswa mampu memahami lebih mendalam tanpa perlu membayangkan

    penjelasan yang diberikan,

    2. menumbuhkan dan menimbulkan antusiasme siswa. Model Quantum Teaching

    yang sangat menarik dan menyenangkan dalam keaktifan siswa dalam mengikuti

    dari awal hingga akhir proses pembelajaran,

    3. adanya kerjasama yang dilakukan dalam kelompok. Kerjasama dilakukan ketika

    membuat alat peraga dan mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan yang tersedia.

  • 27

    Sehingga terjalin suatu komunikasi verbal berupa masukan dan pendapat masing-

    masing anggota kelompok dan non-verbal yaitu ketika membuat alat peraga,

    4. menawarkan ide dan proses cemerlang dalam bentuk yang enak dipahami siswa.

    Ide dan proses cemerlang tampak dalam pemberian kesempatan bagi siswa untuk

    membuat yel-yel kelompok, pujian-pujian yang membangun, dan lagu yang

    mampu memberikan gambaran materi pelajaran bagi siswa,

    5. menciptakan tingkah laku dan sikap kepercayaan dalam diri sendiri. Dorongan

    secara positif yang diberikan oleh guru mampu memberikan semangat bagi siswa

    untuk mengikuti proses pembelajaran yang menarik dan dirasa mampu untuk

    diikuti oleh siswa dengan baik,

    6. belajar terasa menyenangkan. Suasana dan ruang kelas yang di-setting mampu

    meningkatkan kenyamanan siswa dalam belajar. Musik klasik, poster yang

    ditempelkan sesuai materi pelajaran yang dipelajari, pengaturan bangku yang

    melingkar menjadikan ruang kelas terasa lebih luas dan interaksi siswa menjadi

    lebih mudah, perayaan dan penghargaan kepada siswa tentu sangat bermanfaat

    bagi siswa,

    7. ketenangan psikologi. Musik klasik yang dimainkan dari awal hingga akhir

    pembelajaran membuat suasana kelas lebih tenang, tidak adanya unsur pemaksaan

    bagi siswa untuk belajar, hanya ada dorongan dan bimbingan perlahan yang

    membangun pengetahuan siswa,

    8. motivasi dari dalam. Pembelajaran Quantum Teaching tidak menawarkan hal-hal

    yang negatif. Bahkan, sugesti berupa kata-kata yang diberikan kepada siswa pun

    merupakan kata-kata positif. Sehingga, siswa yang tidak memiliki kepercayaan

    diri menjadi lebih terdorong untuk meningkatkan kemampuan dan rasa percaya

    diri. Sedangkan siswa yang telah memiliki rasa percaya diri, mampu untuk

    memaksimalkan kemampuan yang dimilikinya,

    9. adanya kebebasan dalam berekspresi. Pengekspresian dalam memberikan

    pendapat, membuat sendiri alat peraga, dan diberi kesempatan untuk

    mempresentasikan hasil diskusi kelompok,

  • 28

    10. menumbuhkan idealisme, gairah, dan cinta mengajar oleh guru. Peran guru tentu

    sangat besar dalam proses pengajaran. Semangat, dorongan, ajakan, motivasi

    yang diberikan guru kepada siswa akan memberikan respon positif dari siswa,

    sehingga guru akan lebih terdorong untuk mengarahkan siswanya memahami

    materi yang sedang dipelajari.

    Kelemahan model pembelajaran Quantum Teaching yang dijelaskan oleh

    Hadi (2013: 5) adalah:

    1. memerlukan persiapan yang matang bagi guru dan lingkungan yang mendukung.

    Merujuk pada kerangka model Quantum Teaching yang sangat kompleks, tentu

    dibutuhkan persiapan yang matang dari berbagai hal. Mulai dari kemampuan guru

    sendiri dalam memahami materi dan model, lingkungan berupa karakteristik

    siswa, alat peraga, alokasi waktu, terganggu atau tidaknya ruang kelas lain saat

    model ini diterapkan karena musik dan keaktifan siswa,

    2. memerlukan fasilitas yang memadai. Fasilitas berupa ruang kelas yang memadai,

    bangku-bangku yang disusun melingkar, penempelan poster-poster, alat yang

    digunakan untuk memainkan musik (laptop/telepon seluler dan speaker), dan alat-

    alat peraga yang diperlihatkan guru maupun dibuat sendiri oleh siswa,

    3. model ini banyak dilakukan di luar negeri sehingga kurang beradaptasi dengan

    kehidupan di Indonesia. Pengenalan model Quantum Teaching masih jarang

    dilakukan, sehingga masih asing bagi siswa dan guru di Indonesia,

    4. kurang dapat mengontrol siswa. Hal ini karena siswa didorong untuk aktif dalam

    kegiatan pembelajaran, sehingga akan cukup sulit mengontrol siswa satu per satu,

    sehingga guru harus rajin berkeliling untuk memantau keadaan setiap siswa.

    Berbeda dengan Wulan (2010: 24) yang menyatakan “kekurangan model

    pembelajaran Quantum Teaching adalah lebih banyak waktu yang dibutuhkan dalam

    pembelajaran”. Model ini memang tidak terpaku pada waktu, melainkan proses

    pembelajaran yang berjalan baik serta hasil akhir yang diinginkan agar siswa merasa

    senang dan mampu memahami materi secara mendalam. Waktu yang digunakan akan

  • 29

    tergantung pada persiapan dan proses belajar siswa, serta proses untuk melalui setiap

    kerangka model Quantum Teaching yaitu TANDUR. Selain waktu, pembelajaran

    juga harus dipersiapkan dengan matang dan detail.

    2.1.3 Model Pembelajaran Mekanistik

    2.1.3.1. Pengertian Model Pembelajaran Mekanistik

    Model pembelajaran mekanistik menurut De Lange dalam Fiesta (2012)

    adalah:

    pembelajaran mekanistik tidak mempunyai proses secara horizontal

    (pengidentifikasian, perumusan, dan pemvisualisasian masalah dengan

    cara-cara yang berbeda oleh siswa) maupun vertikal (presentasi

    hubungan-hubungan dalam rumus, penggunaan model yang berbeda,

    dan penggeneralisasian). Dalam tipe mekanistik, permulaan

    pembelajaran langsung pada tingkat formal yakni simbol-simbol yang

    tidak bermakna. Bahan pelajaran hanya bersifat aturan-aturan dan

    rumus saja.

    Sejalan dengan pendapat Tugiyati (2012) yang menyatakan bahwa

    model pembelajaran mekanistik atau lebih dikenal dengan model

    pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang bersifat

    regular artinya pemilihan strategi dan metode kurang bervariasi.

    Proses belajar mengajar cenderung dimulai dengan orientasi dan

    penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari

    siswa, pemberian contoh soal, kemudian dilanjutkan dengan tes.

    Pembelajaran mekanistik merupakan pembelajaran yang sering disebut

    pembelajaran konvensional namun lebih digunakan dalam bidang matematika yang

    bersifat reguler. Pembelajaran yang reguler ini tidak memliliki proses pembelajaran

    secara horizontal yang memiliki beberapa langkah yaitu pengidentifikasian,

    perumusan, dan pemvisualisasian masalah. Langkah-langkah yang dilakukan antar

    siswa seharusnya berbeda berdasarkan kemampuannya, namun dalam model

    mekanistik semua siswa melakukan cara yang sama. Ada pula proses secara vertikal

    yang digunakan untuk mengaitkan dan menggunakan hubungan-hubungan dalam

  • 30

    rumus, penggunaan model yang berbeda, dan memiliki sebuah kesimpulan yang

    didapatkan. Hal ini tidak tampak dalam model mekanistik.

    Proses belajar mengajar pun selalu dilakukan dalam tahap yang sama yaitu

    pemaparan materi pelajaran yang berisi konsep dan rumus, pemberian contoh soal

    yang diberikan oleh guru, kemudian dilanjutkan dengan tes. Langkah yang dilakukan

    tidak akan membuat siswa menjadi berkembang dalam proses berpikirnya. Proses

    berpikir siswa seharusnya dibimbing untuk sebuah penggeneralisasian dengan

    memberikan pertanyaan-pertanyaan yang memancing ide siswa hingga pengaitan

    materi yang diketahuinya.

    Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, model pembelajaran mekanistik

    adalah model pembelajaran konvensional yang dalam proses belajar kurang inovatif

    dan peran aktif siswa kurang, karena guru hanya memberikan konsep, rumus, contoh,

    dan selalu diakhiri dengan pemberian tes untuk siswa.

    2.1.3.2. Sintaks Model Pembelajaran Mekanistik

    Sintaks yang dilakukan dalam pembelajaran mekanistik menurut Nawi (2012:

    3) adalah:

    1. guru mengajarkan pelajaran matematika secara aktif, 2. guru memberikan contoh soal dan latihan, 3. siswa yang berada di sisi lain ditugaskan untuk mendengar dan

    mencatat penjelasan guru,

    4. siswa mengerjakan soal yang diberikan guru.

    Sintaks yang sama juga dinyatakan oleh Mulyadi (2009: 19), yaitu:

    1. guru memberikan informasi dengan metode ceramah, 2. guru memberi contoh soal, 3. guru memberi tugas kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal.

    Kedua sintaks yang dipaparkan oleh Nawi dan Mulyadi memiliki kesamaan.

    Sintaks model mekanistik sangat sederhana dan tidak variatif. Awal pembelajaran,

    proses, hingga akhir memiliki langkah yang selalu tetap. Langkah yang dilakukan

    juga cenderung mengacu pada guru sebagai fokus utama dalam proses pembelajaran.

  • 31

    Berdasarkan kedua sintaks tersebut, maka dapat disimpulkan sintaks model

    mekanistik adalah:

    1. guru memulai pembelajaran dengan memaparkan informasi materi dengan

    metode ceramah,

    2. siswa mendengarkan penjelasan guru,

    3. siswa mencatat sembari mendengarkan penjelasan,

    4. guru memberikan contoh dan soal,

    5. siswa mengerjakan soal yang diberikan guru.

    2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

    Penelitian yang relevan dengan model pembelajaran Quantum Teaching

    adalah Marisa (2012) yang berjudul Pengaruh Penggunaan Model Quantum Teaching

    terhadap Hasil Belajar PKn pada Siswa Kelas IV di SD Negeri Ledok 01 Salatiga

    Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012. Ada pula penelitian yang relevan

    Suleman (2010) dengan judul Penggunaan Model Quantum Teaching Melalui

    Metode Permainan dan Simulasi pada Pembelajaran Fisika Pokok Bahasan Gerak

    Lurus Ditinjau dari Keaktifan Siswa. Penelitian lain yang relevan adalah penelitian

    Yuniantoni (2002) yang berjudul Eksperimentasi Quantum Teaching pada Pengajaran

    Fiqh di Kelas II MAN LFT IAIN Sunan Kalijaga.

    Dalam penelitian Marisa tersebut, nilai rata-rata kelas eksperimen pada pretest

    sebesar 60,61 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 61,29. Nilai rata-rata yang tidak

    terpaut besar tersebut masih dikategorikan dalam dua kelas yang memiliki

    kemampuan sama. Nilai pretest tersebut juga menunjukkan bahwa rata-rata nilai

    kelas kontrol lebih besar dibandingkan dengan kelas eksperimen. Hal ini berbanding

    terbalik setelah kedua kelas diberi perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen diberi

    perlakuan menggunakan model Quantum Teaching sedangkan kelas kontrol

    menggunakan model konvensional dalam pembelajarannya. Setelah diuji dalam

    teknik analisis uji t, hasil penelitian dengan nilai signifikansi

  • 32

    kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hal tersebut dibuktikan dengan perbedaan nilai

    rata-rata posttest kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Quantum

    Teaching sebesar 82,80 dan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran

    konvensional sebesar 66,26. Nilai rata-rata posttest terpaut sangat banyak yaitu

    sebesar 16,54.

    Penelitian Suleman (2010) dengan judul Penggunaan Model Quantum

    Teaching Melalui Metode Permainan dan Simulasi pada Pembelajaran Fisika Pokok

    Bahasan Gerak Lurus Ditinjau dari Keaktifan Siswa yang menunjukkan adanya

    perbedaan pengaruh penggunaan model Quantum Teaching melalui metode

    permainan kokami dengan model Quantum Teaching melalui metode simulasi

    namun, tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan model Quantum Teaching

    dan keaktifan siswa. Dari perhitungan analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel

    tak sama, diperoleh Fa = 5,67 > F0,05; 1,130 = 3,84, maka H0a ditolak, yang berarti

    bahwa ada perbedaan pengaruh antara penggunaan model Quantum Teaching melalui

    metode permainan kokami dan model Quantum Teaching melalui metode simulasi

    computer terhadap kemampuan kognitif Fisika pada pokok bahasan Gerak Lurus.

    Perhitungan analisis variansi dua jalan dengan frekuensi sel tak sama diperoleh Fab =

    1.67 < F0,005;1,130 = 3.00, maka H0ab diterima, yang berarti bahwa tidak ada

    interaksi antara pengaruh penggunaan model Quantum Teaching dan keaktifan siswa

    terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi Gerak Lurus.

    Penelitian Yuniantoni (2002) yang berjudul Eksperimentasi Quantum

    Teaching pada Pengajaran Fiqh di Kelas II MAN LFT IAIN Sunan Kalijaga

    menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada selisih nilai posttest dan

    pretest antara siswa kelas II MAN LFT antara kelas kelompok eksperimen dengan

    kelompok kontrol. Sehingga secara eksternal penerapan Quantum Teaching pada

    pengajaran fiqh ternyata tidak efektif. Hanya saja, dalam proses pembelajarannya,

    model Quantum Teaching sangat menarik dan membuat semua siswa aktif dalam

    proses pembelajaran.

  • 33

    Berdasarkan analisis judul penelitian Marisa yang telah menunjukkan hasil

    bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan hingga dapat meningkatkan hasil

    belajar siswa. Penelitian Suleman yang menunjukkan adanya perbedaan pengaruh

    penggunaan model Quantum Teaching dalam pembelajarannya. Peneliti memilih

    kedua penelitian tersebut karena relevan dengan penelitian selanjutnya di tempat yang

    berbeda. Peneliti yakin akan keberhasilan model Quantum Teaching yang diterapkan

    di dalam proses pembelajaran akan memberikan perbedaan yang lebih baik

    dibandingkan dengan model mekanistik yang hanya bersifat ceramah dan kurang

    mengaktifkan siswa. Keyakinan dan optimisme peneliti akan berhasil untuk

    perbedaan hasil belajar menggunakan model Quantum Teaching pada mata pelajaran

    matematika di kelas IV SD Negeri Kesongo 01 pada semester 2 tahun pelajaran

    2013/2014.

    2.3 Kerangka Berpikir

    Hasil belajar matematika yang kurang memuaskan dilatarbelakangi oleh

    pembelajaran menggunakan model mekanistik yang selalu berpusat pada guru

    sedangkan siswa hanya mendengar, mencatat, dan latihan. Hal ini menyebabkan

    siswa pasif, hingga mengakibatkan hasil belajar siswa yang masih rendah. Sebuah

    model pembelajaran kreatif yang dilakukan oleh guru, mampu untuk mengaktifkan

    siswa dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang lebih tinggi adalah

    model pembelajaran Quantum Teaching. Perhatikan bagan kerangka berpikir berikut.

  • 34

    Bagan 1

    Bagan 1

    Kerangka Berpikir

    2.4 Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan kajian teori, kerangka berpikir, dan kajian penelitian yang

    relevan yang telah diuraikan, maka hipotesis awal dirumuskan sebagai berikut:

    a. Hipotesis Deskriptif

    Adanya perbedaan signifikan hasil belajar matematika siswa kelas IV

    menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching dengan model

    pembelajaran mekanistik

    b. Hipotesis Statistik

    Secara statistik, hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:

    Ho : µeksperimen = µkontrol

    Tidak ada perbedaan hasil belajar matematika kelas kontrol yang diajarkan

    dengan model pembelajaran mekanistik dan kelas ekperimen yang diajarkan

    dengan model pembelajaran Quantum Teaching siswa kelas IV SD Negeri

    Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester 2 Tahun

    Pelajaran 2013/2014.

    H1 : µeksperimen ≠ µkontrol

    Hasil belajar

    matematika yang

    kurang

    Model pembelajaran

    yang mengaktifkan

    siswa

    Hasil belajar

    siswa rendah

    Siswa pasif

    Pembelajaran

    berpusat pada

    guru

    Pembelajaran

    Mekanistik

    Guru harus kreatif

    dalam merancang

    model pembelajaran

    Quantum

    Teaching

    Hasil belajar

    siswa meningkat

  • 35

    Ada perbedaan hasil belajar matematika kelas kontrol yang diajarkan

    dengan model pembelajaran mekanistik dan kelas ekperimen yang diajarkan

    dengan model pembelajaran Quantum Teaching siswa kelas IV SD Negeri

    Kesongo 01 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang semester 2 Tahun

    Pelajaran 2013/2014.