48
46 BAB II KAJIAN FILOLOGIS Kajian secara filologis berupa : deskripsi naskah, perbandingan naskah, kritik teks, dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi, transliterasi naskah, suntingan teks dan aparat kritik, dan sinopsis. A. Deskripsi naskah Deskripsi naskah merupakan sarana untuk memberikan informasi mengenai : judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal naskah, ukuran naskah dan teks, keadaan naskah, jumlah baris setiap halaman, huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk naskah, umur naskah, fungsi sosial naskah serta ikhtisar teks. Sedangkan ringkasan isi naskah digunakan untuk mengetahui garis besar kandungan naskah sesuai dengan urutan cerita dalam naskah. (Emuch Hermansoemantri, 1986: 2). Deskripsi naskah Sêrat Srutjar terdiri dari tiga buah naskah. Masing- masing naskah disebut dengan naskah A, naskah B dan naskah C. Penyebutan ini didasarkan pada urutan kelengkapan isi naskah dan kualitas naskah berdasarkan interpretasi peneliti. 1. Naskah A a. Judul : Sêrat Srutjar

BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

  • Upload
    vocong

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

46

BAB II

KAJIAN FILOLOGIS

Kajian secara filologis berupa : deskripsi naskah, perbandingan naskah,

kritik teks, dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi, transliterasi

naskah, suntingan teks dan aparat kritik, dan sinopsis.

A. Deskripsi naskah

Deskripsi naskah merupakan sarana untuk memberikan informasi

mengenai : judul naskah, nomor naskah, tempat penyimpanan naskah, asal

naskah, ukuran naskah dan teks, keadaan naskah, jumlah baris setiap halaman,

huruf, aksara, tulisan, cara penulisan, bahan naskah, bahasa naskah, bentuk

naskah, umur naskah, fungsi sosial naskah serta ikhtisar teks. Sedangkan

ringkasan isi naskah digunakan untuk mengetahui garis besar kandungan naskah

sesuai dengan urutan cerita dalam naskah. (Emuch Hermansoemantri, 1986: 2).

Deskripsi naskah Sêrat Srutjar terdiri dari tiga buah naskah. Masing-

masing naskah disebut dengan naskah A, naskah B dan naskah C. Penyebutan ini

didasarkan pada urutan kelengkapan isi naskah dan kualitas naskah berdasarkan

interpretasi peneliti.

1. Naskah A

a. Judul : Sêrat Srutjar

Page 2: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

47

Kagungan Dalêm Sêrat Surti (Judul

dalam)

b. Pengarang / penyalin : Kangjêng Pangeran Ariya Santakusuma / -

c. Nomor naskah : 140 Na

d. Tempat penyimpanan naskah : Perpustakaan Sasana Pustaka Karaton

Kasunanan Surakarta Hadiningrat

e. Asal naskah : -

f. Keadaan naskah : Naskah masih baik tetapi sudah rapuh.

Secara isi masih lengkap, tulisan tinta hitam dapat terbaca dengan baik,

tulisan tinta merah sudah banyak yang luntur dan hanya sedikit yang

terbaca jelas. Jilidan kertas ada beberapa yang terlepas.

g. Ukuran naskah : 19,5 cm x 31 cm

h. Ukuran teks : 14 cm x 25

Margin atas : 3 cm

Margin bawah : 3 cm

Margin kanan : 3 cm

Margin kiri : 2,5 cm

i. Tebal naskah : 346 halaman

j. Jumlah baris per halaman : 19

k. Huruf, aksara, tulisan : huruf Jawa carik, ukuran kecil, bentuk

tulisan tegak bulat, warna tinta hitam dan merah. Beberapa huruf terdapat

bercak kecoklatan, tulisan tinta hitam jelas terbaca, tulisan merah agak

sulit dibaca karena banyak yang luntur. Jarak antar-huruf rapat dan jarak

antar-baris atau spasi agak renggang.

Page 3: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

48

l. Cara penulisan : Penulisan judul pada halaman cover /

sampul naskah. Penulisan isi dimulai pada lembar halaman keempat.

Sebelum penulisan isi terdapat penjelasan isi naskah pada halaman ketiga.

Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis

dengan arah menuju lebarnya, artinya teks ditulis sejajar dengan lebar

lembaran naskah. Penulisan larik-lariknya ditulis dengan berdampingan

lurus. Tidak terdapat penomoran halaman.

m. Bahan naskah : Bahan naskah menggunakan kertas polos

tanpa garis. Warna kertas sudah berubah kecoklatan dan terdapat bekas

seperti berjamur. Cover naskah depan dan belakang menggunakan kertas

seperti buku daftar inventaris, sampul berwarna coklat.

n. Bahasa naskah : Bahasa yang digunakan adalah bahasa

Jawa baru ragam ngoko dan krama pada prosa dan bahasa Jawa klasik

pada tembang. Selain itu terdapat kata-kata dari bahasa Arab, Melayu dan

Jawa Kawi.

o. Bentuk teks : Bab pertama berbentuk puisi (tembang)

bermetrum Dhandhanggula sebanyak 92 pada. Bab kedua dan ketiga,

berbentuk prosa (gancaran) sebagai penjelasannya lebih lanjut dari bab

tembang.

p. Umur naskah : 247 tahun ( terhitung sampai tahun 2015).

Ditandai dengan kolofon yang berbunyi “Khatam. Titi. Wallahualam. Ing

dintên Akad Wage, tanggal kaping 22 wanci jam kalih siyang wulan Sapar

taun Jimawal angkanipun ing warsa 1797.” Selesai pembuatan pada hari

Minggu Wage tanggal 22 pukul 2 siang pada bulan Sapar tahun Jimawal

Page 4: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

49

berangka tahun 1797. Tahun 1797 Jawa bila dikonversikan tahun Masehi

menjadi 1868 Masehi.

(Berdasarkan konversi Kalender Jawa elektronik, 1555 J = 1633 M)

q. Fungsi sosial : -

r. Ikhtisar teks : Merupakan naskah jarwan / naskah

interpretasi dari Sêrat Nitisruti yang dikarang oleh K.P.A Santakusuma

untuk memberikan ajaran / piwulang kepada anak cucunya. Penjelasan

mengenai ajaran tersebut dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama

adalah penulisan sebuah tembang Nitisruti bermetrum Dhandhanggula

berjumlah 92 pada yang akan diajarkan, bagian kedua adalah pengartian

secara umum tembang tersebut, dan bagian ketiga adalah penjelasan secara

mendetail mengenai isi dari tembang tersebut baik per kalimat dan atau per

kata.

2. Naskah B

a. Judul : Sêrat Srutjar

b. Pengarang / penyalin : Kangjêng Pangeran Ariya Santakusuma / -

c. Nomor Naskah : 116 Na

d. Tempat penyimpanan naskah : Perpustakaan Sasana Pustaka Karaton

Kasunanan Surakarta Hadiningrat

e. Asal naskah : -

f. Keadaan naskah : Naskah masih baik, utuh, secara isi masih

lengkap, tulisan dapat terbaca dengan baik. Jilidan ada yang terlepas.

g. Ukuran naskah : 19,5 cm x 31 cm

Page 5: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

50

h. Ukuran teks : 14 cm x 25

Margin atas : 3 cm

Margin bawah : 3 cm

Margin kanan : 3 cm

Margin kiri : 2,5 cm

i. Tebal naskah : 327 halaman

j. Jumlah baris per halaman : 19

k. Huruf, aksara, tulisan : huruf jawa carik, ukuran kecil, bentuk

tulisan tegak bulat, warna tinta hitam dan merah. Beberapa huruf terdapat

bercak kecoklatan dan agak sulit dibaca. Jarak antar-huruf rapat dan jarak

antar-baris atau spasi agak renggang. Tulisan dapat terbaca dengan jelas.

l. Cara penulisan : Penulisan judul pada halaman cover /

sampul naskah. Penulisan isi dimulai pada lembar halaman keempat.

Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis

dengan arah menuju lebarnya, artinya teks ditulis sejajar dengan lebar

lembaran naskah. Penulisan larik-lariknya ditulis dengan berdampingan

lurus. Tidak terdapat penomoran halaman.

m. Bahan naskah : Bahan naskah menggunakan kertas polos

tanpa garis. Warna kertas sudah berubah kecoklatan dan terdapat bekas

seperti berjamur. Cover naskah depan dan belakang menggunakan kertas

seperti buku daftar inventaris, sampul berwarna coklat.

n. Bahasa naskah : Bahasa yang digunakan adalah bahasa

Jawa baru ragam ngoko dan krama pada prosa dan bahasa Jawa klasik

Page 6: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

51

pada tembang. Selain itu terdapat kata-kata dari bahasa Arab, Melayu dan

Jawa Kawi.

o. Bentuk teks : Bab pertama berbentuk puisi (tembang)

bermetrum Dhandhanggula sebanyak 92 pada. Bab kedua dan ketiga,

berbentuk prosa (gancaran) sebagai penjelasannya lebih lanjut dari bab

tembang.

p. Umur naskah : 252 tahun ( terhitung sampai tahun 2015).

Ditandai dengan kolofon yang berbunyi “Pèngêt ing nalika rampunging

panyêrat sêrat srutjar Kagungan Dalêm Sinuhun Pakubuwana ingkang

kaping sanga. Anêdhak sêrat srutjar kagungan Kangjêng Pangeran Ariya

Santakusuma kala ing dintên Isnèn wanci siyang pukul 1 langkung 11

mênut tanggal kaping 2 ing wulan Mulut ing taun Be angkaning warsa

1792”. Selesai penulisan salinan naskah pada hari Senin pukul 1 lebih 11

menit, tanggal 2 bulan Maulud tahun Be dengan angka tahun 1792. Tahun

1792 Jawa bila dikonversikan tahun Masehi menjadi 1863 Masehi.

(Berdasarkan konversi Kalender Jawa elektronik, 1555 J = 1633 M)

q. Fungsi sosial : -

r. Ikhtisar teks : Merupakan naskah jarwan / naskah

interpretasi dari Sêrat Nitisruti yang dikarang oleh K.P.A Santakusuma

untuk memberikan ajaran / piwulang kepada anak cucunya. Penjelasan

mengenai ajaran tersebut dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama

adalah penulisan sebuah tembang Nitisruti yang akan diajarkan, bagian

kedua adalah pengartian secara umum tembang tersebut, dan bagian ketiga

Page 7: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

52

adalah penjelasan secara mendetail mengenai isi dari tembang tersebut

baik per kalimat dan atau per kata.

3. Naskah C

a. Judul : Sêrat Srutjar

b. Pengarang / penyalin : Kanjêng Pangeran Ariya Santakusuma / -

c. Nomor naskah : 113 Na

d. Tempat penyimpanan naskah : Perpustakaan Sasana Pustaka Karaton

Kasunanan Surakarta Hadiningrat

e. Asal naskah : -

f. Keadaan naskah : Naskah masih baik, utuh, secara isi masih

lengkap, tulisan dapat terbaca dengan baik.

g. Ukuran naskah : 19,5 cm x 31 cm

h. Ukuran teks : 14 cm x 25

Margin atas : 3 cm

Margin bawah : 3 cm

Margin kanan : 3 cm

Margin kiri : 2,5 cm

i. Tebal naskah : 298 halaman

j. Jumlah baris per halaman : 19

k. Huruf, aksara, tulisan : huruf jawa carik, ukuran kecil, bentuk

tulisan tegak bulat, warna tinta hitam dan merah. Beberapa huruf terdapat

bercak kecoklatan dan agak sulit dibaca. Jarak antar-huruf rapat dan jarak

antar-baris atau spasi agak renggang. Tulisan dapat terbaca dengan jelas.

Page 8: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

53

l. Cara penulisan : Penulisan judul pada halaman cover /

sampul naskah. Penulisan isi dimulai pada lembar halaman keempat.

Sebelumnya pada lembar ketiga terdapat kolofon awal penulisan naskah.

Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis

dengan arah menuju lebarnya, artinya teks ditulis sejajar dengan lebar

lembaran naskah. Penulisan larik-lariknya ditulis dengan berdampingan

lurus. Tidak terdapat penomoran halaman.

m. Bahan naskah : Bahan naskah menggunakan kertas polos

tanpa garis. Warna kertas sudah berubah kecoklatan dan terdapat bekas

seperti berjamur. Cover naskah depan dan belakang menggunakan kertas

seperti buku daftar inventaris, sampul berwarna biru.

n. Bahasa naskah : Bahasa yang digunakan adalah bahasa

Jawa baru ragam ngoko dan krama pada prosa dan bahasa Jawa klasik

pada tembang. Selain itu terdapat kata-kata dari bahasa Arab, Melayu dan

Jawa Kawi.

o. Bentuk teks : Bab pertama berbentuk puisi (tembang)

bermetrum Dhandhanggula sebanyak 92 pada. Bab kedua dan ketiga,

berbentuk prosa (gancaran) sebagai penjelasannya lebih lanjut dari bab

tembang.

p. Umur naskah : 251 tahun ( terhitung sampai tahun 2015).

Ditandai dengan kolofon yang berbunyi “Pèngêt ing nalika rampunging

panyêrat sêrat srutjar Kagungan Dalêm Sinuhun Pakubuwana ingkang

kaping sanga. Anêdhak sêrat srutjar kagungan Kangjêng Pangeran Ariya

Santakusuma kala ing dintên Sênèn wanci siyang pukul 2 langkung 9

Page 9: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

54

mênut tanggal kaping 2 ing wulan Jumadiawal taun Wawu angka 1793”.

Selesai penulisan salinan naskah pada hari Senin siang pukul 2 lebih 9

menit, tanggal 2 bulan Jumadil Awal tahun Wawu berangka tahun 1793.

Tahun 1793 Jawa bila dikonversikan tahun Masehi menjadi 1864 Masehi.

(Berdasarkan konversi Kalender Jawa elektronik, 1555 J = 1633 M)

q. Fungsi sosial : -

r. Ikhtisar teks : Merupakan naskah jarwan / naskah

interpretasi dari Sêrat Nitisruti yang dikarang oleh K.P.A Santakusuma

untuk memberikan ajaran / piwulang kepada anak cucunya. Penjelasan

mengenai ajaran tersebut dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama

adalah penulisan sebuah tembang Nitisruti yang akan diajarkan, bagian

kedua adalah pengartian secara umum tembang tersebut, dan bagian ketiga

adalah penjelasan secara mendetail mengenai isi dari tembang tersebut

baik per kalimat dan atau per kata.

B. Perbandingan Naskah dan Kritik Teks

Perbandingan naskah menurut Edwar Djamaris (1977: 6) perlu dilakukan

apabila sebuah cerita ditulis dalam dua naskah atau lebih, untuk membetulkan

kata-kata yang salah atau tidak terbaca, untuk menentukan silsilah naskah, untuk

menentukan naskah yang terbaik dan untuk tujuan lain.

Di dalam perbandingan naskah terdapat kritik teks, yaitu penghakiman

terhadap suatu naskah. Mengadakan kritik teks berarti menempatkan teks pada

tempat yang sewajarnya, memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti atau

Page 10: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

55 mengkaji kebenaran naskah, lembaran bacaan yang mengandung hal-hal atau

rangkaian kata-kata tertentu. Adapun tujuan utama dari kritik teks adalah untuk

mendapatkan bentuk teks yang mendekati aslinya, teks yang otentik yang ditulis

oleh pengarang tertutup kemungkinan ketika proses penyalinan terjadi kesalahan

atau kelalaian. Dalam kritik teks, seorang filolog dituntut untuk mempunyai

alasan kuat serta didukung data yang relevan dalam menentukan bacaan yang

benar, agar tidak terjadi penyimpangan. Naskah yang telah melewati proses ini

telah dapat dipertanggungjawabkan secara filologis. (Darusuprapta, 1984: 20).

Perbandingan naskah ini dilakukan dengan mengacu pada cara

perbandingan naskah milik A. Sudewa dan Edwar Djamaris. Menurut A. Sudewa

(1991) perbandingan naskah dilakukan dengan cara perbandingan pasal-pasal

ajaran dengan butir-butirnya meliputi perbandingan jumlah dan urutan dari tiap

teksnya berdasarkan pokok ajaran untuk mendapatkan naskah yang lengkap dalam

hal pokok ajaran, yang sekaligus mempunyai susunan atau urutan poin ajaran

tersebut dengan baik dan perbandingan letak kesejajaran pokok ajaran tersebut.

Menurut Edwar Djamaris (1977: 6), perbandingan naskah dilakukan dengan cara :

1. Perbandingan kata demi kata untuk membetulkan kata-kata yang tidak

terbaca, menentukan silsilah naskah, dan mendapatkan teks asli atau

terbaik

2. Perbandingan susunan kalimat atau gaya bahasa yang

mengelompokkan cerita yang bahasanya lancar dan jelas (hal. 27)

3. Perbandingan isi cerita, untuk mendapatkan naskah yang isinya

lengkap dan tidak menyimpang serta untuk mengetahui adanya

Page 11: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

56

penambahan unsur atau pengurangan unsur yang telah ada dalam

naskah tersebut.

Perbandingan naskah ini dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih

terinci dan menyakinkan disertai dengan kritik teks yang menghasilkan sebuah

edisi teks yang valid. Bagian teks yang dibandingkan adalah teks bagian awal,

tengah dan bagian akhir. Hal serupa pernah dilakukan oleh Edwar Djamaris dalam

menentukan naskah dasar suntingan Tambo Minangkabau. Tambo Minangkabau

adalah naskah Melayu yang berbentuk prosa. Edwar Djamaris dalam

perbandingan bacaan tersebut tidak membandingkan secara keseluruhan teks

Tambo Minangkabau, cukup diambil bagian awal, tengah dan akhir.

Kasus dalam Sêrat Srutjar tidak jauh berbeda dengan kasus yang ada

dalam penelitian Tambo Minangkabau. Sêrat Srutjar juga merupakan naskah

jamak berbentuk prosa sebagai penjelasan lebih lanjut dari tembang-tembang

Sêrat Nitisruti yang berjumlah 92 tembang, dengan membagi menjadi tiga bab

penjelasan pada tiap tembang. Bab pertama adalah penulisan tembang Nitisruti

yang bermetrum dhandhanggula, kemudian bab kedua adalah penjelasan secara

umum tentang tembang tersebut, dan bab tiga adalah penjelasan secara khusus

mengenai kata perkata / kalimat tembang. Oleh karena itu dalam rangka

menentukan dasar suntingan, harus dilakukan perbandingan bacaan, yaitu bagian

awal, bagian tengah, dan bagian akhir.

Bagian awal, tengah dan akhir dari Sêrat Srutjar sudah dapat dikatakan

bisa mewakili keseluruhan isi dari naskah, karena bagian yang penting dari naskah

sudah bisa dilihat dari ketiga bagian tersebut. Teks Sêrat Srutjar pada bagian awal

berisi tentang pendahuluan, alasan dibuatnya Sêrat Srutjar dan ajaran awal

Page 12: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

57 tentang bagaimana mencontoh perilaku seorang cendekiawan. Teks bagian tengah

adalah ajaran inti tentang penjelasan menjadi abdi negara yang baik, ajaran

yudanegara, dan ajaran asthabrata. Sedangkan teks bagian akhir adalah penjelasan

tentang kehormatan dalam perang dan permintaan maaf penulis kepada pembaca.

Disamping alasan tersebut, naskah Sêrat Srutjar merupakan naskah yang

monoton memiliki pola yang sama dari awal sampai akhir naskah, sehingga

sangat tepat apabila dilakukan perbandingan naskah cukup mengambil dari bagian

awal, tengah, dan akhir naskah. Berikut adalah perbandingan naskah dari Sêrat

Srutjar :

1. Perbandingan suku kata, kata per kata dan kelompok kata

Dalam perbandingan suku kata, kata per kata dan kelompok kata di

dalam Sêrat Srutjar ini, agar lebih mudah untuk memahaminya digunakan

beberapa pedoman berupa singkatan untuk mengkaji lembaran bacaan dalam

teks, yang disajikan dalam bentuk tabel. Adapun singkatan tersebut adalah :

No. : nomor urut

gbr : gambar naskah

bag : bagian gambar

brs : baris teks, dihitung dari urutan atas ke bawah

^ : varian lakuna

* : varian adisi

+ : varian hiperkorek

# : pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik

@ : pembetulan berdasarkan kebakuan kata / kamus

Page 13: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

58

$ : pembetulan berdasarkan konteks dalam kalimat

% : pembetulan berdasarkan interpretasi peneliti

Tabel II. Perbandingan suku kata, kata perkata dan kelompok kata

BAGIAN AWAL

No. Gbr / bag/ baris Naskah A Naskah B Naskah C Edisi

1. 7697/ kiri/ 2 sakabèhing sangkabèhing*

sakabèhing sakabèhing #@

2. 7697/ kiri/ 8 sêkabate sakhabate sakhabate sêkabate #@

3. 7697/ kiri/ 14 sawatara sawêtara sawêtara sawêtara @#

4. 2510/ kiri/ 3 sak bab sabab + sabab + sak bab $%

5. 2510/ kiri/ 4 nêpungake anêpungake anêpungake nêpungake #$

6. 2510/ kiri/ 12 1. kawi 1. têmbung kawi

1. têmbung kawi

têmbung kawi #$

7. 2510/ kiri/ 15 5.pralambang 5. wangsalan 5. wangsalan

5. wangsalan $%

8. 2510/ kiri/ 16 6. ibarat 6. paribasan 6. paribasan 6. paribasan $%

9. 2510/ kiri/ 13 9. wangsalan 9. daliling kuran

9. daliling kuran

9. daliling Kuran $%

10. 2510/ kiri/ 14 10. dalil kuran

10. kadising kitab

10. kadising kitab

10. kadising kitab $%

11. 2510/ kiri/ 15 11. têmbung kitab

11. têmbung malayu

11. têmbung malayu

11. têmbung malayu $%

12. 2510/ kiri/ 16 12. têmbung mêlayu

12. ibarat 12. ibarat 12. ibarat $%

13. 2510/ kanan/ 1

dene layang iki

kang sarta layang iki

- dene layang iki #$

14. 2510/ kanan/ 8

lagi sarasane lagi sêrasane - lagi sarasane @

15. 2510/ kanan/ 9

ing sagara ing sêgara - ing sagara @

16. 2510/ kanan/ 11

karsa dalêm krêsa dalêm - karsa @#

17. 2512/ kiri/ 10 sampèn^ dalêm

sampeyan dalêm

sampeyan dalêm

sampeyan @# dalêm

18. 2512/ kanan/ 3

ngelmu kak ngelmu khak ngelmu khak

ngelmu khak #%

Page 14: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

59 19. 2512/ kiri/ 9 têgêse tgêse^ tgêse^ têgêse @#

20. 2515/ kanan/ 4

dikakake^ dikakake^ dikakake^ ngêndikakake @$%

21. 2515/ kanan/ 5

kalakuan bêcik

klakuan^ bêcik

klakuan^ bêcik

kalakuan bêcik @#

22. 2515/ kanan/ 12

budhi budi budi budi @%

23. 2515/ kanan/ 16

saega^ saengga saengga saengga @#

24. 2515/ kanan/ 19

swaraning pitutur ingkang gaib

dibisiki dibisiki swaraning pitutur ingkang gaib $%

25. 2516/ kiri/ 15 minding mending mindêng mindêng @#

26. 2516/ kiri/ 19 pamalêse pêmalêse pêmalêse pamalêse @#

27. 2516/ kanan/ 4

iki wêktu iki mêtu+ iki mêtu+ iki wêktu $%

28. 2517/ kiri/ 19 kaya kalakuane

kaya klakuane^

kaya klakuane^

kaya kalakuane @$

29. 2517/ kanan/ 3

dad dzat dzat dzat $%

30. 2519/ kiri/ 17 bisa nglêbur bisa anglêbur bisa anglêbur

bisa nglêbur #$

31. 2521/ kiri/ 6 pênganggo pêngago^ pênganggo pênganggo @#

32. 2523/ kiri/ 19 wêtu pêrnahing pasamuan

wêtu prênahing pasêmuan

wêtu prênahing pêsêmuan

wêtu prênahing pasamuan@#

33. 2523/ kanan/ 8

wong kang pêtitis

pêtitis pikire patitis pikire patitis pikire@

34. 2525/ kiri/ 12 kcaturan^ barêng

kcaturan^ barêng

kcaturan^ barêng

kêcaturan@# barêng

35. 2527/ kanan/ 11

wêruhake mêruhake mêruhake wêruhake#

36. 2527/ kanan/ 11

prêkara prakara prakara prakara @#

37. 2527/ kanan/ 16

wênah sawênah sawênah sawênèh #%

38. 2528/ kiri/ 2 iku têmbung pêsêmon èmpêring

têmbung sêmu èmpêring

têmbung semu èmpêring

iku têmbung pêsêmon èmpêring $

BAGIAN TENGAH

Page 15: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

60

No. gbr/ bag/ brs Naskah A Naskah B Naskah C Edisi

1. 2587/ kanan/ 1

yèn dindêl^ yèn didêl^ yèn didêl^ yèn diandêl @#

2. 2587/ kanan/ 13

prênah utawa patitis

prênah lan pêtitis

prênah lan pêtitis

prênah utawa$ patitis@#

3. 2588/ kanan/ 10

mênyang salah sijine

marang salah sijine

marang salah sijine

marang$% salah sijine

4. 2588/ kanan/ 13

kang alus bêcik

kang alus kang alus kang alus bêcik $%

5. 2590/ kiri/ 3 najan nadyan nadyan nadyan @#

6. 2593/ kanan/ 5

parigêl* prigêl prigêl prigêl @#

7. 2593/ kanan/ 7

kang tanggap kuat

kang kuat rikat

kang kuat rikat

kang tanggap kuat $%

8. 2595/ kiri/ 12 wisa pintêr budine wisa pintêr

budine wisa pintêr

budine wis pintêr $%

9. 2598/ kanan/ 9

babing dhêmên wong wadon

babing wong wadon

babing wong wadon

babing dhêmên wong wadon $%

10. 2598/ kanan/ 10

barang pênganggone sing bêcik

barang pênganggone

barang pênganggone

barang pênganggone sing bêcik $%

11. 2600/ kiri/ 13 dene yèn nalika

nalika nalika dene yèn nalika $%

12. 2600/ kanan/ 6

katut gêdhening ati kang lagi bariwut

katut briwuting ati

katut briwuting ati

katut gêdhening ati kang lagi bariwut *$%

13. 2600/ kanan/ 7

kuninganing^ patih

kuninganing^ patih

kauninganing patih

kauninganing @# patih

14. 2602/ kanan/ 3

dene rupane pratikêle

pratikêl pratikêl dene rupane pratikêl $%

15. 2602/ kanan/ 4

murih kêl kang murih kêna

murih kêna murih kêna murih kêna #$%

16. 2602/ kanan/ 4

wong kang gêdhe lagi bariwut

wong lagi bariwut

wong lagi bariwut

wong kang gêdhe lagi bariwut *$%

17. 2602/ kanan/ 6

sasmita sêsmita sêsmita sasmita @#

Page 16: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

61 18. 2602/ kanan/

12 ninga^ uninga uninga uninga @#$

BAGIAN AKHIR

no. gbr/ bag/ brs Naskah A Naskah B Naskah C Edisi

1. 2660/ kiri/ 11 sêkabihe+ sêkabèhe sêkabèhe sêkabèhe @#

2. 2660/ kanan/ 1

sarta pêrlu sarta prêlu sarta prêlu sarta prêlu@#

3. 2660/ kanan/ 5

aku ratu durung+

aku durung aku durung aku durung @#$

4. 2660/ kanan/ 7

wong islam wong eslam wong eslam wong islam @#

5. 2664/ kanan/ 13

pênggawe karam

pênggawe kharam

pênggawe kharam

pênggawe kharam @#

6. 2666/ kanan/ 15

angarsakake ngêrsakake ngêrsakake ngêrsakake @#

7. 2668/ kiri/ 1 ratu yèn arêp mangkat

yên ratu arêp mangkat

yèn ratu arêp mangkat

yèn ratu arêp mangkat $%

8. 2668/ kiri/ 5 padha lila nyang patine kabèh

padha lila patine

padha lila patine

padha lila mênyang patine kabèh @

9. 2669/ kanan/ 11

mênusa mênungsa mênungsa mênungsa @#

10. 2671/ kanan/ 10

dilangna^ dilangna^ dilangna^ diilangna @#

11. 2674/ kiri/ 11 ijèh ijèh ijèh isih @#

12. 2674/ kiri/ 13 awit sing ditut

sêbab sing ditut

sêbab sing ditut

awit sing ditut @#$

13. 2674/ kiri/ 15 nyakarake pangan

nyakar pangan

nyakar pangan

nyakarake pangan @$

14. 2674/ kiri/ 19 bandera bêndera bêndera bêndera @#

15. 2678 / kiri/ 8 kasarira kangsarira* kangsarira* kasarira @#$

Berdasarkan tabel perbandingan suku kata, kata per kata dan kelompok

kata di atas, terlihat bahwa naskah A banyak digunakan sebagai edisi teks

daripada naskah B dan naskah C. Tercatat dari sejumlah 72 perbandingan,

naskah A mendominasi dengan 35 kata sebagai edisi teks, naskah B sebanyak

Page 17: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

62

21 kata dan naskah C sebanyak 26 kata. Adapun kesalahan atau edisi naskah B

dan C hampir sama pada perbandingan tersebut.

Dari perbandingan kata tersebut ditemukan kata mênusa pada naskah

A sedangkan pada naskah B dan C tertulis mênungsa. Juga terdapat kata

sêkabate, dad, karam, budhi pada naskah A, sedangkan pada naskah B dan C

tertulis sakhabate, dzat, kharam, dan budi. Kata mênusa dan budhi lebih tua

dari kata mênungsa dan budi, sedangkan penulisan kata serapan sêkabate, dad,

karam pada naskah A tidak menggunakan aksara rekan. Hal ini menunjukkan

bahwa naskah A walaupun paling muda usianya tetapi mengandung teks yang

lebih tua dari naskah B dan C.

2. Perbandingan susunan kalimat atau gaya bahasa

Perbandingan ini dilakukan untuk mengelompokkan cerita dalam

beberapa versi dan untuk mendapatkan cerita yang bahasanya lancar dan jelas.

Tabel III. Perbandingan susunan kalimat atau gaya bahasa

BAGIAN AWAL

No. Naskah A Naskah B Naskah C

1. Têgêse “pangapuse” iku

penganggite, dene apus

iku têtali, kang dinggo

nalèni têmbunging

layang. Mulane duwe

têgês jênêng

penganggite, sabab iku

Têgêse “pangapuse” iku

penganggite, dene apus

iku têtali, kang dinggo

nalèni têmbunging

layang.

(5 / kanan/ 2)

-

Page 18: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

63

têmbung pasêmon.

Nyêmoni kêmbang kang

dianggit. Dene kang

pinangka tembang ya

prabot sastraning

têmbung, kang pinangka

lawe ular-ulare,

jidaraning papan iku,

sabab gone katon jèjèr

rèntèng-rèntèng saengga

kêmbang kang dianggit.

(2511/ kiri/ 3)

Edisi :

Têgêse “pangapuse” iku pênganggite, dene apus iku têtali, kang dinggo nalèni

têmbunging layang. Mulane duwe têgês jênêng penganggite, sabab iku têmbung

pasêmon. Nyêmoni kêmbang kang dianggit. Dene kang pinangka têmbang ya prabot

sastraning têmbung, kang pinangka lawe ular-ulare jidaraning papan iku, sabab gone

katon jèjèr rèntèng-rèntèng saengga kêmbang kang dianggit.

2. Têgêse “ayuningrat kang

den ulati” iku golèki

barang klakuan

kabêcikan ing donya.

Lire ayu, ewone

têmbung bêcik. Sabab

Têgêse “ayuningrat kang

den ulati” iku golèki

barang klakuan

kabêcikan ing donya.

Sak nggon iku jênêng

ewon-ewone sabarang

-

Page 19: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

64

dumunung marang

rupaning wong wadon

kang bêcik. Lire ngrat,

sakabèhe jagad, dene

mulane têmbung ngrat

dakjarwani donya, sabab

iku têmbung kawi

dinggo pasêmon,

nyêmoni marang

sakabèhe uwong awit

padha ngambah jagad.

Dene kang wis lumrah

kuwate wong iku amung

karo donya. Sak nggon

iku jênêng ewon-ewone

sabarang têmbung, lan

têmbung kawi, jarwa.

(2511/ kiri/ 11)

tembung, lan tembung

kawi, jarwa.

(5/ kanan/ 8)

Edisi :

Têgêse “ayuningrat kang den ulati” iku golèki barang klakuan kabêcikan ing donya.

Lire ayu, ewone têmbung bêcik. Sabab dumunung marang rupaning wong wadon

kang bêcik. Lire ngrat, sakabèhe jagad, dene mulane têmbung ngrat dakjarwani

donya, sabab iku têmbung kawi dinggo pasêmon, nyêmoni marang sakabèhe uwong

awit padha ngambah jagad. Dene kang wis lumrah kuwate wong iku amung karo

Page 20: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

65 donya. Sak nggon iku jênêng ewon-ewone sabarang têmbung, lan têmbung kawi,

jarwa.

3. Têgêse “katungkuling

papranèsan” iku mung

katungkul kasukan

dalêm. Dene mulane

têmbung pranèsan

dakjarwani kasukan.

Sabab yèn sarèhning

têmbung pranèsan mau,

para kênèsan. Dene

têmbung kênès iku yèn

dibêcikake. Dumunung

marang wong wadon

kang solahe pantês

kênès. Mêngkono iku

bisa dadèkake suka

marang atine wong

lanang. Lan yaiku nalare

nggonku jarwani mau.

Ing sababe têmbung

pranèsan dakjarwani

kasukan. Awit

kawêkasane wis nunggal

Têgêse “katungkuling

papranèsan” iku mung

katungkul kasukan

dalêm Iku kagolong

ewoning têmbung.

(5/ kanan/ 18)

-

Page 21: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

66

têmbung suka padha

suka lan iku tembung

paribasan. Iku kagolong

ewoning têmbung.

(2511/ kanan/ 7)

Edisi :

Têgêse “katungkuling papranèsan” iku mung katungkul kasukan dalêm. Dene mulane

têmbung pranèsan dakjarwani kasukan. Sabab yèn sarèhning têmbung pranèsan mau,

para kênèsan. Dene têmbung kênès iku yèn dibêcikake dumunung marang wong

wadon kang solahe pantês kênès. Mêngkono iku bisa dadèkake suka marang atine

wong lanang. Lan yaiku nalare nggonku jarwani mau. Ing sababe têmbung pranèsan

dakjarwani kasukan. Awit kawêkasane wis nunggal têmbung suka padha suka lan iku

tembung paribasan. Iku kagolong ewoning têmbung.

4. Têgêse “anityèng

panurat jari” iku

ngrupakake tulisan nulis

kalame driji. Lire

anitrèng, anyitra. Lire

anyitra, angrupakake,

yèn lire citra, rupa. Lire

nurat, nyêrat, nulis. Lire

jari, jariji, dariji. Iku

têmbung jarwa nuli

têmbung dijugag.

Têgêse “anityèng

panurat jari” iku nulis

kalame driji.

(6/ kiri/ 1)

-

Page 22: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

67

(2511/ kanan/ 15)

Edisi :

Têgêse “anityèng panurat jari” iku ngrupakake tulisan nulis kalame driji. Lire

anitrèng, anyitra. Lire anyitra, angrupakake, yèn lire citra, rupa. Lire nurat, nyêrat,

nulis. Lire jari, jariji, dariji. Iku têmbung jarwa nuli têmbung dijugag.

5. Têgêse “kêdêh ingalêm

wignya” iku kudu

dialêma sagêd. Lire

kêdêh, kêdah, kudu.

Lire wignya, luwih

pintêr, iku têmbung

jarwa, lan kawi ngluwihi

pintêr, rong panggonan

iku têmbung kawi lan

jarwa.

(2512/ kiri/ 2)

Têgêse “kêdêh ingalêm

wignya” iku kudu

dialêma sagêd. Lire

wignya ngluwihi pinter.

Rong panggonan iku

têmbung kawi.

(6/ kiri/ 3)

Edisi :

Têgêse “kêdêh ingalêm wignya” iku kudu dialêma sagêd. Lire kêdêh, kêdah, kudu.

Lire wignya, luwih pintêr, iku têmbung jarwa, lan kawi ngluwihi pintêr, rong

panggonan iku têmbung kawi lan jarwa.

BAGIAN TENGAH

No. Naskah A Naskah B Naskah C

1. Têgêse “prana” iku

prênah utawa patitis.

Têgêse “prana” iku

prênah lan patitis,

Têgêse “prana” iku

prênah lan patitis,

Page 23: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

68

Ananging sênajan wong

wadon ya uga jênêng

prana, sabab prênahe

karêpe wong lanang yèn

sapêturone lan wong

wadon. Iku têmbung

kawi.

(2587/ kanan/ 13)

sênajan wong wadon ya

uga jênêng prana, sabab

prênahing karêp

sapaturon

(8025/ kiri/ 15)

sênajan wong wadon ya

uga jênêng prana, sabab

prênahing karêp

sapaturon

(7748/ kiri/ 9)

Edisi :

Têgêse “prana” iku prênah utawa patitis. Ananging sênajan wong wadon ya uga

jênêng prana, sabab prênahe karêpe wong lanang yèn sapêturone lan wong wadon.

Iku têmbung kawi.

2. Têgêse “baya kewuh”

iku barang pakewuh sing

pancèn bilahine. Lire

baya, ya uga baya bajul.

Dene mulane têmbung

baya dakjarwani bilaeni

utawa dakjarwani

pêrang sabab awit yèn

baya iku olehe bilaeni

yèn wani marang uwong

kang wis lumrah

Têgêse “baya-pakewuh”

iku barang pakewuh sing

bisa bilaeni apadene

pêgawe pêrang ya uga

wis angluwihi ole bakal

bilaeni. Dene lire baya

iku dhasar têmên baya

bajul sabab bajul iku yèn

wani marang uwong wis

tamtu bakal bilaeni

(8025/ kiri/ 17)

Têgêse “baya-kewuh”

iku barang pakewuh sing

bisa bilaeni apadene

pêgawe pêrang ya uga

wis angluwihi ole bakal

bilaeni. Dene lire baya

iku dhasar têmên baya

bajul sabab bajul iku yèn

wani marang uwong wis

tamtu bakal bilaeni

(7748/ kiri/ 12)

Page 24: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

69

tamtune wonge bilahi.

Apadene pênggawe

pêrang ya sêmono uga,

yèn ora kabênêran ya

bakal dibilaeni marang

mungsuhe. Iku têmbung

kawi.

(2587/ kanan/ 17)

Edisi :

Têgêse “baya kewuh” iku barang pakewuh sing pancèn bilaine. Lire baya, ya uga

baya bajul. Dene mulane têmbung baya dakjarwani bilaeni utawa dakjarwani pêrang

sabab awit yèn baya iku olehe bilaeni yèn wani marang uwong kang wis lumrah

tamtune wonge bilahi. Apadene pênggawe pêrang ya sêmono uga, yèn ora kabênêran

ya bakal dibilaeni marang mungsuhe. Iku têmbung kawi.

3. Têgêse “duganti

gatmika” iku duga-

duganing ati kang alus

bêcik. Lire duganti,

duga-duganing ati. iku

têmbung garba sastra ya

uga kawi. Lire gatmika,

gyatmia, jatmika,

Têgêse “duganti

gatmika” iku duga-

duganing ati kang alus.

(8026/ kiri/ 8)

Têgêse “duganti

gatmika” iku duga-

duganing ati kang alus.

(7748/ kanan/ 19)

Page 25: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

70

bêciking solah bawa

kang alus. Iku têmbung

kawi.

(2588/ kanan/ 16)

Edisi :

Têgêse “duganti gatmika” iku duga-duganing ati kang alus bêcik. Lire duganti, duga-

duganing ati. iku têmbung garba sastra ya uga kawi. Lire gatmika, gyatmia, jatmika,

bêciking solah bawa kang alus. Iku têmbung kawi.

4. Têgêse “yèn lila basa

lambang” iku yèn gêlêm

matur têmbung

rêrangkêpan. Lire lila,

dianggo pasêmone

têmbung gêlêm, sabab

saengga wong kaelang-

elangan barang duwèkke

kang ana ajine. Mangka

wis ora diucap ora

dirasani mêngkono iku

têgêse wis gêlêm

nglilakake lan ya iku

nalare têmbung lila

Têgêse “lambang” iku

para ora lamba. Sêbab

iku têmbung pralambang

lan dudu lambang ijolan,

têgêse padha bae lan

têmbung pêsêmon.

(8026/ kiri/ 10)

Têgêse “lambang” iku

para ora lamba. Sêbab

iku têmbung pralambang

lan dudu lambang ijolan,

têgêse padha bae lan

têmbung pêsêmon.

(7749/ kanan/ 1)

Page 26: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

71

dakjarwani dinggo

pêsêmone têmbung

gêlêm mau. Lire basa,

angucapake barang

têmbung, dudu basa

taklim kramane

têmbunging pangucap,

dudu basa barang-

barang. Iku têmbung

jarwa. Lire lambang,

pralambang, kang para

ora lamba, têgêse ana

rangkêpane. Dudu

lambang, lambangan,

ijolan. Iku têmbung

jarwa.

(2589/ kiri/ 10)

Edisi :

Têgêse “yèn lila basa lambang” iku yèn gêlêm matur têmbung rêrangkêpan. Lire lila,

dianggo pasêmone têmbung gêlêm, sabab saengga wong kaelang-elangan barang

duwèke kang ana ajine. Mangka wis ora diucap ora dirasani mêngkono iku têgêse wis

gêlêm nglilakake lan ya iku nalare têmbung lila dakjarwani dinggo pêsêmone

têmbung gêlêm mau. Lire basa, angucapake barang têmbung, dudu basa taklim

Page 27: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

72 kramane têmbunging pangucap, dudu basa barang-barang. Iku têmbung jarwa. Lire

lambang, pralambang, kang para ora lamba, têgêse ana rangkêpane. Dudu lambang,

lambangan, ijolan. Iku têmbung jarwa.

5. Têgêse “balila

ngumulun” iku balik ala

marang ratu. Lire balila,

balik ala. Iku têmbung

jarwasuta. Lire

ngumulun, ngumuluk,

umuluk dhuwur. Iku

têmbung pêsêmon

nyêmoni têmbung

drajating dhuwur dhewe

ya uga drajating ratu.

(2589/ kanan/ 2)

Têgêse “balila

ngumulun” iku balik ala

mênyang ratu.

(8026/ kiri/ 12)

Têgêse “balila

ngumulun” iku balik ala

mênyang ratu.

(7749/ kiri/ 3)

Edisi :

Têgêse “balila ngumulun” iku balik ala marang ratu. Lire balila, balik ala. Iku

têmbung jarwasuta. Lire ngumulun, ngumuluk, umuluk dhuwur. Iku têmbung

pêsêmon nyêmoni têmbung drajating dhuwur dhewe ya uga drajating ratu.

BAGIAN AKHIR

No. Naskah A Naskah B Naskah C

1. Têgêse “anjuring sarira

Têgêse “anjuring sarira Têgêse “anjuring sarira

Page 28: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

73

wus wruh yèn

pinanilaran” iku wong

wis wêruh bakal ajure

awake awit dipilara

mungsuhe. Lire anjur,

ajur. Iku têmbung jarwa

disamarake lan dudu

anjur panganjur,

pangarêp. Lire

pinanilaran, dinggo

pêsêmon pinilara

marang mungsuh.

(2671/ kanan/ 19)

wus wruh yèn

pinanilaran” iku wis

wêruh yèn bakal ajure

awake awit dipilara

mênyang mungsuhe.

Lire anjur, ajur. Iku

têmbung pasêmone

mèmpêr basa ajur. Lire

pinanilaran, pinilara,

dipilara. Iku têmbung

jarwa dijugag mung

didokoki kawitane bae

sêmune supaya

disambungana barang

têmbung kang pantês

manjing rapêt ora putung

lan wulanging sruti.

(8125/ kanan/ 8)

wus wruh yèn

pinanilaran” iku wis

wêruh yèn bakal ajure

awake awit dipilara

mênyang mungsuhe.

Lire anjur, ajur. Iku

têmbung pasêmone

mèmpêr basa ajur. Lire

pinanilaran, pinilara,

dipilara. Iku têmbung

jarwa dijugag mung

didokoki kawitane bae

sêmune supaya

disambungana barang

têmbung kang pantês

manjing rapêt ora putung

lan wulanging sruti.

(7840/ kanan/ 9)

Edisi :

Têgêse “anjuring sarira wus wruh yèn pinanilaran” iku wis wêruh yèn bakal ajure

awake awit dipilara mênyang mungsuhe. Lire anjur, ajur. Iku têmbung pasêmone

mèmpêr basa ajur. Lire pinanilaran, pinilara, dipilara. Iku têmbung jarwa dijugag

Page 29: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

74 mung didokoki kawitane bae sêmune supaya disambungana barang têmbung kang

pantês manjing rapêt ora putung lan wulanging sruti.

2. Têgêse “ têka nirtyèng”

iku têka wêdi dêlok

mungsuhe. Lire tyèng,

nitya mata. Iku têmbung

kawi dijugag dinggo

pêsêmon dêlok marang

mungsuh.

(2672/ kiri/ 4)

Têgêse “ têka nirtyèng”

iku têka wêdi dêlok

mungsuhe. Lire têka, ya

têka têmên sêbab iku

têmbung jarwa dijugag

sêmune supaya

disambungana kaya sing

dhuwur mau. Dene yèn

aku pantêse

daksambungi wêdi, yèn

liyane aku sumangga.

Lire nirtyèng, netya,

wuta, mata kêna kanggo

dêlok. Iku têmbung kawi

dijugag kawitane lan

pungkasane. Dene yèn

aku pantêse pungkasane

taksambungi têmbung

mungsuhe.

(8125/ kanan/ 17)

Têgêse “ têka nirtyèng”

iku têka wêdi dêlok

mungsuhe. Lire têka, ya

têka têmên sêbab iku

têmbung jarwa dijugag

sêmune supaya

disambungana kaya sing

dhuwur mau. Dene yèn

aku pantêse

daksambungi wêdi, yèn

liyane aku sumangga.

Lire nirtyèng, netya,

wuta, mata kêna kanggo

dêlok. Iku têmbung kawi

dijugag kawitane lan

pungkasane. Dene yèn

aku pantêse pungkasane

taksambungi têmbung

mungsuhe.

(7840/ kanan/ 18)

Edisi :

Page 30: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

75

Têgêse “ têka nirtyèng” iku têka wêdi dêlok mungsuhe. Lire têka, ya têka têmên

sêbab iku têmbung jarwa dijugag sêmune supaya disambungana kaya sing dhuwur

mau. Dene yèn aku pantêse daksambungi wêdi, yèn liyane aku sumangga. Lire

nirtyèng, netya, wuta, mata kêna kanggo dêlok. Iku têmbung kawi dijugag kawitane

lan pungkasane. Dene yèn aku pantêse pungkasane taksambungi têmbung mungsuhe.

3. Têgêse “sirnakkên astra

tiksnane” iku ngilangake

landhêpe gamane

dhewe. Lire nir, ilang.

Lire astra, gêgaman

panah. Lire tiksna,

landhêp dudu tisna

dhêmên. Têlung gon iku

têmbung kawi, nanging

têmbung tisna iku yèn

dinggoa têmbung

paribasan ya uga kêna

sabab nalare mêngkene,

kayata wong tisna nganti

ora bisa pisah. Iku

diparibasani tisnane wis

kêkanthil bae, apamanèh

landhêping tumbak kêris

Têgêse “sirnakkên astra

tiksnane” iku ngilangake

landhêpe gamane dhewe.

Lire nir, ilang. Iku kawi

dijugag kaya kae mau.

Lire astra, gêgaman. Iku

kawi padha dijugag. Lire

tiksna, landhêp. iku kawi

dijugag.

(8126/ kiri/ 18)

Têgêse “sirnakkên astra

tiksnane” iku ngilangake

landhêpe gamane dhewe.

Lire nir, ilang. Iku kawi

dijugag kaya kae mau.

Lire astra, gêgaman. Iku

kawi padha dijugag. Lire

tiksna, landhêp. iku kawi

dijugag.

(7841/ kiri/ 18)

Page 31: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

76

ya sêmono uga. Yèn

ditamakake marang

uwong mangka ora nuli

copot wis pêsthi sih

kêkanthil ana tatu bae.

Apadene lire tisna mau

yèn têmbunge

dientarake dadi muni

têrêsna. Dene têmbung

mêngkono iku padha

karo wong akon

nêrêsake kayu jati. Kang

iku yèn supama gamane

kang dinggo nêrês

kêthul kang pêsthi suwe

panêrêse, yèn gamane

landhêp mêsthi gêlis

nêrêse lan ya iku nalare

têmbung trêsna olehe

duwe jarwa landhêp

mau.

(2672/ kiri/ 13)

Edisi :

Têgêse “sirnakkên astra tiksnane” iku ngilangake landhêpe gamane dhewe. Lire nir,

Page 32: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

77 ilang. Lire astra, gêgaman panah. Lire tiksna, landhêp dudu tisna dhêmên. Têlung gon

iku têmbung kawi, nanging têmbung tisna iku yèn dinggoa têmbung paribasan ya uga

kêna sabab nalare mêngkene, kayata wong tisna nganti ora bisa pisah. Iku

diparibasani tisnane wis kêkanthil bae, apamanèh landhêping tumbak kêris ya

sêmono uga. Yèn ditamakake marang uwong mangka ora nuli copot wis pêsthi sih

kêkanthil ana tatu bae. Apadene lire tisna mau yèn têmbunge dientarake dadi muni

têrêsna. Dene têmbung mêngkono iku padha karo wong akon nêrêsake kayu jati.

Kang iku yèn supama gamane kang dinggo nêrês kêthul kang pêsthi suwe panêrêse,

yèn gamane landhêp mêsthi gêlis nêrêse lan ya iku nalare têmbung trêsna olehe duwe

jarwa landhêp mau.

4. Têgêse “haywa ngrasani

hantu tan amara sêdya

matèni” iku aja ngrasani

brajaning mungsuh, ora-

orane mara dhewe arêp

matèni nyang kowe. Lire

hantu, têluh braja sabab

rupane wis padha

saengga gêni. Lire braja,

gêgaman. Iku dinggo

pêsêmon gêgamaning

mungsuh. Lire sedya,

karêp. Iku têmbung

jarwa.

Têgêse “haywa ngrasani

hantu tan amara sêdya

matèni” iku aja ngrasani

brajaning mungsuh, ora-

orane mara dhewe arêp

matèni nyang kowe. Lire

hantu, braja. Lire braja

gêgaman. Dene mulane

têmbung hantu

dkjarwani têluh braja

sabab hantu lan têluh

braja rupane mèh

nunggal padha rupa

pindha gêni. Iku

Têgêse “haywa ngrasani

hantu tan amara sêdya

matèni” iku aja ngrasani

brajaning mungsuh, ora-

orane mara dhewe arêp

matèni nyang kowe. Lire

hantu, braja. Lire braja

gêgaman. Dene mulane

têmbung hantu

dkjarwani têluh braja

sabab hantu lan têluh

braja rupane mèh

nunggal padha rupa

pindha gêni. Iku

Page 33: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

78

(2672 / kanan/ 10) têmbung wangsalan nuli

candhake têmbung jarwa

dijugag

(8126/ kanan/ 4)

têmbung wangsalan nuli

candhake têmbung jarwa

dijugag

(7841/ kanan/ 4)

Edisi :

Têgêse “haywa ngrasani hantu tan amara sêdya matèni” iku aja ngrasani brajaning

mungsuh, ora-orane mara dhewe arêp matèni nyang kowe. Lire hantu, têluh braja

sabab rupane wis padha saengga gêni. Lire braja, gêgaman. Iku dinggo pêsêmon

gêgamaning mungsuh. Lire sedya, karêp. Iku têmbung jarwa.

5. Têgêse “sing asêdya

matènana, gawe pati

manggih gantunganing

pati, pan salwirnya

wangsulan” iku sapa

wonge sing niyat matèni

ora wurung bakal

dipatèni. Iku bakal nêmu

dosa pati sabab barang

pêgawe mêsthi

wêwalêsan. Lire singa,

dinggo pêsêmon singa

wonga dudu singa

macan. Lire sêdya,

Têgêse “sing asêdya

matènana, gawe pati

manggih gantunganing

pati, pan salwirnya

wangsulan” iku sapa

wonge sing niyat matèni

ora wurung bakal

dipatèni barang pêgawe

mêsthi wêwalêsan.

(8127/ kiri/ 3)

Têgêse “sing asêdya

matènana, gawe pati

manggih gantunganing

pati, pan salwirnya

wangsulan” iku sapa

wonge sing niyat matèni

ora wurung bakal

dipatèni barang pêgawe

mêsthi wêwalêsan.

(7843/ kiri/ 3)

Page 34: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

79

karêp, niyat. Iku

têmbung jarwa. Lire

gantungan, dinggo

pêsêmon têmbung bakal.

Sabab sabarang kang

gumantung ing tamtune

bakal tumiba. Lire

wangsulan, alêsan. Dudu

wangsulan balèn. Iku

têmbung jarwa.

(2673/ kiri/ 3)

Edisi :

Têgêse “sing asêdya matènana, gawe pati manggih gantunganing pati, pan salwirnya

wangsulan” iku sapa wonge sing niyat matèni ora wurung bakal dipatèni. Iku bakal

nêmu dosa pati sabab barang pêgawe mêsthi wêwalêsan. Lire singa, dinggo pêsêmon

singa wonga dudu singa macan. Lire sêdya, karêp, niyat. Iku têmbung jarwa. Lire

gantungan, dinggo pêsêmon têmbung bakal. Sabab sabarang kang gumantung ing

tamtune bakal tumiba. Lire wangsulan, alêsan. Dudu wangsulan balèn. Iku têmbung

jarwa.

Berdasarkan tabel perbandingan susunan kalimat dan gaya bahasa

diatas, dari 15 perbandingan yang dilakukan terlihat naskah A lebih banyak

digunakan sebagai edisi teks daripada naskah B dan C. Naskah A

mendominasi dengan 13 susunan kalimat yang dipilih sebagai edisi teks,

Page 35: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

80

sedangkan naskah B dan C hanya 2 susunan kalimat yang dipilih sebagai edisi

teks.

Dari perbandingan susunan kalimat dan gaya bahasa tersebut, dapat

terlihat bahwa naskah A memiliki keunggulan lebih banyak dibandingkan

naskah B dan C. Penjelasan dari naskah A lebih jelas, isinya lebih mendetail,

dan bahasanya lancar. Terlebih lagi naskah ini merupakan naskah jarwan yang

mengharuskan adanya penjelasan yang selengkap-lengkapnya tentang suatu

bab dalam naskah tersebut, sehingga dapat dikatakan naskah A merupakan

naskah yang paling lengkap dan merupakan naskah terbaik.

3. Perbandingan isi cerita

Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan naskah yang isinya

lengkap dan tidak menyimpang serta untuk mengetahui penambahan unsur

atau pengurangan unsur yang telah ada dalam naskah semula.

Berikut disajikan tabel yang menyajikan isi dari Sêrat Srutjar untuk

mempermudah perbandingan isi dari ketiga naskah tersebut. Adapun

digunakan beberapa pedoman singkatan untuk memahami pembacaan tabel

adalah :

No. : nomor tembang

T : penulisan tembang

A : penulisan bab pengartian secara umum

P : penulisan bab penjelasan secara detail

+ : tanda ada

- : tanda tidak ada

Page 36: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

81

No Perbandingan isi naskah A B C

T A P T A P T A P

kolofon awal penulisan + - +

Penjelasan awal tentang Sruti Jarwa

+ - -

Pengantar penulisan Sruti Jarwa

+ + +

1. Perihal perasaan pengarang dan awal penulisan sruti

+ + + + + + - - -

2. Permintaan maaf jika kurang berkenan kepada pembaca

+ + + + + + - + +

3. Penjelasan sruti sebagai ajaran

+ + + + + + + + +

4. Supaya mencontoh perilaku seorang pandhita yang suci

+ + + + + + + + +

5. Lakukanlah perbuatan baik dan menjauhi perbuatan tercela

+ + + + + + + + +

6.

Bersikaplah baik di pergaulan. Pertama, berbusanalah yang pantas

+ + + + + + + + +

7. Kedua, harus menimbang duga-kira perbuatan yang pantas

+ + + + + + + + +

8. Ketiga, mempertimbangkan keadaan sekitar

+ + + + + + + + +

9. Keempat, semua kelakuan dan ucapan harus baik

+ + + + + + + + +

10. Kelima, bersikaplah berani dan tidak ragu-ragu

+ + + + + + + + +

11. Keenam, bisa berpikir luas dan berbahasa yang baik

+ + + + + + + + +

12. Harus berani berperang tetapi tidak menonjolkan kesombongan

+ + + + + + + + +

13. Waspada jika menonjolkan kemampuan di muka umum

+ + + + + + + + +

14. Jangan bersumpah jika hanya ingin menonjolkan diri

+ + + + + + + + +

Page 37: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

82

No Perbandingan isi naskah

A B C

T A P T A P T A P

15. Hendaknya bersikap tenang dan menyenangkan di pertemuan besar

+ + + + + + + + +

16. Jangan sombong dan congkak sebagai prajurit

+ + + + + + + + +

17. Jangan berbuat tercela, contohlah perilaku para sarjana dan sujana

+ + + + + + + + +

18. Buruklah seseorang jika melakukan perbuatan tercela

+ + + + + + + + +

19. Hukum dibagi menjadi nista, madya, utama

+ + + + + + + + +

20. Perbuatan tercela juga dibagi menjadi tiga

+ + + + + + + + +

21. Penggambaran maling / pencuri yang utama

+ + + + + + + + +

22. Penggambaran pencuri madya dan nista

+ + + + + + + + +

23. Kewajiban orang kaya untuk membantu orang miskin

+ + + + + + + + +

24. Orang kaya yang menyia-nyiakan orang miskin

+ + + + + + + + +

25. Ciri-ciri orang yang lupa akan asal mulanya

+ + + + + + + + +

26. Keadaan pendhita yang selalu memikirkan kebaikan sesama

+ + + + + + + + +

27. Keharusan menyingkirkan sifat congkak di hati

+ + + + + + + + +

28. Perbuatan mulia melebihi perang sabil

+ + + + + + + + +

29. Kesempurnaan para pertapa tidak akan berhasil tanpa ijin Allah

+ + + + + + + + +

30. Derajat bangsawan masih dibawah derajat orang yang tawakub

+ + + + + + + + +

31. Bangsawan yang masih dakdir sewenang-wenang

+ + + + + + + + +

32. Harus mengerti tempat dan kedudukan di hadapan raja

+ + + + + + + + +

33. Patih sebagai wakil raja yang mengatur para punggawa

+ + + + + + + + +

Page 38: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

83

No. Perbandingan isi naskah

A B C

T A P T A P T A P

34. Seorang abdi kerajaan harus menyampingkan keluarganya

+ + + + + + + + +

35. Banyaknya berita di paseban. Harus tenang melihat keadaan

+ + + + + + + + +

36. Lakukanlah perintah dengan baik setelah diberi mandat patih

+ + + + + + + + +

37. Jika dipercaya oleh raja akan banyak diberi pujian dan cobaan

+ + + + + + + + +

38. Hendaknya berhati-hati dengan pemberian raja, mungkin itu suatu ujian

+ + + + + + + + +

39. Jangan mengandalkan keberanian saja di hadapan raja.

+ + + + + + + + +

40. Hendaknya tanggap terhadap isyarat (sasmita) yang diberikan raja.

+ + + + + + + + +

41. Hanya orang-orang terpilih yang mampu menangkap isyarat (sasmita) raja

+ + + + + + + + +

42. Perumpamaan raja adalah dalang dan negara adalah kelirnya

+ + + + + + + + +

43. Hal yang tidak menyenangkan dalam paseban.

+ + + + + + + + +

44. Seseorang yang merasa dirinya pandai padahal jauh dari sikap cendikia

+ + + + + + + + +

45. Jika dipercaya raja harus punya kesungguhan

+ + + + + + + + +

46. Jika dipercaya bab wanita harus duga-kira menjaga diri

+ + + + + + + + +

47. Jika dipercaya bab harta harus dibagikan serata mungkin dengan anak buah

+ + + + + + + + +

48. Jika dipercaya bab pangan, jangan membesarkan nafsu pribadi

+ + + + + + + + +

49. Jika dipercaya bab perang, harus menguasai strategi

+ + + + + + + + +

Page 39: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

84

No. Perbandingan isi naskah

A B C

T A P T A P T A P

50. Meskipun menguasai strategi harus dekat dengan Allah

+ + + + + + + + +

51. Jika dipercaya bab ulah karawitan, kuasailah ilmu sastra.

+ + + + + + + + +

52. Kepercayaan raja harus dilaksanakan sebaik-baiknya

+ + + + + + + + +

53. Yudanegara. Paseban harus tenang sebelum raja datang

+ + + + + + + + +

54. Tunjukkan ketenangan dan keramahan menghadapi orang yang ricuh

+ + + + + + + + +

55. Jangan suka merendahkan derajat orang lain

+ + + + + + + + +

56. Harus bisa menyenangkan hati sesame

+ + + + + + + + +

57. Memahami keinginan orang akan sulit karena hati lebih dalam dari samudera

+ + + + + + + + +

58. Berhati-hatilah menanggapi isyarat, tenang dan jangan ceroboh

+ + + + + + + + +

59. Tanggaplah isyarat raja yang melesat bagaikan panah

+ + + + + + + + +

60. Sabda raja di paseban seperti Tuhan yang mengadili makhluknya

+ + + + + + + + +

61. Kelegaan telah menerima welas asih dari raja berupa perintah

+ + + + + + + + +

62. Perintah / titah akan dilaksanakan oleh seorang yang unggul

+ + + + + + + + +

63.

Menerima perintah menjadi senopati sebaiknya mati perang daripada ingkar perintah

+ + + + + + + + +

64. Memutuskan pilihan harus tepat dan jangan terbawa suasana orang banyak

+ + + + + + + + +

65. Berbuat baiklah kepada rakyat jelata dan petani seperti pada serat Nitisastra

+ + + + + + + + +

Page 40: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

85

No. Perbandingan isi naskah

A B C

T A P T A P T A P

66. Budi pekerti utama itu tampak pada perbuatan baik kepada sesame

+ + + + + + + + +

67. Jika berbicara harus tenang, berisi dan jelas

+ + + + + + + + +

68. Sesuaikanlah pembicaraanmu dengan situasi pertemuan

+ + + + + + + + +

69. Jagalah ketenangan cipta, rasa, dan karsa di hatimu

+ + + + + + + + +

70. Hendaknya harus mencintai dan asih kepada sesama

+ + + + + + + + +

71. Walaupun sama-sama manusia, raja merupakan wakil Allah didunia

+ + + + + + + + +

72. Syarat kesejahteraan negara adalah adanya pertolongan para ahli dibidangnya

+ + + + + + + + +

73. Raja adalah seorang pengadil semua orang yang bersalah termasuk keluarga kerajaan

+ + + + + + + + +

74. Pembesar yang dipercaya raja harus meneladani sifat Asthabrata

+ + + + + + + + +

75. Sifat Batara Indra dan Yamadipati

+ + + + + + + + +

76. Sifat Batara Surya + + + + + + + + +

77. Sifat Batara Candra + + + + + + + + +

78. Sifat Batara Bayu + + + + + + + + +

79. Sifat Batara Cakra + + + + + + + + +

80. Sifat Batara Baruna + + + + + + + + +

81. Sifat Batara Brama + + + + + + + + +

82. Jangan berhenti melakukan perbuatan baik asthabrata

+ + + + + + + + +

83. Pertapaan perwira perang mengalahkan pertapaan wiku

+ + + + + + + + +

84. Tekad harus tangguh dan bersandar kebenaran agama

+ + + + + + + + +

Page 41: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

86

No. Perbandingan isi naskah

A B C

T A P T A P T A P

85. Dalam perang janganlah menyerang terlebih dahulu

+ + + + + + + + +

86. Janganlah gentar dan takut banyaknya musuh yang menyerang

+ + + + + + + + +

87. Semua orang akan mati, karena perang ini jalan yang inginkan Allah

+ + + + + + + + +

88. Janganlah ragu-ragu menghilangkan nyawa musuh.

+ + + + + + + + +

89. Jalan yang dipilih mantri di peperangan (nistha, madya, utama)

+ + + + + + + + +

90. Penjelasan nistha, madya, utama dalam perang

+ + + + + + + + +

91. Masih banyak ajaran yang ingin disampaikan pengarang tapi belum dapat ditulis

+ + + + + + + + +

92.

Masih banyak keterbatasan dan kesalahan pengarang. Semua diserahkan kepada pembaca

+ + + + + + + + +

Kolofon akhir penulisan + + +

Tabel IV. Perbandingan isi cerita

Berdasarkan tabel perbandingan isi cerita diatas, bisa diketahui

ketiga naskah konsisten dengan susunan tiga bab penjelasan per tembang.

Terlihat pula bahwa naskah A dan B isinya lengkap dibandingkan dengan

naskah C yang beberapa isinya tidak ada pada awal penulisan karena naskah

yang hilang beberapa halaman. Naskah A adalah naskah yang paling lengkap

dibanding naskah B, karena disertai dengan penjelasan awal tentang Sruti

Jarwa dan adanya kolofon awal penulisan naskah.

Page 42: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

87

C. Penentuan Naskah Dasar

Penentuan naskah dasar menurut Edwar Djamaris (1977: 28) harus

dihubungkan dengan tujuan penelitian filologi yaitu untuk mendapatkan naskah

yang paling lengkap dan paling baik atau paling representatif dari naskah-naskah

yang ada.

Edwar Djamaris (1977: 28-29) mengemukaan teori yang digunakan untuk

menentukan naskah dasar sebagai berikut :

a. isinya lengkap dan tidak menyimpang dari kebanyakan naskah lain;

b. tulisannya jelas dan mudah dibaca;

c. keadaan naskah baik dan utuh;

d. bahasanya lancar dan mudah dipahami;

e. umur naskah lebih tua.

Naskah yang memenuhi kriteria sebagaimana teori diatas adalah naskah

yang dijadikan sebagai naskah dasar.

Merujuk pada perbandingan umur naskah, dapat diketahui bahwa naskah

yang umurnya paling tua adalah naskah B, disusul naskah C, dan paling muda

naskah A. Hal ini berdasarkan pada keterangan yang terdapat pada kolofon akhir

penulisan naskah-naskah tersebut. Naskah B selesai penulisan pada tahun 1863 M,

naskah C tahun 1864 M, dan naskah A tahun 1868 M.

Ditinjau dari perbandingan suku kata, kata perkata dan kelompok kata

terlihat bahwa naskah A banyak digunakan sebagai edisi teks daripada naskah B

dan naskah C. Tercatat dari sejumlah 72 perbandingan, naskah A mendominasi

Page 43: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

88 dengan 35 kata sebagai edisi teks. Adapun kesalahan atau edisi naskah B dan C

hampir sama pada perbandingan tersebut.

Selain itu, dari segi penggunaan bahasa ditemukan kata mênusa pada

naskah A sedangkan pada naskah B dan C tertulis mênungsa.

Penulisan kata “mênusa” Penulisan kata “mênungsa”

Naskah A (2669 / kanan/11) Naskah B (8123/kiri/3)

Grafik. 23 Perbedaan Penulisan kata mênusa dan mênungsa

Terdapat pula penulisan kata budhi pada naskah A, sedangkan pada naskah

B dan C tertulis kata budi.

Penulisan kata “budhi” Penulisan kata “budi” Penulisan kata “budi”

Naskah A (2515/kanan/12) Naskah B (8/kiri/2) Naskah C (7699/kanan/11)

Grafik. 24 Perbedaan Penulisan budhi dan budi

Kata mênusa dan budhi lebih tua dari kata mênungsa dan budi, sedangkan

penulisan kata serapan sêkabate, dad, karam pada naskah A tidak menggunakan

aksara rekan seperti pada naskah B dan C. Hal ini menunjukkan ketuaan teks pada

naskah A dibandingkan naskah B dan C.

kata “sêkabate” kata “sakhabate” kata “sakhabate” Naskah A (2509/kanan/9) Naskah B (7697/kiri/8) Naskah C (4/ kiri/8)

Grafik. 25 Penulisan kata sêkabate dan sakhabate

Page 44: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

89

Kata “karam” kata “kharam” kata “kharam”

Naskah A (2664/kanan/15) Naskah B (7833/kiri/1) Naskah C (8116/kiri/4)

Grafik. 26 Penulisan kata karam dan kharam

Kata “dad” kata “dzat” kata “dzat”

Naskah A (2517/kanan/3) Naskah B (7700/kiri/19) Naskah C (9/kiri/19)

Grafik. 27 Penulisan kata dad dan dzat

Dari bukti gambar diatas, menunjukkan bahwa naskah A walaupun paling

muda usianya tetapi mengandung teks yang lebih tua dari naskah B dan C.

Kesimpulan dari perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa naskah A layak

dijadikan sebagai naskah dasar karena mengandung teks yang lebih tua.

Kesimpulan ini dilanjutkan dengan perbandingan susunan kalimat dan

gaya bahasa. Perbandingan yang dilakukan terlihat naskah A lebih banyak

mendominasi dengan 13 susunan kalimat yang dipilih sebagai edisi teks,

sedangkan naskah B dan C hanya 2 susunan kalimat yang dipilih sebagai edisi

teks dari 15 perbandingan susunan kalimat. Penjelasan dari naskah A lebih jelas,

isinya lebih mendetail, dan bahasanya lancar. Terlebih lagi naskah ini merupakan

naskah jarwan yang mengharuskan adanya penjelasan yang selengkap-lengkapnya

tentang suatu bab dalam naskah tersebut.

Perbandingan isi cerita juga menunjukkan bahwa naskah A lebih lengkap

isinya dari naskah B dan C, walaupun isi dari ketiganya tidak ada yang

menyimpang. Lengkapnya naskah dan adanya penjelasan awal tentang penulisan

Page 45: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

90 Sêrat Srutjar serta kolofon awal dan kolofon akhir penulisan merupakan nilai

tambah bagi kelengkapan naskah yang tidak terdapat dalam naskah B dan C.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, semakin memantapkan

naskah A untuk digunakan sebagai naskah dasar yang selanjutnya akan

ditransliterasikan.

Grafik.28 Silsilah Naskah Sêrat Srutjar

Naskah A

Hiparketif B

Naskah C

Arketif

Autograf

Hiparketif A

Naskah B

Page 46: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

91

D. Suntingan Teks dan Aparat Kritik

Pengkajian secara filologis dalam naskah dengan judul Sêrat Srutjar

dilakukan dengan pengerjaan antara suntingan teks, kritik teks dan aparat kritik

secara bersamaan.

Kritik teks berupa interpretasi peneliti terhadap teks yang dianggap kurang

tepat langsung dituliskan benar dalam edisi teks. Sedangkan kata atau kelompok

kata yang dikritisi ditulis di bagian bawah teks (semacam catatan kaki) sebagai

bagian dari aparat kritik.

Edisi teks yang sudah mendapatkan berbagai macam pembenaran tersebut

merupakan suntingan teks Sêrat Srutjar. Keseluruhan dari kritik teks dan aparat

kritik disajikan dalam sebuah transliterasi.

Transliterasi atau alih aksara merupakan penggantian huruf demi huruf

dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Penyajian transliterasi teks dibuat

selengkap-lengkapnya dan seakurat mungkin. Hal ini ditempuh dengan jalan

menyusun kalimat yang jelas disertai dengan tanda untuk memudahkan dalam

pemahaman.

Upaya transliterasi tidak bisa lepas dari penggunaan kamus. Bausastra

Jawa-Indonesia karangan W.J.S. Poerwadarminta dan Kamus Kawi-Jawa

karangan R. Ng. Ranggawarsita dan C.F. Winter menjadi acuan pembetulan

ejaan dalam transliterasi Sêrat Srutjar. Berikut akan dijelaskan didalam

mentransliterasi teks :

1. Kekurangan (lacuna) seperti kata ( tGe[sS ) “tgêse” dan (bCik\ ) “bcik” pada naskah A akan ditranslitrasi mênjadi “têgêse” dan “bêcik”

Page 47: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

92

2. Penulisan ditransliterasi sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan

bahasa Jawa. Misalnya :

a. Kata (kklih) “kakalih” ditranslasi menjadi “kêkalih” b. Kata ( tutulu= ) “tutulung” ditranslasi menjadi “têtulung”

Penulisan teks yang menggunakan taling tarung, seperti :

a. Kata ( [m=os ) “mongsa” ditransliterasi menjadi “mangsa” b. Kata ( [go!F ) “gonda” ditransliterasi menjadi “ganda”

3. Penulisan ditransliterasi dengan mengubah konsonan penutup pada

kata berikutnya, misalnya :

Kata ( ai=skK[bh[atemBu=[z[kh[a )

“ing sakkabèhhe têmbungnge kèhhe” akan ditranslasikan menjadi “ing

sakabèhe têmbunge kèhe”

4. Penulisan kata ulang dalam teks akan ditransliterasi dengan

menggunakan tanda hubung (-) misalnya :

Kata ( fiwy=wy=z[k ) “diwayangwayangake” ditransliterasi “diwayang-wayangake”

5. Penulisan kata dasar yang berakhiran huruf /h/ mendapat akhiran /-e/,

/-a/, /-an/, /-ane/, /-anira/, dalam penulisan aksara Jawa sering ditulis

dengan fonem /y/ atau /w/ tetapi dalam suntingan teks, fonem akan

ditulis dengan /h/.

Misal kata ( tnFfiy ) dibaca“tan dadiya” ditulis “tan dadia”

6. Semua kata nora secara konsisten ditulis ora, kata nana secara

konsisten ditulis ana, semua kata olè secara konsisten ditulis olèhe,

semua kata supama secara konsisten diganti saupama.

Page 48: BAB II KAJIAN FILOLOGISabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0111008_bab1.pdf · Penulisan tiap lembar ditulis bolak-balik atau recto verso. Teks ditulis dengan arah menuju lebarnya,

93

Acuan dalam transliterasi guna kepentingan edisi teks diperjelas

dengan berbagai lambang berikut :

7. Angka Arab kecil yang berada di atas (¹²³) dan seterusnya

menunjukkan nomor kritik teks.

8. Angka yang terdapat pada tanda […] menunjukkan pergantian gambar

teks.

9. Tanda kutip (“…”) menunjukkan kata / kalimat dalam teks yang

menggunakan tinta berwarna merah.

10. Tanda ( ê ) menunjukkan vocal e seperti kata “gêni” yang berarti api,

sedangkan dalam bahasa Indonesia pada kata “pedang”

11. Tanda ( è ) menunjukkan vocal e seperti kata “pèpèrèng” yang berarti

lereng gunung, sedangkan dalam bahasa Indonesia pada kata

“benteng”

12. Tanda ( e ) menunjukkan vocal e seperti kata “edan” yang berarti gila,

sedangkan dalam bahasa Indonesia pada kata “sate”

13. ^ : varian lacuna

14. * : varian adisi

15. + : varian hiperkorek

16. # : pembetulan berdasarkan pertimbangan linguistik

17. @ : pembetulan berdasarkan kebakuan kata / kamus

18. $ : pembetulan berdasarkan konteks dalam kalimat

19. % : pembetulan berdasarkan interpretasi peneliti