46
12 BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Untuk masuk ke substansi adanya pergeseran pembagian waris antara anak laki- laki dan anak perempuan, maka dalam Bab II ini akan dipaparkan mengenai tinjauan pustaka, hasil penelitian dan analisis. A. Tinjauan Pustaka A.1 Hukum Waris A.1.1 Pengertian Hukum Kewarisan Islam Sistem hukum kewarisan Islam adalah sistem hukum kewarisan yang diatur dalam Al-qur’an, Sunah/Hadis, dan ijtihad 14 . Dalam Kompilasi Hukum Islam, hukum waris diatur dalam Buku II Pasal 171 KHI sampai dengan Pasal 214 KHI. Pewarisan menurut sistem hukum kewarisan Islam adalah proses pemindahan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia, baik berupa hak-hak kebendaan maupun hak-hak lainnya kepada ahli warisnya yang dinyatakan berhak oleh hukum. Menuruf Idris Djakfar hukum kewarisan Islam adalah seperangkat aturan-aturan hukum tentang perpindahan hak pemilikan harta peninggalan pewaris, mengatur kedudukan ahli waris yang berhak dan berapa bagian-bagiannya masing-masing secara adil dan sempurna sesuai dengan ketentuan syariat 15 . Muhammad Ali ash-Shabuni memberikan makna Almirats (waris) menurut istilah, yaitu: “berpindahnya hak 14 Ijtihad yaitu pemikiran sahabat atau ulama dalam menyelesaikan kasus-kasus pembagian warisan, yang belum atau tidak disepakati. Mardani, 2014, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Ed.1. cet.1, Jakarta: Rajawali Pers, h.14 15 Syamsulbahri Salihima, Loc.cit, h.28

BAB II HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS€¦ · Untuk masuk ke substansi adanya pergeseran pembagian waris antara anak laki-laki dan anak perempuan, maka dalam Bab II ini akan dipaparkan

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 12

    BAB II

    HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

    Untuk masuk ke substansi adanya pergeseran pembagian waris antara anak laki-

    laki dan anak perempuan, maka dalam Bab II ini akan dipaparkan mengenai

    tinjauan pustaka, hasil penelitian dan analisis.

    A. Tinjauan Pustaka

    A.1 Hukum Waris

    A.1.1 Pengertian Hukum Kewarisan Islam

    Sistem hukum kewarisan Islam adalah sistem hukum kewarisan

    yang diatur dalam Al-qur’an, Sunah/Hadis, dan ijtihad14

    . Dalam Kompilasi

    Hukum Islam, hukum waris diatur dalam Buku II Pasal 171 KHI sampai

    dengan Pasal 214 KHI. Pewarisan menurut sistem hukum kewarisan Islam

    adalah proses pemindahan harta peninggalan seseorang yang telah

    meninggal dunia, baik berupa hak-hak kebendaan maupun hak-hak lainnya

    kepada ahli warisnya yang dinyatakan berhak oleh hukum.

    Menuruf Idris Djakfar hukum kewarisan Islam adalah seperangkat

    aturan-aturan hukum tentang perpindahan hak pemilikan harta

    peninggalan pewaris, mengatur kedudukan ahli waris yang berhak dan

    berapa bagian-bagiannya masing-masing secara adil dan sempurna sesuai

    dengan ketentuan syariat15

    . Muhammad Ali ash-Shabuni memberikan

    makna Almirats (waris) menurut istilah, yaitu: “berpindahnya hak

    14

    Ijtihad yaitu pemikiran sahabat atau ulama dalam menyelesaikan kasus-kasus pembagian

    warisan, yang belum atau tidak disepakati. Mardani, 2014, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia,

    Ed.1. cet.1, Jakarta: Rajawali Pers, h.14 15

    Syamsulbahri Salihima, Loc.cit, h.28

  • 13

    kepemilikan dari seseorang yang meninggal kepada ahli warisnya yang

    masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), atau tanah,

    atau apa saja yang berupa hak milik secara syar’i16

    . Sementara menurut

    Prof. Muhammad Amin Suma, hukum kewarisan Islam yaitu hukum yang

    mengatur peralihan kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris,

    menetapkan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris, menentukan

    berapa bagian masing-masing ahli waris, dan mengatur kapan pembagian

    harta kekayaan pewaris dilaksanakan17

    . Hukum kewarisan Islam adalah

    hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta

    peninggalan (tirkah)18

    pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak

    menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing19

    . Dari definisi

    tersebut, ada beberapa aspek dalam hukum kewarisan yaitu20

    :

    a) Tentang pemindahan hak kepemilikan harta warisan pewaris.

    Peralihan hak milik pewaris kepada para ahli warisnya berlaku

    secara ijbari (otomatis). Salah satu asas yang sangat prinsispil dalam

    hukum kewarisan Islam adalah asas ijbari (otomatis). Asas ini

    mengandung arti bahwa peralihan harta dari seorang yang telah

    meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya

    tanpa bergantung kepada kehendak pewaris atau kehendak ahli

    warisnya. Dengan demikian, begitu seorang dinyatakan meninggal

    16

    Ibid 17

    Muhammad Amin Suma, 2004, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Jakarta:

    Rajagrafindo Persada, h.108 18

    Tirkah (harta peninggalan pewaris) yaitu harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang

    berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. Lihat Pasal 171 huruf d Kompilasi

    Hukum Islam. 19

    Pasal 171 huruf a Kompilasi Hukum Islam. 20

    M. Anshari MK, 2013, Hukum Kewarisan Islam dalam Teori dan Praktik, cet.1,

    Yogyakarta: Pustaka Pelajar, h.1-7

  • 14

    dunia secara hukum, maka pada saat itu juga secara hukum

    menganggap harta warisan pewaris terbuka dan beralih menjadi hak

    milik para ahli warisnya.

    b) Siapa yang termasuk ahli waris. Ketentuan ini dijumpai dalam

    penjelasan Pasal 49 huruf b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

    tentang Peradilan Agama sebagai perubahan pertama atas Undang-

    Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan

    Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 sebagai perubahan kedua.

    Yang menyatakan :

    “Yang dimaksud dengan “waris” adalah penentuan siapa

    yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta

    peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris,

    dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut,

    serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang

    tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris,

    penentuan bagian masing-masing ahli waris.”

    c) Manyangkut masalah bagian perolehan masing-masing ahli waris.

    Di dalam Al-Qur’an surat an-Nisa [4]:11,12 dalan ayat 176

    ditegaskan beberapa kelompok ahli waris yang memperoleh bagian

    ½, 1/3, ¼, 1/6, dan 1/8, yang dikenal sebagai ahli waris “dzawil

    furudh”, yaitu ahli waris yang telah ditentukan besaran bagiannya

    secara tegas di dalam nash. Sementara ahli waris ashabah, yaitu ahli

    waris yang mengambil sisa bagi harta warisan.

    Pengertian hukum kewarisan Islam yang dikemukakan oleh pakar

    hukum tersebut, pada dasarnya bahwa hukum kewarisan Islam berkaitan

    dengan berakhirnya harta kekayaan seseorang pada saat meninggal dunia

    kepada ahli warisnya secara ijbari (otomatis). Sehingga dapat dipahami

  • 15

    bahwa menurut hukum kewarisan Islam, pewarisan dapat terjadi setelah

    pewaris meninggal dunia, maka peralihan harta kekayaan kepada ahli

    waris pada saat pewaris masih hidup tidak dipandang sebagai pewarisan.

    Jadi disebut pewarisan setelah meninggalnya seseorang, maka

    kekayaannya terlepas darinya dan akan segera berpindah menjadi milik

    ahli waris yang ditinggalkan dan dinyatakan berhak menurut ketentuan

    hukum Islam21

    .

    A.1.2 Dasar Hukum Kewarisan Islam

    Hukum kewarisan Islam sumber utamanya adalah Al-Qur’an, yang

    mengatur secara tegas maupun tersirat. Beberapa ayat Al-Qur’an yang

    menjelaskan mengenai pelaksanaan hukum kewarisan Islam22

    , yaitu:

    a) Al-Qur’an Surat an-Nisā’ (4):7 yang menyatakan:

    “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan

    kedua orangtua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada

    hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orangtua

    dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian

    yang telah ditetapkan”.

    b) Al-Qur’an Surat an-Nisā’ (4):11 yang menyatakan:

    “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka

    untuk) anakanakmu, yaitu: bagian seorang anak lelaki

    sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika

    anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi

    mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak

    perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh

    setengah. Untuk kedua orang ibu-bapa, bagian masing-

    masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika

    yang meninggal itu mempunyai anak. Jika orang yang

    meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-

    bapanya (saja), maka ibu mendapat sepertiga. Jika yang

    meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya

    mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di

    21

    Syamsulbahri Salihima, Loc.cit, h.28-29 22

    Ibid, h.30-24

  • 16

    atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)

    sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan

    anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara

    mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah

    ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha

    mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

    c) Al-Qur’an Surat an-Nisā’ (4):12 menyatakan:

    Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang

    ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak

    mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,

    maka kamu mendapat seperempat dari harta yang

    ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka

    buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri

    memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika

    kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak,

    maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang

    kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat

    atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika

    seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang

    tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,

    tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja)

    atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi

    masingmasing dari kedua jenis saudara itu seperenam

    harta. tetapi jika saudara-saudaraseibu itu lebih dari

    seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,

    sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau

    sesudahdibayar hutangnya dengan tidak memberi

    mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang

    demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah,

    Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.”

    Selain Al-Qur’an, sumber lain dari hukum kewarian Islam adalah

    Hadis, seperti Hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas r.a yang

    menyebutkan: “Rasulullah SAW bersabda: bagikan harta warisan kepada

    ahli waris (yang berhak, dzawil furuudh), sedang sisanya untuk saudara

    laki-laki yang terdekat (ashabah). Selain itu Hadis riwayat Bukhari dan

    Muslim dari Ibnu Abbas r.a yang menyebutkan: “Rasulullah SAW

    bersabda: bagikan harta warisan kepada ahi waris (dzawil furuudh) sesuai

  • 17

    dengan ketetapan Kitabullah, sedang sisanya keada keluarga laki-laki yang

    terdekat (ashabah).

    Dikarenakan Islam adalah kelompok mayoritas di Indonesia, maka

    diperlukan hukum yang jelas sehingga dapat dilaksanakan dengan baik

    oleh masyarakat maupun penegak hukum yang beragama Islam. Maka dari

    itu, muncullah dasar Kompilasi Hukum Islam untuk menjembatani

    penerapan hukum Islam di Indonesia karena dengan kemunculannya dapat

    menengahi berbagai pendapat di kalangan para hakim Pengadilan Agama

    karena hingga saat ini Kompilasi Hukum Islam menjadi rujukan yang tepat

    bagi para hakim dan pencari keadilan dalam menyelesaikan permasalahan

    tentang kewarisan Islam yang dimuat dalam Pasal 171 sampai dengan

    Pasal 214 Inpres Nomor 1 Tahun 199123

    .

    A.1.3 Syarat-syarat dalam Kewarisan Islam

    Sistem Hukum kewarisan Islam pada persoalan terhadap ahli waris

    untuk berhak menerima warisan, maka harus memiliki tiga syarat, syarat-

    syarat tersebut antara lain24

    :

    a) Pewaris

    Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau

    dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama

    Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan25

    . Suatu hal

    yang sangat esensial dalam masalah kewarisan adalah adanya

    23

    Lihat KompilasiHukum Islam pada Buku II tentang Hukum Kewarisan 24

    M. Anshari MK, Loc cit, h.7-12 25

    Pasal 171 huruf b Kompilasi Hukum Islam

  • 18

    orang yang meninggal dunia. Kematian pewaris dapat dibedakan

    ke dalam tiga kategori, yaitu26

    :

    (1) Mati hakiki

    Mati hakiki ialah hilangnya nyawa seseorang, baik kematian itu

    disaksikan dengan pengujian, atau dengan pendeteksian dan

    pembuktian, yakni kesaksian dua orang yang adil atau lebih

    atas kematian seseorang, seperti seorang sakit yang disaksikan

    oleh Dokter beserta keluarganya.

    (2) Mati hukmi atau mati menurut putusan hakim

    Mati hukmi ialah suatu kematian yang disebabkan oleh suatu

    keputusan hakim, seperti jika seorang hakim memvonis

    kematian si mafqudi (hilang) yakni orang yang tidak diketahui

    kabar beritanya, tidak diketahui kabar domisilinya, dan tidak

    pula diketahui hidup atau matinya. Status orang seperti ini jika

    telah melewati batas waktu yang telah ditentukan untuk

    pencariannya, sehingga berdasarkan atas sangkaan yang kuat,

    dapat dikategorikan sebagai orang yang telah mati (secara

    yuridis).

    (3) Mati taqdiri atau mati menurut perkiraan.

    Mati taqdiri ialah suatu kematian yang berdasarkan atas dugaan

    sangat kuat. Seperti ikut ke medan perang, atau tujuan lain yang

    secara lahiriyah mengancam dirinya.

    26

    Syamsulbahri Salihima, Loc.cit, h.54-55

  • 19

    Dengan demikian, pewarisan baru muncul manakala ada orang

    meninggal dunia, tanpa ada yang meninggal dunia maka tidak akan

    ada pembicaraan mengenai waris.

    b) Ahli waris

    Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia

    mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan

    pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk

    menjadi ahli waris27

    . Terhalangnya seseorang untuk menjadi ahli

    waris dapat disebabkan, antara lain28

    :

    (1) Perbudakan. Seorang budak dipandang tidak cakap menguasai

    harta benda, status keluarga terhadap kerabat-kerabatnya sudah

    putus karena ia menjadi keluarga asing (Alquran Surat An-

    Nahl ayat 5)

    (2) Karena Pembunuhan. Abu Hurairah meriwayatkan sabda

    Rasullulah saw bahwa orang yang membunuh tidak dapat

    mewaris dari pewaris yang dibunuh. (HR. Tirmizi dan Ibnu

    Majah).

    (3) Berlainan agama. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah

    dalam Surat Al-Baqarah ayat 221, bahwa laki-laki muslim

    dilarang menikahi wanita musrik, demikian sebaliknya wanita

    muslim dilarang menikahi laki-laki musrik.

    (4) Murtad. Berdasarkan hadis Rasullulah riwayat Abu Bardah,

    menceritakan bahwa saya telah diutus oleh Rasullulah saw.

    27

    Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam 28

    H. M. Idris Ramulyo, 2004, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan

    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ed.revisi, cet.1, Jakarta: Sinar Grafika, h.88

  • 20

    kepada seorang laki-laki yang kawin dengan istri bapaknya,

    Rasullulah saw. menyuruh supaya dibunuh laki-laki tersebut

    dan membagi hartanya sebagai harta rampasan karena ia

    murtad.

    (5) Karena hilang tanpa berita. Seseorang yang hilang tanpa berita

    dan tidak diketahui di mana alamat dan tempat tinggalnya

    selama 4 tahun atau lebih maka orang tersebut diangap mati

    dengan hukum mati hukmi yang sendirinya tidak dapat

    mewaris dan pernyataan mati dengan putusan hakim.

    c) Harta peninggalan

    Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh

    pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun

    hak-haknya29

    . Istilah harta peninggalan lebih berorientasi kepada

    harta benda yang dimiliki seseorang semasa hidupnya yang masih

    tergabung dan belum terpisah antara harta bawaan pewaris dan

    harta bersama dengan pasangan hidup terlama, utang-utang

    keluarga, wasiat, dan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk

    keperluan tajhiz.

    A.2 Putusan Hakim

    Hakim adalah salah satu predikat yang melekat pada seseorang

    yang memiliki pekerjaan dengan spesifikasi khusus dalam bidang hukum

    dan peradilan sehingga banyak bersinggungan dengan masalah mengenai

    kebebasan dan keadilan secara legal dalam konteks putusan atas perkara

    29

    Pasal 171 huruf d Kompilasi Hukum Islam

  • 21

    yang dibuat. Hakim adalah hakim pada pengadilan agama dan hakim pada

    pengadilan tinggi agama30

    . Pengertian hakim di Indonesia kemudian diatur

    lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

    Kekuasaan Kehakiman yakni dalam Pasal 1 angka 5 yang menyatakan:

    Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim

    pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam

    lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan

    agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan

    peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan

    khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.

    Dalam melaksanakan proses mengadili, seorang hakim tetap harus

    memperhatikan tiga asas peradilan yaitu sederhana, cepat, dan

    biayaringan. Disebut dengan “sederhana” adalah bahwa pemeriksaan dan

    penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efesien dan efektif. Disebut

    dengan “biaya ringan” adalah bahwa biaya perkara yang dapat dijangkau

    oleh masyarakat. Namun demikian, asas sederhana, cepat, dan biaya

    ringan dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara di pengadilan tidak

    mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari kebenaran

    dan keadilan31

    .

    Dalam Undang-Undang tersebut, secara normatif disebutkan tugas Hakim

    antara lain :

    a) Mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.

    30

    Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas

    Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama 31

    Penjelasan Pasal 2 ayat 4 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

    Kehakiman

  • 22

    b) Membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala

    hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang

    sederhana, cepat dan biaya ringan.

    c) Menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan

    rasakeadilan yang hidup dalam masyarakat.

    d) Tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus

    suatu perkarayang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada

    atau kurang jelas, melainkanwajib untuk memeriksa dan

    mengadilinya.

    e) Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum

    kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan apabila diminta.

    Sebagai bentuk akhir dari proses mengadili, Hakim kemudian

    mengeluarkan produk hukum yang disebut putusan.Putusan Hakim berisi

    pertimbangan Hakim. Pertimbangan dalam putusan perdata dibagi 2, yaitu

    tentang duduk perkara atau peristiwanya dan pertimbangan tentang

    hukumnya. Apa yang dimuat dalam bagian pertimbangan Hakim dari

    putusan tidak lain adalah alasan-alasan Hakim sebagai

    pertanggungjawaban kepada masyarakat mengapa ia sampai mengambil

    putusan demikian, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai objektif32

    .

    Pertimbangan Hakim didasarkan pada proses pemeriksaan fakta dan

    bukti yang dihadirkan dalam persidangan. Seorang Hakim apabila ingin

    menjatuhkan putusan yang baik dalam memberikan pertimbangannya

    32

    Sudikno Mertokusumo, 2013, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Cahaya

    Atma Pusaka, h.232

  • 23

    harus berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap dalam

    persidangan dan juga harus sesuai dengan ketentuan undang-undang yang

    berlaku tanpa terkena pengaruh atau intervensi dari pihak-pihak luar. Hal

    ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 62 ayat (1) Undang-undang

    Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan Pasal 50 ayat (1)

    Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,

    yaitu:

    “Segala penetapan dan putusan Pengadilan, selain harus

    memuat alasan-alasan dan dasar-dasarnya juga harus

    memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan

    yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang

    dijadikan dasar untuk mengadili”

    Pertimbangan Hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam

    menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung

    keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di

    samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan

    sehingga pertimbangan Hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan

    cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka

    putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan

    dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung33

    .

    Selain itu, pada hakikatnya pertimbangan Hakim hendaknya juga

    memuat tentang hal-hal sebagai berikut34

    :

    33

    Mukti Arto, 2004, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V, Yogyakarta:

    Pustaka Pelajar, h.140 34

    Ibid, h.141

  • 24

    a) Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak

    disangkal.

    b) Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala aspek

    menyangkut semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan.

    c) Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus

    dipertimbangkan/diadili secara satu demi satu sehingga hakim

    dapat menarik kesimpulan tentang terbukti/tidaknya dan dapat

    dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam amar putusan.

    Dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dikatakan “Kekuasaan

    kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan

    peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Kekuasaan kehakiman

    yang merdeka adalah kekuasaan yang bebas dari pengaruh pihak manapun

    dalam mengadili dan menegakkan hukum35

    . Hakim memiliki kebebasan

    untuk memberikan pertimbangan dan menjatuhkan suatu putusan

    pengadilan sesuai dengan kewenangannya. Kebebasan Hakim dalam

    memberikan pertimbangan dan menjatuhkan putusan terdapat dalam Pasal

    3 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

    Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa dalam menjalankan tugas

    dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan dan segala

    campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan

    kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam

    UUD RI Tahun 1945. Secara kontekstual ada tiga esensi yang terkandung

    35

    Rimdan, 2012, Kekuasaan Kehakiman Pasca Amandemen Konstitusi, Jakarta: Kencana

    Prenada Media Group, h. 34

  • 25

    dalam kebebasan hakim dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman

    yaitu36

    :

    a) Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan.

    b) Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau

    mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim.

    c) Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan

    tugas dan fungsi yudisialnya.

    Akan tetapi, kebebasan dalam konsep kekuasaan Hakim bukanlah

    suatu kebebasan mutlak. Kebebasan disini adalah kebebasan yang

    bertanggung jawab dan tidak boleh melanggar dan merugikan kebebasan

    orang lain. Kebebasan seorang Hakim terbagi dalam dua jenis yaitu

    kebebasan eksistensial hakim dan kebebasan sosial hakim. Kebebasan

    eksistensial adalah kebebasan hakiki yang dimiliki oleh setiap manusia

    tanpa melihat predikat yang melekat padanya.Pada profesi hakim

    kebebasan eksistensial menegaskan bahwa seorang hakim harus mampu

    menentukan dirinya sendiri dalam membuat putusan pengadilan37

    .

    Sementara itu menurut Magnis Suseno, kebebasan sosial merupakan ruang

    gerak bagi kebebasan eksistensial. Kebebasan yang diberikan oleh

    lingkungan sosial merupakan batas kemungkinan untuk menemukan diri

    sendiri 38

    .

    36

    Ahmad Rifai, 2010,Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Persfektif Hukum Progresif

    ,Jakarta: Sinar Grafika, h.104 37

    H. Ahmad Kamil, 2012, Filsafat Kebebasan Hakim, Jakarta: Kencana Prenada Media

    Group, h.170 38

    Ibid., h.171

  • 26

    Pada dasarnya, terdapat beberapa teori pendekatan yang digunakan

    oleh hakim di dalam pertimbangannya, yaitu:39

    a) Teori Keseimbangan

    Teori keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat

    yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak

    yang bersangkutan dan berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain

    seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat,

    kepentingan terdakwa dan kepentingan korban.

    b) Teori Pendekatan Intuisi

    Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi, dalam

    menjatuhkan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan

    pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan

    melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam

    perkara pidana.

    c) Teori Pendekatan Keilmuan

    Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan

    pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian

    khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu

    dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim.

    Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa

    dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata -mata atas

    dasar intuisi atau insting semata, tetapi harus dilengkapi dengan

    39

    Ahmad Rifai, 2011, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif,

    Jakarta: Sinar Grafika, h.105-112

  • 27

    ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam

    menghadapi suatu perkara yang harus di putusnya.

    d) Teori Pendekatan Pengalaman

    Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat

    membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang di

    hadapinya setiap hari, dengan pengalaman yang dimilikinya,

    seorang hakim dapat mengetahui bagai mana dampak dari putusan

    yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan

    pelaku, korban, maupun masyarakat.

    e) Teori Ratio Decidendi

    Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang

    mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok

    perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan

    perundang-undangan yang lebih relevan dengan pokok perkara

    yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan

    putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi

    yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan.

    B. Hasil Penelitian

    Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pergeseran dari pembagian

    warisan antara anak laki-laki dengan anak perempuan dari 2:1 menjadi 1:1,

    dalam tulisan ini dikemukakan 4 contoh kasus putusan Hakim dalam membuat

    putusan atas pembagian harta warisan untuk anak perempuan dan anak laki-

    laki. Deskripsinya sebagai berikut :

  • 28

    B.1 Putusan Nomor: 338/PDT.G/1998/PA.UPG

    Pengadilan Agama Kelas IA Ujungpandang yang memeriksa dan

    mengadili perkara perdata telah memutus perkara antara Sutini Supardjo,

    Suhardi Supardjo, Susanto Supardjo yang berkedudukan sebagai

    Penggugat melawan Herry Supardjo, Sutina Supardjo, Ferry Supardjo,

    Astuti Supardjo, dan Ismady Supardjo, yang berkedudukan sebagai

    Tergugat.

    Duduk Perkara :

    a) Bahwa Supardjo, BBA telah meninggal dunia pada 18 November

    1973 dan istrinya Ny. Nelly Supardjo meninggal dunia pada 11 Maret

    1998 dengan meninggalkan anak sebagai ahli waris, yakni Herry

    Supardjo, Sutini Supardjo, Sutina Supardjo, Suhardi Supardjo,

    Susanto Supardjo, Astuti Supardjo, Perry Supardjo, dan Ismady

    Supardjo.

    b) Bahwa Supardjo dan istrinya semasa hidupnya telah mendirikan usaha

    rumah makan Ayam Goreng Sulawesi dan dari hasil usahanya telah

    membeli barang bergerak dan tidak bergerak yang telah dikuasai

    anak-anaknya, berupa :

    (1) Ruko di Jln. Sulawesi No.25 Ujungpandang

    (2) Rumah di Jln. Sulawesi Lorong 198 No.21 Ujungpandang

    (3) Ruko di Jln. Nusantara No.334 Ujungpandang

    (4) Rumah di Jln. Tinumbu Lorong 132/5

    (5) Rumah di Jln. Maccini Raya No.177 Ujungpandang

  • 29

    (6) Ruko di Jln. Sultan Hasanuddin No.17/Ince Nurdin No.2

    Ujungpandang

    (7) Tanah dan rumahnya di Jln. Bawakaraeng NO. 127 A

    (8) Rumah dan tanahnya di Jln. Kakatua II Ujungpandang

    (9) Satu unit mobil Kijang DD. 191 5 FA

    (10) Satu unit mobil Chevrolet DD.2901 RA, dan DD.2833 DA

    (11) Satu unit mobil Kijang Pick Up DD.1462 TA

    (12) Satu unit mobil Hiace Pick Up DD.250 TA

    (13) Harta lain yang tersimpan dalam brangkas di Jln. Nusantara

    No.334 Ujungpandang

    (14) Perusahaan PT Ayam Goreng Sulawesi yang terdapat di Jln.

    Sulawesi No.285 Ujungpandang dan di Jln. Sultan Hasanuddin

    No.17/Ince Nurdin No.2 Ujungpandang dengan saham berjumlah

    1000 lembar dengan nilai nominal Rp.1.000.000 per lembar

    beserta seperangkat peralatan perusahaan.

    c) Bahwa menurut syariah bagian anak laki-laki dua kali bagian anak

    perempuan (Surat an-Nisaa’ ayat 12) sehingga karena ahli waris

    terdiri 5 anak laki-laki dan 3 anak perempuan maka pemecahannya

    dengan asal masalahnya menjadi 13

    d) Bahwa Penggugat telah berusaha supaya harta peninggalan

    dikumpulkan kemudian dibagi kepada ahli waris sesuai bagiannya

    masing-masing dan apabila tidak dapat dibagi maka akan dijual lelang

    dan hasilnya dibagi kepada ahli waris

  • 30

    e) Bahwa untuk menghindari pemindahtanganan objek maka diletakkan

    sita jaminan atas objek tersebut

    Isi gugatan:

    Dengan alasan-alasan yang telah diajukan, maka Penggugat mohon

    pada Majelis Hakim untuk memeriksa perkara ini dan memutuskan

    sebagai berikut :

    a) Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya

    b) Menyatakan sita jaminan atas semua barang objek sengketa dalam

    perkara ini sah dan berharga

    c) Menyatakan menurut hukum bahwa barang-barang yang menjadi

    objek sengketa adalah harta warisan yang belum terbagi

    d) Menyatakan ahli waris Supardjo, BBA dan Ny. Nelly Supardjo

    berhak atas objek warisan dan usaha PT Ayam Goreng Sulawesi

    adalah milik bersama dan hasilnya dibagi seimbang antara ahli waris

    e) Menghukum tergugat untuk menyerahkan semua harta warisan

    bersama Penggugat untuk dilakukan pembagian dan apabila tidak

    diserahkan akan dilakukan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara

    dan hasilnya dibagikan kepada ahli waris

    f) Menyatakan Perusahaan Ayam Goreng di Jl. Sulawesi dan Jln. Sultan

    Hasanuddin dihentikan sementara usahanya sampai putusan ini

    berkekuatan hukum tetap

    g) Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara

    Pertimbangan hakim

  • 31

    a) Ketentuan Pasal 176 KHI bersumber dari ayat lidzakari mitslu

    hadhdhil untsayaini

    b) Pasal 176 KHI tidak final bila dikaitkan dengan Pasal 229 KHI yang

    mewajibkan hakim untuk memperhatikan nilai hukum yang hidup

    dalam masyarakat sehingga putusannya sesuai rasa keadilan

    c) Hasil penelitian Litbang Makassar di Sulawesi Selatan tentang

    kesadaran hukum masyarakat terhadap hukum kewarisan

    menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat akan hukum

    kewarisan Islam sangat tinggi terutama dalam perbandingan bagian

    antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Tetapi ketika hendak

    membagi warisan di luar pengadilan, mereka memilih membagi rata,

    yakni 1 bagian untuk anak laki-laki dan 1 bagian untuk anak

    perempuan.

    d) Kesadaran hukum yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat Islam

    di Sulawesi Selatan yang sama rata tidak bersesuaian dengan Pasal

    176 KHI bersumber dari ayat lidzakari mitslu hadhdhil untsayaini

    e) Perbandingan warisan 2:1 dapat dikesampingkan dengan Pasal 183

    KHI

    f) Pasal 176 KHI tergolong dhanniyut tanfiedz atau bersifat fakultatif

    g) Keadaan masyarakat Arab ketika Al-Qur’an turun masih mengenal

    perbudakan namun semangat Al-Qur’an berupaya menghapus

    penindasan dalam masyarakat

    Putusan Hakim

    a) Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian

  • 32

    b) Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakkan tanggal

    14,15,16 Desember 1998 kecuali objek sengketa di Jln. Sawerigading

    No.7 Ujungpandang

    c) Menetapkan masing-masing ahi waris mendapatkan 1/8 bagian

    d) Perusahaan PT Ayam Goreng Sulawesi yang terdapat di Jln. Sulawesi

    No.285 Ujungpandang dan di Jln. Sultan Hasanuddin No.17/Ince

    Nurdin No.2 Ujungpandang berikut saham dan kewajiban perusahaan

    dibagi kepada ahli waris

    e) Menyatakan tidak menerima untuk selain dan selebihnya

    f) Membebankan biaya perkara kepada kedua belah pihak sebesar Rp.

    4.718.500

    B.2 Putusan nomor: 97/Pdt.G/2002/PA Pkj.

    Pengadilan Agama Kelas Pangkajene yang memeriksa dan

    mengadili perkara perdata telah memutus perkara antara Tahir Sahude,

    sebagai Penggugat melawan Hamima, Bahria dan Mina yang

    berkedudukan sebagai Tergugat.

    Duduk Perkara :

    a) Lelaki Sahude yang menikah dengan perempuan Bonga telah

    dikarunia 3 orang anak, yakni Hamima (Perempuan), Sitti Abeng

    (Perempuan, meninggal tahun 1999 tanpa meninggalkan ahli waris),

    dan Tahir (laki-laki)

    b) Sahude meninggal tahun 1962 dan Bonga meninggal tahun 1982,

    meninggalkan harta warisan yang belum terbagi, berupa :

  • 33

    (1) Tanah perumahan yang terletak di Pitue, Desa Pitue, Keamatan

    Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,06 Ha dengan kohir nomor

    816 CI persil nomor 49 D II dengan batas Utara: tanah H. Dg.

    Bani; batas Timur: tanah Pammula/Lewa; batas Barat: tanah

    Kareda; batas Selatan: tanah Sitti/Sainuddin

    (2) Empang yang dikenal dengan nama Lapejje terletak di Pitue,

    Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,18

    Hadengan kohir nomor 816 persil nomor 5 D dengan batas Utara:

    tanah/empang Naping; batas Timur: tanah/empang Lewa; batas

    Barat: tanah/empang Naping; batas Selatan: tanah/empang Jeppu

    (3) Empang terletak di Pitue, Desa Pitue, Keamatan Ma’rang,

    Kabupaten Pangkep seluas 0,06 Hadengan kohir nomor 816 persil

    nomor 5 D dengan batas Utara: tanah/empang Pajji; batas Timur:

    tanah/empang Cenra; batas Barat: tanah/empang Sarialan; batas

    Selatan: tanah/empang Naping

    (4) Empang yang dikenal dengan nama Abbekae terletak di Pitue,

    Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,06

    Hadengan kohir nomor 816 persil nomor 5 D dengan batas Utara:

    tanah/empang Naping; batas Timur: sungai; batas Barat: sungai;

    batas Selatan: sungai

    (5) Empang yang dikenal dengan nama Karanjeng terletak di Pitue,

    Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,47

    Hadengan kohir nomor 816 persil nomor 44 S III dengan batas

    Utara: tanah/empang Musu; batas Timur: tanah/empang Maintang

  • 34

    Bahar; batas Barat: tanah/empang H. Dg. Nassa; batas Selatan:

    tanah/empang H. Dg. Nassa

    (6) Empang yang dikenal dengan nama Tuli-Tulie terletak di Pitue,

    Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,36

    Hadengan kohir nomor 1177 persil nomor 44 S III dengan batas

    Utara: tanah/empang H. Dg. Nassa; batas Timur: tanah/empang

    Maintang Bahar; batas Barat: tanah/empang H. Dg. Nassa; batas

    Selatan: tanah/empang H. Dg. Nassa

    (7) Empang yang dikenal dengan nama Sokoe terletak di Pitue, Desa

    Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,50

    Hadengan kohir nomor 1176 CI persil nomor 42 S III dengan

    batas Utara: tanah/empang H. Dg. Nassa; batas Timur:

    tanah/empang Suddin; batas Barat: tanah/empang H. Beddu; batas

    Selatan: tanah/empang H. Juma

    (8) Empang yang dikenal dengan nama Cabu-Cabue terletak di Pitue,

    Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,10

    Hadengan kohir nomor 1257 persil nomor 90 DI dengan batas

    Utara: sungai; batas Timur: tanah/empang Colli; batas Barat:

    tanah/empang sungai; batas Selatan: tanah/empang sungai

    (9) Empang yang dikenal dengan nama Lawarangnge terletak di

    Pitue, Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep

    dengan batas Utara: tanah/empang H. Suyuti; batas Timur:

    tanah/empang Baco Lolo; batas Barat: H. Ma’wana; batas

    Selatan: sungai

  • 35

    (10) Empang yang dikenal dengan nama Tuli-Tulie terletak di Pitue,

    Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,19

    Ha dengan kohir nomor 816 CI persil nomor 95 D dengan batas

    Utara: sungai; batas Timur: sungai; batas Barat: H. Kamaruddin;

    batas Selatan: sungai

    (11) Empang yang dikenal dengan nama Tuli-Tulie terletak di Pitue,

    Desa Pitue, Keamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkep seluas 0,19

    Ha dengan kohir nomor 816 CI persil nomor 95 D dengan batas

    Utara: H. Timang; batas Timur: saluran air; batas Barat: Dg.

    Tahan; batas Selatan: Teni

    c) Keseluruhan harta peninggalan alm. Sahude belum terbagi kepada ahli

    waris, yaitu Tahir Sahude dan Hamima

    d) Penggugat meninggalkan Pangkep untuk merantau ke Surabaya dan

    Kalimantan tahun 1961 sebelum orang tua laki-laki meninggal dunia

    dan tahun 2002 kembali ke Pangkep dengan maksud membicarakan

    pembagian harta warisan

    e) Keseluruhan harta peninggalan alm.Sahude dikuasai dan ditempati

    oleh Tergugat I bersama kedua anaknya, yaitu Tergugat II dan

    Tergugat III dan memberikan keterangan palsu bahwa seolah-olah

    Penggugat telah meninggal dunia sehingga Tergugat berhasil

    menerbitkan surat kepemilikan tanah peninggalan alm. Sahude

    f) Keseluruhan harta peninggalan alm. Shude yang menjadi objek

    sengketa belum terbagi kepada ahli waris yang berhak, yaitu

  • 36

    Penggugat dan Tergugat I, maka surat yang diterbitkan Tergugat

    I,II,III atas tanah obyek sengketa tidak sah dan tidak mengikat

    g) Penggugat telah berusaha menghubungi Tergugat supaya harta

    peninggalan dibagi sesuai hukum Islam tetapi hasilnya sia-sia

    meskipun telah dilakukan perdamaian di hadapan Camat Ma’rang

    h) Untuk menjamin gugatan Penggugat tidak sia-sia, Pemohon meminta

    untuk dilakukan sita jaminan atas objek yang menjadi sengketa

    Isi Gugatan

    Dengan alasan-alasan yang telah diajukan, maka Penggugat mohon pada

    Majelis Hakim untuk memeriksa perkara ini dan memutuskan sebagai

    berikut :

    a) Menerima gugatan Penggugat seluruhnya

    b) Menyatakan sita jaminan yang diletakkan Jurusita PA Pangkep atas

    tanah darat, sawah, dan empang objek sengketa adalah sah dan

    berharga

    c) Menetapkan Penggugat dan Tergugat I adalah ahli waris sah dari alm.

    Sahude

    d) Menyatakan tanah darat, sawah dan empang yang menjadi objek

    sengketa adalah harta peninggalan yang belum terbagi kepada ahli

    warisnya

    e) Menetapkan bagian masing-masing ahli waris sesuai hukum waris

    yang berlaku

    f) Menghukum Tergugat I,II,III untuk menyerahkan sebagian harta

    kepada Pengugat sesuai bagian yang ditetapkan menurut hukum Islam

  • 37

    g) Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dijalankan lebih dulu

    meskipun ada verzet, banding dan kasasi

    h) Menghukum Tergugat I,II,III secara tanggung renteng membayar

    segala biaya yang timbul dari perkara ini

    Pertimbangan Hakim

    a) Dari aspek yuridis formal, kedudukan laki-laki dan perempuan dalam

    hukum adalah sama. Segala bidang kehidupan modern telah

    mempersamakan nilai transendental-kemanusiaan antara lelaki dan

    perempuan yang bebas bersaing, saling membantu dan berjuang

    membangun potensi diri dalam kehidupan sosial dan ekonomi

    b) Dari aspek hak dan kewajiban, penerimaan waris merupakan hak

    sehingga tidak mutlak 2:1 sebab ahi waris dapat bersepakat sesuai

    Pasal 183 KHI serta hakim dapat menentukan besaran bagian ahli

    waris

    c) Dari aspek historis, pembagian 2:1 merupakan contoh pembagian dan

    bukan prinsip sebab yang prinsip adalah wanita sebagai ahi waris.

    Ketika ayat kewarisan turun, masyarakat Madinah masih

    mempertahankan tradisi yang mana hanya laki-laki yang berhak

    mewaris namun saat Islam datang wanita ditempatkan sebagai ahli

    waris.

    d) Dari aspek sosiologis, penggugat telah pergi selama 41 tahun tanpa

    ada kabar sehingga patut diduga penggugat tidak memiliki nilai

    prestasi terhadap pewaris. Adapun tergugat tetap tinggal bersama

    pewaris da mengambil peran sentral dalam memelihara dan mengurus

  • 38

    pewaris termasuk harta peninggalan yang tidak dipindahtangankan

    selama 41 tahun.

    Putusan Hakim

    a) Menyatakan gugatan Penggugat sebagian

    b) Menyatakan ahli waris Sahude dan Bonga adalah Tahir Sahude bin

    Sahude dan Hamima binti Sahude

    c) Menyatakan harta warisan Sahude dan Bonga adalah Tanah

    perumahan yang terletak di Pitue, Desa Pitue, Keamatan Ma’rang,

    Kabupaten Pangkep; empang yang bergelar Lapejje, empang yang

    bergelar Abbinege, empang yang bergelar Abbekae, empang yang

    bergear Karanjeng, empang yang bergelar Tuki-Tulie, empang yang

    bergelar Sekoe, empang yang bergelar Cabu-Cabue, empang yang

    bergelar Lawarengnge, sawah yang bergelar Lacappa

    d) Menetapkan bagian masing-masing ahli waris 1:1, yaitu Tahir Sahue

    ½ bagian dan Hamima ½ bagian

    e) Menghukum Tergugat untuk menyerahkan bagian harta warisan

    sesuai bagian masing-masing

    f) Menyatakan sertifikat No.00244 tanggal 5 Maret 1999 atas nama Sitti

    Aminah, Sertifikat No.00184 tangal 5 Maret 1999 atas nama Sitti

    Ainah, Sertifikat No.00179 tanggal 5 Maret 1999 atas nama Baharia,

    tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat

    g) Menghukum Tergugat membayar biaya perkara Rp. 475.000,00

    h) Menolak selebihnya

  • 39

    B.3 Putusan nomor: 92/Pdt.G/2009/PA.MDN.

    Pengadilan Agama Medan yang memeriksa dan mengadili perkara

    perdata telah memutus perkara antara H. Amir Syaifuddin Lubis., BBA.

    bin H. Muhammad Yusuf Lubis, Asliyah Lubis, Kaharuddin Lubis,

    Zulkarnain Lubis, Siti Maryam Lubis, Rabiah Lubis, Asnah br Lubis binti

    Zainuddin Lubis, Chairani br Lubis binti Zainuddin Lubis, dan

    Muhammad Zaini Lubis bin Zainuddin Lubis (Penggugat) melawan

    Yusmawati Lubis, Baharuddin Lubis, Nurhayati Lubis (Tergugat).

    Duduk Perkara :

    a) Penggugat Asliyah Lubis, Kaharuddin Lubis, Zulkarnain Lubis,

    Siti Maryam Lubis, Rabiah Lubis dan Tergugat Yusmawati Lubis,

    Baharuddin Lubis, Nurhayati Lubis adalah anak kandung alm. H.

    Muhammad Yusuf Lubis dengan Hj. Siti Rodiah Lubis. Penggugat

    Asnah br Lubis binti Zainuddin Lubis dalah istri alm. Zainuddin

    Lubis. Penggugat Chairani br Lubis, dan Muhammad Zaini Lubis

    adalah anak dari Asbah br Lubis dengan alm. Zainuddin Lubis.

    b) H. Muhammad Yusuf Lubis meninggal pada 29 April 2005 di

    Medan karena sakit dan alm. Hj. Siti Rodiah Lubis meninggal di

    Medan karena sakit dan dikebumikan pada 16 Oktober 1997.

    c) Selama perkawinan H. Muhammad Yusuf Lubis dengan Hj. Siti

    Rodiah Lubis dikaruniai 10 anak bernama H. Amir Syaifuddin

    Lubis, Zainuddin Lubis (meninggal dunia pada 15 Juni 2005),

    Asliyah Lubis, Kaharuddin Lubis, Yusmawati Lubis, Baharuddin

  • 40

    Lubis, Nurhayati Lubis, Zukifli Lubis (meninggal pada 1980 dan

    tidak kawin), Zulkarnain Lubis, dan Siti Maryam Lubis.

    d) Semasa hidup alm.Zainuddin Lubis telah menikah dengan Rabiah

    dan dikaruniai 4 anak, Asnah br Lubis, Chairani br Lubis,

    Muhammad Zaini Lubis, dan Ramadani br. Lubis serta tidak

    meninggalkan utang maupun wasiat.

    e) Semasa hidup H. Muhammad Yusuf Lubis dengan Hj. Siti Rodiah

    Lubis, mempunyai harta berupa sebidang tanah seluas 255m

    berikut bagunan semi permanen berukuran ±8.5m x 20m beratap

    seng, lantai semen, terletak di Jln. Sei Dei No.119 A, Kel.Silalas,

    Kec.Medan Barat, Kota Medan, dengan batas utara gang buntu,

    selatan tanah Bahrun, timur Jalan Sei Dei, barat tanah negara dan

    harta tersebut belum tebagi.

    f) Zainuddin Lubis telah meninggal maka hartanya jatuh ke ahli

    warisnya

    g) Terhadap harta peninggalan tersebut, Penggugat telah berusaha

    musyawarah kepada Tergugat tetapi tidak ada tanggapan

    h) Harta tersebut tidak ada yang menguasai, sehingga Penggugat

    mohon kepada Majelis Hakim untuk membagi harta peninggalan.

    Isi Gugatan

    Pada gugatan, dalil yang diajukan Penggugat adalah untuk membagi

    warisan berdasarkan hukum faraidh, yaitu 2 bagian untuk anak laki-laki

    dan 1 bagian untuk anak perempuan. Dengan alasan-alasan yang telah

  • 41

    diajukan, maka Penggugat mohon pada Majelis Hakim untuk memeriksa

    perkara ini dan memutuskan sebagai berikut :

    a) Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya

    b) Menetapkan ahli waris yang berhak atas harta peninggalan H.

    Muhammad Yusuf Lubis dengan Hj. Siti Rodiah Lubis adalah H.

    Amir Syaifuddin Lubis, Zainuddin Lubis, Asliyah Lubis, Kaharuddin

    Lubis, Yusmawati Lubis, Baharuddin Lubis, Nurhayati Lubis,

    Zulkarnain Lubis, dan Siti Maryam Lubis

    c) Menetapkan ahli waris yang berhak atas harta Zainuddin Lubis adalah

    Rabiah (Istri), Asnah br Lubis, Chairani br Lubis, Muhammad Zaini

    Lubis, dan Ramadani br. Lubis

    d) Menetapkan harta berupa: sebidang tanah seluas 255 m berikut

    bagunan semi permanen berukuran ±8.5m x 20m beratap seng, lantai

    semen, terletak di Jln. Sei Dei No.119 A, Kel.Silalas, Kec.Medan

    Barat, Kota Medan, dengan batas utara gang buntu, selatan tanah

    Bahrun, timur Jalan Sei Dei, barat tanah negara adalah harta warisan

    dari H. Muhammad Yusuf Lubis dengan Hj. Siti Rodiah Lubis

    e) Menetapkan porsi masing-masing ahli waris

    f) Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara.

    Pertimbangan Hakim

    a) Pada pemeriksaan persidangan terjadi perbedaan dalil penggugat dan

    tergugat. Penggugat menginginkan pembagian warisan sesua hukum

    Islam yakni 2:1 sementara tergugat meminta untuk dibagi sama rata

  • 42

    tanpa memperhatikan jenis kelamin sebab tergugatlah yang merawat

    serta memenuhi kepentingan pewaris

    b) Permasalahannya adalah apakah ayat pembagian waris

    digeneralisasikan untuk semua keadaan tanpa harus memperhitungkan

    besar pengabdian ahli waris terhadap pewarisnya ?

    c) Menurut ijtihad hakim, pembagian warisan baik dalam Al-Qur’an

    maupun KHI bukanlah harga mati sebab ketentan tersebut dapat

    berubah terkait rasa keadilan

    d) Al-Qur’an mengajarkan asas persamaan antara laki-laki dan

    perempuan sementara perbedaannya adalah kualitas amal perbuatan

    e) Al-Qur’an Surat an-Nahl (16) ayat 97 memberikan gambaran

    persamaan laki-laki dan perempuan dan yang membedakan adalah

    pengabdian ahli waris kepada pewaris semasa hidupnya

    f) Asas pembagian waris antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1

    namun fakta kejadian menghendaki porsi tersebut dapat berubah sesuai

    perubahan ilat hukum

    g) Porsi 2 bagian untuk laki-laki adalah porsi maksimal yang dapat

    dikurangi sementara 1 bagian untuk perempuan adalah porsi minimal

    yang dapat meningkat sama dengan porsi laki-laki

    h) Dari kesaksian saksi-saksi Penggugat dan Tergugat, anak perempuan

    pewaris yang banyak merawat, menemani berkomunikasi dan

    mengurus kepentingan pewaris merupakan fakta kejadian yang tidak

    dapat diabaikan.

  • 43

    Putusan Hakim

    a) Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian

    b) Menetapkan ahli waris yang berhak adalah H. Amir Syaifuddin Lubis,

    Asliyah Lubis, Kaharuddin Lubis, Yusmawati Lubis, Baharuddin

    Lubis, Nurhayati Lubis, Zulkarnain Lubis, dan Siti Maryam Lubis,

    masing-masing memperoleh 1/9 bagian

    c) Menyatakan anak-anak Zainuddin Lubis dengan Rabiah, yakni Asnah

    br Lubis, Chairani br Lubis, Muhammad Zaini Lubis, dan Ramadani

    br. Lubis adalah ahli waris pengganti dengan perolehan bagian 1/9

    yakni bagian alm.Zainuddin Lubis

    d) Menyatakan harta berupa: sebidang tanah seluas 255m2 berikut

    bagunan semi permanen berukuran ±8.5m x 20m beratap seng, lantai

    semen, terletak di Jln. Sei Dei No.119 A, Kel.Silalas, Kec.Medan

    Barat, Kota Medan, dengan batas utara gang buntu, selatan tanah

    Bahrun, timur Jalan Sei Dei, barat tanah negara adalah harta warisan

    dari H. Muhammad Yusuf Lubis dengan Hj. Siti Rodiah Lubis adalah

    harta peninggalan yang harus dibagikan kepada ahli waris

    e) Menghukum Penggugat dan Tergugat untuk membayar biaya perkara

    sebesar Rp. 281.000,-

    f) Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.

    B.4 Putusan nomor : 230/Pdt.G/2000/PA.Mks

    Pengadilan Agama Makassar yang memeriksan dan mengadili perkara

    perdata telah memutus perkara antara Abdul Muis Karim, T. Halim Abdul

    Karim, B.A. Alex Abdul Karim, Ir. A. Abdul Karim sebagai penggugat

  • 44

    melawan Hasnah A. Paturusi, Gulbar Abdul Karim, E. Maria Abdul Karim

    sebagai tergugat.

    Duduk perkara

    a) H. Abdul Karim telah menikah dengan Hj. Baji.

    b) Hj. Baji telah meninggal terlebih dahulu sementara H. Abdul Karim

    meninggal dunia pada tahun 1976.

    c) Dari pernikahan H. Abdul Karim dengan Hj. Baji telah dikaruniai 7

    orang anak, yaitu : Abdul Muis Karim, Hasnah A. Paturusi, Gulbar

    Abdul Karim, E. Maria Abdul Karim, T. Halim Abdul Karim, B.A.

    Alex Abdul Karim, Ir. A. Abdul Karim.

    d) Selain meninggalkan ahli waris, H. Abdul Karim juga meninggalkan

    harta warisan berupa 3 buah bangunan berikut tanah dan 11 petak

    tanah sawah

    e) Kesemua harta warisan tersebut telah dikuasai oleh tergugat

    f) Penggugat telah berusaha menghubungi Tergugat supaya harta

    peninggalan dibagi tetapi hasilnya sia-sia

    Isi gugatan

    Dengan alasan-alasan yang telah diajukan, maka Penggugat mohon pada

    Majelis Hakim untuk memeriksa perkara ini dan memutuskan sebagai

    berikut :

    a) Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya

    b) Menetapkan ahli waris yang berhak atas harta peninggalan H. Abdul

    Karim dengan Hj. Baji adalah Abdul Muis Karim, Hasnah A. Paturusi,

  • 45

    Gulbar Abdul Karim, E. Maria Abdul Karim, T. Halim Abdul Karim,

    B.A. Alex Abdul Karim, Ir. A. Abdul Karim.

    c) Menetapkan harta berupa 3 buah bangunan berikut tanah dan 11 petak

    tanah sawah adalah harta warisan dari H. Abdul Karim dengan Hj.

    Baji

    d) Menetapkan porsi masing-masing ahli waris

    e) Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara.

    Pertimbangan Hakim

    Dalam pertimbangannya, Hakim berpendapat bahwa besaran bagian

    masing-masing pihak untuk membagi 2:1 telah ditentukan dalam Pasal 176

    Kompilasi Hukum Islam. Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam yang

    bersumber dari syariat, dalam penerapannya buanlah bersifat imperatif,

    melainkan hanya bersifat fakultatif. Yang perlu dibahas dan

    dipertimbangkan lebih lanjut dari Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam yaitu

    Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam belum final bila dikaitkan dengan Pasal

    229 Kompilasi Hukum Islam jo Pasal 27 UU nomor 14 tahun 1970 yang

    mewajibkan Hakim untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai

    hukum yang hidup dalam masyarakat sehingga memperoleh putusan yang

    sesuai dengan rasa keadilan.

    Putusan Hakim

    a) Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian

    b) Menetapkan ahli waris yang berhak adalah H. Amir Syaifuddin Lubis,

    Asliyah Lubis, Kaharuddin Lubis, Yusmawati Lubis, Baharuddin

  • 46

    Lubis, Nurhayati Lubis, Zulkarnain Lubis, dan Siti Maryam Lubis,

    masing-masing memperoleh 1/7 bagian

    c) Menyatakan harta berupa3 buah bangunan berikut tanah dan 11 petak

    tanah sawah adalah harta warisan yang harus dibagi kepada ahli waris

    d) Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara

    e) Menolak gugatan penggugat untuk selain dan selebihnya

    Pertimbangan hakim dalam memutus bagian 1:1 antara anak laki-laki dan

    perempuan akan disajikan dalam bentuk tabel berikut ini sehingga akan

    memudahkan pemahaman serta membandingkan satu putusan dengan putusan

    yang lainnya.

    Tabel 1

    Tentang Pertimbangan Hakim dalam memutus bagian 1:1 antara

    anak laki-laki dan perempuan

    No. Nomor

    Putusan

    Jumlah ahli

    waris

    Pembagia

    n warisan

    Pertimbangan Hakim

    Laki-

    laki

    Perem

    puan

    1. Putusan No.

    338/PDT.G/19

    98/PA.UPG

    5 3 masing-

    masing

    ahli waris

    mendapat

    kan 1/8

    dari objek

    sengketa

    a. Hakim wajib memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam

    masyarakat

    b. Perbandingan 2:1 dapat dikesampingkan oleh kesepakatan

    c. Tidak berdosa membagi 1:1 sebab pasal 176 KHI bukanlan nas qath’iyut

    tanfiedz

    2. Putusan No.

    97/Pdt.G/2002

    /PA Pkj.

    1 1 bagian

    masing-

    masing

    ahli waris

    1:1, yaitu

    Tahir

    Sahude ½

    bagian

    dan

    Hamima

    ½ bagian

    a. Kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama dalam hukum, berjuang

    bersama atau salling bantu dalam

    berbagai sendi kehidupan

    b. Menerima warisan adalah hak, bukan kewajiban

    c. Ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian

    d. Majelis Hakim dapat menentukan bagian ahli waris

    e. Yang prinsip adalah perempuan sebagai ahli waris bukan ketentuan

    2:1

  • 47

    f. Penggugat tidak memiliki prestasi kepada pewaris melainkan tergugatlah

    yang memelihara dan mengurus

    pewaris termasuk harta peninggalan

    3. Putusan No.

    92/Pdt.G/2009

    /PA.MDN.

    5 4 Masing-

    masing

    ahli waris

    memperol

    eh 1/9

    bagian

    a. Pembagian warisan dalam Al-Qur’an maupun KHI bukan harga mati

    b. Nas Al-Qur’an Surah an-Nahl, perbedaan laki-laki dan perempuan

    terletak pada prestasi terhadap

    pewaris

    c. Porsi 2:1 dapat berubah sesuai perubahan ilat hukum (penyebab

    terjadinya perubahan hukum)

    d. Bagian anak laki-laki adalah porsi maksimal sehingga dapat dikurangi

    e. Anak perempuan memiliki prestasi karena merawat, menemani

    berkomunikasi, membayar biaya

    perawatan pewaris

    f. Surah an-Nisaa’ (4) ayat 11 saling terkait dan berhubungan dengan ayat

    lain sebagai satu kesatuan sistem

    4. Putusan No.

    230/Pdt.G/200

    0/PA.Mks

    3 4 Masing-

    masing

    ahli waris

    memperol

    eh 1/7

    bagian

    a. Pasal 176 KHI belum final ketika dikaitkan dengan Pasal 229 KHI jo

    Pasal 27 UU nomor 14 tahun 1970

    b. Pasal 176 KHI bersifat fakultatif c. Hakim wajib mengikuti perubahan

    nilai sehingga sesuai dengan rasa

    keadilan

    Sumber : diolah dari Putusan nomor: 338/PDT.G/1998/PA.UPG, Putusan nomor:

    97/Pdt.G/2002/PA Pkj, Putusan nomor:92/Pdt.G/2009/PA.MDN dan Putusan nomor:

    230/Pdt.G/2000/PA.Mks.

    C. Analisis

    Dari paparan di atas dengan bertumpu pada pertimbangan-pertimbangan oleh

    hakim, maka pertimbangan yang digunakan hakim untuk memutus bagian

    waris antara laki-laki dan perempuan dari 2:1 menjadi 1:1 antara lain

    pertimbangan sosiologis, pertimbangan yuridis dan pertimbangan filosofis.

    1. Pertimbangan Sosiologis

    Pertimbangan sosiologis berkaitan dengan kondisi atau kenyataan empiris

    yang ada dalam masyarakat. Faktor sosiologis nampak pada keempat

    putusan yaitu Putusan nomor: 338/PDT.G/1998/PA.UPG, Putusan nomor:

  • 48

    97/Pdt.G/2002/PA Pkj, Putusan nomor: 92/Pdt.G/2009/PA.MDN dan

    Putusan nomor: 230/Pdt.G/2000/PA.Mks, yakni dengan adanya :

    a. Prestasi ahli waris kepada pewaris

    Dalam nash Al-Qur’an Surat an-Nahl (16) ayat 97 disebutkan bahwa

    perbedaan antara laki-laki dan perempuan terletak pada prestasi atau

    pengabdian, yang dalam hal ini adalah pengabdian ahli waris kepada

    pewaris. Putusan nomor 92/Pdt.G/2009/PA.MDN antara H. Amir

    Syaifuddin Lubis., BBA., dkk melawan Yusmawati Lubis dkk,

    diperoleh fakta bahwa pihak perempuanlah yang banyak prestasinya

    dari pada laki-laki. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh saksi

    Kasmariyos bin Tokoh, Lisna Murni Nasution, dan Rudi Iskandar bin

    Usman Istambul yang mengatakan bahwa Yusmawati, Nurhayati dan

    Siti Maryam yang merawat serta mengurus kepentingan orang tuanya

    sampai meninggal dunia sementara anak laki-laki yang lain tidak

    mengurus hanya Baharuddin Lubis yang terkadang turut membayar

    pengobatan.

    Pada Putusan nomor: 97/Pdt.G/2002/PA Pkj antara Tahir Sahude

    sebagai penggugat melawan Hamima sebagai tergugat. Pada

    putusannya Hakim memutuskan untuk membagi warisan 1:1 karena

    Hakim melihat bahwa pihak tergugat yang lebih banyak berjasa kepada

    pewaris. Penggugat yakni Tahir Sahude telah pergi selama 41 tahun

    tanpa ada kabar berita sementara tergugat masih tetap tinggal bersama

    pewaris dan mengambil peran sentral dalam memelihara dan mengurus

    pewaris, baik ketika pewaris hidup hingga meninggal dunia. Begitu

  • 49

    pula terhadap harta peninggalan pewaris yang tetap terpelihara selama

    41 tahun yang tidak dipindahtangankan kepada orang lain.

    Menurut penulis, pertimbangan Hakim yang mempertimbangkan

    prestasi ahli waris kepada pewaris sudah tepat digunakan sebab dengan

    prestasi dari anak perempuan kepada pewaris maka dapat menjadikan

    kedudukan perempuan sama dengan laki-laki. Sebagaimana Umar

    Shihab, Guru besar Ilmu Tafsir Universitas Islam Negeri Alauddin

    Makassar yang mengemukakan tafsir laki-laki dan perempuan dari

    Surat an-Nisa ayat 11, yaitu: 40

    “Di sini perlu ditelusuri siapa di antara para ahli waris tersebut

    yang banyak mempunyai andil (jasa) besar terhadap pewarisnya

    dalam pencarian nafkah pada masa hidupnya. Meskipun jenis

    kelaminnya wanita, jika dia telah berjasa maka dia dapat diangkat

    statusnya sebagai “laki-laki”. Dengan demikian bagian yang

    diperolehnya menjadi dua kali lipat dari bagian semula sebagai

    wanita”

    Selain dapat menjadikan kedudukan perempuan sama dengan laki-laki

    prestasi merupakan utang jasa pewaris terhadap ahli waris yang patut

    dihargai sehingga wajar bila perempuan mendapatkan bagian yang

    sama dengan laki-laki.

    b. Kesadaran hukum masyarakat

    Salah satu variabel yang mempengaruhi suatu aturan bekerja secara

    efektif atau tidak adalah tingkat kesadaran hukum masyarakat terhadap

    hukum. Kesadaran hukum masyarakat ialah sikap internal yang terdapat

    dalam diri manusia mengenai hukum yang ada seperti hukum waris

    Islam. Dalam hal pembagian warisan, masyarakat yang memiliki

    40

    Muktamar Zamzamani, Loc cit, h.340

  • 50

    keimanan yang kuat akan ajaran agama Islam akan memilih kewarisan

    Islam yang mengacu pada Kompilasi Hukum Islam41

    . Dari keempat

    putusan di atas kesadaran masyarakat cukup tinggi karena mereka mau

    untuk mengajukan perkaranya ke Pengadilan Agama sebagaimana

    diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. Pada Putusan nomor:

    338/PDT.G/1998/PA.UPG, juga disebutkan bahwa kesadaran hukum

    yang sesuai dengan rasa keadilan masyarakat Islam dalam pembagian

    warisan adalah pembagian sama rata antara anak laki-laki maupun anak

    perempuan. Seperti kesadaran hukum masyarakat Sulawesi Selatan

    sebagaimana hasil penelitian Litbang Makassar yang menunjukkan

    bahwa tingkat pengetahuan masyarakat akan hukum kewarisan Islam

    sangat tinggi terutama dalam perbandingan bagian antara anak laki-laki

    dan perempuan adalah 2:1. Tetapi ketika hendak membagi warisan di

    luar pengadilan, mereka memilih membagi rata, yakni 1 bagian untuk

    anak laki-laki dan 1 bagian untuk anak perempuan yang menunjukkan

    bahwa bagian tersebut sesuai dengan rasa keadilan.

    Menurut penulis, meskipun hasil penelitian dari Litbang Makassar tidak

    bisa digeneralisasi ke semua wilayah karena peneltan tersbt dilakukan

    di Sulawesi Selatan, namun pertimbangan hakim yang

    mempertimbangkan kesadaran hukum masyarakat sudah tepat sebab

    dengan masyarakat mengerti hukum terutama dalam pembagian

    warisan telah mencerminkan keadilan.

    41

    Syamsulbahri Salihima, Loc cit, h.302

  • 51

    2. Pertimbangan Yuridis

    Pertimbangan yuridis yang digunakan Hakim dalam memutus bagian waris

    antara laki-laki dan perempuan dari 2:1 menjadi 1:1, antara lain :

    a. Kesepakatan para ahli waris

    Besarnya bagian antara anak laki-laki dan anak perempuan telah

    dijelaskan dalam Pasal 176 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan

    bahwa bila hanya seorang anak perempuan hanya mendapat separoh

    bagian, bila dua orang atau lebih mendapat dua pertiga bagian, dan bila

    anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian

    anak laki-laki adalah dua bagian anak perempuan. Pasal 176 Kompilasi

    Hukum Islam tersebut bersumber dari ayat “lidzakari mitslu hachdhi i

    untsayaini” yang tergolong nash dhanniyut tanfiedz atau bersifat

    fakultatif, yaitu kaidah yang tidak secara apriori mengikat atau wajib

    ditaati sehingga dalam keadaan konkret boleh dikesampingkan oleh

    perjanjian yang dibuat para pihak. Oleh karena Pasal 176 Kompilasi

    Hukum Islam yang tergolong nash dhanniyut tanfiedz atau bersifat

    fakultatif dalam penerapannya dapat dikesampingkan oleh Pasal 183

    Kompilasi Hukum Islam, yang menyatakan bahwa “Para ahli waris

    dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta

    warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya”. Dasar

    pemikiran dari Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam adalah kemaslahatan

    yang hendak diraih yaitu untuk menjaga tali persaudaraan. Konsep ini

    adalah buah pikiran dari ulama hanafiyyah yang mereka melahirkan

    sebuah ide yang disebut dengan takhoruj, yakni salah satu atau masing-

  • 52

    masing ahli waris keluar dari pembagian warisan sesuai dengan jatah

    yang seharusnya diterima. Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam tersebut

    menghendaki agar pembagian warisan dengan cara damai ini para ahli

    waris terlebih dahulu mengerti hak-hak dan bagian yang diterima,

    sebagaimana diatur dalam Al-Qur’an. Apabila ada di antara ahli waris

    yang ada secara ekonomi kekurangan dan mendapat bagian yang

    sedikit, kemudian ahli waris yang menerima bagian yang banyak

    dengan ikhlas memberikan kepada yang lain adalah tindakan yang

    sangat positif dan terpuji, atau semuanya diserahkan kepada

    kesepakatan ahli waris untuk menentukan bagian mereka masing-

    masing. Penekanannya adalah bahwa masing-masing ahli waris telah

    mengetahui bagiannya masing-masing sesuai ketentuan syariah, namun

    kemudian konsep takhoruj dipakai demi sebuah kemasalahatan yang

    disepakati bersama42

    . Penulis setuju dengan adanya kesepakatan para

    pihak sebab dengan kesepakatan maka tidak akan ada pihak yang

    dirugikan dengan pembagian waris sama rata karena para pihak telah

    lebih dahulu mengetahui bagiannya. Selain itu kerukunan antar para

    pihak juga semakin terjaga.

    b. Kewenangan Hakim Pengadilan Agama

    Pengadilan Agama tidak hanya berwenang untuk memeriksa, memutus,

    maupun menyelesaikan perkara di bidang perkawinan, wakaf, ekonomi

    syariah, zakat maupun infaq tetapi juga memutus pembagian waris.

    42

    https://ikhwahmedia.wordpress.com/2017/05/21/warisan-dibagi-rata/, diunduh pada 22

    November 2017 pukul 04.00

    https://ikhwahmedia.wordpress.com/2017/05/21/warisan-dibagi-rata/

  • 53

    Pada Putusan nomor: 97/Pdt.G/2002/PA Pkj dan Putusan nomor:

    230/Pdt.G/2000/PA.Mks., Pasal 49 ayat (3) UU No.7 tahun 1989

    tentang Peradilan Agama disebutkan bahwa “bidang kewarisan

    sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b ialah penentuan

    siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta

    peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan

    melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut”. Atas dasar

    ketentuan di atas, maka bidang hukum waris yang menjadi kewenangan

    Peradilan Agama adalah meliputi43

    :

    (1) Siapa-siapa yang menjadi ahli waris.

    Pada Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan kelompok-

    kelompok ahli waris, yang terdiri dari kelompok menurut hubungan

    darah, dan kelompok menurut hubungan perkawinan terdiri dari

    duda atau janda. Kelompok menurut hubungan darah dibagi menjadi

    golongan laki-laki yang terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-

    laki, paman dan kakek. Selain itu juga golongan perempuan yang

    terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.

    (2) Penentuan mengenai harta peninggalan.

    Hal-hal yang termasuk penentuan harta peninggalan adalah meliputi:

    penentuan tirkah yang dapat diwarisi dan penentuan besarnya harta

    warisan. Penentuan besarnya harta warisan ialah penjumlahan dari

    harta tirkah ditambah dengan apa yang menjadi haknya dari harta

    43

    Yahya Harahap, 2005, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (UU No.7

    tahun 1989), ed.2, cet.3, Jakarta: Sinar Grafika, h.149-152

  • 54

    bersama dikurangi biaya keperluan jenazah dan hutang pewaris serta

    wasiat.

    (3) Penentuan bagian masing-masing ahli waris

    Menentukan porsi setiap ahli waris telah diatur dalam Pasal 176

    Kompilasi Hukum Islam – Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam yang

    secara umum garis besarnya :

    (a) Bila hanya anak perempuan saja, mendapat ½ harta warisan

    (b) Bila dua anak perempuan, mendapat 2/3 harta warisan

    (c) Bila terdapat anak laki-laki dan anak perempuan, maka bagian

    anak laki-laki adalah 2:1 dengan anak perempuan

    (d) Bagian ayah, bila pewaris meninggalkan anak mendapat 1/6

    bagian, namun bila pewaris tak meninggalkan anak mendapat

    1/3 bagian

    (e) Bagian ibu, bila pewaris tak meninggalkan anak atau 2 saudara

    mendapat 1/3 bagian, namun bila ada anak dan 2 saudara

    mendapat 1/6 bagian

    (f) Bagian duda, bila tidak ada anak mendapat 1/3 bagian, namun

    bila ada anak mendapat ¼ bagian

    (g) Bagian janda, bila tidak ada anak mendapat ¼ bagian. Namun

    bila ada anak mendapat 1/8 bagian.

    Menurut penulis, kewenangan yang dimiliki hakim untuk menentukan

    besaran bagian masing-masing ahli waris dengan hakim yang tentunya

    melihat fakta yang ada dalam persidangan, seperti siapa yang banyak

    berjasa kepada pewaris, nilai-nilai hukum yang berkembang dalam

  • 55

    masyarakat sudah tepat sebab dengan melihat fakta dalam persidangan

    maka diperoleh putusan yang adil.

    Pasal 229 Kompilasi Hukum Islam mewajibkan Hakim untuk

    memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

    Kewajiban Hakim untuk menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam

    masyarakat terdapat pula dalam UU Kekuasaan Kehakiman, yakni

    Pasal 5 ayat (1) UU nomor 48 tahun 2009:” Hakim dan Hakim

    konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum

    dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”. Sebagaimana hasil

    penelitian yang dilakukan Litbang Makassar di Sulawesi Selatan, nilai-

    nilai hukum yang sesuai dengan rasa keadilan dalam pembagian waris

    antara anak laki-laki dan perempuan adalah sama rata, yakni 1 bagian

    untuk anak perempuan dan 1 bagian untuk anak laki-laki.

    Pembagian warisan 1:1 antara anak laki-laki dan anak perempuan

    melalui kesepakatan merupakan kesadaran hukum, nilai-nilai hukum

    yang hidup dalam masyarakat. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, nilai-

    nilai yang berlaku dalam masyarakat adalah :

    “Hukum sebagai kaidah sosial tidak lepas dari nilai yang

    berlaku di suatu masyarakat. Bahkan dapat dikatakan bahwa

    hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku

    dalam masyarakat. Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai

    dengan hukum yang hidup dalam masyarakat, yang tentunya

    sesuai pula atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang

    berlaku dala masyarakat itu”.44

    Nilai-nilai tersebut diterima oleh masyarakat dibuktikan dengan

    diterimanya Putusan nomor: 338/PDT.G/1998/PA.UPG, Putusan

    44

    H. Muktamar Zamzami, Loc cit, h.341

  • 56

    nomor: 97/Pdt.G/2002/PA Pkj, Putusan

    nomor:92/Pdt.G/2009/PA.MDNdan Putusan nomor:

    230/Pdt.G/2000/PA.Mks yang menetapkan bagian waris antara anak

    laki-laki dan anak perempuan adalah 1:1 tidak dilakukan upaya hukum

    lainnya. Di dalam Ushul Fiqh ada kaidah yang mengatakan bahwa

    “Hukum Islam dapat berubah karena perubahan waktu, tempat dan

    keadaan”45

    .

    3. Pertimbangan Filosofis

    Dalam Surat An-Nisa’ 4 ayat 7 pada prinsipnya laki-laki dan perempuan

    sama-sama berhak mendapat warisan dari harta peninggalan kedua orang

    tua dan karib kerabat masing-masing. Ketika ayat tersebut turun, sistem

    pembagian warisan pada masyarakat Arab bersifat diskriminatif terhadap

    kaum perempuan karena perempuan tidak pernah mengangkat senjata,

    menunggang kuda dan berperang melawan musuh. Pandangan tersebut

    diikuti oleh orang-orang yang telah masuk Islam. Setelah turunnya Surat

    An-Nisa’ ayat 11 dan 12, anak perempuan mendapatkan warisan dengan

    besaran 1 bagian dan anak laki-laki 2 bagian. Namun besaran pembagian

    tersebut bukanlah prinsip karena yang prinsip adalah perempuan sebagai

    ahli waris.

    Di masyarakat modern laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan

    yang sama sebagaimana terdapat dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945.

    Kesadaran hukum ini membuat segala kehidupan modern mempersamakan

    kedudukan laki-laki dan perempuan yang bebas bersaing, saling membantu

    45

    Amin Husein Nasution, 2012, Hukum Kewarisan: Suatu Analisis Komparatif Pemikiran

    Mujtahid dan Kompilasi Hukum Islam, ed.1 cet.2, Jakarta: Rajawali Pers, h.11-12

  • 57

    dalam kedudukan yang sama, dan masing-masing berjuang untuk

    membangun potensi diri. Dalam teori nurture, perbedaan sifat antara

    perempuan dan laki-laki bukan disebabkan oleh perbedaan biologis,

    melainkan karena adanya sosialisasi atau konstruksi sosial46

    . Menurut

    penulis dengan kedudukan hukum yang sama antara laki-laki dan

    perempuan dimana mereka saling bekerja dan membantu satu sama lain

    hendaknya dalam pembagian warisan antara laki-laki dan perempuan tidak

    dibedakan melainkan sama rata.

    46

    Ratna Megawani, 1995, Membiarkan Berbeda ? Sudut Pandang Baru tentang Relasi

    Gender, Bandung: Mizan, h.94