21
10 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG WAYANG DAN GUNUNGAN A. Tinjauan tentang Wayang Jawa Tengah memiliki berbagai kesenian tradiasional yang mengakar pada kepribadian sendiri, satu di antaranya adalah seni pertunjukan wayang kulit. Kesenian wayang kulit adalah kesenian asli etnis Jawa Tengah yang telah diakui oleh masyarakat Jawa Tengah sebagai kesenian yang mempunyai nilai “adhiluhung1 , yang mampu menyerap kesenian manca negara dengan tetap berpijak pada bentuk dan tradisi kesenian wayang kulit yang asli. Oleh karena itu, kesenian wayang kulit merupakan salah satu keseniaan tradisional yang pertama - tama perlu dipertahankan, dilestarikan, dan dikembangkan sebagai identitas maupun bukti jati diri Jawa Tengah khususnya, Indonesia pada umumnya. Wayang adalah salah satu seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara (musik), seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang dari zaman ke zaman juga merupakan media penerang, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan. Dalam setiap lakon dapat diambil suri tauladan atau makna yang tersirat dan terurat dalam setiap lakon agar manusia dapat mengambil hikmahnya. Dengan demikian, peranan wayang lebih sebagai dasar filosofi manusia Jawa, disamping ajaran-ajaran yang disampaikan oleh pujangga Jawa. Hasil kesenian tradisional warisan nenek moyang bangsa Indonesia berupa pertunjukan wayang kulit yang padat dengan nilai filosofis, nilai simbolis, dan nilai historis (adhiluhung) pernah mengalami puncak kejayaan dan masih diagungkan keberadaannya sampai sekarang. Begitu besar 1 Suwaji Bastomi, Gemar Wayang, Semarang: IKIP Semarang Press, 1996, hlm. 25-26.

BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

  • Upload
    buidieu

  • View
    258

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

10

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG WAYANG DAN GUNUNGAN

A. Tinjauan tentang Wayang

Jawa Tengah memiliki berbagai kesenian tradiasional yang mengakar

pada kepribadian sendiri, satu di antaranya adalah seni pertunjukan wayang

kulit. Kesenian wayang kulit adalah kesenian asli etnis Jawa Tengah yang

telah diakui oleh masyarakat Jawa Tengah sebagai kesenian yang mempunyai

nilai “adhiluhung”1, yang mampu menyerap kesenian manca negara dengan

tetap berpijak pada bentuk dan tradisi kesenian wayang kulit yang asli. Oleh

karena itu, kesenian wayang kulit merupakan salah satu keseniaan tradisional

yang pertama - tama perlu dipertahankan, dilestarikan, dan dikembangkan

sebagai identitas maupun bukti jati diri Jawa Tengah khususnya, Indonesia

pada umumnya.

Wayang adalah salah satu seni budaya bangsa Indonesia yang paling

menonjol. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara (musik), seni tutur,

seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang dari zaman ke

zaman juga merupakan media penerang, dakwah, pendidikan, pemahaman

filsafat, serta hiburan.

Dalam setiap lakon dapat diambil suri tauladan atau makna yang

tersirat dan terurat dalam setiap lakon agar manusia dapat mengambil

hikmahnya. Dengan demikian, peranan wayang lebih sebagai dasar filosofi

manusia Jawa, disamping ajaran-ajaran yang disampaikan oleh pujangga

Jawa.

Hasil kesenian tradisional warisan nenek moyang bangsa Indonesia

berupa pertunjukan wayang kulit yang padat dengan nilai filosofis, nilai

simbolis, dan nilai historis (adhiluhung) pernah mengalami puncak kejayaan

dan masih diagungkan keberadaannya sampai sekarang. Begitu besar

1 Suwaji Bastomi, Gemar Wayang, Semarang: IKIP Semarang Press, 1996, hlm. 25-26.

Page 2: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

11

perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, maka wayang

dianggapnya sebagai dasar filosofis manusia Jawa.2

Bahkan dahulu banyak orang-orang Jawa memberikan nama-nama

anaknya dengan tokoh-tokoh seperti dalam pewayangan. Dalam masyarakat

Jawa berbagai cerita memberikan makna terhadap berbagai perilaku dan watak

manusia dalam rangka pencapaian tujuan hidup.

1. Pengertian Wayang

Perkataan wayang menurut bahasa Jawa adalah wayangan

(layangan), menurut bahasa Indonesia adalah bayang - bayang, samar-

samar, tidak jelas, menurut bahasa Aceh: bayangan arti wayangan,

menurut bahasa Bugis wayang atau bayang–bayang. Sedang dalam bahasa

Bikol (Jawa kuno) menurut pendapatnya Prof. Kern wayang adalah

bayangan yang bergoyang-goyang, bolak-balik (berulang - ulang) mondar-

mandir, tidak tetap.

Arti harfiah dari wayang adalah bayangan, tetapi dalam perjalanan

waktu pengertian wayang dapat berarti pertunjukan panggung dan teater

atau dapat pula berarti aktor dan aktris. Wayang sebagai seni teater berarti

pertunjukan panggung dimana sutradara ikut bermain. Secara etimonologi

wayang sebagaimana pendapat R.T. Josowidagdo adalah berasal dari

bahasa "ayang-ayang" (bayangan) karena yang dilihat adalah bayangan

dalam kelir (tabir kain putih sebagai gelanggang permainan wayang).

Bayangan tersebut nampak karena sinar blencong (lampu di atas kepala

sang dalang). Ada juga yang berpendapat bahwa wayang berarti bayangan

agan–agan, sehingga segala bentuk apa saja dari wayang adalah

disesuaikan dengan adanya kelakuan tokoh yang dibayangkan dalam agan-

agan itu.

Aliran kebatinan Harjaning Diri, mengartikan wayang berarti

"wewayanganing manungsa" (bayang – bayang manusia), maksudnya

melihat wayang berarti sama halnya melihat kaca rias, yang dilihat oleh

2 Asmoro Achmadi, Filsafat Dan Kebudayaan Jawa, Upaya Membangun Keselarasan

Islam dan Budaya Jawa, Semarang: Cendrawasih, 2003, hlm. 34.

Page 3: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

12

orang bukan kacanya tetapi apa yang ada dalam kaca, yaitu dirinya

pribadi. Sebab wayang merupakan bahasa simbul dari hidup dan

kehidupan manusia, dan bukan sebaliknya. Dengan mempelajari dan

mengenal wayang kita dapat mengenal hidup dan kehidupan kita sendiri.

Menurut versi kebatinan wayang disebut dengan "ringgit", dalam

bahasa Jawa diartikan dengan saringaning – anggit artinya kudu disaring

lan di anggit, maksudnya harus dicari intisarinya.

Wayang sebagai salah satu seni pertunjukan sering diartikan

sebagai bayangan yang tidak jelas hanya samar-samar bergerak ke sana ke

mari. Dengan bayangan yang samar-samar tersebut tidak diartikan sebagai

gambaran perwatakan manusia, lebih dari itu sering pula dimaksudkan

sebagai penggambaran kehidupan manusia di masa lampau.

Kata wayang dapat diartikan sebagai gambaran atau tiruan manusia

yang terbuat dari kayu, kulit, dan sebagainya3 untuk mempertunjukkkan

sesuatu lakon (cerita). Arti lain dari kata wayang adalah ayang - ayang

(bayangan), karena yang dilihat adalah bayangan di kelir (tabir kain putih

sebagai gelanggang permainan wayang). Disamping itu, ada yang

mengartikan bayangan angan-angan, yang menggambarkan perilaku nenek

moyang atau orang yang terdahulu (leluhur) menurut angan – angan,

karena terciptanya segala bentuk wayang disesuaikan dengan perilaku

tokoh yang dibayangkan dalam angan – angan.4

Adapun arti wayang menurut istilah yang diberikan oleh Doktor

Th. Piqued ialah: (1) Boneka yang dipertunjukkan (wayang itu sendiri) (2)

Pertunjukkannya, dihidangkan dalam berbagai bentuk, terutama yang

mengandung pelajaran (wejangan – wejangan), yaitu wayang purwa atau

wayang kulit yang diiringi dengan teratur oleh gamelan (instrument)

slendro.5

3 W.J.S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997,

hlm. 1150. 4 Sagio dan Samsugi, Wayang Kulit Gagrak Yogyakarta, Morfologi, Tatahan,

Sunggingan, dan Tehnik Pembuatannya, Jakarta: CV.Hajimasagung, 1991, hlm. 4. 5 Effendy Zarkasi, Unsur-Unsur Islam dalam Pewayangan, Sala: Mardikintoko, 1997,

hlm. 53.

Page 4: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

13

Dr. G. A.J. Hazzeu (seorang ahli sejarah kebudayaan belanda),

menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukkan asli

Jawa. Wayang adalah “Walulang inukir” (kulit yang diukir) dan dilihat

bayangannya pada kelir.6

Sri Mulyono berpendapat, wayang adalah sebuah kata bahasa

Indonesia (Jawa) asli, yang berarti bayang-bayang, atau bayang yang

berasal dari akar kata “yang” mendapat tambahan “wa” yang menjadi

wayang.7 Kusumajadi mengatakan wayang adalah bayangan orang yang

sudah meninggal,8 jadi orang yang digambar itu sudah meninggal, lebih

lanjut ia menjelaskan: kata wayang tadi dari suku kata wa dan yang. Wa:

trah yang berarti turunan, yang: hyang yang berarti eyang kakek, atau

leluhur yang sudah meninggal. Arti lain dari wayang adalah (bayangan)

potret kehidupan yang berisi sanepa, piwulang, pituduh (kebiasaan hidup,

tingkah laku manusia dan keadaan alam) atau wayang adalah etika

kehidupan manusia.9

Wayang dalam kamus bahasa Indonesia adalah boneka tiruan

manusia dan sebagainya yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu dan

sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam

pertunjukan drama tradisional (Bali, Sunda, Jawa dan sebagainya),

biasanya dimainkan oleh seorang dalang.

Kemunculan wayang kulit ini ada yang meyebutkan bahwa wayang

bermula dari relief candi,10 agar dapat dibawa dan dikisahkan atau

dipertunjukkan, bentuk pada relief itu dikutip pada bentuk gambar yang

dapat digulung, hal ini terbukti banyak candi yang memuat relief cerita

6 Tim Penulis Enslikopedi Nasional Indonesia, Enslikopedi Nasional Indonesia, jilid 17, Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1991, hlm. 274.

7 Akar kata wayang adalah “yang”. Akar kata ini bervariasi dengan yung, yong, antara lain terdapat dalam kata “laying”atau terbang, “doyong” atau miring, tidak stabil, “royong” yang berarti selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain, “poyang payingan” berjalan sempoyongan, tidak tenang, dan sebagainya. Dengan membandingkan berbagai pengertian dari akar kata “yang” beserta variasinya, dapatlah dikemukakan bahwa kata dasarnya berarti tidak stabil, tidak pasti, tidak tenang, terbang, bergerak kian kemari. Sagio dan Samsugi, op.cit., hlm. 5.

8 Sunarto, Wayang Kulit Purwa Gaya Yogyakarta, Sebuah Tinjauan tentang Bentuk, Ukiran, Sunggingan, Jakarta: Balai Pustaka, 1991, hlm. 15.

9 Suwaji Bastomi, Nilai-Nilai Seni Pewayangan, Semarang: Dahara Prize, 1993, hlm. 15. 10 Sagio dan Samsugi, op.cit., hlm. 5-6.

Page 5: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

14

wayang. Misalnya candi Prambanan (Yogyakarta), dan candi Penataran

(Blitar), candi Jago(Malang-Jawa Timur). Ada pendapat yang mengatakan

bahwa timbulnya wayang itu dari kepercayaan pada roh leluhur yang

sudah mati,11 yang dianggap oleh masyarakat Jawa sebagai pelindung

dalam kehidupan.

Pengertian wayang yang begitu banyak maka, penulis katakan

bahwa wayang adalah suatu hasil seni budaya manusia yang

menggambarkan tentang tingkah laku kehidupan manusia dalam

menempuh kesejahteraan dan beribadah kepada Tuhan. Karena wayang

merupakan lambang manusia yang disesuaikan dengan tingkah lakunya,

sebab wayang itu sendiri apabila dipraktekkan akan membawa peran yang

mencakup ajaran ke-Tuhanan, filsafat, moral, dan mistik.

2. Macam-macam Wayang

Budaya wayang berkembang selama berabad–abad memunculkan

berbagai ragam jenis wayang. Kebanyakan jenis wayang itu tetap

menggunakan Mahabarata dan Ramayana sebagai induk ceritanya. Alat

peraganya pun berkembang menjadi beberapa macam, antara lain wayang

yang terbuat dari kertas, kain, kulit, kayu, dan juga wayang orang (wayang

wong).

Perkembangan jenis wayang juga dipengaruhi oleh keadaan

budaya daerah setempat.12 Misalnya wayang kulit purwa yang

berkembang pula pada ragam kedaerahannya menjadi wayang kulit purwa

khas daerah, seperti wayang Cirebon, wayang Bali, wayang Betawi, dan

sebagainya. Ada beberapa jenis wayang di Indonesia, yang terpenting

diantaranya adalah :

a. Wayang Purwa (wayang kulit)

Cerita wayang purwa bersumber pada wiracerita Mahabarata

dan Ramayana. Wayang purwa ini merupakan jenis wayang yang

paling populer di masyarakat sampai saat ini. Wayang purwa ada yang

11 Sunarto, op.cit., hlm. 16. 12 Tim Penulis Enslikopedi Nasional Indonesia, op.cit., hlm. 275.

Page 6: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

15

terbuat dari kulit (wayang kulit purwa) dan ada yang terbuat dari kayu

(wayang golek purwa).13

b. Wayang Madya

Wayang madya ini merupakan ciptaan Sri Mangkunegara IV

Surakarta. Ceritanya merupakan lanjutan cerita wayang purwa yaitu

dari Yudayono sampai Jayalengka. Wayang madya ini tidak

berkembang karena keberadaannya hanya terbatas pada lingkungan

kadipaten Mangkunegara.14

c. Wayang Gedog

Wayang gedog diciptakan oleh sunan Giri dengan iringan

gamelan pelog. Isi ceritanya adalah lanjutan wayang madya dengan

dasar ceritanya dari cerita panji yang muncul zaman Kediri dan

Majapahit, yang merupakan cerita-cerita jenggala.15

d. Wayang Klitik (krucil)

Jenis wayang ini untuk menceritakan tanah Jawa, khususnya

kerajaan Majapahit dan Pajajaran, sumber cerita wayang klitik dari

serat Damarwulan. Wayang klitik dibuat oleh Pangeran Pekik, pertama

kali wayang kulit ini terbuat dari kulit, kemudian oleh Paku Buwana II

wayang klitik ini dibuat dengan bahan kayu, sehingga apabila

dimainkan menimbulkan suara kliti “klitik - klitik” atas dasar inilah

wayang krucil disebut wayang klitik.16

e. Wayang Golek

Cerita wayang jenis ini bersumber pada serat Menak, yang

berisikan cerita hubungan negeri Arab dan Persia pada zaman awal

Islam.17

13 Sagio dan Samsugi, op. cit., hlm. 11. 14 Effendi Zarkasi, op.cit., hlm. 55. 15 Sunarto, op.cit., hlm. 28. 16 Effendi Zarkasi, op.cit., hlm. 57. 17 Asmoro Achmadi, op.cit., hlm. 41-42.

Page 7: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

16

f. Wayang Menak

Wayang yang isinya hanya menggambarkan riwayat menak

dari lahir anak, dewasa, tua, sampai meninggal. Wayang ini dibuat

oleh Truna Dipa.

g. Wayang Cina

Wayang Cina dibuat tahun 1850, merupakan wayang yang

berasal dari Kapitein Liem Kie Tjwan dengan sumber cerita roman

sejarah negeri cina.

h. Wayang Beber

Keberadaan wayang beber ini telah berada dalam kepunahan.

Wayang ini terdiri dari dua jenis yaitu: wayang beber purwa yang

muncul zaman Majapahit oleh Prabangkara, dan wayang beber

gedhong muncul pada zaman kesultanaan pajang oleh sunan Bonang

abad XV.

i. Wayang Wong

Wayang wong adalah pertunjukan wayang yang dipergunakan

oleh manusia (wong), meliputi: wayang purwa, wayang wong

gedhong, wayang wong klitik, dan wayang wong menak.

j. Wayang Kontemporer

Wayang ini muncul karena perkembangan dari wayang kulit

purwa yang muncul pada abad XX yaitu :

- Wayang Dobel, dibuat pada tahun 1927 didaerah wonosari,Gunung

kidul, Yogyakarta, sumber ceritanya dari riwayat nabi.

- Wayang Kancil, wayang ini dibuat oloh Babah Bo Liem tahun

1925, sumber cerita wayang kancil ini dari ceritera kancil.

- Wayang Wahyu, wayang yang dipergunakan untuk dakwah kaum

Nasrani, dibuat oleh RM. Soertato Hardjo Wahono.

- Wayang Pancasila, wayang yang dibuat pada tahun 1980.

Ceritanya kadang mengambil dari cerita wayang klitik. Ciri yang

menonjol adalah kayonya disesuaikan dengan lambang Garuda

Pancasila.

Page 8: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

17

- Wayang Suluh, dibuat tahun 1946, wayang ini dibuat untuk

memberikan penyuluhan (obor) kepada masyarakat tentang

perjuangan.

- Wayang Ukur, dibuat oleh Drs. Sukasman dari ISI Yogyakarta

tahun 1982, cara pementasan ini dimainkan oleh dua dalang

dengan lampu warna - warni, hal ini yang membedakan dengan

yang lain.

- Wayang Diponegoro, dibuat oleh Kuswaji Kawendra Susanto di

Yogyakarta tahun 1983. Sumber ceritanya diambil dari babad

Diponegoro.

- Wayang Sadat, dibuat tahun 1980, oleh Drs. Suryadi seorang da’i

dari Trucuk - Klaten. Sumber ceritanya dari kehidupan para wali

sebagai penyebar agama Islam.

3. Beberapa Wujud Wayang Kreasi Baru

Wayang kulit purwa jika dikaitkan dengan kegiatan berbudaya,

memiliki dua fungsi utama. Pertama berfungsi sebagai sarana

pengungkapan kreatifitas seni, kedua berfungsi sebagai sarana

berkomunikasi dalam berbagai kepentingan.

Keberhasilan wayang kulit purwa yang memiliki beberapa paran

yang menyebabkan munculnya berbagai kreasi baru dalam wayang kulit.

Munculnya bentuk dan cerita wayang baru itu dipengharuhi pula oleh

perkembangan yang bergejolak dalam masyarakat pendukungnya.18

Maksud dari kreasi adalah hasil daya cipta atau hasil daya khayal atau

buah pikiran dan kecerdasan akal pikiran manusia. Sedangkan yang

dimaksud baru adalah sesuatu yang belum pernah ada (masih segar). Jadi,

yang dimaksud wayang kreasi baru adalah jenis wayang kulit yang belum

pernah ada dan merupakan hasil rekayasa para seniman.

Teater wayang senantiasa mengembangkan bentuk hiburan dan

pendidikan. Wayang kulit sangat populer dan luwes, mengilhami

penciptaan bentuk baru pada abad ke-20. Enam diantaranya wayang yang

18 Sunarto, Seni Gatra Wayang Kulit Purwa, Semarang: Dahara Prize, 1997, hlm. 132.

Page 9: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

18

diterima dengan semangat oleh masyarakat adalah wayang suluh, wayang

revolusi, wayang pancasila, wayang kancil, wayang sadat, dan wayang

wahyu. Yang menarik dari semua wayang ini adalah digunakan serbagai

sarana (wahana) pendidikan.19

Munculnya wayang kreasi baru itu menambah semaraknya dunia

pewayangan. Dengan latar belakang dan dasar pemikiran yang berbeda-

beda dalam mencipta wayang, sehingga mengenai makna dan nilai

beragam pula. Sumber gubahan dalam mewujudkan wayang kreasi baru20,

ialah:

- Cerita (lakon)

Cerita atau lakon memiliki tokoh-tokoh yang karakteristik, dari

tokoh itu dapat diklasifikasikan yang kemudian dapat diwujudkan

menjadi suatu kriteria. Berdasar cerita kriyawan dapat berkreasi

menciptakan beberapa alternatif dengan kriteria yang mantap.

Misalnya mengenai atribut akan dipengaruhi oleh latar belakang

ceritanya.

- Bentuk (wujud)

Bentuk (wujud) merupan sumber kedua yang lebih mengarah

pada pengolahan bentuk tokoh-tokohnya. Pertimbangan utama dalam

penciptaan wayang berdasar bentuk ini adalah aspek teknik dan estetis

seni rupa.

Kreasi bentuk merupkan tujuan utama untuk menghasilkan

wayang kreasi baru yang bernilai estetis tinggi. Karya wayang kreasi

baru itu jauh meninggalkan nilai tradisi dalam wayang kulit, terutama

pada bentuk atribut-atributnya.

Beberapa Wujud Wayang Kulit kreasi Baru

a. Wayang Suluh

Wayang Suluh tercipta setelah proklamasi kemerdekaan

Indonesia pada tahun 1945, pada tahun 1950, gren baru

19 Edi Sedyawati, Seni Pertunjukan, Jakarta: Grolier Internasional, 2002, hlm. 60. 20 Sunarto, Seni Gatra Wayang Kulit Purwa, op. cit., hlm. 133-135.

Page 10: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

19

dipergunakan oleh Departemen Penerangan untuk menyebarkan

penerangan pemerintah karena pada zaman itu selain radio jarang,

jarak terlalu jauh, dan televisi belum ada rakyat masih buta huruf.

Seiring dengan perjalanan waktu, bentuk wayang ini berkembang

menjadi teater rakyat.

Boneka wayang suluh terbuat dari kulit kerbau atau sapi.

Sosok tokoh diperlihatkan dalam raut wajah. Boneka-boneka ini

menggambarkan laki - laki dan perempuan modern yang

mengenakan pakaian sehari-hari, pakaian setempat atau pakaian

Barat atau tergantung tokoh yang menggambarkan. Pementasan

wayang suluh ini diiringi gamelan dengan gubahan modern. Cerita

dan tema yang dilakonkan adalah kejadian sehari-hari yang dialami

oleh anggota masyarakat, adapula yang diambil dari sejarah

mataram, perang Diponegoro, kisah kepahlawanan Suropati

melawan Belanda dan sebagainya.21

b. Wayang Revolusi

Masa revolusi (1945-1949) pemerintah nasional Indonesia

berjuang dengan menggunakan berbagai cara untuk mendapat

dukungan masyarakat. Pemerintah menggunakan wayang revolusi

ini sebagai sarana penerangan.

Boneka dalam wayang revolusi menggambarkan berbagai

tokoh kontemporer, seperti Soekarno, Nehru, Perjuangan revolusi,

Belanda dan rakyat. Banyak boneka yang diukir dan dilukis secara

nyata, mengambarkan masyarakat modern. Cerita-cerita wayang

revolusi diambil dari kejadian nyata pengeboman Hirosima, Jepang

dan pecahnya pertempuran antara Belanda dan tentara pelajar atau

rakyat. Dengan berakhirnya masa revolusi, wayang revolusi tidak

lagi terkenal.

21 Edi Sedyawati, Seni Pertunjukan, op.cit., hlm. 60-61.

Page 11: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

20

c. Wayang Sadat

Wayang ini merupakan wayang kulit kreasi baru yang

berdasar pada faham (ajaran) Islam dan berfungsi sebagai sebagai

sarana dakwah. Wayang ini diciptakan oleh Suryadi

Warnosuharjo, pada tahun 1985. Kata sadat berasal dari kata

syahadatain atau merupakan akronim sarana dakwah dan tablig.

Cerita wayang sadat berkisar pada masa penyebaran ajaran Islam

di Jawa (pada masa dikenalnya para wali demak) hingga masa

berdirinya kerajaan mataram. Sumber ceritanya berasal dari Serat

Babad Tanah Jawi dan Serat Babad Demak.

Tujuannya disamping wujud wayang yang bercorak Islam,

sarana lainnya juga disesuaikan dengan langgam keislaman. Baik

dalang maupun niyaga menggenakan sorban, kemudian

waranggana berbusana muslim. Dalam pocopan dan gending di

sana-sini diselingi kata dan irama Arab. Awal pertunjukan dimilai

dengan pemukulan beduk (semacam kendang berukuran besar)

bertalu-talu yang kemudian dibuka dengan salam.

Wujud wayang sadat masih berdasar pada wayang kulit

purwa, baik atribut sistem stilasinya. Hanya saja bagian muka dan

tanggan serta irah-irahan (ikat kepala) mendapat beberapa

gubahan, maka dari jenis wayang ini hampir sama dengan wayang

suluh atau merupakan penggambaran manusia dari samping

dengan atribut sorban, jubah, gamparan (sepatu) menyandang keris

dan lain sebagainya.

d. Wayang Pancasila

Salah satu dari beberapa bentuk wayang kulit yang

diciptakan setelah kemerdekaan oleh Harsono Hadi Soeseno adalah

wayang pancasila. Dalam wayang pancasila pendawa lima dari

Mahabarata menjadi lambang lima sila dasar negara Indonesia.22

22 Edi, Soedyawati,ibid.

Page 12: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

21

e. Wayang kancil

Wayang kancil diciptakan sekitar tahun 1924 atau 1925

oleh Bolim, seorang warga negara Indonesia keturunan Cina dari

Surakarta. Dengan kalimat yang sudah dimengerti dongeng

tentang kancil yang cerdik dan sangat masyhur selain menghibur

dan mendidik pendengarnya, juga memberikan pesan moral,

bahkan membuat kritik sosial melalui tokoh-tokoh hewan yang

dapat berbicara.

f. Wayang Wahyu

Teater wayang kulit jenis ini diciptakan tahun 1957 oleh

Timotheus Mardji Wignyasoebrata dipergunakan untuk

mengajarkan ajaran agama Katholik. Dengan mengambil cerita

perjanjian lama dan pejanjian baru, serta iringan musik gamelan

dengan nada diatonis musik gereja.

Kesenian khususnya yang berhubungan dengan

perkembangan wayang, adanya harapan mengenai perkembangan

wayang di masa mendatang. Hal ini tidak saja dipengaruhi oleh

keindahan dan ketertarikan untuk mengetahui lebih mendalam

tentang wayang kemunculan wayang kreasi baru akan diikuti pula

tentang cita rasa yang kemungkinan sesuai dengan jiwa dan cita

rasa generansi muda kini.

B. Gunungan dalam Wayang

1. Pengertian Wayang Gunungan

Wayang gunungan atau yang sering disebut dengan kekayon berasal

dari kata kayu artinya pohon. Kekayon diartikan sebagai pohon hidup atau

pohon hayat.23 Gunungan (kayon) dalam pewayangan melambangkan

berbagai hal seperti gunung, pohon besar, api, ombak, samudra, angin ribut,

gua dan lain-lain. Kekayon sebenarnya melambangkan kehidupan, karena

23 Suwaji Bastomi, Gelis Kenal Wayang, Jakarta: IKIP Semarang Press, 1992, hlm. 260.

Page 13: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

22

gunungan wayang membawakan lambang konsep mitos Jawa: Sangkan

Paraning Dumadi.

Gunungan adalah pahatan lukisan berbentuk gunung (dalam wayang

golek atau kulit) untuk mengawali, membatasi antara babak dan mengakhisi

(cerita lakon).24

Ada juga yang memberi arti lain kepada kekayon, yaitu bahwa

kekayon melambangkan hidup di dunia fana. Hal ini dihubungkan dengan

tancep kayon sebagai sangkan paraning dumadi (kembali pada asal).

Pemikir dari golongan Islam lain lagi pendapatnya, menurut mereka

“kekayon” berasal dari kata “khayyu” yang berarti hidup. Selain itu masih

banyak lagi interprestasi yang bersifat filosofis atau mistik.

Pohon yang tergambar sebagai bentuk dasar gunungan wayang atau

kayon itu adalah pohon Nagasari. Diberbagai keraton di Pulau Jawa.

Pohon Nagasari selain indah bentuknya, kuat kayunya, juga dianggap

membawa pengaruh baik bagi orang di sekitarnya. Namun sebagai gambar

yang membawakan perlambang, pohon pada gunungan melukiskan sejenis

pohon yang hanya hidup di alam khayalan, yakni pohon Dewandaru. Pohon

ini dianggap membawa pengaruh keabadian, kelanggengan.

Tentang asal muasal gunungan dalam dunia pewayangan, ada

beberapa versi. Ada yang menyebutkan gunungan diciptakan oleh kanjeng

Sunan Kalijaga, pada zaman Demak. Ada lagi yang mengatakan gunungan

sudah tergambar pada lembaran wayang beber yang dimainkan rakyat pada

zaman Majapahit.25

Gunungan adalah wayang yang bentuknya meruncing ke atas, seperti

bentuk puncak gunung.26 Dalam gunungan memuat ajaran filsafat tentang

ilmu kebijaksanaan. Hal itu menunjukkan bahwa lakon wayang berisi

ajaran tentang nilai-nilai yang tinggi dan mendalam.

24 WJS. Poerwadarminto, op.cit., hlm. 53. 25 Tim Penulis Sena Wangi, Ensiklopedi Wayang Indonesia, Jakarta: Sena Wangi, l999,

hlm. 611. 26 Suwaji Bastomi, Gelis Kenal Wayang, loc. cit.

Page 14: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

23

Gunungan disebut meru atau Mahameru artinya gunung besar

Mahameru, sebagai gambaran gunung Himalaya dengan segala

penghuninya. Mahameru dianggap sebagai gunung Sunga kadang-kadang

sebagai gunung dunia, kedua-duanya bersifat kudus. Sehubungan dengan

anggapan tersebut maka Mahameru mengandung berbagai unsur hidup dan

unsur mati. Mahameru dijadikan pusat pemujaan. Oleh beberapa pihak

pohon hayat diartikan sebagai lambang kehidupan "Jagad Besar” utau

"buana-agung" karena dalam gambaran tersebut dilukiskan unsur-unsur

udara, air, angin, api dan tanah. Pohon hayat juga diartikan sebagai

kehidupan yang tiada habis atau yang disebut "nunggak semi" (patah

tumbuh hilang berganti).27

Dr. Rassers memandang kayon atau gunungan adalah suatu bentuk

atau aparat yang ajaib: a. gambar hutan (pegunungan), b. meru (pohon surga

atau pohon harapan).28 Kayon adalah merupakan hutan di mana dewa-dewa

abadi diam, pusat suci dari seluruh masyarakat, menurut Mythe pohon surga

adalah permulaan ciptaan. Ada pula yang mengartikan gunung (kayon)

merupakan tatanan kosmis, dunia paradewa jagad.29

Ki Cipto Sangkono (A. Sangkono Wardoyo) seorang dalang dan

dosen pada Institut Seni Indonesia (ISI) di Yogyutu berpendapat, wayang

gunung merupakan hasil cipta yang di dalamnya tersirat suatu ungkapan

bergeloranya menuju cita-cita demi keselamatan jiwa manusia, agar

terhindar dari bencana nafsu indria yang tak terkendalikan. Dengan cara

menyucikan diri berdasarkan iman dan keimanan.30 Gunungan atau kayon

merupakan simbolisme jagad semesta alam yang penuh melambangkan

awal dan akhir kehidupan manusia.

27 Widjiono Wasis, Ensiklopedi Nusantara, Jakarta: Dian Rakyat, 1989, hlm. 11. 28 Sri Mulyono, Wayang Asal Usul dan Masa Depannya, Jakarta: CV. Hajimasaguna,

1989, hlm. 3l. 29 Soedarsono, Melacak Perkembangan Seni di Indonesia, Bandung: MRTI Line, 2000,

hlm. 182. 30 S. Haryanto, Bayang-Bayang Adhiluhung, Filsafat, Simbolik, dan Mistik dalam

Wayang, Semarang: Dahara Proze, 1992, hlm. 29-30.

Page 15: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

24

Keseluruhan pertunjukkan wayang sejak dari pembukaan (talu)

hingga berakhirnya pagelaran dengan tancep kayon, mempunyai kandungan

filosofis Jawa. Tiap adegan dengan iringan gending sendiri-sendiri dan

makin lama makin meningkat laras dan iramanya, hingga mencapai klimaks

dengan diakhiri tancep kayon setelah semua problem di kalangan lakonnya

terjawab dan terpecahkan.

2. Jenis dan Fungsi Gunungan

a. Jenis gunungan

Bentuk dan seni kriya gunungan selalu berubah dan zaman ke

zaman. Antara daerah satu dengan daerah lainnya juga terdapat

perbedaan bentuk. Pada 1737 Masehi Susuhanan Paku Buwana II di

Kartasura memerintahkan para seniman Keraton untuk menciptakan

bentuk seni kriya gunungan baru, yang memasukkan unsur gambar

gaputa.31 Gunungan dengan gapura ini diberi candra sengkala gapura

uma retuning bumi, yang melambangkan angka tahun Jawa 1659 atau

1737 Masehi. Dalam perkembangannya di dunia pewayangan,

gunungan gapura ini disebut gunungan lanang (lelaki).

Di lihat dari bentuknya ada dua macam gunungan32 yaitu

gunungan gapura (zaman Kartasura), gambaran utama bentuk gunungan

ini berupa gapura (gerbang) dengan lima pilar. Seeokor harimau dan

seekor benteng terdapat di latar belakang. Ini melambangkan

konfrontasi abadi antara segala yang buruk dengan segala yang baik. Di

latar depan, di sisi kiri dan kanan gapura itu terdapat dua orang raksasa

penjaga pintu bersenjatakan ganda dan perisai.

Dunia wayang kulit purwa juga mengenal gunungan lain yakni

gunungan blumbungan (gunungan wadan atau perempuan). Pada

gunungan blumbungan terdapat gambar sepasang sayap, sepasang

jlarang yaitu sejenis musang dan rase. Selain itu tergambar pula

beberapa jenis binatang seperti ular, burung, merak dan monyet.

31 Tim Penulis Sena Wangi, loc.cit. 32 Ibid, hlm. 612.

Page 16: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

25

Gunungan dalam berbagai gagrak ada empat macam yaitu

gunungan gagrak Yogyakarta, gunungan gagrak Jawa Timur, gunungan

gagrak Surakarta, dan gunungan gagrak Cirebon. Dalam berbagai

jenisnya gunungan wayang golek menak dan gunungan wayang Sasak.

Ragam bentuk gunungan atau kayon terdapat perbedaan, yang

disebabkan oleh jenis wayang yang berbeda, bisa pula karena dibuat

oleh seniman dari daerah atau zaman yang berbeda.33

b. Fungsi Gunungan

Gunungan yang pada awalnya disebut kayon, dalam pewayangan

melambangkan tentang berbagai hal. Figur wayang gunungan

merupakan gambar wayang yang sangat penting dalam setiap

pertunjukan wayang, tanpa kayon gunungan pertunjukan tidak dapat

berjalan.

Kayon itu ujudnya semacam gunung runcing, karenanya

kemudian dinamakan “gunungan”. Isinya hiasan bermacam-macam,

dilihat dari ujud dan fungsinya, kayon gunungan ini mempunyai

beberapa fungsi dalam pertunjukkan, yakni:

1) Dipergunakan dalam pembukuan dan penutupan adegan-adegan

2) Sebagai tanda untuk pengertian jejeran (adegan/babak)

3) Untuk menggambarkan sesuatu yang tidak ada ujud wayangnya,

seperti gapura, samudra, hujan, batu, gua, kekacauan, guntur, gelap,

api atau untuk mewujudkan Sang Hyang Menang

4) Salah satu alat komunikasi antara dalang dengan penabuh gemelan

yang mengiringinya

5) Sebagai aba-aba dalang kepada para penabuh gemelan terutama

penggendang dan penggedernya.34

Kayon itu juga dapat dipergunakan untuk menandai pembagian

waktu pertunjukan pegelaran wayang kulit semalam suntuk.35 Bahwa

untuk masa pertama didahului tancapan kayon miring ke kiri, masa

33 Ibid, hlm. 613-615. 34 Ibid. 35 Effendy Zarkasi, op.cit. hlm. 116.

Page 17: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

26

kedua tegak, dan masa ketiga miring ke kanan. Masing-masing masa

langgam gamelannya berbeda-beda yaitu masing-masing. patet ngeog

manyuro, patet sanga dan patet manyuna. Pendapat R. Samsudjin

bahwa tancepan gunungan ada yang dengan sistem ke kanan, lalu tegak,

lalu ketiga ke kiri. Yang kuno (klasik): ke kanan tegak ke kiri. Ada

aliran sebaliknya ke kiri-tegak-ke kanan. Ada juga yang selalu ke kanan

mulai dari awal sampai akhir. Hal ini ada falsafah yaitu bahwa

kehidupan manusia di dunia ini dibagi dalam tiga masa: masa anak-

anak, masa dewasa dan masa tua.

Fungsi gunungan atau kayon dengan berbagai macam bentuk dan

ragamnya disebabkan oleh jenis wayang yang berbeda atau dari daerah

atau zaman yang berbeda. Misalnya pada wayang wahyu, sesuai

fungsinya sebagai media penyebaran agama Katholik, gunungannya

dibuat dengan pula dasar tatahan dan sunggingan yang menggambarkan

salib.

3. Unsur dan Makna Ornamen yang Terkandung dalam Gunungan

Pohon hayat atau pohon kehidupan oleh bangsa Indonesia sebagai

lambang kehidupan alam semesta, dalam pohon hayat terkandung berbagai

falsafah kehidupan. Hal ini terbukti setiap pribadi yang ingin menstabilkan

arti pohon hayat yaitu kesejahteraan lahir batin bagi kehidupan umat.

Unsur Islam dalam pewayangan, banyak sekali macam ragamnya.

Semua dikemas dalam berbagai cerita yang telah berlaku dalam

pewayangan, sunan Kalijaga adalah salah seorang wali yang sangat berhasil

dalam berdakwah lewat wayang.

Gunungan dibuat pada zaman Demak oleh Raden Patah (Sultan Syeh

Alam Akbar) sekitar tahun L443. Sebelum pertunjukan wayang dimulai,

gunungan diletakkan di tengah-tengah kelir yang merupakan titik pusat

jangkauan mata penonton. Gunungan ini merupakan gambar simbolis dari

mustika masjid.36

36 Ismunandar, Wayang Asal Usul dan Jenisnya, Semarang: Dahara Prize, 1988, hlm.

102.

Page 18: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

27

Gunungan bila/jika balikkan akan menyerupai jantung manusia.

Makna yang tersirat tidaklah sembarangan, karena mengandung falsafah

Islam. Sebagai orang hidup jantung harus selalu berada di masjid, maka

yang perlu diperhatikan pertama-tama dalam hidup ini adalah masjid atau

kepentingan beribadah kepada Allah. Gunungan mempunyai tiga sudut:

pertama-tama manusia tidak bisa lepas dari tiga hal, yakni Tuhan yang

mentakdirkan adanya manusia, kedua manusia dilahirkan lewat permainan

asmara oleh ayah dan ibu, sebagai perantara proses terjadinya manusia.

Ketiga dalam proses terjadinya manusia juga tidak lepas dari anasir-anasir

yang berasal dari bumi, air, angin dan api.

Kayon mengandung unsur Ke-Islaman yang sangat mendalam yaitu

ajaran keimanan terhadap kekuasaaan Allah dalam menghidupkan segala

zat hidup yang ada di langit dan di bumi beserta segala isinya.37 Hal

tersebut dapat dilihat pada gambar (ornamen dan lukisan) dalam gunungan

yang mengandung ajaran filsafat.

Ki Cipto Sangkono. CA Sangkono Cipto Wandoyo seorang dalang

dan dosen pada Institut Seni Indonesia (ISI) di Yogyakarta mengemukakan

pendapatnya tentang unsur dan makna gambar (ornamen-lukisan) pada

gunungatt:38

1. Gunungan atau Kayon diciptakan pada tahun 1443 saka, oleh sunan

Kalijaga seorang wali dari jajaran Walisanga. Di balik kayon terlihat

sunggingan yang menggambarkan api menyala, ini merupakan surya

(andra) sengkala atau sengkalan yang berbunyi geni dadi sucining jagad,

artinya bahwa geni (api) berwatak tiga, dai dari kata wahudadi berwatak

empat yang berarti samudra atau air, suci berarti air berwatak empat dan

jagad berwatak 1. Jadi angka-angka itu menunjukan 3441, bila dibalik

menjadi tahun saka 1443. Sengkala tersebut merupakan peringatan

bahwa gunungan (kayon) diciptakan oleh sunan Kalijaga pada tahun

1443 saka.

37 Effendy Zarkasi, op.cit. hlm. 114. 38 S. Haryanto, op.cit., hlm. 29-31.

Page 19: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

28

2. Tanah tuwuh (pepohonan), terdapat di dalam gunungan dan sebagian

orang mengartikan sebagai pohon Kalpataru yang mempunyai makna

pohon hidup, sumber kehidupan, sumber kebahagiaan, sumber

keagungan (pohon jenggi) sumber asal mula kejadian (pohon purwaning

dumadi) sumber asal dan tujuan hidup (pohon sangkan panon) serta

sumber hidup diatas segalanya (pohon waringin sungsang).

3. Gambar binatang dan bermacam unggas merupakan gambaran dari

pelbagai macam tingkat kehiduapan di dunia, sedang gambar ular yang

melilit pada pohon merupakan lambang badan jasmani dan rohani yang

menyatu dan dalam pedalangan disebut kayu mati Nirambatan Handa

Walika.

4. Tanah tempat pada tumbuh melambangkan, salah satu anasir terjadinya

manusia, sedang gambar yang menempel pada pokok pohon

melambangkan api, di bawah pohon, terdapat sebuah kolam (disebut

beji) yang melambangkan air, disebut kanan dan kiri digambarkan sayap

melambangkan atau muka raksasa (bersayap) adalah pelambang angin,

dengan demikian tampak dalam kayon terdapat perlambang dari empat

unsur yang menyangkut terjadinya manusia (tanah, api dan angin).

5. Bagian bawah dari motif gunungan terdapat pintu gerbang yang diapit

oleh dua raksasa dengan bersenjatakan perisai dan pedang. Pintu

gerbang melambangkan pintu masuk ke dalam kebahagiaan abadi, dan

untuk memasukinya harus melalui penjaga (raksasa) sebagai lambang

nafsu indera.

6. Makara bermata satu sebagai lambang pramana (sering pula disebut

sebagai mata ketiga atau mata batinnya), dan pada puncak gunung

terdapat gambar mustika sebagia lambang puncak tujuan hidup.

Berbeda lagi dengan pendapat seorang dalang sekaligus mubaligh di

Nusukan-sala pada mashadi, berdasarkan pendapat Kyai Hambali beliau

Page 20: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

29

(pak Mashadi). Meninjau gunungan dari segi ujud dan fungsinya

mengandung filsafat yang dalam:39

1. Gunungan atau kayon diciptakan tahun 1443 saka yang ditandai oleh

warna api pada balik kayon, yang merupakan candra sengkala memet

“dahana marub rahayuning bawono" yang menunjukkan angka tahun

1443 saka.

2. Di dalam kayon terdapat gambar raksasa, menurut ilmu watak benda

berarti bilangan lima. Maksudnya bahwa rukun Islam itu ada lima

perkara.

3. Gambar gapuro berwatak sembilan, menggambarkan Walisongo.

4. Kanan dan kiri ada raksasa artinya bahwa manusia selalu diawasi oleh

malaikat rokib dan atit.

5. Disamping wuwung ada tatwa yang artinya bahwa kehidupan manusia

itu dipengaruhi oleh lingkungan.

6. Gunungan atau kayon terdapat bermacam-macam binatang yang

menggambarkan nafsu manusia. Yaitu:

a. Harimau : nafsu amarah

b. Banteng : nafsu lawwamah

c. Kera : nafsu shufiah

d. Burung : nafsu mutmainnah.

Gambar yang terdapat dalam gunungan menurut paham Hindu Bali

secara kosmos melambangkan proses pencampuran benda-benda di alam

semesta menjadi satu yang disebut panca Maha Bhuta yaitu lima zat yang

diciptakan oleh Tuhan terdiri dari banu (sinar-udara-setan), bani (brama-

api) , banyu (air), bayu (angin), dan bantala (bumi atau tanah). Keempat zat

tersebut menjadi satu dan terwujudlah badan manusia. Sedangkan zat banu

merupakan zat makanan utamanya.

Pintu gerbang yang terdapat dalam gambar gunungan melambangkan

jalan masuk ke dalam alam gelap yang merupakan batas antara alam terang

(dunia fana) dengan alam gelap (alam baka atau akhirat) ular (naga)

39 Effendy Zarkasi, op.cit. hlm. 115-116.

Page 21: BAB II Gunungan - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/16/jtptiain-gdl-s1... · perhatian orang-orang Jawa terhadap keberadaan wayang ini, ... 3 W.J.S

30

melambangkan sejatining urip dengan makna betapa sulitnya yang harus

ditempuh untuk mencapai tujuan. Ayam di atas pohon melambangkan

tantangan hidup. Kera melambangkan ketangkasan atau keuluetan dalam

kehidupan manusia. Banteng melambangkan watak atau pendirian yang

jujur, kuat dan pantang menyerah. Harimau melambangkan keindahan yang

disertai bahwa yang tangguh menghadapi lawan. Burung melambangkan

kesenangan dan ketentuan untuk hari esok. Dua raksasa bersayap garuda

(bledekan) adalah lembang empat nafsu manusia (mutmainnah, shufiah,

lawwamah dan amarah) kijang yang berekor seperti komodo merupakan

binatang yang aneh yang melambangkan kemauan hidup tanpa

mempertimbangkan segi untung ruginya sekedar kesenangan belaka. Dan,

bejana berbentuk bunga padma (teratai) yang terdapat di puncak pohon

berisikan air suci melambangkan air kehidupan dari sang pencipta.

Uraian makna ornament pada gunungan tersebut terlukislah makna

filosofis dan mistik. Sehingga tampaklah jelas bahwa gunungan atau kayon

merupakan lambang pusat kehidupan dan bermakna sebagai lambang

ketuhanan (Tuhan Yang Maha Esa), yang banyak mengandung unsur dan

makna filosofis jawa atau mistik.