50
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pertimbangan Dasar Penerapan Ergonomi Istilah ergonomi diperkenalkan pertama kali oleh Jastrzebowski pada tahun 1857 yang berasal dari bahasa Yunani yaitu ergein yang artinya bekerja. Ergein berasal dari dua kata yaitu “ergos” yang berarti kerja dan “nomos” yang berarti hukum alam (natural law), sehingga ergonomi berarti peraturan atau tata cara kerja yang alamiah (Hafid, 2002). Menurut Manuaba (2000), ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien yang setinggi-tingginya. Ergonomi sebagai disiplin ilmu bersifat multidisiplin, di mana keilmuannya terintegrasi dengan aspek-aspek fisiologis, psikologis, anatomi, hiegine, teknologi dan praktiknya. Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman dan nyaman (Santosa, 2004). Menurut Adiputra dkk. (2001), perkembangan industri yang cukup pesat, namun tidak iringi perhatian terhadap lingkungan kerja dan peralatan kerja dipastikan akan menimbulkan gangguan muskuloskeletal. Oleh karena itu, menurut Manuaba (2000), ergonomi hendaknya diterapkan di berbagai aspek

BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pertimbangan Dasar Penerapan Ergonomi

Istilah ergonomi diperkenalkan pertama kali oleh Jastrzebowski pada

tahun 1857 yang berasal dari bahasa Yunani yaitu ergein yang artinya bekerja.

Ergein berasal dari dua kata yaitu “ergos” yang berarti kerja dan “nomos” yang

berarti hukum alam (natural law), sehingga ergonomi berarti peraturan atau tata

cara kerja yang alamiah (Hafid, 2002). Menurut Manuaba (2000), ergonomi

adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menyerasikan alat, cara dan

lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien yang setinggi-tingginya.

Ergonomi sebagai disiplin ilmu bersifat multidisiplin, di mana keilmuannya

terintegrasi dengan aspek-aspek fisiologis, psikologis, anatomi, hiegine, teknologi

dan praktiknya.

Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang secara sistematis memanfaatkan

informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk

merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem

itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu

dengan efektif, aman dan nyaman (Santosa, 2004).

Menurut Adiputra dkk. (2001), perkembangan industri yang cukup pesat,

namun tidak iringi perhatian terhadap lingkungan kerja dan peralatan kerja

dipastikan akan menimbulkan gangguan muskuloskeletal. Oleh karena itu,

menurut Manuaba (2000), ergonomi hendaknya diterapkan di berbagai aspek

Page 2: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

13

pekerjaan, baik dalam industri besar, menengah maupun kecil. Penerapan konsep

ergonomi dapat mengatasi kasus-kasus yang sering terjadi pada buruh maupun

perusahaan itu sendiri. Dengan upaya ergonomi, kelelahan kerja maupun keluhan

muskuloskeletal yang dapat terjadi karena adanya pekerjaan yang monoton, kerja

fisik dan mental yang berat dan berlangsung lama, mikroklimat yang buruk,

masalah psikologi dan bekerja dengan perasaan sakit, kurang energi dan adanya

penyakit dan segala macam beban tambahan yang tidak perlu bisa kita hindari.

Sehingga pada akhirnya segala kemampuan, kebolehan dan batasan seseorang

hanya ditunjukkan kepada pekerjaan pokok yang menjadi tugasnya. Dengan

demikian, pemikiran dan konsep-konsep yang mendasar perlu dipertimbangkan

sejak awal, agar tidak menjadi masalah yang fatal di masa yang akan datang. Hal

ini dapat tercapai apabila terjadi kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya

(fitting the task to the person and fitting the person to the task) (Grandjean dan

Kroemer, 2000).

Ergonomi menempatkan manusia sebagai unsur utama dalam sebuah

pekerjaan dengan mempertimbangkan kemampuan, kebolehan dan batasannya.

Ergonomi berusaha menciptakan keserasian antara pekerjaan dengan alat yang

digunakan, sistem yang mendukung serta kondisi lingkungan kerja yang optimal,

sehingga bekerja akan terasa nyaman serta meminimalisasi kelelahan dan

kecelakaan akibat kerja (Josephus, 2009).

Delapan aspek ergonomi merupakan salah satu pendekatan ergonomi

untuk menilai hingga memperbaiki suatu kondisi kerja pada suatu tempat

(Manuaba, 2006). Delapan aspek tersebut adalah:

Page 3: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

14

1) Penggunaan tenaga otot

Batas-batas kemampuan baik gerakan maupun kekuatan otot

perlu diperhatikan di dalam merancang kondisi kerja. Penggunaan

tenaga otot hendaknya memperhatikan gerakan alamiah dari otot

bersangkutan atau gerakan otot tersebut tidak bertentangan dengan

gerakan fisiologis otot (Josephus, 2009).

2) Sikap kerja

Sikap kerja yang tidak alamiah atau sikap kerja paksa dapat

terjadi karena penggunaan alat kerja atau stasiun kerja yang tidak

sesuai antropometri pekerja (Grandjean dan Kroemer, 2000; Manuaba,

2000). Sikap kerja yang tidak alamiah baik saat memegang,

mengangkat dan mengangkut, duduk atau berdiri terlalu lama dan lain

sebagainya dapat memicu timbulnya kelelahan maupun keluhan

muskuloskeletal bahkan cedera pada pekerja.

3) Nutrisi

Pemenuhan kebutuhan kalori pekerja harus disesuaikan dengan

karakteristik pekerjaan serta beban kerja suatu pekerjaan. Pemenuhan

kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mengoptimalkan kemampuan

kerja dan meningkatkan produktivitas kerja (Josephus, 2009).

Pemenuhan kebutuhan kalori terutamanya dapat dilakukan pekerja

pada saat jam istirahat.

Page 4: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

15

4) Lingkungan kerja

Baik secara langsung maupun tidak langsung kondisi

lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja seseorang

(Manuaba, 2000). Lingkungan kerja secara umum terdiri atas

lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja nonfisik (Sedarmayanti,

2009). Lingkungan kerja fisik secara umum terkait dengan suhu,

kelembapan, penerangan, kebisingan, getaran dan radiasi. Paparan

kimia seperti debu, gas dan cairan serta kondisi biologis seperti

adanya kuman, virus, jamur dan parasit juga merupakan bagian dari

lingkungan kerja fisik yang perlu dipertimbangkan. Sedangkan

kondisi lingkungan kerja nonfisik terkait hubungan antar sesama

pekerja dan masalah sosial adat dan agama.

5) Waktu kerja

Delapan jam per hari termasuk waktu istirahat merupakan

waktu kerja maksimal di mana seseorang dapat bekerja dengan baik

dengan kondisi lingkungan kerja yang normal. Namun, hal ini tidak

berlaku untuk pekerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang

ekstrem seperti lingkungan kerja panas atau dingin. Perpanjangan

waktu kerja sebaliknya dapat mengurangi performa kerja sehingga

menurunkan hasil kerja dan mempunyai kecenderungan untuk

menimbulkan kelelahan, gangguan/penyakit dan kecelakaan

(Suma’mur, 2009; Grandjean dan Kroemer, 2000).

Page 5: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

16

6) Sistem informasi

Sistem informasi terkait dengan penyampaian suatu informasi

yang berhubungan dengan cara kerja, prosedur kerja, himbauan,

peringatan, petunjuk dan lainnya terkait proses produksi yang

dilakukan. Terdapat beberapa sistem yang digunakan untuk

menyampaikan informasi, di antaranya: komunikasi lisan, informasi

tertulis atau berupa slogan-slogan dan petunjuk kerja yang dipasang di

alat kerja, mesin atau tempat-tempat strategis yang dapat dilihat

dengan mudah oleh pekerja (Grandjean & Kroemer, 2000; Manuaba,

2005).

7) Kondisi sosial budaya

Harmonisasi hubungan di lingkungan kerja baik antara sesama

pekerja, dengan atasan atau bawahan dan lebih jauh lagi hubungan

dengan keluarga dan masyarakat, menyebabkan pekerja lebih mampu

berkonsentrasi pada tugas dan pekerjaannya, sehingga pencapaian

produktivitas bisa optimal (Nala, 2002; Josephus, 2009).

8) Interaksi manusia-mesin

Mesin termasuk alat bantu yang diharapkan dapat membantu

pekerja pada proses produksi. Apabila mengingat prinsip ergonomi,

maka desain dan cara kerja mesin hendaknya disesuaikan dengan

memperhatikan kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia

(fitting the job to the man) (Grandjean & Kroemer, 2000; Manuaba,

2005).

Page 6: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

17

Pekerjaan menjahit juga merupakan salah satu pekerjaan yang bekerja

dengan menggunakan tenaga otot. Selama proses menjahit dengan

mengoperasikan mesin jahit, penggunaan tenaga otot lebih kepada adanya

kontraksi pada satu jenis otot dengan pengulangan cukup tinggi. Selain itu sikap

kerja penjahit yaitu sikap kerja duduk dalam jangka waktu lama serta dengan

pekerjaan yang monoton, tentu berpengaruh terhadap kelelahan maupun keluhan

muskuloskeletal yang dialami penjahit. Penjahit yang bekerja di PT. Fussion

Hawai, walaupun dengan kondisi lingkungan kerja yang memadai, baik dilihat

dari lingkungan fisik maupun lingkungan nonfisik, namun ketiadaan waktu

istirahat pendek dengan waktu kerja yang panjang ditambah tidak adanya

pemenuhan kebutuhan kalori kerja yang memadai tentu akan berpengaruh pada

terjadinya kelelahan dan pada akhirnya memengaruhi produktivitas kerja. Dalam

pekerjaan menjahit, interaksi antara penjahit dan mesin jahit terjadi hampir di

sepanjang waktu kerja. Oleh karena itu, cara dan sistem kerja mesin menjadi hal

yang tidak asing bagi penjahit, tanpa terlepas dari pengetahuan pekerja akan

kemungkinan risiko yang dapat terjadi ketika menggunakan mesin tersebut.

2.2 Pencegahan Keluhan Muskuloskeletal

Penyakit musculoskeletal disorder (MSDs) ini diterjemahkan sebagai

kerusakan trauma kumulatif. Terjadi akibat proses penumpukan cedera atau

kerusakan kecil-kecil pada sistem muskuloskeletal akibat trauma berulang yang

setiap kalinya tidak dapat sembuh sempurna sehingga membentuk kerusakan

cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit (Utomo dan Pujiastuti, 2003).

Page 7: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

18

Gangguan pada sistem muskuloskeletal ini hampir tidak pernah terjadi

langsung, tetapi lebih merupakan suatu akumulasi dari benturan-benturan kecil

maupun besar yang terjadi secara terus-menerus dan dalam waktu yang relatif

lama, bisa dalam hitungan hari, bulan ataupun tahun, tergantung dari berat

ringannya trauma sehingga akan terbentuk cedera yang cukup besar yang

diekspresikan sebagai rasa sakit atau kesemutan, nyeri tekan, pembengkakan dan

gerakan yang terhambat atau kelemahan pada jaringan anggota tubuh yang

terkena trauma (Nurmianto, 2004).

Menurut Grandjean dan Kroemer (2000), keluhan muskuloskeletal adalah

keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan seseorang mulai dari

keluhan yang sangat ringan sampai sakit. Apabila otot menerima beban statis

secara berulang-ulang dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan keluhan

hingga kerusakan muskuloskeletal.

Menurut Tarwaka dkk. (2004), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan

pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari

keluhan yang sangat ringan sampai sakit. Keluhan hingga kerusakan inilah yang

biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) atau

cedera pada sistem muskuloskeletal. Menurut Grandjean dan Kroemer (2000),

keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan

akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang

panjang. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat

terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang

menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.

Page 8: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

19

Keluhan pada sistem muskuloskeletal dapat disebabkan oleh beberapa hal,

di antaranya: 1) memaksakan angkat angkut beban yang terlalu berat; 2)

melakukan gerakan tertentu yang berulang; 3) sikap tubuh yang tidak ergonomis

ketika duduk, berdiri dan beraktivitas; 4) menggunakan teknik pengangkatan yang

salah; dan 5) tekanan kerja (Cani-news, 2006; Leah, 2011).

Terdapat beberapa alat ukur ergonomi yang digunakan untuk mengukur

adanya keluhan muskuloskeletal. Menurut Tarwaka (2010), metode Nordic Body

Map (NBM) merupakan metode yang digunakan untuk menilai tingkat keparahan

(severity) atas terjadinya gangguan atau cedera pada otot-otot skeletal. Aplikasi

metode NBM dengan menggunakan lembar kerja berupa peta tubuh (body map).

Nordic body map meliputi 28 bagian otot-otot skeletal pada kedua sisi tubuh

kanan dan kiri yang dimulai dari anggota tubuh bagian atas yaitu otot leher sampai

dengan bagian paling bawah yaitu otot pada kaki. Desain penilaian menggunakan

skor (misalnya empat skala likert), maka setiap skor atau nilai haruslah

mempunyai definisi operasional yang jelas dan mudah dipahami oleh responden.

Total skor individu dari seluruh otot skeletal (28 bagian otot skeletal) dihitung

untuk dapat digunakan dalam memasukkan data statistik. Berikut adalah

klasifikasi tingkat risiko otot skeletal berdasarkan skor kuesioner nordic body

map.

Page 9: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

20

Tabel 2.1

Klasifikasi Tingkat Risiko Otot Skeletal Berdasarkan Total Skor Individu

No Total skor

individu

Tingkat

risiko Tindakan perbaikan

1 28 - 49 Rendah Belum diperlukan tindakan perbaikan

2 50 - 70 Sedang Mungkin diperlukan tindakan perbaikan

3 71 - 91 Tinggi Diperlukan perbaikan segera

4 92 – 112 Sangat tinggi Diperlukan tindakan menyeluruh dan sesegera

mungkin

Sumber: Tarwaka, 2011

Pengukuran adanya keluhan muskuloskeletal lainnya di antaranya:

1) Tabel psikofisik merupakan penilaian yang digunakan untuk

mengevaluasi pemindahan material secara manual tentang berapa

banyak kapasitas pekerja dalam mengangkat, menurunkan,

mendorong, menarik dan membawa beban didasari oleh ilmu psikologi

(Snook, 2005)

2) Pengukuran dengan video camera. Setiap tahapan aktivitas kerja

direkam dengan video camera, selanjutnya hasil rekaman ini

digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis terhadap sumber

terjadinya keluhan otot (Rodgers, 2005)

3) Quick Exposure Checklist (QEC) merupakan bentuk penilaian objektif

terhadap risiko cedera di tempat kerja terhadap keluhan

muskuloskeletal (Li dan Buckle, 2004).

Page 10: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

21

Trauma jaringan timbul karena kronisitas atau berulang-ulangnya proses

penggunaan tenaga yang berlebihan, peregangan berlebihan (overstretching) atau

penekanan berlebihan (overcompression) pada suatu jaringan. Jaringan yang

terkena bisa tendon, sarung tendon, saraf, pembuluh darah, ligamen daripada

tangan, pergelangan tangan, siku, bahu, leher, pinggang, pangkal paha, lutut dan

pergelangan kaki (Utomo dan Pujiastuti, 2003).

Occupational Safety and Health Adminstration (OSHA) (2010),

mendefinisikan MSDs adalah suatu gangguan muskuloskeletal yang ditandai

dengan terjadinya sebuah luka pada otot, tendon, ligamen, saraf, sendi, kartilago,

tulang atau pembuluh darah pada tangan, kaki, leher, atau punggung. MSDs dapat

disebabkan atau diperburuk oleh pekerjaan, lingkungan kerja dan performa kerja.

MSDs dapat menjadi pemicu respon maladaptif pada pekerja seperti malas dalam

melakukan pekerjaannya, terlambat atau tidak masuk kerja, berdampak pada hasil

kerja yang tidak optimal serta memengaruhi penghasilan pekerja. Faktor risiko

timbulnya keluhan MSDs tersebut adalah beban kerja yang tinggi atau berat,

pekerjaan berulang, sikap kerja yang salah, serta stres (Tarwaka, 2011; Altwood

dkk., 2004).

Posisi duduk statis disertai dengan sikap tubuh yang tidak ergonomis saat

bekerja akan menyebabkan adanya penekanan pada bagian otot tubuh tertentu

sehingga berdampak pada terganggunya sirkulasi darah di dalam tubuh dan

berkurangnya pasokan oksigen (O2) yang akan menyebabkan terjadinya

penimbunan asam laktat di dalam otot tubuh. Penimbunan asam laktat ini dapat

menyebabkan rasa pegal, tegang dan nyeri otot (Guyton dan Hall, 2000). Samara

Page 11: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

22

(2005) menyatakan bahwa terlalu lama duduk dengan posisi yang salah akan

menyebabkan ketegangan otot-otot dan keregangan ligamentum tulang belakang

serta membuat tekanan abnormal dari jaringan sehingga menyebabkan rasa sakit.

Samara (2005) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa sikap tubuh

yang tidak ergonomis saat bekerja yaitu dengan posisi kerja duduk statis dalam

jangka waktu yang lama (91-300 menit) mempunyai risiko yang lebih besar untuk

mengalami nyeri punggung bawah. Hasil yang sama juga terdapat dalam

penelitian Idyan (2008), bahwa ada hubungan antara lama duduk terhadap

kejadian nyeri pinggang pada mahasiswa ekstensi 2005 Fakultas Ilmu Kesehatan,

Universitas Indonesia, yaitu dari 35 responden, 17 responden (48,6%) di

antaranya mengalami nyeri setelah duduk kurang dari tiga jam saat perkuliahan,

dan sebanyak 18 responden (51,4%) mengalami nyeri pinggang setelah duduk

antara tiga sampai dengan enam jam saat perkuliahan. Sundari (2011), juga

menyatakan terdapat hubungan antara sikap kerja dan beban kerja pada keluhan

muskuloskeletal pekerja pembentuk keramik.

Secara garis besar keluhan muskuloskeletal dapat dikelompokkan menjadi

dua, yaitu (Grandjean dan Kroemer, 2000):

a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada

saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut

akan segera hilang apabila pemberian beban dihentikan

b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat

menetap, walaupun pemberian beban kerja telah dihentikan, namun

rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.

Page 12: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

23

Kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu

berat dengan durasi pembebanan yang panjang dapat menimbulkan keluhan

muskuloskeletal. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila

kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum.

Namun, apabila kontraksi otot melebihi 20% maka peredaran darah ke otot

berkurang dan suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat

terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang

menyebabkan timbulnya rasa nyeri di otot (Grandjean dan Kroemer, 2000).

Kelainan pada sistem muskuloskeletal atau musculosceletal disorders

(MSDs) dapat dibedakan menurut beratnya gangguan yaitu ringan, sedang dan

berat. Adapun kondisi-kondisi yang termasuk gangguan muskuloskeletal di

antaranya sebagai berikut: bursitis, tendinitis, tenosinovitis, trigger finger, tension

neck syndrome, dequervain’s syndrome, carpal tunnel syndrome, guyon’n tunnel

syndrome serta low back pain (Merwe, 1998 dalam Susila, 2002).

2.3 Mengurangi Kelelahan Kerja

Kelelahan merupakan suatu perasaan yang bersifat subjektif yang akan

timbul setelah melakukan aktivitas tertentu dan mengarah pada kondisi

melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan (Budiono dkk., 2003).

Berbagai keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja

menunjukkan adanya kelelahan. Melalui perasaan lelah tubuh memperlihatkan

bentuk mekanisme perlindungan dari kerusakan lebih lanjut sehingga kembali

dapat melakukan pemulihan (Suma’mur, 2009).

Page 13: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

24

Berdasarkan proses yang terjadinya, kelelahan kerja dapat dibagi sebagai

berikut (Grandjean dan Kroemer, 2000):

1) Kelelahan otot (muscular fatigue)

Kelelahan otot merupakan fenomena berkurangnya kinerja otot

setelah terjadi tekanan fisik untuk suatu waktu tertentu. Gejala yang

ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik, namun

juga pada makin rendahnya gerakan (Budiono dkk., 2003).

Terdapat dua teori tentang terjadinya kelelahan otot, yaitu teori

kimia dan teori saraf pusat. Teori kimia menjelaskan bahwa terjadinya

kelelahan adalah akibat hilangnya efisiensi otot karena berkurangnya

cadangan energi dan meningkatnya sisa metabolisme di dalam otot,

sedangkan perubahan arus listrik pada otot dan saraf dianggap sebagai

penyebab sekunder. Pada teori saraf pusat menjelaskan bahwa

perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya

rangsangan saraf melalui saraf sensoris ke otak yang disadari sebagai

kelelahan otot. Rangsangan aferen ini menghambat pusat otak dalam

mengendalikan gerakan sehingga frekuensi potensial kegiatan pada sel

saraf menjadi berkurang. Ini akan mengakibatkan penurunan kekuatan

dan kecepatan kontraksi otot dan gerakan atas perintah kemauan

menjadi lambat (Tarwaka dkk., 2004).

2) Kelelahan umum (general fatigue)

Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih

secara menyeluruh yang mengakibatkan semua aktivitas menjadi

Page 14: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

25

terganggu dan terhambat. Tidak terdapat gairah untuk bekerja baik

secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa

“ngantuk” (Budiono dkk., 2003).

Mekanisme terjadinya kelelahan umum ini dipengaruhi oleh

aspek neurofisiologis dan hormonal. Pada aspek neurofisiologis

kelelahan terjadi terkait adanya sistem penghambat dan sistem

penggerak yang bekerja pada otak dan batang otak (interbrain and

medulla). Sistem penghambat bekerja terhadap thalamus dan sistem

penggerak terdapat dalam formasio retikularis (formatio reticularis).

Apabila pengaruh external lebih dominan, maka terjadi aktivasi sistem

penggerak yang menimbulkan rasa bersemangat, kesiagaan dan

kesiapan untuk bekerja. Akan tetapi apabila sistem penghambat lebih

dominan, maka akan timbul rasa malas, mengantuk, dan lesu. Secara

hormonal, level hormon adrenalin dalam tubuh berperan terhadap

tingkat kesiagaan (alertness). Aktivasi hormon ini dipengaruhi oleh

stimulus yang berasal dari luar tubuh, yang selanjutnya akan

mengaktifkan formatio retikularis dalam memperthankan kesiagaan.

Reticular activating system (RAS) bertanggungjawab terhadap reaksi

dalam waktu singkat, sedangkan reaksi dalam jangka waktu yang

lebih lama tergantung pada kerja hormon adrenalin (Grandjean dan

Kroemer, 2000).

Dengan konsep ini maka dapat dijelaskan bagaimana peristiwa

kelelahan yang dialami dapat menghilang seketika akibat adanya suatu

Page 15: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

26

stimulus tertentu yang memengaruhi aktivasi sistem penggerak untuk

bekerja. Dalam hal ini, sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan

dapat menghilangkan pengaruh dari sistem penghambat. Demikian

pula pada pekerjaan yang bersifat monoton, kelelahan terjadi karena

kuatnya hambatan dari sistem penghambat, walaupun sebenarnya

beban kerja tidak terlalu berat (Suma’mur, 2009).

Menurut Hasibuan (2010), berdasarkan waktu terjadinya kelelahan terdiri

atas: kelelahan akut yang merupakan kelelahan yang terjadi pada suatu organ atau

seluruh tubuh akibat kerja yang berlebihan; dan kelelahan kronis merupakan

kelelahan yang terjadi hampir setiap hari berkepanjangan, bahkan terjadi sebelum

suatu pekerjaan dimulai.

Menurut Suma’mur (2009), terdapat lima faktor penyebab kelelahan di

antaranya:

1) Keadaan monoton

2) Beban kerja dan lama kerja baik fisik maupun mental

3) Keadaan lingkungan kerja seperti cuaca kerja, penerangan dan

kebisingan

4) Keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran dan konflik

5) Penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi.

Kelelahan dapat diatasi melalui proses pemulihan (recuperation) selama

siklus 24 jam sehingga dapat kembali ke kondisi seimbang. Proses pemulihan ini

terjadi terutama pada saat tidur di malam hari, waktu istirahat di siang hari dan

saat istirahat disela-sela waktu kerja (Grandjean dan Kroemer, 2000).

Page 16: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

27

Menurut Umyati (2009), selain faktor penyebab kelelahan, terdapat pula

faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kelelahan di antaranya:

a. Usia

Keterkaitan usia dengan kelelahan dipengaruhi oleh BMR (basal

metabolisme rate) individu tersebut. Dengan semakin bertambahnya

usia maka BMR akan semakin menurun dan kelelahan akan mudah

terjadi.

b. Jenis kelamin

Secara umum kekuatan fisik wanita hanya mempunyai dua per

tiga dari kemampuan fisik atau kekuatan otot laki-laki. Oleh karena itu,

pembagian tugas atau jenis pekerjaan tertentu harus disesuaikan dengan

kemampuan, kebolehan dan keterbatasan masing-masing individu,

termasuk berdasarkan jenis kelamin pekerja, yang mana biasanya

pekerja wanita lebih teliti dan lebih tahan atau lentur dibandingkan laki-

laki.

c. Masa kerja

Menurut Amalia (2007), masa kerja adalah panjangnya waktu

terhitung mulai pertama kali pekerja masuk kerja hingga saat penelitian

berlangsung.

tingkat pengalaman kerja seseorang dalam bekerja akan

memengaruhi terjadinya kelelahan kerja. Di mana semakin

berpengalaman seseorang maka ia akan bekerja dengan efisien sehingga

meminimalisasi kelelahan yang dapat terjadi, namun bagi pekerja yang

Page 17: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

28

baru, maka memerlukan usaha yang lebih besar dalam menyelesaikan

pekerjaannya karena kurangnya kemampuan untuk bekerja secara

efisien.

d. Status gizi

Dalam melakukan pekerjaan tubuh memerlukan energi. Namun,

apabila terdapat kekurangan energi baik secara kualitatif maupun

kuantitatif, maka dapat mengakibatkan gangguan kapasitas kerja

(Tarwaka dkk., 2004). Status gizi pekerja dapat diketahui melalui

pengukuran indeks massa tubuh (IMT). Cara mengukur IMT adalah

sebagai berikut (Almatsier, 2004):

IMT = Berat badan (kg)

(Tinggi badan (m))�………………………………………… . . (2.1)

Tabel 2.2

Batas Ambang IMT untuk Indonesia

Kategori IMT

Kurus < 18,5

Normal 18,5-25

Gemuk > 25

Sumber: Almatsier, 2004

Menurut Hartz dkk. (1999) dalam Safitri (2008), peningkatan

kelelahan kerja berhubungan dengan peningkatan IMT/IMT lebih

tinggi.

Page 18: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

29

e. Jam kerja

Waktu kerja yang panjang dan bahkan lebih dari waktu kerja

pada umumnya biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan

biasanya terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk

timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan kerja (Suma’mur, 2009).

f. Keadaan monoton

Pembebanan otot secara statis dan pekerjaan yang bersifat

berulang (refetitive), bila dipertahankan dalam waktu yang cukup lama

dapat mengakibatkan Repetition Strain Injuries (RSI), yaitu nyeri otot,

tulang, tendon, dan lain-lain (Nurmianto, 2004).

Menurut Marfu’ah (2007), pembebanan kerja fisik baik statis

maupun dinamis dapat memengaruhi kelelahan tubuh. Pada kerja otot

statis akan terjadi penekanan pada pembuluh darah dan penurunan

aliran darah pada otot-otot menetap untuk periode waktu tertentu yang

menyebabkan pembuluh darah tekanan dan peredaran darah berkurang.

Tidak adanya variasi kerja akan menimbulkan kejenuhan kerja.

Kejenuhan ini dapat terjadi karena pekerja melakukan pekerjaan yang

selalu sama setiap harinya, keadaan seperti ini cukup berpotensi untuk

menyebabkan terjadinya kelelahan kerja (Sisinta, 2005).

g. Beban kerja

Besarnya beban kerja hendaknya disesuaikan dengan

kemampuan fisik, kemampuan kognitif, keterbatasan maupun

kebolehan manusia yang menerima beban tersebut. Berat ringannya

Page 19: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

30

beban kerja suatu pekerjaan dapat digunakan untuk menentukan berapa

lama waktu kerja optimal suatu pekerjaan disesuaikan dengan

kemampuan dan kapasitas kerja pekerja. Semakin berat beban kerja

suatu pekerjaan yang diterima, maka semakin pendek waktu pekerja

untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti dan

begitu pula sebaliknya (Tarwaka, 2004).

h. Lingkungan kerja

Faktor lingkungan kerja dalam hal ini adalah termasuk faktor

fisik, faktor kimia, faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor

lingkungan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan dan

keselamatan kerja serta dapat menimbulkan gangguan terhadap suasana

kerja (Tarwaka dkk., 2004).

Menurut Suma’mur (2009) dan Sedarmayanti (2009), faktor

lingkungan seperti suhu, kebisingan, pencahayaan dan vibrasi

berpengaruh terhadap kenyamanan fisik, sikap mental dan kelelahan

kerja.

Penerangan merupakan sumber pencahayaan yang dapat

menerangi objek atau benda-benda yang ada di tempat kerja, alat

maupun kondisi tempat kerja. Penerangan yang memadai akan

memberikan kesan pemandangan kerja yang nyaman serta dapat

menghindari kecelakaan kerja yang mungkin terjadi (Suma’mur, 2009).

Page 20: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

31

Standar pencahayaan lingkungan kerja untuk perindustrian

menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 405/Menkes/SK/XI/

2002 sebagai berikut:

Tabel 2.3

Standar Pencahayaan Lingkungan Kerja

Jenis Kegiatan

Tingkat

Pencahayaan

minimal (lux)

Keterangan

Pekerjaan kasar

dan tidak terus

menerus

100 Ruang penyimpanan dan ruang

paralatan atau instalasi yang memerlu-

kan pekerjaan yang kontinu

Pekerjaan kasar

dan terus menerus

200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan

kasar

Pekerjaan rutin 300 Ruang administrasi, ruang kontrol,

pekerjaan mesin dan perakitan atau

penyusun

Pekerjaan agak

halus

500 Pembuatan gambar atau bekerja

dengan mesin kantor pekerja peme-

riksaan atau pekerjaan dengan mesin

Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan tekstil,

pekerjaan mesin halus dan perakitan

halus

Pekerjaan amat

halus

1500 (tidak

menimbulkan

bayangan)

Mengukir dengan tangan, pemeriksaan

pekerjaan mesin dan perakitan yang

sangat halus

Pekerjaan terinci 3000 (tidak

menimbulkan

bayangan)

Pemeriksaan pekerjaan, perakitan

sangat halus

Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 405/Menkes/SK/XI/2002

Page 21: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

32

Bagi orang Indonesia suhu nyaman untuk bekerja adalah 24º-

26°C. Penurunan efisiensi kerja, timbulnya rasa kaku atau kurangnya

koordinasi otot dapat terjadi pada suhu dingin. Sedangkan suhu panas

terutama suhu melebihi 32oC mengakibatkan rasa cepat lelah,

penurunan prestasi kerja pikir, mengurangi kelincahan, mengganggu

kecermatan kerja otak, memperpanjang waktu reaksi dan waktu

pengambilan keputusan, mengganggu koordinasi saraf perasa dan

motoris (Suma’mur, 2009). Kemampuan tubuh untuk menyesuaikan

diri dengan temperatur luar adalah jika perubahan temperatur luar tubuh

tersebut tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk

kondisi dingin. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:

405/Menkes/SK/XI/2002 standar suhu lingkungan kerja untuk

perindustrian yaitu 18º-30ºC.

Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang

bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang

pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

Menurut Sasongko (2000), kebisingan merupakan bunyi yang tidak

dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu

sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan

kesehatan. Bunyi dikatakan bising apabila melebihi ambang batas

kebisingan yaitu 85 dB.

Menurut Budiono dkk. (2003), getaran adalah gerakan dengan

arah bolak- balik benda atau media dari kedudukan kesetimbangannya

Page 22: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

33

yang terjadi secara teratur. Getaran dapat terjadi saat mesin atau alat

dijalankan dengan motor sehingga pengaruhnya bersifat mekanis.

Getaran di bawah frekuensi 20 Hz menyebabkan bertambahnya

tonus otot-otot sehingga dapat menyebabkan kelelahan. Sebaliknya

frekuensi di atas 20 Hz menyebabkan pengenduran otot. Getaran

mekanis yang terdiri dari campuran aneka frekuensi bersifat

menegangkan dan melemaskan tonus otot secara serta merta berefek

melelahkan (Suma’mur, 2009). Besarnya getaran ini ditentukan oleh

intensitas, frekuensi getaran dan lamanya getaran itu berlangsung.

Sedangkan anggota tubuh manusia juga memiliki frekuensi alami di

mana apabila frekuensi ini beresonansi dengan frekuensi getaran akan

menimbulkan gangguan-gangguan antara lain memengaruhi konsentrasi

kerja, mempercepat datangnya kelelahan, gangguan-gangguan pada

anggota tubuh seperti mata, saraf, otot-otot, dan lain-lain

(Wignjosoebroto, 2003).

i. Status kesehatan

Produktivitas kerja juga ditunjang oleh kesegaran jasmani dan

rohani pekerja, baik saat sejak mulai memasuki pekerjaan dan terus-

menerus dipelihara selama bekerja, bahkan kemudian sampai setelah

berhenti bekerja.

j. Postur kerja

Jenis pekerjaan memengaruhi posisi tubuh saat bekerja. Di mana

setiap posisi tersebut memiliki pengaruh berbeda-beda terhadap tubuh

Page 23: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

34

pekerja (Setyawati, 2001). Perencanaan dan penyesuaian alat yang tepat

bagi tenaga kerja baik dari jenis pekerjaannya dan juga posisi kerja

dapat meningkatkan produktivitas, menunjang keselamatan dan

kesehatan kerja serta kelestarian lingkungan kerja, dan juga

memperbaiki kualitas produk dari suatu proses produksi.

Pengukuran secara langsung terhadap kelelahan belum ditemukan,

sehingga pengukuran kelelahan dilakukan berdasarkan beberapa indikator yang

dapat dijadikan pertimbangan. Di mana pengukuran biasanya dilakukan sebelum

mulai bekerja, saat bekerja dan setelah selesai bekerja. Beberapa metode yang

dapat digunakan untuk mengukur kelelahan di antaranya (Grandjean dan

Kroemer, 2000):

1) Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

2) Perasaan kelelahan secara subjektif (subjective feelings of fatigue)

3) Electroencephalography (EEG)

4) Uji hilangnya kelipan (flicker fussion-test)

5) Uji psikomotor (psychomotor test)

6) Uji mental

1) Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

Kuantitas input dapat digambarkan sebagai jumlah item yang

diproses, waktu yang diperlukan untuk setiap item, atau jumlah hasil

yang terlihat per satuan waktu. Kelelahan dan kecepatan produksi

jelas memiliki hubungan satu sama lain yang saling memengaruhi,

Page 24: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

35

namun hal ini tidaklah dapat diukur secara langsung sebab pada

dasarnya masih terdapat berbagai faktor lain yang memengaruhi hasil

produksi misalnya: target produksi, faktor sosial dan perilaku

psikologis terhadap pekerjaan.

Kelelahan kadang juga dihubungkan dengan kualitas output

yang dihasilkan (kerusakan produk, kesalahan produk dan penolakan

produk) atau dilihat dari tingginya frekuensi kecelakaan kerja yang

terjadi, namun sekali lagi kelelahan tidak dapat dilihat sebagai satu-

satunya faktor penyebab, sebab masih ada faktor lainnya yang harus

dipertimbangkan.

2) Perasaan kelelahan secara subjektif (subjective feelings of fatigue)

Kuesioner khusus dapat digunakan untuk menilai perasaan

kelelahan subjektif pekerja, salah satunya adalah kuesioner bi-polar.

Di mana dalam kuesioner ini pekerja akan diarahkan untuk memberi

tanda pada skala yang dibuat di antara dua keadaan perasaan yang

berlawanan. Prosedur lainnya yang dapat digunakan sehingga lebih

sederhana adalah dengan memberi pilihan di antara dua pernyataan

yang dapat dipilih oleh pekerja berdasarkan kondisi perasaan mereka

terkait kelelahan.

Kuesioner lain yang dapat digunakan untuk mengukur

kelelahan subjektif adalah kuesioner 30 item kelelahan. Kuesioner ini

diadopsi dari IFRC (Industrial Fatigue Research Committee of

Japanese Association of Industrial Health) yang dibuat pada tahun

Page 25: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

36

1967. Kuesioner ini menggambarkan tiga indikasi kelelahan, yaitu 10

item pertama menggambarkan adanya pelemahan aktivitas, 10 item

kedua menggambarkan adanya pelemahan motivasi kerja dan 10 item

ketiga atau terakhir menggambarkan kelelahan fisik atau kelelahan

pada bagian tubuh. Kuesioner ini kemudian dikembangkan dalam

bentuk jawaban pertanyaan dalam 4 skala likert (Susetyo, 2008).

Semakin tinggi frekuensi gejala kelelahan yang dialami, maka

menunjukkan semakin tinggi tingkat kelelahan yang dialami, namun

kuesioner ini memiliki kelemahan, di mana tidak dapat dilakukan

evaluasi terhadap setiap item pertanyaan secara tersendiri. Klasifikasi

tingkat kelelahan subjektif dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.4

Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif Berdasarkan Total Skor Individu

No Total skor

individu

Tingkat

risiko Tindakan perbaikan

1 30 – 52 Rendah Belum diperlukan tindakan perbaikan

2 53 – 75 Sedang Mungkin diperlukan tindakan perbaikan

3 76 – 98 Tinggi Diperlukan perbaikan segera

4 99 – 120 Sangat tinggi Diperlukan tindakan menyeluruh dan

sesegera mungkin

Sumber: Tarwaka, 2011

3) Electroencephalography (EEG)

EEG secara khusus dapat digunakan sebagai standar

pengukuran penelitian di laboratorium. Di mana variasi hasil data

pengukuran (peningkatan ritme gelombang alpha dan theta dan

Page 26: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

37

reduksi gelombang beta) menunjukkan peningkatan sinkronisasi

dengan interpretasi yang memperlihatkan indikasi tingkat kelelahan

dan rasa kantuk.

4) Uji hilangnya kelipan (flicker fussion-test)

Kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan

berkurang apabila dalam kondisi lelah. Waktu yang diperlukan untuk

jarak antara dua kelipan akan semakin panjang bila keadaan seseorang

semakin lelah. Namun, kini pengukuran dengan flicker fussion-test

sudah jarang digunakan karena hasilnya dianggap masih kontroversial.

5) Uji psikomotor (psychomotor test)

Uji psikomotor mengukur fungsi persepsi, interpretasi dan

reaksi motor dengan menggunakan alat digital reaction timer untuk

mengukur waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari

pemberian suatu rangsangan sampai kepada suatu saat kesadaran atau

dilaksanakan kegiatan. Uji waktu reaksi dapat menggunakan denting

suara, nyala lampu, sentuhan kulit atau goyangan badan. Apabila

terjadi pemanjangan waktu reaksi, maka merupakan petunjuk adanya

perlambatan pada proses faal saraf dan otot.

Waktu reaksi merupakan waktu untuk menghasilkan suatu

respon yang spesifik saat suatu stimulasi terjadi. Waktu reaksi

terpendek berkisar antara 150 hingga 200 milidetik, di mana waktu

reaksi tergantung dari stimulus yang dibuat, intensitas dan lamanya

perangsangan, umur subjek dan perbedaan individu lainnya.

Page 27: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

38

6) Uji mental

Metode ini menggunakan konsentrasi sebagai salah satu

pendekatan untuk menguji ketelitian dan kecepatan dalam

menyelesaikan pekerjaan. Tes bourdon wiersma adalah salah satu tes

kognitif yang bersifat objektif yang dikembangkan pada tahun 1982

dengan tujuan untuk mengukur kelelahan. Tes ini dapat dipakai untuk

mengevaluasi konsentrasi, perhatian, ketelitian kerja, daya tahan

dalam bekerja serta kecepatan bekerja untuk tugas-tugas yang rutin

dan monoton. Hasil tes dengan menggunakan bourdon wiersma

menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan,

ketelitian dan konstansinya akan semakin rendah ataupun sebaliknya.

Tes bourdon wiersma lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat

aktivitas atau pekerjaan yang lebih bersifat mental.

2.4 Mekanisme Kontraksi Otot

Secara umum berdasarkan jenis selnya, terdapat tiga jenis otot, yaitu otot

rangka, otot polos dan otot jantung. Otot rangka merupakan bagian otot terbesar

yang menyusun seluruh tubuh, yaitu sekitar 40% dan sisanya 10% terdiri dari otot

polos dan otot jantung (Guyton & Hall, 2000).

Dalam hal ini konotasi otot yang dibahas adalah berkenaan dengan otot

rangka. Serabut-serabut otot bergabung dan membetuk serabut otot primer yang

disebut fasikulus. Serabut otot berdiameter berkisar 10-80 mikrometer

membentang di seluruh panjang otot. Masing-masing serabut otot biasanya hanya

Page 28: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

39

dipersarafi oleh satu ujung saraf yang terletak di bagian tengah serabut. Serabut

otot dibungkus oleh membran sel tipis yang terdiri dari selapis tipis materi

polisakarida yang mengandung sejumlah fibril kolagen tipis yang disebut

sarkolema. Pada ujung serabut otot, sarkolema akan bersatu dengan serabut

tendon dan membentuk tendon otot yang kemudian menyusup ke tulang (Guyton

& Hall, 2000).

Serabut otot tersusun dari beberapa ratus sampai beberapa ribu miofibril.

Setiap miofibril tersusun atas filamen aktin dan miosin yang merupakan molekul

protein polimer besar yang berperan dalam proses kontraksi otot. Sebagian

filamen aktin dan miosin saling bertautan sehingga membuat pita terang dan gelap

pada miofibril. Pita terang pada miofibril hanya mengandung filamen aktin dan

disebut pita I sedangkan pita gelap mengandung miosin dan ujung-ujung filamen

aktin yang merupakan tepat untuk menumpang tindih filamen miosin yang disebut

pita A. Ujung-ujung filamen aktin melekat pada lempeng Z, dan dari lempeng ini

filamen aktin memanjang dalam dua arah untuk saling bertautan dengan filamen

miosin. Bagian di antara dua lempeng Z yang berurutan disebut dengan sarkomer.

Filamen aktin terdiri dari tiga komponen protein yaitu aktin, troponin,

tropomiosin. Afinitas troponin yang kuat terhadap ion-ion kalsium inilah yang

diduga mencetuskan terjadinya kontraksi otot (Guyton & Hall, 2000).

Page 29: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

40

Gambar 2.1

Serabut Otot

Sumber: Kuliah Saraf Otot For Ergonomics, Dr. Adiatmika powerpoint hlm. 41

Page 30: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

41

Kontraksi otot terjadi akibat adanya potensial aksi yang berjalan di

sepanjang saraf motorik sampai akson terminal ke sel otot, melalui eksositosis

asetilkolin prasinaps. Kontak asetilkolin dengan reseptor pascasinaps merangsang

aliran ion natrium ekstrasel ke intrasel membran sel otot sehingga terjadi potensial

aksi di dalam sel otot seperti di sarkolema, tubulus transversalis, tubulus

longitudinalis dan sisterna. Potensial aksi di sisterna akan merangsang sekresi

kalsium sisterna ke dalam miofilamen otot skeletal sehingga terjadi ikatan

kalsium–troponin. Ikatan troponin–kalsium akan menyebabkan lepasnya

tropomiosin dari aktin dan selanjutnya memungkinkan terjadinya kontak aktin dan

miosin sehingga terjadi pergeseran aktin di atas miosin (sliding mechanism) dan

timbul kontraksi otot. Pada saat potensial berkurang dan menghilang, yang

menunjukkan tidak adanya rangsangan lagi, maka kalsium akan kembali ke

sisterna sehingga kontak aktin dan miosin terlepas dan aktin kembali ke tempat

semula. Pada saat ini terjadi relaksasi otot (Guyton & Hall, 2000).

Selama proses kontraksi otot akan diperlukan ATP untuk menjamin

terjadinya: (1) pergeseran aktin di atas miosin; (2) pelepasan kontak aktin dan

miosin; serta (3) mengembalikan ion kalsium ke sisterna dengan pompa kalsium.

Ketersediaan energi ini tergantung pada ketersediaan oksigen dan zat makanan

yang dihantarkan oleh sirkulasi intramuskular (Guyton & Hall, 2000; Grandjean

& Kroemer, 2000; Cummings, 2003).

Sumber energi yang digunakan untuk kontraksi otot dapat berasal dari tiga

sumber yaitu: (1) kreatin fosfat; (2) glikogen; dan (3) metabolisme oksidatif.

Kreatin fosfat memiliki ikatan fosfat berenergi tinggi yang dapat digunakan untuk

Page 31: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

42

membentuk ATP dari ADP. Namun, jumlahnya yang sangat kecil dalam otot

hanya dapat menimbulkan kontraksi otot maksimal selama lima sampai delapan

detik. Glikogen yang tersimpan di dalam otot menghasilkan ATP dan membentuk

kembali cadangan kreatin fosfat melalui proses glikolisis. Pemecahan glikogen

menjadi asam piruvat dan asam laktat secara enzimatis membebaskan energi yang

digunakan untuk mengubah ATP menjadi ADP. Reaksi glikolisis ini dapat terjadi

bahkan ketika tidak tersedia oksigen, sehingga kontraksi dapat dipertahankan

sampai beberapa detik hingga satu menit. Misalnya, pada kontraksi yang sifatnya

mendadak yaitu lari cepat 100 meter, maka pembentukan energi terjadi secara

anaerobik. Selain itu, kecepatan pembentukan ATP melalui proses glikolisis lebih

cepat dua setengah kali dari kecepatan pembentukan energi dari zat makanan sel

yang bereaksi dengan oksigen. Hasil pembentukan energi untuk kontraksi otot

yang berasal dari metabolisme oksidatif, 95% di antaranya digunakan oleh otot

untuk kontraksi jangka panjang yang berkesinambungan. Energi yang diperoleh

dari pemecahan karbohidrat digunakan pada dua sampai empat jam pertama oleh

kontraksi otot, namun apabila kontraksi otot berlangsung lebih lama lagi, maka

lemaklah yang akan dipecah untuk memenuhi energi sel dalam menghasilkan

energi (Guyton & Hall, 2000).

2.5 Workplace Stretching Exercise

Menurut Weerapong dkk. (2005), peregangan (stretching) adalah suatu

bentuk latihan fisik pada sekelompok otot atau tendon untuk melenturkan otot,

meningkatkan elastisitas dan memperoleh kenyamanan pada otot. Peregangan

Page 32: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

43

juga dapat meningkatkan fleksibilitas, peningkatan kontrol otot dan rentang gerak

sendi sehingga digunakan sebagai terapi untuk mengurangi atau meringankan

kram (Magnusson dan Renstrom, 2006).

Leunes dan Nation (2006), mendefinisikan exercise sebagai bagian dari

kegiatan fisik yang ditandai oleh adanya komponen-komponen perencanaan,

aturan dan repetisi yang dilakukan untuk meningkatkan dan menjaga kebugaran

fisik. Exercise atau latihan fisik yang dilakukan dapat berupa latihan peregangan

(stretching exercise), seperti gerakan pada senam ergonomis.

Latihan peregangan sederhana selama 15 menit dapat membantu

menggerakkan bagian-bagian tubuh dan melawan rasa sakit dalam tubuh, serta

dapat menyembuhkan sakit otot (Triangto, 2005). Manfaat lain dari latihan

peregangan ini ialah memperkuat ligamen dan tendon, meningkatkan sirkulasi

darah ke otot, persendian dan selaput-selaput yang membungkusnya,

meningkatkan kelenturan dan jangkauan rentang gerak yang lebih luas serta

sebagai relaksasi otot untuk mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan (Losyk,

2005).

Manfaat melakukan peregangan sebagai berikut (Alter, 2003; Hess and

Hecker, 2003; Lowe and Dick, 2014):

a) Meningkatkan fleksibilitas otot

b) Meningkatkan lingkup gerak sendi

c) Meningkatkan kebugaran fisik seseorang

d) Meningkatkan mental dan relaksasi fisik

e) Mengurangi risiko keseleo sendi dan cedera otot (kram)

Page 33: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

44

f) Mengurangi risiko cedera punggung

g) Mengurangi rasa nyeri otot

h) Mengurangi rasa sakit yang menyiksa pada saat menstruasi

i) Mengurangi ketegangan otot

j) Mengurangi kelelahan pekerja

k) Meningkatkan panjang jaringan lunak (soft tissue)

l) Meningkatkan komplians jaringan sebagai persiapan pertandingan.

Secara sederhana, otot tersusun atas serat otot yang berkontraksi

(memendek) dan berelaksasi di bawah komando yang melalui sistem komunikasi

kompleks di antara otak dan otot spesifik tertentu. Otot volunter yang menyusun

sistem muskuloskeletal mendapatkan aliran darah normal terbaik ketika mulai

berada dalam keadaan panjang otot istirahat yang alami. Otot dapat memendek

ataupun memanjang dari waktu ke waktu dalam merespon postur kerja yang tidak

alamiah, kebiasaan sikap tubuh yang buruk, atau deformitas sistem

muskuloskeletal (seperti keadaan panjang kaki yang berbeda pada skoliosis). Satu

kelompok otot akan memendek sedang kelompok lainnya memanjang, ketika

terjadi respon terhadap orientasi gerakan dari sistem skeletal. Dan kedua otot tadi

akan melemah. Kelemahan otot yang terjadi, segera selanjutnya akan diikuti

dengan terjadinya kelelahan otot akibat berkurangnya aliran darah yang membawa

oksigen serta nutrisi yang dipergunakan untuk membentuk energi baru.

Strategi utama untuk mengatasi keluhan muscoloskeletal disorders

(MSDs) adalah dengan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan dengan

Page 34: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

45

exercise, postur kerja yang baik dan diet (Bridger, 2003). Rasa nyeri dan ngilu

pada sistem kerangka dan otot manusia dapat dikurangi dengan melakukan latihan

peregangan, menerapkan sikap atau posisi tubuh yang ergonomis saat bekerja

sehingga diperoleh rasa nyaman dalam bekerja yang akan berdampak pada

terciptanya kualitas kerja dan produktivitas yang tinggi (Tarwaka, 2011).

WSE menggunakan prinsip gerakan peregangan atau stretching pada

kelompok otot leher sampai dengan kelompok otot kaki. Pada otot yang

mengalami spasme, akan terjadi pemendekan muscle fiber karena anyaman-

anyaman myofilamen mengalami overlapping satu sama lain. Pada saat dilakukan

stretching dengan penahanan beberapa detik pada posisi otot memanjang, struktur

muscle fiber terutama sarkomer akan mengalami peregangan karena anyaman-

anyaman myofilamen yang overlapping akan berkurang dan secara otomatis

menyebabkan struktur muscle fiber menjadi memanjang. Dengan pemanjangan

struktur muscle fiber tersebut, maka spasme dapat berkurang (Liyanage dkk.,

2014). Pemberian stretching dapat mengurangi spasme karena proprioceptor otot

atau muscle spindle yang teraktivasi saat stretching terjadi. Muscle spindle

bertugas untuk mengatur sinyal ke otak tentang perubahan panjang otot dan

perubahan tonus yang mendadak dan berlebihan. Jika ada perubahan tonus otot

yang mendadak dan berlebihan, maka muscle spindle akan mengirimkan sinyal ke

otak untuk membuat otot tersebut berkontraksi sebagai bentuk pertahanan dan

mencegah cedera. Oleh karena itu, saat melakukan stretching dilakukan

penahanan beberapa saat dengan tujuan untuk memberikan adaptasi pada muscle

spindle terhadap perubahan panjang otot yang kita berikan, sehingga sinyal dari

Page 35: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

46

otak untuk mengontraksikan otot menjadi berkurang. Dengan kontraksi otot yang

minimal pada saat stretching, akan memudahkan muscle fibers untuk memanjang

dan spasme otot dapat berkurang (Anonim, 2010).

Menurut Coury dkk. (2009), bahwa pemberian stretching juga dapat

merangsang serabut saraf berpenampang tebal sehingga mampu menutup gerbang

kontrol nyeri. Mekanisme stretching termasuk dalam kategori stimulasi mekanik

yang dapat mengaktivasi fungsi serabut saraf berpenampang tebal (non-

nociceptif) dan menutup gerbang kontrol sehingga nyeri yang dibawa serabut

saraf berpenampang tipis tidak dapat diteruskan ke otak.

Sedangkan menurut Costa & Vieira (2008), bahwa pemberian stretching

dapat memutus lingkaran spasme-nyeri-spasme karena pekerjaan dengan posisi

statis yang membuat otot-otot penegak tubuh berkontraksi isometrik secara terus-

menerus sehingga terjadi ischemia. Ischemia pada otot dapat berujung pada

keluhan nyeri sebagai tanda dan peringatan dari tubuh karena ada jaringan yang

cedera bahkan menuju kerusakan. Saat dilakukan stretching, maka ischemia pada

otot yang spasme dapat berkurang melalui efek meningkatnya sirkulasi darah pada

otot tersebut. Dengan ischemia yang berkurang, maka secara otomatis sinyal nyeri

karena kerusakan jaringan juga berkurang.

Menurut Alter (2003), terdapat beberapa teknik stretching di antaranya:

1) Aktif stretching

Aktif stretching adalah suatu metode yang biasa dilakukan pada

otot-otot postural sebagai suatu latihan fleksibilitas yang dilakukan

secara aktif.

Page 36: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

47

2) Pasif stretching

Peregangan pasif (passive stretching) merupakan suatu teknik

peregangan dalam keadaan rileks dan tanpa mengadakan kontribusi

pada daerah gerakan. Tetapi menggunakan kekuatan eksternal melalui

cara manual atau kekuatan yang berasal dari alat mekanis tertentu.

3) Teknik PNF (Proprioseptif Neuromuskular Fasilitasi)

Pada teknik ini otot dikontraksikan selama beberapa detik (15-

20 detik), kemudian direlaksasikan, dan kemudian dilakukan

peregangan (Hess and Hecker, 2003). Contract relax stretching

merupakan salah satu teknik dalam (PNF) yang melibatkan kontraksi

isometrik dari otot yang mengalami spasme atau ketegangan yang

diikuti fase relaksasi kemudian diberikan stretching secara pasif dari

otot yang mengalami ketegangan tersebut (Wismanto, 2011).

Gerakan stretching yang dapat dilakukan pekerja di tempat kerja sebagai

bentuk WSE, banyak direkomendasikan oleh berbagai sumber. Bentuk gerakan

stretching tersebut banyak dijelaskan dan diterbitkan melalui buku, hasil

penelitian, bahkan dapat diakses dalam bentuk video yang dapat dilihat langsung.

Sebagian besar gerakan stretching ini diperuntukkan bagi pekerja kantoran atau

pekerjaan lain dengan karakteristik yang serupa, yang bekerja duduk dalam waktu

lama, dengan sikap kerja tertentu yang monoton, kurang mobilisasi atau dengan

repetisi yang tinggi pada satu gerakan (Leah, 2011). Berbagai gerakan stretching

yang disarankan dapat dilihat pada gambar berikut yang diperoleh dari beberapa

sumber.

Page 37: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

48

Gambar 2.2

Contoh Gerakan Stretching

Sumber: Burnett, 2015

Page 38: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

49

Gambar 2.3

Contoh Gerakan Stretching

Sumber: Columbia Machine. 2013. Health & Wellness at Columbia Workplace

Flexibility

Page 39: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

50

2.6 Respon Fisiologis Stretching

Kisner and Colby (2007), dalam buku Therapeutic Exercise Foundation

and Techniques, menerangkan bahwa stretching atau peregangan merupakan

istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu manuver terapeutik

yang bertujuan untuk memanjangkan struktur jaringan lunak yang memendek

secara patologis maupun nonpatologis sehingga dapat meningkatkan lingkup

gerak sendi. Pada umumnya, stretching dibagi dalam dua kelompok yaitu aktif

stretching (peregangan aktif) latihan fleksibilitas dan pasif stretching (peregangan

pasif). Ada beberapa tipe stretching, yaitu: auto stretching (peregangan aktif),

latihan fleksibilitas, passive stretching dan contract relax stretching.

Stretching yang diberikan pada otot, akan memiliki pengaruh yang

pertama pada komponen elastin (aktin dan miosin) dan tegangan dalam otot

meningkat dengan tajam, sarkomer memanjang dan bila dilakukan terus-menerus

otot akan beradaptasi dan hal ini hanya bertahan sementara untuk mendapatkan

panjang otot yang diinginkan Respon mekanik otot terhadap peregangan

bergantung pada myofibril dan sarkomer otot. Setiap otot tersusun dari beberapa

serabut otot. Satu serabut otot terdiri atas beberapa myofibril. Serabut myofibril

tersusun dari beberapa sarkomer yang terletak sejajar dengan serabut otot.

Sarkomer merupakan unit kontraktil dari myofibril dan terdiri atas filamen aktin

dan miosin yang saling tumpang tindih. Sarkomer memberikan kemampuan pada

otot untuk berkontraksi dan relaksasi, serta mempunyai kemampuan elastisitas

jika diregangkan. Ketika otot secara pasif diregangkan, maka pemanjangan awal

terjadi pada rangkaian komponen elastis (sarkomer) dan tension meningkat secara

Page 40: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

51

drastis. Kemudian, ketika gaya regangan dilepaskan maka setiap sarkomer akan

kembali ke posisi resting length. Kecenderungan otot untuk kembali ke posisi

resting length setelah peregangan disebut dengan elastisitas. Respon

neurofisiologi otot terhadap peregangan bergantung pada struktur muscle spindle

dan golgi tendon organ. Ketika otot diregang dengan sangat cepat, maka serabut

afferent primer merangsang α (alpha) motor-neuron pada medulla spinalis dan

memfasilitasi kontraksi serabut ekstrafusal yaitu meningkatkan ketegangan

(tension) pada otot. Hal ini dinamakan dengan monosynaptik stretch refleks.

Tetapi jika peregangan dilakukan secara lambat pada otot, maka golgi tendon

organ terstimulasi dan menginhibisi ketegangan pada otot sehingga memberikan

pemanjangan pada komponen elastik otot yang paralel (Coury dkk., 2009).

Beberapa respon fisiologik yang dapat terjadi melalui pelaksanaan

stretching di antaranya (Costa and Vieira, 2008):

1) Perubahan viskoelastik unit otot-tendon dan rentang gerak (range of

motion). Properti elastik merujuk kepada kemampuan unit otot-tendon

kembali kepada ukuran semula setelah dilakukan peregangan. Struktur

elastis segera kembali ke panjang aslinya setelah peregangan

dilepaskan, namun hal ini tidak seketika terjadi pula pada otot, sebab

otot memiliki viscous properties. Hal ini menjelaskan mengapa otot

meregang perlahan ketika ditempatkan di bawah stres dan perlahan

kembali ke panjang aslinya ketika stres ditiadakan. Jika peregangan

dilakukan berkelanjutan untuk waktu yang lama, atau jika waktu

pemulihan tidak cukup sebelum peregangan yang baru, maka unit otot-

Page 41: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

52

tendon tidak kembali ke panjang aslinya. Dengan mempertahankan

peregangan dalam waktu 30 detik, dapat meningkatkan kompliang

otot. Kekakuan otot adalah sama dengan panjang otot yang terjadi

dibagi dengan besarnya tekanan yang diberikan. Perubahan pada

viscoelastic properties pada unit otot-tendon melalui peregangan

(stretching) inilah yang menjelaskan bagaimana terjadi peningkatan

range of motion (ROM).

2) Efek analgesik dan ROM. Adanya efek analgesik akibat peregangan

merupakan salah satu hal yang dapat menjelaskan bagaimana dapat

terjadi peningkatan ROM. Peregangan otot dapat meningkatkan

ambang batas nyeri. Pada suatu penelitian di mana pada tahap pertama

dilakukan peregangan sampai tercapai ambang batas nyeri, kemudian

dilanjutkan kepada peregangan yang kedua juga sampai ambang batas

nyeri tercapai. Ternyata pada peregangan yang kedua diperlukan lebih

banyak tekanan untuk mencapai ambang batas nyeri. Hal ini

menunjukkan bahwa adanya peningkatan pain free ROM. Hal ini

memunculkan pendapat bahwa perubahan viscoelastic properties pada

otot, maka akan dibutuhkan tekanan yang sama atau lebih kecil untuk

mencapai pain free ROM yang baru.

3) Efek anti-inflamasi. Delayed muscle soreness terjadi karena adanya

micro-injuries pada serat otot akibat gerakan yang tidak wajar atau

peregangan yang tidak umum. Micro-injury mengakibatkan terjadinya

inflamasi, bengkak dan proliferasi radikal bebas yang mengakibatkan

Page 42: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

53

terjadi puncak nyeri setelah 24-48 jam setelah peregangan dan berhenti

setelah 98 jam. Dalam hal ini peregangan (stretching) merupakan suatu

cara yang umum digunakan untuk mencegah delayed muscle soreness

yang terjadi setelah melakukan suatu aktivitas tertentu.

4) Perubahan neurofisiologi dan ROM. Efek neurofisiologi

dipertimbangkan sebagai penyebab yang memungkinkan terjadinya

peningkatan ROM setelah dilakukan stretching. Di mana pada

peregangan jenis proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF)

terdapat peningkatan aktivitas listrik pada otot yang diregangkan.

5) Perubahan kontraksi otot. Pada umumnya, peregangan dilakukan untuk

meningkatkan kekuatan dan tenaga saat melakukan aktivitas serta

untuk mencegah terjadinya cedera dan nyeri pada otot. Namun,

berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, peregangan menjadi

kontraindikasi bagi pekerjaan dengan karakteristik mengutamakan

kekuatan dan tenaga dalam pelaksanaannya, seperti pemadam

kebakaran atau jenis pekerjaan berat lainnya. Stretching dalam hal ini

malah akan menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan otot.

Pada pekerjaan dengan karakteristik menggunakan kontraksi

otot yang monoton ataupun dengan repetisi yang tinggi dan tidak

termasuk dalam pekerjaan dalam kategori berat, stretching akan

memberikan dampak yang sangat efektif dalam mengatasi kelelahan

maupun keluhan nyeri yang terjadi pada otot. Stretching dapat

meningkatkan sirkulasi darah yang meningkatkan oksigenasi ke otot

Page 43: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

54

serta membawa hasil sisa metebolisme seperti asam laktat yang dapat

tertimbun dan menyebabkan nyeri pada otot.

2.7 Kebutuhan Gizi Kerja

Asupan gizi pekerja merupakan salah satu hal yang penting untuk

diperhatikan. Gizi yang baik dapat meningkatkan derajat kesehatan pekerja yang

pada akhirnya memengaruhi produktivitas perusahaan. Menurut Pangkey (2011),

peningkatan produktivitas pekerja dapat dicapai, salah satunya dengan

peningkatan derajat kesehatan yang optimal melalui pengelolaan gizi pekerja yang

baik. Dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal mutlak diperlukan

sejumlah zat gizi yang harus didapatkan dari makanan dengan jumlah sesuai

dengan kebutuhan kalori kerja yang dianjurkan. Sedangkan pemenuhan kebutuhan

gizi tenaga kerja mempunyai dua dimensi, yaitu dimensi kesehatan dan dimensi

produktivitas kerja (Setyaningsih, 2008).

Kebutuhan kalori kerja seorang tenaga kerja ditentukan oleh kalori

metabolisme basal, kalori untuk kegiatan kehidupan sehari-hari di luar waktu

kerja dan kalori kerja. Metabolisme basal merupakan metabolisme yang

digunakan untuk aktivitas jantung, paru-paru, gerak peristaltik dan kerja kelenjar

pada tubuh dalam keadaan istirahat sambil tiduran dan tenang (dimulai sejak 12-

15 jam setelah makan). Rata-rata besar metabolisme basal untuk laki-laki adalah

60 kcal/jam dan untuk perempuan adalah 54 kcal/jam. Aktivitas fisik, kondisi

tertentu, maupun jenis pekerjaan setiap orang berbeda. Besarnya tenaga yang

diperlukan untuk masing-masing jenis pekerjaan ini tidak sama. Oleh karena itu,

Page 44: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

55

kalori tambahan yang diperlukan juga tergantung pada berat ringannya pekerjaan

yang dilakukan (Suma’mur, 2009).

Menurut Committee on Calorie Requirements on Food and Agriculture of

the United Nations, faktor-faktor yang dapat memengaruhi kebutuhan gizi atau

kalori pada seorang pekerja di antaranya adalah usia, ukuran tubuh, jenis kelamin,

jenis pekerjaan, serta kondisi khusus yang dialami pekerja. Hal ini

dipertimbangkan bila keadaan lingkungan dalam keadaan normal (suhu, tekanan

udara, kelembapan) dan tubuh dalam kondisi sehat.

a. Usia

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun

2010, kebutuhan zat gizi relatif lebih rendah untuk tiap kilogram berat

badan seiring dengan bertambahnya usia seseorang. Anak-anak dalam

masa pertumbuhan dan orang muda yang masih mampu melakukan

pekerjaan-pekerjaan berat yang sedang dalam proses pertumbuhan

membutuhkan kalori relatif lebih besar dibandingkan dengan

kebutuhan kalori pada orang yang sudah tua.

b. Ukuran tubuh

Seseorang yang bertubuh besar mempunyai bidang permukaan

tubuh dan jaringan aktif yang lebih besar daripada seseorang yang

bertubuh kecil sehingga metabolisme basal/basal metabolic rate

(BMR)-nya akan lebih besar daripada orang yang bertubuh kecil.

Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan

alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang

Page 45: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

56

dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan

berat badan (Supariasa, 2002).

c. Jenis kelamin

Kebutuhan kalori laki-laki lebih banyak daripada perempuan

karena massa otot laki-laki lebih besar dan lebih aktif melakukan

pekerjaan sehingga mengeluarkan kalori lebih banyak. Energi minimal

yang dibutuhkan perempuan 10% lebih rendah dari kebutuhan energi

minimal yang dibutuhkan laki-laki.

Perhitungan perbandingan/persentase makanan, yaitu makan

pagi : makan siang : makan malam = 30% : 40% : 30% (Yusuf dkk.,

2008).

Tabel 2.5

Distribusi Pemasukan Makan Harian

Makan Harian

Kelompok

Kelompok Pekerja

Halus

Kelompok Pekerja

Kasar

Sarapan 300 - 400 Kal 600 - 700 Kal

Snack Pagi 25 - 50 Kal 150 - 250 Kal

Makan siang 800 - 900 Kal 900 - 1000 Kal

Snack Sore 25 - 50 Kal 150 - 250 Kal

Makan malam 1250 - 1400 Kal 1400 - 1600 Kal

Sumber: Suyatno, 2000

Page 46: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

57

Tabel 2.6

Berat Makanan untuk Menghasilkan 100 Kalori

Jenis Makanan Berat

Sayuran 670 g

Kol 400 g

Susu Skim 3 dl

Susu Penuh 2 dl

Kentang 150 g

Beras/Nasi 55 g

Telor 60 g

Daging 50 g

Keju 45 g

Roti 42,5 g

Gula 25 g

Mentega 13,5 g

Sumber: Suyatno, 2000

d. Jenis pekerjaan

Berat ringannya beban kerja seseorang menentukan lama

waktu seharusnya seseorang bekerja. Agar terhindar dari kelelahan

dan gangguan fisiologis akibat bekerja, maka semakin berat beban

kerja, seharusnya waktu yang dihabiskan untuk bekerja semakin

pendek.

2.8 Produktivitas Kerja

Produktivitas merupakan bentuk efisiensi produktif, di mana pada

dasarnya produktivitas dikaitkan dengan hubungan antara keluaran (barang dan

jasa) dengan masukan (tenaga kerja, bahan dan uang). Secara ilmu hitung, maka

Page 47: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

58

produktivitas adalah perbandingan antara jumlah yang dihasilkan dan jumlah

setiap sumber daya yang dipergunakan selama proses berlangsung (Budiono dkk.,

2003).

Secara umum pengukuran produktivitas dapat dibedakan menjadi dua

yaitu: (1) Produktivitas total, merupakan perbandingan antara total luaran dengan

total masukan per satuan waktu. Di mana dalam perhitungannya, semua faktor

masukan terhadap total luaran dipertimbangkan; (2) Produktivitas parsial,

merupakan perbandingan dari luaran dengan satu jenis masukan seperti upah

tenaga kerja, bahan daya, beban daya, skor keluhan subjektif, dan lain-lain.

Penghitungan produktivitas parsial dapat dilihat pada rumus di bawah:

Produktivitas tenaga kerja = Luaran

Masukan x Waktu……………………………… . . (2.2)

Menurut Hendricks dan Kleiner (2002), secara ekonomis dengan adanya

intervensi ergonomi berakibat peningkatan efisiensi dan efektivitas, sehingga

biaya produksi perusahaan dapat ditekan dan penerimaan neraca keuangan

perusahaan meningkat. Peningkatan produktivitas yang diharapkan dapat berupa:

1) Peningkatan jumlah produk, baik peningkatan secara kuantitas

maupun kualitas produk

2) Peningkatan nilai jual produk, dilihat dari peningkatan harga jual

produk

3) Penurunan biaya kerja tiap unit, berupa efisiensi tiap unit kerja

4) Penurunan biaya karyawan, akibat berkurangnya karyawan yang sakit

atau cedera akibat kerja.

Page 48: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

59

Efisiensi sumber daya maupun akibat peningkatan hasil produksi secara

ekonomis dapat meningkatkan keuangan perusahaan. Hal ini dapat terjadi melalui

cara sebagai berikut:

1) Efisiensi sumber daya–hasil produksi sama

2) Efisiensi sumber daya–hasil produksi meningkat

3) Sumber daya sama–hasil produksi meningkat

4) Sumber daya meningkat–hasil produksi meningkat.

Menurut Sutrisno (2009), terdapat beberapa faktor yang dapat

memengaruhi produktivitas kerja, yaitu:

1) Pelatihan

Pelatihan dilakukan sebagai usaha untuk meningkatkan

keterampilan dan kemampuan karyawan dalam menggunakan alat

kerja, terutama penggunaan alat baru yang lebih mutakhir. Penggunaan

alat kerja mutakhir semata, tidak dapat membantu meningkatkan

produktivitas kerja, tanpa diikuti kemampuan pekerja untuk

menggunakan alat bantu kerja yang ada.

2) Mental dan kemampuan fisik karyawan

3) Hubungan antara atasan dan bawahan

Hubungan yang baik antara atasan dengan bawahannya dapat

menciptakan suasana kondusif selama bekerja dan hal ini dianggap

dapat memberikan motivasi yang positif dalam hubungannya bersama-

sama meningkatkan produktivitas kerja.

Page 49: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

60

Menurut Hasibuan (2010), produktivitas kerja dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor lainnya, yaitu:

1) Faktor individu, yaitu: umur, temperamen, keadaan fisik individu,

kelelahan dan motivasi

2) Faktor luar individu, yaitu kondisi fisik seperti kebisingan,

penerangan, waktu istirahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi,

lingkungan sosial dan keluarga.

Sedangkan menurut Suma’mur (2009), terdapat beberapa faktor yang juga

memengaruhi tingkat produktivitas kerja seperti motivasi kerja, latar belakang

pendidikan, keterampilan tenaga kerja, profesionalitas, pengalaman, kompetensi

kerja, tingkat kesejahteraan, jaminan kontinuitas kerja, jaminan sosial, adanya

apresiasi, hubungan kerja dan hubungan industrial, citra perusahaan, serta

lingkungan sosial budaya.

2.9 Analisis Biaya dan Manfaat

Analisis terhadap biaya dilakukan untuk mengetahui dan memastikan

apakah peningkatan produktivitas juga memberikan manfaat yang nyata bagi

unsur manajemen maupun pekerja (Kodoatie, 2000).

Untuk melakukan analisis biaya dan manfaat dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut:

1. Menghitung seluruh biaya intervensi yang dikeluarkan untuk pelatihan

stretching (biaya instruktur) dan biaya pembuatan teh manis

Page 50: BAB II ergein yang artinya bekerja. ” yang berarti kerja

61

2. Menghitung selisih atau peningkatan hasil produksi antara setelah dan

sebelum intervensi ergonomi

3. Menghitung selisih perbedaan pendapatan dan keuntungan yang dicapai

sebelum dan setelah intervensi diberikan.