Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
13101050 5
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Antena Mikrostrip
Antena merupakan suatu alat yang digunakan untuk melepaskan
gelombang elektromagnetik ke ruang bebas, dan sebaliknya menerima
gelombang elektromagnetik dari ruang bebas [3]. Fungsi antena adalah untuk
mengubah sinyal listrik menjadi sinyal elektromagnetik, lalu meradiasikannya
(Pelepasan energi elektromagnetik ke udara atau ke ruang bebas). Dan
sebaliknya, antena juga dapat berfungsi untuk menerima sinyal elektromagnetik
(Penerima energi elektromagnetik dari ruang bebas) dan mengubahnya menjadi
sinyal listrik. Gambar 2.1 memperlihatkan antena transceiver [3].
Gambar 2.1 Antena Sebagai Pengirim dan Penerima [3]
Antena mikrostrip adalah suatu konduktor metal yang menempel diatas
ground plane yang diantaranya terdapat bahan dielektrik seperti yang terlihat
pada gambar 2.2. Antena mikrostrip merupakan antena yang memiliki massa
ringan, mudah difabrikasi, dan dapat ditempatkan pada hampir semua jenis
permukaan dan ukurannya kecil jika dibandingkan dengan antena jenis lain.
Karena sifat yang dimilikinya, antena mikrostrip sangat sesuai dengan kebutuhan
saat ini sehingga dapat diintegrasikan dengan peralatan telekomunikasi lain yang
berukuran kecil, akan tetapi antena mikrostrip juga memiliki beberapa
kekurangan yaitu: bandwidth yang sempit, gain dan directivity yang kecil, serta
efisiensi yang rendah [4].
Gambar 2.2 Struktur Dasar Antena Mikrostrip [4]
13101050 6
Dengan : t = Tinggi patch atau tebal patch
W = Panjang patch
L = Lebar patch
h = Tinggi substrat atau tebal substrat
ɛr = Substrat dielektrik
Antena mikrostrip terdiri dari tiga lapisan. Lapisan tersebut adalah
patch, substrat dielektrik, dan ground plane. Adapun fungsi dari masing-masing
bagian dari antena mikrostrip adalah [4]:
a. Patch
Patch ini berfungsi untuk meradiasikan gelombang elektromagnetik
ke udara, terletak di paling atas dari keseluruhan sistem antena. Patch terbuat
dari bahan konduktor seperti tembaga. Bentuk patch bisa bermacam-macam
misalnya lingkaran (circular), persegi (square), persegi panjang
(rectangular), segitiga (triangular), oval (elliptical), dan cincin (circular
ring) [4].
b. Substrat Dielektrik
Substrat berfungsi sebagai bahan dielektrik dari antena mikrostrip
yang membatasi elemen peradiasi dengan elemen pentanahan. Elemen ini
memiliki jenis yang bervariasi yang dapat digolongkan berdasarkan nilai
konstanta dielektrik (ɛr) dan ketebalannya (h). Kedua nilai tersebut
mempengaruhi frekuensi kerja, bandwidth dan juga efisiensi dari antena yang
akan dibuat. Ketebalan substrat jauh lebih besar dari pada ketebalan
konduktor metal peradiasi. Semakin tebal substrat maka bandwidth akan
semakin meningkat, tetapi berpengaruh terhadap timbulnya gelombang
permukaan (surface wave). Gelombang permukaan pada antena mikrostrip
merupakan efek yang merugikan karena akan mengurangi sebagian daya
yang seharusnya dapat digunakan untuk meradiasikan gelombang
elektromagnetik ke arah yang diinginkan.
Tabel 2.1 Nilai Konstanta Dielektrik Antena Mikrostrip [4]
Bahan dielektrik Nilai kontanta dielektrik (ɛ𝒓)
Alumunium 9,8
Material Sintetik Teflon 2,08
Material Komposit-Duroid 2,2-10,8
Ferimagnetik-Ferrite 9-16
Semikonduktor-Silikon 11,9
Fiberglass 4,882
13101050 7
Pada tabel 2.1 menunjukan beberapa bahan dielektrik dengan nilai
permitivitas yang sering digunakan untuk membuat substrat antena
mikrostrip. Dari tabel tersebut terlihat bahwa semikonduktor-silikon
memiliki nilai ɛr yang paling tinggi dan teflon memiliki ɛr yang paling rendah.
Antena mikrostrip memiliki nilai radiasi paling tinggi didaerah tepian patch.
Untuk menghasilkan efisiensi dan radiasi yang baik dalam artian ingin
memiliki bandwidth yang lebih besar maka bisa digunakan substrat yang
dibuat tebal dengan nilai konstanta dielektrik yang rendah [4].
c. Ground Plane
Ground plane berfungsi sebagai ground bagi sistem antena
mikrostrip. Elemen pentanahan ini umumnya memiliki jenis bahan yang
sama dengan elemen peradiasi yaitu berupa logam tembaga dan berfungsi
untuk memantulkan sinyal yang tidak diinginkan [4].
2.1.1 Kelebihan Antena Mikrostrip
Antena mikrostrip ini mempunyai beberapa keuntungan apabila
dibandingkan dengan antena konvesial lainnya, yaitu [3]:
a. Memiliki ukuran yang kecil dan ringan.
b. Dual polarisasi dan dual frekuensi dapat dengan mudah dibuat.
c. Mudah difabrikasi dan tidak memakan biaya yang besar.
d. Dapat dengan mudah diintegrasikan dengan gelombang mikro sirkuit
terpadu.
2.1.2 Kelemahan Antena Mikrostrip
Akan tetapi selain kelebihan-kelebihan yang telah diuraikan diatas,
antena mikrostrip juga mempunyai bebrapa keterbatasan, yaitu [4]:
a. Mempunyai gain yang rendah.
b. Memiliki bandwidth yang sempit.
c. Mempunyai efisiensi yang rendah.
d. Dapat terjadi radiasi yang tidak diinginkan pada feed line-nya.
e. Timbulnya surface wave atau gelombang permukaan.
2.2 Teknik Pencatuan
Dalam perancangan antena, teknik pencatuan merupakan hal yang
sangat penting karena salah satu syarat antena yang baik ialah apabila impedansi
input sesuai (matched) dengan impedansi karakteristik kabel pencatunya serta
dapat memancarkan dan menerima energi gelombang radio dengan arah
polarisasi yang sesuai dengan aplikasi yang dibutuhkan. Teknik pencatuan yang
digunakan pada antena mikrostrip diklasifikasikan menjadi dua yaitu pencatuan
13101050 8
secara langsung (direct coupled) dan secara tidak langsung (proximity coupled).
Pada teknik pencatuan langsung (direct coupled), power RF (Radio Frequency)
langsung dicatu ke patch menggunakan elemen penghubung pada jalur
mikrostrip tersebut. Kelebihan pencatuan secara langsung adalah sangat
sederhana dalam proses pencatuannya tetapi sulit jika antena mikrostrip disusun
secara array dan bandwidth yang dihasilkan sempit. Dengan kekurangan ini
maka dalam perkembangan selanjutnya diperkenalkan pencatuan tidak langsung
atau electromagnetic coupled. Keuntungan dari teknik pencatuan ini adalah
dapat memperlebar bandwidth dan dapat mengurangi proses penyolderan. Ada 4
macam teknik pencatuan yang paling populer digunakan, yakni proximity
coupled, microstrip line, coaxial probe, dan aperture coupled [3].
2.2.1 Proximity Coupled [5]
Proximity coupled seperti yang terlihat pada Gambar 2.3 merupakan
teknik pencatuan yang memiliki keunggulan pada bandwidth yang dihasilkan
paling besar dan radiasi tambahan (spurious radiation) yang kecil.
Gambar 2.3 Antena Mikrostrip Dengan Pencatuan Proximity Coupled [5]
Untuk dapat menganalisis sebuah antena mikrostrip, maka diperlukan
sebuah pemodelan yang dapat menggambarkan kondisi antena kedalam sebuah
kondisi persamaan yang dapat dianalisis secara akurat. Berbagai pemodelan
untuk antena mikrostrip tersebut telah banyak dikembangkan dan satu
diantaranya yang popular adalah model cavity.
Pada model cavity, daerah interior yaitu ruang antara patch dan ground
plane diasumsikan sebagai sebuah ruang (cavity) yang dilingkari oleh suatu
dinding magnetik sepanjang tepinya, dan diapit oleh dinding elektrik dari atas
dan bawah. Model cavity dari sebuah antena mikrostrip diperlihatkan pada
Gambar 2.4.
13101050 9
Gambar 2.4 Model Cavity Untuk Pencatuan Proximity Coupled [5]
Beberapa asumsi model cavity berdasarkan observasi dari substrat tipis
(h < λo) :
a. Medan elektrik hanya terdiri atas komponen transverse di dalam daerah yang
dibatasi oleh patch dan ground plane.
b. Medan-medan dalam daerah ini tidak berubah-ubah (bebas) terhadap
koordinat z untuk semua frekuensi yang digunakan.
c. Komponen tangensial H sepanjang tepi diabaikan.
d. Memasukkan medan tepi (fringing field) dalam perhitungan dengan sedikit
memperlebar tepi-tepi.
2.3 Parameter Antena Mikrostrip
2.3.1 VSWR (Voltage Standing Wave Ratio)
VSWR adalah perbandingan antara tegangan maksimum (|V|max)
dengan tegangan minimum (|V|min) pada suatu gelombang berdiri yang muncul
akibat terjadinya pantulan gelombang yang disebabkan oleh impedansi masukan
yang tidak match dengan saluran pencatu [4]. Perbandingan ini dapat dinyatakan
menggunakan persamaan (2-1) [4]:
Γ = V0−
V0+ =
ZL−Z0
ZL+Z0 (2-1)
Dengan : Γ = Koefisien refleksi pantul (return loss).
V0− = Tegangan yang direfleksikan.
V0+ = Tegangan yang dikirimkan.
ZL = Impedansi beban.
Z0 = Impedansi saluran.
Sedangkan untuk mencari nilai VSWR adalah [4]:
VSWR = |V|max
|V|min =
|1+Γ|
|1−Γ| (2-2)
Dengan : Γ = Koefisien refleksi pantul (return loss).
|V|max = Tegangan maksimum.
|V|min = Tegangan minimum.
13101050 10
Tegangan koefisien refleksi memiliki nilai kompleks, yang
menunjukkan besarnya magnitudo dan fasa dari refleksi. Untuk beberapa
permasalahan yang sederhana, bagian imajiner dari Г diabaikan, maka [4]:
Γ = 0 : tidak ada refleksi, ketika saluran dalam keadaan matched sempurna.
Γ = -1 : refleksi negatif maksimum, ketika saluran terhubung singkat.
Γ = 1 : refleksi positif maksimum, ketika saluran dalam rangkaian terbuka.
Kondisi yang paling baik adalah ketika VSWR bernilai 1 yang berarti
tidak ada refleksi ketika saluran dalam keadaan matching sempurna. Namun
kondisi ini pada praktiknya sulit untuk didapatkan. Karena desain antena untuk
kondisi multipath. Maka dari itu pada penelitian ini, nilai VSWR yang
diharapkan adalah kurang dari 2.
2.3.2 Bandwidth
Bandwidth sebuah antena didefinisikan sebagai rentang frekuensi
dimana kinerja antena yang berhubungan dengan beberapa karakteristik, seperti
impedansi masukan, pola radiasi, beamwidth, polarisasi, gain, efisiensi, VSWR,
return loss dan axial ratio memenuhi spesifikasi standar [6]. Pada pembuatan
antena yang dilakukan kali ini rentang frekuensi yang digunakan adalah dari 2,3
GHz - 2,4 GHz dengan nilai frekuensi tengahnya (center) pada frekuensi 2,35
GHz.
Pada umumnya kriteria bandwidth antena adalah besarnya perubahan
impedansi antena tersebut terhadap perubahan frekuensi kerja dari frekuensi
tengahnya. Perubahan impedansi antena biasanya ditunjukkan oleh perubahan
nilai VSWR maupun return loss. Jadi, bandwidth antena dapat diartikan sebagai
lebar bidang frekuensi untuk VSWR atau return loss dibawah suatu nilai tertentu.
Bandwidth dapat dicari dengan menggunakan persamaan (2-3) [7]:
BW = f2−f1
fcΧ 100 % (2-3)
Dengan : f2 = frekuensi tertinggi yang digunakan (GHz).
f1 = frekuensi terendah yang digunakan (GHz).
fc = frekuensi tengah yang digunakan (GHz).
Gambar 2.5 Lebar Bandwidth [7]
13101050 11
2.3.3 Return Loss
Return loss adalah perbandingan antara amplitudo dari gelombang yang
direfleksikan terhadap amplitudo gelombang yang dikirimkan. Return loss
digambarkan sebagai peningkatan amplitudo dari gelombang yang direfleksikan
(V0−) dibanding dengan gelombang yang dikirim (V0
+). Return loss dapat terjadi
akibat adanya ketidak sesuaian impedansi (mismatched) antara saluran transmisi
dengan impedansi masukan beban (antena). Rumus untuk mencari nilai return
loss adalah sebagai berikut [4]:
Γ =V0−
V0+ =
ZL−Z0
ZL+Z0=
VSWR−1
VSWR+1 (2-4)
Return loss = 20 log10 | Γ | (2-5)
Karena perancangan dan realisasi antena mikrostip array patch persegi panjang
MIMO ini menggunakan nilai VSWR ≤ 2, maka berdasarkan persamaan (2-5)
dapat diperoleh nilai return loss yang dibutuhkan adalah di bawah -9.6 dB.
2.3.4 Polarisasi
Polarisasi antena adalah polarisasi dari gelombang yang ditransmisikan
oleh antena. Definisi lain adalah arah gerak medan listrik dari gelombang
elektromagnetik yang dipancarkan oleh antena pada lobe utamanya [8]. Jika arah
tidak ditentukan maka polarisasi merupakan polarisasi pada arah gain
maksimum. Polarisasi dari gelombang yang teradiasi didefinisikan sebagai suatu
keadaan gelombang elektromagnet yang menggambarkan arah dan magnitude
vektor medan elektrik yang bervariasi menurut waktu. Polarisasi merupakan
orientasi perambatan radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh
suatu antena dimana arah elemen antena terhadap permukaan bumi sebagai
referensi lain atau polarisasi dari gelombang yang ditransmisikan oleh antena.
Dengan mempertimbangkan jarak, right angle ke arah dimana gelombang
tersebut dipancarkan. Pada gambar 2.6 menunjukkan polarisasi antena.
Gambar 2.6 Polarisasi Antena [8]
Polariasi diklasifikasikan menjadi tiga yaitu, polarisasi liniar (linear), melingkar
(circular) dan elips (elliptical).
13101050 12
a. Polarisasi Linear
Polarisasi ini bisa dikatakan linear jika medan listrik pada arah y dan
axial ratio (AR) = ~. AR merupakan perbandingan antara sumbu mayor
dengan sumbu minor. Gambar 2.7 merupakan gambar dari polarisasi linear.
Gambar 2.7 Polarisasi Linear [8]
Polarisasi linear terbagi menjadi dua jenis yaitu polarisasi horizontal
dan vertical. Polarisasi horizontal merupakan polarisasi yang arah rambat
gelombangnya ke arah horizontal terhadap permukaan bumi. Sedangkan
polarisasi vertical merupakan polarisasi yang arah rambat gelombang ke arah
vertical terhadap permukaan bumi.
b. Polarisasi Circular
Polarisasi ini bisa dikatan circular jika sumbu mayor sama dengan
sumbu minor dan axial ratio (AR) = 1. Pada polarisasi circular besar medan
listrik sama dan berputar dalam lintasan berbentuk lingkaran seperti di
tunjukkan gambar 2.8.
Gambar 2.8 Polarisasi Circular [8]
c. Polarisasi Elliptical
Polarisasi ini bisa dikatan ellips jika sumbu mayor sama dengan
sumbu minor dan axial ratio (AR) ≠ 1 dan ≠ ~. Polarisasi ini berputar dalam
lintasan berbentuk ellips seperti di tunjukkan gambar 2.9.
13101050 13
Gambar 2.9 Polarisasi Elliptical [8]
2.3.5 Gain
Gain antena berkaitan erat dengan direktivitas, merupakan besaran yang
memperhitungkan efisiensi antena dan kemampuan direksionalnya. Gain suatu
antena merupakan perbandingan intensitas radiasi maksimum suatu antena
terhadap intensitas radiasi antena referensi. Persamaan untuk menyatakan gain
dinyatakan pada persaman (2-6) [4]:
G = η × D (2-6)
Dengan : η = Faktor efisiensi antena (0 ≤ η ≤ 1)
D = Direktivitas
Ada dua jenis parameter penguatan gain yaitu absolute gain dan relative
gain [7]. Absolute gain pada sebuah antena didefinisikan sebagai perbandingan
antara intensitas pada arah tertentu dengan intensitas radiasi yang diperoleh jika
daya yang diterima oleh antena teradiasi secara isotropic.
Intensitas radiasi yang berhubungan dengan daya yang diradiasikan
secara isotropic sama dengan daya yang diterima oleh antena (Pin) dibagi dengan
4π. Absolute gain ini dapat dihitung dengan persamaan [4]:
Gain = 4π xIntensitas Radiasi
Total Daya Masukan= 4π x
U(θ,ϕ)
Pin (2-7)
Dengan : U(θ, ϕ) = Intensitas radiasi.
Pin = Total daya yang diterima oleh antena.
Selain absolute gain juga ada relative gain. Relative gain didefinisikan
sebgai perbandingan antara perolehan daya pada sebuah arah dengan perolehan
daya pada antena referensi pada arah yang direferensikan juga. Daya masukan
harus sama diantara kedua antena itu. Akan tetapi, antena referensi merupakan
sumber isotropic yang lossless (Pin (lossless)). Secara umum dapat dihubungkan
seperti pada persamaan (2-8) [4]:
Gain = 4π U (θ,ϕ)
Pin(lossess) (2-8)
13101050 14
2.3.6 Pola Radiasi Antena [9]
Pola radiasi merupakan suatu gambaran grafis dari sifat pancaran antena
yang dihasilkan sebagai fungsi dari parameter koordinat ruang. Pada umumnya,
pola radiasi ditentukan pada pola daerah medan jauh dan digambarkan sebagai
fungsi koordinat arah sepanjang radius tetap. Gambar pola radiasi ditunjukkan
pada gambar 2.10.
Gambar 2.10 Pola Radiasi [9]
Main lobe atau major merupakan daerah yang pola pancarnya paling
besar. Side lobe atau dikategorikan menjadi first side lobe dan second side lobe.
First side lobe merupakan minor lobe yang paling dekat dengan side lobe dan
second side lobe merupakan minor lobe yang terjauh dari minor lobe. Sedangkan
back lobe merupakan minor lobe yang berlawanan dengan main lobe.
a. Pola Radiasi Uni-directional
Pola radiasi uni-directional adalah pola radiasi yang memiliki arah
pancaran terkuat pada satu arah tertentu dibanding dengan arah lain. Pola uni-
directional ditunjukkan pada gambar 2.11.
Gambar 2.11 Pola Radiasi Uni-directional [9]
13101050 15
b. Pola Radiasi Omni-directional
Pola radiasi omni-directional adalah pola yang terbentuk ketika
antena mempunyai arah pancaran ke segala arah sama atau memiliki pola
radiasinya 360⁰ pada saat menerima dan memancarkan gelombang
elektromagnetik. Gambar 2.12 merupakan bentuk pola radiasi omni-
directional.
Gambar 2.12 Pola Radiasi Omni-directional [9]
c. Pola Radiasi Bidirectional
Pola radiasi biderctional adalah pola yang memiliki radiasi yang
sama besar ke dua titik arah pada saat menerima dan memancarkan
gelombang elektromagentik. Gambar 2.13 merupakan bentuk pola
bidirectional.
Gambar 2.13 Pola Radiasi bidirectional [9]
2.3.7 Directivitas [4]
Directivitas berfungsi untuk pembanding antara intensitas radiasi
dengan intensitas radiasi dari antena referensi isotropis. Keterarahan dari sebuah
antena didefinisikan sebagai perbandingan (rasio) intensitas radiasi sebuah
antena pada arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata pada semua arah.
13101050 16
Intensitas radiasi rata-rata sama dengan jumlah daya yang diradiasikan oleh
antena dibagi dengan 4π. Jika arah tidak ditentukan, arah intensitas radiasi
maksimum merupakan arah yang dimaksud. Secara umum, keterarahan pada
antena dinyatakan pada persamaan (2-9) [4].
D =U
U0=
4𝜋U
Prad (2-9)
Dan jika arah tidak ditentukan, keterahan terjadi pada intensitas radiasi
maksimum yang dapat dihitungan dengan menggunakan persamaan (2-10) [4].
Dmax = D0 =Umax
U0=
4πUmax
Prad (2-10)
Dengan : D = Directivity (dB)
D0 = Directivity maksimum (dB)
U = Intensitas radiasi (watt)
Umax = Intensitas radiasi maksimum (watt)
U0 = Intensitas radiasi pada sumber isotropic (watt)
Prad = Total daya radiasi (watt) 2.3.8 Impedansi Antena [4]
Impedansi antena sangat menentukan transfer daya maksimum antara
saluran transmisi dengan antena. Transfer daya maksimum disini berarti energi
yang disalurkan bisa sampai ke penerima dengan maksimal, tidak ada energi
yang dipantulkan. Jika impedansi antena ini matching dengan impedansi saluran
transmisi, maka transfer daya maksimum bisa tercapai. Bila impedansi antara
saluran transmisi dengan impedansi antena tidak sama maka akan terjadi
gelombang pantul yang merambat balik kearah sumber gelombang, yang
mengakibatkan kinerja antena juga berkurang.
Impedance matching merupakan cara atau teknik yang dipakai untuk
menyesuaikan dua impedansi yang tidak sama, yaitu impedansi karakteristik
saluran (Zo) dan impedansi beban (𝑍𝐿). Beban dapat berupa antena atau rangkaian
lain yang mempunyai impedansi ekivalen. Impedance matching mempunyai
peranan yang sangat penting untuk memaksimalkan transfer daya dari sumber
sinyal ke beban. Kondisi yang sesuai (match) antara impedansi karakteristik
saluran dengan beban akan menghasilkan transfer daya yang maksimal, karena
redaman yang disebabkan daya pantul akan diminimalkan. Pada prinsipnya,
untuk menyesuaikan impedansi saluran dengan impedansi beban dilakukan
dengan menyisipkan suatu “transformator impedansi” yang berfungsi mengubah
impedansi beban sama dengan impedansi karakteristik saluran. Ada beberapa
bentuk atau model teknik penyesuaian impedansi ini, diantaranya adalah,
transformator λ/4, single stub tuner, double stub tuner, dan lumped circuit.
13101050 17
2.3.9 Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi (ρ) pada antena mikrostrip MIMO (Multiple Input
Mulitple Output) berkaitan dengan hubungan antara nilai pada S-Parameter.
Antena MIMO bekerja dengan menggunakan multiple antena, antena yang
independen yang optimal adalah antena memiliki nilai cross correlation antar
antena maksimal 0,2. Dimana dengan nilai cross correlation mendekati 0 maka
semakin identik pola sinyalnya dan semakin mendekati 1 maka semakin tidak
ada korelasi [10]. Untuk mengetahui nilai koefisien korelasi pada antena
mikrostrip dengan menggunakan persamaan (2-11) [10].
ρ =|S11∗S12+ S21∗S22|
2
(1−(|S11|2 + |S21|
2))(1−(|S22|2 + |S12|
2)) (2-11)
Nilai S-Parameter yang digunakan pada persamaan di atas adalah dalam
bentuk numerik. Nilai S11 dan S22 idealnya bernilai 0, artinya arus yang mengalir
pada masing-masing port diteruskan seluruhnya dan tidak ada yang dipantulkan.
Nilai S12 dan S21 pun idealnya bernilai 0 sehingga nilai korelasi antenna MIMO
idealnya pun bernilai 0. Pada hasil pengukuran antena didapat nilai S11, S12, S21,
dan S22 sehingga didapat nilai korelasi antena MIMO dengan menggunakan nilai-
nilai tersebut.
2.3.10 Perhitungan Dimensi Patch Bentuk Persegi Panjang
Pada antena mikrostrip, penggunaan patch yang paling umum adalah
patch berbentuk persegi panjang (rectangular) karena mudah untuk dianalisa.
Berikut adalah beberapa perhitungan yang digunakan untuk merancang antena
mikrostrip berbentuk persegi panjang. Menetukan lebar patch (W) [11][12]:
w =C
2 ƒc√ɛr + 1
2
(2-12)
Dengan : C = Kecepatan cahaya di ruang bebas yaitu 3×108 m/s
ƒc = Frekuensi kerja dari antena
ɛr = Konstanta dielektrik dari bahan substrat
Dan ɛeff adalah konstanta dielektrik relatif yang dirumuskan sebagai
[11][12]:
ɛeff = ɛr+1
2+
ɛr−1
2 (|1 +
12 h
w|−1
2) (2-13)
Dimana h merupakan tinggi substrat. Sedangkan untuk menentukan
panjang patch (L) diperlukan parameter ΔL yang merupakan pertambahan
panjang dari L. Pertambahan panjang dari L (ΔL) tersebut dirumuskan dengan
[11][12]:
13101050 18
∆L = 0.412 h (ɛ eff+0.3)(
W
h +0.264)
(ɛ eff−0.258)(W
h +0.8)
(2-14)
Leff merupakan panjang patch efektif yang dapat dirumuskan dengan
[11][12]:
Leff =C
2fc√εeff (2-15)
Dengan demikian panjang patch (L) diberikan oleh [11][12]:
L = Leff − 2∆L (2-16)
Antena mikrsostrip dirancang dengan disertai saluran pencatu. Saluran
pencatu dirancang dengan memperhatikan panjang, lebar dan impedansi dari
antena. Perancangan saluran pencatu, menggunakan bahan yang sama dengan
patch, pada pencatuan saluran pencatu pada satu sisi akan disatukan. Saluran
pencatu yang dirancang yang akan dihubungkan dengan menggunakan port
untuk digunakan sebagi media transmisi. Dimensi dari saluran pencatu dihitung
dengan ketentuan yang berkaitan dengan impedansi dari perancangan antena.
Perancangan saluran pencatu yaitu dengan menentukan lebar dari saluran
pencatu, dengan menggunakan persamaan (2-18). Sebelumnya harus
menentukan nilai Impedansi saluran yaitu dengan menggunakan persamaan (2-
17) [4]:
B = 60π2
Z0√ɛr (2-17)
Dengan : Z0 : Impedansi beban antena (Ω)
B : Impedansi saluran (Ω)
Wst = 2h
π B − 1 − ln(2B − 1) +
ɛr−1
2ɛr[ln(B − 1) + 0.39 −
0.61
ɛr] (2-18)
Maka dapat dicari karakteristik saluran mikrostrip dengan ada dua
kondisi, seperti yang ditunjukkan pada persamaan (2-19) dan (2-20).
1. Karakteristik saluran pencatu untuk Wst/h < 1, [6]:
Konstanta dielektrik relatif:
ɛr relatif = ɛr+1
2+ɛr−1
2 [
1
√1+12h
w
+ 0.04 (1 −w
h)2
] (2-19)
2. Karakteristik saluran pencatu untuk Wst/h > 1, [6]:
Konstanta dielektrik relatif:
ɛr relatif = ɛr+1
2+ɛr−1
2 [
1
√1+12h
w
] (2-20)
13101050 19
Agar memiliki kondisi matching dapat dilakukan dengan cara
menambah transformator λ/4. Transformator λ/4 merupakan suatu teknik
impedance matching dengan cara memberikan saluran transmisi dengan
impedansi ZT diantara dua saluran transmisi yang tidak match. Dengan
menentukan panjang gelombang di ruang bebas pada persamaan (2-21) untuk
menghitung panjang saluran transmisi (Lst) transformator λ/4 [6]:
λ0 = c
fc (2-21)
Dimana λg (m) merupakan panjang gelombang untuk penggunaan
bahan dielektrik seperti pada persamaan (2-22) [6]:
λg = λ0
√ɛr relatif (2-22)
Panjang saluran transmisi (Lst) transformator λ/4 ini seperti pada
persamaan (2-23) [6]:
Lst = λg
4 (2-23)
2.4 Gelombang Sinusoidal [13]
Gelombang sinusoidal merupakan gelombang dasar dari tegangan.
Gambar 2.14 menunjukkan bentuk umum dari gelombang sinus dapat berupa
tegangan atau arus bolak balik. Tegangan dinyatakan sebagai sumbu vertikal dan
waktu dinyatakan sebagai sumbu horizontal. Tegangan berubah terhadap waktu.
Poalritas gelombang sinus adalah antara nilai positif dan nilai negatif.
Gambar 2.14 Gelombang sinusoidal [13]
Apabila sumber tegangan sinusoidal dihubungkan pada rangkaian
resisif maka akan mengahsilkan arus bolak balik. Jika polaritas tegangan
berubah, maka arus yang dihasilkan akan mengikuti perubahan. Periode dalam
gelombang sinusoidal merupakan waktu yang diperlukan untuk satu siklus penuh
dari gelombang sinus. Gelombang sinus secara terus menerus berulang kembali
ke bentuk awal. Karena semua siklus perputaran gelombang sinus adalah sama
maka periode menjadi tetap.
13101050 20
Frekuensi dalam gelombang sinus adalah banyaknya siklus yang terjadi
dalam satuan detik. Bila dalam satu detik terjadi beberapa siklus maka dapat
dikatakan gelombang tersebut memiliki frekuensi yang tinggi.
Pembangkitan tegangan sinusoidal dapat dilakukan secara
elektromagnetik dan elektronik. Secara elektromagnetik gelombang sinus
dibangkitkan melalui generator AC, dan secara elektronik gelombang sinus
dibangkitkan melalui rangkaian osilator. Perumusan gelombang sinusoidal
dalam kuantitas listrik sebagai tegangan dan arus ditunjukkan pada persamaan
(2-24) dan (2-25) [13]:
I = Im sint (2-24)
V = Vm sint (2-25)
Dengan : I = arus (Ampere)
V = tegangan (Volt)
Im dan Vm = nilai puncak dari bentuk gelombang
t = phasa
2.5 VSWR (Voltage Standing Wave Ratio) Pada Saluran Transmisi [14]
Amplitudo maksimum terjadi ketika ada constructive interference
gelombang pantul pada phasa, dan amplitudo minimum terjadi ketika ada
destruvtive interference yang berlawanan dengan phasa. Sama dengan proses
terjadinya gelombang berdiri, tegangan dan arus sepanjang jalur transmisi juga
mengalami hal yang sama jika terdapat pantulan di sepanjang saluran transmisi.
Dengan asumsi adanya pantulan, rumusan umum untuk menentukan tegangan
ditunjukkan pada persamaan (2-26) [14]:
V (Z) = Vm+e−ϳβz + Vm
−eϳβz + Vm−e−ϳβz + Vm
−e−ϳβz (2-26)
Dimana persamaan Vm+e−ϳβz telah ditambahkan dan dikurangi dari rumusan
umum tegangan. Persamaan (2-26) disusun ulang menjadi persamaan (2-27)
[14]:
V (Z) = Vm+ (1 + Γ)e−ϳβz⏟ Traveling wave
+ 2 ϳΓ sin βz⏟ standing wave
(2-27)
Dengan : =𝑉𝑚−
𝑉𝑚+
Pada persamaan (2-27) gelombang dari amplitudo Vm+ (1 + Γ) dan
gelombang sepanjang arah z, dan persamaan kedua menunjukkan gelombang
berdiri dari amplitudo. Ilustrasi untuk proses pembentukan gelombang berdiri
yaitu:
13101050 21
1. = 0, tanpa ada pantulan pada saluran transmisi, tegangan pada saluran
transmisi dirumuskan dengan persamaan (2-28) [14]:
𝑣(𝑧, 𝑡) = 𝑉𝑚+cos (𝑡 − 𝛽𝑧 + ∅+) (2.28)
2. = −1, terjadi short circuit pada terminasi saluran transmisi dengan
rumusan tegangan dengan persamaan (2-29) [14]:
𝑣(𝑧, 𝑡) = 𝑉𝑚+ sin 𝛽𝑧 sin(𝑡 + ∅+) (2.29)
2.6 T-Junction
T-junction merupakan sebuah teknik power divider yang umum
digunakan pada konfigurasi antena array. Power divider adalah salah satu teknik
yang dapat mendukung impedance matching pada saluran transmisi khususnya
untuk antena mikrostrip array [15].
Untuk mendesain antena mikrostrip array maka dibutuhkan suatu
saluran yang dapat menghubungkan patch yang ada. Bentuk awal dari saluran
tersebut berupa T-junction yang merupakan saluran pencatu yang memiliki
percabangan, dimana Z0 merupakan impedansi karakteristik dan Z adalah
impedansi transformer ¼ λ. Nilai dari Z dapat dihitung dengan menggunakan
metode wilkinson, hasil perhitungannya adalah sebagai berikut [16]:
Z = Z0√𝑁 = 50√2 = 70,7106 Ω (2-30)
Gambar saluran pencatu T-junction dapat dilihat pada gambar 2.15.
Gambar 2.15 T-Junction Untuk Mikrostrip [15]
2.7 Antena Mikrostrip Array [11]
Antena mikrostrip memiliki beberapa kelebihan seperti memiliki bentuk
yang sederhana, efisien, ekonomis, dan mudah pembuatannya. Namun demikian
antena mikrostrip ini juga memiliki kelemahan yang sangat mendasar, yaitu
bandwidth yang sempit, keterbatasan gain, dan daya yang rendah. Hal ini dapat
diatasi dengan menambah patch secara array.
50 Ω 50 Ω
50 Ω
70,71 Ω
13101050 22
Antena mikrostrip array merupakan gabungan dari beberapa elemen
peradiasi yang membentuk suatu jaringan. Antena mikrostrip array dapat
berbentuk seri, paralel, atau gabungan keduanya. Dalam antena mikrostrip patch,
yang disusun secara array adalah bagian patch. Medan total dari antena array
ditentukan oleh penjumlahan vektor dari medan yang diradiasikan oleh elemen
tunggal. Untuk membentuk pola yang memiliki keterarahan tertentu, diperlukan
medan dari setiap elemen array berinterferensi secara konstruktif pada arah yang
diinginkan dan berinterferensi secara destruktif pada arah lain.
Ada beberapa macam konfigurasi antena array, diantaranya linear,
planar, dan circular. Masing masing konfigurasi memiliki keuntungan, misalnya
linear array memiliki kelebihan dalam perhitungan yang tidak terlalu rumit,
sedangkan planar array memiliki kelebihan dalam pengaturan dan pengendalian
arah pola radiasi.
Antena mikrostrip bentuk array memiliki beberapa kelebihan dibanding
dengan antena mikrostrip konvensional. Kelebihannya yaitu memiliki bandwidth
dan gain yang lebih besar. Disamping memiliki kelebihan, antena jenis ini juga
memiliki kelemahan, yaitu membutuhkan suatu jalur transmisi/pencatu antara
elemen peradiasi dan input connector untuk mengurangi rugi-rugi sehingga
mengurangi efisiensi antena. Pada antena array terdapat AF (Array Factor) yang
merupakan pengali dari medan elektrik dari elemen tunggal. Array factor inilah
yang menentukan bagaimana pola radiasi dan seberapa besar tingkat daya yang
diradiasikan oleh antena tersebut. Gambar 2.16 menunjukkan antena mikrostrip
dengan teknik array.
Gambar 2.16 Antena Mikrostrip Dengan Teknik Array (A) Teknik Planar, (B) Teknik
Linear, (C) Teknik Circular [11]
2.8 Multiple Input Mulitple Output (MIMO) [17]
Teknologi LTE menggunakan Multiple Input Multiple Output (MIMO)
yang merupakan teknologi multi antena yang terdapat pada pengirim dan
penerima. MIMO berfungsi untuk menanggulangi efek negatif dari multipath
fading. Teknologi MIMO dapat menghasilkan frekuensi yang lebih efisien yaitu
A
B
C
13101050 23
dengan mengirimkan informasi yang sama dari dua atau lebih pemancar ke
penerima, sehingga mengurangi kemungkinan informasi yang hilang dibanding
dengan menggunakan pemancar tunggal.
Gambar 2.17 Konfigurasi MIMO (A) Spatial Multiplexing dan (B) Transmit Diversity [18]
Pada umumnya teknik MIMO terdiri atas teknik spatial multiplexing
dan transmit diversity seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.17. Teknik spatial
multiplexing mengirim dua data yang berbeda pada masing-masing antena
pemancar seperti ditunjukkan pada gambar 2.17 (A), sedangkan teknik transmit
diversity mengirim dua data yang sama pada masing-masing antena pemancar
seperti pada gambar 2.17 (B). Masing-masing teknik ini memiliki keuntungan
tersendiri tergantung dari scenario yang ada. Misalnya, pada beban jarigan yang
tinggi atau pada tepi sel lebih cocok menggunakan teknik transmit diversity. Dan
pada kondisi sel kecil dengan kondisi SNR tinggi, special multiplexing lebih baik
digunakan untuk memberikan bit rate yang tinggi.
2.9 Long Term Evolution (LTE) [17]
LTE adalah sebuah teknologi komunikasi wireless data berkecepatan
tinggi untuk ponsel dan terminal data. Standar ini dikembangkan oleh 3rd
Generation Partnership Project (3GPP), sebuah organisasi penerbit standar
untuk teknologi Global System for Mobile Communications (GSM). Pada
awalnya LTE dikembangkan untuk meningkatkan kapasitas dan kecepatan
jaringan GSM/ High-Speed Packet Access (HSPA), namun pada
perkembangannya LTE juga juga menjadi evolusi untuk jarngan Code Division
Multiple Access (CDMA). Tujuan dari LTE adalah untuk menyediakan mobile
broadband wireless access yang mendukung handover dengan kecepatan tinggi
A
B
13101050 24
[10]. Beberapa persyaratan LTE yang ditetapkan oleh 3GPP adalah sebgai
berikut:
1. Kapasitas throughput downlink melebihi 100 Mbps dan Uplink 50 Mbps.
2. Dibanding dengan High-Speed Downlink Packet Access (HSDPA) Release
6:
a. LTE memiliki efisiensi spektrum yang lebih baik 3-4 kali pada
downlink, dan 2-3 kali pada uplink.
b. LTE memiliki bit rate sel rata-rata yang lebih baik 3-4 kali pada
downlink, dan 2-3 kali pada uplink.
3. Mendukung bandwidth yang fleksibel: 20 MHz, 15 MHz, 5MHz, 3 MHz
dan 1,4 MHz.
4. Round Trip Time (RTT) 10 ms dan waktu transisi dari kondisi idle 100 ms.
5. Mendukunng mode kerja baik pita frekuensi yang berpasangan maupun
dengan pita frekuensi tunggal.
6. Mobility user:
a. Optimasi untuk low speed (<15 km/jam).
b. Performansi yang tinggi pada kecepatan sampai 120 km/jam.
c. Pemeliharaan hubungan pada kecepatan hingga 350 km/jam.
7. Cakupan atau jangkauan:
a. Full performance sampai 5 km.
b. sedikit penurunan kinerja pada 5 km-30 km.
c. Operasi sampai 100 km tidak harus dihalangi oleh standard.
2.10 Arsitektur Jaringan Dan Teknologi Pendukung LTE [18]
Arsitektur jaringan LTE memiliki struktur jaringan yang dirancang
sesederhana mungkin dengan tujuan mendukung trafik Packet Switching (PS)
dengan mobilitas tinggi, Quality Of Service (QoS), dan waktu tempuh (latency)
yang kecil. Pendekatan packet switching ini memperbolehkan semua layanan
termasuk layanan voice menggunakan koneksi paket (voice over IP). Arsitektur jaringan LTE memiliki access sendiri yang bernama Evolved
Universal Terresterial Radio Access Network (E-UTRAN) dan menggunakan
eNodeB untuk menghubungkannya dengan User Equipment (UE). eNodeB dapat
dianalogikan sebaai Base Transceiver Station (BTS) pada jaringan GSM dan
Universal Mobile Telecommunications System (UMTS), namun eNodeB
memiliki fungsi tambahan, yaitu melakukan fungsi Radio Network Controller
(RNC) ataupun Base Station Controller (BSC) yang terdapat pada jaringan
13101050 25
terdahulunya (General Packet Radio Service (GPRS) / UMTS). LTE merupakan
jaringan akses radio keluaran dari 3GPP dengan kriteria sebagai berikut:
1. Kecepatan downlink data mencapai 100 Mbps saat pengguna bergerak cepat
dan 1 Gbps saat bergerak pelan atau diam. Sedangkan untuk uplink
kecepatan akses mencapai 50 Mbps.
2. Sistem tunda berkurang hingga 10 ms.
3. Meningkatkan layanan broadcast.
4. Menggunakan penyambungan IP Packet Switch.
5. Penggunaan bandwidth tersedia mulai dari 1,4 MHz, 3 MHz, 5 MHz, 10
MHz, 15 MHz, dan 20 MHz.
LTE merupakan rangkaian jaringan dengan System Architecture
Evolution (SAE) yang merupakan generasi keempat menurut standard 3GPP.
LTE juga dikenal sebagai E-UTRAN sedangkan SAE sendiri memiliki nama lain
Evolved Packet Core (EPC). EPC bekerja berdasarkan prinsip Packet Switch.
Arsitektur jaringan LTE dapat dilihat pada gambar 2.18.
Gambar 2.18 Arsitektur LTE [18]
Arsitektur LTE terdiri dari 2 bagian utama yaitu LTE atau E-UTRAN
dan SAE atau EPC. Fungsi dari perangkat yang ada pada bagian LTE yaitu:
1. User Equipment (UE) merupakan perangkat komunikasi. Perangkat ini
dapat berupa telepon genggam, tablet, komputer ataupun perangkat yang
dapat terhubung langsung dengan jaringan internet.
2. Evolved NodeB (enodeB) merupakan antarmuka jaringan LTE dengan
pengguna.
Pada bagian SAE setiap perangkat juga memiliki fungsi masing-masing
yaitu:
13101050 26
1. Serving Gateway (S-GW) berfungsi untuk mengatur jalur dan meneruskan
paket data dari UE.
2. Packet Data Network Gateway (PG-W) berfungsi mengatur koneksi
jaringan data antara UE dengan jaringan paket data lain di luar 3GPP seperti
Wireless Local Area Network (WLAN) dan Worldwide Interoperability for
Microwave Access (Wimax).
3. Mobility Management Entity (MME) merupakan pengatur utama dari setiap
perangkat pada jaringan LTE.
4. Policy And Charging Rules Function (PCRF) berfungsi untuk menentukan
QoS dan charging untuk setiap UE.
5. Home Subscriber Server (HSS) merupakan sistem database yang bertugas
untuk membantu Mobility Management Entity (MME) dalam melakukan
manajemen pelanggan dan pengamanan.