73
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Medis 1. Persalinan a. Pengertian persalinan Persalinan merupakan proses untuk mendorong keluar (ekspulsi) hasil pembuahan dari dalam uterus lewat vagina ke dunia luar ketika janin sudah cukup matur untuk dapat hidup di luar rahim tetapi masih cukup kecil untuk melalui jalan lahir (Farrer H., 2001). Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika kehamilan cukup bulan tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks, dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap (Depkes RI, 2008). Persalinan adalah proses yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan 9

BAB II baru

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Medis

1. Persalinan

a. Pengertian persalinan

Persalinan merupakan proses untuk mendorong keluar

(ekspulsi) hasil pembuahan dari dalam uterus lewat vagina ke dunia

luar ketika janin sudah cukup matur untuk dapat hidup di luar rahim

tetapi masih cukup kecil untuk melalui jalan lahir (Farrer H., 2001).

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput

ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika

kehamilan cukup bulan tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan

dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada

serviks, dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap

(Depkes RI, 2008).

Persalinan adalah proses yang terjadi pada kehamilan cukup

bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasi berlangsung

dalam 18-24 jam,tanpa komplikasi pada ibu maupun janin (Sumarah,

Widyastuti Y, Wiyati N, 2009).

b. Sebab-sebab mulainya persalinan

Menurut Manuaba IGB (1998) teori-teori persalinan terdiri dari :

1) Teori Penurunan Progesteron

Penuaan plasenta telah dimulai sejak umur kehamilan 30-36

minggu, sehingga terjadi penurunan konsentrasi progesteron dan

9

esterogen. Perubahan keseimbangan ini akan menimbulkan

kontraksi rahim Braxton Hicks yang selanjutnya bertindak sebagai

kontraksi persalinan.

2) Teori Oksitosin

Menjelang persalinan terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam

otot rahim, sehingga mudah terangsang saat disuntikkan oksitosin

dan menimbulkan kontraksi, diduga bahwa oksitosin dapat

menimbulkan pembentukan prostaglandin dan persalinan dapat

berlangsung terus atau minimal melakukan kerjasama.

3) Teori Ketegangan Otot Rahim

Induksi persalinan dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban,

sehingga ketegangan otot rahim akan makin pendek dan kekuatan

untuk berkontraksi makin meningkat.

4) Teori Janin

Sinyal yang diarahkan kepada maternal sehingga tanda bahwa

janin telah siap lahir, belum diketahui dengan pasti. Kenyataan

menunjukkan bila terdapat anomali hubungan hipofisis dan

kelenjar suprarenalis persalinan akan menjadi lebih lambat.

5) Teori Prostaglandin

Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15

minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin

pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga

terjadi persalinan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan

pemicu terjadinya persalinan.

10

c. Tanda dan gejala persalinan

Gejala persalinan sebagai berikut :

1) Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak

kontraksi yang semakin pendek.

2) Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda, yaitu berupa

pengeluaran lendir, dan lendir bercampur darah.

3) Dapat disertai ketuban pecah.

Pada pemeriksaan dalam dijumpai perubahan serviks, dapat berupa

perlunakan, pendataran maupun pembukaan serviks (Sumarah,

Widyastuti Y, Wiyati N, 2009).

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan

Sebenarnya pada setiap persalinan ada 3P (faktor) yang harus

diperhatikan:

1) Power

Adalah kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan

yang mendorong janin keluar dalam persalinan ialah : his,

kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari

ligament, dengan kerjasama yang baik dan sempurna.

2) Passage

Jalan Lahir terdiri dari panggul Ibu, yakni bagian tulang

padat, dasar panggul, vagina, dan introitus vagina. Meskipun

jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut

berperan dalam pengeluaran janin, tetapi panggul ibu labih

berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil

menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku. Oleh

11

karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum

persalinan di mulai.

3) Passenger

Janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat

interaksi beberapa faktor, yakni ukuran kepala janin, presentasi,

letak, sikap, dan posisi janin. Karena plasenta juga harus

melewati, maka ia juga dianggap sebagai bagian dari passenger

yang menyertai janin. Namun plasenta jarang menghambat proses

persalinan pada kehamilan normal (Sumarah, Widyastuti Y,

Wiyati N, 2009).

e. Tahapan Persalinan

Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala 1 seviks membuka

dari 0 sampai 10 cm. Kala 1 dinamakan juga kala pembukaan. Kala II

disebut juga dengan kala pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan

kekuatan mengedan, janin di dorong keluar sampai lahir. Dalam kala

III atau disebut juga kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan

dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam

kemudian. Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan

post partum.

1) Kala 1 (kala pembukaan)

Dibagi atas 2 Fase

a) Fase Laten: dimana pembukaan serviks berlangsung lambat

sampai pembukaan 3 cm berlangsung dalam 7-8 jam.

b) Fase Aktif: berlangsung 6 jam dan dibagi atas 3 sub fase:

(1) Periode akselerasi : berlangsung 2 jam, pembukaan 4 cm

12

(2) Periode dilatasi maksimal : selama 2 jam, pembukaan

berlangsung cepat menjadi 9 cm

(3) Periode deselerasi : berlangsung lambat dalam 2 jam,

pembukaan menjadi 10 cm atau lengkap. Pada

primigravida kala 1 berlangsung ± 13 jam sedangkan pada

multigravida ± 7 jam

2) Kala II (Kala Pengeluaran Janin)

Pada kala ini, his terkoordinir, kuat, cepat, dan lebih lama

kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala telah turun memasuki ruang

panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul

yang menimbulkan rasa ingin mengejan. Tekanan pada rektum

akibat penurunan kepala tersebut, menyebabkan ibu ingin

mengejan seperti mau buang air besar, dengan tanda anus

membuka. Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva

membuka dan perinium meregang. Adanya his yang terpimpin,

akan lahirlah kepala yang diikuti seluruh badan bayi. Kala II pada

primi berlangsung 1 ½ jam dan pada multi ½ jam.

3) Kala III (Kala Pengeluaran Uri)

Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus

teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat dan berisi

plasenta. Beberapa saat kemudian, timbul his pelepasan dan

pengeluaran uri. Proses biasanya berlangsung selama 6 sampai

15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan

tekanan.

13

4) Kala IV (Kala Pengawasan)

Kala IV yaitu 1 jam setelah plasenta lahir lengkap. Ada 7

pokok hal penting yang harus diperhatikan:

a) Kontraksi uterus

b) Tidak ada perdarahan dari jalan lahir

c) Plasenta dan selaput ketuban lahir

lengkap

d) Kandung kemih kosong

e) Luka perinium terawat

f) Bayi dalam keadaan baik

g) Ibu dalam keadaan baik (Prawiroharjo S,

2006)

f. Gejala pada setiap tahap persalinan

1) Kala I

a) His belum begitu kuat, datangnya setiap 10-15 menit dan tidak

seberapa mengganggu ibu hingga ia sering masih dapat

berjalan.

b) Lambat laun his bertambah kuat : interval lebih pendek,

kontraksi lebih kuat dan lebih lama.

c) Bloody show bertambah banyak.

d) Lama kala I untuk primi 12 jam dan untuk multi 8 jam.

e) Pedoman untuk mengetahui kemajuan kala I adalah Kemajuan

pembukaan 1 cm sejam bagi primi dan 2 cm sejam bagi multi.

2) Kala II ( kala pengeluaran janin )

14

a) His menjadi lebih kuat, kontraksinya selama 50 – 100 detik,

datangnya tiap 2 – 3 menit.

b) Ketuban biasanya pecah pada kala ini ditandai dengan

keluarnya cairan kekuning-kuningan sekonyong-konyong dan

banyak.

c) Pasien mulai mengejan.

d) Pada akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala sudah sampai

di dasar panggul, perineum menonjol, vulva menganga dan

rektum terbuka.

e) Pada puncak his, bagian kecil kepala nampak di vulva dan

hilang lagi waktu his berhenti, begitu terus hingga nampak

lebih besar. Kejadian ini disebut: “Kepala membuka pintu”.

f) Pada akhirnya lingkaran terbesar kepala terpegang oleh vulva

sehingga tidak bisa mundur lagi, tonjolan tulang ubun-ubun

telah lahir dan subocciput ada di bawah symphisis disebut

“Kepala keluar pintu”.

g) Pada his berikutnya dengan ekstensi maka lahirlah ubun-ubun

besar, dahi dan mulut pada commissura posterior.

h) Saat ini untuk primipara, perineum biasanya akan robek pada

pinggir depannya karena tidak dapat menahan regangan yang

kuat tersebut.

i) Setelah kepala lahir dilanjut dengan putaran paksi luar,

sehingga kepala melintang, vulva menekan pada leher dan

dada tertekan oleh jalan lahir sehingga dari hidung anak keluar

lendir dan cairan.

15

j) Pada his berikutnya bahu belakang lahir kemudian bahu

depan disusul seluruh badan anak dengan fleksi lateral, sesuai

dengan paksi jalan lahir.

k) Sesudah anak lahir, sering keluar sisa air ketuban, yang tidak

keluar waktu ketuban pecah, kadang-kadang bercampur

darah.

l) Lama kala II pada primi 50 menit pada multi 20 menit.

3) Kala III ( kala pengeluaran uri )

a) Setelah anak lahir his berhenti sebentar, tetapi setelah

beberapa menit timbul lagi disebut “His pengeluaran uri” yaitu

his yang melepaskan uri sehingga terletak pada segmen

bawah rahim (SBR) atau bagian atas dari vagina.

b) Setelah anak lahir uterus teraba seperti tumor yang keras,

segmen atas lebar karena mengandung placenta, fundus uteri

teraba sedikit di bawah pusat.

c) Bila placenta telah lepas bentuk uterus menjadi bundar dan

tetap bundar hingga perubahan bentuk ini dapat diambil

sebagai tanda pelepasan placenta.

d) Jika keadaan ini dibiarkan, maka setelah placenta lepas

fundus uteri naik sedikit hingga setinggi pusat atau lebih dan

bagian tali pusat di luar vulva menjadi lebih panjang.

e) Naiknya fundus uteri disebabkan karena placenta jatuh dalam

SBR atau bagian atas vagina dan dengan demikian

mengangkat uterus yang berkontraksi; dengan sendirinya

16

akibat lepasnya placenta maka bagian tali pusat yang lahir

menjadi panjang.

f) Lamanya kala uri 8,5 menit, dan pelepasan placenta hanya

memakan waktu 2 – 3 menit.

g) Dan seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah

bayi lahir dan pengeluaran plasenta disertai dengan

pengeluaran darah kira-kira 100-200cc (Depkes RI, 2008).

2. Preeklamsi

a. Pengertian Preeklamsi

Preeklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,

oedema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini

umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan, tetapi dapat terjadi

sebelumnya, misalnya terdapat Molahydatidosa (Prawiroharjo S,

2006).

Preeklamsi merupakan kumpulan gejala yang timbul pada Ibu

hamil, bersalin, dan dalam masa nifas yang terdiri dari

trias :hipertensi, proteinuri, dan edema, yang kadang-kadang disertai

konvulsi sampai koma. Ibu tersebut tidak menunjukan tanda-tanda

kelainan vaskular atau hipertensi lainnya (Mochtar R, 2003).

Preeklamsi adalah suatu kondisi spesifik yang terjadi pada

kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah 20 minggu pada wanita

yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal (Irene at all, 2005).

17

b. Klasifikasi Preeklamsi

1) Preeklamsi Ringan

Kriteria diagnostik :

Tekanan darah ≥140/90 mmHg- <160/110 mmHg,

proteinuria ≥300 mg/24 jam atau dipstik ≥ + 1, edema lokal pada

tungkai tidak dimasukan dalam kriteria diagnostik.

2) Preeklamsi Berat

a) Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg, proteinuria ≥ 5 gram/24 jam

atau dipstik ≥+4, oligoria, produksi urine <400-500 cc/24 jam,

kenaikan kreatinin serum, edema paru dan sianosis.

Gangguan otak dan visus: perubahan kesadaran, nyeri kepala,

dan pandangan kabur ( Josep, 2010).

b) Bila salah satu diantara gejala atau tanda ditemukan pada ibu

hamil, sudah dapat digolongkan preeklamsi berat.Tekanan

darah 160/110 mmHg. Oligouria urine <400 cc/24 jam.

Proteinuria lebih dari 3 g/liter. Keluhan subyektif :nyeri

epigastrium, gangguan penglihatan, nyeri kepala, oedema

paru, dan sianosis, gangguan kesadaran. Pemeriksaan kadar

enzim hati meningkat disertai ikterus. Perdarahan pada retina.

Trombosit <100.000/mm. (Chandranita Manuaba, Gde Fajar

Manuaba, Bagus Gede Manuaba, 2010)

c. Etiologi Preeklamsi

Penyebab timbulnya preeklamsi pada Ibu hamil belum diketahui

secara pasti, tetapi pada umumnya disebabkan oleh vasospasme

arteriola. Faktor-faktor lain diperkirakan akan mempengaruhi

18

timbulnya preeklamsi antara lain: kehamilan ganda, hidramnion, mola

hidatidosa, multigravida, malnutrisi berat, ibu usia kurang dari 18

tahun atau lebih dari 35 tahun, serta anemia (Maryunani A,

Yulianingsih, 2009).

d. Predisposisi Preeklamsi

1) Primigravida

2) Riwayat preeklamsi

3) Tekanan darah yang meningkat pada awal kehamilan dan badan

yang gemuk

4) Adanya riwayat preeklamsi di dalam keluarga

5) Kehamilan keluarga

6) Raiwayat tekanan darah tinggi pada maternal

7) Diabetes pregestasional

8) Penyakit vaskular atau jaringan ikat

9) Usia maternal yang lanjut >35 tahun (HK Joseph, S Nugroho M,

2010)

e. Patofisiologi preeklamsi

1) Darah

Hipetensi yang disertai dengan kerusakan sel endothelial

akan mempengaruhi permeabilitas kapiler. Protein plasma akan

keluar dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan penurunan

tekanan koloid plasma dan peningkatan edema dalam ruang

interseluler. Volume plasma intravaskular yang berkurang

menyebabkan hipovolemia dan hemokonsentrasi, yang

diperlihatkan dengan adanya peningkatan hematokrit. Pada kasus

19

berat, paru-paru akan terkongesti dengan cairan edema pulmoner,

gangguan oksigen, dan sianosis. Dengan vasokontriksi dan

kerusakan endotelium vascular, mekanisme koagulasi akan

teraktivasi

2) Sistem Koagulasi

Peningkatan penggunaan trombosit menyebabkan terjadinya

terjadinya trombositopenia dan hal ini dapat mengakibatkan

terjadinya koagulasi intravaskular. Semakin berkembang proses

tersebut, fibrin dan trombosit akan teerakumulasi, dan akhirnya

akan menyumbat aliran darah keberbagai organ, terutama ginjal,

hati, otak, dan plasenta

3) Ginjal

Pada ginjal, hipertensi menyebabkan vasospasme arteriol

aferen yang menyebabkan aliran darah ginjal, menimbulkan

hipoksia dan oedema sel endotelial kapiler glomerulus.

Glomeruloendoteliosis (kerusakan endotel glomerolus)

memungkinkan protein plasma, terutama dalam bentuk albumin,

tersaring masuk kedalam urine, menyebabkan terjadinya

proteinuria. Kerusakan ginjal diperlihatkan dengan penurunan

bersihan kreatinin dan peningkatan serum kreatinin serta kadar

asam urat. Oligoria terjadi jika kondisi tersebut memburuk yang

merupakan tanda-tanda adanya preeklamsi berat dan kerusakan

ginjal.

20

4) Hati

Vasokontriksi dasar vaskular hepatik akan menyebabkan

hipoksia dan edema sel hati. Pada kasus yang berat,

pembengkakan edema hati menyebabkan nyeri epigastrik dan

dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan intrakapsular dan

pada kasus yang jarang, terjadi ruptur hati. Perubahan fungsi hati

dicerminkan dengan penurunan kadar albumin dan peningkatan

kadar enzim hati.

5) Otak

Hipertensi yang terjadi dengan disfungsi endotelial

serebral, meningkatkan permeabilitas barier darah-otak yang

mengakibatkan edema serebral dan mikrohemoragi. Secara klinis,

keadaan ini ditandai dengan terjadinya sakit kepala, gangguan

penglihatan, dan konsulvulsi. Jika tekanan arteri rata-rata (mean

arterial pressure (MAP), yaitu tekanan darah sistolik ditambah dua

kali tekanan darah diastolik dibagi 3) melebihi 125 mmHg,

autoregulasi aliran serebral akan terganggu dan mengakibatkan

terjadinya vasospasme serebral akan terganggu dan

mengakibatkan terjadinya vasopsasme serebral, edema serebral

dan pembentukan bekuan darah, Keadaan ini disebut ensefalopati

hipertensif, yang jika tidak diobati akan berkembang menjadi

perdarahan serebral dan kematian.

6) Unit fetoplasenta

Di dalam uterus, vasokontriksi yang disebabkan oleh

hipertensi akan menurunkan aliran darah uterus dan lesi vaskular

21

terjadi didasar plasenta, menyebabkan terjadinya abrosio

plasenta. Penurunan aliran darah ke ruang kariodesidua akan

mengurangi jumlah oksigen yang berdifusi melalui sel

sinsitiotrobfoblas dan sitotrofoblas ke dalam sirkulasi janin di

dalam plasenta. Akibatnya, jaringan plasenta menjadi iskemik,

terjadi trombosis kapiler vili korionik dan infark, yang

mengakibatkan terjadi retriksi pertumbuhan janin. Haluaran

hormon juga terganggu dengan menurunkanya fungsi plasenta

dan keadaan ini memiliki komplikasi yang serius terhadap daya

hidup janin. Kombinasi berbagai faktor tersebut sering

mengakibatkan kelahiran dan persalinan prematur (Fraser at all,

2009).

f. Pemeriksaan penunjang

Tabel Tabel 2.1 hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan

penunjang

No Tes diagnostik Penjelasan

1 Hemoglobin dan

hematokrit

Peningkatan Hb dan Hmt berarti :

a. Adanya hemokonsentrasi yang

mendukung diagnosis

preeklamsi

b. Mengganbarkan adanya

Hipovolemia

Penurunan Hb dan Hmt bila terjadi

hemolisis

22

2 Trombosit Trombositopenia menggambarkan

preeklamsia berat

3 Kreatinin serum, asam

urat serum, nitrogen

urea darah (BUN)

Peningkatanya menggambarkan:

a. Beratnya hipovolemia

b. Tanda menurunya aliran darah

ke ginjal

c. Oligoria

d. Tanda Preeklamsia berat

4 Transaminasi serum

(SGOT, SGPT)

Peningkatan trasaminase serum

menggambarkan preeklamsi berat

dengan gangguan fungsi hepar

5 Lactid acid

dehydrogenase

Menggambarkan adanya hemolisis

6 Albumin serum,dan

faktor koagulasi

Menggambarkan kebocoran

endotel, dan kemungkinan

koagulapati

(Josep, 2010)

g. Penatalaksanaan Medis pada Asuhan Intrapartum

Bidan harus tetap bersama ibu yang menderita hipertensi

selama persalinan karena preeklamsi dapat memburuk secara tiba-

tiba setiap saat. Memantau kondisi ibu dan janin secara cermat

merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Adanya

penyimpangan yang drastis harus dicatat dan bantuan medis. Adapun

pengawasan yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

23

1) Tanda-tanda Vital

Tekanan darah diukur setiap setengah jam, 15-20 menit pada

preeklamsi berat, terdapat perubahan hemodinamika yang dapat

terjadi dengan cepat. Observasi frekuensi nafas (> 14/menit)

harus dilakukan disertasi dengan oksimetri nadi pada kasus

preeklamsi berat, suhu harus diukur setiap jam. Pada preeklamsi

berat, pemeriksaan fundus optikus dapat menjadi indkasi oedema

serebral.

2) Keseimbangan cairan

Berkurangnya ruang intravaskular pada preeklamsi yang disertai

dengan kontrol keseimbangan cairan yang buruk dapat

mengakibat kelebihan sirkulasi, edema pulmuner, sindrom distress

pernafasan dan akhirnya kematian. Pada preeklamsi berat,

pemasangan jalur tekanan vena sentral dapat dipertimbangkan

untuk memantau status cairan secara lebih efektif. Cairan

intravena harus diberikan dan total asupan cairan yang

direkomendasikan pada preeklamsi berat adalah 85 ml/jam.

Oksitosin harus diberikan secara hati-hati karena menimbulkan

efek diuretik. Pengeluaran urine harus dipantau secara ketat, dan

urinalisis dilakukan setiap 4 jam untuk mendeteksi adanya protein,

keton, dan glukosa. Pada preeklamsi berat kateter harus dipasang

dan pengeluaran urine diukur setiap jam jumlah >30 ml/jam

mencerminkan fungsi ginjal yang tidak adekuat.

24

3) Penambahan volume plasma

Pada preeklamsi berat penambahan volume darah dapat

diperlukan untuk memperbaiki sirkulasi sistemik maternal dan

uteroplasenta sehingga dapat mencegah terjadinya hipoksia dan

mengurangi efek perdarahan.

4) Pereda nyeri

Analgesia epidural dapat menjadi pereda nyeri, menurunkan

tekanan darah, dan memfasilitasi seksio sesaria dengn cepat jika

diperlukan. Sebelum insersi epidural dilakukan, harus dipastikan

terlebih dahulu bahwa pembekuan darah normal dan jumlah

trombosit darah 100x 109/ L

5) Kondisi janin

Frekuensi jantung janin harus dipantau dengan cermat dan setiap

perubahan harus dilaporkan dan ditindaklanjuti.

6) Perencanaan Kelahiran

Saat kala dua persalinan dimulai, spesialis obstetrik dan

spesialis anak harus segera diberi tahu. Bidan secara terus

menerus memberi asuhan kepada Ibu dan biasanya akan

membantu Ibu melahirkan bayinya. Kala dua yang singkat dapat

dilakukan berdasarkan keadaan Ibu dan janin, dalam hal ini,

persalinan dengan ekstraksi vakum atau forcep akan dilakukan

oleh spesialis obstetrik. Jika kondisi Ibu dan janin memburuk

secara signifikan pada kala satu persalinan, seksio sesar akan

dilakukan. Oksitosin merupakan agens yang dipilih untuk

penatalaksanaan kala tiga persalinan. Ergometrine dan

25

Syntometrine akan menyebabkan vasokontriksi perifer dan

peningkatan hipertensi sehingga kedua obat tersebut tidak boleh

digunakan jika terdapat preeklamsi, kecuali jika terjadi perdarahan

hebat (Fraser D, Cooper M, Fletcher G, 2009).

a) Persalinan pervaginam dapat menghindarkan ibu dan janin

stress lebih lanjut dari risiko pembedahan. Ketika putusan

ditetapkan untuk melakukan persalinan, maka induksi

persalinan segera dapat dilakukan (Varney H et all, 2007).

b) Induksi persalinan adalah suatu tindakan untuk memulai suatu

persalinan. Induksi persalinan yang diawali dengan

pematangan serviks, akan memberikan hasil yang jauh lebih

baik dibandingkan dengan tanpa pematangan serviks

(Achadiat CM, 2004).

Penanganan ibu dengan preeklamsi berat pada saat

persalinan, dilakukan tindakan penderita dirawat inap antara lain:

a) Istirahat mutlak dan ditetapkan dalam kamar isolasi; Berikan

diet rendah garam, lemak, dan tinggi protein; Berikan suntikan

MgSO4 8 gr IM, 4 gr dibokong kanan dan 4 gr di bokong kiri;

Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap jam; Syarat

pemberian MgSO4 adalah reflek patella positif, dieresis 100cc

dalam 4 jam terakhir, respirasi 16x/menit dan harus tersedia

antidotumnya yaitu kalsium glukonas 10% dalam ampul 10 cc;

Infus dekstros 5% dan Ringer Laktat; berikan obat anti

hipertensif: injeksi ketapres 3x1/2 tablet atau 2x1/2 tablet

sehari; diuretika tidak diberikan , kecuali terdapat edema

26

umum, edema paru dan kegagalan jantung kongestif. Untuk itu

dapat disuntikan 1 ampul IV lasix; segera setelah pemberian

MgSO4 kedua, dilakukan induksi parusn dengan atau tanpa

amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin 10 satuan dalam

infus tetes (dilakukan oleh bidan atas instruksi dokter)

b) Kala II harus dipersingkat dalam 24 jam dengan ekstraksi

vacum atau forcep, jadi ibu dilarang mengedan (dilakukan oleh

dokter ahli kandungan); jangan berikan methergin postpartum,

kecuali bila terjadi perdarahan yang disebabkan atonia uteri;

pemberian MgSO4 kalau tidak ada kontraindikasi, kemudian

diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam 24 jam postpartum.

c) Bila ada indikasi obstetrik dilakukan seksio sesarea,

perhatikan bahwa: tidak terdapat koagulopati; anastesi yang

aman atau terpilih adalah anastesi umum jangan lakukan

anastesi spinal berhubungan dengan risiko (dilakukan oleh

dokter ahli kandungan)

d) Jika anastesi umum tidak tersedia atau janin mati, aterm

terlalu kecil, lakukan persalinan pervaginam. Jika servik

matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml

dekstrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin (atas

instruksi dokter boleh diberikan oleh bidan)

B. Tinjauan Asuhan Kebidanan

1. Tinjauan Manajemen Varney

Penerapan Manajemen Kebidanan menurut Varney (1997), meliputi

pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial dan tindakan antisipasi

27

segera untuk mencegahnya, penyusunan rencana tindakan, pelaksanaan

dan evaluasi.

Langkah 1 : Pengkajian

Pada langkah ini bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat dan

lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien, untuk

memperoleh data dapat dilakukan dengan cara:

a. Anamnesa

b. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda-

tanda vital

c. Pemeriksaan khusus

d. Pemeriksaan penunjang

Bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter

dalam penatalaksanaan maka bidan perlu melakukan konsultasi atau

kolaborasi dengan dokter. Tahap ini merupakan langkah awal yang akan

menentukan langkah berikutnya, sehingga kelengkapan data sesuai

dengan kasus yang dihadapi akan menentukan proses interpretasi yang

benar atau tidak dalam tahap selanjutnya, sehingga dalam pendekatan ini

harus yang komprehensif meliputi data subjektif, objektif dan hasil

pemeriksaan sehingga dapat menggambarkan kondisi/masukan klien

yang sebenarnya dan valid. Kaji ulang data yang sudah dikumpulkan

apakah sudah tepat, lengkap dan akurat.

Langkah II: Merumuskan Diagnosa/Masalah Kebidanan

Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah

berdasarkan interpretasi yang akurat atas data-data yang telah

dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan

28

sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik.

Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah

tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan

penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang

dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil

pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Diagnosa

kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktik

kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan.

Langkah III: Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Kebidanan

Pada langkah ini mengidentifikasi masalah potensial atau diagnosa

potensial berdasarkan diagnosa/masalah yang sudah diidentifikasi.

Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan

pencegahan. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu

mengantisipasi masalah potensial tidak hanya merumuskan masalah

potensial yang akan terjadi tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi

agar masalah atau diagnosa potesial tidak terjadi

Langkah IV: Menetapkan Kebutuhan Tindakan Segera

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter dan/untuk

dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan

yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah ini mencerminkan

kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan. Jadi,

penatalaksanaan bukan hanya selama asuhan primer periodik atau

kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama

bidan terus-menerus.

29

Pada penjelasan diatas menunjukkan bahwa bidan dalam melakukan

tindakan harus sesuai dengan prioritas masalah/kebutuhan yang dihadapi

kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang perlu dilakukan untuk

mengantisipasi diagnosa/masalah potensial pada langkah sebelumnya,

bidan juga harus merumuskan tindakan emergensi/segera untuk segera

ditangani baik ibu maupun bayinya. Dalam rumusan ini termasuk tindakan

segera yang mampu dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau yang

bersifat rujukan.

Langkah V: Merencanakan Asuhan Secara Menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan

oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan

penatalaksanaan terhadap masalah atau diagnosa yang telah

teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak

lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya

meliputi apa-apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari

masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi

terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi

berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan konseling dan apakah perlu

merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial

ekonomi-kultural atau masalah psikologi.

Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu

oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien

juga akan melaksanakan rencana tersebut. Semua keputusan yang

dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini harus rasional dan benar-

30

benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori yang up to date serta

sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.

Langkah VI: Implementasi

Pada langkah ke enam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah

diuraikan pada langkah ke lima dilaksanakan secara aman dan efisien.

Perencanaan ini dibuat dan dilaksanakan seluruhnya oleh bidan atau

sebagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Walaupun

bidan tidak melakukannya sendiri, bidan tetap bertanggung jawab untuk

mengarahkan pelaksanaannya. Dalam kondisi dimana bidan

berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami

komplikasi, maka keterlibatan bidan dalam penatalaksanaan asuhan bagi

klien adalah tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananyarencana

asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Pelaksanaan yang efisien

akan menyangkut waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan

klien

Langkah VII: Evaluasi

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah

diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-

benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah

diidentifikasi di dalam diagnosa dan masalah. Rencana tersebut dapat

dianggap efektif jika memang benar-benar efektif dalam pelaksanaannya.

Langkah-langkah proses penatalaksanaan umumnya merupakan

pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi

tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses

penatalaksanaan tersebut berlangsung di dalam situasi klinik dan dua

31

langkah terakhir tergantung pada klien dan situasi klinik. Penerapan

Manajemen Kebidanan Varney dalam asuhan kebidanan ibu bersalin

resiko tinggi dengan preeklamsi berat. Adapun penerapan manajemen

kebidanan menurut Varney meliputi : pengkajian, intervensi data,

masalah, potensial antisipasi, implementasi, intervensi, evaluasi.

2. Tinjauan Asuhan Kebidanan Ibu bersalin dengan Preeklamsi Berat

a. Pengkajian

Merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi dengan

menggunakan metode wawancara secara langsung dan pemeriksaan

fisik.

1) Data Subjektif

a) Identitas Pasien

Berisi tentang biodata pasien dan penanggung jawab yaitu

menurut nama, umur, suku bangsa, agama, pendidikan,

pekerjaan, alamat (Winkjosastro, 1999)

(1) Identitas pasien

Nama : untuk kebenaran dalam memberikan

asuhan pada pasien dan membedakan

dengan pasien lain (Eny. 2009).

Umur : untuk mengetahui usia reproduksi (20-35

tahun), karena pada usia kurang dari 20

tahun atau lebih dari 35 tahun temasuk

resiko tinggi dalam persalinan dan tedapat

hubungan antara preeklamsi berat dengan

umur (Bobak et all, 2005).

32

Agama : untuk mengetahui perilaku seseorang

tentang kesehatan dan penyakit yang

berhubungan dengan agama, kebiasaan

dan kepercayaan dapat menunjang namun

tidak jarang dapat menghambat perilaku

hidup sehat. (Eny, 2009).

Pendidikan : Pendidikan berpengaruh pada tingkat

penerimaan pasien terhadap konseling yang

diberikan, serta tingkat kemampuan

pengetahuan ibu terhadap persalinan (Eny,

2009).

Pekerjaan : Berkaitan dengan pekerjaan dilakukan

apakah berpengaruh dengan kehamilan

hingga proses persalinan (Eny, 2009).

Alamat : untuk mengetahui alamat yang lebih jelas

dalam melakukan kunjungan rumah . (Eny,

2009).

(2) Identitas penanggung jawab

Nama : untuk mengetahui nama suami harus

dituliskan dengan jelas agar tidak keliru

dengan orang lain, mengingat banyak sekali

nama yang sama (Eny, 2009).

Umur : untuk mengetahui usia reproduksi (20-35

tahun) pada suami (Eny, 2009).

33

Agama : untuk mengetahui perilaku seseorang

tentang kesehatan dan penyakit yang

berhubungan dengan agama, kebiasaan

dan kepercayaan dapat menunjang namun

tidak jarang dapat menghambat perilaku

hidup sehat (Eny, 2009).

Pendidikan : untuk mengetahui berapa jauh pengetahuan

suami dalam kesehatan dan konseling yang

diberikan untuk mendukung kesehatan dari

istrinya (Eny, 2009)..

Alamat : untuk mengetahui alamat yang lebih jelas

dalam melakukan kunjungan rumah (Eny,

2009).

b) Alasan datang

Merupakan alasan untuk mencari perawatan kesehatan dan

harapan klien terhadap pelayanan kesehatan (Potter, 1996).

c) Keluhan utama

Ditunjukkan pada data yang terutama mengarah pada tanda

dan gejala yang berhubungan dengan pre eklampsia.Pada

keadaan ini klien mengeluh kepala pusing, kaki dan jari tangan

bengkak.

Keluhan ditanyakan untuk mendukung data diagnosa dan

mengetahui apa yang dirasakan ibu pada waktu pengkajian

yang berhubungan dengan preeklamsi (Prawiroharjo S, 2002).

d) Riwayat kesehatan

34

(1) Riwayat kesehatan dahulu :

Riwayat kesehatan yang lalu ditujukan pada pengkajian

penyakit yang diderita pasien, seperti kejang, kehamilan

ganda, mola ,penyakit ginjal, anemia, obesitas dan

malnutrisi, vaskuler esensial, hipertensi kronik, DM karna

akan mempengaruhi terjadinya preeklamsi (Bobak ett all,

2005)

(2) Riwayat kesehatan sekarang :

Riwayat kesehatan yang sekarang dikaji untuk mengetahui

adakah penyakit yang diderita seperti penyakit : terjadi

peningkatan tekanan darah, adanya kenaikan berat badan

mendadak aibat retensi cairan, pembengkakan muka dan

tangan, nausea, vomitus dan pengeluaran urin berkurang,

pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur,

Karna akan mempengaruhi terjadinya preeklamsi (Bobak

ett all, 2005),

(3) Riwayat kesehatan keluarga :

Riwayat kesehatan keluarga dikaji untuk mengetahui

apakah ada penyakit keturunan yang dapat

mempengaruhi, terutama mengenai penyakit hipertensi

dan penyakit diabetes melitus (DM), dimana keduanya

merupakan penyakit keturunan. Bila hal ini terjadi maka

hipertensi yang timbul dapat dijadikan data yang bukan

mengacu pada tanda pre eklampsi (Bobak ett all, 2005).

35

e) Riwayat Obstetri

(1) Riwayat Haid :

Riwayat haid melalui HPHT (hari pertama haid terakhir)

dikaji untuk mengetaui usia kandungan, karena preeklamsi

terjadi pada umur kehamilan setelah 20 minggu (Irene at

all, 2005).

(2) Riwayat kehamilan sekarang

(a) ANC

Dilakukan untuk mengetahui dan mengawasi

perkembangan kehamilan dengan pemeriksaan yang

dilakukan meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan

obstetri dengan cara palpasi leopold untuk mengetahui

TFU, taksiran berat janin, adanya kehamilan ganda,

dan pemeriksaan penunjang, yang mengarah

terjadinya preeklamsi (Bobak ett all, 2005).

(b) Imunisasi TT

Immunisasi dilakukan, untuk melindungi janin yang

akan dilahirkan terhadap tetanus noenatorum dewasa

ini dianjurkan untuk diberikan toxoid tetanus sehingga

penting untuk ibu hamil, sehingga penting untuk ibu

hamil (Muslihatun, 2009).

(c) Gerakan janin

Untuk mengetahui frekuensi janin bergerak dalam satu

hari, sebagai penilaian janin masih dalam keadaan baik

(Doengoes ME, Moorhause MF, 2001)

36

(d) Terapi/obat

Untuk mengetahui macam-macam terapi yang

diberikan bidan pada ibu serta jumlah dan

pemberiannya, berkaitan dengan Preeklamsi.

(e) Nasehat

Untuk mengetahui nasehat-nasehat yang diberikan

bidan kepada ibu sebagai pedoman ibu dalam

kehamilan maupun persalinan.

f) Riwayat Persalinan

Apakah persalinan yang lalu normal atau tidak, letak kepala

dan aterm atau lahir dengan bantuan alat atau melalui operasi.

Kemungkinan Ibu mengalami persalinan seperti riwayat

persalinan dahulu (Muslihatun WN, Mufdlilah, Setiyawati N,

2009).

(1) Penolong persalinan

Apabila persalinan ditolong oleh dukun maka Ibu

dianjurkan dan dimotivasi untuk bersalin di tenaga

kesehatan apabila ibu mengalami preeklamsi berat.

(2) Berat bayi

Bila Ibu pernah melahirkan dengan berat lebih dari normal,

maka perlu dicurigai adanya Diabetes Mellitus.

(3) Keadaan Bayi

Tentang keadaan bayi dilahirkan sebelumnya perlu

ditanyakan apakah dalam keadaan sehat, sakit atau

meninggal.

37

(4) Komplikasi

Beberapa komplikasi perlu ditanyakan apakah Ibu telah

mengalami perdarahan, apakah Ibu mengalami riwayat

hipertensi, infeksi, partus prematur, hal ini diperlukan

sebagai bahan dalam mengambil tindakan bila ada

kemungkinan komplikasi terjadi pada persalinan

berikutnya.

g) Riwayat perkawinan

Riwayat perkawinan dikaji untuk mengetahui status

perkawinan ibu, usia perkawinan ibu dan lamanya perkawinan

ibu (Eny, 2009).

h) Riwayat KB

Untuk mengetahui riwayat kontrasepsi yang pernah digunakan

oleh ibu, lamanya penggunaan, keluhan saat penggunaan

serta rencana kontrasepsi yang akan digunakan ibu setelah

persalinan. Terutama pada ibu dengan alkon hormonal, untuk

mengetahui penggunaan alat kontrasepsi sebelum hamil

karena hipertensi salah satu kontrak indikasi penggunaan alat

kontrasepsi hormonal

i) Pola kebutuhan sehari-hari

(1) Pola nutrisi

Menggambarkan tentang kebutuhan nutrisi ibu selama

hamil, apakah sudah tercukupi sesuai dengan gizi

seimbang untuk ibu hamil. Berkaitan dengan kebiasaan

mengkonsumsi makanan yang asin, atau mengkonsumsi

38

makanan yang berlebihan sehingga terjadi kenaikan berat

badan yang berlebihan, ini perlu dicurigai terjadinya pre

eklampsi berat.

(2) Pola eliminasi

Menggambarkan pola fungsi ekskresi. Kebiasaan BAB

(terakhir BAB, warna, konsistensi, keluhan) dan kebiasaan

BAK (terakhir BAK, warna, konsistensi dan keluhan).

Karena pengeluaran urin yang berkurang biasanya

mengarah terjadinya preeklamsi berat.

(3) Pola aktivitas

Untuk mengetahui apakah pekerjaan ibu sehari-hari terlalu

berat. Dikaji karena dasar pengobatan pada preeklamsi

adalah istirahat yang cukup, dengan ini tekanan darah dan

edema berangsur berkurang.

(4) Pola istirahat

Menggambarkan tentang pola istirahat ibu, yaitu berap jam

ibu tidur siang dan berapa jam ibu tidur malam, karena

berpengaruh terhadap kesehatan fisik ibu. Dan edema

yang berkurang setelah Ibu beristirahat, berhubungan

dengan preeklamsi berat.

(5) Pola personal hygiene

Menggambarkan pola hygiene pasien, misalnya berapa

kali ganti pakaian dalam, mandi, gosok gigi dalam sehari

dan keramas dalam satu minggu. Pola ini perlu dikaji untuk

mengetahui apakah pasien menjaga kebersihan dirinya.

39

(6) Pola seksual

Untuk mengetahui kapan ibu terakhir melakukan hubungan

seksual dengan suami.

j) Psikososial, kultural dan spiritual

(1) Psikososial

Kemungkinan psikologis pasien sebagai penyebab

terjadinya preeklamsi, meskipun merupakan penyebab

yang belum jelas. Gangguan psikologis pada ibu dapat

memacu timbulnya preeklampsi berat dalam kehamilan.

Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui sejauh mana respon

dan dukungan yang diberikan suami dan keluarga kepada

ibu dalam menghadapi masalah yang terjadi dalam proses

persalinan. Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan

kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk

menghadapi resikonya.

(2) Kultural

Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui pantangan maupun

kebiasaan ibu yang dapat merugikan dirinya maupun janin

yang dikandungnya, serta pengambilan keputusan saat

proses persalinan.

(3) Spiritual

Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui ketaatan ibu dalam

menjalankan ibadahnya maupun aktifitas keagamaan

40

2) Data Objektif

a) Keadaan umum

Untuk menilai status keadaan ibu, Ibu tampak lemah atau

tidak.

b) Tingkat kesadaran

Untuk menilai status kesadaran ibu, ini dilakukan dengan

penilaian composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma,

delirium.

c) Tanda Vital

(1) Tekanan darah

Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan

berat ringannya preeklamsi yaitu kenaikan sistolik 30

mmHg atau lebih di atas tekanan biasa, tekanan histolik

naik 5 mmhg atau lebih atau menjadi 90 mmHg, karena

mempengaruhi proses persalinan.

(2) Nadi : untuk mengetahui nadi ibu normal atau

tidak.

(3) Pernafasan : untuk mengetahui Pernafasan ibu masih

normal.

(4) Suhu : untuk mengetahui keadaan suhu pada ibu

normal atau tidak.

(5) Berat badan sekarang dan sebelum hamil : untuk

mengetahui tingkat kenormalan penambahan berat badan

ibu selama kehamilan yang dapat mengarah kepada

Preeklamsi berat.

41

(6) Tinggi badan : untuk mengetahui tinggi badan ibu normal

atau tidak dan bila tinggi badan kurang bisa terjadi CPD.

(7) LILA : Utuk mengukur lingkar lengan gunanya untuk

mengetahui status gizi pada ibu normal atau tidak (Ibrahim,

1999)

(8) Status present

(a) Bentuk kepala : untuk mengetahui bentuk kepala dan

benjolan dikepala.Terasa nyeri atau

pusing.

(b) Rambut : untuk mengetahui apakah rambut

ibu rontok atau tidak.

(c) Muka : edema atau tidak jika oedema bisa

mengarah kepada Preeklamsi.

(d) Mata : untuk mengetahui adanya anemi/

hepatitis dengan menilai sclera,

konjungtiva. Pandangan Kabur atau

tidak.

(e) Mulut : untuk mengetahui apakah terdapat

stomatitis atau tidak, jika terjadi

radang pada gusi /caries pada

gusinya bisa menjadi jalan masuk

kuman.

(f) Telinga : untuk mengetahui apakah simetris

dan terdapat serumen atau tidak.

42

(g) Hidung : untuk mengetahui apakah terdapat

polip atau tidak.

(h) Leher : untuk mengetahui apakah terdapat

kelainan seperti terdapat

pembesaran kelenjar tyroid dan limfe

atau tidak.

(i) Dada dan axilla : untuk menilai adanya gangguan

pada pernapasan.

(j) Abdomen : untuk mengetahui bentuk abdomen,

luka bekas operasi, pembesaran

kelenjar limfe/hati dan nyeri tekan.

(k) Genetalia : untuk mengetahui terdapat oedem,

varices, lecet, memar atau tidak.

(l) Ekstremitas : untuk mengetahui apakah terdapat

oedem, varices dan ada reflek

patella.

d) Status Obstetrikus

(1) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24

jam

(2) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema.

Pada Pemeriksaan abdomen yang dikaji untuk mengetahui

apakah sesuai dengan umur kehamilannya atau tidak.

(3) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya

fetal distress

43

(4) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat

pemberian Magnesium Sulfat ( jika refleks + )

(5) Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan Urine dan darah

(6) Pemeriksaan dalam : untuk menilai pembukaan serviks,

kulit ketuban sudah pecah, penurunan (bagian kepala yang

sudah turun PAP), sarung tangan lendir darah, bagian

terendah janin (memastikan bahwa bagian terendah janin

kepala), bagian menumbung.

b. Interpretasi data

Diagnosa : Diagnosa ditetapkan berdasarkan data-data yang

tekumpul dari pengkajian, kesimpulan dari data

subjektif dan objektif menunjukan hasil apakah

mengarah pada Preeklamsi berat.

Ny.X G...P...A... umur ...th hamil 39 minggu, janin

tunggal hidup dengan preeklamsi berat.

Masalah : Masalah yang muncul akibat didasari dengan tanda-

tanda yang terkumpul dari pengkajian maka masalah

kebidanan yang dapat ditetapkan adalah Peningkatan

tekanan darah, dan gangguan psikologi yaitu cemas

karena kondisi ibu.

c. Diagnosa potensial

Yaitu dari hasil diagnosa akan muncul suatu komplikasi yang

mendukung dari kasus Preeklamsi berat yang terjadi pada ibu

maupun bayi. Diagnosa potensial yang kemungkinan muncul pada ibu

44

bersalin dengan preeklamsi berat untuk mencegah terjadinya Eklamsi

dilakukan pemantauan tekanan darah.

Rasionalisasi : Dalam rangka mendeteksi peningkatan tekanan darah,

seorang ibu dengan preeklamsi berat harus dipantau kasehatannya

agar tidak timbul masalah yang semakin berat, yaitu eklamsi.

d. Identifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi dan

konsultasi

Pada kasus ibu bersalin dengan preeklamsi berat, bidan harus

mengidentifikasikan dan menetapkan kebutuhan penanganan segera

untuk mengantisipasi dan bersiap-siap terhadap kemungkinan terjadi

eklamsi, karena penanganan sebelumnya tidak berhasil ,dan

penanganan agar tidak terjadi koma dlakukan kolaborasi medis

pemberian MgSO4

Rasionalisasi : MgSO4 bekerja pada hubungan mioneural untuk

menekan aktifitas Susunan saraf pusat, membantu mencegah kejang

intrapartum (Doenges ME, Moorhouse MF, 2001)

Pada bayi dengan akan mengalami hipoksia dan perlunya tindakan

oksigenisasi hingga persiapan resusitasi

Rasionalisasi : meningkatkan aliran balik vena, volume darah,

sirkulasi darah, dan ketersediaan oksigen dan ambulasi janin

(Doenges ME, Moorhouse MF, 2001)

e. Perencanaan

Merencanakan asuhan kebidanan sesuai dengan data subjektif,

objektif dan diagnosa persalinan dengan preeklamsi. Perencanaan

45

asuhan berkaitan dengan diagnosa dan masalah yang ditetapkan dan

disusun secara prioritas.

1. Pantau keadaan umum ibu, tekanan darah, nadi, respirasi, setiap

30 menit, suhu setiap 1 jam, dan kandung kemih setiap 2 jam.

Rasionalisasi : dilakukan jika ditemui adanya penyulit dalam

persalinan, sehingga bisa cepat dilakukan penanganan segera

(Depkes RI, 2008)

2. Pantau his, DJJ, setiap 15 menit

Rasionalisasi : Ponolong harus waspada bila Djj mengarah ke

tidak normal.

3. Pantau pembukaan serviks, penturunan kepala setiap 4 jam

Rasionalisasi : Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan

serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah.

4. Minta persetujuan dari keluarga pasien untuk dilakukan

pertolongan persalinan pervaginam

Rasionalisasi :

5. Atur posisi Ibu dan ajari mengedan yang baik

Rasionalisasi : hal ini dapat memberikan kenyamanan pada ibu,

dan dapat membantu kemajuan persalinan (Depkes RI, 2008)

f. Pelaksanaan

1. Memantau keadaan umum ibu, tekanan darah, nadi, respirasi,

setiap 30 menit, suhu setiap 1 jam, dan kandung kemih setiap

2 jam.

2. Memantau his, DJJ, setiap 15 menit

3. Memantau pembukaan serviks, penurunan kepala setiap 4 jam

46

4. Meminta persetujuan dari keluarga pasien untuk dilakukan

pertolongan persalinan pervaginam

5. Mengatur posisi Ibu dan ajari mengedan yang baik

6. Mendekatkan partus set

7. Menyiapkanalat resusitasi

g. EVALUASI

1. Hasil Pemantauan Kala 1

2. Keluarga berkenan untuk Ibu bersalin Pervaginam

3. Posisi Ibu sudah nyaman dan Ibu bersedia untu mengikuti anjuran

cara mengejan yang baik

4. Partus set sudah didekatkan

5. Alat Resusitasi sudah siap

DATA PERKEMBANGAN I

Kala II

Subyektif : Ibu merasa Ingin BAB dan ingin meneran

Obyektif :

1. Tampak Tekanan pada anus, vulva membuka, dan perineum

menonjol.

2. Hasil pemeriksaan dalam : dilatasi servik 10 cm, Effacement 100 %,

penurunan kepala hi Hodge III

3. Kontraksi uterus baik yaitu antara 4-5 kali dalam 10 menit dan

lamanya lebih dari 40 detik

4. Periksa DJJ normal diatas 120 kali/menit dan dibawah 160 kali/menit

47

Assesment : Ny…. G…P…A… umur kehamilan (dalam minggu),

dalam persalinan kala II dengan preeklamsi berat

Planning :

1. Atur posisi Ibu untuk meneran, yaitu setengah duduk

Rasionalisasi : Posisi yang paling tepat dengan relaksasi jaringan

perinel mengoptimalkan upaya mengejan, memudahkan kemajuan

persalinan, mengurangi ketidaknyamanan (Doengoes ME, Moorhouse

MF, 2001).

2. Beri tahu cara mengedan yang efektif dan anjurkan Ibu untuk istirahay

diantara kontraksi

Rasionalsasi : Relaksasi komplit diantara kontraksi membantu

istirahat dan meningkatkan kelelahan otot (Doengoes ME, Moorhouse

MF, 2001).

3. Pantau tekanan darah dan nadi diantara kontraksi,sesuai indikasi

Rasionalisasi : selama kontraksi, tekanan darah biasaya meningkat

5-10 mmHg, kecuali selama frase transisi, dimana tekanan darah

tetap tinggi.Peningkatan tekanan curah jantung dapat terjadi bila ada

hipertensi intrapartial (Doengoes ME, Moorhouse MF, 2001).

4. Pantau nadi, suhu dan sel darah putih

Rasionalisasi : peningkatan suhu atau nadi lebih besar dari 100 dpm

dapat menandakan infeksi.Perlindungan normal leukosit dalam jumlah

SDP setinggi 25.000 /mm3 dapat dibedakan dari peningkatan SDP

karena infeksi (Doengoes ME, Moorhouse MF, 2001).

5. Pantau DJJ setelah kontraksi atau upaya mengejan

48

Rasionalisasi : mendeeksi bradikardia janin dan hipoksia berkenan

dengan penurunan sirkulasi maternal dan penurunan perfusi plasenta

tang disebabkan posisi yang tepat (Doengoes ME, Moorhouse MF,

2001).

6. Memberikan cukup minum

Rasionalisasi : memberikan tenaga dan mencegah dehidrasi

(Syaifuddin, 2002).

7. Pimpin mengejan

Rasionalisasi : Ibu dipimin mengeja selama his, anjurkan kepada Ibu

untuk mengambil nafas. Mengejan tanpa diselinggi bernafas,

kemungkinan dapat menurunkan pH pada arteri ubilikus yang dapat

menyebabkan denyut jantung tidak normal dan nilai apgar rendah

(Syaifuddin, 2002).

8. Minta Ibu untuk bernafas selagi kontraksi

Rasionalisasi : hal ini menjaga agar perineum meregang pelan dan

mengontrol lahirnya bokong serta mencegah robekan perineum yang

lebih besar.

9. Menolong kelahiran kepala bayi

10. Jepit dan tali pusat sedini mungkin

Rasionalisasi : hal ini dilakukan sebagai tindakan perawatan tali pusat

untuk mencegah perdarahan.

11. Ikat tali pusat bayi

Rasionalisasi : hal ini dilakukan supaya tali pusat tidak mengalami

perdarahan

49

Data Perkembangan II

Kala III

Subyektif : Ibu merasa lega dan senang karena anaknya lahir dengan

selamat

Obyektif : 1. Tinggi fundus unteri setinggi pusat, bulat, darah keluar

sesaat plasenta belum lahir dan kontraksi baik.

2. Bayi telah lahir ,menangis/tidak, Apgar Score, jenis

kelamin, hasil pengukuran BB,PB, LK, LD,LILA

3. Tali pusat bertambah panjang

Assement : Ny …. P…A… umur, dalam persalinan kala III dengan

preeklamsi

Planning

1. Palpasi uterus

Rasionalisasi : Menunjukan relaksasi uterus dengan perdarahan

ke dalam rongga uterus dan meastikan janin tunggal (Doengoes ME,

Moorhouse MF, 2001)

2. Memberikan oksitosin

Rasionalisasi : oksitosin merangsang terus berkontraksi yang juga

mempercepat lahirnya plasenta (Doengoes, 2001), dan juga

meningkatkan vasokontriksi dalam terus untuk mengontol perdarahan

pasca partum setelah pengeluaran plasenta (Doengoes ME,

Moorhouse MF, 2001)

3. Lakukan penegangan tali pusat terkendali

Rasionalisasi : pelepasan harus terjadi 5 meit setelah lahir.kegagalan

untuk memerlukan pelepasanmanual, lebih banyak waktu diperlukan

50

bagi plasenta utuk lepas dan lebih banyak waktu dimana miometrium

tetap rileks, lebih banyak darah hilang (Doengoes ME, Moorhouse

MF, 2001)

4. Masase uterus segera setelah plasenta dan selaput lahr

Rasionalisasi : miometrium berkontraksicsebagai respon terhadap

rangsang taktil lembut, karenanya menurunkan aliran lochea an

bekuan darah (Doengoes, 2001)

DATA PERKEMBANGAN III

Kala IV

A. SUBYEKTIF

Ibu mengatakan lega serta bayi dan plasentanya lahir dan ibu

merasakan perutnya terasa mules.

B. OBYEKTIF

Plasenta lahir spontan, kontraksi uterus baik, tidak ada robekan

perineum tinggi fundus sepusat, tekanan darah, nadi dan respirasi.

C. ASSESMENT

P… A … umur, dalam persalinan kala IV dengan preeklamsi.

D. PLANNING

1. Periksa vital sign,fundus dan masase,perdarahan dan kandung

kemih setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada I

jam kedua

Rasionalisasi : uterus berkontraksi, otot uterus menjepit

pembuluh darah untuk menghentikan perdarahan. Hal ini dapat

51

mengurangi kehilangan darah dan mencegah perdarahan

postpartum (Syaifuddin AB,2002)

2. Bersihkan perineum Ibu dan kenakan pakaian Ibu yang bersih dan

kering (Syaifuddin AB,2002)

Rasionalisasi : meningkatkan hygiene dan perasaan sejahtera

(Doengoes, 2001)

3. Biarkan Ibu beristirahat, ia telah bekerja keras melahirkan bayinya

dan bantu Ibu pada posisi yang nyaman(Syaifuddin AB,2002)

Rasionalisasi : persalinan dan kelahiran adalah proses yang

melelahkan, ketenangan dan istirahat dapat mencegah kelelahan

(Doengoes ME, Moorhouse MF, 2001)

C. Landasan Hukum Kewenangan Bidan

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya di masyarakat, seorang

bidan mempunyai kewenangan yang diatur dalam peraturan dan perundang

undangan kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi secara hukum

baik untuk bidan maupun untuk masyarakat terhadap malpraktik yang

mungkin dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan,peraturan perundang

undangan adalah, sebagai berikut :

1. Standar Pelayanan Kebidanan (Depkes RI,2001)

Terdapat 4 standar dalam standar pertolongan persalinan, seperti berikut

Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala I

Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai,

kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai, dengan

memperhatikan kebutuhan klien selama peoses persalinan berlangsung.

52

Standar 10 : Persalinan kala II yang aman

Bidan memberikan pertolongan persalinan yang aman, dan sikap

sopan, dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan kondisi

tradisi setempat.

Standar 11 : Penatalaksanaan aktif persalinan kala III

Bidan melakukan penegangan tali pusat terkendali untuk membantu

mengeluarkan placenta dan selaput ketuban secara lengkap.

Standar 12 : Penanganan kala III dengan gawat janin melalui episiotomi

Bidan mengenali secara standar tanda-tanda gawat janin pada kala

II yang lama, dan segera melakukan episiotomi dengan aman untuk

memperlancar persalinan diikuti dengan penjaitan peineum.

2. Kompetensi Bidan

Yang dimaksud dengan kompetensi bidan adalah meliputi

pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki oleh seorang

bidan dalam melaksanakan praktek kebidanan secara aman dan

tanggung jawab pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan.

Kompetensi ke empat : bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,

tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin

suatu persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi

kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan

bayinya yang baru lahir.

a. Pengetahuan dasar

1) Fisiologi persalinan.

2) Aspek psikologi dan kultural pada persalinan dan kelahiran.

3) Indikator tanda-tanda mulai persalinan.

53

4) Penilaian kesejahteraan ibu dalam masa persalinan.

5) Proses penurunan janin melalui pelvic selama persalinan dan

kelahiran.

6) Pemberian kenyamanan dalam persalinan, seperti kehadiran

keluarga/pendamping, pengaturan posisi, hidrasi, dukungan moril,

pengurangan nyeri tanpa obat.

7) Indikator komplikasi persalinan : perdarahan, partus macet,

kelainan presentasi, eklampsi, kelelahan ibu, gawat janin, infeksi,

ketuban pecah dini tanpa infeksi, distosia inersia uteri primer, post

term, dan preterm serta tali pusat menumbung.

b. Pengetahuan tambahan

1) Penatalaksanaan persalinan dan malpresentasi.

2) Pemberian suntikan anestesi lokal.

3) Akselerasi dan induksi persalinan.

c. Keterampilan dasar

1) Pengumpulan data yang berfokus pada riwayat kebidanan dan

tanda-tanda vital ibu pada persalinan sekarang.

2) Pelaksanaan pemeriksaan yang berfokus.

3) Pencatatan waktu dan pengkajian kontraksi uterus (lama,

kekuatan dan frekuensi).

4) Melakukan pemeriksaan panggul (pemeriksaan dalam) secara

lengkap dan akurat meliputi pembukaan, penurunan, bagian

terendah, presentasi, posisi keadaan ketuban dan proporsi

panggul dengan bayi.

54

5) Melakukan pemantauan kemajuan peralinan dengan

menggunakan partograf.

6) Memberikan dukungan psikologis pada ibu dan keluarganya.

7) Memberikan cairan, nutrisi dan kenyamanan yang adekuat selama

persalinan.

8) Mengidentifikasi secara dini kemungkinan pola persalinan

abnormal dan kegawatdaruratan dengan intervensi yang sesuai

dan atau melakukan rujukan dengan tepat waktu.

9) Melakukan episiotomi dan penjahitan, jika diperlukan.

10)Memberikan pertolongan persalinan abnormal : letak sungsang,

partus macet kepala didasar panggul, ketuban pecah dini tanpa

infeksi, post term dan pre term.

11)Mendokumentasikan temuan-temuan yang penting dan intervensi

yang dilakukan.

d. Keterampilan tambahan

1) Memberikan suntikan anestesi lokal, jika diperlukan.

2) Membuat resep dan atau memberikan obat-obatan untuk

mengurangi nyeri jika diperlukan sesuai kewenangan.

3) Memberikan oksitosin dengan tepat untuk induksi dan akselerasi

persalinan dan penanganan perdarahan post partum.

Dari kewenangan hukum yang telah tercantum diatas dijelaskan bahwa

wewenang seorang bidan tidak diperbolehkan untuk menolong persalinan

abnormal dengan preeklamsi dan eklampsia

55

3. Keputusan Menteri

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No

1464/MENKESH/PER/X/2010

Pasal 9 : Bidan dalam menjalankan prakteknya,berwenang untuk

memberikan pelayanan yang meliputi :

1. pelayanan kebidanan

2. Pelayanan kesehatan anak,dan

3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan

keluarga berencanan.

Pasal 10 : (1) Pelayanan kesehatan Ibu sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil,

kehamilan, masa persalinan, masa nifas,masa menyusui,

dan masa antara dua kehamilan.

(2) Pelayanan kesehatan Ibu sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) meliputi:

a. pelayanan konseling pada masa prahamil;

b. pelayanan antenatal pada kehamilan normal;

c. pelayanan persalinan normal;

d. pelayanan ibu nifas normal;

e. pelayanan Ibu menyusui,dan

f. pelayanan konseling pada masa antara dua

kehamilan.

(3)Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk :

a. Episiotomy;

56

b. penjahitan luka jalan lahir tingkat 1 dan 11;

c. penanganan kegawat-daruratan,ilanjutkan dengan

perujukan;

d. pemberian tablet Fe pada Ibu hamil;

e. pemberian vitamin A dosis tinggi pada Ibu nifas;

f. fasilitas/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi

air susu Ibu ekslusif;

g. pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala

tiga dan postpartum;

h. penyuluhan dan konselling;

i. bimbingan pada kelmpok Ibu hamil;

j. pemberian surat keterangan kematian;dan

k. pemberian surat keterangan cuti bersalin.

Pasl 11 : (2) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :

a. melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk

resusitasi, potermi, inisiasi menyusui dini,injeksi

vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa

neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat;

b. penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan

segera merujuk

c. penanganan kegawat daruratan,dilanjutkan dengan

perujukan;

d. pemberian imunisasi rutin sesuai program

pemerintah;

57

e. pemantauan tumbuh kembang bayi,anak balita dan

anak pra seklah;

f. pemberian konseling dan penyuluhan;

g. pemberian surat keterangan kelahiran;dan

h. pemberian surat keterangan kematian.

58