Upload
nguyennhan
View
242
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Proaktif Karyawan
1. Pengertian Perilaku Proaktif
Perilaku proaktif merupakan perilaku mengambil inisiatif untuk mengubah
keadaan di sekitar menjadi lebih baik. Bateman dan Crant (1993), mendefinisikan
bentuk dasar kepribadian proaktif sebagai seseorang yang relatif tidak didesak
oleh kekuatan situasional dan seseorang yang mempengaruhi perubahan
lingkungan. Sehingga, orang yang proaktif dapat mengenali peluang dan bertindak
atas peluang tersebut, menunjukkan inisiatif dan gigih memperjuangkan
perubahan yang berarti. Karyawan menstransformasikan misi, menemukan dan
menyelesaikan permasalahan perusahaan, dan pada akhirnya menggunakan hal itu
untuk mempengaruhi lingkungan di sekitarnya. Orang yang kurang proaktif
bertindak pasif dan reaktif, cenderung beradaptasi dengan keadaan sekitar dari
pada menciptakan keadaan (Seibert, Crant, dan Kraimer, 1999).
Menurut Robbins (2001), kepribadian proaktif adalah di mana beberapa
individu secara aktif berinisiatif untuk memperbaiki keadaannya atau menciptakan
inisiatif-inisiatif baru di saat individu lain duduk dengan pasif dalam menghadapi
berbagai situasi. Karyawan yang proaktif cenderung oportunitis, berinisiatif,
berani bertindak dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti.
Karyawan yang proaktif juga menciptakan perubahan positif dalam lingkungan
tanpa mempedulikan batasan atau halangan. Karyawan proaktif memiliki perilaku
15
yang banyak diinginkan oleh perusahaan. Sebagai contoh, bukti menunjukkan
bahwa karyawan proktif cenderung dapat dijadikan pemimpin dan kemungkinan
besar bertindak sebagai agen perubahan dalam perusahaan. Karyawan proaktif
bisa menjadi positif ataupun negatif, tergantung pada perusahaan dan situasi.
Sebagai contoh, karyawan proaktif cenderung menyuarakan ketidaksenangannya
dalam situasi yang tidak disukai. Jika suatu perusahaan membutuhkan karyawan
yang memiliki inisiatif wirausaha, karyawan proaktif merupakan kandidat terbaik
namun karyawan ini kemungkinan besar meninggalkan perusahaan untuk
memulai bisnis sendiri. Karyawan proaktif berkemungkinan besar mencapai
keberhasilan karir. Hal ini karena karyawan memilih, menciptakan dan
mempengaruhi situasi kerja sesuai kehendak hatinya.
Menurut Bateman dan Crant (1993) mendefinisikan kepribadian proaktif
adalah sebagai konstruksi disposisional yang mengidentifikasi perbedaan antara
orang-orang dalam hal sejauh mana mengambil tindakan untuk mempengaruhi
lingkungan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kepribadian proaktif dianggap sebagai
pendahuluan untuk perilaku proaktif, memberikan keterampilan bagi seorang
karyawan untuk terlibat aktif dalam perubahan lingkungan kerja. Selanjutnya
karyawan proaktif menunjukkan inisiatif untuk bertahan sampai perubahan terjadi.
Selain itu, beberapa orang mengidentifikasi masalahnya sendiri dan
memecahkannya untuk memajukan lingkungan pribadi dan perusahaannya. Inilah
sebabnya mengapa keterampilan kepribadian proaktif digambarkan sebagai
penentu penting keberhasilan organisasi dan juga merupakan penentu yang
mengarah kepada peningkatan efektivitas organisasi.
16
Menurut Joo dan Liem (2009) dalam jurnalnya “The Effects of
Organizational Learning Culture, Perceived Job Complexity and Proactive
Personality on Organizational Commitment and Intrinsic Motivation”
mendefinisikan bahwa individu yang mempunyai kepribadian proaktif cenderung
memiliki karakteristik dalam tingkat tugas atau pekerjaannya dibandingkan
individu yang pasif, individu yang proaktif dapat berinovasi dengan desain
pekerjaan. Artinya, individu yang memiliki kepribadian proaktif lebih tinggi,
dapat melihat atau merasakan kompleksitas pekerjaan yang lebih tinggi.
Menurut Covey (2001), perilaku proaktif adalah mengambil inisiatif dan
mampu mengendalikan hidupnya sendiri dan membuat pilihan menurut nilai,
berpikir sebelum bereaksi, sadar bahwa tidak bisa mengendalikan segala yang
terjadi. Bersikap proaktif bukan sekedar mengambil inisiatif. Bersikap proaktif
artinya bertanggung jawab atas perilaku diri sendiri (di masa lalu, di masa
sekarang, maupun di masa mendatang), dan membuat pilihan-pilihan berdasarkan
prinsip serta nilai–nilai, bukan berdasarkan suasana hati dan keadaan sekitarnya.
Orang–orang yang proaktif adalah pelaku–pelaku perubahan dan memilih untuk
tidak jadi korban. Frese dan Fay (2001) mengemukakan perilaku proaktif ada,
ketika karyawan dapat menetapkan tujuannya sendiri, dapat melampaui tugas
yang telah ditetapkan dan memiliki fokus jangka panjang pada pekerjaannya.
Konsep kinerja aktif terkait dengan perilaku dan sikap karyawan.
Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku
proaktif ialah mengambil inisiatif dan mampu mengendalikan hidupnya sendiri
17
dan membuat pilihan menurut nilai, berpikir sebelum bereaksi, sadar bahwa tidak
bisa mengendalikan segala yang terjadi.
2. Indikator–indikator Perilaku Proaktif
Pada umumnya karakteristik individu yang berperilaku proaktif adalah
individu yang perilakunya cenderung bertindak atas inisiatif sendiri tanpa paksaan
dari siapapun dalam memilih respon yang tepat sehingga dirinyalah yang
bertanggung jawab terhadap pilihannya. Lebih khususnya karakteristik individu
yang memiliki perilaku proaktif adalah suatu tindakan dalam melakukan sesuatu
yang berdasarkan keluwesan dalam memilih respon, kemampuan mengambil
inisiatif dan bertanggung jawab atas pilihannya. Menurut Covey (2001) proaktif
sebagai kemampuan untuk memiliki kebebasan dalam memilih respon,
kemampuan mengambil inisiatif dan kemampuan untuk bertanggung jawab atas
pilihannya dengan beberapa indikator yaitu :
a. Kebebasan memilih respon
Kebebasan memilih mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1) Kesadaran diri
Kesadaran diri menurut Covey (2001) merupakan kemampuan yang dapat
memisahkan diri dari diri sendiri dan mengamati pikiran serta
perbuatannya. Berdasarkan ke dua pengertian di atas, pengertian kesadaran
diri yaitu kemampuan untuk melihat, memikirkan, merenungkan dan
menilai diri sendiri. Ke semua itu dapat diwujudkan dengan beberapa
karakteristik perilakunya yaitu :
18
a) Mengetahui kelebihan dan kekurangan diri sendiri
Setiap manusia diciptakan secara unik, tidak ada manusia yang identik
terhadap manusia lain dalam arti walaupun manusia itu dilahirkan
kembar tetapi tidak akan sama dengan kembarannya. Semua manusia
akan memiliki keunggulan terhadap manusia lain demikian juga
kekurangannya. Sehingga kadang kala bisa menimbulkan depresi bila
kita tidak mau menerima bahwa kita memiliki kekurangan fisik atau
intelegensi dibandingankan orang lain. Dengan kesadaran diri tinggi
sesesorang akan mampu menilai mana kekurangannya dan mana
keunggulan diri terhadap orang lain sehingga mampu membangkitkan
harga diri dalam pergaulannya.
b) Dapat mengambil keputusan tanpa bantuan orang lain
Pengambilan keputusan (desicion making) adalah melakukan
penilaian dan menjatuhkan pilihan. Di mana keputusan diambil
setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan alternatif atau
melalui fase :
i. Mengidentifikasi masalah utama
ii. Menyusun alternatif
iii. Menganalisis alternatif
iv. Mengambil keputusan yang terbaik
Sehingga sesorang yang memiliki kesadaran diri nya yang tinggi akan
mengunakan fase tersebut untuk mengambil keputusan yang terbaik
19
bagi dirinya tanpa memerlukan bantuan orang lain untuk
mengambilkan keputusan.
c) Dapat menahan diri atau tidak mudah emosi bila ada yang
menyinggung
Kata emosi berasal dari bahasa Inggris yaitu ‘emotion’. Pengertian
Emosi adalah perasaan yang sangat menyenangkan atau sangat
mengganggu. Namun dalam pengertian di atas emosi disamakan
dengan perasaan marah atau mudah tersinggung. Oleh karena itu
orang dikatakan telah memiliki kesadaran diri ia akan mampu
menempatkan diri dengan menahan emosinya dalam pergaulan di
masyarakat.
d) Menyadari pilihan rencana yang dipilihnya
Dalam setiap kegiatan maupun hidup perlu disusun rencana atau
dalam bahasanya adalah visi dan misi sehingga kita tahu arah yang
akan dituju. Rencana itu harus dipilih dari berbagai rencana yang ada
yang mendekati realita yang dapat dicapai, karena konsekuensi sebuah
rencana adalah kegagalan atau diluar rencana. Dengan kesadaran diri
sesorang sebelum membuat rencana dalam hidupnya akan melihat
berbagai aspek pertimbangan terutama dirinya sendiri dan lingkungan
karena ia sadar akan konsekuensi terhadap rencana yang dipilihnya
yaitu kegagalan. Seseorang yang memiliki kesadaran diri tidak akan
putus asa bila rencana gagal tetapi ia akan memiliki rencana cadangan.
20
2) Imajinasi
Imajinasi menurut Covey (2001) merupakan kemampuan seseorang
untuk membayangkan masa depan dan mengimpikan ingin menjadi apa di
masa depan. Imajinasi adalah suatu proses dimana unsur-unsur
pengalaman digabung membentuk produk-produk baru (Munandar, 1988).
Jadi, imajinasi merupakan daya pikir seseorang untuk membayangkan dan
mengimpikan dirinya akan menjadi apa di masa depan. Wujud perilakunya
adalah;
a) Mampu membuat gambaran tantangan masa depan yang akan
dihadapi.
Setiap manusia tidak akan mampu melihat masa depan, tetapi mampu
menyiapkan diri untuk membuat masa depan. Dalam arti, dengan
kemampuan akalnya manusia bisa menciptakan bayangan masa depan
dengan mempersiapkan diri di masa sekarang dan masa lalu.
Seseorang harus sejak dini berpikir masa depan, besok tantangannya
apa, sehingga bisa mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
b) Mampu membuat gambaran masa depan yang diinginkan telah
mampu memastikan cita-cita hidupnya.
Kesuksesan seseorang saat ini tergantung sejauh mana orang tersebut
mampu menentukan cita-citanya dahulu lalu menyusun rencana untuk
mencapainya. Cita-cita ini adalah impian seseorang ingin apa di masa
depan. Sehingga sudah jelas arah yang ditujunya
21
3) Kata hati
Kata hati menurut Covey (2001) merupakan suara batin untuk
membedakan mana benar yang salah. Jelaslah, Individu yang memiliki hati
nurani atau kata hati akan selalu berpikir sebelum bertindak sehingga tidak
akan menyesali tindakannya. Karakteristik perilakunya dapat ditunjukkan
melalui perilaku antara lain :
a) Mampu menilai baik atau buruknya sebuah perilaku.
Setiap orang pada dasarnya dibekali nurani dimana lebih sering
dikatakan kata hati. Dengan kata hati ini seseorang akan mampu
memberikan penilaian baik buruknya sebuah perilaku yang dirinya
maupun orang lain.
b) Mampu menilai dampak perilakunya terhadap orang lain.
Orang yang telah memiliki kesadaran batin akan melakukan penilaian
akibat perbuatannya terhadap orang lain. Sehingga selalu memberikan
pertimbangan terhadap perilakunya apakah membuat orang lain suka
atau tidak.
c) Mampu menumbuhkan rasa empati diri terhadap apa yang dialami
orang lain.
Rasa empati adalah kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh
orang lain yang berada di sekitar kita. Dengan rasa empati ini dapat
digunakan sebagai tolak ukur apakah perilaku kita baik atau salah atau
berakibat buruk atau baik terhadap orang lain.
22
4) Kehendak bebas atau kemauan
Kehendak bebas menurut Covey (2001) merupakan kemampuan
manusia untuk bertindak berdasarkan kesadaran dirinya dan kemauan
mengatakan bahwa dirinya memiliki kuasa untuk memilih, untuk
menguasai emosi-emosi dan mengatasi kebiasaan serta naluri. Maka,
kehendak bebas memungkinkan seseorang memiliki kebebasan dalam
menentukan hidupnya tanpa terpengaruh ataupun bergantung kepada
siapapun. Atas keputusannya itu pula, maka dirinyalah yang kelak akan
bertanggung jawab atas pilihannya tersebut. Perwujudan perilakunya
antara lain :
a) Mampu menentukan keputusan yang benar tanpa campur tangan orang
lain.
Banyak manusia didunia ini yang menunggu atau mengantungkan orang
lain dalam mengambil keputusan di setiap masalah yang dihadapi
sehingga ia tidak memiliki kemandirian dalam hidup. Oleh karena itu
perlu adanya belajar untuk memutuskan pilihan dengan keputusan
dirinya yang telah dipikir masak-masak. Orang yang telah memiliki
kehendak bebas adalah orang yang mampu menentukan dengan
sendirinya apa yang akan dilakukan sudah baik atau buruk tanpa
campur tangan orang lain.
b) Mampu mengendalikan emosi.
Kesuksesan diri kita bukan tergantung akan kemampuan intelegensi
tetapi kemampuan mengendalikan diri atau mampu menguasai emosi
23
diri. Dengan kemampuan mengendalikan emosi, kita akan mampu
menempatkan diri dalam pergaulan sehari-hari.
c) Mampu merubah kebiasan buruk yang ada didirinya.
Dengan kehendak bebas seseorang akan mampu mulai merubah sedikit
demi sekedit terhadap perilaku atau karakter diri menuju karakter diri
yang lebih baik dari semula.
b. Kemampuan untuk mengambil inisiatif.
Manusia yang proaktif akan mampu mengambil inisiatif.
Kemampuan mengambil inisiatif bukan berarti menjadi orang yang
penghayal, menjengkelkan atau agresif, melainkan cermat, penuh
kesadaran dan sensitif terhadap sesuatu yang ada di sekelilingnya. Orang
yang berinisiatif akan merencanakan dengan segera dan mengantisipatif
cara-cara yang tepat. Kemampuan mengambil inisiatif lebih menekankan
pada perilaku yang cermat, penuh kesadaran serta sensitif terhadap sesuatu
yang ada disekelilingnya. Sehingga ada dua unsur penting yang mendasari
individu memiliki kemampuan inisiatif yaitu kemampuan merencanakan
sesuatu dengan segera dan antisipatif (bersifat tanggap terhadap sesuatu
yang sedang dan akan terjadi).
1) Kemampuan merencanakan sesuatu dengan segera
Adalah kemampuan seseorang untuk membuat rencana-rencana apa
yang akan dilakukan sesegera dengan baik dan benar. Kemampuan ini
hampir identik dengan sifat kreatif dalam kehidupan sehari-hari.
24
Sehingga orang mampu melihat pelbagi masalah dari berbagai sudut
penyelesian. Perwujudan perilakunya adalah :
a) Mampu mengambil langkah cepat dan benar dalam penyelesian
masalah tanpa harus menunggu orang lain memerintah.
Seseorang yang memiliki kemampuan inisiatif ini akan selalu
memiliki sifat segera mencari solusi dalam penyelesian masalah
yang dihadapi dengan mempertimbangkan segala kemungkinan
sehingga mampu menyelesaikan masalah dengan baik dan benar.
b) Mampu melihat setiap peluang baru yang ada dalam
kehidupannya.
Dengan kemampuan mengambil inisiatif orang akan memiliki
peluang-peluang untuk melakukan segala perubahan dalam
hidupnya untuk kemajuan diri.
c) Memiliki rasa sensitif atau peduli terhadap peristiwa disekitarnya.
Orang yang memiliki inisiatif tinggi akan selalu sensitif terhadap
apa yang terjadi disekitarnya kemudian akan melalukan langkah
untuk segera menyelesaikannya.
2) Kemampuan antisipatif
Antisipatif adalah membuat rencana cadangan untuk
mengatisipasi apabila rencana awal yang telah tersusun rapi tidak
sesuai rencana. Dengan kemampuan ini orang telah memiliki berbagai
rencana untuk menyelesaikan sebuah masalah. Untuk perwujudan
perilakunya antara lain :
25
a) Mampu memperkirakan dan meminimalisasi dampak-dampak
yang akan terjadi dari setiap pengambilan keputusan.
b) Mampu menyiapkan diri terhadap perubahan yang terjadi di
sekitarnya.
c. Kemampuan untuk bertanggung jawab
Kemampuan bertanggung jawab merupakan sadar bahwa masalah
yang dihadapi sesungguhnya diakibatkan oleh dirinya sendiri dan oleh
sebab itu, dirinyalah yang bertanggung jawab secara penuh terhadap segala
konsekuensi dan resiko yang mungkin timbul. Unsur-unsur dalam aspek
tanggung jawab antara lain:
1) Pengendalian Situasi
Adalah kemampuan kita dalam melihat situasi dan kondisi yang ada
kemudian mencoba kita olah sesuai dengan tujuan kita. Dengan
demikian bukan situasi yang mengendalikan kita tapi kita yang
mengendalikan situasi. Perwujudan perilakunya antara lain :
a) Mampu untuk memanfaatkan kondisi sekitar atau diri guna untuk
kemajuan diri.
b) Mampu memberikan perbedaan suasana karena kehadiran kita.
2) Keberanian mengambil Resiko
Resiko dapat dikatakan sebagai dampak dari apa yang kita putuskan
dalam pengambilan keputusan. Setiap keputusan akan mengakibatkan
beberapa resiko sehingga diperlukan keberanian untuk memutuskannya.
26
Keputusan yang baik adalah keputusan yang mampu meminimalisasi
dari semua resiko. Oleh karena itu sebelum memutuskan sesuatu perlu
dipertimbangkan resiko-resiko yang ada. Perwujudan perilakunya
antara lain :
a) Mampu menganalisis resiko-resiko yang terjadi dan mampu
menentukan keputusan yang diambil.
b) Mampu mempertanggungjawabkan setiap keputusan yang diambil.
Menurut Baek Kyoo Joo dan Taejo Liem (2009) mengemukakan bahwa ada
beberapa indikator dalam perilaku proaktif, di antaranya :
1. Look for opportunities and act on them (Mencari peluang dan bertindak).
2. Show initiative (Menunjukkan inisiatif).
3. Take action (Mengambil tindakan sendiri).
4. Persistent in successfully implementing change (Gigih dalam menerapkan
perubahan).
5. Taking initiative in improving current circumstances or creating new ones
(Mengambil inisiatif dalam meningkatkan keadaan saat ini atau membuat yang
baru).
6. Status quo (Keadaan tetap sebagaimana keadaan sekarang).
7. Their role more flexibly (Peran yang lebih fleksibel).
8. Ownership of longer term goals beyond their job (Memiliki sasaran jangka
panjang diluar pekerjaan).
27
9. Ability to effect changes in the environment (Memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi perubahan dalam lingkungan).
10. Ability to overcome constraints by situational forces (Dapat mengatasi
kendala atau hambatan–hambatan oleh kekuatan situasional).
Dapat di simpulkan bahwa indikator-indikator perilaku proaktif antara lain;
kebebasan memilih respon, kemampuan mengambil inisiatif, kemampuan untuk
bertanggung jawab, mencari peluang dan bertindak, menunjukkan inisiatif,
mengambil tindakan sendiri, gigih dalam menerapkan perubahan, mengambil
inisiatif dalam meningkatkan keadaan saat ini, status quo, peran yang lebih
fleksibel, memiliki sasaran jangka panjang di luar pekerjaan, memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi perubahan dalam lingkungan, dan dapat
mengatasi kendala. Dari beberapa indikator-indikator tersebut, peneliti
menggunakan indikator dari Covey (2001), yang menjelaskan bahwa indikator
periaku proaktif adalah kebebasan memilih respon, kemampuan mengambil
inisiatif, dan kemampuan untuk bertanggung jawab karena ketiga indikator
tersebut sudah mewakili.
3. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Perilaku Proaktif
Perilaku proaktif dipengaruhi oleh faktor yang merujuk kepada paradima
hidup inside-out. Paradigma hidup inside-out dipandang sebagai usaha mengubah
dari dalam keluar, ditandai dengan kecenderungan berpikir menjadi (to be).
Secara umum orang proaktif tidak dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan
lingkungan sosial (Covey, 2001). Maksudnya orang proaktif tidak dipengaruhi
28
oleh faktor-faktor eksternal seperti perubahan cuaca dan perubahan perlakuan
orang lain kepada dirinya. Karyawan yang tidak memiliki perilaku proaktif
menunjukkan respon yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan lingkungan
sosial, seperti cepat marah atau merasa tersinggung atas sikap orang lain atau
menyalahkan cuaca buruk atas sikap yang ditunjukan. Sedangkan, karwayan yang
memiliki perilaku proaktif akan digerakkan oleh nilai-nilai yang dipikirkan
dengan matang, diseleksi dan dihayati dalam mengambil keputusan.
Covey (2001) menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
proaktif, terutama yang berkenaan dengan paradigma tentang diri sendiri atau
faktor internal, antara lain:
a. Kepercayaan
Kim dan Lee (2006), kepercayaan dan keterbukaan dalam budaya organisasi
mendorong berbagi pengetahuan di antara karyawan dan perilaku yang layak
dipercaya meningkatkan kecepatan komunikasi dengan memberikan wewenang
pada rekan kerja dalam berbagi masalah dan pengetahuan pribadi dengan lebih
leluasa.
b. Motivasi
Dariyo (2004) mengungkapkan motivasi adalah suatu dorongan untuk
melakukan kegiatan belajar yang dipengaruhi oleh hal-hal yang berasal dari
dalam diri sendiri (internal) maupun hal-hal dari luar (eksternal) individu yang
bersangkutan.
29
c. Kebiasaan
Kebiasaan adalah perilaku yang sudah berulang-ulang dilakukan, sehingga
menjadi otomatis, artinya berlangsung tanpa dipikirkan lagi, tanpa dikomando
oleh otak. Untuk dapat melatih kebiasaan dibutuhkan waktu yang cukup
panjang dan juga harus didukung pengulangan yang berkelanjutan
(Aunurahman, 2009).
d. Sikap
Sikap (attitude) didefinisikan oleh Robbins (2007) sebagai pernyataan
evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap
objek, individu, atau peristiwa. Hal ini mencerminkan bagaimana perasaan
seseorang tentang sesuatu.
Selain paradigma tentang diri sendiri (faktor internal), perilaku proaktif
dipengaruhi oleh paradigma luar (faktor eksternal), antara lain;
a) Teman
Menurut Shaffer (2005), persahabatan diartikan sebagai sebuah hubungan yang
kuat dan bertahan lama antara dua individu yang dikarakteristikkan dengan
kesetiaan, kekariban, dan saling menyayangi.
b) Keluarga
Keluarga dalam bentuk murni merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri
dari suami, isteri dan anak–anak (Abu, 2003).
c) Uang
Uang sebagai suatu kekayaan yang dimiliki untuk dapat melunasi hutang dalam
jumlah tertentu dan pada waktu yang tertentu pula (Hart, 1948).
30
d) Barang
Barang adalah produk yang berwujud fisik sehingga dapat dilihat, disentuh,
dirasa, dipegang, disimpan, dan perlakukan fisik lainnya (Tjiptono, 1999).
e) Tempat ibadah
Sebuah tempat yang digunakan oleh umat beragama untuk melaksanakan
ajaran agama atau kepercayaan.
Dari penjelasan–penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa, faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku proaktif terdapat dari paradigma diri sendiri (faktor
internal) dan paradigma luar (faktor eksternal) antara lain, kepercayaan, motivasi,
kebiasaan, sikap, teman, keluarga, uang, barang, dan tempat ibadah. Faktor yang
diambil oleh peneliti untuk melakukan penelitian ini adalah paradigma luar yaitu
teman. Yang dimaksud teman adalah rekan kerja atau pimpinan yang memiliki
pengaruh kuat dalam menunjukkan perilaku proaktif sehari-hari.
B. Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional
1. Definisi Persepsi
Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (1997) adalah proses
penerimaan informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut
adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, atau peraba), sedangkan alat
untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi. Menurut Walgito (1994)
persepsi merupakan suatu proses yang didahului penginderaan, yaitu proses
diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Individu kemudian
melakukan pengorganisasian dan interpretasi terhadap stimulus yang diindera
31
tersebut, sehingga dapat disadari dan dimengerti. Menurut Robbins (1998)
persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan indera agar memberi makna pada lingkungan. Lebih lanjut
Robbins dan Judge (2007) menyatakan bahwa persepsi adalah cara individu atau
kelompok dalam memandang sesuatu. Persepsi seseorang terhadap suatu realitas
akan mendasari perilaku seseorang.
Stimulus dapat datang dari luar diri individu dan dari dalam diri individu.
Stimulus yang datang dari luar diri individu dapat bermacam-macam, yaitu dapat
berwujud benda-benda, situasi dan manusia. Objek persepsi yang berwujud benda
disebut persepsi benda (things perception) atau non-social perception, sedangkan
apabila objek persepsi berwujud manusia atau orang disebut social perception.
Persepsi yang menggunakan diri sendiri sebagai objek persepsi disebut dengan
persepsi diri (self-perception). Menurut Schiffman (dalam Sukmana, 2003)
persepsi seseorang tentang lingkungan tidak hanya didasarkan atas alat indera saja
(penglihatan, pendengaran, sentuhan), akan tetapi juga melibatkan unsur perasaan.
Persepsi diri dapat menjadikan orang memahami keadaan dirinya sendiri dan
mampu melakukan evaluasi diri (Walgito, 2002).
Dari penjelasan-penjelasan diatas, persepsi adalah proses
mengorganisasikan, menafsirkan dan memandang kesan indera agar memberi
makna pada lingkungan dan kemudian dapat mempengaruhi perilaku yang
muncul.
32
2. Definisi Kepemimpinan
Kata "memimpin" menurut Wahjosumidjo (2010) mempunyai arti
memberikan bimbingan, menuntun, mengarahkan, dan berjalan di depan
(precede). Pemimpin berperilaku untuk membantu organisasi dengan kemampuan
maksimal dalam mencapai tujuan. Gibson (dalam Pasolong, 2007)
mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu usaha menggunakan suatu
gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dalam
mencapai tujuan. Menurut Amirullah (2015), kepemimpinan adalah orang yang
memiliki wewenang untuk memberi tugas, mempunyai kemampuan untuk
membujuk atau mempengaruhi orang lain dengan melalui pola hubungan yang
baik guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Riggio (2008) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk
membimbing atau menuntun kelompok untuk mencapai suatu tujuan. Menurut
Maria (2012) secara singkat kepemimpinan diartikan sebagai seni untuk
memotivasi sekelompok orang untuk mencapai tujuan yang sama. Sedangkan
gaya kepemimpinan merupakan cara-cara khusus dalam melakukan
kepemimpinan. Menurut Lussier dan Achua (dalam Boisok, Sad, dan Serbia,
2013) gaya kepemimpinan adalah kondisi dari sifat, kemampuan, dan perilaku
yang pemimpin gunakan ketika pemimpin berinteraksi dengan bawahan. Lewin
(dalam Boisok, Sad, dan Serbia, 2013) mendefinisikan gaya kepemimpinan
sebagai cara dimana pemimpin mempengaruhi dan merangsang kegiatan dari
anggota kelompok.
33
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
adalah usaha seorang pimpinan untuk membimbing karyawannya dalam mencapai
tujuannya dalam perusahaan mau tujuan perusahaan yang akan dicapai.
3. Definisi Gaya Kepemimpinan Transformasional
Gaya kepemimpinan transformasional pertama kali diperkenalkan oleh
Burns pada tahun 1978 kemudian dikembangkan lagi oleh Bass (1985, 1998).
Pada sebuah organisasi, pemimpin merupakan seseorang yang memiliki peran
penting terkait dengan masa depan yang akan terjadi pada organisasi tersebut. Jika
organisasi tidak mempersiapkan secara serius dengan orientasi jangka panjang,
maka dikhawatirkan akan muncul orang-orang yang diposisikan tidak pada posisi
yang tepat. Pada umumnya, seorang pemimpin dianggap berhasil dan dikatakan
memiliki kepemimpinan yang efektif adalah jika unit organisasi yang dipimpin
berhasil menjalankan tugas pencapaian sesuai sasarannya.
Gaya kepemimpinan transformasional adalah sebuah proses transformasi
atau perubahan perilaku organisasi, budaya dan individu, dan secara bersamaan
pemimpin juga mengubah dirinya sendiri (Suresh dan Rajini, 2013). Menurut
Riggio (2008) gaya kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan
di mana pemimpinnya menginspirasi para pengikut melalui visi dan
pengembangan budaya organisasi yang merangsang kinerja. Bass (1990),
kepemimpinan transformasional adalah bentuk kepemimpinan di mana
pemimpinnya mampu memperluas serta meningkatan minat bekerja para
bawahannya, sistem kepemimpinan di mana para pemimpinnya mampu memicu
34
kepekaan dan penerimaan visi misi serta tujuan perusahaan, dan di mana
pemimpinnya memiliki kontrol terhadap para bawahannya agar bawahan-bawahan
mampu menggali potensi masing-masing demi kemajuan perusahaan tersebut.
Kepemimpinan terkait dengan sebuah proses yang disengaja dari seseorang untuk
menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain untuk membimbing,
membuat struktur, memfasilitasi aktivitas dan hubungan kelompok dalam suatu
organisasi (Yukl, 2005). Orang yang diharapkan untuk melaksanakan peran
kepemimpinan disebut sebagai “pemimpin”. Anggota kelompok yang lainnya
sering disebut “pengikut”, walaupun dalam praktiknya sebagian dari anggota
dapat membantu pemimpin utama tersebut dalam melaksanakan fungsi
kepemimpinannya. Menurut pandangan teori kepemimpinan, ada beberapa
pendekatan untuk mengenali seorang pemimpin, diantaranya dari ciri, perilaku,
proses mempengaruhi dan situasional (Yukl, 2005).
Seorang pemimpin dapat dikatakan sebagai pemimpin transformasional
diukur dalam hubungannya dengan pengaruh pemimpin terhadap bawahan. Upaya
pemimpin transformasional dalam mempengaruhi bawahan dapat melalui tiga
cara, yaitu (1) mendorong bawahan lebih sadar akan pentingnya hasil suatu
pekerjaan, (2) mendorong bawahan untuk lebih mementingkan organisasi
daripada kepentingan individual, (3) mengaktifkan kebutuhan-kebutuhan bawahan
pada tingkat yang lebih tinggi (Yukl, 2005). Kepemimpinan transformasional
merupakan kepemimpinan yang berusaha untuk mengubah perilaku bawahan agar
memiliki kemampuan dan motivasi tinggi, serta berupaya mencapai prestasi kerja
yang tinggi dan bermutu untuk mencapai tujuan bersama. Menurut O’Leary
35
(2001), kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang
digunakan oleh seseorang manajer bila ia ingin suatu kelompok melebarkan batas
dan memiliki kinerja melampaui status quo atau mencapai serangkaian sasaran
organisasi yang sepenuhnya baru. Kepemimpinan transformasional pada
prinsipnya memotivasi bawahan untuk berbuat lebih baik dari apa yang bisa
dilakukan, dengan kata lain dapat meningkatkan kepercayaan atau keyakinan diri
bawahan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.
Dari penjelasan – penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi gaya
kepemimpinan transformasional adalah cara pandang terhadap kemampuan
memimpin pemimpin perusahaan dalam mengubah lingkungan kerja, memotivasi
dan menginspirasi bawahan, menerapkan pola kerja dan nilai-nilai moral,
menghargai dan memperhatikan kebutuhan bawahan sehingga bawahan akan
lebih mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi.
4. Karakteristik Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional pada dasarnya memiliki empat
karakteristik, yaitu pengaruh ideal, motivasi inspirasional, stimulasi intelektual,
dan perhatian individual (Yukl, 2005):
a. Pengaruh ideal (idealized influence)
Pemimpin transformasional memberikan contoh positif dalam sikap dan
perilaku, bagi bawahannya. Pemimpin memperhatikan bawahannya, memberi
visi, serta menanamkan rasa bangga pada bawahannya. Melalui pengaruh
seperti ini, para bawahan akan menaruh rasa hormat dan percaya pada
36
pemimpinnya, sehingga berkeinginan untuk melakukan hal yang sama
sebagaimana dilakukan sang pemimpin.
b. Motivasi Inspirasional (inspirational motivation)
Motivasi inspirasional merupakan kemampuan dalam mengkomunikasikan
harapan dan mengekspresikan tujuan dengan cara-cara yang sederhana.
Pemimpin transformasional dapat menstimulasi antusiasme bawahannya untuk
bekerja dalam kelompok dan mengembangkan keyakinan bawahan untuk
mencapai tujuan bersama serta membangkitkan semangat kerja secara
inspirasional, yaitu mendorong karyawan untuk meningkatkan kinerja melebihi
dugaan.
c. Stimulasi intelektual (intellectual stimulation)
Pemimpin transformasional berupaya menciptakan iklim yang kondusif untuk
pengembangan ide. Untuk itu bawahan benar-benar dilibatkan dalam proses
perumusan masalah dan pencarian solusi. Perbedaan pendapat dipandang
sebagai hal yang biasa terjadi. Hal tersebut akan membuat efikasi diri bawahan
semakin kuat, sehingga para bawahan akan sanggup mengerjakan dan berhasil
dalam melakukan berbagai tugas yang menantang.
d. Perhatian individual (individualized consideration)
Pemimpin transformasional memberikan perhatian pada bawahannya secara
personal, menghargai perbedaan setiap individu, memberi nasehat serta
penghargaan. Perhatian secara personal merupakan identifikasi awal terhadap
potensi para bawahan, sedangkan monitoring dan pengarahan merupakan
bentuk perhatian secara personal yang diaplikasikan melalui tindakan
37
konsultasi, nasehat dan tuntunan yang diberikan oleh pemimpin
transformasional.
Menurut Robbins dan Judge (2007) dan Cavazotte (2012), terdapat empat
komponen gaya kepemimpinan transformasional, yaitu:
1) Idealized Influence (Pengaruh Ideal)
Idealized influence adalah perilaku pemimpin yang memberikan visi dan misi,
memunculkan rasa bangga, serta mendapatkan respek dan kepercayaan
bawahan. Idealized influence disebut juga sebagai pemimpin yang kharismatik,
dimana pengikut memiliki keyakinan yang mendalam pada pemimpinnya,
merasa bangga bisa bekerja dengan pemimpinnya, dan mempercayai kapasitas
pemimpinnya dalam mengatasi setiap permasalahan.
2) Inspirational Motivation (Motivasi Inspirasional)
Inspirational motivation adalah perilaku pemimpin yang mampu
mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menyampaikan visi bersama secara
menarik dengan menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan upaya
bawahan, dan menginspirasi bawahan untuk mencapai tujuan yang
menghasilkan kemajuan penting bagi organisasi.
3) Intellectual Stimulation (Stimulasi Intelektual)
Intellectual stimulation adalah perilaku pemimpin yang mampu meningkatkan
kecerdasan bawahan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi,
meningkatkan rasionalitas, dan pemecahan masalah secara cermat.
38
4) Individualized Consideration (Pertimbangan Individual)
Individualized consideration adalah perilaku pemimpin yang memberikan
perhatian pribadi, memperlakukan masing-masing bawahan secara individual
sebagai seorang individu dengan kebutuhan, kemampuan, dan aspirasi yang
berbeda, serta melatih dan memberikan saran. Individualized consideration dari
kepemimpinan transformasional memperlakukan masing-masing bawahan
sebagai individu serta mendampingi, memonitor dan menumbuhkan peluang.
Dapat di simpulkan bahwa karakteristik persepsi gaya kepemimpinan
transformasional antara lain; pengaruh ideal, motivasi inspirasional, stimulasi
intelektual, dan perhatian individual. Dari karakteristik-karakteristik tersebut,
peneliti menggunakan karakteristik dari Yukl (2005), karena keempat
karakteristik tersebut sudah mewakili.
C. Hubungan Antara Persepsi Gaya Kepemimpinan Transformasional
dengan Perilaku Proaktif pada Karyawan
Karyawan yang proaktif akan menunjukkan perilaku yang bersifat self-
directed, antisipatif, dan fokus pada masa depan dengan tujuan untuk membawa
perubahan baik bagi situasi yang dihadapinya, dirinya sendiri, orang lain,
kelompok, maupun organisasi. Perilaku ini mengubah serta membantu karyawan
untuk mencapai potensi yang maksimal dan menghasilkan tingkat kinerja yang
lebih baik (Bass dan Avolio, dalam Dvir, dkk., 2002). Perilaku proaktif dapat
diketahui dari karakteristik-karakteristik yang diungkapkan oleh Covey (2001),
39
yaitu kebebasan memilih respon, kemampuan untuk mengambil inisiatif, dan
kemampuan untuk bertanggung jawab.
Covey (2001), menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
proaktif, terutama yang berkenaan dengan paradigma diri sendiri atau faktor
internal, yaitu kepercayaan, motivasi, kebiasaan, dan sikap yang memunculkan
persepsi gaya kepemimpinan transformasional terhadap atasannya sendiri. Gaya
kepemimpinan transformasional akan memicu pemimpin untuk lebih
meningkatkan kinerja karyawan agar karyawan dapat menggali potensinya
masing-masing dan lebih memajukan perusahaan. Karakteristik gaya
kepemimpinan transformasional menurut Yukl (2005), yaitu: pengaruh ideal,
motivasi inspirasional, stimulasi intelektual, dan perhatian indvidual.
Pengaruh ideal merupakan pemimpin yang memperhatikan karyawannya,
memberi visi, serta menanamkan rasa bangga pada karyawannya (Bass, 1990).
Kepemimpinan transformasional menyangkut bagaimana mendorong orang lain
untuk berkembang dan menghasilkan performa melebihi standar yang diharapkan
(Bass, 1990). Pimpinan yang memiliki gaya transformasional mampu
menginspirasi orang lain untuk melihat masa depan dengan optimis,
memproyeksikan visi yang ideal, dan mampu mengkomunikasikan bahwa visi
tersebut dapat dicapai (Benjamin dan Flyinn, dalam Haryati, 2014). Ketika
karyawan melihat pemimpinnya menggunakan pendapat–pendapat atau kalimat–
kalimat yang positif saat berkomunikasi, menanamkan rasa bangga terhadap
produk yang dijual, dan pekerjaan yang dilakukan saat ini, karyawan menilai
40
bagaimana perilaku pemimpin dan hal ini memunculkan rasa hormat, percaya
pada pemimpinnya, serta rasa percaya diri (Bass, 1990).
Motivasi merupakan suatu dorongan untuk melakukan kegiatan belajar yang
dipengaruhi oleh hal-hal yang berasal dari dalam diri sendiri (internal) maupun
hal–hal dari luar (eksternal) individu yang bersangkutan (Dariyo, 2004).
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional akan memberikan
motivasi sederhana yang dapat mendorong karyawan untuk mencapai tujuannya
dan lebih meningkatkan kinerjanya. Bass dan Avolio (1994) dan Burns (1978)
berargumen bahwa kepemimpinan transformasional lebih proaktif dan lebih
efektif dalam hal memotivasi bawahan untuk mencapai performa yang lebih baik.
Melalui motivasi yang menginspirasi ini, karyawan bisa mencapai tujuannya dan
menjadi proaktif dalam berperilaku di perusahaan, serta memiliki kemampuan
inisiatif untuk menyelesaikan persoalan (Bass dan Avolio, 1994 dan Burns, 1978).
Perusahaan yang ada pada masa-masa saat ini juga harus mengikuti
perkembangan jaman. Perusahaan harus mengikuti era teknologi yang semakin
berkembang pesat dan sumber daya manusianya pun harus bisa mengikuti,
menerapkan, serta mengembangkan hal-hal tersebut agar perusahaannya semakin
maju. Begitu juga pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional akan
selalu berupaya menciptakan iklim yang kondusif agar karyawannya bisa
mengembangkan ide-ide yang lebih kreatif. Efek dari gaya kepemimpinan
transformasional diharapkan akan menciptakan kondisi yang lebih baik bagi
pemahaman serta visi, misi, dan sasaran-sasaran, serta tingkat penerimaan
bawahan yang lebih baik (Bersona dan Avolio, dalam Haryati, 2014). Perbedaan
41
pendapat sering terjadi antara pimpinan dan karyawan perusahaan, namun hal
tersebut dipandang sebagai hal yang biasa terjadi, karena melalui perbedaan
pendapat tersebut akan memunculkan ide-ide baru untuk kemajuan perusahaan.
Melalui kondisi iklim yang kondusif ini, karyawan merasa dilibatkan dalam
campur tangan kemajuan perusahaan, karyawan tidak lagi menjadi seperti
bawahan namun menjadi rekan kerja, sehingga karyawan dapat lebih memberikan
ide-ide nya untuk perusahaan.
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional akan memberikan
perhatian pada bawahannya secara personal, menghargai perbedaan setiap
individu, memberi nasehat serta penghargaan (Bass, 1990). Perhatian secara
personal merupakan identifikasi awal terhadap potensi para bawahan, sedangkan
monitoring karyawan dan pengarahan merupakan bentuk perhatian secara
personal yang diaplikasikan melalui tindakan konsultasi, nasehat dan tuntunan
yang diberikan oleh pemimpin transformasional (Bass, 1990). Para pimpinan
transformasional lebih mampu dan lebih sensitif merasakan lingkungannya, dan
untuk selanjutnya membentuk sasaran-sasaran strategis yang mampu menangkap
perhatian serta minat para bawahannya (Bersona dan Avolio, dalam Haryati,
2004). Para pengikut pimpinan transformasional memperlihatkan tingkat
komitmen yang lebih tinggi terhadap misi organisasi, kesediaan untuk bekerja
lebih keras, kepercayaan yang lebih tinggi terhadap pimpinan, dan tingkat kohesi
yang lebih tinggi (Avolio, 1999). Melalui perhatian individual ini, karyawan
merasa lebih mengenal dan akan menaruh respek pada pimpinannya.
42
Dalam konteks ini pemimpin sebenarnya memiliki peran penting yang
mendukung perilaku proaktif tersebut, yaitu dengan menunjukkan dukungannya
secara umum terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh bawahannya, mendorong
otonomi dan memberdayakannya untuk mengambil tanggung jawab yang lebih
seperti yang ditunjukkan dalam penelitian Avolio, dkk., (1999). Ketika dipimpin
oleh pemimpin yang menampilkan gaya kepemimpinan transformasional,
karyawan akan memiliki kepribadian proaktif (aktif mengusulkan cara baru
menyelesaikan pekerjaan), menjadi lebih yakin untuk berfikir dan bertindak
“diluar kotak” (out of the box) karena pemimpin menantang karyawan untuk
melawan status quo. Hal ini memberikan isyarat jika tindakan proaktif tersebut
diinginkan di dalam organisasi.
Pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional akan
mendorong karyawan agar lebih responsif dan termotivasi untuk aktif mencari dan
mengambil peluang dalam bekerja bahkan melebihi harapan pekerjaannya. Selain
itu, karyawan juga akan terdorong untuk selalu mencari cara baru dalam
menyelesaikan masalah yang rumit. Kepemimpinan transformasional memberikan
pengaruh positif dengan memperluas dan mendukung tujuan karyawan sehingga
membuat karyawan lebih percaya diri untuk tampil melebihi harapan yang
ditentukan (Dvir, dkk., 2002). Hal tersebut sesuai dengan penelitian dari Hartog
dan Belschak (2012) yang menunjukkan bahwa persepsi gaya kepemimpinan
transformasional berhubungan secara positif dan signifikan dengan perilaku
proaktif.
43
D. Hipotesis
Kemudian untuk menguji hubungan antar variabel, maka hipotesis
penelitian adalah persepsi gaya kepemimpinan transformasional memiliki
hubungan dengan perilaku proaktif karyawan di PT. Jembatan Citra Nusantara.
Semakin positif persepsi gaya kepemimpinan transformasional maka perilaku
proaktif karyawan akan semakin tinggi. Sebaliknya, semakin negatif persepsi gaya
kepemimpinan transformasional maka perilaku proaktif karyawan juga akan
semakin rendah.