Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Aceh adalah propinsi yang berada di ujung utara Pulau Sumatera dan
merupakan propinsi paling barat dalam wilayah Republik Indonesia dengan luas
56.758,8482 km2. Total panjang garis pantai 2.817,9 km yang tersebar di wilayah
daratan dan gugusan kepulauan diantaranya Kepulauan Banyak, Kepulauan Simeulue
dan Gugusan Pulo Aceh. Wilayah pesisir Aceh terbagi dalam 18 kabupaten/kota
yaitu: Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie,
Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh
Utara, Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten
Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Barat
Daya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Simeulue.
Sumberdaya pesisir dan laut di Aceh memiliki potensi untuk perikanan
tangkap, wisata, perikanan budidaya, dan pertambangan. Potensi sumberdaya pesisir
dan laut Aceh belum dikelola secara optimal, sehingga belum dapat memberikan
manfaat yang signifikan bagi masyarakatnya. Sebagai contoh, total potensi perikanan
tangkap sebesar 272.200 ton/tahun, namun tingkat pemanfaatan baru mencapai 60.72
% atau sebesar 165.778 ton (DKP Aceh, 2016). Potensi sumberdaya ikan tersebut
tersebar pada dua Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yaitu WPP 571 dan 572.
WPP 571 berada di Selat Malaka sedangkan WPP 572 berada di perairan Samudera
Hindia. Pusat pengembangan industri perikanan tangkap terpusat di pelabuhan
Lampulo, Idi dan Labuhanhaji.
Permasalahan dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau kecil antara lain
kurangnya koordinasi dan keterpaduan antar stakeholder dalam proses perencanaan,
kurangnya data dan informasi mengenai sumberdaya dan kebijakan yang tumpang-
tindih. Dampak yang ditimbulkan dari permasalahan tersebut adalah pembangunan
tidak terintegrasi, kurang optimal dan tidak terdapatnya status pemanfaatan
sumberdaya yang ada.
Untuk itu penyusunan dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (RZWP-3-K) merupakan arahan dan acuan ruang laut bagi pemanfaatan
1
dan pengelolaan sumberdaya. Penyusunan RZWP-3-K dimaksudkan untuk
menciptakan keseimbangan pemanfaatan ruang agar pembangunan dapat menopang
kehidupan manusia dengan memanfaatkan sumberdaya secara berkelanjutan.
Pengendalian pemanfaatan ruang untuk membangun keseimbangan aspek ekonomi,
ekologi dan sosial.
1.2 Dasar Hukum Penyusunan RZWP-3-K
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang memberikan kekhususan dan
keistimewaan Aceh dan satuan-satuan masyarakat hukum adat serta hak-hak
tradisionalnya sebagaimana diakui dan dihormati oleh konstitusi. Kewenangan sesuai
Pasal 156 adalah mengelola sumberdaya alam di Aceh baik di darat maupun di laut
beserta kewenangan untuk melakukan pengaturan tata ruang wilayah laut, pesisir dan
pulau-pulau kecil.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 junto Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
mengamanatkan Pemerintah Daerah yang memiliki wilayah pesisir wajib untuk
menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) dan
dilegalkan ke dalam Peraturan Daerah. Penyusunan RZWP-3-K harus
mempertimbangkan keterkaitan antara ekosistem darat dan ekosistem laut dalam
suatu bioekoregion, pemanfaatan ruang laut, penetapan prioritas kawasan laut untuk
tujuan konservasi, sosial budaya, ekonomi, transportasi laut, industri strategis, serta
pertahanan dan keamanan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
memberi kewenangan pemerintah propinsi dalam mengelola ruang laut hingga sejauh
12 mil laut kecuali untuk pengelolaan minyak dan gas bumi. Selanjutnya dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan dinyatakan bahwa
pembangunan kelautan adalah pembangunan yang memberi arahan dalam
pendayagunaan sumberdaya kelautan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi,
pemerataan kesejahteraan, dan keterpeliharaan daya dukung ekosistem pesisir dan
laut.
2
1.3 Profil Wilayah
1.3.1 Letak Geografis Wilayah
Aceh adalah propinsi yang terletak di ujung utara Pulau Sumatera dan berada
di ujung paling barat dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan peta rupa bumi Badan Informasi Geospasial (BIG) skala 1:50.000,
wilayah daratan Aceh secara geografis terletak pada 020 00’ 00” – 060 00’ 00” LU
dan 950 00’ 00” – 980 30’ 00” BT. Dengan batas-batas wilayah adalah:
- Sebelah utara : Selat Malaka dan Laut Andaman/Teluk Benggala;
- Sebelah timur : Selat Malaka dan Propinsi Sumatera Utara;
- Sebelah selatan : Propinsi Sumatera Utara dan Samudera Hindia;
- Sebelah barat : Samudera Hindia.
Merujuk kepada Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2017 tentang
Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar, terdapat 7 (tujuh) pulau yang berada dalam
wilayah administrasi Aceh yaitu berada di perairan Samudera Hindia: Pulau
Simeulue Cut, Pulau Salaut Besar, Pulau Raya, Pulau Rusa, Pulau Bateeleblah
(Pulau Benggala), Pulau Rondo dan Pulau Weh yang berada di perairan Laut
Andaman.
1.3.2 Kondisi Wilayah
Wilayah Aceh memiliki luas daratan 57.365,67 km2 dan perairan laut 42.665,67
km2 dengan garis pantai 2.817,9 km, 335 pulau yang terdiri dari 315 pulau tidak
berpenghuni dan 20 pulau telah berpenghuni (DKP Aceh, 2011). Secara administratif
wilayah Aceh terdiri dari 23 kabupaten/kota dimana 14 kabupaten dan 4 kota berada
di wilayah pesisir.
Struktur perekonomian Aceh pada 2016 didominasi oleh sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan dengan proporsi sebesar 27,85%. Sektor perdagangan
besar-eceran dan reparasi mobil sepeda motor yang masih berada pada posisi kedua
dengan kontribusi sebesar 15,59%, diikuti oleh sektor konstruksi dengan proporsi
sebesar 10,31%.1
1 Kajian ekonomi dan keuangan regional propinsi Aceh tahun 2016 yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/aceh/Documents/KEKR%20Propinsi%20Aceh%20November%202016.pdf
3
Masyarakat pesisir Aceh sejak lama mengenal tata aturan penangkapan ikan
yang diatur dan dijalankan oleh Lembaga Hukum Adat Panglima Laot, praktek ini
telah berlangsung secara turun temurun dan bersifat lokal. Adat laot mengandung
adab sosial, pemeliharaan lingkungan hingga pengaturan mengenai barang hanyut.
Dalam pengelolaan perikanan, hukum adat di Aceh mengatur hari pantangan, jenis
alat tangkap yang dilarang dan telah menetapkan beberapa lokasi larangan
penangkapan. Lembaga Panglima Laot terdapat di setiap kabupaten / kota yang
memiliki wilayah laut di Aceh.
Berdasarkan data BPS Aceh tahun 2010 – 2016 penduduk Aceh tercatat
sebanyak 5.096.248 jiwa yang tersebar di 23 kabupaten/kota. Jumlah penduduk yang
berdomisili di wilayah pesisir berjumlah 4.384.894 jiwa (86% dari total jumlah
penduduk aceh secara keseluruhan) yang tersebar di 18 kabupaten/kota. Sebagian
besar penduduk di wilayah pesisir bermatapencaharian di sektor pemanfaatan
sumberdaya kelautan seperti nelayan dan pembudidaya ikan. Sektor perikanan
menyumbang 4,83 % dalam pendapatan daerah regional bruto (PDRB) Aceh tahun
2016 dan mengalami kenaikan rata-rata 5% per tahun. Kondisi ini menggambarkan
perekonomian masyarakat pesisir yang semakin membaik walaupun masih dalam
pergerakan yang lambat.
Tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir Aceh sangat dipengaruhi
oleh faktor alam, salah satunya adalah bencana alam. Aceh merupakan daerah
dengan potensi rawan bencana gempa dan tsunami. Daerah rawan bencana tsunami
terdapat di Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Jaya,
Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen,
Kabupaten Simeulue, Kota Lhokseumawe dan Kota Banda Aceh. Daerah rawan erosi
terdapat di Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Aceh Barat Daya. Sementara
daerah gelombang pasang tinggi terdapat di Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten
Aceh Barat, Kabupaten Aceh Singkil dan Kota Banda Aceh.
Kondisi iklim Aceh dapat dilihat dari curah hujan rata-rata 250 mm, dengan
rata-rata kelembaban udara adalah 79,86 RH, kecepatan angin rata-rata sebesar 5,01
knot dan suhu rata-rata 27,5 0C. Kedalaman perairan maksimal berada pada 5.500 m
dibawah permukaan laut terletak pada bagian barat Kepulau Banyak Kabupaten
Aceh Singkil.
4
Berdasarkan data dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut
(P3GL) sedimen dasar laut di wilayah perairan Aceh terdiri atas batuan keras dan
kerikil yang terdapat di perairan Selat Malaka, lumpur terdapat di seluruh perairan
Aceh kecuali sebagian Aceh Utara dan Aceh Timur, selut gampingan terdapat di
perairan kepulauan antara daratan Sumatera dengan Kepulauan Simeulue serta pasir
dan lanau terdapat di Aceh Utara, Aceh Timur, Langsa dan Aceh Tamiang.
1.3.3 Kondisi Fisik Kimia Perairan
Kondisi fisik lingkungan perairan merupakan salah satu parameter yang
digunakan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan wilayah perairan. Ketepatan
informasi kondisi fisik dapat membantu formulasi pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil yang tepat. Beberapa parameter fisika yang diukur di perairan
Aceh adalah kecerahan, TDS, TSS, dan suhu. Sedangkan parameter kimia yang
diukur adalah salinitas, derajat keasaman, kadar oksigen (DO), amonia, phospat,
nitrit, nitrat, timbal dan klorofil.
Untuk mengetahui kualitas lingkungan perairan di lokasi pekerjaan perlu
dilakukan pengambilan data kualitas air. Pengambilan data kualitas air ini dilakukan
dengan dua cara yaitu pengambilan sampel air dan pengukuran kondisi air secara
langsung (in situ). Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan botol
sampel, kemudian dilakukan analisa laboratorium untuk mengetahui kondisi
perairannya. Parameter lain yang dapat diukur secara in situ yaitu: temperatur,
salinitas, derajat keasaman (pH), kadar oksigen terlarut (DO) dan kecerahan.
Pengukuran sifat fisik dan pengambilan sampel kimia air laut dilakukan pada titik-
titik yang telah ditentukan dan mewakili seluruh karakteristik lingkungan perairan di
Aceh.
a. Kecerahan
Kecerahan perairan berdasarkan hasil pengamatan adalah berkisar pada
kedalam antara 0 – 16 meter. Tingkat kecerahan yang tinggi ditemui di lokasi yang
jauh dari muara sungai, hal ini terjadi karena perairan terbebas dari sedimen yang
dibawa oleh aliran air. Selain itu proses abrasi dan erosi juga memiliki peran dalam
variasi tingkat kecerahan perairan.
b. Temperatur
5
Kisaran temperatur di perairan Aceh baik di pesisir timur maupun pesisir barat
yang diukur pada kedalaman 1 m berkisar yaitu antara 26 – 31 0C. Temperatur di
perairan ini masih memenuhi baku mutu kisaran temperatur yang diperbolehkan
untuk peruntukkan biota laut, wisata bahari maupun pelabuhan. Temperatur terendah
26 0C terdapat di perairan teluk, rendahnya nilai temperatur ini disebabkan oleh
waktu pengukuran temperatur yang dilakukan pada saat cuaca sedang hujan sehingga
sangat mempengaruhi hasil pengukuran yang dihasilkan. Secara umum hasil
pengukuran suhu sangat dipengaruhi oleh waktu, kondisi cuaca maupun kedalaman
perairan yang mempengaruhi sebaran temperatur di perairan.
c. TSS (Total Suspended Solid)
Sebaran konsentrasi TSS di perairan Aceh secara garis besar dibagi menjadi
dua, yaitu: pantai barat – selatan Aceh (Sabang, Banda Aceh sampai Aceh Singkil)
dan pantai timur Aceh (Pidie sampai Aceh Tamiang). Sebaran TSS di pantai Barat
Aceh berkisar antara 0.02 mg/L sampai dengan 13.96 mg/L. Nilai ini masih berada
dibawah ambang batas berdasarkan KepMen LH. No 51 Tahun 2004. Nilai TSS
terendah terdapat di perairan Aceh Besar, dan yang tertinggi terdapat di perairan
Aceh Jaya dan Meulaboh (Aceh Barat). Untuk pantai timur Aceh kandungan TSS
nya berada pada kisaran 1,2 sampai 16,7 mg/L. Angka tertinggi terdapat pada
perairan di Langsa dan Aceh Tamiang, hal ini disebabkan karena banyaknya muara
sungai yang membawa partikel lumpur menuju laut.
Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari
padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau
lebih besar dari ukuran partikel koloid. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan
(turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di
perairan. Distribusi TSS sangat dipengaruhi oleh masukan atau sumber yang berasal
dari daratan melalui sungai maupun udara serta perpindahan karena resuspensi
endapan akibat pengikisan.
d. Salinitas
Sebaran salinitas permukaan laut umumnya tidak berfluktuasi besar di suatu
perairan. Menurut baku mutu air laut untuk biota laut, salinitas air laut permukaan
umumnya alami (Kep MenLH No. 51 Tahun 2004). Di perairan laut Aceh, salinitas
(dalam psu) permukaan laut berkisar antara 17,00 – 22,00 di perairan pantai Timur –
Utara, dan berkisar antara 24,00 - 28,50 di perairan pantai Barat – Selatan.
6
e. Derajat Keasaman (pH)
Sebaran pH di perairan Aceh berkisar antara 7,77 – 8,15. Derajat keasaman
tertinggi di perairan Pulau Tuangku, Pulau Ujung Batu, dan Pulau Bangkaru
Kabupaten Aceh Singkil. Sedangkan tingkat keasaman terendah yaitu 7,77 tercatat di
perairan Krueng Surin, Kabupaten Pidie Jaya. Kisaran pH tersebut masih memenuhi
baku mutu yang dipersyaratkan, selain itu tidak ada perbedaan pola sebaran pH yang
mencolok. Kondisi pH yang baik di dekat muara sungai maupun di perairan lepas
adalah memiliki nilai pH pada rentang yang kecil.
f. Oksigen Terlarut (DO)
Kisaran kelarutan oksigen pada perairan laut Aceh adalah 5,08 – 6,35 mg/L di
perairan pantai Barat – Selatan dan 5,85 – 6,43 mg/L di perairan pantai Timur –
Utara. Menurut baku mutu air laut untuk biota laut, oksigen terlarut pada permukaan
air laut umumnya lebih besar dari 5 mg/L (KepMenLH No. 51 Tahun 2004). Dengan
demikian kelarutan oksigen yang ada diperairan Aceh masih masuk dalam kondisi
ideal.
g. Amonia
Hasil pengukuran konsentrasi amonia di perairan Aceh berada pada kisaran
antara 0,038 – 0,046 mg/L di perairan pantai Barat – Selatan dan 0,042 – 0,060
mg/L di perairan pantai Timur – Utara. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
keberadaan amonia di perairan laut Aceh masih sangat rendah, namun demikian
konsentrasi amonia masih sesuai dengan baku mutu air laut (KepMenLH No. 51
Tahun 2004). Tingginya konsentrasi amonia di perairan disebabkan adanya pengaruh
kegiatan manusia dan proses alami. Amonia merupakan senyawa nitrogen yang dapat
bersifat toksik terhadap organisme perairan apabila konsentrasinya tinggi. Sumber
amonia pada air permukaan adalah air seni dan tinja, serta hasil oksidasi senyawa
organik secara mikrobiologis yang berasal dari air alam atau air limbah industri dan
domestik. Konsentrasi amonia yang tinggi dapat menimbulkan pencemaran dan
membahayakan kehidupan biota perairan.
h. Fosfat
Menurut baku mutu air laut untuk biota laut, kadar fosfat pada permukaan air
laut berada pada 0,015 mg/L (KepMenLH No. 51 Tahun 2004). Kisaran fosfat di
perairan laut Aceh adalah 0,160 – 0,180 mg/L di perairan pantai barat – selatan dan
0,165 – 0,240 mg/L di perairan pantai timur – utara. Nilai tersebut menunjukkan
7
bahwa kadar fosfat di perairan laut Aceh berada dalam kondisi membatasi terjadinya
ledakan populasi fitoplankton. Tingginya konsentrasi fosfat di perairan merupakan
salah satu indikasi adanya pencemaran yang diakibatkan aktivitas manusia. Fosfat di
perairan mengindikasikan tingkat kesuburan perairan, semakin tinggi konsentrasi
fosfat maka perairan tersebut semakin subur namun perlu diwaspadai munculnya
blooming alga jika konsentrasi fosfat terlalu tinggi.
i. Nitrat
Menurut baku mutu air laut untuk biota laut, kadar nitrat pada permukaan air
laut berada pada 0,008 mg/L (KepMenLH No. 51 Tahun 2004). Kisaran nitrat di
perairan laut Aceh adalah 0,451 – 0,469 mg/L di perairan pantai Barat – Selatan dan
0,450 – 0,472 mg/L di perairan pantai Timur – Utara. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa perairan laut Aceh berada dalam kondisi subur.
j. BOD (Biological Oxygen Demand)
Parameter BOD secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat
pencemaran air. Parameter ini digunakan untuk mengukur jumlah oksigen
yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai
respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Dengan kata lain, nilai
BOD menyatakan jumlah bahan organik yang mudah terurai yang ada di suatu
perairan. Menurut baku mutu air laut untuk biota laut, BOD permukaan air laut
berada pada 20 mg/L (KepMenLH No. 51 Tahun 2004). Kisaran BOD di perairan
laut Aceh adalah 0,36 – 0,41 mg/L di perairan pantai Barat – Selatan dan 0,38 – 0,54
mg/L di perairan pantai Timur – Utara. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat
pencemaran limbah organik di perairan laut Aceh masih sangat rendah.
k. COD (Chemical Oxygen Demand)
Kebutuhan oksigen secara kimia atau COD (Chemical Oxygen Demand) adalah
jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam
wahana air. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik
yang secara alamiah dapat dioksidasikan baik melalui reaksi kimia maupun yang
sukar didegradasi secara biologis. Proses oksidasi ini mengakibatkan berkurangnya
oksigen terlarut di dalam air. Perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi
kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar
umumnya kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari
200 mg/L, dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (Chapman, 1996).
8
Perairan laut Aceh menunjukkan kisaran nilai COD sebesar 12,05 – 13,25 mg/L di
pantai Barat – Selatan dan sebesar 12,40 – 13,60 mg/L di pantai Timur – Utara. Nilai
tersebut menunjukkan bahwa perairan laut Aceh berada dalam status belum tercemar.
l. Timbal (Pb)
Logam Pb yang terdapat dalam badan perairan pada konsetrasi tertentu berubah
menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Meskipun daya racun yang
ditimbulkan oleh Pb terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran
dari satu kelompok dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan yang
dapat menghancurkan satu tatanan ekosistem perairan. Toksisitas Pb bersifat
kumulatif yang dapat menyebabkan gangguan sintesis hemoglobin darah, gangguan
neurologi (susunan syaraf), gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut
atau kronik sistem syaraf, dan gangguan fungsi paru-paru.
Menurut baku mutu air laut untuk biota laut, kadar Pb pada permukaan air laut
berada pada 0,008 mg/L (KepMenLH No. 51 Tahun 2004). Kisaran Pb di perairan
laut Aceh adalah 0,04 – 0,008 mg/L baik di perairan pantai Barat – Selatan maupun
di perairan pantai Timur – Utara. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perairan laut
Aceh berada dalam kondisi tidak tercemar.
m.Klorofil
Kandungan klorofil-a di perairan dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya
fitoplankton dan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Ritchie (2008)
mengemukakan bahwa klorofil-a merupakan pigmen utama Cyanophyceae yang
dibentuk dari fotosintesis, sedangkan klorofil-b dan klorofil-c sebagai pigmen
tambahan.
Secara umum kondisi klorofil-a di perairan Aceh tergolong rendah yaitu
berkisar 0,0186 – 0,3845 µg/L, hal ini diduga dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya keberadaan jenis fitoplankton, intensitas cahaya dan unsur hara. Kajian
ini sebatas kedalaman permukaan sehingga umumnya kandungan klorofil-a rendah
pada lapisan kedalaman. Sesuai dengan pendapat Ritchie (2008) bahwa pada
kedalaman permukaan kandungan klorofil-a pada umumnya rendah, hal ini
dipengaruhi oleh intensitas cahaya di permukaan. Beberapa fitoplankton tidak
menyukai intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi di lapisan permukaan
sehingga keberadaan fitoplankton sedikit, terutama dari kelas Bacillariophyceae dan
Dinophyceae.
9
1.4 Peta dan Ruang Lingkup Perencanaan
Wilayah perencanaan yang dimaksud meliputi kearah darat mencakup batas
wilayah administrasi kecamatan di wilayah pesisir dan kearah laut sejauh 12 (dua
belas) mil laut diukur dari garis pantai pada saat pasang tertinggi. Adapun ruang
lingkup wilayah perencanaan RZWP-3-K dapat dilihat pada Gambar 1.
10
Gambar 1. Peta Wilayah Perencanaan RZWP-3-K Aceh
BAB II
DESKRIPSI POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU
KECIL DAN KEGIATAN PEMANFAATAN
2.1 Sumberdaya Hayati
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Aceh memiliki keanekaragaman hayati
laut yang tersebar pada ekosistem terumbu karang (coral reefs), padang lamun
(seagrass bed), mangrove, ikan, krustasea dan moluska. Kegiatan utama di kawasan
ini adalah perikanan tangkap dan budidaya laut, kegiatan industri, perdagangan,
permukiman, serta pengembangan wisata bahari.
a. Terumbu karang
Sebaran terumbu karang di perairan Aceh mencapai ± 12.037 Ha (SLHD
Aceh, 2014). Sebaran terumbu karang terkonsentrasi di pesisir barat yang meliputi
wilayah daratan Kabupaten Aceh Besar, Kota Sabang, Kabupaten Aceh Jaya,
Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Aceh Barat Daya dan wilayah kepulauan
meliputi Kepulauan Banyak, Kepulauan Simeulue, Gugusan Pulo Aceh dan Pulau
Weh. Sedangkan di pesisir timur Aceh tersebar di Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten
Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Pidie, dan Kabupaten Aceh Tamiang.
Kondisi perairan di wilayah pesisir timur Aceh banyak dipengaruhi oleh aliran
sungai sehingga sebaran terumbu karang hanya terdapat di daerah tertentu.
Hasil survei menunjukkan bahwa tutupan karang hidup di perairan Aceh
berada pada kategori baik dengan tingkat persentasi, baik 51%, sedang 18% dan
rusak 31%. Selanjutnya hasil survei juga menunjukkan bahwa penutupan karang
keras rata-rata 25 - 50%, nilai ini belum dapat disimpulkan bahwa terumbu karang
dalam kondisi buruk, karena nilai ini merupakan nilai rata-rata dari seluruh wilayah
survei di Aceh. Daerah dengan keragaman terumbu karang yang tinggi terdapat di
Pulau Weh dan pesisir Utara Aceh, ditemukan 42 genus karang dan 343 jenis ikan
karang dan penutupan karang hingga 54%.
b. Mangrove
Ekosistem hutan mangrove Aceh dengan luas sekitar 309,07 km2 mayoritas
tersebar di wilayah pesisir timur terutama Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten
Aceh Tamiang. Sebaran mangrove di pesisir barat terdapat di Kabupaten Aceh Jaya,
11
Aceh Selatan dan Aceh Singkil. Selama ini tercatat ada 30 jenis mangrove yang
teridentifikasi di Aceh dengan kondisi rata-rata kerapatan pohon mangrove 1.811
ind/ha, 30 jenis mangrove tersebut, yaitu Aegiceras corniculatum, Aegiceras
floridum, Avicennia alba, Avicennia marina, Avicennia officinalis, Barringtonia
asiatica, Bruguiera agallocha, Bruguiera cylindrica, Bruguiera gymnorhiza,
Bruguiera sexangula, Cerbera manghas, Ceriops tagal, Dolichandrone spathacea,
Excoecaria agallocha, Hibiscus tiliaceus, Lumnitzera littorea, Melastoma candidum,
Nypa fruticans, Pandanus sp, Pandanus tectorius, Phoenix palludosa, Rhizophora
apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Scaevola taccada,
Scyphiphora hydrophyllacea, Sonneratia alba, Sonneratia caseolaris, Xylocarpus
granatum dan Xylocarpus molluccensis. Dari 30 jenis mangrove tersebut ada tiga
jenis mangrove yang paling dominan ditemukan, yaitu: Rhizopora apiculate,
Sonneratia caseolaris dan Rhizopora mucronate.
c. Lamun
Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang telah sepenuhnya beradaptasi
dalam lingkungan laut. Sebaran ekosistem padang lamun terpusat di Kepulauan
Banyak Kabupaten Aceh Singkil dengan luas sebaran sebesar 44,12 ha. Selain itu
ekosistem padang lamun juga ditemukan dengan area yang lebih kecil di Pulau Aceh
Kabupaten Aceh Besar dan Pulau Simeulue. Jenis lamun yang banyak ditemui adalah
Thalassia hemprichii dari total 3 jenis lamun dari 12 jenis lamun yang ditemukan di
Indonesia. Kondisi padang lamun di Aceh berada kondisi baik. Untuk tutupan lahan
lamun dikategorikan pada kategori kaya yaitu mencapai 42 % dari jenis Thalassia
hempirichii. Sedangkan untuk tutupan lamun terendah berasal dari jenis Cymodocea
serrulata dan Syringodium isoetifolium dengan tutupan lahan hanya mencapai 3%
dan tutupan lamun jenis ini dikategorikan miskin sejauh ini potensi pemanfaatan
padang lamun hanya dimanfaatkan sebagai obyek penelitian dan pemanfaatan
sumberdaya ikan.
d. Sumberdaya Ikan
Potensi lestari atau maximum sustainable yield (MSY) adalah sebesar
272.701 ton/tahun terdiri dari potensi perairan teritorial dan kepulauan diperkirakan
sebesar 110.045 ton/tahun dan potensi di ZEE sebesar 162.656 ton/tahun. Tingkat
pemanfaatan keseluruhan mencapai 182.464 ton/tahun atau 66,91% (Statistik
Perikanan Tangkap Aceh, 2016). Potensi sumberdaya ikan tersebut terdiri dari
12
beberapa jenis ikan ekonomis penting antara lain lisong, tongkol kral, tongkol komo,
cakalang, madidihang, tuna mata besar, tongkol abu-abu, cucut, kuwe, bawal hitam,
bawal putih dan tenggiri.
Berdasarkan hasil survei BPSPL Padang Tahun 2007- 2014, penyebaran
gerombolan ikan pelagis (schooling) di perairan Aceh berada pada arah utara
perairan Aceh yaitu menuju WPP 571 Selat Malaka.
Luas daerah penangkapan (fishing ground) ikan merupakan area laut
kewenangan Aceh yaitu sebesar 74.798 km2 yang tersebar pada WPP RI 571 dan
572. WPP RI 571 terdapat di Selat Malaka sedangkan WPP RI 572 terdapat di
perairan Samudera Hindia.
e. Sumberdaya Perikanan Budidaya
Potensi lahan untuk pengembangan budidaya air payau (tambak) di Aceh
diperkirakan sebesar 90.000 Ha dan yang telah dikelola sampai saat ini sekitar
40.000 Ha (DKP Aceh 2016), artinya masih terdapat 50.00 Ha tambak di Aceh yang
belum dikelola. Komoditas utama yang dibudidayakan adalah bandeng, udang windu
dan udang vaname. Potensial untuk budidaya payau dan budidaya laut yang lain
adalah ikan kerapu, teripang, rumput laut, lobster dan kerang-kerangan. Kawasan
pesisir yang telah dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya laut tersebar di tersebar di
kabupaten/kota yang terletak di pesisir timur Aceh yaitu Banda Aceh, Aceh Besar,
Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa dan
Aceh Tamiang.
f. Biota laut lainnya
Biota laut yang dapat ditemui di Aceh antara lain penyu, lumba-lumba, hiu dan
paus. Sebaran penyu di pesisir Aceh dapat dijumpai di Kabupaten Aceh besar
(Gugusan Pulo Aceh, Lhoong dan Lange), selanjutnya di Kabupaten Aceh Jaya
(Lamno, Lageun dan Panga), kemudian di Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Barat
Daya, kemudian di Kabupaten Simeulue tepatnya di daerah Teupah Selatan dan yang
terakhir di Pulau Bangkaru Kabupaten Aceh Singkil. Ada empat jenis penyu yang
sering dijumpai di Aceh, yaitu penyu hijau, penyu belimbing, penyu sisik dan penyu
tempayan.
Mamalia laut yang sering dijumpai di Aceh adalah lumba-lumba dan paus.
Perairan Aceh memiliki beberapa jenis lumba-lumba yaitu Spinner dolphin, Bottle
nose dolphin, Spotted dolphin dan Rissso’s dolphin, jenis lumba-lumba ini banyak
13
dijumpai di perairan pesisir barat Aceh. Paus yang sering dijumpai di perairan barat
Aceh adalah paus sperma, paus bungkuk, dan paus bryde. Aceh memiliki sekitar 22
spesies hiu yang termasuk ke dalam daftar ikan komersial. Hiu yang menjadi target
tangkapan adalah hiu beton (Carcharhinus leucas atau Carcharhinus
albimarginatus), hiu duamin atau hiu nawan (Galeocerdo cuvier) dan hiu pesawat
(Alopias pelagicus).
2.2. Sumberdaya Non-Hayati
Sumberdaya non hayati meliputi pasir, air laut, dan mineral dasar laut. Jenis
sumberdaya non hayati wilayah pesisir yang terdapat di Aceh berupa pasir besi yang
terdapat di Kabupaten Aceh Besar. Total luas lahan penambangan pasir besi 4.000 ha
(Sumber Dinas ESDM Aceh, 2015).
Sektor energi yang merupakan sumber energi alternatif yang belum banyak
dimanfaatkan adalah energi gelombang laut, pasang surut/arus, migas dan energi
panas. Blok migas di Aceh terdapat di wilayah Kabupaten Aceh Besar, Aceh Barat,
Nagan Raya dan Aceh Selatan. Sedangkan sumberdaya mineral yang potensial di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Aceh adalah bijih besi, dengan potensi
pertambangan terbesar di wilayah Kabupaten Aceh Besar. Berdasarkan data,
kawasan pertambangan di Aceh tahun 2016 terdapat Izin Usaha Pertambangan (IUP)
Kabupaten Aceh Besar seluas 64,9 Km2, Kabupaten Aceh Barat seluas 7,7 Km2,
Kabupaten Nagan Raya seluas 84 Km2 dan Kabupaten Aceh Selatan seluas 16,1
Km2.
2.3. Sumberdaya Buatan dan Jasa kelautan
Sumberdaya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan
dan perikanan, jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar tempat
instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi
gelombang laut yang terdapat di wilayah pesisir.
Pelabuhan Perikanan
Aceh memiliki beberapa tipe pelabuhan yaitu: Pelabuhan Perikanan Samudera
(PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dan
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Fasilitas Pelabuhan Perikanan Samudera di Aceh
terdapat 1 (satu) unit yaitu PPS Kutaradja. Kegiatan penangkapan ikan di wilayah
14
Lampulo menggunakan kapal berukuran besar. Terdapat pula 1 (satu) unit Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) yaitu PPN Idi Aceh Timur dan 1 (satu) unit Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) yaitu di Labuhanhaji Aceh Selatan, ditambah 31 unit titik
pelabuhan perikanan lainnya yang didorong untuk ditetapkan kelasnya (berdasarkan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6/KEP-MEN KP/2018 tentang
Rencana Induk Pelabuhan Nasional) Titik-titik lokasi pelabuhan perikanan ini
tersebar di wilayah pesisir Aceh.
Pelabuhan umum merupakan pelabuhan penumpang dan pelabuhan kargo laut
yang menjadi akses masuk dan keluar di wilayah Aceh. Pelabuhan umum terdapat di
Kota Banda Aceh, Kota Sabang, Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Simeulue.
Pelabuhan kelas II terdapat di Kota Lhokseumawe. Pelabuhan kelas III terdapat
di Kota Sabang. Pelabuhan kelas IV terdapat di Kota Langsa. Pelabuhan kelas V
terdapat di Kabupaten Aceh Barat, Aceh Timur, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, Aceh
Selatan, Aceh Singkil dan Simeulue. Fungsi pelabuhan kelas II adalah pengumpul,
pelabuhan kelas III adalah pengumpul, pelabuhan kelas IV adalah pengumpul,
pelabuhan kelas V adalah pengumpul, pengumpan regional dan pengumpan lokal.
Terdapat 1 (satu) pelabuhan utama yaitu pelabuhan Sabang yang di kelola oleh
BPKS. Pelabuhan kelas II yaitu Krueng Geukueh Aceh Utara dikelola oleh PT.
Pelindo I, kelas III yaitu Malahayati oleh PT. Pelindo I, kelas IV yaitu Kuala Langsa
oleh PT. Pelindo I, dan kelas V yaitu Meulaboh di kelola oleh PT. Pelindo I, Idi oleh
UPP Idi, Calang oleh UPP Calang, Susoh oleh UPP Susoh, Tapaktuan oleh UPP
Tapaktuan, Aceh Singkil oleh UPP Aceh Singkil, dan Sinabang oleh UPP Simeulue.
Sarana dan Prasarana Lainnya
Sarana dan prasarana lain yang menunjang pembangunan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil merupakan sumberdaya buatan yang mempunyai peranan yang
sangat penting dalam meningkatkan pengelolaan sumberdaya hayati dan non hayati
dan akses dari sentra-sentra produksi ke pusat pemasaran. Beberapa sumberdaya
buatan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi ruang dingin (cold storage):
2 unit, Pabrik Es: 24 unit, galangan kapal: 6 unit, bengkel nelayan: 18 unit,
SPDN/SPBN: 20 unit, unit usaha pemasaran perikanan: 18 unit, Pasar ikan: 25 unit,
kedai pesisir: 250 unit, sarana air bersih: 25 unit, Jetty: 25 unit, TPI/PPI: 85 unit dan
KKPD sebanyak 8 Kawasan.
15
Sektor pariwisata bahari merupakan penyumbang urutan ke-4 (empat) di Aceh.
Aset penting pariwisata bahari berada di Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten
Aceh Barat, kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh
Jaya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil, Kabupaten Aceh Tamiang,
Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bireuen, Kota
Lhokseumawe, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya,
Kabupaten Simeulue. Dalam skema pengembangan Destinasi Pariwisata Nasional,
Aceh masuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Pulau Weh dan
Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) yakni Banda Aceh.
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Aceh yang potensial dikembangkan
sebagai kawasan wisata bahari yaitu di Kabupaten Aceh Barat Daya 5 lokasi,
Kabupaten Aceh Besar 7 lokasi, Kabupaten Aceh Jaya 1 lokasi, Kabupaten Aceh
Selatan 12 lokasi, Kabupaten Aceh Singkil 10 lokasi Kabupaten Aceh Tamiang 3
lokasi Kabupaten Aceh Timur 7 lokasi Kabupaten Aceh Utara 6 lokasi, Kabupaten
Bireuen 6 lokasi, Kota Banda Aceh 4 lokasi, Kota Lhokseumawe 5 lokasi Kota
Sabang 12 lokasi Kabupaten Nagan Raya 4 lokasi Kabupaten Pidie 9 lokasi
Kabupaten Pidie Jaya 7 lokasi dan Kabupaten Simeulue 11 lokasi.
2.4 Deskripsi Kegiatan Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
2.4.1 Kawasan Konservasi
Pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Aceh cukup besar, yang
dilakukan oleh penduduk yang mayoritas tinggal di wilayah pesisir. Berbagai
aktitivitas dilakukan oleh masyarakat baik untuk permukiman, perikanan budidaya,
perikanan tangkap maupun akvitas lainnya.
Kawasan konservasi perairan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Aceh
tersebar di beberapa lokasi seperti Kawasan Hutan Taman Wisata Alam dan Taman
Wisata Alam Laut Kepulauan Banyak (178.317,86 ha) yang terletak di Kabupaten
Aceh Singkil, Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Pulau Weh (5.280,20 ha) di
Kota Sabang, Kawasan Konservasi Perairan Pesisir Timur Pulau Weh (3.207,98 ha).
Terdapat alokasi kawasan konservasi perairan sebesar (211.128 Ha) yang telah
dialokasikan dalam Tata Ruang Aceh tahun 2013. Terdapat usulan KKPD yang
16
diinisiasi oleh kabupaten diantaranya adalah Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat
Daya, Aceh Selatan, Simeulue dan Aceh Tamiang.
2.4.2 Kawasan Industri Perikanan dan Kelautan Aceh
Kawasan industri perikanan terpadu di Aceh adalah Pelabuhan Perikanan
Samudera di wilayah Kota Banda Aceh, Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu
(SKPT) Kota Sabang, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Idi, Pelabuhan
Perikanan Pantai (PPP) Labuhanhaji di Kabupaten Aceh Selatan.
Kegiatan budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung di Kabupaten
Aceh Utara, Kabupaten Simeulue, Kabupaten Aceh Singkil, Kota Sabang dan Kota
Lhokseumawe. Budidaya udang dengan sistem tambak tersebar di Kabupaten Aceh
Timur, Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Aceh Utara, Bireuen, Aceh Barat Daya, Aceh
Jaya, Aceh Tamiang, Kota Lhokseumawe dan Kota Langsa. Budidaya ikan kakap
dengan sistem tambak tersebar di Kabupaten Aceh Utara, Bireuen, Aceh Tamiang,
Kota Lhokseumawe dan Kota Langsa. Budidaya ikan kerapu dengan sistem tambak
tersebar di Kabupaten Aceh Timur, Pidie, Aceh Utara, Bireuen, Aceh Tamiang, Kota
Banda Aceh, Kota Lhokseumawe dan Kota Langsa. Sementara budidaya ikan
bandeng dengan sistem tambak ada di Kabupaten Aceh Timur, Aceh Besar, Pidie,
Aceh Utara, Bireuen, Aceh Jaya, Aceh Tamiang, Bener Meriah, Kota Lhokseumawe
dan Kota Langsa.
Potensi budidaya ikan kerapu 830 ton/tahun, udang windu 8.320,313 ton/tahun,
udang vaname 11.679,12 ton/tahun, ikan bandeng 29.897,96 ton/tahun, dan ikan
kakap 287,1 ton/tahun.
Wilayah yang dimanfaatkan untuk perikanan tangkap meliputi seluruh perairan
kabupaten/kota yang tidak digunakan untuk pemanfaatan lainnya. Nelayan
dibeberapa sentra perikanan tangkap melakukan penangkapan ikan hingga melewati
batas 12 mil laut.
Pengembangan garam rakyat di Aceh cukup luas dimana terdapat seluas
116,86 ha lahan tambak garam dengan 1.398 orang petani. Lahan ini tersebar di 8
kabupaten dengan luasan masing-masing yaitu 6 kecamatan di Kabupaten Pidie
seluas 15,13 ha, 3 kecamatan di Kabupaten Pidie Jaya seluas 31,35 ha, 3 kecamatan
17
di Kabupaten Bireuen seluas 15,68 ha, 4 kecamatan di Kabupaten Aceh Utara seluas
16,89 ha, 2 kecamatan di Kabupaten Aceh Timur seluas 18,98 ha, 3 kecamatan di
Kabupaten Aceh Besar seluas 18,83 ha, 2 kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya
dan 3 kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan.
2.4.3 Pariwisata
Kegiatan pariwisata bahari yang merupakan andalan wilayah ini telah
dikunjungi oleh wisatawan baik lokal, nasional maupun international. Wisata alam
olah raga air, bawah air, pantai/pesisir dan pulau-pulau kecil di wilayah pesisir dan
laut Aceh meliputi:
Kabupaten Aceh Singkil: Wisata pantai
Kabupaten Aceh Selatan: Wisata pantai, olah raga air dan bawah air.
Kabupaten Nagan Raya: Wisata pantai.
Kabupaten Aceh Barat Daya: Wisata pantai.
Kabupaten Aceh Jaya: Wisata pantai.
Kabupaten Aceh Besar: Wisata pantai, olah raga air dan bawah air.
Kota Sabang: Wisata pantai, olah raga air dan bawah air
Kota Banda Aceh: Wisata pantai dan olah raga air.
Kabupaten Pidie: Wisata pantai.
Kabupaten Pidie Jaya: Wisata pantai.
Kabupaten Bireuen: Wisata pantai;
Kabupaten Aceh Utara: Wisata pantai.
Kota Lhokseumawe: Wisata pantai.
Kabupaten Aceh Timur: Wisata pantai.
Kabupaten Aceh Tamiang: Wisata pantai.
Kabupaten Simeulue: Wisata pantai, olah raga air dan bawah air.
2.4.4 Pelabuhan
Kegiatan kepelabuhanan yang berkembang di Aceh antara lain: Pelabuhan
Ulee Lheue di Banda Aceh, Pelabuhan Labuhanhaji di Aceh Selatan dan Pelabuhan
Sinabang di Kabupaten Simeulue.
Pelabuhan penyeberangan yang terdapat di Aceh yaitu : Pelabuhan Balohan di
Kota Sabang yang kelola oleh UPTD Dishub Kota Sabang, Pelabuhan Ulee Lheue di
18
Kota Banda Aceh yang dikelola oleh UPTD Dishub setempat, Pelabuhan Lamteng di
Kabupaten Aceh Besar dikelola oleh UPTD Dishub Kabupaten Aceh Besar,
Pelabuhan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat oleh UPTD Dishub setempat,
Pelabuhan Labuhanhaji di Kabupaten Aceh Selatan oleh UPTD Dishub setempat,
Pelabuhan Aceh Singkil dan Pulau Banyak di Aceh Singkil oleh UPTD Dishub Aceh
Singkil, serta Pelabuhan Sinabang di Kabupaten Simeulue oleh UPTD Dishub
Simeulue.
2.4.5 Pipa dan Kabel Bawah Laut
Kabel bawah tanah eksisting yang saat ini terpasang di wilayah Propinsi Aceh
terbagi menjadi dua lintasan, yaitu lintas timur dan lintas barat dengan total panjang
sejauh 1.600 km. Sementara kabel bawah laut eksisting terdiri dari dua rute yaitu rute
Banda Aceh hingga Sabang sepanjang 142 km dan rute Sinabang hingga Bakongan
sepanjang 148 km. Pada tahun 2018 direncanakan akan di bangun kabel bawah laut
dengan rute Banda Aceh hingga Propinsi Sumatera Utara melalui pantai timur Aceh
(PT. Telekomunikasi Indonesia, Kantor WITEL Aceh, 2017).
19
BAB III
ISU-ISU STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Aceh sangat beragam dan
bernilai ekonomis. Untuk itu diperlukan upaya pemanfaatan dengan memperhatikan
keseimbangan ekonomi dan ekologi untuk keberlanjutan usaha tersebut. Kegiatan
utama yang dapat menimbulkan degradasi ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil antara lain:
a. konversi hutan mangrove untuk tambak di pesisir timur aceh yang meliputi
kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen, Pidie, Pidie Jaya,
dan Aceh Besar. Konversi mangrove pada pesisir barat terjadi di kabupaten Aceh
Besar, Aceh Jaya dan Aceh Singkil.
b. pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau kecil yang berlebihan dan penggunaan
metode pemanfaatan yang merusak di wilayah kepulauan.
c. aktivitas pertambangan, perkebunan dan aktivitas lain di lahan daratan yang
mengabaikan prinsip-prinsip pengendalian erosi sehingga menimbulkan
sedimentasi dan kekeruhan air sungai, estuaria dan perairan pantai.
Akibat yang ditimbulkan dari degradasi ekosistem di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil di Aceh adalah:
a. penurunan luasan dan kualitas ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu
karang. seiring penurunan luasan mangrove, terdapat peningkatan luas tambak
sebesar 3.000 hektar sejak tahun 2012
b. perubahan geomorfologi pesisir karena pengaruh abrasi dan sedimentasi
c. kerusakan habitat yang menyebabkan menurunnya daya dukung lingkungan,
berkurangnya keanekaragaman hayati dan menurunnya hasil tangkapan nelayan di
wilayah pesisir
d. menguatnya isu penegakan hukum yang kuat untuk melindungi sumberdaya dan
pemanfaatan berkelanjutan
3.1 Degradasi Sumberdaya Alam dan Kehilangan Hasil yang Masih Tinggi.
Beberapa permasalahan utama terjadinya degradasi sumberdaya alam dan
kehilangan hasil yang masih tinggi antara lain:
a. sedimentasi muara dan abrasi pantai yang terus meningkat
20
b. kerusakan kawasan lamun, mangrove dan terumbu karang serta alih fungsi lahan
di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
c. masih tingginya perikanan yang ilegal, tidak tercatat dan belum diatur termasuk
penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem
d. ekstraksi berlebihan dan metode pengambilan sda di alam cenderung merusak
3.2 Penegakan Hukum dan Struktur Kewenangan Pengelolaan Masih Lemah.
Beberapa permasalahan menyangkut hal tersebut antara lain:
a. pengawasan dan penegakan hukum masih lemah
b. pengakuan terhadap hukum adat dalam mekanisme penegakan hukum belum kuat.
c. instrumen pengawasan dan penegakan hukum belum memadai
d. pembagian urusan penegakan hukum lintas kewenangan belum tegas diatur
e. akurasi data dan akses informasi perizinan lintas instansi belum terintegrasi
3.3 Pengakuan Formal Wilayah Kelola dan Partisipasi Masyarakat Masih
Lemah.
Beberapa permasalahan menyangkut hal tersebut antara lain:
a. belum semua kawasan konservasi perairan berbasis masyarakat ditetapkan
b. batas wilayah kelola adat panglima laot lhok belum dikukuhkan
c. belum semua kawasan konservasi perairan berbasis masyarakat memiliki rencana
pengelolaan
d. belum semua kawasan konservasi perairan berbasis masyarakat memiliki lembaga
pengelola
e. mekanisme partisipasi dan pengaduan masyarakat dalam pengelolaan WP-3-K
belum terbangun
3.4 Integrasi dan Harmonisasi Ruang Belum Terbangun
Beberapa permasalahan menyangkut hal tersebut antara lain:
a. koordinasi pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang lintas stakeholders
lemah
b. indikasi tumpang-tindih pemanfaatan ruang dan intensitas konflik pemanfaatan
semakin tinggi
21
c. keterpaduan dalam aksi pembangunan masih sulit dicapai sehigga hasilnya
berdampak kecil
d. konsep ruang atau kluster unggulan belum menjadi basis pembangunan kelautan
dan perikanan
e. penataan ruang (zonasi) dan rencana kelola terpadu kawasan belum tersusun
3.5 Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya yang Belum
Optimal.
Beberapa permasalahan menyangkut hal tersebut antara lain:
a. tingkat pemanfaatan kawasan budidaya dan diversifikasi usaha masih rendah
b. eksploitasi kawasan penangkapan dan pemanfaatan potensi lestari belum optimum
c. pelabuhan perikanan dan fasilitas pendukung belum memadai
3.6 Pemanfaatan Potensi Sumberdaya yang Masih Rendah.
Beberapa permasalahan menyangkut hal tersebut antara lain:
a. potensi lestari sumberdaya belum diketahui secara akurat
b. rencana zonasi dan alokasi ruang untuk pemanfaatan ruang belum ditetapkan
c. potensi sosial-budaya dan karakter maritim spesifik belum dikembangkan
d. potensi kawasan lindung, konservasi dan jasa lingkungan belum dikembangkan
e. potensi hidrokarbon, mineral dan batubara di wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau
kecil yang diekplorasi masih sedikit
f. potensi energi baru terbarukan serta potensi kemaritiman belum teridentifikasi
3.7 Pariwisata, Jasa dan Industri Maritim Belum Menjadi Sektor Unggulan.
Beberapa permasalahan menyangkut hal tersebut antara lain:
a. peta dan data akurat tentang kawasan pengembangan pariwisata potensial belum
tersedia
b. jasa perdagangan dan jasa kemaritiman lainnya belum berkembang
c. pemanfaatan potensi jasa lingkungan dan konservasi belum dikembangkan
d. industri dan jasa pariwisata masih sangat terbatas
e. industri pendukung untuk pengembangan perikanan tangkap masih konvensional
dan belum mampu menyuplai kebutuhan saat ini
f. industri pendukung kegiatan budidaya perikanan belum berkembang
g. jasa dan armada perhubungan belum mencukupi
22
3.8 Realisasi Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan Masih Rendah
Beberapa permasalahan menyangkut hal tersebut antara lain:
a. regulasi dan sistem kemitraan dan fasilitasi investasi belum terbangun
b. ketersedian infrastruktur dasar dan penunjang untuk pengembangan investasi
belum cukup
c. data dan informasi yang akurat untuk kelayakan investasi masih belum
terintegrasi dalam sistem perizinan
d. rencana zonasi dan alokasi ruang untuk investasi pemanfaatan ruang belum
ditetapkan
e. kesiapan sosiokultural dan keahlian penunjang investasi belum terpetakan
f. rencana induk investasi sektor kelautan dan perikanan belum tersusun
g. perspektif dan pemahaman pemangku kepentingan terhadap pengelolaan
kawasan belum terpadu
3.9 Upaya Pengurangan Resiko Bencana dan Perlindungan Aset Masih Minim
Beberapa permasalahan menyangkut hal tersebut antara lain:
a. sistem perlindungan dan keselamatan kegiatan maritim belum terbangun
b. tata ruang kawasan dan permukiman nelayan masih belum terstruktur dan
terpola
c. kawasan plasma nutfah dan protokol perlindungan keragaman hayati serta
habitat asli belum terbangun
d. identifikasi bencana dan kharakteristiknya di wilayah laut, pesisir dan pulau-
pulau kecil belum seluruhnya dipetakan
e. skenario adaptasi dan mitigasi bencana dan perubahan iklim belum tersusun
f. unit perlindungan dan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
beserta standar pelayan minimalnya belum terbentuk
23
BAB IV
TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENGELOLAAN WILAYAH
PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
4.1 Tujuan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Sumberdaya alam semakin lama semakin berkurang sementara jumlah
kebutuhan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terus bertambah
memerlukan pengelolaan untuk memastikan adanya pengelolaan yang memberikan
manfaat secara berkelanjutan. Manfaat berkelanjutan dapat tercapai jika pemanfaatan
tidak melebihi kapasitas daya dukung dari sumberdaya. Beberapa potensi
sumberdaya alam pesisir dan pulau-pulau kecil di Aceh belum termanfaatkan secara
optimal. Salah satu tantangan dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah
membangun kesejahteraan dari sumberdaya alam yang semakin menipis dengan
jumlah manusia yang terus bertambah. Kontrol atas sumberdaya wilayah pesisir dan
pulau pulau kecil melalui pengelolaan berkelanjutan perlu didasarkan pada resources
based dengan mendorong penerapan harvest control rules (batasan aturan
pemanfaatan).
Rumusan Visi-Misi dan Kebijakan serta Strategi Pembangunan untuk
menjawab berbagai isu sesuai konteks dokumen rujukan adalah dasar untuk
perumusan visi misi pengelolaan dan pembangunan wilayah pesisir dan pulau pulau
kecil Aceh 20 tahun kedepan. Demikian halnya dengan upaya membangun relasi
programatik dan harmonisasi ruang sebagai referensi kontekstual untuk perumusan
kebijakan strategis pengelolaan dan pembangungan wilayah pesisir dan pulau pulau
kecil Aceh. Visi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan
pernyataan harapan tentang masa depan sumberdaya wilayah pesisir dan pulau pulau
kecil Aceh. Mengacu pada Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Aceh, visi pengelolaan wilayah pesisir adalah:
“TERWUJUDNYA KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI
SEBAGAI BASIS KEMANDIRIAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR
DAN PULAU-PULAU KECIL UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN
ACEH YANG BERKELANJUTAN, BERKEADILAN DAN
BERMARTABAT”
24
Beberapa kata kunci yang terdapat dalam visi pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil dalam pembangunan sebagaimana dimaksud di atas terdiri dari,
Berkeadilan, Sejahtera, Berkelanjutan, Bermartabat, Mandiri, Berwawasan
Lingkungan, Keterbukaan, Akuntabilitas, Kearifan Lokal, Keterpaduan,
Kemitraan dan Partisipatif yang mengandung makna sebagai berikut:
Berkeadilan adalah terwujudnya pembangunan yang adil dan merata yang
dilakukan secara partisipatif, proporsional dan berkelanjutan berdasarkan prinsip
kebutuhan dan azas manfaat bagi masyarakat Aceh.
Sejahtera adalah sebuah kondisi yang diharapkan setiap masyarakat mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya dalam aspek ekonomi, sosial dan spiritual.
Masyarakat Aceh yang sejahtera merupakan masyarakat yang makmur,
berpenghasilan yang cukup, memiliki pendidikan, lapangan usaha dan lapangan kerja
yang layak, terbebas dari kemiskinan, memiliki rasa kepedulian yang tinggi,
memiliki kualitas kesehatan dan didukung oleh kondisi lingkungan dan perumahan
yang baik. Selain memiliki berbagai indikator ekonomi, sosial dan spritual yang lebih
baik, masyarakat yang sejahtera juga harus memiliki sistem dan kelembagaan politik,
termasuk kepastian hukum. Lembaga politik dan kemasyarakatan berfungsi sesuai
konstitusi yang ditetapkan oleh rakyatnya. Masyarakat yang sejahtera juga ditandai
dengan adanya peran serta secara nyata dan efektif dalam segala aspek kehidupan,
baik ekonomi, sosial, politik, maupun pertahanan dan keamanan. Kesejahteraan
masyarakat tidak hanya dicerminkan oleh perkembangan ekonomi semata, tetapi
mencakup aspek yang lebih luas.
Berkelanjutan: dimaksudkan bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan
memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi, untuk menjamin keutuhan
lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan.
Bermartabat kondisi masyarakat Aceh yang dicirikan dengan ketahanan dan
daya juang yang tinggi, cerdas, taat aturan, kooperatif dan inovatif yang menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia berlandaskan penerapan syariat Islam yang
kaffah. Perwujudannya antara lain melalui penuntasan peraturan-peraturan hasil
turunan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) dan peraturan perundangan
lainnya, pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih, bebas dari
praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta penegakan supremasi hukum dan
25
HAM, mengangkat kembali budaya Aceh yang islami dan pelaksanaan nilai-nilai
Dinul Islam dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.
Mandiri adalah Aceh mampu memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang
melimpah dan keunggulan geostrategis melalui penguatan kapasitas sumberdaya
manusia, efisiensi dan efektifitas anggaran, serta penguasaan teknologi informasi,
sehingga bermanfaat sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat Aceh.
Berwawasan Lingkungan adalah bahwa dokumen RZWP-3-K
memperhatikan keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan.
Keterbukaan adalah dilakukan secara terbuka dan transparan.
Akuntabilitas adalah pelaksanaan RZWP-3-K yang dilakukan secara
bertanggung jawab.
Kearifan Lokal adalah dalam pelaksanaan RZWP-3-K harus memperlihatkan
nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.
Keterpaduan adalah adalah pelaksanaan RZWP-3-K memiliki keharmonisan
dan saling menunjang dengan memperhatikan kepentingan nasional, sektor lain, dan
masyarakat setempat.
Kemitraan adalah pelaksanaan RZWP-3-K dilakukan berdasarkan
kesepakatan kerjasama antar pemangku kepentingan yang berkaitan dengan wilayah
perencanaan.
Partisipatif adalah pelaksanaan RZWP-3-K melibatkan masyarakat dalam
proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.
Kandungan makna dalam visi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil di Aceh adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan
berkelanjutan dari sumberdaya alam yang berlimpah dan dijaga keberadaanya.
Kemanfaatan yang besar dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sejahtera,
aman, nyaman dan tentram bagi masyarakat secara langsung maupun pemerintah
secara tidak langsung. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil Aceh harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sebagaimana diamanatkan konstitusi bahwa “bumi dan air beserta segala kekayaan
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara untuk dimanfaatkan bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”.
26
Misi:
Untuk mewujudkan visi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
sebagaimana dimaksud, maka ditetapkan beberapa misi atau agenda utama yang
harus dicapai yaitu:
Meningkatkan kualitas ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Meningkatkan pemanfaatan potensi dan nilai tambah sumberdaya pesisir dan
pulau-pulau kecil serta jasa lingkungan secara optimal dan berkelanjutan
Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang handal dan berdaya sain
Memperkuat sistem tata kelola sumberdaya wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil
Mempercepat pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil yang berwawasan lingkungan
Mewujudkan penegakan peraturan dan penerapan kebijakan secara konsisten
dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Membangun tatakelola sumberdaya alam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
yang berkelanjutan dan berkeadilan
Tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Aceh berorientasi
pada visi, misi dan isu strategis pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Adapun tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Aceh adalah:
A. Isu Degradasi Sumberdaya dan Kehilangan Hasil yang Masih Tinggi
melindungi kestabilan ekosistem pesisir
menyadarkan masyarakat untuk pemanfaatan sumberdaya alam secara
berkelanjutan khususnya di WP-3-K
meningkatkan hasil dan keberlanjutan usaha budidaya
melindungi ekosistem pesisir dan keanekaragaman hayati
meningkatkan kepatuhan hukum dan mencegah kehilangan hasil tangkapan
mengendalikan eksploitasi untuk keberlanjutan sumberdaya
B. Isu Tingkat Kemiskinan dan Kualitas Sumberdaya Manusia yang Rendah di
Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
meningkatkan pendapatan bersih masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil
meningkatkan keahlian dasar untuk mengelola usaha di pesisir dan pulau-
pulau kecil
27
meningkatkan kualitas infrastruktur dasar dan penyehatan lingkungan
permukiman
meningkatkan akses layanan dasar masyarakat
meningkatkan upaya pemberdayaan masyarakat
C. Isu Penegakan Hukum dan Struktur Kewenangan Pengelolaan Masih Lemah
meningkatkan upaya penegakan hukum
merumuskan payung hukum penegakan hukum berbasis hukum adat
memperkuat instrumen pengawasan dan penegakan hukum
mempertegas batasan kewenangan penegakan hukum
meningkatkan akurasi dan ketepatan data perijinan terpadu lintas instansi, dan
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap produk hukum yang berlaku
D. Isu Pengakuan Formal Wilayah Kelola dan Partisipasi Masyarakat Masih
Lemah.
mewujudkan kepastian hukum wilayah kelola panglima laot lhok
mewujudkan tata batas kawasan kelola dan wilayah kewenangan panglima
laot lhok
mewujudkan pengelolaan kawasan kelola panglima laot lhok
membangun kelembagaan adat pengelola kawasan kelola panglima laot lhok
membangun mekanisme dan unit pengaduan masyarakat dalam pengelolaan
WP-3-K
E. Isu Integrasi dan Harmonisasi Ruang Belum Terbangun
membangun koordinasi pemanfaatan ruang lintas sektor
mengantisipasi konflik dan tumpang tindih pemanfaatan ruang
harmonisasi ruang di WP-3-K, perbatasan dan kawasan tertentu
melaksanakan pembangunan terintegrasi berbasis ruang/klaster yang
berkelanjutan
melaksanakan rencana pemanfaatan dan pengendalian ruang yang terintegrasi
untuk pengelolaan WP-3-K berkelanjuta
F. Isu Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya yang Belum
Optimal.
melakukan optimalisasi lahan dan pengembangan klaster unggulan budidaya
28
meningkatkan produktivitas hasil tangkapan
melakukan pendugaan dan perencanaan pemanfaatan potensi lestari
membangun sistem penyediaan teknologi dan sarana pendukung yang mudah
diakses nelayan
membangun akses dan kemitraan dalam penanganan hasil dan kepastian pasar
melaksanakan pembangunan dan penyempurnaan fasilitas pelabuhan
perikanan yang memadai
membangun kemandirian ekonomi dan sistem kemitraan pengelolaan WP-3-
K
G. Isu Pemanfaatan Potensi Sumberdaya yang Masih Rendah
melakukan identifikasi dan pemetaan potensi lestari sumberdaya alam di WP-
3-K
melakukan identifikasi dan pemetaan potensi sosial budaya maritim Aceh
yang pernah berjaya secara historis
menyusun rencana pengelolaaan kawasan lindung berbasis konservasi dan
jasa lingkungan
melakukan pemetaan potensi energi maritim dan potensi lainnya yang belum
dikembangkan
H. Isu Pariwisata, Jasa dan Industri Maritim Belum Menjadi Sektor Unggulan
melakukan identifikasi dan pemetaan potensi pariwisata di WP-3-K
mengembangkan kawasan lindung dan konservasi perairan dengan
pemanfaatan jasa lingkungan
membangun kerangka terpadu pengembangan pariwisata di WP-3-K sebagai
keunggulan ekonomi non ekstraktif
membangun dan memperkuat jasa dan armada perhubungan untuk
mendukung transportasi logistik dan hasil perikanan dan kelautan
I. Isu Realisasi Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan Masih Rendah
membangun kerangka regulasi dan sistem kemitraan untuk fasilitasi investasi
sektor maritim
meningkatkan kualitas infrastruktur dasar pendukung investasi
membangun sistem informasi yang akurat dan terintegrasi dalam proses
perijinan terpadu
29
membangun kepastian hukum untuk menjamin keamanan dan keberlanjutan
investasi
membangun sistem registrasi dan sertifikasi keahlian untuk mendukung
investasi dan penyadaran masyarakat akan pentingnya investasi dalam
percepatan pembangunan
menyusun rencana induk pengembangan investasi sektor maritim
membangun keterpaduan lintas sektor dalam pengelolaan WP-3-K secara
berkelanjutan
J. Isu Upaya Pengurangan Resiko Bencana dan Perlindungan Aset Masih Minim membangun sistem perlindungan dan keselamatan kegiatan maritim di Aceh
melaksanakan penataan kawasan permukiman yang berbasiskan pada
pengurangan resiko bencana dan lingkungan sehat
membangun protokol perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman
hayati beserta habitat asli
melakukan identifikasi dan pemetaaan ancaman dan resiko bencana di WP-3-
K
menyusun kerangka kebijakan dan regulasi sebagai basis strategi
pengurangan resiko bencana di WP-3-K
membentuk unit mitigasi bencana dan menyusun standar pelayanan minimal
kebencanaan di WP-3-K
melakukan upaya penyadaran masyarakat tentang aturan keselamatan dan
bencana di WP-3-K
4.2 Strategi dan Arah Kebijakan
4.2.1 Isu Degradasi Sumberdaya dan Kehilangan Hasil yang Masih Tinggi
A. Arah Kebijakan :
pengendalian pemanfaatan ruang
peningkatan tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang
pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan
pengembangan teknologi budidaya ramah lingkungan
pengendalian pemanfaatan kawasan dan perlindungan plasma nutfah di
ekosistem pesisir
pengembangan sistem registrasi dan perizinan serta pelaporan terpadu
30
pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan dengan pemanfaatan tidak
melebihi daya dukung lingkungan
meningkatkan kesadaran masyarakat dan mitra perikanan tangkap tentang
perikanan ilegal, tidak tercatat dan belum diatur
B. Strategi :
menyusun kerangka strategi dan aksi mitigasi dan adaptasi terhadap
kerusakan pantai dan muara
kampanye dan penyuluhan reguler tentang pentingnya menjaga sumberdaya
dan mengurangi kehilangan hasil
menerapkan sistem pasca panen yang baik pada perikanan tangkap dan
budidaya
mengembangkan teknologi budidaya sesuai dengan karakter kawasan
mengendalikan konversi lahan hutan mangrove di WP-3-K
melakukan rehabilitasi ekosistem pesisir yang terdegradasi
mencegah kerusakan ekosistem pesisir
meningkatkan kesadaran masyarakat dan mitra perikanan tangkap tentang
perikanan ilegal, tidak tercatat, dan belum diatur
membatasi ijin dan kuota ekstraksi sumberdaya alam di WP-3-K
menetapkan jenis peralatan dan teknik ekstraksi yang boleh dilakukan di
Aceh
4.2.2 Isu Tingkat Kemiskinan dan Kualitas Sumberdaya Manusia yang Rendah di Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
A. Arah Kebijakan
pengembangan komoditas unggulan dan perbaikan teknologi produksi
perbaikan kualitas sumberdaya manusia melalui peningkatan keahlian dasar
dan intervensi teknologi produksi
peningkatan kualitas infrastruktur dasar permukiman dan penyehatan
lingkungan permukiman
pembangunan terpadu untuk kawasan terpencil dan perbatasan
penguatan pemberdayaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil
B. Strategi
mengembangkan komoditas unggulan yang ekonomis
31
melakukan perbaikan keahlian dasar usaha sesuai dengan potensi unggulan
melakukan intervensi teknologi tepat guna pendukung usaha
mengembangkan sistem perbaikan infrastruktur dasar berbasis masyarakat
meningkatkan akses terhadap layanan masyarakat terpencil dan perbatasan
membangun sistem layanan terpadu dilokasi yang dapat diakses masyarakat
melakukan penguatan pemberdayaan masyarakat
dukungan dan fasilitasi proses produksi yang efisien dan ekonomis
4.2.3 Isu Penegakan Hukum dan Struktur Kewenangan Pengelolaan Masih Lemah
A. Arah Kebijakan
penegakan hukum yang konsisten dan terukur
pembentukan payung hukum formal untuk penegakan hukum berbasis adat
penguatan sarana dan prasarana penegakan hukum
pengembangan sistem penegakan hukum terpadu untuk pengelolaan WP-3-K
penyediaan data yang akurat dan terintegrasi dalam sistem perizinan
pengelolaan WP-3-K
penguatan kesadaran masyarakat terhadap aturan hukum pengelolaan WP-3-
K
B. Strategi
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat untuk pencegahan
melakukan penegakan hukum secara konsisten dan terukur
mengembangkan sistem dan perangkat penegakan hukum berbasis adat
memperkuat struktur dan fungsi kelembagaan adat untuk penegakan hukum
memperkuat instrumen penegakan hukum melalui kerangka regulasi
memperkuat infrastruktur dan kelembagaan penegakan hukum
melakukan harmonisasi dan sinkronisasi penegakan hukum
merumuskan mekanisme koordinasi dan protokol penegakan hukum terpadu
mengembangkan sistem informasi perijinan terintegrasi
4.2.4 Isu Pengakuan Formal Wilayah Kelola dan Partisipasi Masyarakat Masih Lemah.
A. Arah Kebijakan
32
pengukuhan dan penetapan wilayah kelola panglima laot di WP-3-K
identifikasi tata batas dan kewenangan pengelolaan kawasan panglima laot
lhok
fasilitasi dan pendampingan dalam penyusunan rencana pengelolaan kawasan
fasilitasi dan pendampingan dalam pembentukan kelembagaan pengelola
kawasan
pembangunan unit layanan pengaduan dan protokol mekanisme pengaduan
masyarakat WP-3-K
B. Strategi
melakukan fasilitasi dan pendampingan masyarakat untuk pengelolaan
kawasan
melakukan penataan batas wilayah kelola panglima laot lhok diseluruh Aceh
memfasilitasi lembaga panglima laot lhok untuk identifikasi kawasan
kelolanya
melakukan fasilitasi untuk penyusunan rencana pengelolaan wilayah kelola
panglima laot lhok diseluruh Aceh
memberikan asistensi teknis dalam proses penyusunan rencana pengelolaan
melakukan fasilitasi untuk penguatan kelembagaan pengelola kawasan
memberikan asistensi teknis dalam proses penguatan struktur dan fungsi
kelembagaan
merumuskan dokumen kebijakan dan payung hukum untuk mekanisme
pengaduan
membangun unit pengaduan dan sistem pendukung dalam tata kelola
pemerintahan
4.2.5 Isu Integrasi dan Harmonisasi Ruang Belum Terbangun
A. Arah Kebijakan
sistem perijinan pemanfaatan ruang laut sesuai RZWP-3-K dan aturan
perundang undangan
regulasi dan pengaturan pemanfaatan ruang laut di WP-3-K, perbatasan dan
kawasan tertentu
pengelolaan WP-3-K yang terintegrasi dan berkelanjutan
pengembangan kawasan cepat tumbuh terpadu WP-3-K
B. Strategi
33
melakukan inventarisasi pemanfaatan ruang laut untuk pencegahan dan
resolusi konflik ruang
menyusun rencana aksi pembangunan perikanan berbasis klaster/ruang
menyusun rencana pengelolaan dan program unggulan terpadu pengelolaan
WP-3-K
membangun kerangka strategi dan aksi pengelolaan kawasan terpadu cepat
tumbuh WP-3-K
4.2.6. Isu Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya yang Belum Optimal
A. Arah Kebijakan
pengembangan klaster unggulan terpadu budidaya perikanan
peningkatan produktivitas hasil perikanan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat
pengembangan perikanan tangkap sesuai potensi lestari kawasan
penyediaan teknologi dan sarana pendukung untuk nelayan
pengembangan industri pengolahan dan akses pasar produk perikanan
pengembangan pelabuhan perikanan yang representatif dan pemenuhan
layanan pendukung kepelabuhanan
pemberdayaan ekonomi nelayan
B. Strategi
menyusun rencana pengembangan klaster unggulan terpadu budidaya
perikanan
mengembangkan model dan sistem budidaya untuk kemandirian ekonomi
masyarakat
mengembangkan model intervensi teknologi untuk peningkatan produktivitas
menyesuaikan sistem budidaya dan komoditas unggulan yang sesuai dengan
daya dukung optimum kawasan
melaksanakan inventarisasi kawasan dan pendugaan potensi lestari untuk
pengembangan klaster perikanan tangkap
menyusun rencana pengelolaan perikanan
membangun sistem penyediaan teknologi pendukung perikanan
mengembangkan model pendataan dan pelaporan data perikanan
memfasilitasi akses teknologi dan keahlian bagi nelayan
34
membangun pelabuhan perikanan yang representatif
membangun kemitraan untuk pengelolaan perikanan
4.2.7 Isu Pemanfaatan Potensi Sumberdaya yang Masih Rendah
A. Arah Kebijakan
pengembangan pemanfaatan sumberdaya perikanan sesuai potensi lestari
yang terkendali untuk keberlanjutan pemanfaatan
penataan ruang dalam pemanfaatan kawasan yang terkoordinasi dan
berkelanjutan
pengembangan jasa lingkungan sebagai substitusi sumber ekonomi dari
kawasan lindung dan konservasi
pemanfaatan potensi optimum untuk kemandirian energi dan ekonomi
sebagai bentuk kesejahteraan
pengembangan energi baru terbarukan dan potensi maritim lainnya untuk
kemandirian ekonomi berbasis energi terbarukan
B. Strategi
menyusun skenario pemanfaatan secara lestari
membangun sistem pengendalian untuk keberlanjutan
melakukan valuasi sumberdaya perikanan
mengembangkan konsep pemanfaatan jasa lingkungan kawasan konservasi
melakukan analisis kelayakan pengembangan potensi
4.2.8 Isu Pariwisata, Jasa dan Industri Maritim Belum Menjadi Sektor Unggulan
A. Arah Kebijakan
pemetaan potensi untuk pengembangan pariwisata maritim
penguatan kebijakan untuk pengembangan jasa perdagangan dan jasa maritim
lainnya
pengembangan jasa lingkungan sebagai basis ekonomi unggulan dikawasan
lindung dan konservasi
pengembangan jasa dan industri pariwisata maritim
pengembangan mekanisme insentif untuk investasi bidang industri
pendukung perikanan tangkap
35
pengembangan mekanisme insentif untuk investasi bidang industri
pendukung perikanan budidaya
pengembangan sistem transportasi antar moda
B. Strategi
mengembangkan mekanisme insentif untuk kemudahan investasi pariwisata
mengembangkan model pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi
menyusun mekanisme pemanfaatan kawasan
melakukan asessment untuk pengembangan jasa dan industri pariwisata
prioritas
membangun sistem kemitraan yang adil antar pelaku industri pendukung
pariwisata
mengembangkan sistem dan mekanisme insentif kemudahan investasi untuk
industri perikanan tangkap dan budidaya
membangun kemitraan yang adil antar pelaku industri pendukung input
produksi
4.2.9 Isu Realisasi Investasi Sektor Kelautan dan Perikanan Masih Rendah
A. Arah Kebijakan
jaminan kepastian hukum dalam mekanisme kemitraan yang adil dan
konsisten
arahan prioritas pembangunan infrastruktur pendukung investasi
kebijakan perijinan satu pintu dan terintegrasi
kepastian hukum untuk keberlanjutan dan keamanan investasi
penguatan kompetensi keahlian dan penyadaran masyarakat untuk investasi
kebijakan umum dan arahan pengembangan investasi ditetapkan
B. Strategi
membangun sistem kemitraan untuk fasilitasi investasi
menyusun kerangka regulasi untuk kepastian hukum investasi
menentukan skala prioritas pembangunan infrastruktur dasar pendukung
investasi
mengembangkan infrastruktur pelengkap untuk mendukung investasi
tambahan
mengembangkan sistem informasi pelayanan investasi yang akurat
menerapkan sistem perizinan terintegrasi
36
menyusun dan menetapkan alokasi ruang untuk investasi
memberikan kepastian hukum dan jaminan keamanan investasi
mengembangkan sistem sertifikasi keahlian
mengembangkan kesadaran masyarakat untuk investasi
menetapkan kegiatan prioritas pengembangan investasi
menetapkan kawasan unggulan untuk investasi
membangun pemahaman pengelolaan kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil
terpadu
membangun koordinasi dan sinkronisasi program lintas sektor dan pemangku
kepentingan
4.2.10. Isu Upaya Pengurangan Resiko Bencana dan Perlindungan Aset Masih Minim
A. Arah Kebijakan
pembangunan sistem perlindungan dan keselamatan kegiatan maritim
penataan ruang kawasan permukiman berbasis pengurangan resiko
bencana dan nyaman
perlindungan kawasan plasma nutfah dan keragaman hayati tinggi
pendataan dan karakterisasi bencana dikawasan kelautan, pesisir dan
pulau-pulau kecil
penetapan skenario adaptasi dan mitigasi bencana dan perubahan iklim di
kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil
pembentukan unit reaksi cepat dan mitra masyarakat dalam pengurangan
resiko bencana
penyadaran masyarakat terhadap bencana dan penguatan partisipasi dalam
kegiatan pengurangan resiko bencana
B. Strategi
meningkatkan kesadaran masyarakat dan pelaku usaha maritim tentang
pengurangan resiko bencana dan perlindungan aset
membangun sistem perlindungan dan keselamatan dilaut
pengarusutamaan agenda pengurangan resiko bencana dalam penataan
kawasan permukiman
37
menentukan kawasan prioritas untuk konservasi
mengidentifikasi dan menentukan kawasan perlindungan barang muatan
kapal tenggelam
menyusun rencana perlindungan kawasan keanekaragaman hayati tinggi
melakukan identifikasi dan deliniasi batas tematik kebencanaan di WP-3-K
melakukan karakterisasi kebencanaan di WP-3-K
menyusun kerangaka mitigasi dan adaptasi bencana dan perubahan iklim
pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) dan perubahan iklim
dalam setiap kegiatan di WP-3-K
melakukan kegiatan sosialisasi dan kampanye sadar bencana
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengurangan resiko
bencana
38
BAB V
RENCANA ALOKASI RUANG
Pengertian alokasi ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi
konservasi, peruntukan ruang untuk fungsi pemanfaatan umum, peruntukan ruang
untuk fungsi strategis nasional tertentu dan peruntukan ruang untuk fungsi alur laut.
Sedangkan penentuan alokasi ruang didasarkan pada analisis kesesuaian perairan,
harmonisasi zona dan subzona dari beberapa dokumen RZWP-3-K Kabupaten/Kota,
dan paket sumberdaya. Alokasi ruang terbentuk dari distribusi peruntukan ruang
yang terdiri dari alokasi-alokasi ruang dengan fungsi-fungsi tertentu.
Alokasi ruang RZWP-3-K memuat:
a. pengalokasian ruang dalam Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan
Konservasi, Kawasan Strategis Nasional Tertentu, Alur Laut, Kawasan
Strategis Nasional dan Wilayah Kelola Panglima Laot
b. keterkaitan antara ekosistem darat dan ekosistem laut dalam suatu
bioekoregion
c. penetapan pemanfaatan ruang laut
d. penetapan prioritas kawasan laut untuk tujuan konservasi, sosial budaya,
ekonomi, transportasi laut, industri strategis, serta pertahanan dan keamanan.
Apabila dalam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dalam RZWP-3-K
terdapat Kawasan Strategis Nasional, maka pengalokasian ruang harus mengacu
pada Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional.
Rencana alokasi ruang WP-3-K berfungsi:
- Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial dan ekonomi
masyarakat dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam WP-3-K
- Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan terkait dengan kedaulatan
negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia yang
pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional
- Sebagai alokasi ruang untuk kepentingan perlindungan cadangan sumberdaya
ikan
- Mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang darat – laut dan di
ruang pesisir itu sendiri
39
- Mengatur keseimbangan, keserasian, dan sinergi peruntukan ruang di laut
Alokasi ruang di dalam Kawasan Pemanfaatan Umum (KPU), Kawasan
Konservasi (KK), Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT), Alur Laut,
Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan Wilayah Kelola Masyarakat Hukum Adat
dijabarkan dalam zona, sub zona, dan arahan pemanfaatan zona pada masing-masing
kawasan.
Rencana alokasi ruang WP3K dirumuskan dengan memperhatikan:
- Kebijakan dan strategi Pengelolaan WP-3-K
- Kesesuaian dan Keterkaitan antar kegiatan di wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil
- Ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait
- Data dan informasi WP3K
- Kesesuaian lahan/perairan terhadap kawasan/zona
- kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional yang berada di wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil yang bersangkuta
- Rencana alokasi ruang di wilayah pesisir daratan mengikuti nomenklatur
RTRW, sedangkan di wilayah perairan mengikuti RZWP-3-K
- Rencana alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang berbatasan
dengan yang bersangkutan
- Sistem klaster dengan mempertimbangkan keterkaitan ekologi, ekonomi, dan
sosial budaya
Rencana alokasi ruang RZWP-3-K di perairan ditetapkan sebagai hasil analisis
tiga dimensi ruang yaitu permukaan, kolom, dan dasar laut. Pada setiap dimensi,
alokasi ruang laut dapat mengakomodasi kegiatan yang multifungsi pada zona
tertentu.
5.1 KAWASAN PEMANFAATAN UMUM
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian dalam kawasan pemanfaatan umum di
Aceh yang terdiri dari zona pariwisata, zona permukiman, zona pelabuhan, zona
hutan mangrove, zona perikanan budidaya, zona perikanan tangkap, zona
40
pergaraman, dan zona energi. Adapun penyajian zona-zona secara detail diuraikan
sebagai berikut ini:
5.1.1 Zona Pariwisata
Zona pariwisata adalah perairan laut yang diperuntukan bagi kegiatan
pariwisata karena memiliki panorama yang indah, keunikan bentang alam dan /atau
adanya situs peninggalan sejarah. Zona pariwisata seluas 4.824,61 Ha, terbagi dalam
pemanfaatan sebagai:
a. Sub Zona Wisata Alam Bawah Laut (1.555,34 Ha), yaitu ruang dalam zona
pariwisata yang dimanfaatkan untuk wisata alam bawah laut seperti snorkling,
dan selam (KPU-W-ABL-01 – 13). Arahan penetapan Sub Zona Wisata Alam
Bawah Laut dilakukan di Kota Sabang, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh
Selatan, dan Kabupaten Simeulue
b. Sub Zona Wisata Alam Pantai/Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (2.177,05 Ha),
yaitu ruang dalam zona pariwisata yang dimanfaatkan untuk wisata
pantai/pesisir dan pulau-pulau kecil seperti berjemur, olahraga pantai, dan lain
sebagainya (KPU-W-P3K-01 – 85). Arahan penetapan Sub Zona Wisata Alam
Pantai/Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan di Kota Sabang, Kota Banda
Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya,
Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Kabupaten
Aceh Timur, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten
Nagan Raya, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten
Aceh Singkil dan Kabupaten Simeulue
c. Sub Zona Wisata Olahraga Air (1.092,22 Ha), yaitu ruang dalam zona pariwisata
yang dimanfaatkan untuk wisata olah raga seperti olahraga air, selancar, dan lain
sebagainya (KPU-W-OR-01 – 10). Arahan penetapan sub zona wisata olahraga
air dilakukan di Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar,
Kabupaten Aceh Selatan, dan Kabupaten Simeulue
5.1.2 Zona Permukiman
Zona Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan
lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
41
mendukung perikehidupan dan penghidupan. Permukiman nelayan di Aceh yang
berupa rumah yang dibangun di atas badan air diarahkan menjadi zona permukiman
dengan luas 9,42 Ha dan terletak di Pulau Pusong Kota Langsa (KPU-PM-N-01).
5.1.3 Zona Pelabuhan
Zona Pelabuhan adalah ruang yang terdiri atas daratan dan/atau perairan
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun
penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh
kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan
kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda
transportasi. Jenis pelabuhan yang terdapat di Aceh, diantaranya Pelabuhan Utama,
Pelabuhan Pengumpan Lokal, Pelabuhan Pengumpul, Terminal Khusus, Terminal
Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS), Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN), dan Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS).
Zona Pelabuhan terbagi menjadi 2 Sub Zona, yaitu Sub Zona DLKr-DLKp
(KPU-PL-DLK-01 – 43) dan Sub Zona Wilayah Kerja dan Pengoperasian Pelabuhan
Perikanan (KPU-PL-WKO-01 – 28). Zona ini merupakan kawasan yang berpotensi
untuk pengembangan ekonomi karena memiliki daya tarik bagi investasi, yaitu
kemudahan akses distribusi barang dan jasa yang diharapkan menggairahkan
investasi di berbagai sektor ekonomi baik industri, pertambangan, pariwisata dan lain
sebagainya. Kawasan ini mencakup pelabuhan pengumpan lokal, pelabuhan utama,
terminal khusus navigasi, terminal khusus pertambangan, terminal khusus
PLTU/PLN, pelabuhan perikanan ikan, pelabuhan perikanan nusantara, dan
pelabuhan perikanan samudera. Zona pelabuhan di Aceh dimanfaatkan untuk:
a. daerah lingkungan kerja pelabuhan/ DLKr pelabuhan pengumpul
b. daerah lingkungan kepentingan pelabuhan/ DLKp pelabuhan pengumpul
DLKr pelabuhan pengumpul adalah ruang di dalam zona pelabuhan yang
digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan, sedangkan DLKp adalah ruang
di dalam zona pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.
Rencana Pengembangan Pelabuhan diarahkan pada peningkatan pelayanan dan
pergerakan barang dari dan ke Aceh. Dengan meningkatnya pelayanan di kawasan
pelabuhan akan memerlukan alokasi ruang untuk zona pelabuhan, terutama dalam
42
pengembangan infrastruktur pelabuhan (peningkatan alur, tanda-tanda lalu lintas laut
dan lain-lain). Arahan zona pelabuhan seluas 8.253,19 Ha (Sub Zona DLKr DLKp
sebesar 6.997,54 Ha dan Sub Zona Wilayah Kerja dan Pengoperasian Pelabuhan
Perikanan sebesar 1.255,65 Ha), terbagi dalam pemanfaatan sebagai:
Pelabuhan yang terdapat di Aceh diantaranya adalah Pelabuhan Utama Sabang;
Pelabuhan Pengumpul Lhokseumawe/Krueng Geukeuh, Meulaboh, Malahayati,
Calang, Singkil, Kuala Langsa dan Sinabang; Pelabuhan pengumpan regional:
Susoh dan Teluk Surin; Pelabuhan pengumpan lokal: Gugop, Meulingge, Rinon,
Lampuyang, Deudap, Kuala Raja, Idi, Lhok Kruet, Labuhanhaji, Tapaktuan dan
Sibigo
Pelabuhan angkutan penyeberangan: Balohan, Ulee Lheu, Lamteng,
Labuhanhaji, Singkil, Pulau Balai, Pulau Tuangku, Sinabang dan Kuala Bubon
Terminal Khusus : Terminal Khusus Minerba I di Kabupaten Aceh Besar,
Terminal Khusus Semen I di Kabupaten Aceh Besar, Terminal Khusus Migas IV
di Kota Lhokseumawe, Terminal Khusus Migas V di Kota Lhokseumawe,
Terminal Khusus Energi Listrik II di Kota Lhokseumawe, Terminal Khusus
Minerba II di Kabupaten Aceh Barat dan Terminal Khusus Energi Listrik III di
Kabupaten Nagan Raya
Terminal Untuk Kepentingan Sendiri: Terminal Untuk Kepentingan Sendiri
Dermaga I di Kota Sabang, Terminal Untuk Kepentingan Sendiri Dermaga II di
Kota Sabang, Terminal Untuk Kepentingan Sendiri Migas I di Kota Sabang,
Terminal Untuk Kepentingan Sendiri Migas II di Kabupaten Aceh Besar,
Terminal Untuk Kepentingan Sendiri Semen II di Kabupaten Aceh Besar,
Terminal Untuk Kepentingan Sendiri Energi Listrik I di Kabupaten Aceh Besar,
Terminal Untuk Kepentingan Sendiri Semen III di Kabupaten Pidie, Terminal
Untuk Kepentingan Sendiri Pupuk di Kota Lhokseumawe, Terminal Untuk
Kepentingan Sendiri Energi Listrik IV di Kabupaten Simeulue, Terminal Untuk
Kepentingan Sendiri Migas III di Kabupaten Simuelue dan Terminal Untuk
Kepentingan Sendiri Minerba III di Kabupaten Aceh Selatan
Pelabuhan Perikanan yang terdapat di Aceh diantaranya adalah : Pelabuhan
Perikanan Samudera (PPS) Kutaradja di Kota Banda Aceh, Pelabuhan Perikanan
Nusantara (PPN) Idi di Kabupaten Aceh Timur, Pelabuhan Perikanan Pantai
(PPP) Labuhanhaji di Kabupaten Aceh Selatan dan Pangkalan Pendaratan Ikan
43
(PPI) Keuneukai dan PPI Ie Meulee di Kota Sabang, PPI Ulee Lheue di Kota
Banda Aceh, PPI Lambada dan PPI Lhok Seudu di Kabupaten Aceh Besar, PPI
Kuala Gigieng, PPI Kuala Peukan Baroe dan PPI Kuala Tari di Kabupaten Pidie,
PPI Meureudu dan PPI Pante Raja di Kabupaten Pidie Jaya, PPI Peudada dan
PPI Kuala Jangka di Kabupaten Bireuen, PPI Krueng Mane, PPI Blang Mee dan
PPI Kuala Cangkoy di Kabupaten Aceh Utara, PPI Pusong dan PPI Ujung Blang
di Kota Lhokseumawe, PPI Seuneubok Baroh di Kabupaten Aceh Timur, PPI
Kuala Langsa di Kota Langsa, PPI Calang di Kabupaten Aceh Jaya, PPI Ujong
Baroeh di Kabupaten Aceh Barat, PPI Kuala Tadu dan PPI Kuala Tuha di
Kabupaten Nagan Raya, PPI Ujung Serangga di Kabupaten Aceh Barat Daya,
PPI Keude Meukek, PPI Sawang Ba’u dan PPI Lhok Bengkuang di Kabupaten
Aceh Selatan, dan PPI Teluk Sinabang di Kabupaten Simeulue.
5.1.4 Zona Hutan Mangrove
Zona hutan mangrove (KPU-M-01 – 208) adalah hutan yang tumbuh di air
payau dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di
tempat-tempat di mana terjadi sedimentasi dan akumulasi bahan organik, baik di
teluk-teluk yang terlindung dari ombak maupun di sekitar muara sungai di mana air
mengendapkan ya lumpur dari hulu. Arahan penetapan zona hutan mangrove seluas
184,86 Ha tersebar di Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar,
Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa,
Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kabupaten Simeulue.
5.1.5 Zona Perikanan Budidaya
Zona perikanan budidaya adalah zona yang diperuntukkan bagi kegiatan
memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya
dalam lingkungan terkendali, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk
memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani mengolah dan/atau
mengawetkan hasil budidaya.
Adapun tujuannya adalah untuk menyediakan ruang bagi kelangsungan mata
pencaharian pembudidaya air laut dan menjadikan kegiatan perikanan budidaya
sebagai salah satu penggerak ekonomi Aceh. Sedangkan sasarannya adalah
membangun usaha perikanan budidaya berbasis potensi wilayah, penguatan dan
pengembangan teknologi usaha perikanan budidaya dan penguatan dan
pengembangan kapasitas sarana prasarana budidaya laut.
44
Arahan penetapan sub zona budidaya laut (KPU-PB-BL-01 – 26) dilakukan
di Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, Kabupaten
Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, Kabupaten
Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh
Barat Daya, Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Simeulue. Arahan
Pengembangan Zona perikanan budidaya memiliki total luasan area sebesar
61.436,81 Ha.
5.1.6 Zona Perikanan Tangkap
Zona perikanan tangkap adalah ruang wilayah laut yang dialokasikan untuk
kegiatan penangkapan ikan (skala kecil, modern, dan skala besar). Adapun tujuan
dari zona perikanan tangkap ini adalah untuk menyediakan ruang bagi kelangsungan
mata pencaharian nelayan, pemanfaatan sumberdaya ikan secara berkelanjutan,
partisipasi pengelolaan perikanan lokal oleh masyarakat dan menjadikan kegiatan
perikanan tangkap sebagai salah satu penggerak ekonomi di Aceh. Berdasarkan
ketentuan Permen KP 23/2016, pengalokasian peruntukan ruang perairan laut sampai
dengan 2 (dua) mil laut agar diutamakan untuk keperluan konservasi, ruang
penghidupan dan akses kepada nelayan kecil, nelayan tradisional, pembudidaya ikan
kecil dan petambak garam kecil, wisata bahari berkelanjutan, infrastruktur publik,
dan obyek vital negara.
Sasaran pengelolaan zona ini adalah membangun usaha perikanan tangkap
berbasis potensi wilayah, penguatan dan pengembangan teknologi penangkapan ikan,
penguatan dan pengembangan kapasitas pengelolaan perikanan masyarakat,
penguatan dan pengembangan kapasitas sarana prasarana penangkapan ikan dan
pengembangan industri pengolahan hasil perikanan.
Zona perikanan tangkap terbagi menjadi 3 Sub Zona, yaitu Sub Zona
Perikanan Demersal (KPU-PT-D-01 – 41), Sub Zona Perikanan Pelagis (KPU-PT-P-
01 – 20), dan Sub Zona Perikanan Pelagis dan Demersal (KPU-PT-PD- 01 – 33).
Pembagian zona perikanan tangkap diarahkah berdasarkan 8 NLP yang terdapat di
Aceh. Arahan penetapan zona perikanan tangkap mempunyai total luasan area
sebesar 3.909.413,41 Ha (Sub Zona Perikanan Demersal sebesar 351.798,65 Ha; Sub
Zona Perikanan Pelagis sebesar 2.510.684,67 Ha; Sub Zona Perikanan Pelagis dan
Demersal sebesar 1.046.930,09 Ha).
45
Subzona Perikanan Demersal (KPU-PT-D-01 – 41) tersebar di perairan Aceh,
yaitu di Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie,
Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, Kota
Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh
Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh
Selatan, Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Simeulue.
Subzona Perikanan Pelagis (KPU-PT-P-01 – 20) tersebar di di Kota Sabang,
Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya,
Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh
Timur, Kota Langsa, Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten
Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh
Selatan, Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Simeulue.
Subzona Perikanan Pelagis dan Demersal (KPU-PT-PD-01 – 33) tersebar di
semua perairan Aceh, yaitu di Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh
Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh
Utara, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, Kabupaten Aceh
Tamiang, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya,
Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil dan
Kabupaten Simeulue.
5.1.7 Zona Pergaraman
Zona pergaraman adalah zona yang diperuntukkan bagi kegiatan yang
berhubungan dengan pra produksi, produksi, pasca produksi, pengolahan, dan
pemasaran garam. Adapun tujuannya adalah untuk menyediakan ruang bagi
kelangsungan matapencaharian usaha pergaraman dan menjadikan kegiatan
pergaraman sebagai salah satu penggerak ekonomi Aceh. Sedangkan sasarannya
adalah membangun usaha pergaraman berbasis potensi wilayah, penguatan dan
pengembangan teknologi usaha pergaraman dan penguatan dan pengembangan
kapasitas sarana prasarana pergaraman air laut.
Arahan penetapan zona pergaraman (KPU-G-GR-01 – 06) dilakukan di
Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen,
Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Aceh Timur. Arahan pengembangan zona
pergaraman sebesar 116,86 Ha.
46
5.1.8. Zona Energi
Zona energi adalah wilayah yang digunakan sebagai penghasil atau pengolah
energi besar. Zona Energi di wilayah pesisir yang diperbolehkan untuk dilakukan,
adalah instalasi pembangkit listrik. Adapun arahan penetapan zona energi (KPU-E-
01) meliputi Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat, dengan luasan
304,29 Ha.
47
5.2. KAWASAN KONSERVASI
Kawasan Konservasi adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola
dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan
lingkungannya secara berkelanjutan. Kawasan konservasi merupakan suatu bentuk
rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai
dengan potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang
berlangsung sebagai satu kesatuan ekosistem. Kawasan konservasi yang efektif perlu
diwujudkan guna memberikan manfaat sosial ekonomi budaya bagi masyarakat dan
keberlanjutan sumberdaya.
Berdasarkan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
pengelolaan kawasan konservasi oleh Pemerintah Propinsi. Kategori pembagian
kawasan konservasi disesuaikan dengan PerMen KP No 23 Tahun 2016, kawasan
konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dikategorikan atas
Kawasan Konservasi Perairan, yang selanjutnya disebut KKP dan dijabarkan dalam
zona:
1) zona inti
2) zona perikanan berkelanjutan
3) zona pemanfaatan
4) zona lainnya
Selain kawasan konservasi perairan, kawasan konservasi dapat berupa
kawasan lindung yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pada kawasan konservasi perairan dilakukan penataan berdasarkan fungsi
dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya, daya dukung, dan proses-proses
ekologis. Setiap kawasan konservasi dapat memiliki satu atau lebih zona inti sesuai
dengan luasan, karakteristik biofisik, biologis, kondisi sosial ekonomi dan budaya.
Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Aceh meliputi
kawasan dengan total luasan sebesar 357.921,88 ha. Kawasan konservasi terdiri atas
kawasan konservasi perairan dan kawasan lindung lainnya. Kawasan konservasi
perairan tersebar di 7 kabupaten/kota (Kota Sabang, Kab. Aceh Besar, Kab. Aceh
Jaya, Kab. Aceh Barat Daya, Kab. Aceh Selatan, Kab. Simeulue dan Kab. Aceh
Tamiang). Sementara kawasan lindung lainnya terdapat di 2 kabupaten / kota (Kab.
48
Aceh Singkil dan Kota Sabang). Secara lebih detail kawasan konservasi tersebut
dijelaskan sebagai berikut.
5.2.1 Kawasan Konservasi Perairan
5.2.1.1 Kawasan Konservasi Perairan Pesisir Timur Pulau Weh, Kota Sabang
Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Pesisir Timur Pulau Weh berada di
bagian timur Pulau Weh dengan panjang garis pantai ± 15.8 km mulai dari Pantai
Paradiso hingga ke Ujung Seukee. Lokasi Kawasan Konservasi Perairan Pesisir
Timur Pulau Weh ini berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Selat Malaka
Sebelah Timur : Selat Malaka
Sebelah Barat : Kecamatan Sukajaya
Sebelah Selatan : Selat Benggala
Kawasan Konservasi Perairan Pesisir Timur Pulau Weh Kota Sabang
dicadangkan melalui Surat Keputusan (SK) Walikota Sabang nomor 729/Kpts/2010,
seluas 3.207,98 ha. Kawasan ini meliputi wilayah perairan Lhok Ie Meulee, Lhok
Ujung Kareung yang dimekarkan dari Lhok Ie Meule pada tahun 2016 dan Lhok
Anoi Itam yang meliputi 4 (empat) gampong (desa) di Pesisir Timur Pulau Weh,
Kota Sabang. Setelah melalui proses yang panjang maka pada tahun 2013 melalui
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 57/Kepmen-
KP/2013 Tentang Kawasan Konservasi Perairan Pesisir Timur Pulau Weh Kota
Sabang di Propinsi Aceh, seperti pada gambar di bawah ini:
Secara geografis KKP Pesisir Timur Pulau Weh terletak pada koordinat 050
47’ LU - 050 55’ LU dan 950 19’ BT - 950 23’ BT. Secara administratif KKP Pesisir
Timur Pulau Weh Kota Sabang terletak di bagian timur Kota Sabang, meliputi
wilayah perairan di 4 (empat) Gampong; Gampong Kuta Ateuh (Kec.Sukakarya),
Gampong Ie Meulee, Ujong Kareung dan Anoe Itam (Kec. Sukajaya).
Berbeda dengan Taman Wisata Alam Pulau Weh yang terdapat di Iboih, di
dalam kawasan konservasi perairan pesisir timur Pulau weh masih dapat dilakukan
aktifitas pemanfaatan, baik itu eksplorasi maupun eksploitasi dengan batasan
tertentu.
5.2.1.2 Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Aceh Besar
49
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Aceh Besar
dicadangkan melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Aceh Besar nomor 190/2011.
Namun pada perkembangannya telah dilakukan perbaikan/ revisi atas luasannya.
Berdasarkan hasil kajian dan telaah tim fasilitasi KKPD Aceh Besar pada tahun
2016, maka luasan KKPD Aceh Besar berubah menjadi 29.615,63 ha, dari
sebelumnya seluas 58.850,35 ha. Kawasan ini meliputi Kecamatan Pulo Aceh,
Peukan Bada, Lhoknga, Mesjid Raya dan Seulimeum.
Kabupaten Aceh Besar pada awalnya membentuk kawasan Lhok Lampuuk
sebagai Kawasan Konservasi Daerah dengan nama Kawasan Bina Bahari (KABARI)
Lhok Lampuuk Kabupaten Aceh Besar melalui SK Bupati Aceh Besar nomor 43
tahun 2010. Kemudian pada tahun 2011, Kabupaten Aceh Besar membentuk kembali
Kawasan Konservasi di seluruh kawasan Lhok pesisir Aceh Besar sebagai KKPD.
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Aceh Besar tersebut
dicadangkan melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Aceh Besar nomor 190/2011.
Tipe Kawasan Konservasi Perairan Aceh Besar (pesisir barat Aceh Besar)
adalah Suaka Alam Perairan (SAP) yang bertujuan untuk melindungi habitat dan
sumberdaya perairan di kawasan tersebut, namun masih memungkinkan pemanfaatan
perikanan dan wisata di dalamnya. Adapun batas wilayahnya yaitu:
Sebelah Utara : Samudera Hindia dan Teluk Benggala
Sebelah Selatan : Daratan Pulau Sumatera
Sebelah Barat : Samudera Hindia
Sebelah Timur : Selat Malaka
Arah pengelolaan dari KKPD Kabupaten Aceh Besar adalah perikanan
berkelanjutan dengan mempertimbangkan kearifan lokal, pelestarian spesies-spesies
penting seperti dugong dan pari manta serta pengembangan wisata bahari di dalam
kawasan. Dari segi sosial dan ekonomi strategi yang dijalankan adalah melakukan
penguatan adat (sosial-budaya), penguatan ekonomi dan pemanfaatan kawasan untuk
jasa lingkungan dan ekowisata serta pelaksanaan rencana pengelolaan dan zonasi
SAP Pesisir Barat Kabupaten Aceh Besar. Sedangkan dari segi ekologi yakni
perlindungan ekosistem dan biota, rehabilitasi ekosistem dan biota, pengembangan
sistem pengawasan pemanfaatan sumberdaya, koordinasi pengawasan, penguatan
penyadaran masyarakat dan pelaksanaan rencana pengelolaan dan zonasi SAP Pesisir
Barat Kabupaten Aceh Besar.
50
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Pesisir Barat Aceh Besar ini
sekarang masih dalam proses pencadangan ulang oleh Gubernur Aceh setelah
dilakukan revisi dan rasionalisasi dari KKPD awal yang tercantum dalam SK No 190
Tahun 2011, sedangkan untuk KKPD pesisir timur Aceh Besar, secara hukum
sekarang masih termasuk dalam SK No 190 Tahun 2011.
Secara geografis KKPD Kab.Aceh Besar terletak dalam titik koordinat sebagai
berikut:
No Kawasan Bujur Lintang1 Pulau Breuh Utara 95° 03' 17.545" BT 5° 38' 57.635" LU2 Pulau Breuh Utara 95° 02' 14.237" BT 5° 38' 20.559" LU3 Pulau Breuh Utara 94° 58' 33.364" BT 5° 45' 42.776" LU4 Pulau Breuh Utara 95° 03' 10.897" BT 5° 47' 30.088" LU5 Pulau Breuh Utara 95° 08' 18.034" BT 5° 42' 22.952" LU6 Pulau Breuh Utara 95° 07' 31.357" BT 5° 41' 31.286" LU7 Pulau Breuh Selatan 95° 06' 26.327" BT 5° 40' 04.383" LU8 Pulau Breuh Selatan 95° 06' 26.547" BT 5° 39' 48.157" LU9 Pulau Breuh Selatan 95° 08' 19.058" BT 5° 39' 47.812" LU10 Pulau Nasi 95° 09' 27.396" BT 5° 38' 34.317" LU11 Pulau Nasi 95° 09' 59.920" BT 5° 38' 46.662" LU12 Pulau Nasi 95° 10' 06.962" BT 5° 39' 03.238" LU13 Pulau Nasi 95° 09' 28.451" BT 5° 39' 52.245" LU14 Pulau Nasi 95° 09' 01.563" BT 5° 39' 41.164" LU15 Pulau Nasi 95° 09' 30.845" BT 5° 38' 25.691" LU16 Pulau Nasi 95° 10' 05.475" BT 5° 38' 38.788" LU17 Pulau Nasi 95° 11' 32.331" BT 5° 38' 10.116" LU18 Pulau Nasi 95° 12' 34.741" BT 5° 36' 34.244" LU19 Pulau Nasi 95° 08' 20.281" BT 5° 34' 42.570" LU20 Pulau Nasi 95° 07' 21.899" BT 5° 34' 41.860" LU21 Pulau Nasi 95° 06' 19.550" BT 5° 35' 30.367" LU22 Pulau Nasi 95° 06' 23.751" BT 5° 38' 05.187" LU23 Pulau Nasi 95° 08' 13.088" BT 5° 39' 21.332" LU24 Pulau Batee 95° 16' 58.690" BT 5° 33' 09.112" LU25 Pulau Batee 95° 16' 00.589" BT 5° 33' 57.841" LU26 Pulau Batee 95° 16' 07.990" BT 5° 35' 10.000" LU27 Pulau Batee 95° 13' 16.063" BT 5° 35' 56.288" LU28 Pulau Batee 95° 09' 10.289" BT 5° 34' 12.604" LU29 Pulau Batee 95° 08' 34.686" BT 5° 32' 29.031" LU30 Pulau Batee 95° 14' 39.738" BT 5° 27' 20.888" LU31 Lhok Nga 95° 14' 32.668" BT 5° 26' 45.292" LU32 Lhok Nga 95° 11' 35.761" BT 5° 29' 17.421" LU33 Lhok Nga 95° 10' 55.963" BT 5° 28' 46.426" LU34 Lhok Nga 95° 11' 52.659" BT 5° 25' 17.929" LU35 Lhok Nga 95° 13' 59.840" BT 5° 25' 47.434" LU36 KKP Amad Rhang 95° 31' 47.161" BT 5° 36' 48.521" LU
51
Manyang
37 KKP Amad Rhang Manyang 95° 31' 47.045" BT 5° 37' 47.944" LU
38 KKP Amad Rhang Manyang 95° 32' 39.749" BT 5° 37' 47.894" LU
39 KKP Amad Rhang Manyang 95° 32' 39.669" BT 5° 37' 00.224" LU
40 KKP Lhok Lampanah 95° 36' 24.766" BT 5° 37' 38.833" LU41 KKP Lhok Lampanah 95° 36' 25.715" BT 5° 40' 39.732" LU42 KKP Lhok Lampanah 95° 37' 21.279" BT 5° 40' 35.331" LU43 KKP Lhok Lampanah 95° 36' 54.528" BT 5° 37' 35.726" LU44 KKP Lhok Leungah 95° 40' 38.585" BT 5° 35' 19.002" LU45 KKP Lhok Leungah 95° 41' 06.656" BT 5° 38' 17.912" LU46 KKP Lhok Leungah 95° 43' 02.462" BT 5° 37' 36.187" LU47 KKP Lhok Leungah 95° 42' 32.447" BT 5° 34' 42.862" LU
5.2.1.3 Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Kabupaten Aceh Jaya
Kawasan konservasi perairan Aceh Jaya telah dilakukan rasionalisasi dan
telah digabungkan menjadi KKP Aceh Jaya seluas 45.429,75 ha. Total luas kawasan
konservasi perairan/pesisir di Aceh Jaya seluas 50.041,44 ha, setelah ditambahkan
kawasan konservasi penyu Panga (4.611,68 ha) dengan bentuk berupa Taman Pesisir.
Arah pengelolaan dari KKPD Kabupaten Aceh Jaya adalah pengembangan
perikanan berkelanjutan dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan adat istiadat
setempat, pelestarian spesies-spesies penting seperti hiu martil, udang, lobster, dan
kakap putih serta pengembangan wisata bahari di dalam kawasan.
Selain itu di Kabupaten Aceh Jaya juga terdapat Kawasan Konservasi Penyu
yang dikelola oleh kelompok masyarakat dengan nama Kelompok Aroen Meubanja
Kecamatan Panga Kabupaten Aceh Jaya. Dasar hukum pembentukkan kelompok ini
Surat Keputusan Bupati Aceh Jaya nomor 378 tahun 2015 pada tanggal 08
September 2015 tentang Tim Pengelola Kawasan Konservasi Penyu Aroen Meubanja
Kecamatan Panga Kabupaten Aceh Jaya.
Kawasan konservasi pesisir untuk konservasi penyu seluas 4.611,68 ha
berada di kecamatan Panga. Kawasan konservasi ini lebih dikenal dengan nama Aron
Meubanja. Kecamatan Panga terbentang sepanjang 15,5 km berbatasan dengan
Gampong Kabong, Kecamatan Krueng Sabee dan Gampong Seuneubok Padang,
Kecamatan Teunom. Secara geografis Kawasan Konservasi Perairan Daerah
Kabupaten Aceh Jaya adalah sebagai berikut:
52
No Kawasan Bujur Lintang1 KKP Aceh Jaya 95° 18' 21.213" BT 5° 10' 05.478" LU2 KKP Aceh Jaya 95° 14' 48.179" BT 5° 09' 20.652" LU3 KKP Aceh Jaya 95° 15' 32.430" BT 5° 03' 49.084" LU4 KKP Aceh Jaya 95° 18' 18.577" BT 5° 00' 17.732" LU5 KKP Aceh Jaya 95° 19' 33.397" BT 4° 54' 39.637" LU6 KKP Aceh Jaya 95° 21' 45.106" BT 4° 48' 42.644" LU7 KKP Aceh Jaya 95° 30' 03.573" BT 4° 37' 30.210" LU8 KKP Aceh Jaya 95° 32' 23.823" BT 4° 36' 22.583" LU9 KKP Aceh Jaya 95° 33' 58.848" BT 4° 37' 46.963" LU10 KKP Aceh Jaya 95° 33' 54.517" BT 4° 37' 57.936" LU11 KKP Aceh Jaya 95° 33' 27.388" BT 4° 38' 00.463" LU12 KKP Aceh Jaya 95° 33' 30.427" BT 4° 38' 30.164" LU13 KKP Aceh Jaya 95° 33' 32.337" BT 4° 38' 36.884" LU14 KKP Aceh Jaya 95° 33' 32.338" BT 4° 38' 37.998" LU15 KKP Aceh Jaya 95° 33' 46.985" BT 4° 38' 36.788" LU16 KKP Aceh Jaya 95° 33' 55.301" BT 4° 38' 36.101" LU17 KKP Aceh Jaya 95° 34' 31.259" BT 4° 38' 33.131" LU18 KKP Aceh Jaya 95° 34' 42.097" BT 4° 38' 31.264" LU19 KKP Aceh Jaya 95° 35' 08.113" BT 4° 39' 03.690" LU20 Kawasan Konservasi
Penyu Aron Meubanja 95° 40' 28.283" BT 4° 33' 51.417" LU
21 Kawasan Konservasi Penyu Aron Meubanja 95° 39' 17.463" BT 4° 32' 32.596" LU
22 Kawasan Konservasi Penyu Aron Meubanja 95° 44' 43.448" BT 4° 27' 35.646" LU
23 Kawasan Konservasi Penyu Aron Meubanja 95° 45' 52.798" BT 4° 28' 55.549" LU
5.2.1.4 Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) PISISI
Kabupaten Simeulue merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Aceh yang
berjarak 150 km lepas pantai barat Aceh. Kabupaten Simeulue dengan ibukota
Sinabang memiliki luas daratan 182.721,93 ha dan merupakan salah satu kabupaten
kepulauan di Propinsi Aceh dengan garis pantai terpanjang yaitu 762,23 km.
Kabupaten ini memiliki kawasan konservasi perairan yang diberi nama “Kawasan
Konservasi Laut Daerah Pulau Pinang, Siumat dan Simanaha (KKLD PISISI)
Kabupaten Simeulue, Propinsi Aceh” yang dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati
Simeulue Nomor 523/340/2014 tentang Penetapan Lembaga Pengelola Kawasan
Konservasi Laut Daerah Pulau Pinang, Siumat dan Simanaha (KKLD PISISI). Luas
kawasan KKLD PISISI Simeulue seluas luas 444,01 km2 atau 44.404,10 ha, namun
belum memiliki rencana pengelolaan dan zonasi wilayah kawasan konservasi.
53
Setelah dirasionalisasikan maka luasan KKLD di Simeulue bertambah menjadi
69.053,78 ha, dengan penambahan KKLD Teupah Selatan (2.914,20 ha), KKLD
Simeulue Barat (8.233,39 ha), dan KKLD Simeulue Tengah, Simeulue Cut dan
Salang (13.502,09 ha), dengan bentuk Suaka Alam Perairan.
Secara geografis KKLD Simeulue terletak dalam titik koordinat sebagai
berikut:
No Kawasan Bujur Lintang1 KKP Pisisi (Pinang, Siumat,
Simanaha) 96° 08' 45.600" BT 2° 42' 23.034" LU
2 KKP Pisisi (Pinang, Siumat, Simanaha) 96° 12' 1.400" BT 2° 43' 07.100" LU
3 KKP Pisisi (Pinang, Siumat, Simanaha) 96° 20' 29.100" BT 2° 41' 11.800" LU
4 KKP Pisisi (Pinang, Siumat, Simanaha) 96° 24' 14.000" BT 2° 39' 18.500" LU
5 KKP Pisisi (Pinang, Siumat, Simanaha) 96° 27' 11.800" BT 2° 31' 47.900" LU
6 KKP Pisisi (Pinang, Siumat, Simanaha) 96° 26' 43.800" BT 2° 30' 31.600" LU
7 KKP Pisisi (Pinang, Siumat, Simanaha) 96° 25' 41.417" BT 2° 29' 28.623" LU
8 KKP Teupah Selatan 96° 28' 13.265" BT 2° 26' 47.910" LU9 KKP Teupah Selatan 96° 31' 05.238" BT 2° 26' 55.016" LU10 KKP Teupah Selatan 96° 32' 17.716" BT 2° 23' 41.975" LU11 KKP Teupah Selatan 96° 29' 23.680" BT 2° 23' 21.431" LU12 KKP Simeulue Barat 95° 54' 23.709" BT 2° 53' 24.070" LU13 KKP Simeulue Barat 95° 55' 40.819" BT 2° 54' 23.316" LU14 KKP Simeulue Barat 96° 00' 48.415" BT 2° 49' 18.789" LU15 KKP Simeulue Barat 95° 59' 06.481" BT 2° 47' 19.392" LU16 KKP Salang, Simeulue
Tengah, Simeulue Cut 95° 59' 39.795" BT 2° 33' 58.453" LU
17 KKP Salang, Simeulue Tengah, Simeulue Cut 95° 58' 28.952" BT 2° 30' 4.601" LU
18 KKP Salang, Simeulue Tengah, Simeulue Cut 95° 49' 37.828" BT 2° 33' 33.523" LU
19 KKP Salang, Simeulue Tengah, Simeulue Cut 95° 50' 21.424" BT 2° 37' 19.012" LU
KKP PISISI dengan batas yaitu:
-. Sebelah Utara : Samudera Hindia dan perairan Kabupaten Aceh Barat.
-. Sebelah Selatan : Daratan Kabupaten Simeulue
-. Sebelah Timur : Samudera Hindia dan perairan Kabupaten Aceh Selatan
54
-. Sebelah Barat : Daratan Kabupaten Simeulue.
KKP Teupah Selatan dengan batas yaitu:
-. Sebelah Utara : Samudera Hindia dan perairan Kabupaten Aceh Barat.
-. Sebelah Selatan : Daratan Kabupaten Simeulue
-. Sebelah Timur : Samudera Hindia dan perairan Kabupaten Aceh Singkil
-. Sebelah Barat : Daratan Kabupaten Simeulue.
KKP Simeulue Barat dengan batas yaitu:
-. Sebelah Utara : Samudera Hindia dan perairan Kabupaten Aceh Barat.
-. Sebelah Selatan : Daratan Kabupaten Simeulue
-. Sebelah Timur : Samudera Hindia dan perairan Kabupaten Aceh Selatan
-. Sebelah Barat : Daratan Kabupaten Simeulue.
KKP Salang, Simeulue Tengah, Simeulue Cut dengan batas yaitu:
-. Sebelah Utara : Daratan Kabupaten Simeulue
-. Sebelah Selatan : Samudera Hindia
-. Sebelah Timur : Daratan Kabupaten Simeulue
-. Sebelah Barat : Samudera Hindia
5.2.1.5 Kawasan Konservasi Perairan Daerah Aceh Barat Daya, Aceh Selatan dan Aceh Tamiang.
Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh Selatan dan Aceh Tamiang merupakan
beberapa kabupaten di Aceh yang telah menetapkan daerah konservasi perairan di
daerahnya masing-masing, dan telah dilakukan verifikasi atas kelayakan untuk
ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Perairan (KKP).
Sementara verifikasi di Kabupaten Aceh Barat Daya, didapat hasil bahwa
Karang Gergaji dan Karang Panjang di Kecamatan Kuala Batee (awalnya disebut
Karang Surin di Kec. Babah Rot) direkomendasikan menjadi zona inti, serta Gosong
Sangkalan di Kecamatan Susoh direkomendasikan menjadi zona pemanfaatan wisata.
Luas usulan kawasan konservasi yang terdapat di Aceh Barat Daya seluas 16.017,45
ha, berupa Suaka Alam Perairan yang meliputi Kecamatan Kuala Batee, Susoh,
Setia, Tangan-Tangan, Manggeng dan Lembah Sabil. Adapun batas wilayah yaitu:
Sebelah Utara : daratan Kab.Aceh Barat Daya
Sebelah Selatan : Samudera Hindia dan perairan Pulau Simeulue
55
Sebelah Barat : Samudera Hindia
Sebelah Timur : daratan Kab.Aceh Barat Daya.
Secara geografis terletak di titik koordinat sebagai berikut:
No Kawasan Bujur Lintang1 KKP Kuala Batee 96° 39' 29.354" BT 3° 44' 43.204" LU2 KKP Kuala Batee 96° 39' 27.547" BT 3° 43' 06.428" LU3 KKP Kuala Batee 96° 45' 54.664" BT 3° 42' 39.475" LU4 KKP Kuala Batee 96° 46' 17.945" BT 3° 44' 21.366" LU5 KKP Susoh 96° 49' 12.052" BT 3° 42' 58.513" LU6 KKP Susoh 96° 48' 39.045" BT 3° 41' 27.207" LU7 KKP Susoh 96° 50' 14.812" BT 3° 40' 43.253" LU8 KKP Setia 96° 50' 14.812" BT 3° 40' 43.253" LU9 KKP Setia 96° 51' 50.460" BT 3° 38' 45.510" LU10 KKP Setia 96° 52' 33.619" BT 3° 39' 01.228" LU11 KKP Tangan-Tangan 96° 52' 33.619" BT 3° 39' 01.228" LU12 KKP Tangan-Tangan 96° 52' 54.395" BT 3° 37' 56.158" LU13 KKP Manggeng 96° 52' 54.395" BT 3° 37' 56.158" LU14 KKP Manggeng 96° 49' 41.162" BT 3° 37' 11.534" LU15 KKP Manggeng 96° 51' 50.934" BT 3° 32' 57.492" LU16 KKP Lembah Sabil 96° 51' 50.934" BT 3° 32' 57.492" LU17 KKP Lembah Sabil 96° 54' 51.777" BT 3° 30' 49.323" LU18 KKP Lembah Sabil 96° 56' 36.428" BT 3° 34' 24.363" LU
Verifikasi di Kabupaten Aceh Selatan diperoleh hasil bahwa kawasan Gosong
Sinebong di Trumon dan Kubaha di Kecamatan Labuhanhaji sesuai dijadikan
kawasan inti. Luas usulan kawasan konservasi yang terdapat di Aceh Selatan seluas
3.590,34 ha. Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Aceh Selatan berupa
Suaka Alam Perairan yang meliputi wilayah Kecamatan Labuhanhaji, Samadua-
Tapak Tuan, Bakongan, Bakongan Timur dan Trumon. Adapun batas wilayah
dikelilingi oleh Samudera Hindia dan sebelah timur berdekatan dengan daratan Pulau
Sumatera. Secara geografis terletak pada titik koordinat sebagai berikut:
No Kawasan Bujur Lintang1 KKP Labuhan Haji 96° 57' 56.970" BT 3° 31' 42.524" LU2 KKP Labuhan Haji 96° 57' 09.574" BT 3° 31' 05.559" LU3 KKP Labuhan Haji 96° 58' 24.324" BT 3° 29' 31.942" LU4 KKP Labuhan Haji 96° 59' 12.075" BT 3° 30' 08.464" LU5 KKP Samadua Tapaktuan 97° 06' 12.790" BT 3° 17' 44.916" LU6 KKP Samadua Tapaktuan 97° 04' 39.014" BT 3° 16' 29.785" LU7 KKP Samadua Tapaktuan 97° 05' 57.112" BT 3° 14' 58.305" LU8 KKP Samadua Tapaktuan 97° 07' 30.974" BT 3° 16' 13.520" LU9 KKP Bakongan 97° 26' 25.610" BT 2° 54' 51.388" LU
56
10 KKP Bakongan 97° 26' 02.749" BT 2° 54' 28.330" LU11 KKP Bakongan 97° 26' 25.667" BT 2° 54' 05.330" LU12 KKP Bakongan 97° 26' 48.543" BT 2° 54' 28.373" LU13 KKP Bakongan 97° 26' 55.419" BT 2° 54' 21.473" LU14 KKP Bakongan 97° 26' 32.542" BT 2° 53' 58.430" LU15 KKP Bakongan 97° 27' 00.044" BT 2° 53' 30.830" LU16 KKP Bakongan 97° 27' 22.905" BT 2° 53' 53.887" LU17 KKP Bakongan Timur 97° 30' 22.289" BT 2° 53' 35.714" LU18 KKP Bakongan Timur 97° 29' 54.274" BT 2° 53' 08.666" LU19 KKP Bakongan Timur 97° 30' 54.877" BT 2° 51' 52.381" LU20 KKP Bakongan Timur 97° 31' 22.893" BT 2° 52' 19.429" LU21 KKP Trumon 97° 35' 47.226" BT 2° 48' 52.584" LU22 KKP Trumon 97° 34' 45.041" BT 2° 48' 34.499" LU23 KKP Trumon 97° 34' 44.292" BT 2° 45' 51.732" LU24 KKP Trumon 97° 35' 46.475" BT 2° 46' 09.815" LU
Untuk kawasan konservasi perairan di Kabupaten Aceh Tamiang terdapat di
Kecamatan Seruway dan Pulau Rukui Kecamatan Manyak Payed. Luas usulan
kawasan konservasi perairan yang terdapat di Aceh Tamiang 2.797,21 ha berupa
Taman Pesisir. Secara geografis terletak pada titik koordinat sebagai berikut:
No Kawasan Bujur Lintang1 KKP Pulau Rukui 98° 10' 20.724" BT 4° 29' 59.446" LU2 KKP Pulau Rukui 98° 10' 57.873" BT 4° 30' 34.041" LU3 KKP Pulau Rukui 98° 11' 14.935" BT 4° 30' 15.718" LU4 KKP Pulau Rukui 98° 10' 37.978" BT 4° 29' 41.302" LU5 KKP Seruway 98° 16' 40.018" BT 4° 25' 16.621" LU6 KKP Seruway 98° 17' 25.021" BT 4° 25' 56.321" LU7 KKP Seruway 98° 17' 51.973" BT 4° 25' 36.977" LU8 KKP Seruway 98° 17' 35.011" BT 4° 22' 41.813" LU9 KKP Seruway 98° 17' 47.985" BT 4° 20' 46.107" LU10 KKP Seruway 98° 17' 24.242" BT 4° 19' 16.220" LU11 KKP Seruway 98° 15' 55.537" BT 4° 17' 4.011" LU12 KKP Seruway 98° 15' 8.601" BT 4° 17' 19.486" LU13 KKP Seruway 98° 15' 7.949" BT 4° 17' 20.997" LU
Adapun batas wilayah KKP Pulau Rukui (Kec.Manyak Payed) yaitu:
Sebelah Utara : Selat Malaka
Sebelah Timur : Selat Malaka
Sebelah Barat : Selat Malaka dan Daratan Aceh Tamiang
Sebelah Selatan : Daratan Kab. Aceh Tamiang
Adapun batas wilayah KKP Seruway yaitu:
Sebelah Utara : Selat Malaka
57
Sebelah Timur : Selat Malaka
Sebelah Barat : Daratan Aceh Tamiang
Sebelah Selatan : Sumatera Utara
5.2.2 Kawasan Lindung Lainnya
5.2.2.1 Penetapan Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Pulau Weh
Taman Wisata Alam Pulau Weh ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Pertanian No. 928/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 yang
memiliki luas daratan seluas 1.300 hektar dan luas perairan seluas 2.600 hektar.
Selanjutnya pada tanggal 14 Mei 2014 kawasan tersebut ditetapkan berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 3919/Menhut-VII/KUH/2014
tentang Penetapan Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Pulau Weh di Kota
Sabang Provinsi Aceh yaitu Kawasan Hutan Taman Wisata Alam seluas 1.201,10
hektar dan Kawasan Taman Wisata Alam Laut seluas 5.280,20 hektar sehingga
keseluruhan luas kawasan tersebut menjadi 6.481,30 hektar. Dalam pengelolaannya
BKSDA Aceh telah melakukan penataan blok untuk kawasan tersebut dibagi dalam 3
(tiga) blok berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya
Alam dan Ekosistem Nomor: SK. 38/KSDAE/SET/KSDAE.0/2/2016 tentang Blok
Pengelolaan Taman Wisata Alam Pulau Weh, Kota Sabang, Provinsi Aceh yaitu blok
perlindungan seluas 4.465,7 hektar, blok pemanfaatan seluas 2.007,6 hektar dan blok
khusus seluas 8 hektar.
Potensi yang mendasari ditetapkannya Iboih sebagai wilayah konservasi
adalah keberadaan terumbu karang, vegetasi mangrove dan biota-biota unik seperti
ikan Napoleon. Pengelolaan wilayah ini pada saat ini berada dibawah Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Konservasi Sumberdaya Alam
(BKSDA) Seksi Wilayah Konservasi I Propinsi Aceh.
Secara geografis Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Pulau Weh terletak
pada 050 52’ LU dan 950 52’ BT. Secara administratif, Kawasan Hutan pada
Kelompok Hutan Pulau Weh termasuk dalam Gampong Iboih, Kecamatan
Sukakarya, Kota Sabang dengan batas sebagai berikut:
Sebelah Utara : Selat Malaka
Sebelah Selatan : Gampong Iboih
Sebelah Timur : Selat Malaka
58
Sebelah Barat : Samudera Hindia
Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Pulau Weh diperuntukkan untuk
perlindungan dan pengembangan yang terkait dengan aktifitas pariwisata. Pada
prinsipnya, di Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Pulau Weh berlaku aturan
konservasi secara umum, dalam arti pengunjung tidak diizinkan melakukan
pengambilan spesimen satwa atau tumbuhan, baik hidup maupun mati, atau dilarang
adanya kegiatan perburuan (memancing), dilarang merusak, dilarang menambah dan
mengurangi, serta mencemari lingkungan di dalam kawasan.
5.2.2.2 Kawasan Hutan Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam Laut Kepulauan Banyak
Kawasan Hutan Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam Laut
Kepulauan Banyak merupakan salah satu Taman Wisata Alam di Provinsi Aceh yang
terletak di Kabupaten Aceh Singkil ditunjuk pada tahun 1996 berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 596/Kpts-II/1996 pada tanggal 16 September
1996 seluas 227.500 ha. Selanjutnya pada tahun 2014 kawasan tersebut telah
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Penetapan Menteri Kehutanan Nomor:
5347/ Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 11 Agustus 2014 tentang Penetapan Kawasan
Hutan Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam Laut Kepulauan Banyak seluas
205.720,24 Hektar di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh, dengan luas perairan
mencapai 178.317,86 Hektar dan luas daratan mencapai 27.402,53 Hektar.
Berdasarkan Penataan Blok yang telah disusun oleh BKSDA Aceh pada tahun 2015
dan telah disahkan sesuai Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya
Alam dan Ekosistem Nomor: SK. 162/KSDAE/Set/KSA.0/6/2016 tentang Blok
Pengelolaan Taman Wisata Alam Kepulauan Banyak, Kabupaten Aceh Singkil,
Provinsi Aceh, terdiri dari blok perlindungan dengan luas 20.920,39 Ha, blok
perlindungan bahari dengan luas 87.464,05 Ha, blok pemanfaatan dengan luas
56.863,95 Ha dan blok tradisional dengan luas 90.337 Ha (penataan blok merujuk
pada luas kawasan berdasarkan SK 103/MenLHK-II/2015 tanggal 2 April 2015
tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.
865/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014 tentang Kawasan Hutan dan
Konservasi Perairan Provinsi Aceh).
Kawasan Hutan Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam Laut
Kepulauan Banyak diinisiasi dan dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
59
Kehutanan melalui BKSDA. Konservasi penyu hijau sebagai spesies yang dilindungi
mendasari ditetapkannya Pulau Banyak menjadi kawasan konservasi.
5.3. KAWASAN STRATEGIS NASIONAL TERTENTU
Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah kawasan yang terkait dengan
kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia.
Aceh merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki pulau kecil terluar
yang menjadi salah satu referensi penghitungan batas teritorial Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Pulau terluar tersebut bernama Pulau Rondo dan Pulau
Weh, Kecamatan Suka Karya dan Kecamatan Suka Jaya, Kota Sabang; Pulau
Bateeleblah dan Pulau Rusa, Kecamatan Pulo Aceh dan Kecamatan Lhoong,
Kabupaten Aceh Besar; Pulau Raya, Kecamatan Sampoiniet, Kabupaten Aceh Jaya;
Pulau Salaut Besar dan Pulau Simeulue Cut, Kecamatan Simeulue Utara, Kabupaten
Simeulue. Kedudukan pulau-pulau ini disebutkan dalam Keputusan Presiden Nomor
6 Tahun 2017 tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar, sebagai pulau terluar
Indonesia yang terdapat di Aceh. Total luas kawasan strategis nasional tertentu
adalah sebesar 658.321,11 Ha, dan secara geografis berada di perairan Samudera
Hindia dan Selat Malaka (KSNT-PKT 01 – 07).
5.4. ALUR LAUT
Alur laut (penjelasan Pasal 10 huruf (a), UU-RI 27/2007), merupakan
perairan yang dimanfaatkan, antara lain untuk: alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut,
dan perlintasan migrasi biota laut. Kesesuaian untuk peruntukan alur laut ini
didasarkan pada kondisi eksisting alur laut yang ada di WP-3-K Aceh.
5.4.1 Alur Pelayaran dan/atau Perlintasan
Alur pelayaran, mengacu pada kondisi alur pelayaran yang sering digunakan
baik secara lokal, regional/nasional maupun internasional yang dapat diperoleh dari
Kementerian Perhubungan (Direktorat Jenderal Perhubungan Laut), Dinas Kelautan
dan Perikanan Aceh serta Bappeda Aceh. Pada zona alur pelayaran ini dibagi
menjadi:
a. pelayaran internasional, yang berfungsi sebagai alur pelayaran yang terdapat
di pelabuhan pengumpul
60
b. pelayaran nasional, yang berfungsi sebagai alur pelayaran yang terdapat di
pelabuhan pengumpan regional
c. pelayaran regional, yang berfungsi sebagai alur pelayaran yang terdapat di
pelabuhan pengumpan
Alur-alur yang telah ditetapkan, telah dibuatkan sempadan alur dengan
ketentuan pada sisi kiri dan kanan alur dibuatkan sempadan masing-masing 500
meter atau dua kali panjang kapal yang melintasi kapal tersebut.
Alur-alur pelayaran di Aceh yang diatur dalam Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah alur pelayaran yang berada di perairan laut 0-12
mil laut saja. Alur-alur pelayaran di Aceh meliputi alur dari dan menuju ke
pelabuhan-pelabuhan di seluruh wilayah propinsi ini. Zona pelayaran yang dimaksud
meliputi sub zona alur pelayaran internasional, alur pelayaran nasional, dan alur
pelayaran regional. Alur pelayaran internasional yang bersinggungan dengan wilayah
laut Aceh (AL-AP-01) adalah alur pelayaran Sabang – Laut Andaman.
Alur pelayaran nasional meliputi:
a. Alur pelayaran Aceh Barat – Samudera Hindia (AL-AP-02)
b. Alur pelayaran Aceh Besar – Selat Malaka (AL-AP-03)
c. Alur pelayaran Langsa – Medan (AL-AP-04)
d. Alur pelayaran Lhokseumawe – Selat Malaka (AL-AP-05)
Alur pelayaran regional di Aceh meliputi alur layar:
a. Alur pelayaran Aceh Barat – Aceh Barat Daya (AL-AP-06)
b. Alur pelayaran Aceh Barat - Simeulue (AL-AP-07)
c. Alur pelayaran Aceh Barat Daya - Aceh Selatan (AL-AP-08)
d. Alur pelayaran Aceh Besar – Aceh Jaya (AL-AP-09)
e. Alur pelayaran Aceh Besar - Aceh Utara (AL-AP-10)
f. Alur pelayaran Aceh Besar – Pidie (AL-AP-11)
g. Alur pelayaran Aceh Besar - Sabang (AL-AP-12)
h. Alur pelayaran Aceh Jaya - Aceh Barat (AL-AP-13)
i. Alur pelayaran Aceh Selatan – Simeulue (AL-AP-14 dan AL-AP-15)
j. Alur pelayaran Aceh Singkil – Simeulue (AL-AP-16 dan AL-AP-17)
k. Alur pelayaran Aceh Timur – Langsa (AL-AP-18)
l. Alur pelayaran Aceh Utara – Aceh Timur (AL-AP-19)
m. Alur pelayaran Banda Aceh - Aceh Besar (AL-AP-20)
61
n. Alur pelayaran Banda Aceh - Aceh Jaya (AL-AP-21)
o. Alur pelayaran Banda Aceh – Sabang (AL-AP-22 dan AL-AP-23)
p. Alur pelayaran Pidie - Aceh Utara (AL-AP-24)
q. Alur pelayaran Pidie - Bireuen (AL-AP-25)
r. Alur pelayaran Pulau Balai – Pulau Tuangku (AL-AP-26)
s. Alur pelayaran Simeulue - Aceh Barat (AL-AP-27)
5.4.2 Migrasi Biota Laut
Migrasi biota laut di wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil Aceh terdiri dari
migrasi hiu martil, pari manta, lumba-lumba, pari manta, paus, penyu, sidat, tuna,
dan dugong.
Migrasi biota laut terdiri dari :
a. Migrasi ikan tertentu (hiu martil, pari manta, sidat dan tuna) berada di Selat
Malaka dan Samudera Hindia (AL-AMB-01 sampai dengan AL-AMB-04)
b. Migrasi mamalia laut (lumba - lumba, paus dan dugong) di Selat Malaka dan
Samudera Hindia (AL-AMB-05 sampai dengan AL-AMB-07)
c. Migrasi penyu di Selat Malaka dan Samudera Hindia (AL-AMB-08)
5.4.3 Pipa/Kabel Bawah Laut
Pipa/kabel bawah laut di wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil di Aceh
terdiri dari:
a. Kabel telekomunikasi dari Bakongan – Simeulue (AL-APK-01)
b. Kabel telekomunikasi dari Banda Aceh – Sabang (AL-APK-02)
c. Kabel telekomunikasi dari Sabang – Lhokseumawe – Medan (AL-APK-03)
d. Pipa minyak dan gas dari Lhokseumawe – Selat Malaka (AL-APK-04)
5.5. KAWASAN STRATEGIS NASIONAL
Penetapan kawasan strategis nasional di wilayah Aceh sebagaimana tertuang
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang
RTRW Nasional ditinjau dari beberapa kepentingan yaitu: pertahanan dan keamanan,
62
pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pendayagunaan sumberdaya alam
dan/atau teknologi tinggi serta fungsi dan daya dukung lingkungan.
Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap
kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
Kawasan militer di Aceh digunakan sebagai kepentingan pertahanan negara (TNI).
Kawasan yang digunakan dengan fungsi kegiatan militer dikategorikan sebagai
kawasan strategis mencakup daerah pangkalan, lokasi latihan, obyek vital, basis dan
daerah demobilisasi. Namun demikian penetapan kawasan militer sebagai kawasan
pertahanan dan keamanan merupakan kewenangan pemerintah.
Arahan penetapan kawasan perbatasan (KSN-WP-01) seluas 8.106,02 Ha di
Kota Sabang. Arahan penetapan kawasan pertahanan negara untuk daerah latihan
militer (KSN-DLA-01 – 03) dengan total seluas 26.996,37 Ha yang tersebar di
Kabupaten Aceh Besar seluas 6.696,31 Ha, Kabupaten Bireuen seluas 12.797,02 Ha
dan Kabupaten Aceh Barat seluas 7.503,04 Ha.
Arahan daerah ranjau (KSN-R-01 – 02) seluas 3.227,08 Ha di Kota Sabang.
Daerah pembuangan amunisi (KSN-PA-01) terdapat di Kota Sabang dengan kawasan
seluas 216,16 Ha.
Arahan daerah pangkalan TNI AL (Lanal) terletak di Kota Lhokseumawe
(KSN-L-01), Kota Sabang (KSN-L-02), dan Kabupaten Simeulue (KSN-L-03) dengan
total area seluas 2,97 Ha. Adapun rencana pembangunan Pangkalan Utama TNI
Angkatan Laut (Lantamal) seluas 29,04 Ha di Kabupaten Aceh Besar (KSN-RL-01).
Arahan daerah fasilitas pemeliharaan dan perbaikan (fasharkan) terletak di
Kota Sabang (KSN-FS-01) seluas 0,99 Ha.
Arahan daerah KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) Bandar
Aceh Darussalam (KSN-BAD-01) terletak di Kota Sabang, Kota Banda Aceh,
Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, seluas 390.948,08 Ha.
Arahan daerah kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang (KSN-
KPPBS-01) di Kota Sabang dan Kabupaten Aceh Besar seluas 484.961,88 Ha.
63
5.6 WILAYAH KELOLA PANGLIMA LAOT
Panglima Laot adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan. Penerbitan Undang-Undang Nomor 1
tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menyepakati 4 (empat)
norma hukum penting, yakni: (i) pemberdayaan masyarakat hukum adat dan nelayan
tradisional; (ii) penataan investasi; (iii) sistem perizinan; dan (iv) pengelolaan
kawasan konservasi laut nasional. Pemberdayaan masyarakat diperkuat dalam
inisiasi penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil beserta
dengan pemerintah dan dunia usaha. Dengan norma hukum ini, maka masyarakat
dapat mengambil inisiatif mengusulkan rencana zonasi.
Arahan penetapan kawasan Panglima Laot seluas 1.525.876,76 Ha tersebar
di Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie,
Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kabupaten Aceh Utara, Kota
Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa, Kabupaten Aceh Tamiang,
Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten
Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten
Simeulue.
64
BAB VI
PERATURAN PEMANFAATAN RUANG
Peraturan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mengkaji
seluruh opsi pemanfaatan sumberdaya. Keputusan penggunaan sumberdaya yang
tidak dapat pulih harus dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangan
kemanfaatan dan dampak jangka panjang. Ketentuan pengaturan kawasan adalah
ketentuan yang diperuntukan sebagai alat pengaturan pengalokasian ruang wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil, meliputi pernyataan maksud pengelolaan kawasan,
ketentuan perizinan, ketentuan pemberian insentif dan disinsentif, serta arahan
pengenaan sanksi dalam rangka perwujudan rencana alokasi ruang wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil.
Arahan pemanfaatan ruang dibagi dalam 4 (empat) kawasan yakni; kawasan
pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan strategis nasional tertentu dan
alur laut. Selain alokasi ruang yang dimaksud, pada sebagian di WP-3-K daerah
dapat dialokasikan KSN sesuai dengan peraturan perundang-undangan Setiap
kawasan tersebut masih terbagi dalam beberapa zona dan subzona sesuai dengan
rencana alokasi ruang yang ditetapkan. Untuk memberikan arahan peraturan zonasi,
maka pada setiap subzona terdapat aturan-aturan dasar antara lain:
1. Kegiatan yang boleh dilakukan ( I )
Segala kegiatan yang akan dialokasikan pada suatu ruang, tidak
mempunyai pengaruh dan dampak sehingga tidak mempunyai pembatasan
dalam implementasinya, karena baik secara fisik dasar ruang maupun fungsi
ruang sekitar saling mendukung dan terkait.
2. Kegiatan yang tidak boleh dilakukan (X)
Kegiatan yang sama sekali tidak diperbolehkan pada suatu ruang,
karena dapat merusak lingkungan dan mengganggu kegiatan lain yang ada
disekitarnya.
3. Kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin (B)
Setiap kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin
dialokasikan pada suatu ruang dengan pengalokasian bersyarat dan batasan
tertentu yang telah ditetapkan.
65
Secara rinci kegiatan-kegiatan yang diatur dalam setiap kawasan, disajikan
pada Tabel 6.2
Tabel 6.2. Kegiatan yang Diatur Dalam Setiap Kawasan
KEGIATANKAWASAN
PEMANFAATAN UMUM KONSERVASI KSNT ALUR
LAUTPariwisata I B B B
Permukiman I X B X
Pelabuhan I B B X
Hutan mangrove I B B X
Perikanan budidaya I B I X
Perikanan tangkap I B B X
Pergaraman I B B X
Energi I X B X
Konservasi perairan B I I B
Konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil
B I I B
Konservasi maritim B I I B
Sempadan pantai B I I B
Mitigasi bencana alam
B I I B
Pipa/kabel bawah laut
X B B I
Alur pelayaran I X B I
Migrasi biota laut B I B I
Perbatasan dan PPK terluar
B I I B
I= diperbolehkan, B= dengan izin, X= tidak diperbolehkan
6.1 KETENTUAN PERATURAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
6.1.1 Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Kawasan/Zona
Ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zona sebagaimana
dimaksudkan untuk menjabarkan secara umum ketentuan-ketentuan yang mengatur
tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya yang
66
mencakup seluruh wilayah administratif. Ketentuan umum pernyataan pemanfaatan
kawasan/zona terdiri dari:
a. penjelasan/deskripsi/definisi alokasi ruang yang telah ditetapkan dalam
rencana alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
b. ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan, tidak boleh dilakukan dan
kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin
c. ketentuan tentang prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait dengan
pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
d. ketentuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan untuk
mengendalikan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zona sebagaimana
dimaksud, berfungsi sebagai:
a. landasan bagi penyusunan peraturan zonasi untuk pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di setiap zona/ subzona
b. dasar pemberian izin pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil
c. pertimbangan dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil
6.1.2 Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Kawasan Pemanfaatan Umum.
6.1.2.1 Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Zona Pariwisata
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di zona pariwisata/sub zona
wisata bawah laut/ sub zona wisata alam pantai/pesisir dan pulau-pulau kecil/ sub
zona olahraga air, yaitu:
a. kegiatan pengembangan sarana penunjang kegiatan wisata bahari yang tetap
memperhatikan keasrian lingkungan pantai dan tatanan sosial budaya
masyarakat setempat
b. kegiatan penyediaan sarana dan prasarana wisata bahari yang tidak berdampak
pada kerusakan lingkungan
c. kegiatan penangkapan ikan dengan alat pancing tangan pada saat tidak ada
kegiatan wisata bahari
d. kegiatan penangkapan ikan dengan jumlah terbatas
67
e. kegiatan pendidikan dan penelitian
f. kegiatan monitoring dan evaluasi
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
zona pariwisata/sub zona wisata bawah laut/ sub zona wisata alam pantai/pesisir dan
pulau-pulau kecil/ sub zona olahraga air, yaitu membangun sarana dan prasarana
wisata sesuai dengan kategori kegiatan atau jenis wisatanya.
Ketentuan tentang prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait dengan
pemanfaatan ruang di zona pariwisata adalah:
a. fasilitas informasi cuaca dan mitigasi bencana
b. fasilitas keamanan dan keselamatan berwisata & rekreasi
c. tersedia fasilitas dan infrastruktur pendukung kegiatan wisata, tempat parkir,
tanda batas zona, tambat kapal/perahu dan fasilitas umum lainnya
Ketentuan khusus sebagaimana dimaksud di zona pariwisata adalah:
a. pengendalian kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan di daratan
maupun perairan
b. melakukan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
c. tersedia tim keamanan dan penyelamatan wisatawan
6.1.2.2 Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Zona Permukiman
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di zona permukiman adalah:
a. Kegiatan ritual adat/agama
b. Atraksi budaya/kegiatan penunjang budaya
c. Pelestarian budaya
d. Pembangunan fasilitas keselamatan wisata
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
zona permukiman, yaitu:
a. penelitian dan pendidikan
b. wisata bahari
c. membangun sarana dan prasarana permukiman
d. pengerukan alur pelabuhan
e. kegiatan pemanfaatan zona sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
kapasitas, sarana dan prasarana, dan pendukung pelabuhan lainnya
68
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di zona permukiman
adalah pengerukan pasir laut dan semua jenis kegiatan pertambangan. Ketentuan
tentang prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait dengan pemanfaatan ruang
di zona permukiman adalah berupa pembangunan fasilitas mitigasi bencana.
6.1.2.3 Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Zona Pelabuhan
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di zona pelabuhan, yaitu:
a. pembangunan terminal untuk kepentingan sendiri
b. kegiatan lalu lintas kapal yang masuk dan keluar terminal untuk kepentingan
sendiri dan terminal khusus
c. kegiatan bongkar muat barang dan penumpang
d. kegiatan pengembangan pelabuhan dan pengembangan ekonomi masyarakat
sesuai dengan konsep kegiatan pelabuhan pembanguan fasilitas pokok dan
fasilitas penunjang yang sudah tercantum dalam rencana induk pelabuhan
e. kegiatan penambatan kapal dan perahu
f. kegiatan kepelabuhanan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
zona pelabuhan adalah:
a. penelitian dan pendidikan
b. wisata bahari
c. pengerukan alur pelabuhan
d. kegiatan pemanfaatan zona sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
kapasitas, sarana dan prasarana, dan pendukung pelabuhan lainnya.
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di zona pelabuhan
adalah:
a. penangkapan ikan dengan alat menetap dan/atau bergerak yang mengganggu
kegiatan kepelabuhanan
b. penangkapan ikan yang menggunakan bom dan atau bahan peledak, potas dan
atau bahan beracun, serta menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak
ekosistem di WP-3-K
c. semua jenis kegiatan perikanan budidaya
69
d. pemasangan rumah ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon serta
terumbu karang buatan
e. pembuangan sampah dan limbah
f. kegiatan yang mengganggu kegiatan kepelabuhanan
Ketentuan tentang prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait dengan
pemanfaatan ruang di zona pelabuhan adalah:
a. alur pelayaran
b. perairan tempat labuh
c. kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal
d. perairan tempat alih muat kapal
e. perairan untuk kapal yang mengangkut Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun
(B3)
f. perairan untuk kegiatan karantina
g. perairan alur penghubung intrapelabuhan
h. perairan pandu
i. perairan untuk kapal pemerintah
j. tanda batas sesuai dengan batas yang telah ditetapkan
Ketentuan tentang prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait dengan
pemanfaatan ruang di zona pelabuhan adalah:
a. fasilitas pokok terdiri dari dermaga, kolam pelabuhan, jalan komplek dan drainase
b. fasilitas fungsional terdiri dari kantor administrasi pelabuhan, TPI, suplai air
bersih, instalasi listrik dan stasiun pengisian bahan bakar nelayan
c. fasilitas penunjang terdiri dari pos jaga dan MCK
Ketentuan khusus di zona pelabuhan adalah:
a. kegiatan kepelabuhanan harus menjamin kelestarian lingkungan
b. kegiatan kepelabuhanan harus mempertimbangkan pengendalian pencemaran dan
mitigasi bencana
6.1.2.4 Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Zona Hutan Mangrove
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di zona hutan mangrove
adalah:
a. budidaya dengan metode, alat dan teknologi yang tidak merusak ekosistem di
wilayah pesisir
70
b. kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan kecil dengan alat yang ramah lingkungan
c. pariwisata yang tidak menimbulkan dampak kerusakan lingkungan
d. rehabilitasi mangrove
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di zona hutan
mangrove adalah:
a. kegiatan budidaya yang menggunakan metode, alat dan teknologi yang dapat
merusak ekosistem mangrove
b. penangkapan ikan dengan alat menetap dan/atau yang dapat merusak ekosistem
mangrove
c. memanfaatkan kayu hidup yang berasal dari kawasan hutan mangrove untuk
kepentingan komersial
d. pembuangan sampah dan limbah
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
zona hutan mangrove adalah:
a. kegiatan penelitian dan pendidikan
b. alih fungsi lahan
c. pengembangan sarana dan prasarana pariwista dan rekreasi
d. monitoring dan evaluasi
6.1.2.5 Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Zona Perikanan Tangkap
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di zona perikanan tangkap
adalah:
a. kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan peralatan yang ramah lingkungan
b. kegiatan penangkapan ikan yang mempertimbangkan perlindungan habitat dan
populasi ikan
c. penangkapan ikan skala kecil yang menggunakan perahu tanpa motor dengan alat
tangkap yang bersifat pasif, seperti bubu, jaring insang, dan pancing pada perairan
0-2 mil dari garis pantai
d. penangkapan ikan skala kecil yang menggunakan perahu motor tempel bermesin
kurang dari 25 (dua puluh lima) PK dengan alat tangkap yang bersifat pasif,
seperti bubu, jaring insang, dan pancing pada perairan 0-2 mil dari garis pantai
e. penangkapan ikan yang menggunakan kapal motor dengan alat tangkap mengacu
pada peraturan perundangan
71
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di zona perikanan
tangkap adalah:
a. penangkapan ikan yang menggunakan bom dan atau bahan peledak, potas
dan/atau bahan beracun, serta menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak
ekosistem di WP-3-K
b. penangkapan ikan yang menggunakan kapal perikanan berukuran lebih dari 5
(lima) Gross Ton (GT) pada perairan 0-2 mil dari garis pantai
c. penangkapan ikan yang menggunakan alat tangkap yang tidak sesuai dengan jalur
penangkapan ikan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku
d. pembuangan sampah dan limbah
e. segala jenis kegiatan perikanan budidaya
f. penangkapan ikan pada wilayah perairan yang tidak sesuai dengan ketentuan
masyarakat adat atau masyarakat lokal yang disepakati dalam rangka pengelolaan
sumberdaya secara berkelanjutan
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
zona perikanan tangkap adalah:
a. penelitian dan pendidikan
b. pemasangan rumah ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon serta
terumbu karang buatan
c. pariwisata dan rekreasi
d. monitoring dan evaluasi
Ketentuan tentang prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait dengan
pemanfaatan ruang di zona perikanan tangkap adalah tempat tambat kapal/perahu.
Ketentuan khusus di zona perikanan tangkap adalah:
a. kegiatan penangkapan ikan harus menggunakan peralatan yang ramah lingkungan
b. kegiatan penangkapan ikan harus mempertimbangkan perlindungan habitat dan
populasi ikan dan hukum adat laot
6.1.2.6 Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Zona Perikanan Budidaya
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di zona perikanan budidaya
adalah:
a. budidaya laut skala kecil dengan metode, alat dan teknologi yang tidak merusak
ekosistem di WP-3-K
72
b. kegiatan penangkapan ikan skala kecil pada area yang tidak terdapat kegiatan
budidaya
c. kegiatan masyarakat non nelayan yang tidak mempunyai akses untuk
mengembangkan budidaya laut (mariculture)
d. budidaya laut dengan teknologi tradisional dan semi intensif
e. budidaya laut dengan keramba jaring apung
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di zona perikanan
budidaya adalah:
a. kegiatan budidaya yang menggunakan metode, alat dan teknologi yang dapat
merusak ekosistem di WP-3-K
b. menempatkan rumah ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon serta
terumbu karang buatan
c. menangkap ikan dengan alat menetap dan/atau bergerak yang mengganggu
kegiatan budidaya laut
d. menangkap ikan yang menggunakan bahan peledak, bius dan atau bahan beracun,
serta menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak ekosistem di WP-3-K
e. kegiatan pertambangan
f. kegiatan non perikanan serta lintas kapal yang dapat mengganggu kegiatan
budidaya
g. penggunaan pakan biota budidaya secara berlebihan pada zona pemanfaatan
umum dan zona perikanan berkelanjutan
h. pembuangan sampah dan limbah
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
zona perikanan budidaya adalah:
a. budidaya laut skala menengah sampai skala besar dengan metode, alat dan
teknologi yang tidak merusak ekosistem di wilayah pesisir
b. kegiatan penelitian dan pendidikan
c. kegiatan pengembangan wisata bahari dan rekreasi
Ketentuan tentang prasarana minimum yang dipersyaratkan terkait dengan
pemanfaatan ruang di zona perikanan budidaya adalah:
a. koefisien pemanfaatan perairan untuk budidaya adalah 80%, dimana terdapat
ruang sebesar 20% untuk alur-alur/lalu lintas perahu yang mendukung kegiatan
budidaya
73
b. prasarana budidaya laut yang tidak bersifat permanen
Ketentuan khusus di zona perikanan budidaya adalah:
a. kegiatan budidaya harus menghindari areal ekosistem pesisir
b. pengembangan budidaya laut disertai dengan kegiatan pengembangan/
peremajaan bibit
6.1.2.7 Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Zona Pergaraman
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di zona pergaraman adalah
membangun saluran air, dan melakukan perlindungan di zona pergaraman dari
pencemaran air laut.
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di zona pergaraman
adalah segala bentuk kegiatan yang mencemari air laut.
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
zona pergaraman adalah kegiatan penangkapan ikan skala kecil dan rehabilitasi
ekosistem pesisir.
6.1.2.8 Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Zona Energi
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di zona energi adalah
instalasi pembangkit listrik, kegiatan lalu lintas kapal yang masuk dan keluar
terminal khusus dan pemanfaatan dan pengoperasian terminal khusus.
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di zona energi adalah
pembangunan bandar udara, pelabuhan rakyat dan kegiatan pembangunan fisik
lainnya yang dapat mengganggu kegiatan pembangkit listrik.
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
zona energi adalah kegiatan bongkar muat dan pemantauan lingkungan.
6.1.2.9 Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Kawasan Konservasi
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di kawasan konservasi
adalah:
a. kegiatan kepelabuhanan perikanan yang dikelola oleh pemerintah
b. kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan peralatan yang ramah
lingkungan sesuai dengan ketentuan zonasi kawasan konservasi
c. kegiatan lalu lintas pelayaran yang melintasi kawasan konservasi
74
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di kawasan konservasi
adalah:
a. penangkapan ikan yang menggunakan bom dan atau bahan peledak, potas dan
atau bahan beracun, serta menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak
ekosistem di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
b. pembuangan sampah dan limbah
c. kegiatan penangkapan ikan di zona inti
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
kawasan konservasi adalah:
a. penelitian dan pendidikan
b. pemasangan rumah ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon serta
terumbu karang buatan
c. pariwisata dan rekreasi
d. monitoring dan evaluasi
e. pengelolaan sebagian zona perikanan berkelanjutan atau zona pemanfaatan
terbatas pada kawasan konservasi untuk kegiatan penangkapan ikan oleh
masyarakat hukum adat, masyarakat lokal dan/atau masyarakat tradisional dapat
dilakukan melalui perjanjian kemitraan dengan unit organisasi pengelola
f. pemanfaatan sumberdaya perairan pada kawasan konservasi oleh kelompok
masyarakat pada lokasi yang memiliki fungsi atau peruntukan pemanfaatan
tradisional dapat dilakukan melalui perjanjian kemitraan dengan unit organisasi
pengelola
6.1.2.10 Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Wilayah Kelola Panglima
Laot
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di wilayah kelola Panglima
Laot adalah kegiatan perikanan tradisional.
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di zona masyarakat
hokum adat adalah kegiatan perikanan industri skala besar.
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
zona masyarakat hukum adat adalah:
a. penelitian dan pendidikan
b. penangkapan ikan oleh nelayan luar
75
c. monitoring dan evaluasi
6.1.2.11 Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Alur Laut
A. Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Alur Pelayaran/Pelayaran Internasional/ Pelayaran Nasional/Pelayaran Regional
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di alur pelayaran/ pelayaran
internasional/ pelayaran nasional/ pelayaran regional adalah:
a. lalu lintas kapal dari dan/atau menuju pelabuhan pengumpul/ pelabuhan
pengumpan/pelabuhan penyeberangan
b. tindakan penyelamatan atau salvage
c. kegiatan yang selaras dengan pelestarian/perlindungan lingkungan.
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di alur pelayaran/
pelayaran internasional/ pelayaran nasional/ pelayaran regional adalah:
a. semua jenis kegiatan perikanan budidaya
b. penangkapan ikan dengan alat menetap
c. pemasangan rumah ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon serta
terumbu karang buatan
d. penangkapan ikan yang menggunakan bom dan atau bahan peledak, potas dan
atau bahan beracun, serta menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak
ekosistem di wilayah pesisir
e. pariwisata dan rekreasi
f. pembuangan sampah dan limbah
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
alur pelayaran/ pelayaran internasional/ Pelayaran nasional/ pelayaran regional
adalah:
a. penelitian dan pendidikan
b. monitoring dan evaluasi
c. pengerukan alur pelayaran
B. Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan di Alur Kabel / Pipa Bawah
Laut
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di alur kabel/pipa bawah
laut adalah kegiatan yang selaras dengan pelestarian/perlindungan lingkungan.
76
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di alur kabel/pipa
bawah laut antara lain:
a. lalu lintas kapal dari dan/atau menuju pelabuhan pengumpul/pelabuhan
pengumpan
b. pengerukan alur pelayaran
c. semua jenis kegiatan perikanan budidaya
d. penangkapan ikan dengan alat menetap
e. pemasangan rumah ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon serta
terumbu karang buatan
f. penangkapan ikan yang menggunakan bom dan atau bahan peledak, potas dan
atau bahan beracun, serta menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak
ekosistem di WP-3-K
g. pariwisata dan rekreasi yang menetap
h. pembuangan sampah dan limbah
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
alur kabel/pipa bawah laut antara lain:
a. penelitian dan pendidikan
b. monitoring dan evaluasi
C. Ketentuan Umum Pernyataan Pemanfaatan Alur Laut/ Migrasi Biota
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di alur laut/migrasi biota
adalah:
a. kegiatan yang selaras dengan pelestarian/perlindungan lingkungan
b. perlindungan vegetasi pantai
c. ekowisata
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di alur laut/migrasi
biota adalah:
a. semua jenis kegiatan perikanan budidaya
b. penangkapan ikan skala kecil dengan alat bergerak
c. penangkapan ikan dengan alat menetap
d. pemasangan rumah ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti rumpon serta
terumbu karang buatan
77
e. penangkapan ikan yang menggunakan bom dan atau bahan peledak, potas dan
atau bahan beracun, serta menggunakan alat tangkap yang bersifat merusak
ekosistem di wilayah pesisir
f. pembuangan sampah dan limbah
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan izin di
alur laut/migrasi biota adalah:
a. penelitian dan pendidikan
b. monitoring dan evaluasi
6.1.3 Peraturan Pemanfaatan Wilayah Kelola Panglima Laot
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan di wilayah kelola panglima
laot adalah kegiatan perikanan tradisional.
Ketentuan umum kegiatan yang tidak boleh dilakukan di wilayah masyarakat
hukum adat adalah kegiatan perikanan industri skala besar.
Ketentuan umum kegiatan yang boleh dilakukan setelah mendapatkan ijin di
wilayah kelola panglima laot antara lain:
a. penelitian dan pendidikan
b. penangkapan ikan oleh nelayan luar
c. monitoring dan evaluasi
6.1.4 Ketentuan Perizinan
Ketentuan perizinan merupakan alat pengendali pemanfaatan ruang yang
menjadi kewenangan pemerintah Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku melalui proses administrasi dan teknis yang harus dipenuhi
sebelum kegiatan pemanfaatan WP-3-K dilaksanakan, untuk menjamin kesesuaian
pemanfaatan ruang WP-3-K.
Ketentuan perizinan terdiri atas izin lokasi perairan pesisir dan izin
pengelolaan. Izin lokasi perairan pesisir diberikan berdasarkan rencana zonasi
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang berlaku.
Setiap pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan
sebagian pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki izin, sesuai dengan syarat
dan tata cara pemberian izin yang berlaku.
78
6.1.5 Ketentuan Insentif
Ketentuan insentif adalah ketentuan yang mengatur tentang pemberian
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan kegiatan yang didorong
perwujudannya dalam rencana tata ruang dan rencana zonasi. Ketentuan insentif
disusun berdasarkan:
a. rencana pemanfaatan ruang WP-3-K
b. ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zona/sub zona
c. kriteria pemberian akreditasi
d. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya
Standar dan pedoman pemberian insentif mencakup:
a. relevansi isu prioritas
b. proses konsultasi publik
c. dampak positif terhadap pelestarian lingkungan
d. dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat
e. kemampuan implementasi yang memadai
f. dukungan kebijakan dan program pemerintah
Ketentuan mengenai tata cara pemberian insentif, diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Gubernur. Pemberian insentif dapat diberikan oleh Pemerintah Aceh
kepada Pemerintah Kabupaten /Kota baik masyarakat perorangan maupun lembaga.
Insentif dapat berupa pemberian kompensasi, urun saham, pembangunan serta
pengadaan infrastruktur, penghargaan, keringanan pajak, imbalan, sewa ruang,
penyediaan infrastruktur, dan kemudahan prosedur perizinan.
6.1.6 Ketentuan Disinsentif
Ketentuan disinsentif adalah ketentuan yang mengatur tentang pengenaan
bentuk-bentuk kompensasi dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil, yang berfungsi sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan pemanfaatan
ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Ketentuan disinsentif disusun
berdasarkan:
a. rencana pemanfaatan ruang WP-3-K
b. ketentuan umum pernyataan pemanfaatan kawasan/zona/ subzona
c. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya
79
Tata cara dan mekanisme pemberian disinsentif diatur dengan Peraturan
Gubernur. Ketentuan mengenai tata cara pemberian disinsentif, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Gubernur. Pemberian disinsentif dapat diberikan oleh Pemerintah
Aceh kepada Pemerintah Kabupaten /Kota baik masyarakat perorangan maupun
lembaga. Disinsentif dapat berupa pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan
kompensasi, penalti, pengenaan pajak yang tinggi, dan pembatasan kompensasi
6.1.7 Arahan Pengenaan Sanksi
Arahan pengenaan sanksi adalah merupakan tindakan penertiban yang
dilakukan terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran di bidang perencanaan
zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pelanggaran di bidang perencanaan
zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi:
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana zonasi WP-3-K Aceh
b. pemanfaatan ruang WP-3-K yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
WP-3-K yang diberikan oleh pejabat yang berwenang
c. menghalangi akses terhadap kawasan yang dinyatakan oleh peraturan
perundang-undangan sebagai milik umum
Pelanggaran dalam penyelenggaraan perencanaan zonasi wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil, pihak yang melakukan penyimpangan dikenakan sanksi meliputi
sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Pengenaan sanksi diberikan kepada
pemanfaat ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang tidak sesuai dengan
ketentuan perizinan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan
kepada pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana zonasi. Arahan pengenaan sanksi administratif
ditetapkan berdasarkan:
a. hasil pengawasan pemanfaatan ruang WP-3-K
b. tingkat simpangan implementasi rencana zonasi WP-3-K
c. kesepakatan antar instansi yang berwenang
d. peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya
Setiap orang yang melanggar ketentuan, dikenai sanksi administratif berupa:
a. Peringatan, peringatan diberikan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk
melalui penerbitan surat peringatan tertulis sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali
80
b. Penghentian sementara, pembekuan sementara dilakukan melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari Gubernur
atau pejabat yang ditunjuk
apabila pelanggar mengabaikan perintah penghentian kegiatan sementara,
Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, menerbitkan surat keputusan
pengenaan sanksi penghentian sementara secara paksa terhadap kegiatan
pemanfaatan ruang
Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, memberitahukan kepada pelanggar
mengenai pengenaan sanksi penghentian kegiatan pemanfaatan ruang dan
akan segera dilakukan tindakan penertiban oleh aparat penertiban
berdasarkan surat keputusan pengenaan sanksi, Gubernur atau pejabat
yang ditunjuk, dengan bantuan aparat penertiban melakukan penghentian
kegiatan pemanfaatan ruang secara paksa
setelah kegiatan pemanfaatan ruang dihentikan, Gubernur atau pejabat
yang ditunjuk melakukan pengawasan agar kegiatan pemanfaatan ruang
yang dihentikan tidak beroperasi kembali sampai dengan terpenuhinya
kewajiban pelanggar untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan
RZWP-3-K dan/atau ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku
c. Denda administratif, denda administratif dikenakan secara tersendiri atau
bersama-sama dengan pengenaan sanksi administratif.
d. Pencabutan izin, pencabutan izin dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
penerbitan surat perintah penghentian kegiatan sementara dari Gubernur
atau pejabat yang ditunjuk
apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan,
Gubernur atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan surat keputusan
pengenaan sanksi pencabutan izin pemanfaatan ruang
Gubernur atau pejabat yang ditunjuk memberitahukan kepada pelanggar
mengenai pengenaan sanksi pencabutan izin
Gubernur atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan keputusan pencabutan
izin
81
memberitahukan kepada pemanfaat ruang mengenai status izin yang telah
dicabut, sekaligus perintah untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan
ruang secara permanen yang telah dicabut izinnya
apabila pelanggar mengabaikan perintah untuk menghentikan kegiatan
pemanfaatan yang telah dicabut izinnya, Gubernur atau pejabat yang
ditunjuk melakukan penertiban kegiatan tanpa izin sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku
6.1.8 Gugatan Perwakilan
Dalam rangka memberikan rasa keadilan, masyarakat berhak mengajukan
gugatan perwakilan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan atas rencana
zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai peraturan perundang-undangan.
Gugatan terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya
tuntutan ganti kerugian kecuali penggantian biaya atau pengeluaran yang nyata-nyata
dibayarkan.
Organisasi kemasyarakatan yang dapat mengajukan gugatan perwakilan
adalah organisasi resmi di wilayah tersebut atau organisasi nasional yang berbadan
hukum, memiliki anggaran dasar yang dengan tegas menyebutkan dengan tujuan
didirikannya organisasi untuk kepentingan pelestarian lingkungan, telah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah
tangganya.
6.2 ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
6.2.1 Arahan Pemanfaatan Zona Pariwisata
Arahan pemanfaatan zona pariwisata dilakukan dengan cara:
a. meningkatkan daya tarik dan destinasi wisata
b. meningkatkan sarana dan prasarana kepariwisataan
c. meningkatkan produk wisata yang sesuai dengan sifat dan karakteristik
d. meningkatkan manajemen kepariwisataan
e. mengendalikan dampak negatif kegiatan pariwisata di wilayah pesisir.
82
6.2.2 Arahan Pemanfaatan Zona Permukiman
Arahan pemanfaatan zona permukiman dilakukan dengan cara:
a. menyediakan area tempat tinggal yang nyaman dan ramah lingkungan
b. meningkatkan sarana & prasarana infrastruktur dasar penunjang permukiman
c. pengendalian perkembangan permukiman
d. meningkatkan penerapan mitigasi bencana
6.2.3 Arahan Pemanfaatan Zona Pelabuhan
Arahan pemanfaatan zona pelabuhan dilakukan dengan cara:
a. meningkatkan pelayanan kepelabuhanan
b. merevitalisasi sarana dan prasarana pelabuhan
c. meningkatkan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang pelabuhan
d. mengatur dan membina, mengendalikan dan melaksanakan pengawasan kegiatan
kepelabuhanan
e. meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran
6.2.4 Arahan Pemanfaatan Zona Hutan Mangrove
Arahan pemanfaatan zona hutan mangrove dilakukan dengan cara:
a. pengembangan budidaya dengan metode, alat dan teknologi yang tidak merusak
eksosistem pesisir dengan mempertimbangkan aspek ekologis dan aspek teknis
lainnya khususnya lingkungan;
b. pengembangan penangkapan ikan oleh nelayan kecil dengan alat yang ramah
lingkungan
c. pengembangnan pariwisata yang tidak menimbulkan dampak kerusakan
lingkungan
d. pengembangan rehabilitasi mangrove
e. pengembangan kegiatan penelitian dan pendidikan
f. pengembangan sarana dan prasarana dasar untuk kegiatan ekowisata
6.2.5 Arahan Pemanfaatan Zona Perikanan Tangkap
Arahan pemanfaatan zona perikanan tangkap dilakukan dengan cara:
a. memanfaatkan sumberdaya ikan secara lestari dan berkelanjutan
b. menjaga keamanan matapencaharian (livelihood security) masyarakat pesisir
83
c. melaksanakan revitalisasi alat tangkap yang produktif dan ramah lingkungan
untuk meningkatkan produksi tangkapan
d. meningkatkan kemampuan dan keterampilan nelayan kecil
e. meningkatkan pengelolaan tempat pelelangan ikan
f. menerapkan teknologi rantai dingin pasca tangkap untuk menjaga kualitas hasil
tangkapan.
6.2.6 Arahan Pemanfaatan Zona Perikanan Budidaya
Arahan pemanfaatan zona perikanan budidaya dilakukan dengan cara:
a. pengembangan budidaya laut bagi kemaslahatan masyarakat pesisir
b. menata dan mengembangkan usaha perikanan budidaya berbasis kluster
c. meningkatkan sarana dan prasarana perikanan budidaya
d. mengembangkan sumberdaya manusia dan menerapkan teknologi budidaya laut
yang produktif dan ramah lingkungan
e. mengendalikan dan/atau mencegah kegiatan yang mengakibatkan terjadinya
penurunan kualitas air dan mengganggu kegiatan perikanan budidaya
6.2.7. Arahan Pemanfaatan Zona Pergaraman
Arahan pemanfaatan zona pergaraman dilakukan dengan cara:
a. pengembangan produksi garam bagi masyarakat pesisir
b. menata dan mengembangkan usaha pergaraman berbasis kluster
c. meningkatkan sarana dan prasarana pergaraman rakyat
d. mengembangkan sumberdaya manusia dan menerapkan teknologi pergaraman
yang produktif dan ramah lingkungan
e. mengendalikan dan/atau mencegah kegiatan yang mengakibatkan terjadinya
penurunan kualitas air dan mengganggu kegiatan produksi garam
6.2.8. Arahan Pemanfaatan Kawasan Konservasi
Arahan pemanfaatan kawasan konservasi dilakukan dengan cara:
a. meningkatkan pengelolaan kawasan konservasi yang adaptif, berbasis ekosistem,
keterpaduan dan kelestarian
b. meningkatkan kapasitas kelembagaan yang partisipatif dalam pemanfaatan
sumberdaya pesisir dan laut
84
c. mengintegrasikan dan mensinergikan fungsi kawasan dengan pembangunan di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
d. memberdayakan kelompok sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat kawasan
konservasi
e. mengendalikan aktivitas penangkapan ikan skala kecil di zona lainnya sesuai
dengan peruntukan kawasan konservasi
f. monitoring dan evaluasi pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di kawasan
konservasi
g. melindungi serta melestarikan sumberdaya dan ekosistemnya melalui
pengendalian pemanfaatan di kawasan konservasi
6.2.9. Arahan Pemanfaatan Kawasan Pengelolaan Panglima Laot
Arahan pemanfaatan zona panglima laot dilakukan dengan cara:
a. pengembangan dan pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum yang
dilakukan dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan, keserasian
wilayah dan menunjang kegiatan perikanan masyarakat
b. kegiatan pembangunan yang memerlukan reklamasi harus disertai terlebih
dahulu dengan studi kelayakan (secara lingkungan, sosial, fisik dan ekonomi),
studi analisis mengenai dampak lingkungan, dan pengaruhnya dalam jangka
pendek dan panjang serta skala keluasannya sesuai peraturan perundangan yang
berlaku
c. menghindari dan meminimalisir kemungkinan timbulnya dampak negatif dari
kegiatan lain yang berdampak terhadap perikanan masyarakat, diperlukan
pengendalian yang ketat bersama masyarakat
6.2.10 Arahan Pemanfaatan Alur Pelayaran
Arahan pemanfaatan alur pelayaran dilakukan dengan cara:
a. menetapkan sistem rute
b. menetapkan tata cara berlalu lintas
c. menetapkan daerah labuh jangkar sesuai dengan kepentingannya
d. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengawasan dan mengendalikan
alur pelayaran
e. meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran
f. memasang tanda batas dan rambu pelayaran
85
g. melaksanakan pemeliharaan rutin dan/atau berkala alur pelayaran
6.3 PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil secara terpadu dan berkelanjutan, dilakukan pengawasan dan/atau
pengendalian terhadap pelaksanaan ketentuan di bidang pengelolaan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil, oleh pejabat tertentu yang berwewenang di bidang
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan sifat pekerjaaannya
dan diberikan wewenang kepolisian khusus. Masyarakat dapat berperan serta dalam
pengawasan dan/atau pengendalian pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil.
6.3.1. Pembinaan
Untuk menjamin tercapainya tujuan RZWP-3-K dalam penyelenggaraan
penataan ruang di daerah, dilakukan pembinaan terhadap kinerja pengaturan dan
pelaksanaan RZWP-3-K oleh Pemerintah Aceh.
Pembinaan terdiri atas sosialisasi, pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan
penertiban. Pembinaan dilakukan oleh Pemerintah Aceh sesuai dengan
kewenangannya, dengan melibatkan peran serta masyarakat. Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembinaan RZWP-3-K diatur dalam Peraturan Gubernur.
6.3.2 Pengawasan
Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil secara terpadu dan berkelanjutan, dilakukan pengawasan dan/atau
pengendalian terhadap pelaksanaan ketentuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil oleh pejabat tertentu yang berwewenang sesuai dengan sifat
pekerjaaannya dan diberikan wewenang kepolisian khusus.
Pengawasan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi
perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil secara terkoordinasi dengan instansi terkait sesuai dengan
kewenangannya. Pengawasan secara terkoordinasi dengan instansi terkait dilakukan
dalam hal:
86
a. pengumpulan dan perolehan dokumen rencana pengelolaan
b. pertukaran data dan informasi
c. tindak lanjut laporan/pengaduan
d. pemeriksaan sampel
e. kegiatan lain untuk menunjang pelaksanaan pengawasan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil
Pengawasan terhadap pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dilakukan berdasarkan alokasi ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah
ditetapkan dalam peraturan ini, yaitu kawasan pemanfaatan umum, kawasan
konservasi, kawasan strategis nasional tertentu dan alur laut serta kegiatan lain
seperti rehabilitasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, reklamasi di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil, dan mitigasi bencana di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pengawasan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus memperhatikan kearifan
lokal dan masyarakat adat. Pengawasan oleh masyarakat dilakukan melalui
penyampaian laporan dan/atau pengaduan kepada pihak yang berwenang. Ketentuan
lebih lanjut mengenai pengawasan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
diatur dengan Peraturan Gubernur.
6.3.3 Pengendalian
6.3.3.1 Program Akreditasi
Dalam melaksanakan pengendalian pemerintah daerah wajib
menyelenggarakan akreditasi terhadap program pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil. Akreditasi harus memenuhi standar yang terdiri dari:
a. relevansi isu prioritas
b. proses konsultasi publik
c. dampak positif terhadap pelestarian lingkungan
d. dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat
e. kemampuan implementasi yang memadai
f. dukungan kebijakan dan program pemerintah dan pemerintah daerah
Pemerintah daerah memberikan insentif kepada pengelola program
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang telah mendapat akreditasi
berupa:
87
a. bantuan program sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah yang dapat
diarahkan untuk mengoptimalkan program akreditasi
b. bantuan teknis.
Gubernur berwenang menyusun dan/atau mengajukan usulan akreditasi
program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang menjadi
kewenangannya kepada gubernur dan/atau pemerintah sesuai dengan standar dan
pedoman. Organisasi masyarakat dan/atau kelompok masyarakat dapat menyusun
dan/atau mengajukan usulan akreditasi program pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil kepada pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan
standar dan pedoman. Ketentuan lebih lanjut mengenai program akreditasi diatur
dengan Peraturan Gubernur.
6.3.3.2 Rehabilitasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Rehabilitasi dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan orang yang
memanfaatkan secara langsung atau tidak langsung wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil. Rehabilitasi wajib dilakukan apabila pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil mengakibatkan kerusakan ekosistem atau populasi yang melampaui
kriteria kerusakan ekosistem atau populasi. Rehabilitasi dilakukan terhadap
ekosistem terumbu karang, mangrove, lamun, estuary, laguna, teluk, delta, gumuk
pasir, pantai, dan/atau populasi ikan. Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria
kerusakan dan tata cara rehabilitasi diatur dengan Peraturan Gubernur.
6.4 HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
6.4.1 Hak Masyarakat dan Masyarakat Hukum Adat
Dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil masyarakat dan
mempunyai hak untuk:
a. memperoleh akses terhadap bagian perairan pesisir dan pulau-pulau kecil yang
sudah diberi izin lokasi dan izin pengelolaan
b. mengusulkan wilayah penangkapan ikan skala kecil ke dalam RZWP-3-K
c. mengusulkan wilayah masyarakat hukum adat ke dalam RZWP-3-K
88
d. melakukan kegiatan pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil
berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
e. memperoleh manfaat atas pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil
f. memperoleh informasi berkenaan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil
g. mengajukan laporan dan pengaduan kepada pihak yang berwenang atas kerugian
yang menimpa dirinya yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil
h. melaporkan kepada penegak hukum akibat dugaan pencemaran dan/atau
perusakan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang merugikan kehidupannya;
i. mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap berbagai masalah wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil yang merugikan kehidupannya; dan
j. mendapat pendampingan dan bantuan hukum terhadap permasalahan yang
dihadapi dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
6.4.2 Kewajiban Masyarakat
Masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
berkewajiban:
a. memberikan informasi berkenaan dengan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil
b. menjaga, melindungi, dan memelihara kelestarian wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil
c. menyampaikan laporan terjadinya bahaya, pencemaran, dan/atau kerusakan
lingkungan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
d. memantau pelaksanaan rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil
e. melaksanakan program pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
yang disepakati di tingkat desa
6.4.3 Hak, Kewajiban dan Peran Serta Masyarakat
89
6.4.3.1. Hak
Pemerintah daerah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak
masyarakat adat, masyarakat tradisional, dan kearifan lokal atas wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil yang telah dimanfaatkan secara turun-temurun. Pengakuan hak-hak
masyarakat adat, masyarakat tradisional, dan kearifan lokal dijadikan acuan dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan. Dalam
pengelolaan WP-3-K masyarakat berhak untuk:
a. memperoleh akses terhadap bagian perairan pesisir yang sudah diberi izin lokasi
dan izin pengelolaan
b. mengetahui RZWP-3-K
c. memperoleh informasi berkenaan dengan pengelolaan WP-3-K
d. memperoleh manfaat atas pelaksanaan pengelolaan WP-3-K
e. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan sesuai dengan RZWP-3-K Aceh dengan
cara musyawarah di antara pihak yang berkepentingan
f. mengajukan keberatan kepada pejabat yang berwenang terhadap pembangunan
yang tidak sesuai dengan RZWP-3-K
g. mengajukan pembatalan izin dan permintaan penghentian pembangunan yang
tidak sesuai dengan RZWP-3-K kepada pejabat yang berwenang
h. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada Pemerintah/Pemerintah Aceh
dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana zonasi menimbulkan kerugian
Pemerintah Aceh melalui dinas/instansi yang tugas dan tanggungjawabnya
dibidang kelautan dan perikanan wajib mensosialisasikan RZWP-3-K melalui media
informasi dan/atau langsung kepada aparat dan masyarakat
6.4.3.2. Kewajiban
Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dalam
pengelolaan WP-3-K Aceh agar tetap berkenlanjutan memiliki, keewajiban antara
lain:
a. berpartisipasi aktif dalam musyawarah untuk menentukan arah dan kebijakan
pengelolaan sumberdaya di WP-3-K
90
b. berperan serta dalam upaya perlindungan dan pelestarian serta rehabilitasi
fungsi-fungsi ekologis WP-3-K
c. menjaga dan mempertahankan objek-objek sumberdaya pesisir dan pulau-pulau
kecil yang bernilai ekonomis dan bernilai ekologis
d. melindungi dan mempertahankan nilai ekonomis dan ekologis atas sumberdaya
pesisir dan pulau-pulau kecil
e. mencegah terjadinya kerusakan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil
f. menaati rencana zonasi yang telah ditetapkan
g. memanfaatkan zona sesuai dengan izin pemanfaatan zona dari pejabat yang
berwenang
h. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan zona
i. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum
6.4.3.3. Peran Serta Masyarakat
Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil. Ketentuan mengenai peran serta masyarakat dalam pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
Penyusunan RZWP-3-K dilakukan oleh Pemerintah Aceh dengan melibatkan
peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat dalam RZWP-3K dilakukan pada
tahap:
a. perencanaan zonasi WP-3-K
b. pemanfaatan zona
c. pengendalian pemanfaatan zona
Bentuk peran serta masyarakat dalam penyusunan rencana zonasi dapat berupa
masukan mengenai:
a. persiapan penyusunan zonasi WP-3-K
b. penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan
c. pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan
d. perumusan rencana zonasi
e. penyusunan rencana alokasi ruang
91
f. Memberikan masukan untuk arahan kerjasama pemerintah dengan unsur
masyarakat
Bentuk peran serta masyarakat dalam pemanfaatan zona dapat berupa:
a. masukan mengenai kebijakan pemanfaatan zona
b. kerja sama dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam pemanfaatan zona
c. kegiatan memanfaatkan zona yang sesuai dengan kearifan lokal dan RZWP-3K
yang telah ditetapkan
d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan WP-3-K
dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahananan negara serta memelihara dan
meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumberdaya alam
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan WP-3-K sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Bentuk peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan zona dapat berupa: a. masukan mengenai arahan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif
serta pengenaan sanksi
b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan
pemanfaatan zona yang telah ditetapkan
c. pelaporan kepada instansi atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan
kegiatan pemanfaatan zona yang melanggar rencana zonasi yang telah
ditetapkan dan adanya indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan,
tidak memenuhi standar pelayanan minimal dan/atau masalah yang terjadi di
masyarakat dalam penyelenggaraan zonasi WP-3-K
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang dipandang tidak
sesuai dengan rencana zonasi
Peran serta masyarakat dalam penyusunan RZWP-3-K dapat disampaikan
secara langsung dan/atau tertulis. Peran serta masyarakat dapat disampaikan kepada
Gubernur dan/atau pejabat berwenang. Peran serta masyarakat juga dapat
disampaikan melalui unit kerja terkait pada Gubernur.
92
Pelaksanaan peran serta masyarakat dilakukan secara bertanggung jawab sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan menghormati norma
agama, kesusilaan, dan kesopanan.
Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat, Pemerintah Aceh
melaksanakan pelayanan minimal dalam rangka pelaksanaan peran serta masyarakat
dalam penataan ruang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan tata cara peran serta masyarakat dalam zonasi WP-3-K
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6.5 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pemerintah daerah berkewajiban memberdayakan masyarakat dalam
meningkatkan kesejahteraannya. Pemerintah daerah berkewajiban mendorong
kegiatan usaha masyarakat melalui peningkatan kapasitas, pemberian akses teknologi
dan informasi, permodalan, infrastruktur, jaminan pasar, dan aset ekonomi produktif
lainnya. Dalam upaya pemberdayaan masyarakat, pemerintah daerah mewujudkan,
menumbuhkan, dan meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab dalam:
a. pengambilan keputusan
b. pelaksanaan pengelolaan
c. kemitraan antara masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah daerah
d. pengembangan dan penerapan kebijakan nasional di bidang lingkungan hidup
e. penerapan upaya preventif dan proaktif untuk mencegah penurunan daya
dukung dan daya tampung wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
f. pemanfaatan dan pengembangan teknologi yang ramah lingkungan
g. penyediaan dan penyebarluasan informasi lingkungan
h. pemberian penghargaan kepada orang yang berjasa di bidang pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pemberdayaan masyarakat diatur
dengan Peraturan Gubernur.
6.6 PENYIDIKAN
Selain pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia, pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, diberi wewenang khusus sebagai
93
penyidik sebagaimana dimaksud dalam kitab undang-undang hukum acara pidana.
Pejabat pegawai negeri sipil tertentu adalah penyidik pegawai negeri sipil. Penyidik
pegawai negeri sipil berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
bidang kelautan dan perikanan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
b. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan tentang adanya
tindak pidana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka
dalam perkara tindak pidana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
d. melakukan pemeriksaan prasarana wilayah pesisir dan menghentikan peralatan
yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil
e. menyegel dan/atau menyita alat-alat kegiatan yang digunakan untuk melakukan
tindak pidana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai alat
bukti
f. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tindak
pidana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
g. membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan
h. melakukan penghentian penyidikan
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum
j. menghentikan penyidikan
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana
pelanggaran zonasi WP-3-K menuruthukum yang dapat dipertanggungjawabkan
Penyidik pejabat pegawai negeri sipil memberitahukan dimulainya
penyidikan kepada penyidik pejabat kepolisian negara Republik Indonesia. Penyidik
pejabat pegawai negeri sipil menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum
melalui penyidik pejabat kepolisian negara Republik Indonesia.
6.7 KETENTUAN PIDANA
1. Setiap orang yang tidak mentaati RZWP-3-K Aceh dan memanfaatkan ruang
yang tidak sesuai dengan izin dipidana kurungan dan/atau denda sesuai
dengan peraturan perundang undangan
94
2. Dalam hal terjadi kerusakan akibat pelanggaran di wilayah pesisir karena
kelalaian, setiap orang yang tidak mentaati RZWP-3-K Aceh dan
memanfaatkan ruang yang tidak sesuai dengan izin dipidana kurungan
dan/atau denda sesuai dengan peraturan perundang undangan
3. Setiap orang yang memanfaatkan sumberdaya perairan pesisir dan perairan
pulau-pulau kecil yang tidak memiliki izin pengelolaan dipidana dengan
kurungan dan/atau denda sesuai dengan peraturan perundang undangan
4. Setiap orang yang karena kelalaiannya tidak melaksanakan kewajiban
rehabilitasi atau tidak melaksanakan kewajiban reklamasi sesuai dengan
aturan dalam Qanun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Aceh dipidana dengan kurungan dan/atau denda sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
6.8 PEMBIAYAAN
Pembiayaan pengelolaan RZWP-3-K Aceh dapat bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara
b. anggaran pendapatan dan belanja Aceh
c. anggaran pendapatan dan belanja kabupaten/kota
d. sumber pembiayaan lainnya yang sah dan tidak mengikat
95
BAB VII
INDIKASI PROGRAM
Arahan pemanfaatan ruang wilayah Aceh disusun dengan kriteria:
1. Mendukung perwujudan rencana alokasi ruang dan pengembangan kawasan
strategis wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
2. Mendukung program utama penataan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
wilayah nasional
3. Realistis, obyektif, terukur, dan dapat dilaksanakan dalam jangka waktu
perencanaan
4. Konsisten dan berkesinambungan terhadap program yang disusun, baik dalam
jangka waktu tahunan maupun antar lima tahunan
5. Sinkronisasi antar program harus terjaga dalam satu kerangka program terpadu
pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
Arahan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di
Aceh memiliki beberapa fungsi diantaranya:
1. Sebagai acuan bagi pemerintah dan masyarakat dalam perencanaan, penataan dan
pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
2. Sebagai arahan dalam penyusunan program sektoral (besaran, lokasi, sumber
pendanaan, instansi pelaksana, dan waktu pelaksanaan)
3. Sebagai dasar estimasi kebutuhan pembiayaan setiap jangka waktu 5 (lima) tahun.
4. Sebagai acuan bagi masyarakat dalam melakukan investasi
5. Sebagai arahan alokasi ruang yang lebih rinci
6. Sebagai alat pengendali pengembangan kawasan, menjamin agar pembangunan
baru tidak mengganggu pemanfaatan ruang yang telah sesuai dengan rencana
alokasi ruang dan menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana zonasi
7. Sebagai alat kontrol untuk mencegah dampak pembangunan yang merugikan
Penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Aceh
mencakup berbagai aspek pemanfaatan sehingga perlu klasifikasi fungsi dari alokasi
ruang yang ditetapkan. Pemaparan zonasi dalam matrik disajikan dengan
mempertimbangkan setiap pemanfaatan ruang dan fungsi.
Arahan pemanfaatan pada rencana alokasi ruang Rencana Zonasi
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Aceh disajikan dalam Tabel 6.1
1
Tabel 6.1.Arahan pemanfaatan kawasan RZWP – 3 – K Aceh
Pemanfaatan umum Konservasi Perairan
Pariwisata Kawasan Konservasi Perairan
Permukiman Kawasan Lindung Lainnya
Pelabuhan
Hutan Mangrove Strategis Nasional
Perikanan Budidaya Kawasan Perbatasan
Perikanan TangkapKawasan Pertahanan
Negara
Pergaraman Daerah Ranjau
Daerah Pembuangan
Amunisi
Kawasan Lanal
Kawasan Lantamal
Daerah Fasilitas
Pemeliharaan dan
Perbaikan
KAPET Bandar Aceh
Darussalam
Kawasan Perdagangan dan
Pelabuhan Bebas Sabang
Strategis Nasional Tertentu
Pulau-pulau Kecil Terluar
Alur Laut
Alur Pelayaran
Migrasi Biota Laut
Kabel dan Pipa Bawah
Laut
2
BAB VII
INDIKASI PROGRAM
Indikasi prioritas program, skema tahun rencana pelaksanaan dan indikasi lokasi program pembangunan di wilayah
pesisir Aceh dapat dilihat pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1Indikasi Prioritas Program
NProgra
m Utama
Lokasi
Sumber Dana
Instansi
Pelaksana
Besaran
Pendanaan (Rp. x 1.000)
TAHAP I
(Tahun ke)
TAHAP II
(Tahun ke)
TAHAP III
(Tahun ke)
TAHAP IV (Tahun
ke)Volume
Satuan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
A. RENCANA PEMANFAATAN KONSERVASI1 Pemanfaatan Kawasan Konservasi
Pelaksanaan P3D Kawasan Konser
Provinsi Aceh
APBN,
DKP, Bi
3 Kegiat
1.500.000
3
vasi Perairan
APBA
ro Hukum, BKA
an
Pembentukan Unit Pengelola Kawasan Konservasi Perairan
Provinsi Aceh
APBN , APBA
DKP,Biro Organisasi, BK
5 kegiatan
1.500.000
4
AEvaluasi Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan di Kabupaten Aceh Besar dan wilayah pesisir Timur Aceh
Kabupaten: Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Ta
APBN , APBA
DKP, BPSPL Padang
7 kegiatan
2.100.000
5
miang
Pencadangan KKPD(Aceh Tamiang, Abdya, Aceh Selatan)
Aceh Tamiang, Abdya, Aceh Selatan
DKP, BPSPL Padang
5
kegiatan
2.000.000
Penetapan Kawasan Konservasi Perairan (PISISI (Simelue), Aceh Jaya,
Simelue, Aceh Jaya, Aceh Besar
APBN , APBA
DKP¸ SETDA, KKP
3 kegiatan
900.000
6
Aceh Besar)
Penyusunan Rencana Pengelolaan dan Zonasi (RPZ) di Kabupaten
Kabupaten: Tamiang, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Selatan, Abdya, Simeulue
APBN, APBA,
DKP, BPSPL
6Keg
540.000
7
Penetapan Kawasan Konservasi Perairan ( Aceh Tamiang, Abdya, Aceh Selatan)
Aceh Tamiang, Abdya, Aceh Selatan
APBN , APBA
DKP¸ SETDA, KKP
3
kegiatan
1.500.000
Sosialisasi penetapan kawasan konservasi perairan kepada masyarakat
Simeulue, Aceh Jaya, Aceh Besar
APBN , APBA, LSM
DKP, KKP
3
kegiatan
300.000
8
Integrasi tata kelola kelembagaan kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau Kecil dengan kelembagaan adat
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBN , APBA,
DKP, KKP, Kemedagri
7
kegiatan
1.050.000
Monitoring dan evaluasi pengelolaan kawasan konservasi pesisir dan pulau-
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBN , APBA,
DKP, KKP
4 kegiatan
200.000
9
pulau Kecil
K
Rehabilitasi ekosistem pesisir
Provinsi Aceh
APBN , APBA, LSM
DKP, DLHK
10
kegiatan
2.000.000
Pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan pada kawasan konservasi
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBN , APBA,
DKP, BPM, DINSO
8 kegiatan
800.000
10
Swasta LSM
S
2 Perlindungan Daerah Rawan Abrasi, Banjir dan TsunamiIndentifikasi pesisir rawan bencana (abrasi, banjir, gelombang dan tsunami)
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN
DKP, DLHK KKP, BPBA,
3 kegiatan
450.000
11
DINAS PERKIM
Pembangunan infrastruktur buatan pelindung pantai /alami untuk penanggulangan abrasi, banjir, dan tsunami
Pesisir rawan abrasi, banjir dan tsunami
APBA, APBN
DINAS SDA DLHK, BP
2000
M 20.000.000
12
BA
Rehabili tasi pada kawasan rawan gelombang pasang, abrasi, banjir, dan tsunami
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN, APBK
DKP, Dinas SDA, BPBA
100000
Hektar
1.000.000
Konservasi habitat (mangrove, terumbu karang, dan padang lamun)
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN
DKP, DLHK
3 kegiatan
3.000.000
13
, APBK
, Dinas SDA, BPSPL Padang, BKSD
14
A3 Penguatan Kelembagaan Masyarakat Dalam Menjaga Dan Melestarikan Lingkungan
Penguatan kelembagaan pengelola sumberdaya alam berbasis adat
Seluruh Kecamatan Pesisir
APBA, APBN
DKP, KKP
9kegiatan
450.000
Peningkatan pengawasan pemanfaatan ruang
Seluruh Kecamatan Pesisir
APBA, APBN
DKP, KKP, BPSPL Pada
4 kegiatan
800.000
15
ng, PSDKP, BKSDA
Integrasi pengawasan (integrasi POKMASWAS dengan Panglima Laot)
Seluruh Kecamatan Pesisir
APBA, APBN
DKP, KKP, Polai
72 Lokasi
3.600.000
16
rud, BKSDA, PSDKP, LSM
Integrasi tata kelola sumberdaya perikanan berbasis Lhok (panglima laot) dengan tata kelola kawasan
Seluruh Kecamatan Pesisir
APBA, APBN
DKP, KKP,
72 Lokasi
3.600.000
17
konservasi
BKSDA, DLHK,PSDKP, LSM
B RENCANA PEMANFAATAN KAWASAN PEMANFAATAN UMUM1 Pengembangan Rencana Induk
menyusun rencana induk pengembangan investasi
Seluruh Kabupaten
APBA,
Disbu
1 kegiatan
500.000
18
sektor maritim
Pesisir
APBN
dpar, DKP, Bainprom, Bappeda
2 Pemanfaatan Zona PariwisataPeningkatan Des A D 6 lok
19
sarana prasarana wisata
tinasi wisata pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil
PBA, APBN
isbudpar, DKP, KKP
asi3.000.000
Pengembangan destinasi pariwisata bahari
Destinasi wisata pesisir, dan PPK
APBA, APBN
Disbudpar, DK
7 kegiatan
3.000.000
20
P, KKP
Identifikasi kondisi sarana prasarana dermaga daerah tujuan wisata
Destinasi wisata pesisir, dan PPK
APBA, APBN
Disbudpar, DKP, KKP
12kegiatan
3.300.000
Perencanaan kawasan wisata bahari terpadu
Destinasi wisata pesi
APBA, A
Disbud
1 kegiatan
150.000
21
sir, dan PPK
PBN
par, DKP, KKP
Pelibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan zona/sub zona pariwisata
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN, Swasta, L
Dinas Pariwisata d
30 kelompok
900.000
22
SM
an ekonomi kreatif, LSM
Pengendalian dampak negatif kegiatan pariwisa ta di zona/sub zona pariwisata
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APB
Dinas Pa
6 lokasi
300.000
23
N, Swasta, LSM
riwisata, DKP, DLHK
3 Pemanfaatan Zona PermukimanPeningkatan sarana prasarana permukiman pesisir
Kecamatan Pesisir
APBA, APBN
Dinas SDA,
1 lokasi
12.000.000
24
Kem PUPR, KKP
Pengawasan dan pengendalian pembangunan perumahan dan kawasan permukiman pesisir
Kecamatan Pesisir
APBA, APBN
Dinas Perkim
1lokasi
1.000.000
4 Pemanfaatan Zona PelabuhanIdentifikasi kondisi sarana pelabuhan
Kecamatan Pesisir
APBA
Dishu
18 unit
90.000
25
b, DKP
Pembangunan dan pengembangan pelabu han pengumpan
Kecamatan Pesisir
APBA, APBN
Dishub, Kem Hub, KKP
5
pelabuhan
5.000.000
Penataan ruang kawasan sekitar pelabu han perikanan
Kecamatan Pesisir
APBA
Dishu
8 pelabu
8.000.000
26
b, PUPR,DKP
han
Revitalisasi sarpras pelabuhan
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN
Dishub, Dinas Perkim
7
pelabuhan
7.000.000
27
Peningkatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang pelabuhan
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN
Dishub
7
pelabuhan
7.000.00
0
Pengendalian dan pelaksanaan pengawasan kegiatan kepelabuhanan
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN
Dishub
61lokasi
12.200.0
00
Pembuatan dan pengesahan dokumen WKOPP (untuk pelabuhan perikanan yang belum menyusun)
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN
DKP, KKP
16lokasi
3.200.00
0
Pembuatan dan pengesahan dokumen
Seluruh Kabupate
APBA
Dish
18 lokasi
3.600.00
0
28
DLKr dan DLKp (untuk pelabuhan umum yang belum menyusun)
n Pesisir
, APBN
ub, Kem Hub
Pengembangan sistem pemantauan pelabuhan Aceh
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN
DLHK, BKSDA, DKP, BP
18 lokasi
10.000.0
00
29
SPL Padang, KLHK
5 Hutan MangroveSosialisasi nilai penting ekologi, ekonomi dan fisik dari kawasan hutan mangrove kepada masyarakat
Seluruh Kabupaten/Kota Pesisir
APBN , APBA
DKP, KKP
18 lokasi
9.000.000
Rehabili tasi ekosistem mangrove
Seluruh Kabupa
APBN
DKP,
31000
Hektar
15.000.000
30
ten Pesisir
, AP
DLH6 Pemanfaatan Zona Perikanan Tangkap
Sosialisasi zona perikanan tangkap
Seluruh Kecamatan Pesisir
APBA, APBN
DKP, KKP, PSDKP, POLAIR
18lokasi
3.600.00
0
Rencana pengelolaan
Seluruh
AP
DK 18 lo
k1.
000.00
31
perikananKec. Pesisir
BA, APBN
P, KKP, Swasta
asi 0
Pedampingan kelompok nelayan perikanan tangkap
Seluruh Kec. Pesisir
APBA, APBN
DKP, KKP
360
kelompok
3.600.00
0
Pembangunan tempat pelelangan ikan
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APB
DKP, KKP
10 titik
10.000.0
00
32
N
Pemeliharaan berkala tempat pelelangan ikan
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN
DKP, KKP
18lokasi
900.00
0
Pembangunan dan pengembangan sarpras produksi perikanan tangkap
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN
DKP, KKP
8 titik
4.000.000
Peningkatkan fungsi pelabuhan perikanan samudera
Kota Sabang, Kota Banda Aceh
APBA, APBN
DKP, KKP
2lokasi
2.000.000
7 Pemanfaatan Zona Perikanan Budidaya
33
Pengembangan komoditi unggulan perikanan budidaya
18 Kabupaten Kota
APBN,APBA
DKP,KKP
65Lokasi
64.600.000
Pemetaan kesesuaian lahan komoditi unggulan
18 Kabupaten Kota
APBN,APBA
DKP,KKP
65Lokasi
30.500.000
Pengembangan lokasi keramba jaring apung di zona/sub zona budidaya
Kabupaten/Kota pesisir
APBN, APBA,APB
DKP, KKP
18 lokasi
18.000.00
0
34
K8 Pemanfaatan Wilayah Kelola Panglima Laot
Sosialisasi RZWP-3-K Aceh
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA
SKPA Terkait, SKPD Terkait
18 lokasi
900.000
Membangun SOP mekanisme
Seluruh Kec
APB
DKP
18 lokasi
2.000.000
35
pemantauan dan pengawasan pemanfaatan wilayah kelola Panglima Laot
amatan Pesisir
A, APBN
, KKP
Pelatihan dan pendampingan Panglima Laot dalam pemantauan dan pengawasan pemanfaatan wilayah kelola Panglima Laot
Seluruh Kecamatan Pesisir
APBA, APBN
DKP, KKP
176
orang
1.000.000
Peningkatan operasional pengawasan sumber daya perikanan
Seluruh Kecamatan Pesisir
APBA, APBN
DKP, KKP,
176
lhok
10.000.000
36
BPSPL, PSDKP, BKSDA, LSM
Integrasi tata kelola sumberdaya perikanan berbasis Lhok (panglima
Seluruh Kecamatan Pesisir
APBA, AP
DKP, KK
176
`lhok
5.000.0
00
37
laot) dengan tata kelola kawasan konserva si
BN
P, BKSDA, PSDKP, LSM
melakukan fasilitasi untuk penyusunan rencana pengelolaan wilayah kelola panglima laot lhok diseluruh
Seluruh Kecamatan Pesisir
APBA, APBN
DKP, KKP, B
176
lhok
500.000.000
38
Aceh
PSPL, PSDKP, BKSDA, LSM
Penyusunan Peraturan Gubernur tentang mekanisme tata cara pengelolaan wilayah
Seluruh Kecamatan Pesisir
APBA, APB
DKP, KKP
176
lhok
500.000.000
39
kelola Panglima Laot
N
, BPSPL, PSDKP, BKSDA, LSM
C RENCANA PEMANFAATAN ALUR LAUT1 Alur Pelayaran
Penetapan sistem alur
Seluruh
AP
Ke
30 pel
2.000.00
40
pelayaran
Kabupaten Pesisir
BA, APBN
menhub, Dishub, Sahbandar
abuhan
0
Peneta pan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya
Seluruh Kabupaten Pesi
APBA, A
Kemenh
30 pelabuh
2.000.00
0
41
sirPBN
ub, Dishub, Sahbandar
an
Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengawasan dan pengendalian alur pelayaran
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN,
Kemenhub,
30 pelabuhan
2.000.00
0
42
Swasta
Dishub, Sahbandar
Pemasangan tanda batas dan rambu pelayaran
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN, Swas
Kemenhub, Dish
30 pelabuhan
1.000.00
0
43
ta
ub, Sahbandar
Pengembangan jalur dan pelayaran
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN, Swasta
Kemenhub, Dishub,
50 pelabuhan
4.000.00
0
44
Sahbandar
Peningkatan pemeliharaan rutin dan atau berkala alur pelayaran
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN
Kemenhub, Dishub, Sahb
100
pelabuhan
8.000.00
0
45
andar
2 Perlintasan Migrasi Biota Laut
Identifikasi perlintasan biota (pola migrasi, tingkah laku, jenis-jenis biota laut migrasi)
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN
DKP,Unit Pengelola KKP
18 lokasi
5.000.000
Peningkatan peran serta masyarakat
Seluruh Kab
APB
DKP
1 kegiat
3.000.000
46
dalam monitoring migrasi biota
upaten Pesisir
A, APBN
, Unit Pengelola KKP
an
Intergrasi perlintasan biota migrasi dengan aktivitas pelayaran, perikanan, pariwisata, dan pemanfaatan ruang laut
Seluruh Kabupaten Pesisir
APBA, APBN
DKP, Unit P
1 kegiatan
3.000.000
47
lainnya engelola KKP, Dinas Pariwista,
48
DISHUB,PSDKP, Sahbandar
49
50
1