74
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar Negara, hal tersebut harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia, telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. 1 Kesehatan dan keselamatan kerja bersasaran disegala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara. Tempat-tempat kerja demikian tersebar pada segenap kegiatan ekonomi, seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, perdagangan, jasa dan lain-lain. 2 Organisasi Buruh Internasional (ILO) memasukkan Indonesia sebagai negara dengan angka kecelakaan kerja terbesar kedua di dunia. Itu didasarkan pada survei terhadap 53 negara. Tahun 2005, sesuai data ILO, terjadi 65.474 ribu kecelakaan kerja di Indonesia. Di antara jumlah itu, 1.451 orang tenaga kerja meninggal dunia. Selain itu, 5.326 pekerja cacat tetap dan 58.697 sembuh tanpa cacat. Akibat kecelakaan kerja tersebut, jumlah jam kerja yang hilang tinggi dan produktivitas kerja menjadi rendah. Pada tahun 2006 tercatat lebih dari 95 ribu kasus dan pada tahun 2007 turun menjadi 65.474 kasus. 3

Bab i - Vi Skripsi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skripsi HIRA

Citation preview

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku

    tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah

    satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan

    barang dan jasa antar Negara, hal tersebut harus dipenuhi oleh seluruh

    negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi serta

    mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia, telah ditetapkan

    Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa

    depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat,

    memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,

    serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pelaksanaan

    Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya

    untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran

    lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan

    kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan

    efisiensi dan produktivitas kerja.1

    Kesehatan dan keselamatan kerja bersasaran disegala tempat kerja,

    baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara.

    Tempat-tempat kerja demikian tersebar pada segenap kegiatan ekonomi,

    seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, perdagangan, jasa

    dan lain-lain.2

    Organisasi Buruh Internasional (ILO) memasukkan Indonesia sebagai

    negara dengan angka kecelakaan kerja terbesar kedua di dunia. Itu

    didasarkan pada survei terhadap 53 negara. Tahun 2005, sesuai data ILO,

    terjadi 65.474 ribu kecelakaan kerja di Indonesia. Di antara jumlah itu, 1.451

    orang tenaga kerja meninggal dunia. Selain itu, 5.326 pekerja cacat tetap dan

    58.697 sembuh tanpa cacat. Akibat kecelakaan kerja tersebut, jumlah jam

    kerja yang hilang tinggi dan produktivitas kerja menjadi rendah. Pada tahun

    2006 tercatat lebih dari 95 ribu kasus dan pada tahun 2007 turun menjadi

    65.474 kasus.3

  • 2

    Setiap hari 5 pekerja peserta Jamsostek meninggal karena kecelakaan

    kerja dan 40 pekerja meninggal setiap hari di luar kecelakaan kerja. Angka

    tersebut adalah angka pekerja yang menjadi peserta Jamsostek, sementara

    jika disertai dengan angka di luar peserta Jamsostek maka diperkirakan

    jumlahnya akan lebih besar lagi. Saat ini terdata sekitar 24,5 juta pekerja

    yang menjadi peserta program Jamsostek, dan hanya 8,1 juta diantaranya

    yang aktif. Jumlah pekerja di sektor formal sekitar 30 juta lebih dan sekitar 90

    juta bekerja di sektor informal. Selama semester pertama 2007 terdapat

    37.845 kasus kecelakaan kerja. Dari angka tersebut, 34.060 kasus

    kecelakaan kerja yang pekerjanya sembuh, cacat 3.007 kasus (20 pekerja

    perhari), meninggal 778 kasus (lima pekerja perhari). Sementara jumlah

    pekerja yang meninggal di luar jam kerja terdapat 5.970 kasus atau rata-rata

    perhari 40 pekerja yang meninggal.4

    Kecelakaan dalam industri merupakan hal yang selalu dihindari, oleh

    sebab itu potensi bahaya tidak hanya ada pada manusia namun bisa juga

    dari sisi ekonomi dan lingkungan. Proses Risk Assessment meliputi informasi

    tentang risiko dalam pengambilan keputusan terkait dengan produktivitas,

    kualitas dan keamanan suatu proses.

    Secara sekilas ada potensi-potensi bahaya yang timbul dalam suatu

    proses yang menyebabkan kematian, kerugian, bencana, kehilangan

    produksi, menurunnya kualitas produk, dan bahaya bagi lingkungan. Pada

    proses awal dari Risk Assesment adalah mengidentifikasi dari bahaya atau

    Hazard dan efek dari Hazard tersebut serta siapa/ apa yang akan terkena

    dampaknya. Langkah selanjutnya menentukan besarnya frekuensi atau

    probabilitas dari kejadian, karena risiko adalah kombinasi dari Consequency

    dan Probability.5

    Pelabuhan bongkar muat barang merupakan satu-satunya yang ada di

    Kecamatan Sukamara sehingga menjadikan sentral perekonomian yang

    penting bagi masyarakat di Kabupaten Sukamara. Bongkar muat barang

    dilakukan oleh para pekerja buruh angkut kapal yang bekerja disektor

    informal. Dalam hal ini penilaian tentang risiko terjadinya kecelakaan kerja

    terhadap buruh angkut kapal belum pernah dilaksanakan baik dari Dinas

    Tenaga Kerja maupun Dinas Kesehatan.

  • 3

    Dari survei awal yang dilakukan pada bulan Desember 2008 terdapat 72

    orang para pekerja buruh angkut kapal di Kecamatan Sukamara. Risk

    Assement yang dapat dilakukan adalah mulai dari karakteristik pekerja, alat/

    mesin yang digunakan, bahan-bahan yang diangkut, proses kerjanya,

    lingkungan kerja serta limbah/ sisa buangan dari bahan yang tidak terangkut.

    Risiko terjadinya kecelakaan kerja pada buruh angkut kapal di

    Kecamatan Sukamara dimulai dari saat para pekerja mengangkut barang dari

    kapal kegudang/ langsung kemobil angkut menggunakan alat bantu seperti

    katrol slang dan gerobak maupun yang tidak menggunakan alat bantu atau

    secara manual. Pekerja tidak memperhatikan beban yang diangkut serta

    ketidak tahuan pekerja cara mengangkut barang yang benar sehingga

    memungkinkan pekerja mengalami gangguan muskuloskeletal seperti cedera

    punggung, dislokasi/ keseleo, regang otot, hernia dan luka-luka. Barang yang

    diangkut mulai dari sembako, pupuk sampai alat-alat bangunan. Berat yang

    diangkut masing-masing bervariasi, jalan yang dilalui terlalu kecil dan sempit

    serta licin yang memungkinkan pekerja dapat tergelincir serta terjatuh.

    Berhubungan dengan risiko-risiko tersebut peneliti merasa perlu

    melakukan Assesment risiko kecelakaan kerja terhadap buruh angkut kapal

    di Kecamatan Sukamara.

    B. Rumusan Masalah

    Risiko kecelakaan kerja pada pekerja buruh angkut kapal di Kecamatan

    Sukamara terdapat pada proses kerja yang dilakukan oleh buruh, mulai dari

    saat pekerja mengangkut barang dari kapal kegudang/ langsung kemobil

    angkut menggunakan alat bantu seperti katrol slang dan gerobak maupun

    yang tidak menggunakan alat bantu atau secara manual. Pekerja tidak

    memperhatikan beban yang diangkut serta ketidak tahuan pekerja cara

    mengangkut barang yang benar sehingga memungkinkan pekerja mengalami

    gangguan muskuloskeletal seperti cedera punggung, dislokasi/ keseleo,

    regang otot, hernia dan luka-luka. Barang yang diangkut mulai dari sembako,

    pupuk sampai alat-alat bangunan. Berat yang diangkut masing-masing

    bervariasi, jalan yang dilalui terlalu kecil dan sempit serta licin yang

    memungkinkan pekerja dapat tergelincir serta terjatuh.

  • 4

    Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat dirumuskan masalah

    Bagaimana Assesment risiko kecelakaan kerja pada pekerja buruh angkut

    kapal di Kecamatan Sukamara?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Mendiskripsikan risiko kecelakaan kerja pada pekerja buruh angkut kapal

    di Kecamatan Sukamara.

    2. Tujuan Khusus

    a. Mendeskripsikan lokasi dan pekerjaan di Pelabuhan Sukamara.

    b. Mendeskripsikan masing-masing risiko ditinjau dari pekerja, alat kerja,

    bahan, proses kerja, lingkungan kerja, tumpahan limbah.

    c. Mendeskripsikan dan menganalisis tingkat risiko dari para pekerja

    buruh angkut kapal dilihat dari segi pekerja, alat, bahan, proses kerja,

    lingkungan kerja dan tumpahan limbah.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Bagi Peneliti

    Memberikan pengalaman kepada peneliti dalam mengkaji suatu

    permasalahan Kesehatan dan Keselamatan Kerja khususnya Risk

    Assessment kecelakaan kerja pada pekerja buruh angkut kapal di

    Kecamatan Sukamara.

    2. Bagi Pekerja

    Memberi masukan mengenai berbagai risiko kecelakaan kerja sebagai

    upaya penanggulangan kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja kepada

    para pekerja buruh angkut kapal.

    3. Bagi Instansi Terkait

    Sebagai masukan informasi tentang risiko kecelakaan kerja dan aspek-

    aspek keselamatan dan kesehatan kerja sekaligus sebagai bahan

    pertimbangan dalam upaya perbaikan dan peningkatan efisiensi di tempat

    kerja.

  • 5

    4. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

    Sebagai media penghubung bagi dunia pendidikan dalam memahami

    kesenjangan yang muncul dari teori dan terapan di lapangan khususnya

    peminat Kesehatan dan keselamatan kerja.

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Risiko

    Risiko adalah kemungkinan bahaya yang timbul dalam suatu proses

    yang bisa menyebabkan kematian, kerugian, bencana, kehilangan produksi,

    menurunnya kualitas produk dan bahaya bagi lingkungan. Langkah awal dari

    Risk Assesment adalah mengidentifikasi dari bahaya atau Hazard dan efek

    dari Hazard tersebut serta siapa/ apa yang akan terkena dampaknya.

    Langkah selanjutnya menentukan besarnya frekuensi atau probabilitas dari

    kejadian, karena Risk adalah kombinasi dari Consequency dan Probability.

    Dari identifikasi awal akan teridentifikasi bahaya yang timbul kemudian

    dibandingkan batasan kriteria yang diinginkan, jika Risk sudah diambang

    toleransi batas yang ditentukan maka perlu adanya pencegahan untuk

    mengurangi risiko yang akan terjadi.6

    Menurut A.M Sugeng Budiono, risiko adalah manifestasi/ perwujudan

    potensi bahaya (Hazard Event) yang mengakibatkan kemungkinan kerugian

    menjadi lebih besar. Tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat risiko

    mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ketahap yang

    paling berat atau tinggi, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian

    agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya.7

    B. Analisis Risiko

    Analisis Risiko merupakan kegiatan analisa suatu risiko dengan cara

    menentukan besarnya kemungkinan/ probability dan tingkat keparahan dari

    akibat/ consequences suatu risiko. Peluang (Probability) merupakan

    kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan/ kerugian ketika terpapar dengan

    suatu bahaya, seperti: peluang orang jatuh karena melewati jalan licin,

    peluang untuk tertusuk jarum, peluang tersengat listrik, peluang supir

    menabrak. Sedangkan akibat (Consequences) merupakan tingkat keparahan/

    kerugian yang mungkin terjadi dari suatu kecelakaan/ Loss akibat bahaya

    yang ada. Hal ini bisa terkait dengan manusia, properti, lingkungan, dll

    Contoh: Fatality atau kematian, Cacat, Perawatan medis, P3K.8

  • 7

    C. Manajemen Risiko

    Menurut James A.F. Stoner, Manajemen merupakan suatu proses untuk

    mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Proses-proses tersebut terdiri dari

    kegiatan-kegiatan, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan

    pengawasan.9

    Manajemen risiko adalah proses pengukuran atau penilaian risiko serta

    pengembangan strategi pengelolaannya. Strategi yang dapat diambil antara

    lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko,

    mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua

    konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko tradisional terfokus pada

    risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam

    atau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum). Dalam Keselamatan dan

    Kesehatan kerja, manajemen risiko meliputi seluruh prosedur yang

    berhubungan dengan identifikasi Hazard, Assesment risiko, kebijaksanaan

    untuk mengendalikan risiko dan mengkaji ulang hasil yang dicapai.10

    D. Penilaian Risiko (Risk Assesment)

    Penilaian risiko hakikatnya merupakan proses untuk menentukan

    pengaruh atau akibat pemaparan potensi bahaya yang dilaksanakan melalui

    tahap atau langkah yang berkelanjutan.11

    Penilaian risiko atau Risk Assessment adalah proses evaluasi Hazard

    untuk dapat menentukan tingkatan tindakan yang dibutuhkan untuk

    mengurangi risiko sehingga pada tingkat yang diterima. Ketika evaluasi risiko

    harus dilakukan terhadap hazard seseorang harus mempertimbangkan dua

    hal sekaligus, Likelihood dan Consequences kejadian yang terjadi.

    Likelihood didefinisikan sebagai kesempatan akan terjadinya sesuatu

    benar-benar terjadi, sedangkan Consequences adalah ukuran kedahsyatan

    atau kekejaman yang diderita jika terjadi kecelakaan yang dapat dibedakan

    pula dalam akibat terhadap manusia, masyarakat, lingkungan atau peralatan

    produksi lain.10

    E. Pengendalian Risiko

    Salah satu proses penting manajemen risiko, setelah mengenal pasti

    risiko adalah mengendalikan risiko. Metode yang digunakan dalam

  • 8

    pengendalian risiko yaitu melalui hirarki pengendalian. Hirarki pengendalian

    merupakan urutan yang harus dipertimbangkan ketika memilih metode untuk

    mengurangi atau menurunkan risiko. Adapun urutan atau prioritas dari hirarki

    pengendalian, yaitu:12

    1. Eliminasi

    Metode yang paling memuaskan mengatasi Hazard adalah

    melenyapkan/ menghilangkan. Sekali Hazard dihilangkan sekaligus

    potensi kerugian dapat dicegah.

    2. Subtitusi

    Metode ini adalah menggantikan proses berbahaya dengan yang tidak

    berbahaya. Memang cara ini tidak sesempurna eliminasi sebab masih

    ada risikonya.

    3. Isolasi

    Memisahkan atau mengisolasi Hazard dari orang. Metode ini

    mempunyai masalah sebab Hazard tidak dihilangkan. Perlindungan atau

    alat pemisah selalu mengandung risiko dicabut/ ditarik.

    4. Pengendalian secara teknis

    Metode untuk mengurangi risiko dengan mendesain peralatan agar

    risiko dapat dikurangi.

    5. Pengendalian Administrasi

    Pemecahan masalah dengan administrasi biasanya meliputi modifikasi

    Likelihood kecelakaan terjadi. Ini dilakukan dengan mengurangi jumlah

    orang yang terancam bahaya dan menyelenggarakan pelatihan kepada

    orang-orang yang terancam bahaya.

    6. Alat Pelindung diri

    Penggunaan pelindung diri sebaiknya dipertimbangkan jika semua

    metode lain sudah tidak praktis, atau menambah pengendalian jika

    hirarki risiko meningkat.

    F. Metode HIRA (Hazard Identification and Risk Assesment)13

    Langkah-langkah Metode HIRA meliputi :

    1. Klasifikasi aktivitas kerja (Step Of Work)

    2. Identifikasi potensi bahaya (Hazard)

    3. Identifikasi efek potensi bahaya (Hazard Effect)

  • 9

    4. Penilaian resiko

    Dibagi menjadi 2 yaitu : C = Concequences (Keparahan)

    L = Likelyhood (Kemungkinan)

    Tabel 2.1 Menilai Keparahan Resiko (C)

    Ranking Risk Factor by Consequence

    Fatality Menyebabkan kematian atau kecacatan permanen Mayor Injury luka-luka/ cacat Minor Injury Luka-luka/ mangakibatkan hari kerja hilang First Aid Bantuan pertama perawatan medis Negligible Memerlukan perawatan ringan (First Aid)

    Tabel 2.2 Menilai Kemungkinan Resiko (L)

    Ranking Risk Factor by Likelihood

    Very likely Hampir pasti terjadi Likely Sering terjadi Possible Mungkin terjadi sewaktu-waktu Unlikely Bisa terjadi, tetapi jarang Highly Unlikely Hanya terjadi pada kondisi sangat khusus

    5. Evaluasi resiko

    Dari hasil penilaian resiko kemudian dilakukan evaluasi resiko dengan

    ketentuan:

    Table 2.3 Matrik Penilaian Risiko

    Consequence (Keparahan)

    Likelihood (Kemungkinan) Very likely

    Likely Possible Unlikely Highly unlikely

    Fatality E H H H M Mayor Injury H H H M M Minor Injury H M M M M

    First Aid M M M L L Negligible M M L L L

    Keterangan : Low : Tidak perlu tindakan khusus/ hanya berupa

    pemantauan saja

    Medium : Pengendalian sesuai dan perlu dilakukan

    High : Pengendaliannya mulai dari upaya menurunkan risiko

    hingga tindakan praktis yang mungkin dilakukan (As

    Low Practicable).

    Ekstrim : Perlu dilakukan perbaikan waktu itu juga

  • 10

    6. Hirarki Pengendalian Risiko

    Table 2.4 Hirarki Pengendalian Risiko

    Hirarki Pengendalian Risiko

    Eliminasi Melenyapkan/ menghilangkan bahaya Substitusi Menggantikan proses berbahaya dengan yang tidak

    berbahaya Isolasi Memisahkan atau mengisolasi Hazard dari orang Pengendalian Secara Teknis

    Metode untuk mengurangi risiko dengan mendesain peralatan agar risiko dapat dikurangi

    Pengendalian Administrasi

    Pemecahan masalah dengan administrasi biasanya meliputi modifikasi Likelihood kecelakaan terjadi

    Penggunaan APD Penggunaan pelindung diri sebaiknya dipertimbangkan jika semua metode lain sudah tidak praktis

    G. Kecelakaan Kerja

    1. Defenisi

    Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak

    diharapkan, tidak terduga dikarenakan dibelakang peristiwa tidak ada

    unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Maka dari itu

    peristiwa sabotase atau tindak kriminal diluar ruang lingkup kecelakaan

    kerja yang sebenarnya. Tidak diharapkan oleh karena peristiwa

    kecelakaan disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang

    paling ringan sampai kepada yang paling berat.

    Sedangkan arti dari kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang

    tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan

    atau karena manusia.

    Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama yakni

    faktor fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu kecelakaan kerja juga

    merupakan bagian dari kesehatan kerja. Kecelakaan kerja adalah

    kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat dari kerja.

    Sumber lain mengatakan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu

    kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan kerja dengan perusahaan.

    Hubungan kerja disini berarti kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau

    pada waktu melaksanakan pekerjaan. Oleh sebab itu, kecelakaan akibat

    kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni:

    a. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan

    b. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.

  • 11

    Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini

    diperluas lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja

    yang terjadi pada saat perjalanan atau transpor ke dan dari tempat kerja.

    Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja

    dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau dalam rangka

    menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja.14

    Menurut Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang jaminan

    pemeliharaan sosial tenaga kerja disebutkan bahwa pengertian

    kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan

    hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja,

    demikian juga kecelakaan kerja yang terjadi dalam perjalanan berangkat

    dari rumah menuju tempat kerja dan pulang kerumah melalui jalan yang

    biasa atau wajar dilalui.

    Setiap kecelakaan menimbulkan penderitaan bagi si korban

    sekaligus bagi keluarganya disamping mengakibatkan kerugian uang

    maupun waktu. Timbulnya kecelakaan kerja mengakibatkan berbagai

    kerugian, baik langsung maupun tidak langsung. Kerugian langsung

    adalah kerugian yang segera tampak akibat suatu kecelakaan.

    Sedangkan kerugian tidak langsung adalah kerugian yang tidak segera

    tampak, misalnya hilangnya waktu kerja, penurunan hasil produksi,

    hilangnya tenaga terampil dan sebagainya.

    Kecelakaan merupakan kejadian yang datang secara mendadak

    yang tidak diharapkan dan tidak menimbulkan cedera (Injury) pada

    seseorang. Meskipun kejadian kecelakaan umumnya mendadak namun

    sebenarnya dapat diperkirakan atau diramalkan sehingga dapat dicegah

    atau ditekan angka kejadiannya.

    2. Kategori Penilaian Kecelakaan Kerja15

    Tingkat risiko bisa diukur dari kemungkinan peluang (Probability) dan

    akibat (Consequensy) munculnya suatu kejadian berbahaya. Didalam

    matrik penilaian risiko PTBA, kemungkinan peluang terbagi kedalam 4

    kelas, yaitu:

    a. Kemungkinan munculnya peluang sangat kecil, berarti secara praktis

    kemungkinan terjadinya kecelakaan sangat kecil. Bisa jadi kejadian

  • 12

    itu hanya terjadi sekali dalam kehidupan sebuah industri, pabrik atau

    tambang.

    b. Kemungkinan peluang terjadinya jarang. Berarti kejadian ini hanya

    pernah terjadi di industri namun tidak sering. Kemungkinan

    terjadinya peluang seperti ini hanya terjadi sekali dalam 20 tahun,

    dan kemungkinan bisa saja terjadi suatu saat.

    c. Kemungkinan peluang kadang-kadang. Ini terjadi rata-rata sekali

    dalam 3 tahun.

    d. Kemungkinan peluang yang sering terjadi, rata-rata terjadi sekali

    dalam 1 tahun.

    Kemungkinan akibat yang ditimbulkan dari peluang tadi juga terbagi

    dalam 4 kelas, yaitu:

    a. Akibat dapat diabaikan

    Ketegori ini berarti kejadian tersebut hanya menimbulkan kecelakaan

    ringan, yang hanya perlu pertolongan ringan saja (Cedera First Aid).

    Dalam kategori ini kerugian harta benda diperkirakan hanya sampai

    Rp. 100.000 ,-

    b. Kategori Sedang

    Terjadi cedera ringan dengan nilai kerugian harta benda lebih besar

    dari Rp. 100.000 ,- tetapi tidak lebih dari Rp. 100.000.000 ,-

    c. Kategori besar

    Terjadi cedera berat hingga menimbulkan kelumpuhan pada salah

    satu anggota tubuh (Permanent Disabling Injury). Dihitung dari

    nilainya kecelakaan ini menimbulkan kerugian harta benda lebih dari

    Rp. 100.000.000 ,- hingga 10 milliar.

    d. Katastropik

    Yaitu satu atau lebih kecelakaan fatal yang menimbulkan kerugian

    harta benda lebih besar dari 10 milliar.

    Dari matrik peluang dan akibat, maka setiap kotak memiliki ranking

    penilaian risiko masing-masing. Semakin kecil rankingnya maka prioritas

    perbaikan semakin rendah.

    Ada 9 ranking yang disusun oleh departemen K3, yang terbagi kedalam

    tiga kelompok besar prioritas, yaitu:

  • 13

    a. Ranking 1 dan 2 termasuk dalam prioritas rendah.

    Normalnya bisa dianggap sebagai risiko yang dapat diterima.

    Tindakan pengendaliannya hanya berupa pemantauan saja.

    b. Ranking 3 sampai 6 termasuk dalam prioritas sedang atau

    menengah (Medium).

    Kalau kejadian tertentu masuk kedalam ranking ini maka sudah

    harus dilakukan perhatian secara serius, setidaknya dari kepala

    satuan kerja lapis pertama. Dikategori ini tindakan yang perlu diambil

    adalah pengendalian yang sesuai dan perlu dilakukan.

    c. Ranking 7 sampai 9 termasuk prioritas sangat tinggi.

    Tindakan ini perlu segera dilakukan, tidak bisa ditunda lagi. Bahkan

    perlu meminta perhatian dari manajemen tingkat tinggi. Tingkat

    pengendaliannya mulai dari upaya menurunkan risiko hingga

    tindakan praktis yang mungkin dilakukan (As Low Practicable).

    3. Teori-teori penyebab kecelakaan kerja16

    Kecelakaan kerja biasanya disebabkan oleh banyak faktor yang meliputi:

    a. Faktor lingkungan kerja, terdiri dari:

    1) Fisik, seperti bising, radiasi, penerangan, getaran, suhu maupun

    kelembaban

    2) Faktor kimia

    3) Faktor manusia terdiri dari umur, pengalaman, jenis kepribadian,

    tingkat keterampilan dan kelelahan

    b. Faktor pekerjaan terdiri dari jam kerja dan pergeseran waktu.

    c. Faktor manusia terdiri dari umur, pengalaman, jenis kepribadian,

    tingkat keterampilan dan kelelahan.

    Adapun teori tentang penyebab terjadinya kecelakaan banyak

    ditemukan, antara lain:

    a. Teori kebetulan umum (Pure Chance Theory), yang menyampaikan

    bahwa kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan sehingga tidaka

    ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya. Karena itu

    kecelakaan terjadi karena kebetulan.

    b. Teori kecenderungan (Accident Prone Theory), pada pekerja tertentu

    lebih sering tertimpa kecelakaan karena sifat-sifat pribadinya yang

    cenderung untuk alami kecelakaan.

  • 14

    c. Teori tiga faktor utama (Three Main Factor Theory), menyebutkan

    bahwa penyebab suatu kecelakaan adalah peralatan, lingkungan

    dan faktor manusia pekerja itu sendiri.

    d. Teori dua faktor (Two Factor Theory), kecelakaan disebabkan oleh

    kondisi berbahaya (Unsafe Act).

    e. Teori faktor manusia (Human Factor Theory), menekankan bahwa

    akhirnya semua kecelakaan kerja langsung atau tidak langsung

    disebabkan karena kesalahan manusia.

    Oleh HW. Henrich dikembangkan teori tentang terjadinya

    kecelakaan kerja yang sebenarnya merupakan rangkaian yang berkaitan

    satu sama lain. Mekanisme terjadinya kecelakaan kerja dinamakan

    dengan Domino Sguence berupa:17

    a. Keturunan (Harediter), misalnya pada orang yang keras kepala dan

    pengetahuan lingkungan yang jelek. Karena hal tersebut akhirnya

    kurang hati-hati dan akibatnya akan terjadi kecelakaan.

    b. Kesalahan Manusia. Kelemahan sifat perseorangan yang

    menunjang terjadinya kecelakaan, misalnya kurang pendidikan,

    angkuh dan cacat fisik atau mental. Karena sifat ini timbul

    kecenderungan kesalahan dalam kerja yang akhirnya

    mengakibatkan kecelakaan.

    c. Perbuatan salah karena kondisi bahaya (tak aman). Misalnya,

    secara fisik/ mekanik meninggalkan alat pengaman, pencahayaan

    tidak memadai, mesin sudah tua dan mesin tak ada pelindungnya.

    d. Kesalahan (Accident). Misalnya, akan menimpa pekerja dan

    mengakibatkan kecelakaan orang lain (termasuk keluarganya).

    e. Dampak kerugian. Misalnya, pekerja: luka, cacat, tidak mampu

    bekerja atau meninggal dunia, Supervisor: kerugian biaya langsung

    dan tidak langsung, Konsumen: pesanan tertunda dan barang

    menjadi langka.

    Berdasarkan pendekatan epidemiologi, timbulnya kecelakaan

    disebabkan oleh 3 faktor yaitu:18

    a. Host, yaitu tenaga kerja yang melakukan pekerjaan.

    b. Agent, yaitu pekerjaan yang meliputi jenis pekerjaan, beban kerja

    dan jam kerja.

  • 15

    c. Environment, yaitu lingkungan yang terdapat ditempat kerja yang

    meliputi lingkungan fisik, kimia dan biologi.

    Menurut teori tiga faktor utama (Three Main Factor Thory)

    disebutkan bahwa ada 3 faktor yang menyebabkan terjadinya

    kecelakaan kerja ketiga faktor tersebut dapat diuraikan menjadi:

    a. Faktor manusia, meliputi:

    1) Umur

    Umur memiliki pengaruh yang penting terhadap kejadian

    kecelakaan kerja. Golongan umur yang lebih tinggi mempunyai

    kecenderungan lebih tinggi mengalami kecelakaan kerja

    dibandingkan dengan golongan umur muda karena golongan

    umur muda mempunyai kecepatan reaksi yang lebih tinggi. Pada

    umumnya kapasitas fisik manusia seperti penglihatan,

    pendengaran dan kecepatan reaksi akan berkurang pada usia 30

    tahun atau lebih. Sehingga untuk golongan umur tersebut

    biasanya banyak mengalami kecelakaan yang sifatnya berat

    bahkan meninggal. Namun sisi positifnya yang dapat diambil dari

    tenaga kerja dengan umur lebih dari itu tenaga kerja akan lebih

    berhati-hati dan lebih menyadari adanya bahaya dibandingkan

    tenaga kerja yang masih muda.19

    Biasanya umur sesorang dapat menunjukkan tingkat

    pengalaman orang tersebut seperti halnya tenaga kerja muda

    yang mempunyai tingkat absensi tinggi adalah bukan karena

    penyakit tetapi adanya kesukaran adaptasi terhadap lingkungan

    kerja, tingkat ketelitian yang kurang, ketidak seriusan dan tenaga

    kerja muda juga mempunyai faktor emosi yang tinggi. Pada usia

    tua syaraf seperti tremor pada tenaga kerja menurunkan

    produktifitas dan kecenderungan untuk terjadi kecelakaan kerja,

    tenaga kerja usia tua mempunyai ketelitian yang berkurang.20

    2) Masa kerja

    Pengaruh masa kerja dan pengalaman terhadap tingkat

    kecelakaan sangat sulit untuk menarik kesimpulan, karena faktor

    yang berbeda-beda yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan.

    Tenaga kerja yang berpengalaman dan sudah lama menggeluti

  • 16

    pekerjaanya akan lebih mudah dalam pengenalan lingkungan,

    akan tetapi karena kenal dengan risiko bahaya menyebabkan

    kurang hati-hati. Sementara untuk tenaga kerja yang baru akan

    sebaliknya. Lama kerja berkaitan dengan pengalaman kerja,

    berdasarkan penelitian tenaga kerja yang lamanya bekerja lebih

    dari 5 tahun mempunyai produktivitas lebih tinggi, lalu akan

    menurun pada masa kerja 8 tahun tetapi setelah tahun

    kedelapan produktivitas kerja secara perlahan akan meningkat

    lagi. Selain itu tenaga kerja yang telah lama bekerja mempunyai

    dorongan hadir lebih besar dan berpengalaman sehingga

    mempunyai keuntungan kesenioritasannya. Ini berarti bantuan

    yang diberikan kepada seorang tenaga kerja bukan dalam

    bentuk fisik saja, melainkan harus juga dalam bentuk mental.20

    3) Jenis kelamin

    Ukuran dan daya tahan tubuh laki-laki dengan wanita

    berbeda, laki-laki sanggup menyelesaikan pekerjaan berat yang

    biasanya tidak sekalipun dikerjakan wanita. Laki-laki lebih

    dibutuhkan pada industri yang membutuhkan tenaga dan fikiran

    yang berat dibandingkan wanita, oleh karena itu jenis kelamin

    sangat berpengaruh terhadap pekerjaan yang ada pada

    perusahaan.17

    Laki-laki dan wanita pada umumnya memiliki perbedaan

    kemampuan fisik dan kekuatan kerja ototnya. Jenis kelamin

    merupakan faktor penting dalam analisis terjadinya kecelakaan

    kerja. Meskipun daya tahan, postur tubuh wanita dan laki-laki

    berbeda, tetapi bila tenaga kerja tersebut ditempatkan pada

    bidang pekerjaan dan jam kerja yang sesuai maka kecelakaan

    kerja dapat lebih diperkecil. Hal ini dapat ditunjukkan pada

    adanya peraturan jam kerja yang tidak diperbolehkan untuk

    tenaga kerja wanita. Berdasarkan studi yang telah ada

    menunjukkan bahwa wanita memiliki waktu kerja yang lebih

    pendek dibandingkan laki-laki. Jika dalam bekerja tidak

    dibedakan jam kerja antara laki-laki dan wanita tentu akan

    menyebabkan banyak terjadi kecelakaan kerja.21

  • 17

    4) Tingkat pengetahuan atau pendidikan

    Tingkat pengetahuan seseorang tentang segala sesuatu

    yang dihadapi tidak lepas dari status pendidikannya, dimana

    seseorang mempunyai pengaruh dalam sejarah berfikir dan

    bertindak dalam menghadapi pekerjaannya, tenaga kerja dengan

    dasar pendidikan dan pengetahuan yang sangat terbatas serta

    kondisi kesehatan yang buruk cenderung akan mempengaruhi

    produktivitas kerja. Keberhasilan tenaga kerja dalam melakukan

    pekerjaan yang dibebankan kepadanya ditentukan oleh tingkat

    pengetahuan dan pendidikan tenaga kerja yang sangat

    ditentukan oleh latihan yang diperolehnya.11

    5) Status kesehatan

    Kaitan timbal balik pekerjaan yang dilakukan oleh kesehatan

    pekerja semakin banyak dipelajari dan terus berkembang sejak

    terjadinya revolusi industri. Pekerjaan mungkin berdampak

    negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan dapat

    pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja

    bila dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehatan

    pekerja sangat mempengaruhi kecelakaan kerja serta

    produktivitas kerja. Pekerja yang sehat dapat memungkinkan

    kecilnya kejadian kecelakaan kerja, sehingga tercapainya hasil

    kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang

    terganggu kesehatannya.11

    6) Ergonomi22

    Adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk

    menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau

    sebaliknya yang tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi

    yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia

    seoptimal-optimalnya.

    Ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup

    Hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian pekerjaan

    terhadap tenaga kerja secara timbal-balik untuk efisiensi dan

    kenyamanan kerja.

  • 18

    7) Kelelahan

    Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar

    tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga secara

    sentra oleh otak. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi

    berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara

    pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta

    ketahanan tubuh. Kelelahan diklasifikasikan dalam 2 jenis yaitu

    kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot adalah

    merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot.

    Sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan

    berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh

    karena monotomi, intensitas dan lamanya kerja fisik, status

    kesehatan dan keadaan gizi.27

    Terdapat keterkaitan yang erat antara kelelahan yang

    dialami tenaga kerja dengan kinerja perusahaan. Lebih jelasnya,

    apabila tingkat produktifitas seseorang tenaga kerja terganggu

    yang disebabkan oleh faktor kelelahan fisik maupun psikis, maka

    akibat yang ditimbulkannya akan dirasakan oleh perusahaan

    berupa penurunan produktifitas perusahaan. Tenaga kerja

    sebagai aset perusahaan perlu dikelola dengan baik dan benar,

    antara lain dengan memperhatikan faktor-faktor kemungkinan

    timbulnya kelelahan. 11

    b. Faktor lingkungan, meliputi:

    1) Waktu Kerja

    Waktu kerja bagi seorang tenaga kerja menentukan efisiensi

    dan produktivitasnya segi terpenting bagi persoalan waktu kerja

    meliputi: lamanya seseorang mampu kerja secara baik,

    hubungan antara bekerja dengan istirahat, waktu diantara sehari

    menurut periode yang melalui siang dan malam. Sisa dari jam

    kerja dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan

    masyarakat, istirahat serta tidur. Memperpanjang waktu kerja

    lebih dari kemampuan akan terlihat penurunan produktivitas

    serta kecenderungan untuk timbul kelelahan, penyakit dan

    kecelakaan dalam bekerja.19

  • 19

    Waktu kerja selama 8 jam perhari, diusahakan sedapat

    mungkin tidak dilampaui. Apabila hal ini tidak dapat dihindari,

    perlu diusahakan grup di kerja baru atau pengadaan kerja gilir

    (Shift Work). Kerja lembur sedapat mungkin ditiadakan, karena

    beberapa penelitian menunjukkan bahwa kerja lembur dapat

    menurunkan efisiensi dan produktifitas kerja serta meningkatkan

    angka kecelakaan kerja.23

    Waktu sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan

    kerja. Waktu yang digunakan bagi tenaga kerja yang baik adalah

    40 jam dalam seminggu, yang berarti 6-8 jam perharinya. Waktu

    kerja biasanya dibagi kedalam shift kerja dalam 24 jam sehari.

    Pekerja dibagi dalam beberapa kelompok, dimana masing-

    masing bergiliran dan masa kerjanya sesuai dengan hasil bagi

    24 jam dengan banyaknya kelompok kerja. Pergeseran waktu

    kerja pagi, siang dan malam dapat mempengaruhi terjadinya

    peningkatan kejadian kecelakaan kerja.24

    2) Beban Kerja

    Beban kerja adalah pekerjaan yang dibebankan kepada

    tenaga kerja baik berupa beban fisik maupun beban mental yang

    menjadi tanggung jawabnya, dalam hal ini kesinambungan

    antara beban kerja dengan kemampuan individu agar tidak

    terjadi hambatan dalam pekerjaannya.20

    3) Kebisingan

    Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki. Frekwensi

    suara yang dapat didengar oleh telinga manusia secara umum

    adalah 20-20.000 Hz.17

    Kebisingan dapat mempengaruhi konsentrasi dan dapat

    membantu terjadinya kecelakaan. Kebisingan yang lebih dari 85

    dB (A) dapat mempengaruhi daya dengar dan menimbulkan

    ketulian. Pencegahan terhadap kebisingan harus dimulai sejak

    perencanaan mesin dan dilanjutkan dengan memasang bahan-

    bahan yang dapat menyerap kebisingan.25

    Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah dapat

    mengurangi kenyamanan dalam bekerja, tidak semua tenaga

  • 20

    kerja yang terganggu kebisingan yang ada. Ini disebabkan

    mereka sudah sangat terbiasa oleh kondisi yang ada dalam

    jangka waktu cukup lama, selain itu dapat mengganggu

    komunikasi antar pekerja, mengurangi konsentrasi, menurunkan

    daya dengar, tuli akibat kebisingan.11

    Efek kebisingan terhadap pekerjaan yaitu mengganggu

    perhatian yang terus-menerus sehingga dapat membuat

    kesalahan-kesalahan dalam pekerjaan akibat terganggu

    konsentrasi. Bagi orang-orang yang sangat peka terhadap

    kebsingan terutama pada nada tinggi dapat menyebabkan

    masalah psikologis. Mungkin pula kebisingan meningkatkan

    kelelahan.

    4) Iklim dan cuaca kerja

    Suhu yang tinggi dapat menyebabkan Heat Cramps, Heat

    Exhaustion dan Heat Stroke. Dapat juga terjadi gangguan

    perilaku dan performa kerja seperti terjadinya kelelahan, sering

    melakukan istirahat curian dan lain-lain.11

    Iklim kerja panas merupakan mikro meteorology dari

    lingkungan kerja. Iklim ini sangat berkaitan erat dengan suhu,

    udara, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi.

    Dibawah ini beberapa contoh tempat kerja dengan iklim kerja

    panas, yaitu:11

    a) Proses produksi yang menggunakan panas, seperti

    peleburan, pengeringan dan pemanasan.

    b) Tempat kerja yang terkena langsung sinar matahari, seperti

    pekerjaan jalan raya, bongkar muat barang, nelayan dan

    petani.

    c) Tempat kerja dengan ventilasi udara kurang memadai.

    Udara yang panas adalah sebab dari kelelahan dan

    kurangnya konsentrasi. Mungkin suhu udara yang tepat ditempat

    kerja adalah sekitar 24-260C suhu kering.26

    Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor

    penunjang gairah kerja. Lingkungan kerja yang panas dan

  • 21

    lembab akan menurunkan produktivitas kerja, juga akan

    berdampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.11

    Pengendalian iklim kerja dapat dilakukan dengan cara

    pengendalian secara fisik, administratif, dan pemakaian alat

    pelindung diri (APD). Pengendalian iklim kerja secara teknik

    dapat dilakukan dengan cara isolasi sumber panas, shielding,

    pendinginan setempat, dan ventilasi umum. Sedangkan

    pengendalian iklim kerja secara administratif dapat dilakukan

    dengan pengaturan waktu kerja dan istirahat, pengadaan air

    minum, aklimatisasi, pemeriksaan kesehatan dan seleksi tenaga

    kerja (sehat, segar, dan telah beradaptasi).17

    5) Penerangan

    Penerangan ditempat kerja adalah salah satu sumber

    cahaya yang menerangi benda-benda ditempat kerja.

    Penerangan dapat berasal dari cahaya alami dan cahaya buatan.

    Penerangan merupakan suatu aspek lingkungan fisik

    penting bagi keselamatan kerja. Beberapa penelitian

    membuktikan bahwa penerangan dan ketidakefisienan yang

    minimal. Dalam hubungan kelelahan sebagai sebab kecelakaan,

    penerangan yang baik merupakan usaha preventif. Pengalaman

    menunjukkan bahwa penerangan yang tidak memadai maka

    akan disertai dengan tingkat kecelakaan yang tinggi.23

    Penerangan yang baik adalah penerangan yang

    memungkinkan seorang tenaga kerja melihat pekerjaannya

    dengan teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu, serta

    membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan

    menyenangkan.

    Sifat-sifat dari penerangan yang baik ditentukan oleh:

    a) Pembagian luminensi dalam lapangan penglihatan

    b) Pencegahan kesilauan

    c) Arah sinar

    d) Warna dan panas penerangan terhadap keadaan lingkungan

  • 22

    Akibat-akibat penerangan buruk:

    a) Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi

    kerja

    b) Kelelahan mental

    c) Keluhan-keluhan pegal didaerah mata dan sakit kepala

    disekitar mata

    d) Kerusakan alat penglihatan

    e) Meningkatnya kecelakaan

    6) Lokasi dan tempat

    Lokasi atau tempat kerja mempengaruhi terjadinya

    kecelakaan kerja. Bagi tenaga kerja yang bekerja diadministrasi

    akan cenderung kecil mengalami kecelakaan kerja. Sedangkan

    bagi tenaga kerja yang ada pada bagian produksi dan lapangan

    akan cenderung mengalami kecelakaan kerja.

    Disamping itu kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada saat

    tenaga kerja berangkat dan pulang untuk tujuan melaksanakan

    pekerjaan dan melewati jalan yang biasa dilalui sering terjadi

    juga. Hal itu masih termasuk dalam kecelakaan kerja.

    7) Bau-bauan ditempat kerja

    Bau-bauan adalah suatu jenis pencemaran udara, yang tidak

    hanya penting ditinjau dari penciuman, tetapi juga segi hygine

    pada umumnya. Bau yang tidak disukai sekurang-kurangnya

    mengganggu rasa kesehatan setinggi-tingginya, sedangkan bau-

    bauan tertentu adalah petunjuk dari pencemaran yang bersifat

    racun dalam udara.25

    Cara terbaik pengukuran bau-bauan dewasa ini masih tetap

    cara subjektif dengan alat penciuman, walaupun telah dicoba

    beberapa cara untuk pengambilan contoh udara dan

    pemeriksaannya, baik terhadap bahan-bahan kimia, biologis dan

    radioaktif. 25

    c. Faktor teknis

    Meliputi peralatan atau mesin yang digunakan, bahan-bahan

    yang berbahaya, alat-alat yang tidak sesuai, peralatan yang

    dibiarkan tidak ada pelindung dan kurangnya pengamanan alat.

  • 23

    4. Klasifikasi Kecelakaan Kerja27

    Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan

    akibat kerja ini diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan,

    yakni :

    a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan:

    1) Terjatuh

    2) Tertimpa benda

    3) Tertumbuk atau terkena benda-benda

    4) Terjepit oleh benda

    5) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan

    6) Pengaruh suhu tinggi

    7) Terkena arus listrik

    8) Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

    b. Klasifikasi menurut penyebab :

    1) Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin

    penggergajian kayu, dan sebagainya.

    2) Alat angkut, alat angkut darat, udara dan air.

    3) Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi

    pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya.

    4) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, gas,

    zat-zat kimia, dan sebagainya.

    5) Lingkungan kerja (diluar bangunan, didalam bangunan dan

    dibawah tanah).

    6) Penyebab lain yang belum masuk tersebut diatas.

    c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan :

    1) Patah tulang

    2) Dislokasi (keseleo)

    3) Regang otot (urat)

    4) Memar dan luka dalam yang lain

    5) Amputasi

    6) Luka di permukaan

    7) Geger dan remuk

    8) Luka bakar

    9) Keracunan-keracunan mendadak

  • 24

    10) Pengaruh radiasi

    d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh :

    1) Kepala

    2) Leher

    3) Badan

    4) Anggota atas

    5) Anggota bawah

    6) Banyak tempat

    7) Letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut.

    Klasifikasi-klasifikasi tersebut bersifat jamak karena pada kenyataannya

    kecelakaan akibat kerja biasanya tidak hanya 1 faktor tetapi banyak

    faktor.

    5. Klasifikasi Akibat Kecelakaan Kerja28

    a. Perawatan Ringan (First Aid)

    Perawatan ringan merupakan suatu tindakan/ perawatan terhadap

    luka kecilberikut observasinya, yang tidak memerlukan perawatan

    medis (Medical Treatment) walaupun pertolongan pertama itu

    dilakukan oleh dokter atau paramedis. Perawatan ringan ini juga

    merupakan perawatan dengan kondisi luka ringan, bukan tindakan

    perawatan darurat dengan luka yang serius dan hanya satu kali

    perawatan dengan observasi berikutnya.

    b. Perawatan Medis

    Perawatan medis merupakan perawatan dengan tindakan untuk

    perawatan luka yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis

    profesional seperti dokter ataupun paramedis. Yang dapat

    dikategorikan perawatan medis bila hanya dapat dilakukan oleh

    tenaga medis yang profesional: terganggunya fungsi tubuh seperti

    jantung, hati, penurunan fungsi ginjal dan sebagainya; berkaitan

    rusaknya struktur fisik dan berakibat kompilasi luka yang

    memerlukan perawatan medis lanjutan.

    c. Hari kerja yang hilang (Lost Work Days)

    Hari kerja yang hilang ialah setiap hari kerja dimana seseorang

    pekerja yang tidak dapat mengerjakan seluruh tugas rutinnya karena

  • 25

    mengalami kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yang

    dideritanya. Hari kerja hilang ini dapat dibagi menjadi 2 macam:

    1) Jumlah hari tidak bekerja (Days Away From Work), yaitu semua

    hari kerja dimana seseorang pekerja tidak dapat mengerjakan

    setiap fungsi pekerjaannya karena kecelakaan kerja atau sakit

    akibat pekerjaan yang dideritanya.

    2) Jumlah hari kerja dengan aktivitas terbatas (Daysof Restricted

    Activities), yaitu semua kerja dimana seorang pekerja karena

    mengalami kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yang

    dideritanya, dialihkan sementara kepekerjaan lain atau pekerja

    tetap bekerja pada tempatnya tetapi tidak dapat mengerjakan

    secara normal seluruh tugasnya.

    d. Kematian (Fatality)

    Dalam hal ini kematian yang terjadi tanpa memandang waktu

    yang sudah berlalu antara saat terjadinya kecelakaan kerja ataupun

    sakit yang disebabkan oleh pekerjaan yang dideritanya dan saat

    sikorban meninggal.

    6. Kerugian yang ditimbulkan karena Kecelakaan Kerja29

    Kerugian-Kerugian yang disebabkan Kecelakaan Akibat Kerja

    Kecelakaan menyebabkan lima jenis kerugian, antara lain:

    a. Kerusakan: Kerusakan karena kecelakaan kerja antara lain bagian

    mesin, pesawat alat kerja, bahan, proses, tempat, & lingkungan

    kerja.

    b. Kekacauan Organisasi: Dari kerusakan kecelakaan itu, terjadilah

    kekacauan dai dalam organisasi dalam proses produksi.

    c. Keluhan & Kesedihan: Orang yang tertimpa kecelakaan itu akan

    mengeluh & menderita, sedangkan kelurga & kawan-kawan sekerja

    akan bersedih.

    d. Kelainan & Cacat: Selain akan mengakibatkan kesedihan hati,

    kecelakaan juga akan mengakibatkan luka-luka, kelainan tubuh

    bahkan cacat.

    e. Kematian: Kecelakaan juga akan sangat mungkin merenggut nyawa

    orang & berakibat kematian.

  • 26

    7. Pencegahan kecelakaan kerja30

    a. Rentan kejadian kecelakaan kerja

    Pencegahan kecelakaan adalah ilmu dan seni, karena

    menyangkut masalah sikap dan perilaku manusia, masalah teknis

    seperti peralatan dan mesin dan masalah lingkungan.

    Pengawasan diartikan sebagai petunjuk atau usaha yang bersifat

    koreksi terhadap permasalahan tersebut. Usaha pencegahan

    kecelakaan adalah faktor penting dalam setiap tempat kerja untuk

    menjamin keselamatan dan kesehatan kerja dan mencegah adanya

    kerugian.

    b. Metode pencegahan kecelakaan

    Pencegahan kecelakaan adalah merupakan program terpadu

    koordinasi dari berbagai aktivitas, pengawasan yang terarah yang

    didasarkan atas sikap, pengetahuan dan kemampuan.

    Ada beberapa ahli yang mengembangkan teori pencegahan

    kecelakaan yang tetap didasarkan pada konsep pencegahan

    kecelakaan sebagai berikut:

    1) Organisasi K3

    Dalam era industrialisasi dengan kompleksitas

    permasalahan dan penerapan prinsif manajemen modern,

    masalah usaha pencegahan kecelakaan tidak mungkin dilakukan

    oleh orang perorang atau secara pribadi tapi memerlukan

    keterlibatan banyak orang, berbagai jenjang dalam organisasi

    yang memadai.

    Organisasi ini dapat terbentuk struktural seperti Safety

    Departmen (Departemen K3), fungsional seperti Safety Committe

    (Panitia Pembina K3). Agar organisasi K3 ini berjalan dengan

    baik maka harus didukung adanya:

    a) Seorang pimpinan (Safety Director)

    b) Seorang atau lebih teknisi (Safety Engineer)

    c) Adanya dukungan manajemen

    d) Prossedur yang sistematis, kreativitas dan pemeliharaan

    motivasi dan moral pekerja.

  • 27

    2) Menemukan fakta atau masalah

    Dalam kegiatan menemukan fakta atau masalah dapat

    dilakukan melalui survey, inspeksi, observasi, investigasi dan

    Review Of Record.

    3) Analisis

    Pada tahap analisis adalah proses bagaimana fakta atau

    masalah yang ditemukan dapat dipecahkan. Pada tahap analisis

    pada umumnya harus dapat dikenali berbagai hal antara lain:

    a) Sebab utama masalah tersebut

    b) Tingkat kekerapannya

    c) Lokasi

    d) Kaitannya dengan manusia maupun kondisi

    Dari hasil analisis suatu masalah dapat saja dihasilkan satu atau

    lebih alternatif pemecahan masalah.

    4) Pemilihan/ penetapan alternatif/ pemecahan

    Dari berbagai alternatif pemecahan perlu diadakan seleksi

    untuk ditetapkan satu pemecahan masalah yang benar-benar

    efektif dan efisien serta dapat dipertanggung jawabkan.

    5) Pelaksanaan

    Apabila sudah dapat ditetapkan alternatif pemecahannya

    maka harus diikuti dengan tindakan atau pelaksanaan dari

    keputusan penetapan tersebut.

    Dalam proses pelaksanaan diperlukan adanya kegiatan

    pengawasan agar tidak terjadi penyimpangan.

    Atas dasar tahapan metoda pencegahan kecelakaan tersebut

    para ahli banyak mengembangkan berdasarkan pada aplikasi

    dan sudut pandang masing-masing, sebagai contoh: metoda

    pencegahan kecelakaan yang dikembangkan oleh Johnson,

    MORT dalam bentuk The Performance Cycle Model.

  • 28

    Gambar 2.1 (The Performance Cycle Model)

    Pada dasarnya tahapan kegiatan usaha pencegahan dari

    Johnson, MORT lebih sederhana dengan tidak terlihat adanya

    organisasi.31

    c. Menurut International Labour Organization (ILO) langkah-langkah

    yang dapat ditempuh untuk mencegah kecelakaan kerja antara lain:

    1) Peraturan perundang-undangan

    a) Adanya ketentuan dan syarat-syarat K3 yang selalu

    mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan

    teknologi (Up To Date).

    b) Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan

    dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan

    yang berlaku sejak tahap rekayasa.

    c) Penyelenggaraan pengawasan dan pemantauan

    pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-pemeriksaan langsung

    ditempat kerja.

    2) Standarisasi

    Standarisasi merupakan suatu ukuran terhadap besaran atau

    nilai. Dengan adanya standar K3 yang maju akan menentukan

    tingkat kemajuan K3, karena pada dasarnya baik buruknya K3

    ditempat kerja diketahui melalui pemenuhan standar K3.

    3) Inspeksi

    Pada dasarnya merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan

    dalam rangka pemeriksaan dan pengujian terhadap tempat kerja,

    mesin, pesawat, alat dan instalasi, sejauh mana masalah-

    masalah ini masih memenuhi ketentuan dan persyaratan K3.

    Decision

    Action Analysis

    Problem

    Measurement

  • 29

    4) Riset (teknis, medis, psikologis dan statistik)

    Riset yang dilakukan dapat meliputi antara lain: teknis, medis,

    psikologi dan statistik dimaksudkan antara lain untuk menunjang

    tingkat kemajuan bidang K3 sesuai dengan perkembangan ilmu

    pengetahuan, teknik dan teknologi.

    5) Pendidikan dan latihan

    Sangat penting untuk meningkatkan kesadaran akan arti

    pentingnya K3, disamping untuk meningkatkan kualitas

    pengetahuan dan keterampilan K3.

    6) Persuasi

    Merupakan suatu cara pendekatan K3 secara pribadi dengan

    tidak menerapkan dan memaksakan melalui sanksi-sanksi.

    7) Asuransi

    Dapat ditetapkan dengan pembayaran premi yang lebih rendah

    terhadap perusahaan yang memenuhi syarat K3 dan mempunyai

    tingkat kekerapan dan keparahan kecelakaan yang kecil

    diperusahaannya.

    8) Penerapan K3 ditempat kerja

    Langka-langkah tersebut harus dapat diaplikasikan ditempat

    kerja dalam upaya memenuhi syarat-syarat K3 ditempat

    kerjanya.

    H. Alat Pelindung Diri (APD)

    1. Definisi

    Secara sederhana yang dimaksud dengan penggunaan APD adalah

    seperngakat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian

    atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja.

    APD tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuhnya, akan tetapi

    dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin dapat terjadi.

    Pencegahan kecelakaan kerja dengan menggunakan APD masih

    mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:

    a. Kemampuan perlindungan tidak sempurna karena kesalahan dalam

    pemilihan APD.

  • 30

    b. Kemampuan perlindungan tidak sempurna karena cara penggunaan

    atau pemakaian yang salah.

    c. Kemampuan perlindungan tidak sempurna karena APD rusak/ tidak

    memenuhi spesifikasi yang ditentukan.

    d. Kegagalan perlindungan karena APD dipakai pada saat rusak.

    Alat pelindung diri disarankan digunakan bersamaan dengan

    penggunaan alat pengendali lainnya. Dalam hal ini, perlu ditekankan

    bahwa peraturan 7 dari COSHH secara khusus menyatakan bahwa

    pengendalian harus dilakukan melalui upaya-upaya selain penyediaan

    alat pelindung diri, tetapi jika upaya lain tidak dapat melindungi atau

    memberikan pengendalian yang cukup, disamping upaya itu, harus

    disediakan alat pelindung diri yang sesuai secara memadai untuk

    mengendalikan pemajanan. Dengan demikian perlindungan keamanan

    dan kesehatan personel akan lebih efektif.

    2. Macam-macam APD

    a. Alat Pelindung Kepala

    Tujuan dari alat pelindung kepala selain untuk mencegah rambut

    pekerja terjerat oleh esin yang berputar, juga untuk melindungi kepala

    dari:

    1) Bahaya terbentur oleh benda tajam atau keras yang dapat

    menyebabkan luka gores, potong atau tusuk.

    2) Bahaya kejatuhan benda-benda atau terpukul oleh benda-benda

    yang melayang atau meluncur di udara.

    3) Panas radiasi, api dan percikan bahan-bahan kimia korosif.

    Alat pelindung kepala menurut bentuknya dapat dibedakan menjadi:

    1) Safety helmet (hard hat), digunakan untuk melindungi kepala dari

    bahaya kejatuhan, terbentur dan terpukul oleh benda-benda keras

    atau tajam.

    2) Hood, digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya bahan-

    bahan kimia (Chemical Hazard), api dan panas radiasi yang tinggi.

    3) Hair cap (Hair Guard), digunakan untuk melindungi kepala dari

    kotoran/debu (Dirt) dan melindungi rambut dari bahaya terjerat

    oleh mesin-mesin yang berputar.

  • 31

    b. Alat Pelindung Mata

    Alat pelindung mata, yang biasanya berupa kacamata pengaman

    berfungsi untuk:

    1) Melindungi mata dari percikan bahan-bahan korosif, kemasukan

    debu-debu atau partikel-partikel kecil yang melayang di udara.

    2) Pemaparan gas-gas atua uap-uap yang dapat menyebabkan

    iritasi pada mata, radiasi gelombang elektronik baik yang mengion

    maupun yang tidak mengion serta benturan atau pukulan benda-

    benda keras atau tajam.

    Menurut bentuknya alat pelindung mata dapat digolongkan menjadi:

    1) Kacamata (Spectacles) dengan atau tanpa pelindung samping

    (Side Shields)

    2) Gogges (Cup Type/ Box Type)

    3) Tameng muka (Face Shield/ Face Screen)

    Goggles pada umumnya kurang disenangi oleh pemakainya karena

    selain tidak nyaman juga menutupi mata dengan ketat, yang akan

    menyebabkan tidak terjadi pertukaran udara di dalamnya sehingga

    akan menyebabkan lensa goggles mudah mengembun. Untuk

    mencegah terjadinya pengembunan ini, lensa goggles dapat dilapisi

    suatu bahan hidrofil atau goggles dilengkapi lubang-lubang ventilasi.

    c. Alat Pelindung Telinga

    Alat pelindung telinga bekerja sebagai penghalang antara sumber

    bising dan telinga bagian dalam. Selain berfungsi untuk melindungi

    telinga dari ketulian akibat kebisingan (Noise Induced Hearing Loss),

    tetapi juga untuk melindungi telinga dari percikan api atau logam-

    logam yang panas, misalnya pada pengelasan. Secara umum alat

    pelindung telinga dalam industri dapat dibedakan menjadi:

    1) Sumbat telinga (Ear Plug)

    Ear plug harus dipilih sedemikian rupa sehingga sesuai

    dengan ukuran dan bentuk dari saluran telinga pemakainya

    karena:

    a) Ukuran dan bentuk saluran telinga masing-masing individu

    berbeda, bahkan antara telinga kiri dan kanan juga berbeda

  • 32

    b) Diameter salurantelinga berkisar 3-14 mm dan umumnya

    berukuran 5-11 mm sedangakan liang telinga umunya

    berbentuk lonjong namun dapat pula berbentuk bulat.

    c) Saluran telinga manusia umumnya tidak lurus walaupun

    sebagian kecil dari saluran tersebut dapat pula berbentuk lurus

    Ear plug dapat dibuat dar kapas, malam, (Wax), yang hanya

    digunakan untuk sekali pakai saja, serta plastik, karet alami dan

    sintetik.

    2) Tutup telinga (Ear Muf)

    Alat pelindung telinga ini terdiri dari 2 buah tutup telinga (Cup)

    dan sebuah Head Band. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan

    atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara yang

    frekuensinya tinggi. Pada pemaian dalam waktu yang lama,

    efektifitas dari Ear Muff dapat menurun karena bantalan Ear Muf

    menjadi keras dan mengkerut sebagai akibat dari reaksi bantalan

    (Cushion) dengan minyak dan keringat yang terapat pada

    permukaan kult. Reaksi yang serupa dapat pula terjadi pada ear

    plug sehingga pemilihan ear plug, disaranan agar memilih alat

    pelindung ini yang berukuran agak besar.

    d. Alat Pelindung Pernafasan

    Alat pelindung pernafasan berfungsi untuk melindungi saluran

    pernafasan dari paparan gas, uap, debu atau udara yang

    terkontaminan. Jenis dan macam APD ini banyak sekali, mulai dari

    masker debu sekali pakai sampai alat pernafasan isi sendiri (Self-

    Contained Breathing Apparatus). Dalam penggunaannya sering

    terjadi kebingungan tentang kapan dan jenis yang harus dipakai,

    sebab jika salah dalam memilih alat pelindung pernafasan ini bisa

    berakibat fatal pada pemakainya.

    Alat pelindung pernafasan berdasarkan fungsinya dapat dibedakan

    menjadi:

    1) Air purifying respirators

    Berfungsi untuk melindungi pemakainya dari paparan

    (inhalasi) debu, gas, uap, mist, fumes, asap dan fog. Digunakan

    apabila toksisitas zat kimia yang terpapar dan kadarnya dalam

  • 33

    udara tempat kerja rendah. Respirator tipe ini membersihkan

    udara yang terkontaminasi dengan cara filtrasi, adsorpsi, atau

    absorpsi.

    2) Air supplying (air-supplied) respirators

    Alat pelindung pernafasan ini tidak dilengkapi dengan

    absorben. Alat ini bisa digunakan untuk melindungi pemakainya

    dari paparan zat-zat kimia sangat toksik atau dari bahaya

    kekurangan oksigen (Oxygen Deficiency).

    e. Alat Pelindung Tangan

    Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang paling banyak

    digunakan, hal ini disebabkan seringnya disebabkan seringnya terjadi

    kecelakaan pada tangan. Untuk memilih sarung tangan yang tepat,

    perlu dipertimbangkan faktor-faktor di bawah ini:

    1) Bahaya yang terpapar, apakah berbentuk bahan-bahan kimia

    korosif, benda-benda panas/ dingin, tajam/ kasar.

    2) Daya tahannya terhadap bahan-bahan kimia, misalnya sarung

    tangn dari karet alami (Natural Rubber) tidak tepat bila digunakan

    pada pemaparan pelarut-pelarut organik (Organic Solvents)

    karena karet alami larut dalam solvent.

    3) Kepekaan yang diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan,

    misalnya pada pekerjaan yang harus membedakan barang-barang

    halus, sarung tangan yang tipis akan memberikan kepekaan yang

    lebih besar daripada sarung tangan yang tebal.

    4) Bagian tangan yang harus dilindungi, apakah bagian tangan saja

    atau tangan dan lengan bawah.

    Menurut bentuknya, sarung tangan yang biasa dikenakan dapat

    dibedakan menjadi:

    1) Gloves, adalah sarung tangan biasa

    2) Gauntlets, adalah sarung tangan yang dilapisi plat logam

    3) Mitts, adalah sarung tangan dimana keempat jari pemakainya

    dibungkus menjadi satu kecuali ibu jari (seperti sarung tangan

    tinju)

  • 34

    f. Alat Pelindung Kaki (Safety Shoes)

    Berfungsi untuk melindungi kaki dari bahaya kejatuhan benda-

    benda berat, percikan/tumpahan cairan/larutan asam (alkali), korosif,

    cairan panas, dan tertusuk benda-benda tajam.

    g. Pakaian Pelindung

    Berfungsi untuk melindungi pemakainya dari bahaya percikan

    atau tumpahan bahan-bahan kimia dan pengaruh cuaca ekstrim

    (sangat dingin/ panas). Pakaian pelindung dapat dibedakan menjadi 2

    macam, yaitu:

    1) Apron, yaitu pakaian pelindung yang menutup sebagian tubuh dari

    dada sampai kaki.

    2) Overalls, yaitu pakaian pelindung yang melindungi seluruh bagian

    tubuh.

    I. Buruh Sektor Informal

    1. Definisi

    Buruh Sektor Informal adalah segala jenis pekerjaan di luar

    perlindungan Negara dan atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak.

    Definisi lain mengatakan Buruh Sektor Informal adalah segala jenis

    pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan yang tetap dan tidak

    adanya keamanan kerja (Job Security) atau tidak ada status permanen

    atas pekerjaannya. Intinya buruh informal ialah yang bekerja di unit usaha

    atau lembaga yang tak berbadan hukum.3

    2. Mengangkut dan Mengangkat 22

    Kegiatan mengangkut dan mengangkat banyak terdapat dalam

    lingkungan pabrik, pelabuhan-pelabuhan, perhubungan darat, pertanian,

    perkebunan, kehutanan dan sektor kegiatan ekonomi yang lain.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi:

    a. Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.

    b. Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik

    turun dan lain-lain.

    c. Keterampilan bekerja.

    d. Peralatan kerja beserta keamanannya.

  • 35

    Cara-cara mengangkut dan mengangkat yang baik harus memenuhi dua

    prinsip kinetis, yaitu:

    a. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan

    sebanyak mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan

    pembebanan.

    b. Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.

    Untuk menerapkan kedua prinsip kinetis itu setiap kegiatan mengangkut

    dan mengangkat harus dilakukan sebagai berikut:

    a. Pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh

    dan memegang dengan hanya beberapa jari yang dapat

    menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari tersebut harus

    dihindarkan.

    b. Lengan harus berada sedekat-dekatnya pada badan dan dalam posisi

    lurus. Fleksi pada lengan untuk mengangkut dan mengangkat

    menyebabkan ketegangan otot statis yang melelahkan.

    c. Punggung harus diluruskan.

    d. Dagu ditarik setelah kepala bisa ditegakkan lagi seperti pada

    permulaan gerakan. Dengan posisi kepala dan dagu yang tepat,

    seluruh tulang belakang diluruskan.

    e. Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk

    mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat. Satu

    kaki ditempatkan kearah jurusan gerakan yang dituju, kaki kedua

    ditempatkan sedemikian rupa sehingga membantu mendorong tubuh

    pada gerakan pertama.

    f. Berat badan dimanfaatkan untuk:

    1) Menarik dan mendorong.

    2) Gaya untuk gerakan dan perimbangan.

    g. Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal

    yang melalui pusat gravitasi tubuh.

    Teknik mengangkat dan membawa barang yang tepat akan

    memungkinkan beban maksimum, karena beban tersebut tidak lagi

    tergantung pada tulang unggung melainkan pada otot tubuh. Teknik ini

    hanya dapat diterapkan melalui latihan. Beberapa pokok penting yang

    harus diperhatikan adalah: 27

  • 36

    a. Kapasitas fisik karyawan;

    b. Sifat beban;

    c. Keadaan lingkungan;

    d. Latihan mengangkat/ membawa yang dijalani karyawan.

    Adapun cara mengangkat yang baik adalah sebagai berikut:

    a. Perhitungkan keadaan beban. Jika ragu-ragu jangan mengangkat

    sendiri.

    b. Letak kaki harus mantap. Jarak antara kaki (20-30 cm) akan memberi

    posisi seimbang.

    c. Kaki harus dekat pada beban yang diangkat. Posisi ini akan

    mengurangi beban otot punggung.

    d. Tekukkan lutut lalu jongkok, jangan membungkuk. Tulang punggung

    harus tegak.

    e. Berdirilah dengan menekankan kaki agar beban diserap oleh otot

    kaki. Beban harus didekap pada tubuh sewaktu berdiri.

    f. Angkatlah beban pada posisi membawa yang dirasa enak. Jangan

    sekali-kali membongkokkan tubuh. Gerakkan tubuh menurut

    perubahan letak kaki.

    g. Jika beban akan diletakkan diatas lantai jongkoklah dengan perlahan

    dengan menekuk lutut.

    Untuk mencegah timbulnya kecelakaan disarankan, agar beban yang

    diangkat dan selanjutnya diangkut menurut keadaan mereka yang

    melakukan pekerjaan, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:22

    Tabel 2.5 Beban angkatan menurut keadaan tenaga kerja sebagai suatu pedoman atas dasar perhitungan 5/7 kg per kg berat badan

    Dewasa Tenaga Kerja Muda

    Laki-laki (Kg)

    Perempuan (Kg)

    Laki-laki (Kg)

    Perempuan (Kg)

    Hanya mengangkat sekali-sekali Terus-menerus

    40

    15-18

    15

    10

    15

    10-15

    10-12

    6-9

  • 37

    J. Kerangka Teori

    Variabel yang akan diteliti

    Gambar 2.2 (Kerangka Teori)11

    Analisis risiko

    Identifikasi potensi bahaya

    Analisis akibat Analisis sebab

    Penentuan risiko

    Pemilahan risiko Mengurangi

    Alternatif pengendalian

    Input Manajemen Risiko

    Mencegah

    Evaluasi risiko

    Pekerja Alat Bahan Lingkungan

    Kerja

    Proses

    Kerja Tumpahan

    Limbah

  • 38

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Kerangka Konsep

    Gambar 3.1 (Kerangka Kosep)

    B. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Penelitian ini adalah penelitian menggunakan metode deskriptif dengan

    pendekatan observasional cross-sectional melalui observasi langsung

    terhadap obyek yang akan diteliti.32

    C. Populasi dan Sampel Penelitian

    Karena menggunakan penelitian deskriptif sehingga populasi/ sampel

    diambil sesuai dengan objek dari penelitian.

    D. Definisi Operasional

    No Variabel Penelitian Definisi Operasional

    1 Umur Rentang umur kelahiran pekerja hingga saat penelitian dilakukan, didukung dengan data Kartu Tanda Penduduk (KTP) dalam satuan tahun.

    Pengkajian terhadap:

    1. Pekerja

    Umur

    Tingkat Pendidikan

    Kelelahan

    Ergonomi

    Penggunaan APD

    2. Alat

    3. Bahan

    4. Proses Kerja

    5. Lingkungan Kerja

    6. Tumpahan Limbah

    Penentuan Tingkat Risiko

  • 39

    No Variabel Penelitian Definisi Operasional

    2 Pendidikan Tingkat kelas sekolah yang diikuti responden hingga berhenti atau mendapatkan ijazah.

    3 Kelelahan Kelelahan adalah mekanisme pertahanan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah pekerja melakukan istirahat dan adanya pengaturan waktu kerja.

    4 Ergonomi Kesesuaian alat bantu kerja yang digunakan pekerja saat melekukan pekerjaan dan beban dari barang yang diangkut oleh pekerja buruh angkut kapal.

    5 Penggunaan APD Seperangkat alat keselamatan diri yang digunakan oleh pekerja dalam proses mengangkat, mengangkut dan membawa barang. Yang berupa alat pelindung pernafasan, penglihatan dan seluruh anggota badan yang lain, seperti: masker, sarung tangan safety dan lainnya.

    6 Alat Alat yang digunakan pekerja yang bekerja sebagai buruh angkut kapal di pelabuhan. Data alat diambil dengan cara mengobservasi alat katrol dan gerobak.

    7 Bahan Adalah bahan yang diangkut para pekerja yang bekerja sebagai buruh angkut kapal di pelabuhan. Data bahan yang diangkut pekerja diambil dengan cara mengobservasi pupuk, alat bangunan, tabung gas dan sembako.

    8 Proses Kerja

    Adalah proses kerja para pekerja yang bekerja sebagai buruh angkut kapal di pelabuhan. Data proses kerja diambil dengan cara mengobservasi mulai dari pengangkutan barang dengan cara dipikul, pengangkutan barang dengan cara menggunakan alat katrol slang, pengangkutan barang dengan cara diangkat secara estapet dan menyusun barang digudang penyimpanan.

  • 40

    No Variabel Penelitian Definisi Operasional

    9 Lingkungan Kerja

    Adalah lingkungan kerja para pekerja yang bekerja sebagai buruh angkut kapal di pelabuhan. Data lingkungan kerja diambil dengan cara mengobservasi tempat kerja terbuka, tempat kerja tertutup dan jalur/ jalan yang dilewati terlalu tinggi, sempit dan licin.

    10 Tumpahan Limbah Adalah tumpahan limbah atau sisa buangan dari bahan yang diangkut para pekerja buruh angkut kapal di pelabuhan. Data limbah diambil dengan cara mengobservasi sisa dari barang yang diangkut/ barang yang tidak terangkut yang mengakibatkan jalan menjadi licin.

    11 Penentuan Tingkat Risiko

    Adalah penentuan tingkat risiko yang dihitung berdasarkan evaluasi penilaian risiko dari masing-masing variabel. Variabel ini menggunakan Matrik penilaian tingkat risiko dengan kategori: 1: Ekstrim (Perlu dilakukan waktu itu juga). 2: High (Pengendaliannya mulai dari upaya

    menurunkan risiko hingga tindakan praktis yang mungkin dilakukan).

    3: Medium (Pengendalian yang sesuai dan perlu dilakukan).

    4: Low (Tidak perlu tindakan khusus/ hanya berupa pemantauan saja).

    E. Instrumen Penelitian

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    1. Cheklist Hazard Identification and Risk Assesment sebagai pedoman

    observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti dan wawancara terhadap

    ketua buruh angkut.

    2. Alat bantu lain yang digunakan seperti alat tulis, alat perekam dan kamera

    digital untuk pengambilan foto.

    F. Pengumpulan Data

    1. Data Primer

    Pengamatan langsung (observasi) terhadap pekerja, alat, bahan, proses

    kerja, lingkungan kerja dan tumpahan limbah/ sisa buangan dari bahan

  • 41

    yang diangkut dengan menggunakan lembar Cheklist Hazard

    Identification and Rist Assesment serta wawancara terhadap ketua buruh

    angkut dalam proses penilaian kondisi kerja.

    2. Data Sekunder

    Data sekunder merupakan data yang digunakan sebagai data penunjang

    dan pelengkap dari data primer yang ada relevansinya dengan penelitian,

    meliputi: keadaan tempat kerja dan keadaan geografis Kecamatan

    Sukamara serta data-data yang berhubungan dengan penelitian yang

    digunakan untuk melengkapi data primer.

    G. Pengolahan dan Analisis Data

    1. Pengolahan Data

    Data yang dihasilkan kemudian diolah melalui beberapa tahap

    sebagai berikut:

    a. Editing

    Bertujuan untuk meneliti kelengkapan dan kebenaran data yang

    diperoleh.

    b. Coding

    Dalam tahap ini dilakukan pemberian kode angka pada jawaban

    angka untuk mempermudah dalam tahap pengolahan data.

    c. Tabulating

    Tabulasi dilakukan dengan menyajikan data kedalam bentuk tabel

    sesuai dengan tujuan penelitian.

    2. Analisa Data

    Analisis yang dilakukan adalah Analisis Deskriptif yang meliputi

    pekerja, alat, bahan, proses kerja, lingkungan kerja dan tumpahan limbah,

    hasil analisa akan dikaji dalam bentuk tabel dan gambar.

  • 42

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN

    A. Deskripsi Lokasi dan Pekerjaan di Pelabuhan Sukamara

    Pelabuhan Sukamara merupakan pelabuhan yang berada dibantaran

    Sungai Jelai yang ada di Kecamatan Sukamara yang menjadi pusat

    perguliran ekanomi masyarakat di Kabupaten Sukamara. Selain Pelabuhan

    Sukamara ada juga beberapa dermaga pribadi yang biasa digunakan

    pengusaha untuk membongkar barang yang masuk di Kecamatan Sukamara.

    Sedangkan kegiatan bongkar muat barang di Pelabuhan Sukamara dilakukan

    mulai pukul 07.00 WIB sampai dengan selesai.

    Seperti kebanyakan pelabuhan lainnya, pelabuhan yang ada di

    Kecamatan Sukamara dimana pengelolaannya masih berada dibawah

    wewenang Pemerintah Daerah khususnya Dinas Perhubungan. Namun untuk

    ketenagaan yang bekerja sebagai buruh angkut di Pelabuhan berada

    dibawah Dinas Tenaga Kerja dan Pemerintah Daerah Bagian Sosial.

    Sedangkan untuk pelaksanaan teknis pengelolaannya dikelola oleh Kantor

    Syahbandar yang ada di Kabupaten Sukamara khususnya Kecamatan

    Sukamara yang terletak di Jalan Setia Yakin Kelurahan Mendawai

    Kecamatan Sukamara. Selain pelabuhan yang dikelola oleh Pemerintah

    Daerah ada juga tempat yang digunakan untuk bongkar muat barang, seperti

    dermaga-dermaga pribadi yang dikelola langsung oleh pengusaha yang

    berada dibantaran Sungai Jelai di Kecamatan Sukamara.

    Kecamatan Sukamara secara fisik adalah dataran rendah yang berawa,

    dengan anak-anak sungai dari lintasan Sungai Jelai yang membujur dari arah

    utara kearah selatan wilayah kecamatan sukamara. Sebagian besar daratan

    masih berupa hutan dengan pola hutan tropis dan rawa-rawa serta

    perkebunan sawit. Kecamatan Sukamara terletak pada:

    1. 1110 090 00 1110 15 12.43 Bujur Timur

    2. 020 340 00 020 43 45.40 Lintang Selatan

    Dengan iklim setiap tahun:

    1. Iklim hujan dengan curah hujan 1500 3200 m/m

    2. Iklim kemarau dengan suhu rata-rata 300C 350C

  • 43

    B. Pelaksanaan Penelitian

    Pengamatan langsung dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi risiko

    kecelakaan kerja yang mungkin terjadi di Pelabuhan Kecamatan Sukamara

    Kabupaten Sukamara. Pengamatan dilakukan melalui pengamatan langsung

    terhadap kegiatan yang dilakukan pada pekerja buruh angkut kapal mulai dari

    pekerja itu sendiri, alat bantu yang digunakan, bahan yang diangkut, proses

    dalam melakukan pekerjaan, lingkungan kerja dan limbah dari sisa buangan

    bahan yang akan diangkut. Hasil pengamatan ini didokumentasikan

    menggunakan kamera digital dan hasil pengamatan dituangkan dalam bentuk

    foto kemudian hasil identifikasi risiko kecelakaan kerja dituangkan dalam

    bentuk format Hazard Identification and Risk Assesment untuk selanjutnya

    diidentifikasi lebih lanjut.

    1. Risiko Kecelakaan Kerja di Pelabuhan Sukamara

    Dari hasil observasi yang telah dilakukan di Pelabuhan Sukamara, risiko

    kecelakaan kerja yang ada meliputi;

    a. Pekerja

    1) Umur

    Pada saat dilakukan penelitian didapatkan bahwa pekerja

    buruh angkut kapal yang ada di Kecamatan Sukamara yang

    berumur diatas 30 tahun lebih adalah 60%. Umur pekerja buruh

    angkut kapal di Kecamatan Sukamara dapat dilihat pada tabel

    dibawah ini:

    Tabel 4.1 Distribusi frekuensi buruh angkut kapal di Kecamatan Sukamara berdasarkan umur

    Umur Pekerja Frekuensi Persentase (%)

    > 30 Tahun 43 60,00 < 30 Tahun 29 40,00

    Total 72 100,00

    2) Tingkat pengetahuan dan pendidikan

    Pada saat penelitian didapatkan bahwa pekerja buruh angkut

    kapal yang ada di Kecamatan Sukamara tingkat pengetahuan dan

    pendidikannya rata-rata masih rendah, sebagian besar pendidikan

    pekerja buruh angkut kapal berpendidikan SD, yaitu 48%. Tingkat

    pengetahuan dan pendidikan pekerja buruh angkut kapal di

    Kecamatan Sukamara dapat dilihat ditabel dibawah ini:

  • 44

    Tabel 4.2 Distribusi frekuensi buruh angkut kapal di Kecamatan Sukamara berdasarkan pendidikan

    Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

    Tidak Sekolah 3 4,00 Tidak Tamat Sekolah 16 22,00 SD 34 48,00 SMP 19 26,00

    Total 72 100,00

    3) Kelelahan

    Pada saat penelitian terhadap pekerja buruh angkut kapal di

    Kecamatan Sukamara didapati bahwa pekerja banyak melakukan

    pekerjaan diruang terbuka dengan suhu yang tinggi sehingga

    memungkinkan pekerja akan mudah mengalami kelelahan serta

    waktu kerja yang melebihi dari kapasitas waktu kerja (8-10 jam)

    sehingga akan mengalami gangguan konsentrasi dan penurunan

    produktivitas. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.1

    Gambar 4.1 Pekerja yang sedang melakukan istirahat untuk mengurangi tingkat kelelahannya, pekerja yang mengalami kelelahan berisiko terhadap terjadinya luka, cidera, patah tulang dan gangguan muskuloskeletal.

    4) Ergonomi

    Pada saat penelitian didapatkan barang yang diangkut

    pekerja buruh angkut kapal di Kecamatan Sukamara melebihi dari

    kapasitas tubuh dan alat bantu yang digunakan tidak ergonomi

    seperti gerobak yang terlalu rendah dari posisi tubuh sehingga

    pekerja saat menarik gerobak dalam posisi membungkuk,

  • 45

    sehingga kemungkinan pekerja akan mengalami gangguan

    muskoluskeletal seperti nyeri punggung dan leher. Hal ini dapat

    dilihat pada gambar dibawah ini:

    Gambar 4.2 Pekerja buruh angkut kapal saat mengangkut barang

    tidak memperhatikan beban yang diangkut berisiko terjadinya nyeri punggung dan leher.

    Gambar 4.3 Pekerja buruh angkut kapal saat menarik gerobak

    dengan posisi tubuh terlalu membungkuk berisiko terjadinya nyeri punggung dan leher.

    5) Penggunaan APD

    Pada saat penelitian didapatkan APD yang digunakan para

    pekerja buruh angkut kapal yang ada di Kecamatan Sukamara

    hanya berupa masker saja, adapun masker yang digunakan tidak

    memenuhi spesifikasi yang ditentukan bahkan sebagian pekerja

  • 46

    saat mengangkut pupuk dan semen banyak pekerja yang tidak

    menggunakannya. Sehingga memudahkan pekerja terpapar dari

    debu semen dan lainnya serta bau dari pupuk yang diangkut. Dari

    hasil penelitian banyak pekerja yang mengeluh pada saat

    mengangkut semen dan pupuk seperti gangguan saluran

    pernafasan karena tidak menggunakan masker. Hal ini dapat

    dilihat pada gambar dibawah:

    Gambar 4.4 Pekerja buruh angkut kapal sebagian tidak

    menggunakan masker saat mengangkut semen berisiko terjadinya gangguan saluran nafas.

    Gambar 4.5 Pekerja buruh angkut kapal tidak menggunakan

    masker saat mengangkut pupuk berisiko terjadinya gangguan saluran nafas.

  • 47

    b. Alat Kerja

    1) Katrol slang pengangkut barang

    Untuk memudahkan pekerjaan pekerja menggunakan katrol

    slang yang digunakan untuk mengangkat barang dari kapal

    kedermaga atau langsung kemobil angkut, namun dari hasil

    observasi katrol yang digunakan jarang dilakukan pengecekan,

    tidak terawat dan tanpa adanya pengamanan sehingga akan

    mengakibatkan katrol tersebut putus serta tidak berfungsi dengan

    baik sehingga kemungkinan putus, jatuh, terjepit yang mengenai

    pekerja. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.6

    Gambar 4.6 Pekerja dibantu alat katrol slang saat mengangkat semen berisiko menimbulkan tertimpa pengait katrol sehingga mengakibatkan luka ringan, patah tulang, trauma kepala dan kematian.

    2) Gerobak

    Alat bantu angkut gerobak digunakan untuk memudahkan

    pekerja membawa barang dari dermaga ketempat penyimpanan

    barang, pekerja saat menarik gerobak meggunakan alat bantu ban

    untuk menambah kekuatan dalam menarik sehingga tidak

    mungkin lepas dari tangan pekerja. Tinggi gerobak yang

    digunakan rata-rata 60-70 cm dan panjang tempat pegangan

    gerobak rata-rata 80-100 cm. Kalau dilihat maka alat yang

    digunakan pekerja tidaklah ergonomi karena posisi pekerja

    sewaktu menarik gerobak dalam keadaan membungkuk dan

    pekerja akan mengalami gangguan muskuloskeletal. Hal ini dapat

    dilihat pada gambar 4.7

  • 48

    Gambar 4.7 Pekerja buruh angkut menggunakan gerobak saat mengangkut barang berisiko menimbulkan gangguan muskuloskeletal seperti luka ringan, memar, lecet, perdarahan, nyeri punggung dan leher.

    c. Bahan

    1) Pupuk

    Pupuk yang diangkut adalah jenis NPK 151564 dengan

    kandungan N:15.00%, P: 5.00%, K: 6.00%, MgO: 4.00% dan

    biasanya digunakan untuk Perusahaan Kelapa Sawit yang ada di

    Kecamatan Sukamara. Dalam mengangkut pupuk tersebut

    memerlukan waktu 2 sampai 3 minggu bahkan bisa lebih

    walaupun jarak tempuh sewaktu mengangkut tidak jauh yaitu dari

    kapal langsung diangkut kemobil angkut. Hal ini dapat dilihat pada

    gambar 4.8

    Gambar 4.8 Pekerja buruh angkut saat mengangkut pupuk di

    Pelabuhan Sukamara berisiko terjadinya gangguan pernafasan, pusing, iritasi kulit dan mata, nyeri punggung dan leher.

  • 49

    2) Alat bangunan

    Alat bangunan yang diangkut seperti semen, besi, asbes dan

    lainnya akan mengakibatkan pekerja terpapar dari debu semen

    dan asbes, gangguan muskuloskeletal dan tertusuk atau

    kejatuhan besi sehingga berisiko terjadinya gangguan pernafasan,

    nyeri punggung dan leher serta luka tertusuk besi dan memar. Hal

    ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

    Gambar 4.9 Pekerja buruh angkut saat mengangkut asbes

    yang akan mengakibatkan pekerja terpapar debu silika berisiko terjadinya gangguan saluran pernafasan.

    Gambar 4.10 Pekerja buruh angkut saat mengangkut semen yang akan mengakibatkan pekerja terpapar debu semen sehingga berisiko terjadinya gangguan saluran pernafasan.

  • 50

    3) Tabung gas

    Risiko hubungan tabung gas yang tidak diperhatikan dengan

    serius akan mengakibatkan terjadinya ledakan sewaktu pekerja

    mengangkat atau memindahkan tabung gas tersebut dari kapal

    kegudang serta dapat terjadinya gangguan muskuloskeletal

    sehingga berisiko terjadinya luka bakar, nyeri punggung dan leher.

    4) Sembako

    Pada saat penelitian, pekerja saat mengangkut barang,

    seperti sembako dan barang lainnya pekerja buruh angkut kapal

    yang ada di Kecamatan Sukamara kebanyakan tidak

    memperhatikan beban yang diangkat angkut sehingga akan

    mengakibatkan gangguan muskuloskeletal, terpapar debu dan

    bau. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.11

    Gambar 4.11 Pekerja buruh angkut saat mengangkut sembako

    dan yang lainnya yang akan mengakibatkan terjadinya gangguan muskuloskeletal.

    d. Proses Kerja

    1) Pengangkutan barang dengan cara dipikul

    Pengangkutan barang terhadap buruh angkut kapal yang ada

    di Kecamatan Sukamara mulai dari kapal kegudang atau kemobil

    angkut dengan cara dipikul melalui jalan yang tinggi, licin dan

    sempit akan mengakibatkan pekerja terjatuh, terpeleset dan

    gangguan muskuloskeletal sehingga berisiko terjadinya luka,

    memar, nyeri punggung dan leher, patah tulang dan cacat. Hal ini

    dapat dilihat pada gambar 4.12

  • 51

    Gambar 4.12 Pekerja buruh angkut saat mengangkut barang

    dengan cara dipikul dari kapal kemobil angkut sehingga berisiko terjadinya luka, memar, gangguan nyeri punggung dan leher, patah tulang dan cacat.

    2) Pengangkutan barang dengan cara menggunakan alat katrol

    slang

    Pengangkutan barang dengan menggunankan alat katrol

    slang digunakan pekerja untuk menurunkan barang baik barang

    baik sembako, semen, dan yang lainnya dari kapal kedermaga

    atau langsung kemobil angkut sehingga akan mengakibatkan

    pekerja tertimpa barang yang diangkat atau tertimpa dari pengait

    katrol yang putus sehingga mengakibatkan terjadinya luka,

    memar, patah tulang, cacat dan bahkan kematian. Hal ini dapat

    dilihat pada gambar 4.13

  • 52

    Gambar 4.13 Pekerja buruh angkut saat mengangkut barang

    menggunakan katrol slang dari kapal kedermaga sehingga berisiko terjadinya luka, memar, patah tulang, cacat dan bahkan kematian.

    3) Pengangkutan barang dengan cara diangkat secara estafet

    Pengangkutan barang dari kapal kedermaga atau langsung

    kemobil angkut para pekerja buruh angkut kapal yang ada di

    Kecamatan Sukamara salah satunya adalah dengan cara diangkat

    secara estapet yang akan mungkin mengakibatkan kesalahan

    dalam posisi tubuh sehingga pekerja bisa tertimpa barang dan

    gangguan muskuloskeletal sehingga terjadinya luka, memar,

    terkilir, patah tulang, nyeri punggung dan leher. Hal ini dapat

    dilihat pada gambar 4.14

    Gambar 4.14 Pekerja buruh angkut saat mengangkut barang

    dengan cara estafet sehingga akan mengakibatkan gangguan muskuloskeletal.

  • 53

    4) Menyusun barang digudang penyimpanan

    Memasukkan barang kegudang dari kapal yang dilakukan

    pekerja buruh angkut kapal di Kecamatan Sukamara dengan cara

    menyusun ditempat penyimpanan sementara sebelum di

    distribusikan/ disimpang digudang akan mengakibatkan pekerja

    bisa tertimpa oleh barang yang disusunnya serta gangguan

    muskuloskeletal sehingga terjadinya luka memar, terkilir, patah

    tulang, gangguan saluran nafas, iritasi mata serta nyeri punggung

    dan leher. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.15

    Gambar 4.15 Pekerja buruh angkut saat mengangkut barang dan

    memasukkan barang kegudang sehingga akan berisiko terjadinya luka memar, lecet, patah tulang, gangguan saluran nafas, iritasi mata, nyeri punggung dan leher.

    e. Lingkungan Kerja

    1) Tempat kerja terbuka

    Lingkungan kerja yang terbuka/ tempat kerja terbuka pada

    saat penelitian didapatkan temperatur/ suhu yang cukup tinggi

    dengan rata-rata suhu di Kecamatan Sukamara mencapai 300-

    350C, yang akan mengakibatkan pekerja terpapar langsung dari

    radiasi sinar ultra violet sehingga berisiko terjadinya dehidrasi,

    heat cramp, heat excaustion dan heat stroke. Hal ini dapat dilihat

    pada gambar dibawah ini:

  • 54

    Gambar 4.16 Pekerja buruh angkut saat mengangkut pupuk di tempat kerja terbuka sehingga berisiko terjadinya dehidrasi, heat c