52
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit merupakan salah satu sarana upaya kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebagai tujuan pembangunan kesehatan, oleh karena itu Rumah Sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan (Depkes RI, 2005) Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan memberikan dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap. Sasaran pelayanan kesehatan rumah sakit bukan hanya individu pasien, tapi sudah berkembang mencakup keluarga pasien dan masyarakat umum. Fokus perhatiannya adalah pasien sebagai individu maupun sebagai bagian dari sebuah keluarga. Dengan demikian pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan paripurna (komprehensif dan holistik) (Muninjaya, 2004). Rendahnya tingkat BOR (Bed Occupancy Rate) yang dicapai sebenarnya menggambarkan bahwa kualitas pelayanan di rumah sakit yang bersangkutan

BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rumah Sakit merupakan salah satu sarana upaya kesehatan yang

memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran strategis

dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebagai tujuan

pembangunan kesehatan, oleh karena itu Rumah Sakit dituntut untuk memberikan

pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan (Depkes RI,

2005)

Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan

memberikan dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan

dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik,

pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan.

Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan

unit rawat inap. Sasaran pelayanan kesehatan rumah sakit bukan hanya individu

pasien, tapi sudah berkembang mencakup keluarga pasien dan masyarakat umum.

Fokus perhatiannya adalah pasien sebagai individu maupun sebagai bagian dari

sebuah keluarga. Dengan demikian pelayanan kesehatan di rumah sakit

merupakan pelayanan kesehatan paripurna (komprehensif dan holistik)

(Muninjaya, 2004).

Rendahnya tingkat BOR (Bed Occupancy Rate) yang dicapai sebenarnya

menggambarkan bahwa kualitas pelayanan di rumah sakit yang bersangkutan

Page 2: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

2

kurang baik. Jika BOR (Bed Occupancy Rate) rendah dan ALOS (Average

Length of Stay) tinggi, maka berarti pelayanan rumah sakit buruk. Oleh karena itu

sebagai koskuensinya jika angka BOR (Bed Occupancy Rate) rendah maka pihak

manajemen rumah sakit yang bersangkutan harus meningkatkan kualitas

pelayanan pada pasien, terutama bagi mereka yang sedang dalam rawat inap

(Wahdi, 2006).

Salah satu cara utama mendiferensiasikan pelayanan jasa kesehatan

termasuk pelayanan rawat inap adalah memberikan jasa pelayanan kesehatan

yang berkualitas, lebih tinggi dari pesaing secara konsisten. Kuncinya adalah

memenuhi atau melebihi harapan pasien tentang mutu pelayanan yang

diterimanya. Setelah menerima jasa pelayanan kesehatan, pasien akan

membandingkan jasa yang dialami dengan jasa yang diharapkan, pasien tidak

berminat lagi memanfaatkan penyedia pelayanan kesehatan. Jika jasa yang

dialami memenuhi atau melebihi harapan, mereka akan menggunakan penyedia

pelayanan kesehatan itu lagi (Trimurthy,2008).

Pandangan masyarakat akan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia

semakin menurun hal ini terlihat dari Pasien Indonesia yang berobat ke luar

negeri terus meningkat Data Singapore Medicine yang dikutip oleh Akhmadi

(2005) menyebutkan, kunjungan pasien khusus untuk berobat sebanyak 374.000

pasien dari manca negara, sebagian pasien mengunjungi Rumah Sakit Mount

Elizabeth, sekitar 90 % pasiennya dari Indonesia. Salah satu stasiun TV swasta di

Indonesia (2008 dalam Fadila, 2009) menunjukkan bahwa tahun 2006 pasien dari

Indonesia yang berobat di rumah sakit Singapura sebanyak 30% dan pada tahun

Page 3: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

3

2007 meningkat lagi menjadi 50%. Data dari Konjen RI Penang (2004)

menyebutkan dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2004, jumlah kunjungan

pasien Indonesia yang berobat ke Rumah Sakit Lam Wah Ee Penang mencapai

9000 orang atau rata-rata 50 pasien per hari. Kurun waktu yang sama di Rumah

Sakit Adventist Penang tercatat 10.000 orang atau 55 pasien perhari.

Hampir 80% kunjungan pasien ke rumah sakit di Penang adalah warga

Medan dan Sumut, sebagian lainnya berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam

(NAD), jika kondisi ini dibiarkan, maka rumah sakit di daerah ini hanya

dikunjungi oleh pasien-pasien miskin yang mengandalkan Askeskin dan Askes,

sedangkan warga kelas menengah dan atas akan berobat ke luar negeri. Harian

Aceh (2008) menyebutkan bahwa angka kunjungan masyarakat Aceh yang

berobat ke Malaysia sebanyak 200 orang setiap minggunya, atau sekitar 20%

pasien dari aceh berobat ke Malaysia pada setiap minggunya. Tingginya minat

masyarakat berobat keluar negeri seperti Malaysia dan Singapura secara umum

disebabkan faktor kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang diberikan

telah memenuhi harapan pasien (Fadila, 2009).

Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dapat dilakukan dari berbagai

aspek pelayanan seperti peningkatan kualitas fasilitas kesehatan, peningkatan

kualitas profesionalisme sumber daya manusia dan peningkatan kualitas

manajemen rumah sakit. Pelayanan yang berkualitas harus dijaga dengan

melakukan pengukuran secara terus menerus, agar diketahui kelemahan dan

kekurangan dari jasa pelayanan yang diberikan dan dibuat tindak lanjut sesuai

prioritas permasalahannya (Martina, 2011).

Page 4: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

4

Kepuasan pasien akan mutu pelayanan kesehatan sangatlah penting

terhadap keloyalitasan pasien dalam memanfaatkan kembali layanan tersebut di

masa yang akan datang. Penilaian ini meliputi penilaian akan pelayanan dokter,

pelayanan perawat dan fasilitas yang tersedia di rumah sakit. Pelayanan

keperawatan merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan kesehatan di Rumah

Sakit sudah pasti punya kepentingan untuk menjaga mutu pelayanan, terlebih lagi

pelayanan keperawatan sering dijadikan tolak ukur citra sebuah Rumah Sakit di

mata masyarakat, sehingga menuntut adanya profesionalisme perawat pelaksana

maupun perawat pengelola dalam memberikan dan mengatur kegiatan asuhan

keperawatan kepada pasien. Kontribusi yang optimal dalam mewujudkan

pelayanan kesehatan yang berkualitas akan terwujud apabila system pemberian

asuhan keperawatan yang digunakan mendukung terjadinya praktik keperawatan

profesional dan berpedoman pada standar yang telah ditetapkan serta dikelola

oleh manajer dengan kemampuan dan ketrampilan yang memadai (Wahyuni,

2007). Dalam pelayanan keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting

terutama dalam praktik keperawatan dan perawat menjadi jaminan apakah

layanan perawatan bermutu apa tidak (Wasisto, 2010).

Perawat merupakan tenaga kesehatan yang mempunyai waktu paling

lama dalam berinteraksi dengan pasien dibandingkan tenaga kerja lain di rumah

sakit, karena selama 24 jam sehari perawat selalu berada di sisi pasien dan ini

merupakan variabel yang paling mudah bersentuhan dengan kepuasan pasien.

Profesi perawat dituntut untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang

bermutu, memiliki landasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang kuat,

Page 5: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

5

disertai sikap dan tingkah laku yang profesional dan berpegang kepada etika

keperawatan (Nursalam, 2002).

Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai

apabila perawat dapat memperlihatkan sikap caring kepada klien. Dalam

memberikan asuhan, perawat menggunakan, Keahlian Kata-kata yang lemah

lembut, Sentuhan, Memberikan harapan, Selalu berada disamping klien, Bersikap

“caring” sebagai media pemberi asuhan. Para perawat dapat diminta untuk

merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan

menggunakan spirit caring. Spirit caring harus tumbuh dari dalam diri perawat

dan berasal dari hati perawat yang terdalam (Wasisto, 2010).

Caring dalam keperawatan adalah hal yang sangat mendasar, caring

merupakan jantung dari profesi, artinya sebagai komponen yang unik,

fundamental dan menjadi fokus sentral dari keperawatan. Salah satu bentuk

pelayanan keperawatan adalah perilaku caring perawat yang merupakan inti

dalam praktek keperawatan profesional. Seorang perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan harus mencerminkan perilaku caring dalam setiap tindakan

(Sukmawati, 2009). Prilaku caring akan menimbulkan rasa nyaman bagi pasien,

hal ini perlu di evaluasi dan di ukur dalam meningkatkan kualitas pelayanan

karena kenyamanan menjadi hal penting bagi pasien dalam memilih untuk

memanfaatkan pelayanan dari Rumah Sakit (Novida, 2009).

Penelitian Prabowo (2007), di instalasi rawat inap RSUD Sleman

Yogyakarta menunjukkan bahwa secara umum 48,9% pasien mengungkapkan

perawat selalu berperilaku caring. Komponen caring yang dinilai baik adalah

Page 6: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

6

kepedulian yaitu 64,4% sedangkan tanggung jawab hanya 28,8%. Sebagian besar

pasien merasakan puas terhadap perilaku caring perawat yaitu 56,6%. Adapun

komponen yang memberikan kontribusi terbesar terhadap kepuasan adalah

kepedulian dengan 58,9%. Ada hubungan perilaku dengan kepuasan pasien

tentang caring perawat diperoleh nilai signifikansi (P) < 0,05 yang menyatakan

bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku dengan kepuasan pasien

tentang caring perawat dengan korelasi koefisien (r) = 0,857 dan P = 0,000 <

0,05. Semakin baik penilaian pasien terhadap perilaku caring perawat maka

semakin tinggi pula kepuasan pasien tentang caring perawat.

Penelitian Siswoyo (2008) di Rumah Sakit Khusus Bedah Hasta Husada

menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat kepuasan pasien terhadap

pelayanan keperawatan dengan rencana memanfaatkan kembali pelayanan

Keperawatan Rumah Sakit Khusus Bedah Hasta Husada. Dengan uji statistik chi

Square didapatkan X2 hitung (9.84) lebih besar dari harga X

2 tabel (3.481).

Di provinsi Bengkulu tepatnya di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu yang

merupakan rumah sakit rujukan tertinggi dan merupakan rumah sakit tipe B, serta

melaksanakan berbagai upaya pelayanan yang ditujukan guna membantu

penyembuhan penderita yang datang berobat ke rumah sakit. Jenis pelayanan

yang dilaksanakan di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu meliputi pelayanan rawat

jalan, rawat inap (salah satunya ruang Seruni), IGD, Hemodialisa, CT Scan dan

pelayanan penunjang lainnya.

Berdasarkan data awal penelitian penggunaan tempat tidur di ruang rawat

inap seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2010-2011 didapatkan

Page 7: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

7

penggunaan tempat tidur pada tahun 2010 nilai rata-rata BOR: 69,7%; nilai

ALOS:4,6; nilai TOI : 7,1; nilai BTO : 3,5; Sedangkan pada tahun 2011 rata–rata

nilai BOR: 42,75% nilai ALOS : 3,7; nilai TOI :10,7; nilai BTO : 2,6;. Nilai BOR

yang menunjukkan porsentase pemakaian tempat tidur persatuan waktu

mengalami kecendrungan turun pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 nilai BOR

mengalami penurunan dan belum menunjukkan nilai optimal idealnya yaitu 85%.

Nilai ALOS yang menggambarkan tingkat efisiensi dan mutu belum berada pada

rata-rata ideal perawatan seseorang yaitu 6-9 hari. Nilai TOI yang menggabarkan

rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati belum menunjukkan rata-rata ideal

karena dalam nilai idealnya 1-3 hari (Depkes RI, 1997, Wijono, 2000 dalam

Hermansyah 2006)

Hasil survey awal dan pengamatan peneliti saat melakukan prapenelitian di

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu didapatkan gambaran bahwa pemanfaatan

pelayanan rawat inap di Ruang Rawat Inap Seruni masih tergolong rendah

dibandingkan dengan ruang rawat inap lainnya. Hal tersebut terlihat berdasarkan

pengumpulan data awal sebelum penelitian pada bulan Januari tahun 2012,

dengan mengunakan teknik wawancara dan pengamatan tentang persepsi pasien

terhadap penerapan prilaku caring perawat dan rencana pemanfaatan kembali

pelayanan rawat inap jika membutuhkan dikemudian hari. Berdasarkan

pengumpulan data tersebut dapat diketahui dari 7 pasien 4 orang diantaranya

mengatakan apabila mereka membutuhkan perawatan rawat inap dengan penyakit

yang sama mereka ingin dirawat di rumah sakit lain hal ini dikarenakan mereka

tidak puas dengan pelayanan perawat. Mereka mengatakan ada sebagian perawat

Page 8: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

8

yang cuek, tidak ramah dalam berkomunikasi, dan terkesan tidak perduli dengan

pasien. Penelitian wulandari (2009) di di Ruang Melati (C2) RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu menyatakan bahwa sebagian besar responden menyatakan pelayanan

perawat dengan kategori kurang baik (78,4%)

Penelitian Hermansyah (2006) di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

menunjukkan bahwa sebagian besar (83,6%) responden mempunyai rencana

memanfaatkan kembali RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu bila memerlukan

pelayanan rawat inap dikemudian hari. Adapun alasan utama pasien

merencanakan pemanfaatan kembali RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu adalah

pelayanannya baik/memuaskan (37,8%). Sementara itu alasan utama pasien

merencanakan memilih rumah sakit lain adalah pelayananannya lebih baik dari

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu (35,5%). Penelitian lain yang dilakukan

Hermansyah dkk (2011) di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu menunjukkan bahwa

separuh (53,3%) responden dengan penerapan caring kurang baik.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik dan berkeinginan untuk

melakukan penelitian tentang “hubungan penerapan perilaku caring perawat

dengan rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu,”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang

akan diteliti adalah “Masih rendahnya rencana Pemanfaatan Kembali Pelayanan

Rawat Inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, sedangkan rumusan

masalah adalah’’Apakah terdapat hubungan penerapan perilaku caring perawat

Page 9: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

9

dengan rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu?’’

C. Tujuan Penelitian.

1. Tujuan Umum.

Diketahuinya hubungan penerapan perilaku caring perawat dengan

rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni RSUD Dr.

M. Yunus Bengkulu

2. Tujuan Khusus :

a. Diketahuinya gambaran rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap

di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

b. Diketahuinya gambaran penerapan perilaku caring perawat di Ruang Seruni

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

c. Diketahuinya hubungan penerapan perilaku caring perawat dengan rencana

pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M.

Yunus Bengkulu

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-

pihak yang terkait, antara lain :

1. Untuk Rumah Sakit M.Yunus.

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukkan mengenai hubungan

penerapan perilaku caring perawat dengan rencana pemanfaatan kembali

Page 10: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

10

pelayanan rawat inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Dan

diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam meningkatkan

mutu pelayanan keperawatan terutama pada hubungan antara perawat dengan

klien sehingga memberikan kepuasan klien yang akan meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

2. Bagi Stikes Dehasen Bengkulu.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi bagi

penelitian serupa di masa mendatang atau sebagai informasi pembanding bagi

penelitian yang berhubungan dengan perilaku caring perawat, dan sebagai

sumber pustaka yang berhubungan dengan perilaku caring perawat, dan

penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan pembelajaran pada pihak

institusi pedidikan untuk menciptakan tenaga perawat yang professional yang

mencerminkan prilaku caring.

3. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar

untuk penelitian serupa yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan rumah sakit dan diharapkan akan dikembangkan lebih lanjut dan

diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan pada peneliti yang akan

datang, dalam membuat bentuk penelitian yang lain.

Page 11: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

1. Definisi Perilaku

Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas

penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara

beberapa faktor. Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang

berarti respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus

tertentu yang disebut reinforcing stimulation atau reinfocer yang akan

memperkuat respons. Oleh karena itu untuk membentuk perilaku perlu

diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang dapat memperkuat pembentukan

perilaku (Prasetijo, 2004)

Prasetijo, (2004) mengatakan dalam memahami pasien sebagai konsumen

dari jasa pelayanan yang diberikan rumah sakit, dapat dilihat dengan

menggunakan pendekatan perilaku konsumen, seperti yang didefinisikan oleh

Schiffman dan Kanuk, yaitu merupakan proses yang dilalui oleh seseorang

dalam mencari dan membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca

konsumsi produk maupun jasa yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.

Proses ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

a. Tahap perolehan (acquisition) : mencari (searching) dan membeli

(purchasing)

11

Page 12: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

12

b. Tahap konsumsi (consumption) : menggunakan (using) dan mengevaluasi

(evaluating).

c. Tahap tindakan pasca beli (disposition)

Sedangkan perilaku pencarian dan pemanfaatan fasilitas pelayanan

kesehatan dapat dijelaskan sebagai suatu upaya atau tindakan seseorang pada

saat menderita penyakit. Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi

terhadap stimulus dari luar individu, namun dalam memberikan respons

sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa

orang, namun respons masing-masing orang berbeda.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda

disebut juga determinan perilaku, yang dapat dibedakan menjadi dua yakni :

a. Determinan atau factor internal, yakni karakteristik individu yang

bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat

emosional, jenis kelamin, dll.

b. Determinan atau factor eksternal yakni lingkungan baik lingkungan fisik,

social, budaya, ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan

faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Notoatmojo (2007) mengungkapkan ada 5 tingkatan perilaku individu dalam

mencari pertolongan yaitu :

a. Tingkat pengalaman gejala-gejala.

b. Tingkat asumsi peranan sakit

Page 13: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

13

c. Tingkat peranan berhubungan dengan pelayanan kesehatan

d. Tingkat ketergantungan pasien

e. Tingkat penyembuhan

Sedangkan Smet, Bart (1999) menguraikan tentang pertimbangan lain yang

mendorong orang memutuskan pergi ke pelayanan medis, yakni adanya sejumlah

faktor non fisiologis, seperti adanya perawatan medis, kemampuan pasien untuk

membayar, serta kegagalan dan kesuksesan perawatan. Ciri-ciri demografis

seperti jenis kelamin, ras, umur, status ekonomi dan pendidikan, juga menjadi

variabel penting dalam perilaku mencari bantuan.

Menurut Notoatmojo (2007) faktor keputusan pasien untuk tetap

memanfaatkan jasa pelayanan medis yang ditawarkan rumah sakit tidak terlepas

dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-

faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat dibedakan dalam tiga jenis

yaitu:

a. Faktor predisposisi (Predisposing factors)

Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi

dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah

pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan

motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak.

b. Faktor pemungkin (Enabling factors)

Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang

memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam

faktor pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas.

Page 14: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

14

Seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan,

peraturan dan perundangan.

c. Faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan

kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja

tergantung pada tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan pasien,

penguat berasal dari perawat, dokter, pasien lain dan keluarga. Apakah

penguat positif ataukah negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang

lain yang berkaitan, yang sebagian diantaranya lebih kuat daripada yang lain

dalam mempengaruhi perilaku.

Berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, pasien

akan memutuskan menggunakan pelayanan kesehatan. Menurut Notoatmojo

(2007) keputusan seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan

tergantung pada :

a. Karakteristik Predisposisi (Predisposing characteristic)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap

individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan

kesehatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke

dalam 3 kelompok yakni :

1) Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah

anggota keluarga

2) Struktur social : jenis pekerjaan, status sosial,, pendidikan, ras,

agama,kesukuan.

Page 15: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

15

3) Kepercayaan kesehatan : keyakinan, sikap, pengetahuan terhadap

pelayanan kesehatan, dokter dan penyakitnya.

b. Karakteristik Pendukung ( Enabling characteristic )

1) Sumber daya keluarga : penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa

pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.

2) Sumber daya masyarakat : jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah

tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi

sarana.

3) Karakteristik Kebutuhan ( Need characteristik )

Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk

menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan

pendukung itu ada. Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi

menjadi 2 kategori yakni :

a) Perceived (subject assessment) : simptom, fungsi-fungsi yang

terganggu, persepsi terhadap status kesehatannya.

b) Evaluated (clinical diagnosis) : simptom dan diagnosis.

3. Perilaku Pembelian.

Dalam membeli suatu produk, baik barang atau jasa, seorang konsumen

melakukan aktivitas yang disebut aktivitas pembelian konsumen (Concumer

Purchase Activities). Aktivitas pembelian diawali dari adanya kebutuhan,

pencarian dan analisa alternatif pemenuhan kebutuhan, pembelian dan

penggunaan (konsumsi) produk yang dibeli, evaluasi dan pemberian feedback.

(William dan Prensky, 1996)

Page 16: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

16

Aktivitas pembelian konsumen dalam memuaskan kebutuhannya pada

kenyataannya dipengaruhi oleh proses perilaku dan latar belakang karakteristik

konsumen. Kesadaran akan kebutuhan merupakan awal dari semua tindakan

dalam perilaku konsumen. Kebutuhan konsumen sangat berbeda, relatif, dan

subyektif. Selanjutnya adalah pencarian alternatif pemenuhan kebutuhan

tersebut, pembelian dan konsumsi, dan akhirnya evaluasi atas pengalaman

konsumsinya dilanjutkan dengan feed back (William dan Prensky, 1996)

4. Pemanfaatan Kembali Pelayanan Rumah Sakit

Keputusan memanfaatkan kembali pelayanan atau kunjungan ulang

merupakan prilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek yang

menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang. Niat

kunjungan ulang dapat juga diartikan sebagai bagian dari tahapan loyalitas

konsumen seperti diungkapkan oleh Oliver dalam Setiawati B (2006) bahwa

loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk

berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk jasa terpilih

secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan

usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan

prilaku.

Proses keputusan pembelian ulang terbentuk sesudah tahapan purna beli

dimana konsumen merasakan puas atau tidak puas terhadap suatu produk. Jika

konsumen merasa puas, ia akan memperlihatkan peluang yang besar untuk

melakukan pembelian ulang serta cendrung merekomendasikan kepada orang

lain. Sementara konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan

Page 17: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

17

tindakantindakan negatif seperti mendiamkan saja, melakukan komplain, bahkan

merekomendasikan negatif kepada orang lain.

Pelanggan (Customer) berbeda dengan konsumen (Consumer), seorang

dapat dikatakan sebagai pelanggan apabila orang tersebut mulai membiasakan

diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh badan usaha.

Kebiasaan tersebut dapat dibangun melalui pembelian berulangulang dalam

jangka waktu tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan

pembelian ulang maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan

tetapi sebagai seorang pembeli atau konsumen.

Griffin (1995) berpendapat bahwa seseorang pelanggan dikatakan setia

atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara

teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli

paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu. Upaya memberikan

kepuasan pelanggan dilakukan untuk mempengaruhi sikap pelanggan, sedangkan

konsep loyalitas pelanggan lebih berkaitan dengan perilaku pelanggan daripada

sikap dari pelanggan.

Pemahaman loyalitas pelanggan sebenarnya tidak hanya dilihat dari

transaksi nya saja atau pembelian berulang (repeat customer). Ada beberapa ciri

sebuah pelanggan bisa dianggap loyal. Antara lain ;

a. Pelanggan yang melakukan pembelian ulang secara teratur.

b. Pelanggan yang membeli untuk produk yang lain ditempat yang sama.

c. Pelanggan yang mereferensikan kepada orang lain.

d. Pelanggan yang tidak dapat dipengaruhi oleh pesaing untuk pindah.

Page 18: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

18

Menurut Azwar (1996) suatu pelayanan harus mempunyai persyaratan

pokok, hal ini dimaksudkan adalah persyaratan pokok itu dapat memberi

pengaruh kepada pasien dalam menentukan keputusannya terhadap penggunaan

ulang pelayanan kesehatan.

a. Tersedia dan berkesinambungan

Syarat pokok pertama pelayanan yang baik adalah pelayanan kesehatan

tersebut harus tersedia di masyarakat (acceptable) serta bersifat

berkesinambungan (sustainable). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan

yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya

dalam masyarakat adalah pada setiap saat dibutuhkan.

b. Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan yang baik adalah yang dapat diterima oleh

masyarakat serta bersifat wajar artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak

bertentangan dengan kenyakinan dan kepercayaan masyarakat. pelayanan

kesehatan yang bertentangan dengan kenyakinan, adat istiadat, kebudayaan

masyarakat serta bersifat tidak wajar bukanlah suatu keadaan pelayanan

kesehatan yang baik.

c. Mudah di capai

Syarat pokok ke tiga adalah mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat.

Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi.

Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik

maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Bila

fasilitas ini mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi yang

Page 19: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

19

tersedia maka fasilitas ini akan banyak dipergunakan. Tingkat penggunaan

dimasa lalu dan kecendrungan merupakan indikator terbaik untuk perubahan

jangka panjang dan pendek dari permintaan pada masa yang akan datang.

d. Terjangkau

Syarat pokok keempat pelayanan yang baik adalah terjangkau

(affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud

disini terutama dari sudut biaya untuk dapat mewujudkan harus dapat

diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan

ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal yang hanya dapat

dinikmati oleh sebahagian masyarakat saja, bukan pelayanan kesehatan yang

baik.

e. Bermutu

Syarat pokok kelima pelayanan yang baik adalah bermutu (Quality) yaitu

yang menunjukan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa

pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraan sesuai kode etik serta

standar yang telah ditetapkan.

B. Konsep Caring

1. Pengertian Caring dan Konsep Dasar Caring

Caring adalah esensi dari keperawatan yang berarti juga pertanggung

jawaban hubungan antara perawat-klien, dimana perawat membantu

Page 20: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

20

berpartisipasi, membantu memperoleh pengetahuan dan meningkatkan

kesehatan.

Caring adalah esensi dari keperawatan yang merupakan fokus dan sentral

dari praktik keperawatan. Caring dalam keperawatan adalah hal yang sangat

mendasar. Caring merupakan “heart” profesi, artinya sebagai komponen yang

fundamental dari fokus sentral serta unik dari keperawatan (Barnum, 1994).

Terkait dengan perilaku caring perawat, maka Potter & Perry (2005)

mendefinisikan caring sebagai pemberian perhatian penuh pada klien saat

memberikan asuhan keperawatan.

Meskipun perkataan caring telah digunakan secara umum, tetapi tidak

terdapat definisi dan konseptualisasi yang universal mengenai caring itu sendiri.

Setidaknya terdapat lima perspektif atau kategori mengenai caring, yaitu caring

sabagai sifat manusia caring sebagai intervensi terapeutik, dan caring sebagai

bentuk kasih sayang (Swanson, 1991, dalam Leddy, 1998).

Caring sulit untuk didefinisikan karena memilki makna banyak : sebagai

kata benda atau kata kerja, sebagai sesuatu yang dapat dirasakan, sebagai sikap

atau perilaku. Meskipun demikian, pakar-pakar keperawatan banyak yang telah

melakukan pendekatan-pendekatan untuk mendefinisikan dan menjabarkan

perilaku caring. Sedangkan perilaku caring perawat adalah suatu perilaku yang

meliputi seperti : mendengarkan penuh perhatian, hiburan, kejujuran, kesabaran,

tanggung jawab, menyediakan informasi sehingga pasien dapat membuat

keputusan (Simarmata, 2010).

Page 21: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

21

Berbagai penelitian telah menyatakan tentang caring sebagai fokus sentral

keperawatan. Stanizewska & Ahmed (1998) menyatakan di dalam penelitiannya

bahwa harapan pasien akan asuhan keperawatan adalah asuhan keperawatan

yang mencakup perilaku caring perawat di dalamnya (Stanizewska & Ahmed,

1998, dalam Wolf, et al., 2003)

Perilaku caring perawat adalah bagian dari praktik keperawatan

profesional yang holistik atau menyeluruh. Di dalam penelitiannya Valentine,

(1997) mengemukakan bahwa pilihan pasien dalam mencari pusat pelayanan

kesehatan dipengaruhi oleh pengalaman positif terhadap perilaku caring perawat

(dikutip dari Wolf, et al., 2003).

2. Faktor-faktor Pembentuk Caring

Menurut Watson (2007), fokus utama dari keperawatan adalah faktor-

faktor carative yang bersumber dari perspektif humanistik yang dikombinasikan

dengan dasar pengetahuan ilmiah. Watson kemudian mengembangkan sepuluh

faktor carative tersebut untuk membantu kebutuhan tertentu dari pasien dengan

tujuan terwujudnya integritas fungsional secara utuh dengan terpenuhinya

kebutuhan biofisik, psikososial dan kebutuhan interpersonal (dikutip dari

Dwidiyanti, 1998).

Kesepuluh faktor carative tersebut adalah :

a. Pendekatan humanistik dan altruistik.

Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik mulai berkembang di

usia dini dengan nilai-nilai yang berasal dari orang tuanya. Sistem nilai ini

menjembatani pengalaman hidup seseorang dan mengantarkan ke arah

Page 22: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

22

kemanusiaan. Perawatan yang berdasarkan nilai-nilai humanistik dan

altruistik dapat dikembangkan melalui penilaian terhadap pandangan diri

seseorang, kepercayaan, interaksi dengan berbagai kebudayaan dari

pengalaman pribadi. Hal ini dianggap penting untuk pendewasaan diri

perawat yang kemudian akan meningkatkan sikap altruistik (Dwidiyanti,

1998). Melalui sistem nilai humanistik dan altruistik ini perawat menumbuhkan

rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien (Nurachmah, 200)

b. Menanamkan sikap penuh harapan.

Perawat memberikan kepercayaan dengan cara memfasilitasi dan

meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Dalam hubungan perawat-klien

yang efektif, perawat memfasilitasi perasaan optimis, harapan, dan kepercayaan.

Di samping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan

kesehatan (Nurachmah, 2001).

Kepercayaan dan pengharapan sangat penting bagi proses karatif maupun

kuratif. Perawat perlu memberikan alternatif-alternatif bagi pasien jika

pengobatan modern tidak berhasil; berupa meditasi, penyembuhan sendiri, dan

spiritual. Dengan menggunakan faktor karatif iniakan tercipta perasaan lebih baik

melalui kepercayaan dan atau keyakinan yang sangat berarti bagi seseorang

secara individu (Dwidiyanti, 1998).

c. Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain.

Pengembangan perasaan iniakan membawa pada aktualisasi diri melaluio

penerimaan diri antara perawat dan klien (Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-

Tomey, 1994). Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien,

sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif dan , murni dan bersikap wajar

Page 23: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

23

pada orang lain (Nurachmah, 2001). Perawat yang mampu untuk mengenali dan

mengekspresikan perasaannya akan lebih mampu untuk membuat orang lain

mengekspresikan perasaan mereka (Kozier & Erb, 1985).

Pengembangan kepekaan terhadap diri dan orang lain, mengeksplorasi

kebutuhan perawat untuk mulai merasakan suatu emosi yang muncul dengan

sendirinya. Hal itu hanya dapat berkembang melalui perasaan diri seseorang yang

peka dalam berinteraksi dengan orang lain. Jika perawat berusaha meningkatkan

kepekaan dirinya, maka ia akan lebih autentik (tampil apa adanya). Autentik akan

menambah pertumbuhan diri dan aktualisasi diri baik bagi perawat sendiri

maupun bagi orang-orang yang berinteraksi dengan perawat itu (Dwidiyanti,

1998).

d. Hubungan saling percaya dan saling membantu.

Pengembangan hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah

sangat krusial bagi transportal caring. Hubungan saling percaya akan

meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif.

Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk komunikasi untuk

menjalin hubungan dalam keperawatan. Karakteristik faktor ini adalah kongruen,

empati, dan ramah. Kongruen berarti menyatakan apa adanya dalam berrinteraksi

dan tidak menyembunyikan kesalahan. Perawat bertindak dengan cara yang

terbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan klien.

Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering diekspresikan

melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah dan

lain-lain (Nurachmah, 2001)

e. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif.

Page 24: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

24

Perawat menyediakan dan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien

(Nurachmah, 2001). Berbagi perasaan merupakan pengalaman yang cukup

beresiko baik bagi perawat maupun klien. Perawat harus siap untuk ekspresi

perasaan positif maupun negatif bagi klien. Perawat harus menggunakan

pemahaman intelektual maupun emosional pada keadaan yang berbeda (Barnhart,

et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994).

f. Menggunakan problem solving dalam mengambil keputusan.

Perawat menggunakan metode proses keperawatan sebagai pola pikir dan

pendekatan asuhan kepada klien, sehingga akan mengubah gambaran tradisional

perawat sebagai “pembantu” dokter. Proses keperawatan adalah proses yang

sistematis dan terstruktur, seperti halnya proses penelitian (Nurachmah, 2001).

g. Peningkatan belajar mengajar interpersonal.

Faktor ini adalah konsep yang penting dalam keperawatan, yang

membedakan antara caring dan curing. Perawat memberikan informasi kepada

klien. Perawat bertanggungjawab akan kesejahteraan dan kesehatan klien.

Perawat memfasilitasi proses belajar mengajar yang didesain untuk

memampukan klien memenuhi kebutuhan pribadinya, memberikan asuhan

mandiri, menetapkan kebutuhan personal klien (Barnhart, et al., 1994, dalam

Mariner-Tomey, 1994).

h. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, spiritual yang mendukung.

Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien

terhadap kesehatan dan kondisi penyakit klien. Konsep yang relevan terhadap

lingkungan internal yang mencakup kesejahteraan mental dan spiritual, dan

kepercayaan sosiokultural bagi seorang individu. Sedangkan lingkungan

eksternal mencakup variabel epidemiologi, kenyamanan, privasi, keselamatan,

Page 25: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

25

kebersihan dan lingkungan yang astetik. Karena klien bisa saja mengalami

perubahan baik dari lingkungan internal maupun eksternal, maka perawat harus

mengkaji dan memfasilitasi kemampuan klien untuk beradaptasi dengan

perubahan fisik, mental, dan emosional (Nurachmah, 2001).

i. Memberi bantuan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.

Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan biofisik,

psikososial, psikofisikal dan interpersonal klien. Pemenuhan kebutuhan yangh

paling mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang selanjutnya.

Nutrisi, eliminasi, dan ventilasi adalah contoh dari kebutuhan biofisik yang

paling rendah. Pencapaian dan hubungan merupakan kebutuhan psikososial yang

tinggi, dan aktualisasi diri merupakan kebutuhan interpersonal yang paling tinggi

(Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994).

j. Terbuka pada eksistensial fenomenologikal dan dimensi spiritual penyembuhan.

Faktor ini bertujuan agar penyembuhan diri dan kematangaan diri dan jiwa

klien dapat dicapai. Terkadang klien perlu dihadapkan pada pengalaman /

pemikiran yang bersifat proaktif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan

pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri (Nurachmah, 2001).

Faktor karatif ini dalam ilmu keperawatan membantu perawat untuk

memahami jalan hidup seseorang dalam menemukan arti kesulitan hidup. Karena

adanya dasar yang irrasional tentang kehidupan, penyakit dan kematian, perawat

menggunakan faktor karatif ini untuk membantu memperoleh kekuatan atau daya

untuk menghadapi kehidupan atau kematian (Dwidiyanti, 1998).

Watson menyadari bahwa faktor ini sedikit sulit untuk dipahami, tetapi hal

ini akan membawa perawat kepada pemahaman yang lebih baik mengenai diri

sendiri dan orang lain (Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994).

Page 26: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

26

3. Perilaku Caring

Daftar dimensi caring (Caring Dimensions Inventory = CDI) yang didesain

oleh Watson dan Lea (1997) merupakan instrumen yang dikembangkan untuk

meneliti perilaku perawat (perilaku caring). Daftar dimensi caring tersebut antara

lain:

CDI 1. Membantu klien dalam ADL.

CDI 2. Membuat catatan keperawatan mengenai klien.

CDI 3. Merasa bersalah /menyesal kepada klien

CDI 4. Memberikan pengetahuan kepada klien sebagai individu

CDI 5. Menjelaskan prosedur klinik

CDI 6. Berpakaian rapi ketika bekerja dengan klien

CDI 7. Duduk dengan klien

CDI 8. Mengidentifikasi gaya hidup klien

CDI 9. Melaporkan kondisi klien kepada perawat senior

CDI 10. Bersama klien selama prosedur klinik

CDI 11. Bersikap manis dengan klien

CDI 12. Mengorganisasi pekerjaan dengan perawat lain untuk klien

CDI 13. Mendengarkan klien

CDI 14. Konsultasi dengan dokter mengenai klien

CDI 15. Menganjurkan klien mengenai aspek self care

CDI 16. Melakukan sharing mengenai masalah pribadi dengan klien

CDI 17. Memberikan informasi mengenai klien

CDI 18. Mengukur tanda vital klien

Page 27: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

27

CDI 19. Menempatkan kebutuhan klien sebelum kebutuhan pribadi

CDI 20. Bersikap kompeten dalam prosedur klinik

CDI 21. Melibatkan klien dalam perawatan

CDI 22. Memberikan jaminan mengenai prosedur klinik

CDI 23. Memberikan privacy kepada klien

CDI 24. Bersikap gembira dengan klien

CDI 25. Mengobservasi efek medikasi kepada klien

Hasil penelitian Lea Amanda et all (1998) menjelaskan bahwa semua item

pada CDI mempunyai korelasi positif dengan item lainnya kecuali CDI no. 3 dan

16. Untuk mengukur perilaku caring perawat, kelompok IV menyusun instrumen

berdasarkan CDI 1- 25. Instrumen tersebut meliputi instrument observasi dan

kuesioner, yang dapat lihat pada lampiran 1 dan lampiran 2.

C. Hubungan penerapan prilaku caring perawat dengan rancana pemanfaatan

kembali pelayanan rawat inap.

Caring dalam keperawatan adalah hal yang sangat mendasar, caring

merupakan jantung dari profesi, artinya sebagai komponen yang unik, fundamental

dan menjadi fokus sentral dari keperawatan. Salah satu bentuk pelayanan

keperawatan adalah perilaku caring perawat yang merupakan inti dalam praktek

keperawatan profesional. Seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan

harus mencerminkan perilaku caring dalam setiap tindakan (Sukmawati, 2009).

Prilaku caring akan menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, hal ini perlu di

evaluasi dan di ukur dalam meningkatkan kualitas pelayanan karena kenyamanan

Page 28: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

28

menjadi hal penting bagi pasien dalam memilih untuk memanfaatkan pelayanan dari

Rumah Sakit (Novida, 2009).

Kepuasan pasien akan mutu pelayanan kesehatan sangatlah penting terhadap

keloyalitasan pasien dalam memanfaatkan kembali layanan tersebut di masa yang

akan datang. Penilaian ini meliputi penilaian akan pelayanan dokter, pelayanan

perawat dan fasilitas yang tersedia di rumah sakit. Dalam keperawatan, caring

merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik keperawatan dan

perawat menjadi jaminan apakah layanan perawatan bermutu apa tidak (Wasisto,

2010).

Penelitian Prabowo (2007), di instalasi rawat inap RSUD Sleman Yogyakarta

menunjukkan bahwa ada hubungan perilaku dengan kepuasan pasien tentang caring

perawat diperoleh nilai signifikansi (P) < 0,05 yang menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara perilaku dengan kepuasan pasien tentang caring

perawat dengan korelasi koefisien (r) = 0,857 dan P = 0,000 < 0,05. Semakin baik

penilaian pasien terhadap perilaku caring perawat maka semakin tinggi pula

kepuasan pasien tentang caring perawat.

Penelitian Siswoyo (2008) di Rumah Sakit Khusus Bedah Hasta Husada

menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat kepuasan pasien terhadap

pelayanan keperawatan dengan rencana memanfaatkan kembali pelayanan

Keperawatan Rumah Sakit Khusus Bedah Hasta Husada. Dengan uji statistik chi

Square didapatkan X2 hitung (9.84) lebih besar dari harga X2 tabel (3.481).

Penelitian Hermansyah (2006) di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

menunjukkan bahwa sebagian besar (83,6%) responden mempunyai rencana

Page 29: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

29

memanfaatkan kembali RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu bila memerlukan pelayanan

rawat inap dikemudian hari. Adapun alasan utama pasien merencanakan

pemanfaatan kembali RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu adalah pelayanannya

baik/memuaskan (37,8%). Sementara itu alasan utama pasien merencanakan

memilih rumah sakit lain adalah pelayananannya lebih baik dari RSUD Dr. M.

Yunus Bengkulu (35,5%). Hasil penelitiannya juga menunjukkan ada hubungan

yang bermakna antara dimensi reability (p=0,000), responsiveness (p=0,019),

comfidence (p=0,000), empathy (p=0,001), tangible (p=0,005) dengan rencana

pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

Penelitian lain yang dilakukan Hermansyah dkk (2011) di RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu menunjukkan bahwa separuh (53,3%) responden dengan penerapan

caring kurang baik.

D. Kerangka konsep

Variabel independen Varibel Dependen

Bagan. 2.1. Kerangka konsep

Penerapan prilaku caring

perawat

Rencana pemanfaatan

kembali pelayanan

rawat inap

Page 30: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

30

E. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul,

Beradasarkan kerangka konsep yang diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut :

Ada hubungan antara Penerapan prilaku caring perawat dengan Rencana

pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap

Page 31: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

secara analitik dengan menggunakan desain cross-sectional yang merupakan

rencana penelitian dengan menggunakan pengukuran atau pengamatan pada

saat bersamaan (sekali sewaktu) antara variabel bebas dengan variabel

tergantung, (Hidayat, 2002). Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai

berikut

Bagan 3.1 Desain penelitian

Pendapat tentang

Penerapan prilaku

caring oleh

perawat

Pasien

rawat inap

Kurang

baik

Baik

Tidak berencana

memanfaatkan kembali

pelayanan rawat inap

Berencana memanfaatkan

kembali pelayanan rawat

inap

Tidak berencana

memanfaatkan kembali

pelayanan rawat inap

Berencana memanfaatkan

kembali pelayanan rawat

inap

33

Page 32: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

32

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

NO Variabel Definisi

opersional

Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

ukur

1

Idependen

Penerapan

prilaku

caring

Pendapat

pasien

terhadap

penerapan

prilaku

caring oleh

perawat di

ruang rawat

inap seruni

RSUD Dr.

M. Yunus

Bengkulu

Kuisione

r

Mengajukan

pertanyaan

0= kurang

baik jika

skor

< 75%

1= baik jika

skor

> 75%

Ordinal

2

Dependen

Rencana

pemanfaata

n kembali

pelayanan

rawat inap

Keinginan

pasien

untuk

memanfaatk

an atau

tidak

memanfaatk

an

pelayanan

rawat inap

di ruang

Seruni

RSUD Dr.

M. Yunus

Bengkulu

bila

membutuhk

an

pelayanan

rawat inap

di kemudian

hari

Kuisione

r

Mengajukan

pertanyaan

0. Tidak

berencana

Memanfa

atkan

kembali

pelayanan

rawat inap

di ruang

Seruni

RSUD Dr.

M. Yunus

Bengkulu.

1. Berencana

Memanfa

atkan

kembali

pelayanan

rawat inap

di ruang

Seruni

RSUD Dr.

M. Yunus

Bengkulu.

Ordinal

Page 33: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

33

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah sebagian dari keseluruhan subjek penelitian yang

akan diteliti, (Notoatmojo, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh paien rawat inap inap Seruni RSUD. Dr, M. Yunus Bengkulu tahun

2011

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi, (Notoatmojo, 2002). Cara

pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan

teknik accidental sampling yaitu teknik subyektif dengan mengumpulkan

data dari subyek yang ditemui saat itu dan dalam jumlah secukupnya.

Besar sampel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Z1-α . p . q

n =

(d)2

1,962.0,836.0,164

n=

0,0752

0,52

n=

0,0056

n= 93 Responden

Keterangan:

n : Jumlah sampel

Z1-α : Nilai standar normal untuk ,

Page 34: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

34

d : Penyimpangan / presisi = 0,075

q : 1-p

p : Proporsi = 83,6% di dapat dari hasil penelitian Hermansyah

(2006) di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dengan judul

hubungan dimensi mutu pelayanan keperawatan dengan rencana

pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di RSUD Dr. M.

Yunus Bengkulu.

D. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap Seruni RSUD. Dr.

M. Yunus Bengkulu.

E. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai bulan april

2012 sedangakan pengumpulan data dilakukan pada bulan 25 februari s/d. 30

April 2012.

F. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi dengan mengajukan permohonan izin

kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini diajukan kepada Kepala

Rumah Sakit atupun Kepala Ruangan yang bersangkutan. Setelah mendapat

Page 35: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

35

persetujuan barulah dilakukannya penelitian dengan menekankan masalah

etika penelitian meliputi :

1. Informed consent

Lembar persetujuan yang akan diberikan responden yang akan

diteliti dan memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan

manfaat penelitian dan manfaat penalitian. Lembar persetujuan diberikan

kepada responden dengan memberi penjelasan tentang maksud dan tujuan

penelitian yang akan dilakukan, serta menjelaskan manfaat yang akan

diperoleh bila bersedia menjadi responden. Tujuan responden agar

mengetahui dampak yang akan terjadi selama pengumpulan data. Jika

subyek bersedia menjadi responden, maka harus menandatangani lembar

persetujuan .

2. Anonymity (Tanpa Nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak

mencantumkan nama responden melainkan hanya kode nomer atau kode

tertentu pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh responden

sehingga identitas responden tidak diketahui publik.

3. Confidential (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang dilaporkan hasil penelitian.

Page 36: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

36

G. Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data

1. Pengumpulan data

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data primer

yang diperoleh dengan cara membagikan kuisioner pada pasien rawat inap

untuk memperoleh data tentang penerapan prilaku caring dan rencana

pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di ruang rawat inap Seruni

RSUD Dr. M . Yunus Bengkulu. Data sekunder untuk mendapatkan data

tentang jumlah pasien.

2. Pengolahan data.

Data yang dikumpulkan selanjutnya di olah dengan beberapa tahap yaitu:

a. Pengeditan Data (Editing).

Langakah ini dilakukan peneliti untuk memeriksa kembali

kelengkapan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penenelitian

dilakukan pengelompokan dan penyusunan data.

b.Pengkodean Data (Coding)

Coding adalah pengalokasian jawaban – jawaban yang ada menurut

macamnya kebentuk kode-kode agar lebih mudah dan sederhana.

c. Memberikan Skore (Scoring )

Setelah dilakukan koding data, maka dilakukan pemberian skore

pada masing-masing sub variabel dan dijumlahkan.

d.Memproses Data (processing)

Setelah data dikumpukan kemudian diproses dengan computer

untuk dianalisis.

Page 37: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

37

e. Pembersihan Data (Cleaning)

Pembersihan data dilakukan untuk mengoreksi jika ada kesalahan

pengolahan data sehingga dapat diperbaiki.

3.Analisa Data.

Dalam penelitian ini digunakan analisa data univariat dan analisa bivariat.

a. Analisa Univariat.

Analisa univariat adalah seluruh variabel yang akan digunakan dalam

analisa ditampilkan dalam distribusi frekuensi, Analisa univariat untuk

melihat distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dependen dan

independen dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan: P : Jumlah persentase yang dicari

F : Jumlah frekuensi untuk setiap kategori

N : Jumlah populasi

(Arikunto, 2003)

b. Analisa Bivariat.

Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan untuk melihat

hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen secara

bersamaan dengan menggunakan analisa statistic chi - square (X2),

dengan derajat kemaknaan (α) 5%, dan tingkat signifikan 95%. Diolah

dengan menggunakan system komputerisasi.

Dengan hasil hipotesis sebagai berikut :

a. Ha : diterima apabila p < 0,05.

b. Ha : ditolak apabila p > 0,05

F

P = X 100%

N

Page 38: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

38

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang Seruni RSUD. Dr. M. Yunus

Bengkulu pada tanggal 25 Februari s/d. 30 April 2012. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui hubungan penerapan perilaku caring perawat dengan rencana

pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu tahun 2012. Jenis penelitian ini adalah secara analitik dengan

mengguanakan desain cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

pasien rawat inap Seruni RSUD. Dr, M. Yunus Bengkulu tahun 2011. Sampel

dalam penelitian ini berjumlah 93 responden diambil dengan teknik accidental

sampling.

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data primer yang

diperoleh dengan cara mengajukan pertanyaan yang ada pada lembar kuisioner pada

pasien rawat inap untuk memperoleh data tentang penerapan prilaku caring dan

rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di ruang rawat inap Seruni

RSUD Dr. M . Yunus Bengkulu. Data yang diperoleh, diolah dan dianalisis dengan

menggunakan analisis univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan analisis

bivariat untuk mendapatkan nilai X2

dan nilai p.

35

Page 39: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

39

1. Analisis univariat

Analisis univariat pada penelitian ini untuk melihat distribusi frekuensi

variabel penelitian yaitu prilaku caring sebagai variabel independen dan rencana

pemanfaatan kembali sebagai variabel dependen dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1

Distribusi Responden Berdasarkan Penerapan Perilaku Caring Perawat di Ruang

Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2012

No Penerapan Perilaku Caring

Perawat

Frekuensi

( f )

Prosentase

( % )

1 Kurang Baik 43 46,2

2 Baik 50 53,8

Jumlah 93 100,0

Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa hampir dari separuh (46,2%)

responden menganggap penerapan perilaku caring dari perawat kurang baik.

Tabel 4.2

Distribusi Responden Berdasarkan Rencana Pemanfaatan Kembali Pelayanan

Rawat Inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012

No Rencana Pemanfaatan Kembali

Pelayanan Rawat Inap

Frekuensi

( f )

Prosentase

( % )

1 Tidak berencana 32 34,4

2 Berencana 61 65,6

Jumlah 93 100

Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian kecil (34,4%) responden

tidak berencana memanfaatkan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

Page 40: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

40

Tabel 4.3

Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Utama Rencana Pemanfaatan Kembali

Pelayanan Rawat Inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Tahun 2012

D

Tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa Adapun alasan utama pasien yang

merencanakan pemanfaatan kembali di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu adalah pelayanannya memuaskan (31,1%), pelayanan yang diberikan

cepat (18,0%), Pelayanan yang diberikan Perawat/Dokter baik (16,4%), Jarak

dekat (16,4%), Perawat ramah (9,8%) dan yang mengatakan Ruang tempat

pelayanan Baik/Nyaman (8,2%).

Sedangkan alasan utama pasien yang memilih rumah sakit lain adalah

pelayanan yang diberikan di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

lambat/tidak cepat (34,4%) dalam merespon keluhan pasien, Pelayanan yang

diberikan RSUD M Yunus kurang baik/RS lain lebih baik (28,1%), Pelayanan

No Rencana Pemanfaatan Kembali

Pelayanan Rawat Inap

Frekuensi

( f )

Prosentase

( % )

1 Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu (n:61)

Pelayanan memuaskan 19 31,1

Pelayanan cepat 11 18,0

Pelayanan yang diberikan Perawat/Dokter

baik 10 16,4

Jarak dekat 10 16,4

Perawat ramah 6 9,8

Ruang Tempat Pelayanan Baik/Nyaman 5 8,2

2 Rumah Sakit Lain (n:32)

Pelayanan di RSUD M Yunus lambat 11 34,4

Pelayanan yang diberikan RSUD M

Yunus kurang baik/RS lain lebih baik 9 28,1

Pelayanan yang diberikan RSUD M

Yunus tidak memuaskan 7 21,9

Perawat di RSUD M Yunus tidak ramah 5 15,6

Page 41: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

41

yang diberikan RSUD M Yunus tidak memuaskan (21,9%) dan yang beralasan

Perawat di RSUD M Yunus tidak ramah (15,6%).

2. Analisa Bivariat.

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan penerapan

perilaku caring perawat dengan rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat

inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu yang dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.3

Hubungan Penerapan Perilaku Caring Perawat Dengan Rencana Pemanfaatan

Kembali Pelayanan Rawat Inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Tahun 2012.

Variabel

Rencana Pemanfaatan

Kembali Pelayanan

Rawat Inap

Jumlah

X2

p

value Penerapan

Perilaku Caring

Perawat

Tidak

Berencana

Berencana

Kurang Baik

23

53,5%

20

46,5%

43

100%

11,376

0,001

Baik

9

18%

41

82%

50

100%

Dari tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa dari 43 orang yang

menganggap penerapan prilaku caring perawat kurang baik terdapat 23 orang

(53,5%) tidak berencana memanfaatkan kembali pelayanan rawat inap di Ruang

Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu sedangkan dari 50 responden yang

mengangap penerapan prilaku caring perawat baik terdapat 9 orang (18%) tidak

berencana memanfaatkan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni RSUD

Dr. M. Yunus Bengkulu. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa nilai p=0,001

lebih kecil dari alpha 5% berarti ada hubungan yang bermakna antara Penerapan

Page 42: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

42

Perilaku Caring Perawat Dengan Rencana Pemanfaatan Kembali Pelayanan Rawat

Inap di Ruang Seruni.

B. Pembahasan

1. Rencana Pemanfaatan Kembali Pelayanan Rawat Inap di Ruang Seruni RSUD

Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012.

Hasil penelitian didapatkan hasil bahwa sebagian kecil (34,4%)

responden tidak berencana memanfaatkan kembali pelayanan rawat inap di ruang

Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Hasil penelitian ini sejalan dengan

Penelitian Hermansyah (2006) di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu menunjukkan

bahwa sebagian besar (83,6%) responden mempunyai rencana memanfaatkan

kembali RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu bila memerlukan pelayanan rawat inap

dikemudian hari. Adapun alasan utama pasien yang merencanakan pemanfaatan

kembali pelayanan rawat inap di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu pada penelitian

tersebut adalah pelayanan rumah sakit baik/memuaskan dan rujukan asuransi,

sedangkan pada penelitian ini alasan utama pasien berencana memanfaatkan

kembali pelayanan rawat inap di ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

adalah pelayanan yang diberikan memuaskan dan pelayanan yang diberikan

cepat.

Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan dari ruang rawat

itu sudah cukup baik, karena hampir semua pasien yang diteliti berasal dari

golongan ekonomi menegah keatas, walau mempunyai rujukan asuransi

(askes/jamsostek) namun hampir semua rumah sakit lain bisa menerimanya

Page 43: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

43

sehingga mereka mampu menentukan/memilih pelayanan yang baik untuk

dirinya.

Sementara itu alasan utama pasien yang merencakan memanfaatkan

pelayanan di rumahsakit lain karena beralasan bahwa pelayanan yang didapat di

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu kurang cepat dan kurang baik/pelayanan yang

diberikan rumah sakit lain lebih baik, hal ini dapt dijelaskan karena tingkat

kepuasan dan kategori baik masing individu berbeda-beda sesuai dengan pribadi

masing-masing individu seseorang dalam menilai. Selain itu setiap rumah sakit

mempunyai standar tersendiri dalam menangani pasien mana yang lebih harus

didahulukan atau tidak sesuai dengan berat ringannya masalah pasien, sedangkan

persepsi pasien hanya membutuhkan pelayanan terlebih dahulu atau lebih cepat.

Disinilah letak fungsi caring perawat dan penerapan komunikasi terapeutik

sangat berperan dalam mengatasi keraguan dan kecemasan pasien untuk

memenuhi harapan pasien tentang kepuasan pasien.

Menurut Trimurthy, (2008) salah satu cara utama mendiferensiasikan

pelayanan jasa kesehatan termasuk pelayanan rawat inap adalah memberikan

jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas, lebih tinggi dari pesaing secara

konsisten. Kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan pasien tentang

mutu pelayanan yang diterimanya. Setelah menerima jasa pelayanan kesehatan,

pasien akan membandingkan jasa yang dialami dengan jasa yang diharapkan,

pasien tidak berminat lagi memanfaatkan penyedia pelayanan kesehatan. Jika

jasa yang dialami memenuhi atau melebihi harapan, mereka akan menggunakan

penyedia pelayanan kesehatan itu lagi.

Page 44: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

44

2. Hubungan Penerapan Perilaku Caring Perawat Dengan Rencana Pemanfaatan

Kembali Pelayanan Rawat Inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

Analisa univariat menunjukkan bahwa hampir dari separuh (46,2%)

responden mendapatkan penerapan perilaku caring dari perawat kurang baik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

Penerapan Perilaku Caring Perawat Dengan Rencana Pemanfaatan Kembali

Pelayanan Rawat Inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

(p=0,001).

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Novida, (2009) yang

mengatakan bahwa prilaku caring akan menimbulkan rasa nyaman bagi pasien,

hal ini perlu di evaluasi dan di ukur dalam meningkatkan kualitas pelayanan

karena kenyamanan menjadi hal penting bagi pasien dalam memilih untuk

memanfaatkan pelayanan dari Rumah Sakit. Kepuasan pasien akan mutu

pelayanan kesehatan sangatlah penting terhadap keloyalitasan pasien dalam

memanfaatkan kembali layanan tersebut di masa yang akan datang. Penilaian ini

meliputi penilaian akan pelayanan dokter, pelayanan perawat dan fasilitas yang

tersedia di rumah sakit. Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti yang

penting terutama dalam praktik keperawatan dan perawat menjadi jaminan

apakah layanan perawatan bermutu apa tidak (Wasisto, 2010).

Hasil penelitian ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan

Hermansyah (2006) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara

dimensi empathy dengan rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di

Page 45: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

45

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu (p=0,001). Penelitian lain yang dilakukan

Hermansyah dkk (2011) di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu menunjukkan bahwa

separuh (53,3%) responden dengan penerapan caring kurang baik.

Penelitian ini sejalan dengan Penelitian Prabowo (2007), di instalasi

rawat inap RSUD Sleman Yogyakarta menunjukkan bahwa ada hubungan

perilaku dengan kepuasan pasien tentang caring perawat diperoleh nilai

signifikansi (P) < 0,05 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara perilaku dengan kepuasan pasien tentang caring perawat

dengan korelasi koefisien (r) = 0,857 dan P = 0,000 < 0,05. Semakin baik

penilaian pasien terhadap perilaku caring perawat maka semakin tinggi pula

kepuasan pasien tentang caring perawat.

Penelitian ini sejalan dengan Penelitian Siswoyo (2008) di Rumah

Sakit Khusus Bedah Hasta Husada menunjukkan bahwa ada hubungan antara

tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan dengan rencana

memanfaatkan kembali pelayanan Keperawatan Rumah Sakit Khusus Bedah

Hasta Husada. Dengan uji statistik chi Square didapatkan X2 hitung (9.84) lebih

besar dari harga X2 tabel (3.481).

Berdasarkan hasil penelitian peneliti berasumsi bahwa perilaku caring

sangatlah penting untuk keperawatan. Kinerja perawat khususnya pada perilaku

caring menjadi sangat penting dalam mempengaruhi kualitas pelayanan dan

kepuasan pasien terutama di rumah sakit, dimana kualitas pelayanan menjadi

penentu citra institusi pelayanan yang nantinya akan dapat meningkatkan

kepuasan pasien dan mutu pelayanan. Apabila perawat tidak berperilaku caring

Page 46: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

46

kepada pasien akan sangat mungkin pasien merasa bosan menjalani perawatan

dengan anggapan perawat judes cuek atau tidak care kepada pasien sehingga

dapat berdampak kepada kepuasan dan selanjutnya pasien akan merasa enggan

memanfaatkan kembali pelayanan apabila dirinya atau saudaranya apabila

memerlukan perawatan yang sama. Pasien akan lebih cenderung memilih rumah

sakit lain yang menurut mereka lebih baik pelayanannya dibandingkan dengan

pengalaman sebelumnya.

Menurut peneliti seorang perawat harus mepunyai prilaku caring karena

merupakan dasar dan landasan utama dalam melakukan perawatan dengan

adanya sikap caring perawat akan bisa lebih mengerti apa yang dirasakan pasien,

apa yang dibutuhkan oleh pasien sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan

secara baik tanpa hambatan yang dapat membantu mempercepat proses

penyembuhan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui juga bahwa skore

paling rendah dan yang paling sering tidak dilakukan perawat menurut

responden adalah perawat memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama

kepada pasien atau keluarga dan Perawat memfasilitasi pasien untuk dapat

memenuhi kebutuhan spiritual.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa hampir dari sebagian

responden yang beranggapan prilaku caring perawat kurang baik masih

berencana memanfaatkan kembali pelayanan perawatan di Ruang Seruni RSUD

Dr. M. Yunus Bengkulu dan sebagian kecil dari responden yang beranggapan

prilaku caring perawat baik tidak berencana memanfaatkan kembali pelayanan di

Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu hal ini dapat disebabkan karena

Page 47: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

47

banyak faktor yang mempengaruhi rencana pemanfaatan kembali pelayanan

rawat inap di rumah sakit antara lain sumber pembiayaan, tingkat ketergantungan

pasien, persepsi pasien terhadap mutu pelayanan dokter, serta persepsi pasien

tentang mutu pelayanan yang diberikan, selain itu pengalaman masa lalu

terhadap pelayanan yang diterima juga dapat mempengaruhi seseorang dalam

memilih pelayanan mana yang baik untuk dirinya.

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti mempunyai keterbatasan kemampuan yang

mungkin dapat mempengaruhi dari hasil penelitian dalam penelitian ini misalnya

desain yang digunakan peneliti menggunakan desain cross secsional dimana variabel

independen dan variabel dependen diobservasi sekaligus dalam waktu yang sama

dalam satu kali pengukuran yang kurang dapat menggambarkan variabel independen

dalam mempengaruhi variabel dependen secara akurat. Instrumen penelitian

dikembangkan oleh peneliti sendiri dan baru sekali digunakan dalam penelitian ini

yang mungkin masih banyak mengalami kekurangan.

Pengumpulan data dalam penlitian ini peneliti hanya menggunakan lembar

kuisioner untuk mendapatkan data pada semua variabel penelitian yaitu prilaku

caring dan rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap yang mana

pertanyaan tersebut hanya berdasarkan apa yang dirasakan pasien saat itu dan bukan

persepsi menyeluruh dari persepsi pasien terhadap kualitas pelayan yang ada dirumah

sakit, saat pengumpulan data penelitian juga peneliti mengalami kendala ketidak

aktifan pasien dalam mengisi kuisioner karena kedaan sakitnya sehingga karena

Page 48: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

48

keterbatasan waktu penelitian peneliti berinisiatif mewawancarai responden dimana

mungkin dengan dilakukan wawancara langsung pasien akan merasa malu untuk

mengungkapkan apa yang dirasakan atau mungkin jawaban yang diberikan tidak

sesuai dengan apa yang dirasakan oleh pasien yang sebenarnya.

Dengan keterbatasan waktu dan tenaga peneliti hanya meneliti 1 ruang

perawatan rawat inap yang mungkin tidak menggambarkan secara keseluruhan 1

rumah sakit yang mempunyai bayak ruang rawat inap dalam pengambilan sampel

peneliti menggunakan teknik accidental sampling yaitu teknik subyektif dengan

mengumpulkan data dari subyek yang ditemui saat itu dan tidak mengklasifikasikan

berdasarkan tingkatan penyakit atau dari penghasilan yang didapat penggunaan biaya

perawatan yang mungkin dapat mempengaruhi penelitian ini. Teknik observasi dalam

kurun waktu tertentu secara berkesinambungan untuk melihat prilaku caring perawat

dan pemantauan terhadap pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap oleh pasien

dengan penelitian menggunakan desain yang berbeda seperti desain cohort akan

menghasilkan data penelitian yang lebih akurat.

D. Implikasi Penelitian

Penerapan prilaku caring dapat menimbulkan rasa nyaman aman, dan

percaya sehingga akan menimbulkan rasa puas pada pasien, sehingga dalam

penerapan asuhan keperawatan sangat penting bagi seorang berperilaku caring untuk

mencerminkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Baik buruknya prilaku dan

pelayanan perawat pelaksana akan berefek kepada pelayanan di rumah sakit karena

perwat merupakan tenaga kesehatan yang paling lama berinteraksi dengan pasien,

Page 49: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

49

yaitu selama 24 jam. dengan cerminan pelayanan kesehatan berkualitas yang

dilakukan oleh perawat akan berdampak kepada keloyalitasan pasien dalam

menggunakan pelayanan itu lagi jika membutuhkan dikemudian hari.

Hasil penelitian ini berdampak positif bagi kualitas pelayanan kesehatan di

rumah sakit terutama untuk bidang pelayanan keperawat yang merupakan salah satu

tolak ukur baik buruknya suatu pelayanan dibandingkan dengan tenaga kesehatan

lainnya. Diharapkan dengan hasil penelitian ini perawat dapat lebih meningkatkan

prilaku caring kepada pasien guna meningkatkan kualitas pelayanan dan daya jual

pelayanan yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan jumlah kunjungan pasien

rawat inap di rumah sakit.

Untuk meningkatkan kecakapan perawat dalam melakukan prilaku caring

pihak rumah sakit perlu mengadakan pelatihan-pelatihan perawatan profesional atau

pelatihan tentang caring atau menganjurka setiap perawat mengikuti pelatihan

tersebut agar perawat lebih mempunyai keperdulian dan mempunyai rasa empaty

yang tinggi kepada pasien sehingga pasien sebagai pengguna jasa lebih merasa

diperhatikan dan perawatan yang didapat sesuai dengan harapan yang yang

diinginkan.

Page 50: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

50

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian tentang hubungan penerapan perilaku caring perawat

dengan rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni RSUD

Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Hampir dari separuh responden mendapatkan penerapan perilaku caring dari

perawat kurang baik.

b. Sebagian kecil responden tidak berencana memanfaatkan kembali pelayanan

rawat inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

c. Ada hubungan yang bermakna antara Penerapan Perilaku Caring Perawat

Dengan Rencana Pemanfaatan Kembali Pelayanan Rawat Inap di Ruang Seruni.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka peneliti memberi

saran kepada:

a. RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

1. Institusi Rumah Sakit

Kepada pihak institusi rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan

kualitas pelayanan yang ada dengan meningkatkan kualitas kerja perawat

dengan cara mengadakan pelatihan keperawatan profesional bagi seluruh

perawat yang ada di ruang rawat inap untuk meningkatkan kemampuan

50

Page 51: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

51

perawat dalam memberikan rasa aman dan nyaman dapat juga dengan

mengadakan pelatihan atau mewajibkan seluruh perawat mengikuti pelatihan

caring untuk meningkatkan rasa empati, keramahan dan dapat beradaptasi

dengan keadaan yang dirasakan pasien.

2. Kepada Perawat

Kepada perawat di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

diharapkan dapat meningkatkan prilaku caring terhadap pasien dengan cara

memperkenalkan menyebutkan nama pada saat interaksi pertama dengan

pasien disamping itu juga diharapkan perawat dapat menyediakan atau

memfasilitasi kebutuhan sepiritual pasien saat dirawat untuk menyediakan

jadwal kunjungan tenaga spiritual (Ustad, Pendeta, Pastur dll) bagi pasien

atau keluarga baik dirawat atau tidak.

b. Stikes Dehasen Bengkulu

Kepada pihak institusi Stikes Dehasen Bengkulu diharapkan dapat

meningkatkan mutu pendidikan dengan menciptakan perawat profesional dengan

menanamkan kepada mahasiswa prilaku caring yang sebagai pedoman utama

dalam melakukan asuhan keperawatan agar tercapai perawatan yang aman

nyaman bagi pasien maupun perawat dengan cara memberikan pelatihan-

pelatihan keperawatan profesinal.

c. Peneliti selanjutnya

Kepada peneliti selanjutnya diharapkan megembangkan penelitian ini

dengan menentukan variabel lain yang berhubungan dengan rencana

pemanfaatan kembali pelayanan dengan memperluas ruang lingkup penelitian

Page 52: BAB I-V penerapan prilaku caring.pdf

52

dengan desain yang berbeda seperti cohort dengan melakukan pengamatan

kepada pasien yang menyatakan akan memanfaatkan kembali pelayanan rumah

sakit untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.