Upload
others
View
28
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media massa mempunyai peran yang sangat penting bagi
kehidupan masyarakat. Peran komunikasi sangat menentukan
dalam penyampaian informasi maupun suatu kebijakan pemerintah.
Sejalan dengan tingkat perkembangan teknologi komunikasi yang
kian pesat, maka metode komunikasi pun mengalami
perkembangan yang pesat pula. Perkembangan tersebut
mempengaruhi semua bidang baik sosial, politik, ekonomi, serta
budaya. Tak terlepas dari peran media adalah bidang politik dimana
media memiliki peran yang sangat istimewa. Salah satu buktinya
adalah peran media dalam Pemilihan Umum.
Sistem Pemilihan Presiden secara langsung oleh
masyarakat adalah awal yang cerah bagi peran televisi sebagai
media paling efektif memperkenalkan diri, dan media iklan yang
dianggap juga paling tepat, jauh lebih tepat dibanding beriklan di
media cetak.1 Media televisi sudah berkembang sedemikian rupa
dan menjangkau hampir setiap rumah tangga warga negara.
1 Sumakidjo, Atmadji, Televisi Masih Media Paling Ampuh Untuk Komunikasi
Politik, dalam Media Dan Komunikasi Politik, Editor: Heri Budianto,S.Sos., M.Si., UI Press, Jakarta, 2011, hlm 155.
2
Dengan demikian, iklan politik di televisi menjadi sangat efektif
sebagai cara untuk menjangkau rakyat pemilih.2
Di dalam pemilihan umum (Pemilu), media massa memiliki
fungsi dan peranan yang sangat penting. Sebagai langkah awal
perbaikan politik untuk mencapai keberhasilan pemerintahan yang
demokratis, sangat ditentukan peran media massa dalam
mempropagandakan pesan-pesan yang penuh harapan kepada
masyarakat sebagai upaya pemulihan krisis multidimensional.
Apabila pelaksanaan pemilu 2014 mendapat dukungan dari
sebagian masyarakat maka akan berdampak pada jalannya
pemerintahan selanjutnya.
Dunia politik juga ditandai dengan keterlibatan media dalam
hiruk-pikuk berpolitik. Media dalam hal ini diartikan secara luas,
yaitu segala sarana yang terkait dengan penyampaian pesan, baik
yang bersifat riil maupun simbolik, dari institusi politik kepada
masyarakat yang lebih luas. Media dalam hal ini dapat berupa TV
radio, majalah, dan koran. Digunakannya media massa sebagai
instrumen untuk mengkomunikasikan ide, pesan, dan program kerja
politik adalah karena kenyataan bahwa media dapat dipakai untuk
menyampaikan pesan kepada masyarakat luas dengan biaya orang
yang relatif sangat murah.
2 Ibid.
3
Keefektifan media massa dalam menyampaikan pesan politik
telah menjadikannya sebagai ajang baru pertempuran politik.
Dengan adanya deklarasi bahwa abad ini adalah Abad Informasi
membuat siapa pun yang memiliki akses kepada media massa
memiliki kemampuan untuk menggairahkan dan membentuk opini
publik sesuai dengan yang diharapkannya.
Perang media merupakan suatu keniscayaan dengan
adanya kemajuan teknologi. Konsekuensi logisnya, dunia politik
tidak dapat dipisahkan dari media massa. Persaingan pun muncul
untuk mencari aliansi. dengan suatu media massa guna menjamin
lancarnya pesan politik yang ingin disampaikan. Dengan adanya
persaingan tersebut sangat diperlukan adanya regulasi yang jelas
dalam mengatur keberlangsungan sistem penyiaran di Indonesia
khususnya dalam hal menyangkut media politik. Regulasi dan
sistem penyiaran sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi politik
yang dianut suatu negara. Komunikasi penyiaran terselenggara
sebagai akibat perilaku politik dan ekonomi.3 Oleh karena itu bentuk
implementasi serta pengaruh dari media penyiaran terhadap politik
di suatu negara bergantung pada sistem ekonomi politik negara
tersebut baik itu yang menganut sistem demokrasi maupun otoriter.
Media dalam era demokrasi mampu meyuplai aspirasi
masyarakat umum untuk Negara, sehingga pimpinan negara dapat
3 Masduki, Regulasi Penyiaran: dari Otoriter ke Liberal, LKiS, Yogyakarta, 2007,
hlm 63.
4
melihat dan berkomunikasi. Tanpa media bangsa ini tidak bisa
maju. Seluruh aspek kehidupan didorong oleh media, media
penyampaian berita, baik ekonomi, politik, keamanan,
kewirausahaan, kebutuhan sehari-hari dan beragam kebutuhan lain
mampu terjamah.
Di tengah arus globalisasi bermacam produk dan gaya
hidup, kampanye politik juga masuk dalam arus globalisasi itu.
Menurut Deddy N. Hidayat yang dikutip oleh Sumakidjo dalam
bukunya “Televisi Masih Media Paling Ampuh Untuk Komunikasi
Politik, dalam Media Dan Komunikasi Politik” hal ini merupakan
awal dari tumbuhnya industri kampanye sebagai konsekuensi dari
the third wave of democratization, gelombang ketiga dari
demokratisasi.4 Oleh karena itu, sistem penyiaran demokratis
bercirikan perlindungan kepentingan publik, pluralitas, dan
kompetisi yang teratur antarsesama institusi penyiaran sehingga
demokrasi sebagai sebuah pandangan hidup terdiri dari empirisme
rasional, pementingan individu, teori instrumental tentang negara,
prinsip kesukarelaan, hukum dibalik hukum, penekanan pada soal
cara, musyawarah dan mufakat serta persamaan asasi semua
manusia.5
Salah satu upaya untuk membentuk masyarakat demokratis
secara lebih efektif adalah dibentuknya undang-undang berkaitan
4 Sumakidjo, Atmadji, Op. Cit., hlm 155.
5 Masduki, Op. Cit., hlm 97.
5
dengan media massa dan lembaga media/lembaga penyiaran.6
Seringkali ditemui bahwa suatu pemerintahan berusaha
membangun sistem media yang efektif untuk mendorong demokrasi
tanpa memahami berbagai aspek hukum yang mempengaruhi
proses dimaksud.7 Dalam pandangan dasar sistem otoriter adalah
keinginan untuk mengatur masyarakat oleh negara melalui
pemerintah, elit tertentu atau mereka yang dianggap dipercaya
untuk itu.8 Sistem otoriter menilai diperlukan pemerintah yang
dominan untuk mengatur masyarakat karena mayoritas masyarakat
tidak cukup memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri.9
Sistem Pers Otoritarian merupakan sistem pers dimana
kepemilikan pers dikuasai oleh pemegang kekuasaan maupun
pemerintahan. Dalam sistem pers otoritarian, hal-hal yang
disampaikan tidak diperkenankan untuk mengkritisi maupun
mengomentari pemerintahan, pers dalam sistem ini berupa
perwujudan perpanjangan tangan pemerintah.10 Istilah teori otoriter
juga mengacu pada perangkat pengaturan pers yang jauh lebih
besar yang beranjak dari pengaturan yang menghendaki kenetralan
pers dalam hubungannya dengan pemerintah dan negara, sampai
dengan pengaturan dimana pers secara sengaja dan langsung
6 Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi Informasi
Regulasi dan Konvergensi, Reflika Aditama, Bandung, 2010, hlm 71. 7 Ibid.
8 Masduki, op. cit., hlm 70.
9 Ibid.
10 Ibid.
6
digunakan sebagai wahana kekuasaan Negara untuk menekan.11
Di Indonesia sendiri siaran televisi dimulai pada tahun 1962
saat TVRI menayangkan secara langsung upacara hari ulang tahun
kemerdekaan Indonesia ke-17 pada 17 Agustus 1962.12 Siaran itu
masih terhitung siaran percobaan. Siaran resmi TVRI baru dimulai
24 Agustus 1962 jam 14.30 WIB yang menyiarkan secara langsung
upacara pembukaan Asean Games IV dari stadion utama Gelora
Bung Karno.13 Sejak itu pula Televisi Republik Indonesia yang
disingkat TVRI dipergunakan sebagai panggilan stasiun (stasiun
call) hingga sekarang. Selama tahun 1962-1963 TVRI berada
diudara rata-rata satu jam sehari dengan segala
kesederhanaannya.14 Sejalan dengan kepentingan pemerintah dan
keinginan rakyat Indonesia yang tersebar diberbagai wilayah agar
dapat menerima siaran televisi, maka pada tanggal 16 Agustus
1976 Presiden Soeharto meresmikan penggunaan saatelit Palapa
untuk telekomunikasi dan siaran televisi.15 Dalam
perkembangannya, satelit Palapa A sebagai generasi pertama
diganti dengan Palapa A2, selanjutnya Palapa B. Palapa B2, B2P,
B2R dan Palapa B4 diluncurkan tahun 1922.16 TVRI yang berada di
11
Dennis McQuail, Mass Communication Theory Second Edition, Erlangga, Jakarta, 1987, hlm 111.
12 Mufid, Muhamad, Komunikasi Dan Regulasi Penyiaran, Kencana, Jakarta,
2005, hlm 47. 13
Ibid. 14
Ibid, hlm 48. 15
Ibid. 16
Ibid.
7
bawah Departemen Penerangan pada saat itu, kini siarannya sudah
dapat menjangkau semua rakyat Indonesia yang berjumlah sekitar
210 juta jiwa. Sejak tahun 1989 TVRI mendapatkan saingan siaran
televisi lainnya, yakni Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) yang
bersifat komersial. Secara berturut-turut berdiri stasiun televisi,
Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI),
Andalas Televisi (ANTV), Indosiar, TV7, Lativi, Metro TV, JakTV,
Bali TV, dan lain-lain.
Televisi Republik Indonesia atau TVRI merupakan stasiun
televisi milik Negara, yang bersifat publik. Artinya, pengelola
penyiaran televisi itu bukan bertanggung jawab kepada publik.17
Setiap isi siaran TVRI harus memenuhi kepentingan publik, bukan
kepentingan Pemerintah atau Penguasa. Sebelum lahirnya
Undang-undang Penyiaran tahun 2002, TVRI menjadi corong
pemerintah atau penguasa. Tapi sejak lahirnya Undang-undang
Penyiaran Nomor 32 tahun 2002, TVRI berubah menjadi televisi
publik. Tahun 2002 TVRI secara nasional mengalami transisi
dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor: 32 tahun 2002
tentang Penyiaran. Pelaksanaan undang-undang ditindak lanjuti
dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah RI Nomor: 11 tahun
2005 Tanggal 18 Maret 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran
Lembaga Penyiaran Publik dan Peraturan Pemerintah Nomor: 13
17
Ahmad Fuad Rosyadi, Peran LPP TVRI Jawa Tengah Dalam Menyiarkan Agama Islam, IAIN Walisongo, Semarang, 2011, hlm 5.
8
Tahun 2005 Tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik
Indonesia.
Pemerintah melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran membentuk lembaga yang mengawasi kegiatan
penyiaran di Indonesia. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) membuat
peraturan dan standar untuk Lembaga Penyelenggara Penyiaran
yang terlibat di Indonesia. Selanjutnya peraturan itu lebih dikenal
dengan P3 dan SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar
Program Siaran). Undang-Undang Penyiaran mengatur dua sanksi
terhadap pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang ini. Pelanggaran yang dimaksud antara lain: pelanggaran
kode etik dan pelanggaran teknik administratif. Undang-Undang
Penyiaran disini mengatur tentang bagaimana pelaksanaan
penyiaran baik itu Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran
Swasta, Lembaga Penyiaran Komunitas maupun Lembaga
Penyiaran Berlangganan. TVRI sendiri merupakan salah satu
Lembaga Penyiaran Publik. Dalam UU No. 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran tersebut terdapat peraturan yang mengharuskan setiap
Lembaga Penyiaran wajib menjaga netralitasnya dalam setiap
siarannya, begitu juga yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah
No.11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga
Penyiaran Publik yang menitikberatkan pada netralitasnya sebagai
salah satu Lembaga Penyiaran Publik. LPP TVRI memiliki sebuah
9
organ lembaga yang berfungsi sebagai pengawas LPP TVRI yaitu
Dewan Pengawas Lembaga Penyiaran Publik TVRI, merupakan
organ lembaga penyiaran publik yang berfungsi mewakili
masyarakat, pemerintah, dan unsur lembaga penyiaran publik yang
menjalankan tugas pengawasan untuk mencapai tujuan lembaga
penyiaran publik.18
Penulis disini ingin menganalisis peran Komisi Penyiaran
Indonesia sebagai lembaga yang berwenang mengawasi program
siaran televisi di Indonesia dan Dewan Pengawas selaku organ
lembaga penyiaran publik yang berfungsi mengawasi lembaga
penyiaran publik dihubungkan dengan kasus penayangan konvensi
salah satu Partai Politik 15 September 2013 secara blocking time
dan penayangan pertemuan sebuah ormas pada 6 Juni 2013
secara blocking time berdasarkan asas netralitas, hal ini sangat
menarik perhatian kalangan masyarakat karena TVRI yang
merupakan TV Nasional seharusnya bisa menjadi contoh dalam hal
netralitasnya bagi Televisi lain namun dianggap telah melanggar
asas tersebut, sehingga KPI menerima laporan dari masyarakat
bahwa TVRI telah melakukan pelanggaran. Begitu juga dengan
Dewan Pengawas yang juga bertindak atas dasar kewenangan
pengawasan terhadap lembaga penyiaran publik, sehingga
menjadikan kedua lembaga tersebut memiliki kewenangan yang
18
Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik.
10
serupa yang menjadikan kewenangan tersebut tumpang tindih satu
sama lain.
Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan
sebelumnya pada perpustakaan Universitas Padjadjaran dan
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran belum
pernah dilakukan penelitian dalam topik dan permasalahan-
permasalahan yang sama. Penelitian ini merupakan hal yang baru
dan asli sehingga penelitian dimaksud dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya dan terbuka untuk kritikan-
kritikan yang sifatnya membangun sehubungan dengan topik dan
permasalahan dalam penelitian ini.
Berdasarkan uraian permasalahan diatas, peneliti tertarik
untuk mengajukan usulan penelitian berjudul:
“PERAN DEWAN PENGAWAS LEMBAGA PENYIARAN
PUBLIK (LPP) TVRI DAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA (KPI)
DALAM MENJAGA NETRALITAS ISI PROGRAM SIARAN TVRI
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002
TENTANG PENYIARAN”.
11
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana peran Dewan Pengawas dan KPI dalam menjaga
netralitas isi program siaran dalam stasiun TVRI berdasarkan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran?
2. Institusi mana yang berwenang dalam menyelesaikan kasus
apabila terjadi pelanggaran dalam hal netralitas isi program
siaran?
C. Tujuan Penelitian
Maksud dan tujuan yang hendak dicapai dengan
diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menentukan peran Dewan Pengawas dan Komisi
Penyiaran Indonesia terhadap penyelenggara penyiaran
berkaitan dengan netralitas isi program siaran khususnya
LPP TVRI
2. Untuk menentukan institusi yang berwenang menangani
apabila terjadi suatu pelanggaran mengenai netralitas isi
program siaran Lembaga Penyiaran sehingga terdapat
kejelasan fungsi pengawasan serta regulasi.
12
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik
secara teori maupun praktis, kegunaan itu adalah:
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
ilmiah bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum
telekomunikasi.
2. Kegunaan Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
kepada pemerintah, mengingat masalah ini patut
mendapatkan perhatian lebih mendalam.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat disumbangkan
kepada masyarakat luas pada umumnya, sehingga
masyarakat bisa menjadi kontrol sosial terhadap dunia
penyiaran khususnya dalam hal netralitas isi program
siaran.
E. Kerangka Pemikiran
Menurut Iskandar Alisyahbana seperti dikutip Yusufhadi
Miarso teknologi adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal, sehingga
13
seakan-akan memperpanjang, memperkuat, atau membuat lebih
ampuh anggota tubuh, pancaindra, dan otak manusia.19
Telieus Cicero (106-45 SM) mengatakan “Ubi Societas Ibi
Ius”, di mana ada masyarakat disitu ada hukum.20 Pernyataan ini
menggambarkan bahwa setiap masyarakat pasti ada hukumnya
dan perkembangan masyarakat tersebut akan mempengaruhi
pertumbuhan hukum tersebut. Salah satu faktor yang
mempengaruhi perkembangan hukum dalam masyarakat adalah
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.21 Ilmu
pengetahuan dan teknologi telah memberikan kemudahan dalam
memenuhi kebutuhan hidup manusia yang terus berkembang
menuju tanpa batas. Manusia yang tidak hanya sekedar
mempertahankan hidupnya saja (survival), tetapi juga untuk
mengembangkan kebudayaan, mendorong manusia untuk terus
meneliti, mendalami ilmu pengetahuannya berbagai perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah corak kehidupan
masyarakat termasuk dari segi kehidupan hukumnya.22 Peranan
hukum sangat penting dalam pembangunan masyarakat, hukum
dapat diartikan sebagai keseluruhan asas dan kaidah yang meliputi
19
Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 131.
20
Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, Edisi 2003, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 12.
21 Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hlm.
159. 22
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 85.
14
pula lembaga dan proses guna mewujudkan hukum dalam
kenyataan.
Hukum tidak boleh ketinggalan dalam proses pembangunan,
sebab pembangunan yang sehat menghendaki adanya konsepsi
hukum yang mendorong dan mengarahkan pembangunan sebagai
cerminan dari tujuan hukum modern. Salah satu tujuan hukum yaitu
keadilan menurut pancasila yaitu keadilan yang seimbang, artinya
adanya keseimbangan diantara kepentingan individu, kepentingan
masyarakat dan kepentingan penguasa.
Menurut Mochtar Kusumaatmadja bahwa hukum merupakan
sarana pembaharuan masyarakat (Law as a tool of social
engineering) didasarkan atas anggapan bahwa adanya keteraturan
dan ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaharuan itu
merupakan sesuatu yang diinginkan atau dipandang (mutlak) perlu.
Fungsi hukum mencakup sarana pembaharuan masyarakat, yang
di dalamnya mencakup pembinaan hukum yang pernah ada, yang
masih memadai juga memperbaharui hukum yang pernah ada
disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat
yang sedang membangun. Menurut pendapat Mochtar
Kusumaatmadja, oleh karena lebih menonjolnya perundang-
undangan dalam proses pembaharuan hukum di Indonesia, maka
undang-undang merupakan cara pengaturan hukum yang utama,
15
pembaharuan masyarakat dengan jalan hukum berarti
pembaharuan hukum terutama melalui perundang-undangan.
Salah satu tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan warga negara Indonesia secara
adil dan berkelanjutan, sesuai amanat alinea kedua Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Secara prinsip perikeadilan adalah
upaya untuk menemukan keadilan yang mutlak, serta merupakan
manifestasi upaya manusia yang merindukan adanya hukum yang
lebih tinggi dari hukum positif.23
Selanjutnya, Pembukaan Undang Undang Dasar 1945
alinea keempat menyatakan bahwa :
“…pemerintah Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…”.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengatur mengenai hak atas informasi bagi warga negara
Indonesia yaitu:
Pasal 28 C (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia Pasal 28 F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
23
Otje Salman S dan Anton F.S, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan, Dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm.156.
16
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia Sistem Penyiaran yaitu Rangkaian penyelenggaraan
penyiaran yang teratur dan menggambarkan interaksi berbagai
elemen di dalamnya,24 sesungguhnya Hukum Penyiaran
merupakan bagian terkecil dari kajian Hukum Telekomunikasi.
Dalam Undang-Undang Penyiaran, lembaga independen
penyiaran yang selanjutnya disebut KPI diatur pada Pasal 7 angka
2 Undang-Undang No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dijelaskan
KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur
hal-hal mengenai penyiaran. Pasal 8 menjelaskan:
(1) KPI sebagai wujud peran serta masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran. (2) Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), KPI mempunyai wewenang:
a. menetapkan standar program siaran; b. menyusun peraturan dan menetapkan
pedoman perilaku penyiaran; c. mengawasi pelaksanaan peraturan dan
pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
d. memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan pedoman perilaku penyiaran serta standar program siaran;
e. melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan Pemerintah, lembaga penyiaran, dan masyarakat.
(3) KPI mempunyai tugas dan kewajiban : a. menjamin masyarakat untuk memperoleh
informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia;
24
Masduki, Opcit, hlm. 3.
17
b. ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran;
c. ikut membangun iklim persaingan yang sehat antarlembaga penyiaran dan industri terkait;
d. memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang;
e. menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sang-gahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penye-lenggaraan penyiaran; dan
f. menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran.
Dengan memperhatikan peraturan lainnya sebagaimana
termuat dalam Pasal 36 angka (4), Undang-Undang No 32 tahun
2002, dimana netralitas lembaga penyiaran harus dijaga, tidak
mementingkan suatu golongan tertentu, maksudnya bila lembaga
penyiaran tersebut milik seorang atau sekelompok perkumpulan
maupun partai tidak di izinkan menguntungkan pemiliknya secara
tidak faktual. Pasal 36 angka (5) isi siaran dilarang bersifat fitnah,
menghasut, menyesatkan dan bohong; menonjolkan unsur
kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat
terlarang; dan dilarang mempertentangkan suku, agama, ras, dan
antar golongan, maksudnya Lembaga Penyiaran dalam isi siaran
harus menghargai dan menghormati hak asasi orang lain, menjaga
generasi muda dan menghargai perbedaan. Pasal 36 angka (6) Isi
siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan
dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia
Indonesia, atau merusak hubungan internasional, maksudnya
18
setiap isi siaran dilarang memprovokasi orang lain yang bersifat
sensitif.
Lembaga Penyiaran menurut UU No. 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran adalah penyelenggara penyiaran, baik lembaga
penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran
komunitas, maupun lembaga penyiaran berlangganan yang dalam
melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya berpedoman
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga Penyiaran Publik menurut UU No. 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran adalah lembaga penyiaran yang berbentuk
badan hukum yang didirikan oleh Negara, bersifat independen,
netral, tidak komersial dan berfungsi memberikan layanan untuk
kepentingan masyarakat. Lembaga Penyiaran Publik sendiri terdiri
atas Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia.
Menurut UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
wewenang pengawasan terhadap isi program siaran lembaga
penyiaran dimiliki oleh Komisi Penyiaran Indonesia. Dan dalam
Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2005 tentang Lembaga
Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia Dewan Pengawas
juga memiliki tugas untuk mengawasi program siaran yang
berkaitan dengan independensi serta netralitas siaran.
Peraturan yang mengatur tentang Lembaga Penyiaran
Publik antara lain:
19
1. Undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran;
2. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2005 tentang
Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran
Publik;
3. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2005 tentang
Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik
Indonesia.
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode sebagai
berikut:
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang dilakukan adalah secara
deskriptif analistis, yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan
dengan cara melukiskan dan menggambarkan fakta-fakta baik
data sekunder bahan hukum primer berupa peraturan
perundang-undangan, seperti data sekunder bahan hukum
sekunder berupa doktrin atau pendapat para ahli dan data
sekunder bahan hukum tersier berupa data yang didapat melalui
majalah dan brosur yang berhubungan dengan penayangan
kampanye politik di TVRI.
20
2. Metode Pendekatan
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah
metode yuridis normatif25, yaitu metode yang menitik beratkan
terhadap penelitian data sekunder diantaranya bahan hukum
primer seperti undang-undang, bahan hukum sekunder seperti
artikel, makalah, dan bahan hukum tersier seperti kamus dan
ensiklopedia serta penelitian bertujuan mengkaji dan meneliti
data lapangan berkaitan dengan pelaksanaan dari perundang-
undangan yang berlaku.
3. Tahapan Penelitian
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam
penulisan skripsi ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan
(Library Research), yaitu mengumpulkan sumber data sekunder.
Data sekunder yang terdiri dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat berupa peraturan perundang-undangan,
misalnya Undang-undang No. 32 Tahun 2002 Tentang
Penyiaran.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat
hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat
membantu menganalisa bahan hukum primer, antara lain
tulisan atau pendapat para ahli hukum, buku-buku, artikel
25
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hlm. 52.
21
makalah, jurnal, koran, internet (virtual research) dan
sebagainya.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang
memberikan petunjuk, informasi maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum
sekunder, antara lain: wawancara, ensiklopedia, kamus,
situs internet, artikel dan surat kabar.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi
kepustakaan dengan penelaahan data terhadap peraturan
perundang-undangan dan atau artikel-artikel lain yang ada
relevansinya dengan permasalahan yang diteliti.
5. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini data yang diperoleh dianalisis
dengan menggunakan metode analisis kualitatif normatif, yaitu
suatu metode penelitian yang bertitik tolak dari peraturan
perundang-undangan yang ada sebagai hukum positif yang
kemudian dianalisis secara kualitatif, analisis secara kualitatif
dilakukan untuk mengungkapkan kenyataan yang ada
berdasarkan hasil penelitian yang berupa penjelasan-penjelasan
yang tidak dapat dirumuskan dengan memakai perhitungan
yang matematis.
22
6. Lokasi Penelitian
Sebagai lokasi penelitian untuk melengkapi tulisan,
Penulis mengambil lokasi di:
a. Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja, Fakultas
Hukum Universitas Padjajaran, Jalan Dipatiukur Nomor
35 Bandung.
b. Perpustakaan Pusat Universitas Padjajaran, Jalan
Dipatiukur Nomor 46 Bandung.
c. Wawancara pada pihak KPI dan TVRI selaku objek
penelitian.