11
BAB I PENDAHULUAN Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang- kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat dan diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis. (Harmanto, 2010) Pada akhir abad 20, penyakit jantung dan pembuluh darah menjadi penyebab utama kematian di negara maju dan negara berkembang. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia sebesar 26,3%. Sedangkan data kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7%. Faktor resiko utama penyakit jantung dan pembuluh darah adalah hipetensi, di samping hiperkolesterollemia dan diabetes melitus. Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) menyatakan, prevalensi hipertensi di Indonesia pada daerah urban dan rural berkisar antara 17-21%. Data secara nasional yang ada belum lengkap. Sebagian besar penderita hipertensi di Indonesia tidak terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi umumnya tidak menyadari kondisi penyakitnya. (Ruhyana, 2007) Sedangkan

BAB I Responsi HT2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hipertensi

Citation preview

Page 1: BAB I Responsi HT2

BAB I

PENDAHULUAN

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi

peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita

yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi

140/90 mmHg saat istirahat dan diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka be-

berapa minggu.diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang

selalu tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung, gagal

jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kro-

nis. (Harmanto, 2010) Pada akhir abad 20, penyakit jantung dan pembuluh darah

menjadi penyebab utama kematian di negara maju dan negara berkembang.

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, kematian akibat

penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia sebesar 26,3%. Sedangkan data

kematian di rumah sakit tahun 2005 sebesar 16,7%. Faktor resiko utama penyakit

jantung dan pembuluh darah adalah hipetensi, di samping hiperkolesterollemia dan

diabetes melitus. Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K) meny-

atakan, prevalensi hipertensi di Indonesia pada daerah urban dan rural berkisar an-

tara 17-21%. Data secara nasional yang ada belum lengkap. Sebagian besar pen-

derita hipertensi di Indonesia tidak terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi

umumnya tidak menyadari kondisi penyakitnya. (Ruhyana, 2007) Sedangkan secara

internasional, rata-rata 1 milyar orang menderita hipertensi, dan berkontribusi dalam

7,1 juta kematian per tahun. Kematian baik dari ischemic heart disease and stroke

meningkat seiring dengan peningkatan tekanan darah. Pada setiap kenaikan

tekanan darah sistolik 20 mmHg dan tekanan darah diastolik 10 mmHg pada

tekanan darah diatas 115/75, tingkat kematian meningkat 2 kali lipat untuk ischemic

heart disease dan stroke (Majid. A, 2004).

Klasifikasi hipertensi berdasarkan The Seventh Report of The Joint National

Comitte on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII)

antara lain: Pertama, Prehipertensi dengan tekanan darah sistole 120-139 mmHg

atau tekanan darah diastole 80-89. Kedua, Hipertensi stage 1 dengan tekanan

darah sistole 140-159 mmHg atau tekanan darah diastole 90-99 mmHg. Ketiga,

Page 2: BAB I Responsi HT2

Hipertensi stage 2 dengan tekanan darah sistole >160 mmHg atau tekanan darah

diastole >100 mmHg. Penderita prehipertensi memiliki kecenderungan untuk men-

jadi hipertensi pada beberapa waktu kedepan. Dan terdapat relasi antara hipertensi

dengan penyakit kardiovaskular. Kebanyakan penderita dengan hipertensi kronis

tidak terkontrol menderita end-organ damage dari waktu ke waktu. (Anggarwal.M,

2006)

Sebagian besar pasien hipertensi dengan pengobatan yang efektif selama

bertahun-tahun umumnya asimtomatik. Pada sebagian kecil pasien hipertensi dapat

terjadi krisis hipertensi. Pada pasien krisis hipertensi terjadi peningkatan tekanan

darah yang mencolok tinggi, umumnya tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg

dan atau tekanan darah diastolik lebih dari 120-130 mmHg, dan peningkatannya ter-

jadi dalam waktu yang relatif pendek. Selain itu, dalam penatalaksanaan, yang lebih

penting daripada tingginya tekanan darah adalah adanya tanda kerusakan akut or-

gan target. (Susalit,2009) Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil

penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2-7% dari populasi hipertensi,

terutama pada usia 40-60 tahun dengan pengobatan tidak teratur selama 2-10

tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun terakhir karena kemajuan

dalam pengobatan hipertensi, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta

penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia, belum ada laporan mengenai hal

ini. Namun, mortalitas dan morbiditas pada hipertensi emergensi bergantung pada

tingkat kerusakan target organ (end-organ disfunction) dan derajat tekanan darah

yang dapat dikontrol setelah itu. Dengan kontrol tekanan darah dan terapi medikasi,

the 10-year survival rate pada penderita hipertensi krisis hampir mencapai 70%.

(Majid.A, 2004)

Hipertensi krisis meliputi hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi.

Hipertensi emergensi didefinisikan sebagai hipertensi berat (Tekanan darah

>180/120 mmHg) disertai dengan kerusakan target organ, seperti hipertensi enchep-

alopati, intracereberal hemorrhage, acute miocardial infarction, acute left ventrikular

failure dengan pulmonary edema, unstable angina pectoris, diseksi aorta aneurisma,

papiledema atau stroke dan eklampsia (JNC7, 2003). Sekalipun tidak ada batasan

mengenai diagnosis dari hipertensi emergensi, kebanyakan end-organ damage

(kerusakan target organ) terjadi pada saat diastolik melebihi 120 mmHg, sehingga

dalam penatalaksaannya tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam

Page 3: BAB I Responsi HT2

menit sampai jam) untuk mecegah/membatasi kerusakan target organ. (PAPDI,

2006) Sedangkan hipertensi mendesak (hypertensive urgencies) adalah hipertensi

berat yang tidak disertai tanda disfungsi organ target. Pada hipertensi mendesak

penurunan tekanan darah dapat dilakukan secara lebih perlahan dalam beberapa

jam atau hari, dengan obat antihipertensi secara per oral, atau kadang-kadang par-

enteral. (Susalit, 2009)

Gambaran klinis hipertensi berupa tekanan darah yang sangat tinggi (umum-

nya tekanan diastolik > 120 mmHg) dan menetap pada angka yang tinggi dan terjadi

dalam waktu yang singkat menimbulkan keadaan klinis yang gawat. Seberapa besar

tekanan darah yang dapat menyebabkan krisis hipertensi tidak dapat dipastikan, se-

bab hal ini juga bisa terjadi pada penderita yang sebelumnya normotensi atau

hipertensi ringan/sedang. Walaupun telah banyak kemajuan dalam pengobatan

hipertensi, namun para klinisi harus tetap waspada akan kejadian krisis hipertensi,

sebab penderita yang jatuh dalam keadaan ini dapat membahayakan jiwa bila tidak

ditanggulangi dengan capat dan tepat. Pengobatan yang cepat dan tepat serta in-

tensif lebih diutamakan daripada prosedur diagnostik kerena sebagian besar komp-

likasi krisis hipertensi bersifat reversibel. Oleh karena itu, dalam menanggulangi kri-

sis hipertensi dengan obat anti hipertensi, diperlukan pemahaman mengenai au-

toregulasi tekanan darah dan aliran darah, pengobatan yang selektif serta terarah

terhadap masalah medis yang menyertai, pengetahuan mengenai obat parenteral

dan oral anti hipertensi, variasi regimen pengobatan untuk mendapatkan hasil engo-

batan yang memadai dna efek samping yang minimal (Majid.A, 2004)

Page 4: BAB I Responsi HT2

BAB 2

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. Siti Fatimah

Usia : 88 th

Alamat : Jalan Basuki Rakhmad no.130 RT 08/09 Malang

Agama : Islam

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Pendidikan : SD

Pekerjaan : -

No Reg : 1114739

Keluhan utama : sesak

Pasien mengeluh sesak sejak 3 minggu sebelum MRS dan sesak bertambah

berat dalam 2 hari terakhir sebelum MRS. Awalnya sesak dirasakan ketika pasien

berjalan sekitar 5-10 meter. Dengan aktifitas ringan pasien juga mengeluh sesak,

kemudian membaik dengan istirahat. Tetapi sejak 2 hari sebelum MRS sesak tidak

hilang dengan istirahat. Pasien terbiasa tidur menggunakan 2-3 bantal, sering ban-

gun pada malam hari karena gelisah dan sesak,tetapi pasien lupa mulai kapan kebi-

asaan itu muncul. Riwayat nyeri dada disangkal.

Pasien juga mengeluh sering pusing, mual-mual, tetapi tidak sampai muntah

muntah sejak 1 minggu sebelum MRS. Pasien juga mengeluh batuk sejak 4 minggu

yang lalu sebelum MRS, mengeluarkan dahak berwarna putih kehijauan. Batuk dim-

ulai bersamaan dengan demam yang naik turun. Pasien kemudian merasa lemas

dan nafsu makan menurun sehingga mengalami sedikit penurunan berat badan.

Pasien mengeluh penglihatannya kabur sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu,

terutama ketika melihat jauh, tetapi tidak pernah kontrol ke bagian mata untuk

penglihatannya tersebut.

Page 5: BAB I Responsi HT2

Pasien memiliki riwayat darah tinggi sejak 5 tahun yang lalu. Pasien rutin

kontrol ke poli jantung RSSA Malang dan mendapat obat digoxin 1 x 0,2 mg,

spironolakton 1 x 25 mg pagi hari, furosemide 1 x 40 mg pagi hari dan noperten 1 x

10 mg, tetapi pasien mengaku tidak rutin mengkonsumsi obat-obat tersebut. Pasien

mengaku tidak pernah mengontrol tekanan darahnya kecuali ketika berkunjung ke

poli jantung RSSA. Pasien mengaku suka makan makanan yang asin dan gemar

minum kopi. Dulu sebelum sakit sehari-hari pasien bekerja cukup berat yaitu

berjualan di pasar tradisional.

Pasien didiagnosa memiliki riwayat kencing manis sejak 2 tahun yang lalu,

rutin kontrol ke poli penyakit dalam RSSA Malang dan sejak 1 bulan yang lalu men-

dapat terapi insulatard 0 – 6 IU dan actrapid 4 – 4 IU subkutan. Pasien pernah MRS

di RSSA ruang 28, 3 tahun yang lalu selama 2 minggu dengan keluhan masuk yang

sama yaitu sesak. Riwayat keluarga memiliki darah tinggi dan kencing manis

disangkal.

Dari pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat dengan GCS 456, kesan

gizi cukup. Pasien mempunyai tinggi badan 152 cm dan berat badan 58 kg BMI

25,108 kg/m2, tekanan darah 220/140 mmHg (lengan kiri, dengan berbaring), nadi:

112 x/menit, irreguler, temperatur axilla 37,8oC serta frekuensi pernafasan 32 x/

menit, reguler. Dari pemeriksaan kepala dan leher didapatkan conjungtiva anemis,

JVP R+4cm H2O posisi 45o. Dari pemeriksaan thorax didapatkan suara rhonki dan

wheezing, keduanya pada kedua lapang paru tengah dan bawah. Ictus tidak terlihat,

teraba di AAL sinistra ICS VI. Pada ekstremitas didapatkan sedikit edema pada ke-

dua tungkai kaki. Hasil pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada pasien ini yaitu darah

lengkap, gula darah acak, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, serum elektrolit, albumin,

analisa gas darah, urine lengkap, dan troponim-i. Hasil pemeriksaan laboratorium

tersebut yaitu gula darah acak meningkat (317), dan hasil analisa gas darah menun-

jukkan alkalosis respiratorik, hasil laboratorium lain dalam batas normal. Pada

pasien juga dilakukan pemeriksaan radiologis pada tanggal 13 Juni 2011 yaitu foto

thoraks AP. Hasil foto thoraks AP :

Page 6: BAB I Responsi HT2

Posisi AP, Asimetris, less KV

Soft tissue thin

Bone: costae D/S N ICS D/S N

Trachea sulit dievaluasi

Hilus D/S N

Cor : Site looks N

Size looks CTR 70%

Shape looks N

< phrenicocostalis D/S sulit dievaluasi

Hemidiafragma D/S covered by radio opaque homogen

Pulmo D : infiltrat di semua lapang paru

S : infiltrat di semua lapang paru

Kesimpulan : cardiomegali, pneumonia

Page 7: BAB I Responsi HT2

ECG dilakukan pada tanggal 18 januari 2011, dengan hasil sebagai berikut :

Arhythmia, HR : 151bpm

Frontal axis : normal

Horizontal axis : normal

PR interval : tidak dapat dievaluasi

QRS wave : 0.08”

QT interval : 0.36”

R V5 + S V2 > 3,5 mV --> Left Ventricular Hypertrophy

Kesimpulan : Atrial Fibrilasi, LVH

Page 8: BAB I Responsi HT2