17
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keputusan Presiden Irak yakni Saddam Husein untuk menginvasi Kuwait pada 2 Agustus 1990 merupakan awal kehancuran negara Irak. Amerika Serikat di bawah kepemimpinan George H. W. Bush berusaha memukul mundur kekuatan Irak dan menghimpun koalisinya di atas tanah Kuwait dalam rangka menyelamatkan sektor ekonomi Amerika Serikat yang telah terbentuk di tanah Kuwait. Invasi Irak ke Kuwait menjadi pukulan keras bagi Amerika Serikat yang merupakan ancaman serius bagi kepentingannya di Teluk Persia guna menjamin terus mengalirnya minyak dunia dan mencegah hegemoni musuh di region Teluk Persia. Amerika Serikat memprediksikan jika Irak berhasil menguasai Kuwait maka 9% minyak dunia di kuasai Irak dengan saingannya Arab Saudi yang berhasil menguasai 11% produksi minyak global. 1.2 Rumusan Masalah ►Mengapa Amerika Serikat bersikukuh mempertahankan geostrategi nya di Timur Tengah. ►Apa yang menjadi dalil keberanian dan kepentingan Presiden Saddam Husein melakukan invasinya ke Kuwait. ►Apa-apa saja yang menjadi penyebab terjadinya Perang Teluk Persia I dan Perang Teluk Persia II. 1.3 Tujuan Penulisan

BAB I Perang Teluk

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BAB I Perang Teluk

Citation preview

Page 1: BAB I Perang Teluk

BAB I

PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang Masalah

           Keputusan Presiden Irak yakni Saddam Husein untuk menginvasi Kuwait pada 2

Agustus 1990 merupakan awal kehancuran negara Irak. Amerika Serikat di bawah

kepemimpinan George H. W. Bush berusaha memukul mundur kekuatan Irak dan

menghimpun koalisinya di atas tanah Kuwait dalam rangka menyelamatkan sektor ekonomi

Amerika Serikat yang telah terbentuk di tanah Kuwait.

            Invasi Irak ke Kuwait menjadi pukulan keras bagi Amerika Serikat yang merupakan

ancaman serius bagi kepentingannya di Teluk Persia  guna menjamin terus mengalirnya

minyak dunia dan mencegah hegemoni musuh di region Teluk Persia. Amerika Serikat

memprediksikan jika Irak berhasil menguasai Kuwait maka 9% minyak dunia di kuasai Irak

dengan saingannya Arab Saudi yang berhasil menguasai 11% produksi minyak global.

           

1.2              Rumusan Masalah

►Mengapa Amerika Serikat bersikukuh mempertahankan geostrategi nya di Timur Tengah.

►Apa yang menjadi dalil keberanian dan kepentingan Presiden Saddam Husein melakukan

invasinya ke Kuwait.

►Apa-apa saja yang menjadi penyebab terjadinya Perang Teluk Persia I dan Perang Teluk

Persia II.

             

1.3              Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini guna menambah wawasan bagi kita semua para pembaca maupun

penulis sendiri dalam mengulas balik sejarah khususnya terjadinya invasi Irak ke Kuwait

maupun invasi Amerika Serikat ke Irak dalam rangka mempertahankan aset-aset kepentingan

negaranya di Timur Tengah. Selain itu penulisan makalah ini dalam rangka penyelesaian

tugas di Ujian Tengah Semester dan pemenuhan mata kuliah Diplomasi Amerika Serikat.

Page 2: BAB I Perang Teluk

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Nilai Penting Teluk Persia bagi Amerika

            Berakhirnya Perang Dunia I pada tahun 1914 membawa dunia pada permintaan

pasokan minyak yang cukup tinggi terutama disebabkan pada tiap-tiap negara yang berperang

merubah kapal-kapal mereka dari penggunaan batu bara beralih pada penggunaan minyak.

Setiap negara-negara yang berperang pada saat itu terus meningkatkan angkatan bersenjata

mereka dengan menambah truk, tank, serta pesawat. Hal ini menjadi pemicu semakin

meningkatnya permintaan minyak dunia sehingga bisa dikatakan minyak merupakan harta

karun yang diperebutkan dan diperdagangkan oleh setiap negara hingga saat ini. Layaknya

Teluk Persia di asumsikan sebagai ladang minyak baru bagi dunia yang telah memberikan

suplai netral bagi pemenuhan pasokan minyak dunia. Di tahun 1909 perusahaan Anglo-Persia

(APOC) mulai membangun pipa untuk mentransportasikan minyak dari sumbernya ke

pelabuhan terdekat di Teluk Persia.

            Hingga pada Perang Dunia II permintaan minyak semakin menunjukan

peningkatannya  mencapai 900% dibandingkan 21 tahun yang lalu (Yergin, 1991; Palmer,

1993). Mengetahui hal tersebut Amerika menetapkan Teluk Persia sebagai geostrategic

pertamanya menjadi wilayah pensuplai minyak yang potensial. Bahkan di tahun 1944 tercatat

dalam laporan teknikal pemerintahan Amerika teluk Persia dilabeli sebagai “Pusat Gravitasi”

bagi perkembangan minyak (Yergin, 1991) .

2.2 Kondisi Internal Irak pasca Perang Delapan Tahun Dengan Iran

Pasca terlepas dari dominasi pemerintahan Inggris, negara Irak terlibat perang dengan

negara tetangganya yaitu Iran di tahun 1980-1988 berkaitan dengan konflik perbatasan

wilayah bekas peninggalan Inggris. Di tahun 1990 Irak mengalami inflasi sebesar 40%, impor

penduduk meninkat 12 juta triliun, impor militer lima triliun dollar, hutang dengan negara-

negara non arab sebesar 6-7 juta dollar pertahun (Polack, 2002) . Sementara pendapatan

dalam negeri Irak terbesar berasal bergantung dari minyak mentahnya yang kendati terus

mengalami kemerosotan harga setelah ditemukan sumber minyak baru di Alaska, Laut Utara,

dan negara bekas Uni Soviet¹. Menyebabkan persaingan harga yang begitu ketat antara

sumber minyak terbaru tersebut dengan harga yang telah ditetapkan Irak akibatnya Irak harus

menurunkan harga minyaknya jauh di bawah harga yang ditetapkan sebelumnya.

Page 3: BAB I Perang Teluk

Kondisi internal di negara Irak semakin terpuruk ketika para anggota OPEC seperti

Kuwait dan United Arab Emirates (UAE) memproduksi minyak dengan kuantitas yang

berlebihan dan harga yang relatif rendah dengan tujuan mencapai kebijakan jangka panjang.

Hal tersebut mengakibatkan ketergantungan dunia terhadap minyak mereka seperti halnya

Kuwait yang terus maningkatkan produksi minyak mereka sehingga harga minyak dunia pun

jatuh dari 22 dollar menjadi 16 dollar perbarel.

Kondisi ini menjadi tekanan bagi negara Irak dimana negara yang penghasilan

utamanya 90% berasal dari penjualan minyak tersebut terus menurunkan harga dalam

menyeimbangkan harga pasaran minyak dunia dan selain itu Irak juga harus menutupi

hutang-hutang pasca peperangannya dengan Iran.

Presiden Saddam Husein memprediksikan bahwa jatuhnya satu dollar harga minyak

dunia akan menyebabkan kerugian sebesar satu dollar bagi pendapatan Irak dan hal tersebut

benar-benar terbukti hingga tahun 1990 Baghdad mengalami permasalahan finansial yang

teramat parah (Polack, 2002).

           Kemerosotan ekonomi yang dialami Irak menyebabkan Presiden Saddam Husein

kehabisan cara untuk menyelamatkan negaranya. Hingga ahirnya Irak berani untuk

memutuskan perluasan area penambangan minyaknya sampai ke Kuwait.

           Keberanian Presiden Saddam Husein dalam invasinya ke Kuwait didasarkan atas

beberapa asumsi yang masih berkaitan dengan Amerika Serikat yaitu :

► Pertama, Irak percaya bahwa koalisi multinasional Amerika Serikat kesemuanya secara

politik rentan dan akan kolaps jika tekanan terjadi pada hubungan mereka terutama koalisi

anggota negara Arab. Presiden Saddam Husein dan para penasehatnya percaya bahwa banyak

negara Arab yang bivalent (mendua) atas nasib Kuwait, tidak menyukai dukungan Amerika

Serikat atas Israel serta sensitif atas paksaan ”imperialis” di Timur Tengah (al-Radi, 1998).

► Kedua, Presiden Saddam Husein yakin bahwa Amerika Serikat tidak akan mentoleransi

harga minyak Kuwait yang sewaktu-waktu meningkat dan kemudian Amerika Serikat akan

meliberalisasi Kuwait. Ia percaya Kuwait tidak begitu penting bagi Barat dan hanya

memfokuskan aliran minyak yang terus berjalan serta percaya bahwa pelajaran yang dialami

Amerika Serikat di Vietnam dan Lebanon di mana Amerika akan angkat tangan jika unit

Amerika mengalami korban yang sangat banyak (al-Radi, 1998).

► Ketiga, Presiden Saddam Husein percaya diri dalam perang Irak ke Kuwait, Amerika

Serikat akan mengalami kekalahan yang serius sehingga mampu memaksa mereka ke

meja bargaining. Sayangnya ia gagal memperhitungkan besarnya “jurang” perbedaan

Page 4: BAB I Perang Teluk

kualitas perlengkapan, taktik dan personel antara militer Irak dan Amerika Serikat (al-Radi,

1998).

► Keempat, Presiden Saddam Husein percaya bahwa kekuatan udara akan berperan sedikit

dalam perang dengan koalisi. Dalam sebuah siaran radio Presiden Saddam Husein

meyakinkan rakyatnya bahwa Amerika Serikat bergantung pada pasukan udara. Dalam

sejarah peperangan, pasukan udara tidak pernah menentukan perang. Mereka punya

setidaknya 600 pasukan udara, semuanya buatan Amerika Serikat dan pilotnya mendapatkan

pelatihan di Amerika Serikat. Mereka terbang ke Baghdad seperti awan hitam, tapi tetap tidak

menentukan hasil akhir perang. Amerika Serikat bisa saja menghancurkan kota, pabrik, dan

membunuh, namun tidak menentukan hasil akhir peperangan dengan angkatan udara.” (al-

Radi, 1998).

► Terakhir, pernyataan diplomat Amerika Serikat April Glaspie dalam lawatannya ke Irak

yang mengatakan bahwa “kita tidak ingin berkomentar terkait konflik negara-negara Arab

sebagaimana masalah perbatasan Anda dengan Kuwait” (Woodward, 212).

Semakin menguatkan asumsi Irak bahwa Amerika Serikat tidak akan mengambil tindakan

jika militer Irak menyerang Kuwait. Presiden Saddam Husein begitu percaya diri dengan

asumsi-asumsinya untuk menjalankan invasi ke Irak. Usaha Organisasi internasional telah

diajukan pada Irak. Tercatat pada musim gugur tahun 1990, Amerika Serikat, Liga Arab,

Perancis, dan Rusia tiba di Baghdad mencoba melakukan penyelesaian masalah invasi Irak ke

Kuwait namun tepat sebulan sebelum Operation Desert Shield (Operasi Badai Gurun)

Amerika Serikat ternyata Baghdad segera menolak resolusi yang dilayangkan pihak PBB.

           

2.3 Perang Teluk I

            Kedekatan Irak dan Amerika Serikat sebenarnya tidak sebegitu intens. Pada masa

kerajaan Persia di Irak pun belum terjalin bilateral di kedua negara tersebut, hingga pada

masa pemerintahan Turki Ottoman baru lah tercipta jalinan bilateral di kedua negara tersebut.

Jatuhnya kepemimpinan Turki Ottoman pasca Perang Dunia I, menjadikan Irak sebagai

negara Irak yang modern dan didominasi oleh negara Inggris bukannya Amerika. Pasca

Perang Dunia II, Amerika hanya menaruh minatnya kepada Arab Saudi dan Iran mengingat

kedua negara tersebut merupakan negara yang kaya akan potensi minyak. Irak sendiri

dipandang Amerika sebagai negara radikal lemah dan memiliki kedekatan dengan Rusia

namun tidak begitu mengancam. Barulah di tahun 1980 bilateral antara Irak dan Amerika

Serikat mulai terjalin begitu erat. Akibat kemerosotan ekonomi yang dialami negaranya, Irak

berencana untuk menginvasi Kuwait. Mengetahui rencana Irak untuk menginvasi wilayah

Page 5: BAB I Perang Teluk

Kuwait, hal tersebut menjadi pukulan keras bagi Presiden Amerika Serikat yaitu Geroge H.

W. Bush di mana tindakan Irak menjadi ancaman bagi negara Adikuasa tersebut dalam

meletakan kepentingannya di Teluk Persia dan menjamin agar minyak terus mengalir serta

mencegah munculnya hegemoni musuh di region Teluk. Sebab apabila Kuwait berhasil di

kuasai Irak maka negara Bulan Sabit tersebut akan menguasai 9% dari produksi minyak

global yang mampu disaingkan dengan Arab Saudi dengan penguasaan minyak dunia

mencapai hampir 11%. Dan apabila kekuatan militer Irak berhasil ditempatkan di Kuwait

maka akan mengancam kestabilan Arab Saudi sehingga mengalami “Finlandized” berupa

paksaan untuk mengikuti kebijakan harga minyak luar negeri yang didiktatori Baghdad.

Dengan kata lain Irak memiliki kapabilitas untuk megatur harga minyak global.

            Pada pada 2 Agustus 1990 Irak melancarkan invasinya ke Kuwait yang dikenal

dengan sebutan Perang Teluk Persia I atau Gulf War. Invasi Irak ini dibuka dengan

penyerangan oleh dua brigade Pasukan Khusus Republik Irak yang bergerak cepat untuk

menguasai istana Amir dan Bank Sentral Kuwait yang ia percaya akan menemukan tumpukan

emas di sana yang sayangnya kebanyakan dari warga Kuwait lebih banyak menginvestasikan

uang mereka ke luar negeri dibanding melakukan investasi pada Bank Sentral Kuwait oleh

karena itu Saddam hanya mendapatkan 2 trilliun dolar billion emas Kuwait (Cigar, 1992 dan

Friedman, 1991). Pada hari yang sama Irak membombardir ibukota Kuwait City dari udara.

Meskipun Angkatan Bersenjata Kuwait, baik kekuatan darat maupun udara berusaha

mempertahankan negara, namun mereka dengan cepat kewalahan. Selanjutnya Kuwait

berhasil memperlambat gerak Irak dan segera menyelamatkan keluarga kerajaan untuk

meloloskan diri ke Arab Saudi beserta sebagian besar tentara yang masih tersisa. Invasi

membabibuta yang dilakukan Irak membuat Kuwait meminta bantuan kepada Amerika

Serikat tepat tanggal 7 Agustus 1990. 

            Presiden Saddam Husein begitu percaya diri dengan invasi yang dilakukannya di atas

tanah Kuwait hingga pada musim gugur tanggal 6 Agustus 1990  Dewan Keamanan

PBB menjatuhkan embargo ekonomi Pada Irak Dan dilanjutkan dengan misi diplomatik

antara  James Addison Baker III diplomat Amerika Serikat dengan menteri luar negeri

Irak Tareq Aziz tanggal 9 Januari 1991 namun tidak membuahkan hasil, Irak menolak

permintaan PBB agar menarik pasukannya dari Kuwait 15 Januari 1991.

            Dengan segera Presiden Amerika Serikat George H. W. Bush mengambil tindakan

tegas terhadap Irak setelah memperoleh izin untuk menyatakan perang oleh Kongres Amerika

Page 6: BAB I Perang Teluk

Serikat tanggal 12 Januari 1991. Amerika Serikat mengirimkan bantuan pasukannya ke Arab

Saudi yang disusul negara-negara lain baik negara-negara Arab dan AfrikaUtara

kecuali Syria, Libya, Yordania dan Palestina. Kemudian datang pula bantuan

militer Eropa khususnya Eropa Barat (Inggris, Perancis dan Jerman Barat ditambah negara-

negara Eropa Utara dan Eropa Timur), serta 2 negara Asia yaitu Bangladesh dan Korea

Selatan. Sementara dari Afrika, Niger turut bergabung dalam koalisi. Pasukan Amerika

Serikat dan Eropa di bawah komando gabungan yang dipimpin Jenderal Norman

Schwarzkopf serta Jenderal Collin Powell. Pasukan negara-negara Arab dipimpin oleh Letjen

Khalid bin Sultan. Operation Desert Shield (Operasi Badai Gurun) dimulai tanggal 17

Januari 1991 pukul 03:00 waktu Baghdad yang diawali serangan serangan udara masif

atas Baghdad dan beberapa wilayah Irak lainnya.

            Target utama koalisi adalah untuk menghancurkan kekuatan Angkatan Udara Irak dan

pertahanan udara yang diluncurkan dari Arab Saudi dan kekuatan kapal induk koalisi di Laut

Merah dan Teluk Persia. Target berikutnya adalah pusat komando dan komunikasi. Presiden

Saddam Hussein yang merupakan titik sentral komando Irak dan inisiatif di level bawah tidak

diperbolehkan. Koalisi berharap jika pusat komando rusak maka semangat dan koordinasi

tempur Irak akan langsung kacau dan lenyap. Target ketiga dan yang paling utama adalah

instalasi rudal jelajah terutama rudal Scud. Operasi pencarian rudal ini juga didukung oleh

pasukan komando Amerika dan Inggris yang mengadakan operasi rahasia di daratan untuk

mencari dan bila perlu menghancurkan instalasi rudal tersebut serta operasi di daratan yang

mengakibatkan perang darat yang dimulai tanggal 30 Januari 1991.

           

  Irak melakukan serangan balasan dengan memprovokasi Israel dengan menghujani

Israel terutama Tel Aviv, Haifa, dan Arab Saudi di Dhahran dengan serangan rudal Scud

B buatan Uni Soviet rakitan Irak yang bernama Al Hussein. Untuk menangkal ancaman Scud,

koalisi memasang rudal penangkis, Patriot serta memaksimalkan sortir udara untuk memburu

rudal-rudal tersebut sebelum diluncurkan. Irak juga melakukan perang lingkungan dengan

membakar sumur sumur minyak di Kuwait dan menumpahkan minyak ke Teluk Persia.

Sempat terjadi tawar-menawar perdamaian antara Uni Soviet dengan Irak yang dilakukan

atas diplomasi Yevgeny Primakov dan Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev namun

ditolak oleh Presiden Amerika Serikat George H. W. Bush pada tanggal 19 Februari 1991.

Sementara Uni Soviet akhirnya tidak melakukan tindakan apa pun di Dewan Keamanan PBB,

meskipun Uni Sovyet pada saat itu dikenal sebagai sekutu Irak terutama dalam hal suplai

persenjataan. Selanjutnya Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak mengambil serangan

Page 7: BAB I Perang Teluk

balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara Negara Arab yang

dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan. Pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan

Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dari ivasi Irak dan Presiden Amerika Serikat George

H. W. Bush menyatakan perang telah usai.

2.4 Perang Teluk II (Perang Irak)

              Genderang perang bertalu-talu semakin seru pasca melancarkan aksi Perang Teluk

Persia I, selanjutnya di bawah kepemimpinan presiden Amerika Serikat George W. Bush

anak dari George H. W. Bush menyiapkan perang di Teluk untuk kembali menyerang Irak.

 Dengan dalil bahwa Irak adalah negara paling berbahaya dengan 5 gelar yaitu negara

diktator, negara teroris, kepemilikan senjata nuklir, kimia dan senjata kuman.

              Alasan tersebut dijadikan Amerika Serikat dan Inggris untuk menggulingkan tampuk

kepemimpinan Presiden Irak yakni Saddam Husein.  Januari 2003 sebenarnya para pemimpin

Arab telah mendesak Saddam Husein untuk segera meninggalkan negerinya demi

keselamatan Irak namun usulan tersebut tidak digubris oleh pemimpin Irak tersebut dan tetap

bersikukuh untuk tinggal di tanah kepemimpinanya tersebut.

              Apabila kita tinjau dari kacamata perpolitikan adapun tujuan terselubung niat

Amerika Serikat melakukan rencana serangan Teluk Persia II yakni apabila Amerika Serikat

berhasil menaklukan Irak maka akan ada kemudahan negara adikuasa tersebut dalam

meletakan kepentingannya di Timur Tengah yakni khususnya memberi pengaruhnya kepada

Iran dengan demikian setidaknya negara adikuasa tersebut sudah mampu melenyapkan dua

negara poros setan yang terdiri dari empat negara yang dituduhkan George W. Bush yaitu

Irak, Iran, Libya dan Korea Utara. Amerika juga akan mampu memberi tekanan militer

terhadap negara-negara Teluk dengan memaksa pemerintah negara-negara Teluk membasmi

kelompok ekstrim yang antiAmerika. Selanjutnya negara adikuasa tersebut dapat

melaksanakan strategis pengendalian harga minyak mentah dunia serta memantapkan posisi

Amerika sebagai Penguasa Dunia .

              Posisi Irak sangat lemah karena sudah terisolasi lebih dari 10 tahun pasca Perang

Teluk Persia I. Maka tanpa bantuan dari sekutupun, Amerika mampu menaklukkan Irak

dengan kekuatan militer sendiri.  Amerika telah memperhitungkan bahwa dalam aksi perang

kali ini tidak ada negara yang berani membantu Irak.

Selanjutnya tim ekspedisi PBB tidak mampu menemukan senjata pemusnah massal yang

diungkapkan Presiden Amerika Serikat George W. Bush. Sedangkan negara Rusia, China dan

Page 8: BAB I Perang Teluk

Perancis mendesak agar tim ekspedisi dari PBB memberikan waktu untuk membuktikan

tuduhan kepemilikan senjata pemusnah massal Irak.

                  Bahkan negara Jerman turut angkat bicara bahwa serangan militer terhadap Irak yang

memang telah lemah karena embargo PBB bukanlah hal yang bijaksana. Meskipun demikian

pihak Amerika tidak menggubris peringatan dari berbagai negara terbukti pada Maret 2003

Amerika mengirimkan sekitar 250.000 tentara ke wilayah Teluk dibantu kerajaan Inggris

yang mengirimkan 45.000 tentara ke Irak.

              Presiden negara Irak Saddam Husein memperoleh dukungan dari berbagai kalangan

internasional yang memandang bahwa Irak menjadi korban rezim penguasa global yang

kejam. 15 Februari 2003 terjadi demonstrasi di seluruh penjuru dunia menentang tindakan

Amerika Serikat yang akan melakukan penyerangan ke Irak, para demonstran berasumsi

bahwa Amerika Serikat merupakan negara penegak nilai-nilai demokrasi namun pada

kenyataan Amerika Serikat bersikap kejam dan tidak berprikemanusiaan.

              Tanggal 22 Februari 2003 Hans Blix selaku kepala inspeksi senjata PBB

memerintahkan Irak untuk menghancurkan rudal Al-Samoud 2 karena dianggap telah

melebihi jarak tembak yang hanya boleh mencapai 300 km. Menanggapi perintah inspeksi

senjata PBB Irak segera melakukan perintah sesuai yang diamanatkan tanpa melakukan

perlawanan. Tanggal 24 Februari 2003 Amerika bersikukuh mengajukan draft resolusi

kepada PBB untuk mengultimatum negara Irak. Di luar restu PBB, Amerika dan inggris

melancarkan kampanye untuk menggulingkan kepemimpinan Presiden Saddam Husein dari

kancah pemerintahannya di Irak. Hingga pada tanggal 17 Maret 2003 Presiden Amerika

Serikat George W. Bush memberi ultimatum kepada Presiden Saddam Husein untuk segera

meninggalkan negeri yang dipimpinya dalam tempo 48 jam. Peringatan  tersebut tidak

diindahkan oleh Presiden Irak tersebut sampai 19 Maret 2003, Amerika Serikat beserta

koalisinya melakukan invasinya ke Irak (dikenal dengan istilah “Operasi Pembebasan

Irak” ) .

              Tujuan utama pelaksanaan Operasi Pembebasan Irak oleh Amerika yaitu melucuti

senjata pemusnah massal Irak, mengakhiri dukungan Presiden Saddam Hussein terhadap aksi

terorisme, serta memerdekakan rakyat Irak. Tanggal 18 Februari 2003 Amerika kembali

mengirimkan 100.000 tentaranya kali ini ke Kuwait serta memaksimalkan dukungan lebih

dari 20 negara dan bantuan suku Kurdi di utara Irak untuk memperkuat pertahanan.

Kepemimpinan Presiden Saddam Husein berakhir pada tanggal 9 April 2003 ditandai dengan

Page 9: BAB I Perang Teluk

robohnya patung Saddam Husein berada tepat di lapangan Firdaus yang dihancurkan oleh

tank Amerika.

              Setelah berhasil menguasai istana kepresidenan dan sebagian pangkalan militer Irak

maka dengan segera tentara Amerika berhasil menguasai Irak secara keseluruhan. Sementara

pasukan Irak yang tergabung dalam Garda Revolusi yang dipimpin oleh anak-anak dari

Saddam Husein tidak mampu membendung kekuatan gabungan militer Amerika.

Terkepungnya wilayah Rafhafah dan Azhamiyah menjadi tempat terakhir bagi kekuatan

militer Irak.

              Perang Irak menimbulkan kekacauan dan penjarahan besar-besaran di Baghdad.

Setelah berhasil menjatuhkan Baghdad, misi Amerika selanjutnya ialah menangkap Saddam

Husein beserta pejabat-pejabat negara Irak yang melakukan perlawanan terhadap invasi

Amerika Serikat. Tanggal 13 Januari Desember 2003, Saddam Husein berhasil ditangkap di

sebuah bunker kota Tikrit atas informasi gerilyawan Kurdi.

              Tertangkapnya Saddam Husein memberikan kebanggaan tersendiri bagi pihak

Amrika Serikat yang merasa telah mampu menumbangkan kepemimpinan yang diktator.

Tanggal 1 Maret 2003 perang Teluk Persia II/ Perang Irak dinyatakan telah resmi berakhir

dan di atas geladak kapal induk USS, Abraham Lincoln membentangkan spantuk raksasa

yang bertuliskan “Mision Accomlished (Misi Selesai) “. Meski perang telah usai keadaan

Irak tidak sepenuhnya damai , 30 September 2006 Saddam Husein dihukum gantung dan

dinyatakan bersalah atas kejahatannya terhadap kemanusiaan oleh pengadilan Irak. Tanggal

31 Agustus 2010 Presiden Amerika Serikat pengganti George W. Bush pasca usai masa

jabatan yaitu Presiden Barack Hussein Obama menyatakan bahwa perang telah berakhir serta

memerintahkan penarikan pasukan Amerika dari irak² .

Page 10: BAB I Perang Teluk

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

           Breuning (2007) menyatakan bahwa kebijakan luar negeri pada dasarnya bersifat

memiliki tujuan atau tindakan yang didasari oleh tujuan-tujuan tertentu. Itu artinya, seburuk

apapun outcome yang dihasilkan oleh sebuah kebijakan sudah dipastikan memiliki alasan-

alasan di balik proses pembuatan keputusan. Dalam kasus kebijakan luar negeri yang

diputuskan Presiden Irak yanki Saddam Husein dalam menginvasi Irak terdapat beberapa

alasan di balik itu semua kendati dalam proses mencapai tujuannya justru

memberikan outcome yang sangat buruk bagi kestabilan negara Irak.

                       

            Begitu pula kebijakan luar negeri yang dihasilkan Presiden George H. W. Bush dan

anaknya Presiden George W. Bush untuk melakukan invasi sebanyak dua kali di tanah Irak

tentu saja memiliki tujuan-tujuan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negaranya,

meskipun secara umum dipaparkan bahwa dalam Perang Teluk Persia I invasi menggunakan

alasan atas tindakan invasi Irak atas Kuwait dan dalam  Perang Teluk Persia II beralasan 5

tuduhan yang dilayangkan kepada negara Irak yakni dikatator, pendukung terorisme,

kepemilikan senjata nuklir, kimia dan kuman. Yang artiannya tujuan invasi Amerika Serikat

secara umum digambarkan demi menjaga kestabilan dunia.

Tetapi kita tidak mengetahui gambaran tersirat bahwa di balik kebijakan luar negeri

terkait dua invasi tersebut memiliki kepentingan tersendiri bagi Amerika Serikat. Seperti

yang telah dipaparkan dalam uraian Perang Teluk Persia II akan memberikan keuntungan

tersendiri bagi Amerika Serikat apabila ia berhasil menaklukan Irak yaitu kemudahan negara

adikuasa tersebut dalam meletakan kepentingannya di Timur Tengah yakni khususnya

memberikan pengaruhnya di Iran dengan demikian setidaknya negara adikuasa tersebut sudah

mampu melenyapkan dua negara poros setan yang terdiri dari empat negara yang dituduhkan

George W. Bush yaitu Irak, Iran, Libya dan Korea Utara. Amerika juga akan mampu

memberi tekanan militer terhadap negara-negara Teluk dengan memaksa pemerintah negara-

negara Teluk membasmi kelompok ekstrim yang antiAmerika. Selanjutnya negara adikuasa

tersebut dapat melaksanakan strategis pengendalian harga minyak mentah dunia serta

memantapkan posisi Amerika sebagai Penguasa Dunia .

           

Page 11: BAB I Perang Teluk

DAFTAR PUSTAKA

Al-Radi, Nuha. 1998. Baghdad Diaries. London: Saqi Books, hal. 51.

Astrid (2011) . Sejarah Perang-Perang Besar Di Dunia. Yogyakarta : Familia Pustaka

Keluarga.

Cigar, Norman. 1992. “Iraq’s Strategic Mindset and the Gulf War,” Journal of

StrategicStudies, hal. 9-11

Friedman, Norman. 1991. Desert Victory. Annapolis, Md.: Naval Institute Press, hal. 66, 108-

111

Pollack, Kenneth. 2002. The Threatening Storm: The Case for Invading Iraq. New York:

Random Haouse, hal. 18, 13-38