32
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah “ Djikalau seorang bapak beranak perempoean, dan anaknja itoe telah beroemoer 15 atau 18 tahoen, pendeknja soedah patoet akan bersoeami dan iboe bapak poen soedah hendak berminantoe poela, maka patoetlah lebih dahoeloe disediakan oleh iboe bapak tadi segala alat perkakas dan pekajan jang patoet dibawa kawin serta perkakas roemahnja. Baharoelah ditjahari doea atau tiga boelan lamanja mendjalang akan beralat itoe siapa jang akan djadi menantoe iboe bapak. 1 Inilah sepenggal artikel yang ditulis oleh seorang perempuan bernama Djoeriah dari Payakumbuh dalam sebuah surat kabar Soenting Melajoe, surat kabar perempuan pertama di Sumatera yang diterbitkan di Sumatera Barat. Dalam artikel itu Djoeriah mengecam banyaknya orang tua yang mau saja bermantu pria berusia 50-60 tahun, sementara anak gadisnya baru berusia belasan tahun. Hal ini seringkali terjadi sebelum abad ke-20, menantu orang berpangkat adalah suatu kehormatan bagi sebuah keluarga, seperti seorang penghulu, tuanku laras, dan pegawai pemerintahan. Menikahkan anak gadis dengan laki-laki tua yang kadang seusia bapaknya dan dijadikan istri muda bukanlah sebuah halangan. Djoeriah, satu dari beberapa perempuan Minang yang mulai berani bersuara dalam surat kabar; mengkritik adat 1 Djoeriah, “Perkawinan”, Soenting Melajoe, Djoema’at 30 Januari 1914.

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

“ Djikalau seorang bapak beranak perempoean, dan anaknja itoe telah beroemoer 15 atau 18 tahoen, pendeknja soedah patoet akan bersoeami dan iboe bapak poen soedah hendak berminantoe poela, maka patoetlah lebih dahoeloe disediakan oleh iboe bapak tadi segala alat perkakas dan pekajan jang patoet dibawa kawin serta perkakas roemahnja. Baharoelah

ditjahari doea atau tiga boelan lamanja mendjalang akan beralat itoe siapa jang akan djadi menantoe iboe bapak”.1

Inilah sepenggal artikel yang ditulis oleh seorang perempuan

bernama Djoeriah dari Payakumbuh dalam sebuah surat kabar

Soenting Melajoe, surat kabar perempuan pertama di Sumatera

yang diterbitkan di Sumatera Barat. Dalam artikel itu Djoeriah

mengecam banyaknya orang tua yang mau saja bermantu pria

berusia 50-60 tahun, sementara anak gadisnya baru berusia

belasan tahun. Hal ini seringkali terjadi sebelum abad ke-20,

menantu orang berpangkat adalah suatu kehormatan bagi sebuah

keluarga, seperti seorang penghulu, tuanku laras, dan pegawai

pemerintahan. Menikahkan anak gadis dengan laki-laki tua yang

kadang seusia bapaknya dan dijadikan istri muda bukanlah

sebuah halangan. Djoeriah, satu dari beberapa perempuan Minang

yang mulai berani bersuara dalam surat kabar; mengkritik adat

1 Djoeriah, “Perkawinan”, Soenting Melajoe, Djoema’at 30

Januari 1914.

Page 2: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

2

istiadat perkawinan yang selama ini mengekang perempuan

Minangkabau.

Berbicara tentang perempuan sebagai objek maupun

wacana sejarah, merupakan unsur yang hilang dalam historigrafi

Indonesia pascakolonial. Narasi maupun penjelasan terhadap

masa lalu Indonesia hanya berlangsung di sekitar laki-laki.

Jikapun ada yang menghadirkan perempuan dalam proses

sejarah, maka keberadaan mereka hanya dikaitkan pada beberapa

aspek tertentu yang cenderung berkonotasi negatif, seperti

pelacuran, kekerasan, dan lain sebagainya.2 Padahal narasi

mengenai perempuan tidak sebatas itu saja, mereka juga memiliki

porsi yang cukup besar dalam realitas sejarah.

Pembahasan adat Minangkabau merupakan kajian yang

begitu kompleks. Di satu sisi, sistem matrilineal selalu

dibanggakan sebagai sistem kekerabatan yang menempatkan

perempuan pada posisi yang penting dalam keluarga, yaitu

sebagai penerus garis keturunan sekaligus penjamin eksistensi

dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak

perempuan sangat diharapkan sebagai penerus keturunan

keluarga Minangkabau. Namun, dalam prakteknya posisi

perempuan di Minangkabau tetap berada di bawah kendali laki-

2 Bambang Purwanto, Gagalnya Historiografi

Indonesiasentris (Yogyakarta: Ombak, 2006), hlm. 28-31.

Page 3: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

3

laki, yaitu mamak (saudara laki-laki ibu) baik dalam lingkungan

keluarga maupun sosial. Beberapa wewenang yang secara

normatif seharusnya dimiliki perempuan seringkali tidak berlaku

efektif. Banyak kasus ditemukan, bagaimana mamak mengambil

keputusan sendiri guna menjual atau mengalihkan hak harta

warisan yang menjadi hak perempuan sebagai pemilik sah.

Dominasi patriarki terhadap perempuan yang terjadi di

Minangkabau dibungkus dengan nilai-nilai adat yang

mendudukkan posisi perempuan di tempat yang terhormat.3

Persoalan ini terlihat dalam perkawinan, sebagai suatu

siklus yang penting dalam menentukan kelanjutan suatu klan

atau kelompok dalam masyarakat Minangkabau. Perkawinan tidak

hanya masalah sepasang insan yang membentuk keluarga atau

membentuk rumah tangga saja, melainkan persoalan dan urusan

kaum kerabat, mulai dari mencari pasangan, membuat

persetujuan, pertunangan, perkawinan, bahkan sampai kepada

segala urusan akibat perkawinan itu.4

3 Zurneli Zubir, Dari Pingitan Hingga Karier: Perjalanan

Tokoh Perempuan Minangkabau Menentang Tradisi (Yogyakarta:

Eja Publisher, 2011), hlm. 5. 4 A.A. Navis, Alam Takambang Jadi Guru: Adat dan

Kebudayaan Minangkabau (Jakarta: PT Grafiti Pers, 1986), hlm.

193.

Page 4: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

4

Perempuan dewasa yang belum mendapatkan jodoh akan

menimbulkan aib oleh seluruh kaum5, karena dianggap menderita

cacat turunan, cacat lahir batin, atau karena orang enggan

berkerabat dengan kaum tersebut. Harga diri suatu kaum sangat

dipertaruhkan dalam hal ini. Oleh karena itu untuk memperoleh

jodoh bagi perempuan dalam suatu kaum, setiap keluarga akan

berusaha dengan segala cara mendapatkannya. Walaupun dengan

memberi harta benda agar mendapatkan jodoh, mereka akan

menyediakannya.

Begitu krusialnya masalah perkawinan di Minangkabau,

tanah sebagai harta pusaka milik bersama yang tidak boleh dijual,

boleh digadaikan pada orang lain karena memenuhi salah satu

dari hutang adat yang empat, yaitu: rumah adat (rumah gadang)

ketirisan atau bocor, sehingga diperlukan biaya untuk

memperbaikinya; gadis dewasa yang belum bersuami, jika perlu

uang untuk meminang seseorang guna mau beristrikan gadis atau

bujang dewasa kaum itu; mayat terbujur di tengah rumah, karena

kekurangan biaya untuk penguburan dan membangkit batang

tarandam; dan terakhir menggelarkan kembali gelar pusaka yang

5 Suatu pengelompokan anggota masyarakat suatu nagari

berdasarkan garis keturunan ibu yang disatukan oleh satu suku

yang sama.

Page 5: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

5

selama ini tidak lagi dipergunakan karena kematian si pemakai

yang terakhir (penghulu).6

Demi menjaga kedudukan dan kehormatan suatu kaum

dalam masyarakat, perkawinan di Minangkabau seringkali

mengorbankan perempuan. Dalam memilih pasangan bagi

perempuan, faktor usia atau status laki-laki yang sudah menikah

tidak dihiraukan lagi, asalkan sepadan dan punya status sosial

(kedudukan). Perempuan tidak punya hak dalam memilih jodoh,

dia tidak dapat menuruti keinginan hatinya, tetapi dia harus

tunduk pada kemauan keluarga. Kalau kedua belah pihak sudah

sepakat, maka perkawinan akan dilangsungkan walaupun bujang

dan gadisnya belum berkenalan.7 Jadi umum bagi masyarakat

Minangkabau perkawinan tidak dengan percintaan. Sekalipun ada

laki-laki yang menyimpan perasaan (cinta) kepada seorang gadis,

dia akan kawin juga dengan laki-laki lain yang bukan dicintai dan

dikenalnya karena keinginan orang tua dan mamak. Inilah yang

menjadi salah satu penyebab seringnya terjadi perceraian dan

poligami di Minangkabau.

6 Ahmad Dt. Batuah, Tambo Minangkabau dan Adatnya

(Jakarta: Balai Pustaka, 1956), hlm. 91-92. Lihat juga Zaiyardam Zubir, Pertempuran Nan Tak Kunjung Usai, Eksploitasi Buruh Tambang Batubara Ombilin Oleh Kolonial Belanda 1891-1927

(Padang: Andalas University Press, 2006), hlm. 42.

7 “Perkawinan di Soematera Barat”, Panji Pustaka, 17 April

1930, No.31-32, hlm. 498.

Page 6: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

6

Polemik dalam adat perkawinan mendapat perhatian seiring

dengan pendidikan yang mulai berkembang pada masyarakat

Minangkabau. Berawal dengan suksesnya sekolah sekuler

pertama tahun 1840-an yang dikenal dengan sekolah nagari

(nagari schools) yang didirikan di Padang Darat (kawasan dataran

tinggi pedalaman). Kemajuan mulai masuk ke nagari-nagari

Minangkabau. Walaupun tujuan awal sekolah ini hanya untuk

menciptakan warga yang baik (good citizens) untuk mengisi

pekerjaan-pekerjaan tertentu dalam pemerintahan dan dalam

kehidupan sehari-hari. Tetapi ide sekolah nagari menjadi sebuah

kesempatan besar bagi kemajuan anak-anak Minangkabau

selanjutnya dengan perkembangan sekolah-sekolah yang mulai

banyak di dirikan.8

Ini terbukti pada tahun 1913, terdapat 111 volkscholen

(sekolah rakyat) atau sekolah dasar yang ditata ulang. Menjelang

tahun 1915 jumlahnya meningkat menjadi 358 dan kemudian

menjadi 548 pada tahun 1925.9 Reformasi pendidikan Islam dan

ekspansi sekolah-sekolah agama modern pun juga terjadi sekitar

8 Elizabeth E.Graves, Asal Usul Elite Minangkabau Modern:

Respon Terhadap Kolonial Belanda Abad XIX/XX (Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 2007), hlm.149-153. 9 Taufik Abdullah, School and Politics: The Kaum Muda

Movement in West Sumatera (1927-1933) (Ithaca, New York: Cornell Modern Indonesia Project, 1971), hlm. 12.

Page 7: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

7

tahun 1910 setelah para reformis dalam gerakan Kaum Muda

kembali dari Mekah. Mereka memperkenalkan sistem pembagian

kelas dalam sekolah-sekolah agama. Mata pelajaran sekuler

dimasukkan dalam kurikulum, buku pelajaran baru disiapkan

dan untuk pertama kalinya anak-anak perempuan diterima masuk

dalam sekolah ini.10

Kemunculan sekolah-sekolah khusus perempuan pada awal

abad ke-20, menjadi jembatan pacu bagi perempuan Minangkabau

untuk melakukan pembaharuan terhadap sistem yang selama ini

membatasi mereka.11 Sekolah telah membuka wawasan mereka

mengenai banyak hal, anak-anak mengenal tentang aturan adat di

rumah, belajar tentang Islam di surau, dan menerima pendidikan

barat di sekolah-sekolah “pribumi” yang didirikan Belanda.12

Walaupun perempuan yang mendapatkan pendidikan ini masih

terbatas kepada anak-anak dari keluarga bangsawan dan

pedagang kaya, tetapi mereka inilah yang menjadi pelopor untuk

menggerakkan perempuan Minangkabau lainnya.

10 Ibid, hlm. 54-59.

11 Zurneli Zubir, op.cit., hlm. 14.

12 Jeffrey Hadler, Sengketa Tiada Putus: Matriarkat,

Reformisme Islam dan Kolonialisme di Minangkabau (Jakarta: Freedom Institute, 2010), hlm. 145.

Page 8: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

8

Seiring dengan perkembangan pendidikan di Sumatera

Barat. Anak-anak Minangkabau mulai banyak yang berpindah ke

ruang kota untuk masuk ke sekolah-sekolah terbaik yang

umumnya berada di kota. Tidak hanya kota-kota di Sumatera

Barat saja, perpindahan pelajar ini juga terjadi sampai ke kota

besar seperti Medan, Jakarta hingga Belanda. Pusat terpenting

elite pendidikan sekuler ini kebanyakan berada di nagari-nagari

kecil di kawasan perbukitan seputar Bukittinggi dan lebih kuat

terkonsentrasi di Koto Gadang. Dimana nagari ini awal tahun

1900 sudah dikenal luas sebagai kampung halaman kaum

birokrat kolonial pribumi-anak nagarinya bekerja sebagai jaksa,

kepala gudang, pejabat pajak dan lain-lain yang tersebar seluruh

Sumatera, Kalimantan dan beberapa di antaranya di Jakarta.

Sebuah laporan tahun 1915 memperkirakan 165 orang penduduk

Koto Gadang bekerja sebagai pejabat pemerintah, 79 diantaranya

bekerja di luar Minangkabau. Penting untuk dicatat bahwa

sebanyak 72 dari 165 orang tersebut fasih berbahasa Belanda, hal

ini menjadi petunjuk terhadap pendidikan lanjutan mereka yang

baik.13

Modernitas yang terjadi dalam masyarakat Minangkabau

telah membawa pengaruh terhadap kehidupan perempuan

Minangkabau. Perempuan Minangkabau yang sebelumnya

13 Elizabeth E.Graves, op.cit., hlm. 252-253.

Page 9: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

9

bergerak dalam bidang domestik, berada di seputaran rumah

gadang akhirnya beralih ke dunia publik dengan pindah ke

rantau. Mereka memasuki dunia jurnalistik yang selalu dianggap

dunia “milik laki-laki”. Apalagi dengan lahirnya surat kabar

Soenting Melajoe pada tahun 1912, surat kabar perempuan

pertama di Sumatera. Lewat surat kabar ini perempuan

Minangkabau berkeluh kesah mengeluarkan suara hati mereka.

Mengkritisi aturan-aturan adat yang telah mengekang mereka

untuk bergerak maju. Perkawinan menjadi salah satu persoalan

yang disorot oleh perempuan terpelajar Minangkabau, adat

perkawinan yang selama ini dijalankan telah membuat perempuan

Minangkabau tertindas. Mereka tidak punya suara dalam

memutuskan kapan mereka akan menikah dan dengan siapa akan

menikah, karena semua keputusan berada di tangan orang tua

dan mamak. Hal ini menyebabkan perkawinan di bawah umur dan

poligami tidak terelakkan lagi, sehingga pada akhirnya sering

berakhir dengan perceraian. Adat perkawinan yang dijalankan di

Minangkabau secara turun temurun mulai ditentang karena

dirasakan telah mengikat perempuan.

Selain itu, masalah perkawinan di Minangkabau juga

mendapat perhatian dari pemerintah. Perkawinan tidak lagi hanya

masalah adat yang diurus oleh ninik mamak dan penghulu, tetapi

telah menjadi urusan pemerintah Hindia Belanda dan tertuang

Page 10: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

10

dalam Staatsblad 1910 No. 659.14 Telah diadakan undang-undang

peraturan tentang nikah, talak, dan rujuk di Minangkabau. Kalau

orang hendak kawin, maka dia harus dinikahkan di muka tukang

kawin atau walinya dengan surat keterangan dari kepala-kepala

Negeri, bahwa perkawinan yang akan dilangsungkan itu tidak

melanggar adat Negeri.

Peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda

menjadi periode baru kehidupan perempuan Minangkabau dalam

masalah perkawinan. Bahwa, untuk melaksanakan perkawinan

tidak segampang masa sebelum adanya undang-undang. Kawin-

cerai yang begitu mudah dilakukan oleh para laki-laki tanpa

menimbang akibat yang ditimbulkan dari perkawinan maupun

perceraian yang mereka lakukan.

B. Rumusan Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

Permasalahan pokok yang dibahas dalam tesis ini adalah

pengaruh modernitas terhadap sikap perempuan elite

Minangkabau di dalam hal perkawinan pada awal abad ke-20

14 Pegawai nikah atau kadli yaitu seseorang yang mengerti

perkara kawin, tugasnya mengurus orang kawin (nikah) dan wajib

menjaga apa yang patut menurut agama dan juga mengetahui thalak dan rujuk yang ditunjuk oleh toean Besar. “Peratoeran

Perkara Nikah, Thalak, dan Roedjoe’ di Pertja Barat”, Berita Adat, No.1, Januari 1935 Tahun II, hlm. 12-14. Lihat juga ”Oendang-oendang Perkawinan Thalak dan Roedjoek jang terpakai di tanah

Seberang, oentoek Orang Islam”, Oetoesan Minangkabau, Januari 1939 No.1, hlm. 14-15.

Page 11: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

11

sampai 1930-an. Pembahasan akan difokuskan pada pengaruh

modernitas terhadap adat istiadat, kemajuan perempuan

Minangkabau, perubahan adat perkawinan, termasuk di

dalamnya transformasi keluarga Minangkabau.

Dari permasalahan utama di atas, maka muncul pertanyaan

penting yang dikemukan. Pertama, tentang alam Minangkabau

dan masyarakatnya. Bagaimana kehidupan masyarakat

tradisional Minangkabau? Sejauhmana masyarakat Minangkabau

bertahan dengan sistem matrilineal yang tetap dipegangnya?

Bagaimana adat dan hukum kolonial mempengaruhi masyarakat

Minangkabau?

Kedua, mengenai modernitas dan kehidupan perempuan

Minangkabau pada awal abad ke-20. Memunculkan pertanyaan;

dalam hal apakah dan sejauhmana modernitas pada perempuan

Minangkabau pada awal abad ke-20? Bagaimana modernitas

mempengaruhi kehidupan perempuan Minangkabau?

Ketiga, tentang perubahan adat perkawinan dalam keluarga

Minangkabau. Bagaimana adat perkawinan yang dilaksanakan

oleh masyarakat Minangkabau? sejauhmana dan dalam hal

apakah modernitas dan perempuan mempengaruhi perubahan

dalam adat perkawinan Minangkabau? Lalu bagaimana kehidupan

keluarga Minangkabau di tengah perubahan adat perkawinan

yang terjadi pada awal abad ke-20 ini? Berbagai pertanyaan

Page 12: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

12

penelitian ini digunakan untuk membahas perubahan kehidupan

perempuan Minangkabau di dalam perkawinan pada awal abad

ke-20.

Subjek studi ini adalah perempuan elite Minangkabau, yaitu

perempuan dari golongan menengah ke atas. Anak-anak dari

keluarga bangsawan atau keluarga pedagang kaya. Sebab,

pendidikan (sekolah) masih terbatas dan hanya bisa dijangkau

oleh keluarga yang mampu secara ekonomi. Secara spasial

penelitian yang dimaksud adalah “Dunia Minangkabau” yaitu

perempuan elite Minangkabau yang tidak hanya tinggal di

Sumatera Barat tetapi juga hidup di rantau seperti Medan,

Bandung, Jakarta, dan kota besar lainnya. Cakupan waktu dalam

penelitian ini adalah awal abad ke-20 sampai tahun 1930-an.

Dimulai awal abad ke-20 sebagai suatu titik atau awal terjadinya

perubahan terhadap masyarakat Minangkabau khususnya

perempuan. Hal ini menjadi momentum penting, bagaimana

pendidikan (sekolah) telah mendorong perempuan bergerak maju.

Tahun 1930-an diambil sebagai batasan akhir dengan

pertimbangan kisaran tahun ini modernitas telah menampakkan

pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan perkawinan pada

perempuan Minangkabau. Perempuan yang telah mendapatkan

pendidikan inilah yang menjadi pelopor bagi perempuan lainnya

dalam menyuarakan kemajuan. Adat perkawinan yang dijalankan

Page 13: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

13

selama ini mengalami pergeseran seiring dengan kemajuan

perempuan Minangkabau.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Ada tiga tujuan penting dalam penelitian ini. Pertama,

menjelaskan sikap perempuan Minangkabau dalam hal adat

perkawinan seiring dengan modernitas yang masuk dalam

masyarakat Minangkabau. Kedua, menjelaskan perubahan adat

perkawinan Minangkabau pada awal abad ke-20. Ketiga, untuk

mendokumentasikan potongan-potongan kisah kehidupan

perempuan Minangkabau dalam perkawinan pada awal abad ke-

20 sebagai bagian dalam narasi sejarah yang seringkali terabaikan

dalam historiografi Indonesia.

Berdasarkan tujuan tersebut, tesis ini diharapkan dapat

memberikan manfaat yaitu: pertama, dapat menambah khasanah

historiografi lokal, khususnya yang berkaitan dengan penulisan

sejarah perempuan Minangkabau. Narasi tentang perempuan

Minangkabau tidak hanya mengenai kekerasan, penindasan, dan

keterbelakangan saja, tetapi ada hal lain mengenai kemajuan dan

perubahan yang dilakukan oleh perempuan. Kedua, hasil

penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan bagi kajian

selanjutnya mengenai sisi berbeda sejarah perempuan dalam

memperjuangkan kemerdekaan kaumnya.

Page 14: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

14

D. Tinjauan Pustaka

Telah banyak studi yang mengkaji mengenai Minangkabau

baik yang dilakukan oleh para akademisi maupun non akademisi.

Pada periode awal informasi tentang masyarakat Minangkabau

yang ditulis sebagai kajian ilmiah dimulai sejak pertengahan abad

ke-19 dan awal abad ke-20. Bisa dilihat dalam tulisan De Stuers

(1850),15 De Stuers adalah Residen Sumatra’s Westkust (1824-

1829), salah seorang petinggi kolonial Belanda yang ikut terlibat

dalam Perang Paderi (1803-1837). Pengalamannya selama

bertugas di Minangkabau dituangkannya dalam dua jilid bukunya

yang berjudul De vestiging en uitbreiding der Nederlanders ter

Westkust van Sumatra. Kemudian munculnya tulisan Joustra

(1920)16 yang semua tulisan-tulisan ini mulai terfokus pada

gambaran etnografi umum tentang sistem sosial-budaya, seperti

masyarakat Minangkabau yang matrilineal, sistem organisasi

sosial berbentuk kaum, suku, sistem kerapatan adat, dan sistem

pemerintahan nagari.

Pada tahun 1960, kajian yang dilakukan oleh P.E. Josselin

de Jong Minangkabau and Negri Sembilan: Socio-political Structure

15 H.J.J.L. Ridder De Stuer, De vestiging en uitbreiding der

Nederlanders ter Westkust van Sumatra (Amsterdam: P.N Van

Kampen: 1849,1850). 16 M.Joustra, Minangkabau: Overzicht van land, geschidenis

en volk, (Leiden: Martinus Nijhoff, 1923).

Page 15: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

15

in Indonesia17. Tentang sistem sosial-budaya masyarakat

Minangkabau dan Negeri Sembilan. Karya Josselin de Jong,

kemudian dianggap sebagai “masterplan” oleh banyak peneliti jika

ingin mengkaji masyarakat Minangkabau. Akan tetapi tulisannya

lebih banyak menggambarkan tentang sistem sosial-budaya secara

umum masyarakat Minangkabau.

Pada masa ini, beberapa penulis Minangkabau juga mulai

bermunculan. Beberapa penulis dari latar adat di tahun-tahun

1950-an ini, misalnya Datuak Batuah Sango18, A Batuah dan

Datuk A Majoindo19; Datuk Maruhum Batuah & D.H. Bagindo

Tanameh (1954)20 yang keduanya mencoba menuliskan kembali

tentang Tambo alam Minangkabau. Sementara kelompok lain yang

lebih “moderat” dan mencoba mengulas posisi Islam dalam

tatanan sistem adat Minangkabau juga banyak bermunculan.

17 P.E. Josselin de Jong, Minangkabau and Negeri Sembilan:

Socio-political Structure in Indonesia (Djakarta, Bhratara, 1960).

18 Datuak Batoeah Sango, Tambo Alam Minangkabau

(Payakumbuh: Limbago, 1954). 19 A. Batuah dan A.Dt. Majoindo, Tambo Alam Minangkabau

(Jakarta, 1957). 20 Datuk Maruhun Batuah dan Bagindo Tanameh, Hukum

Adat dan Adat Minangkabau (Jakarta: Poesaka Aseli, 1954).

Page 16: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

16

Beberapa di antaranya misalnya karya M. Radjab (1950)21, Darwis

Datuak M. Lelo & Marzuki (1951)22 yang kebetulan keduanya

mencoba mengulas Perang Padri dan posisi Islam (Tuanku Imam

Bonjol) dalam masyarakat Minangkabau. Kemudian tulisan

lainnya seperti tulisan-tulisan Hamka (1946; 1951)23 tentang

posisi Adat Minangkabau dalam tatanan negara; Nasroen (1957)24

tentang Dasar Falsafah adat Minang.

Barulah pada tahun-tahun 1960-an dan 1970-an, karya-

karya penelitian yang beragam tema dan beragam universitas

mulai semakin gencar mengulas tentang masyarakat

Minangkabau. Pada tahun 1960-an ini, kelompok yang paling

gencar melakukan dan mengkaji Minangkabau adalah dari

kelompok Cornel University, yang pada awalnya telah didahului

oleh Anthony H. John (1958) yang mengulas sebuah kaba yaitu

Kaba Rantjak Dilabuah. Setelah John menganalisis sistem sosial-

21 Muhammad Radjab, Semasa Kecil di Kampung (1913-

1928): Outobiografi Seorang Anak Minangkabau (Jakarta: Balai

Pustaka, 1950). 22 Datuak Madjolelo, Darwis dan Ahmad Marzoeki,Tuanku

Imam Bonjol: Perintis Djalan ke Kemerdekaan (Jakarta: Djambatan, 1951).

23 Hamka, Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi.

(Jakarta: Firma Tekad, 1946) dan Kenang-kenangan Hidup 1: Dimasa Ketjil (Jakarta: Gapura, 1951).

24 Nasroen, Dasar Falsafah Adat Minangkabau (Jakarta:

Bulan Bintang, 1957).

Page 17: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

17

budaya masyarakat Minangkabau yang secara implisit tercermin

dalam Kaba Rantjak Dilabuah, maka karya-karya penulis Cornell

berikutnya bermunculan. J.V. Maretin, dissappearance of

matriclan survivals in Minangkabau family (1961)25 yang

mempertanyakan tentang keberlanjutan sistem matrilineal di

Minangkabau. Lalu tulisan Nancy Tanner (1971)26 yang juga dari

Cornell University, yang mengulas tentang pola perselisihan di

Minangkabau dan proses penyelesaiannya.

Taufik Abdullah Adat and Islam: An Examination of Conflict

in Minangkabau (1966)27, mencoba menggambarkan Minangkabau

dalam kacamata pemilik budayanya. Taufik Abdullah mulai

mencoba mengkhusus pada Adat dan Islam, yang kemudian

dilanjutkan dengan disertasinya, Minangkabau 1900-1927:

Preliminary Studies in Social Development28. Peneliti Minangkabau

lainnya yang juga gencar menginformasikan tentang sistem sosial-

25 J.V.Maretin “Dissappearance of Matriclan Survivals in

Minangkabau Family” (Bijdragen tot de Taal, Land en Volkenkunde, 1961).

26 Nancy Tanner, “Minangkabau Dispute”, Ph.D. Dissertation

(University of California, Berkeley, 1971).

27 Taufik Abdullah, “Adat and Islam: An Examination of

Conflict in Minangkabau “, Indonesia 2 (1966). 28 Taufik Abdullah, “Minangkabau 1900-1927: Preliminary

Studies in Social Development”, Tesis MA, (Cornell University, 1967).

Page 18: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

18

budaya Minangkabau melalui tulisan-tulisannya diantaranya

Deliar Noer (1973)29.

Pada periode 1970-an, tulisan Christine Dobbin

Kebangkitan Islam dalam Ekonomi Petani yang Sedang Berubah,

Sumatera Tengah, 1784-187430, mencoba mengupas ekonomi

petani di saat gerakan kaum padri (Islam) berlangsung. Sebuah

perubahan sosial yang lebih dilihat dalam konteks ekonomi.

Tulisan Akira Oki31 yang mengargumentasikan, bahwa proses

perubahan sosial di masyarakat Minangkabau lebih sebagai proses

yang dikondisikan dan diintervensi oleh Belanda untuk

kepentingan pemerintahan penjajah (akibat krisis ekonomi akhir

tahun 1929), dan tekanan penjajah inilah yang menurut Akira Oki

sebagai salah faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan

dalam tatanan masyarakat, termasuk dalam tatanan

pemerintahan nagari, yang sebenarnya sangat otonom.

29 Deliar Noer, The Modernist Muslim Movement in Indonesia

1900-1942 (Singapura: Oxford University Press, 1973). Diterbitkan

ulang dalam bahasa Indonesia. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta : LP3ES,1980.

30 Christine Dobbin,” Economic Change in Minangkabau as a Factor of the Rise of the Padri Movement, 1784-1830”, Indonesia. No. 23 (April), 1977. Diterbitkan ulang dalam bahasa Indonesia.

Kebangkitan Islam Dalam Ekonomi Petani Yang Sedang Berubah: Sumatera Tengah, 1784-1847 (Jakarta: INIS, 1992).

31 Akira Oki, “Social Change in the West Sumatran Village

1908-1945, Ph.D Dissertation, (Australian National University, 1977).

Page 19: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

19

Kajian-kajian lainnya yang cukup menonjol adalah kajian

tentang migrasi (merantau) sebagai salah satu fenomena sosial

yang dianggap sudah berkembang sejak lama dalam masyarakat

Minangkabau. Tulisan Mochtar Naim32 dan Tsuyoshi Kato 33. Lalu

tulisan Elizabeth Graves34, dan Audry Kahin35.

Pada periode 2000-an pun kajian mengenai perempuan

Minangkabau juga telah dilakukan. Zurneli Zubir dalam tesis

Kekerasan Terhadap Perempuan Minangkabau Pada Masa

Pendudukan Jepang 1942-194536. Kajian yang melihat perempuan

dalam sejarah yang tertindas pada masa pendudukan Jepang dan

Reni Nuryanti dalam tesisnya Hidup di Zaman Bergolak:

Perempuan Minangkabau pada Masa Pergolakan Daerah 1956-

32 Mochtar Naim, Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1979).

33 Tsuyoshi Kato. Matriliny and Migration:Evolving Minangkabau Traditions in Indonesia (Ithaca, N.Y: Cornell

University Press, 1982). Diterbitkan ulang dalam bahasa Indonesia. Adat Minangkabau dan Merantau Dalam Perspektif Sejarah, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005).

34 Elizabeth E Graves, The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule in the Nineteenth Century (Ithaca: Cornell SEAP,

1981). Diterbitkan ulang dalam bahasa Indonesia .Asal Usul Elite Minangkabau Modern (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007).

35 Audrey Kahin, Dari Pemberontakan ke Integrasi, Sumatera Barat dan politik Indonesia, 1926-1998 (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005).

36 Zurneli Zubir, “Kekerasan Terhadap Perempuan

Minangkabau Pada Masa Pendudukan Jepang 1942-1945”, Tesis (Yogyakarta: Jurusan Sejarah FIB UGM, 2006).

Page 20: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

20

1961.37 Kajian ini merupakan kajian sejarah sosial yang

menekankan pada pengalaman perempuan Minangkabau selama

pergolakan politik. Pergolakan pada tahun 1950-an ini telah

memunculkan perilaku politik dan kekerasan terhadap perempuan

Minangkabau. Perilaku politik ini ditunjukkan dengan sikap

oposisi terhadap dewan Banteng dan PRRI dari sebagian

perempuan Minangkabau yang tergabung dalam Gerwani. Adapun

kekerasan yang muncul selama pergolakan politik di golongkan

dalam empat bentuk, yakni fisik, psikologis, seksual, dan

penelantaran (deprivasi).

Dua kajian ini lebih melihat perempuan dalam sisi “gelap”,

perempuan-perempuan yang selalu tertindas dalam realita

sejarah. Hanya temporal waktunya saja yang berbeda, ketika Reni

Nuryanti berbicara mengenai perempuan pada masa 1956-1961

dan Zurneli Zubir berbicara mengenai perempuan pada masa

pendudukan Jepang.

Berdasarkan kajian-kajian yang ada tidak banyak

ditemukan informasi yang diharapkan tentang masa lalu mengenai

perempuan dan modernitas : perubahan adat perkawinan di

Minangkabau pada awal abad ke-20. Pembahasan tentang

37 Reni Nuryanti, “Hidup di Zaman Bergolak: Perempuan

Minangkabau pada Masa Pergolakan Daerah 1956-1961” Tesis (Yogyakarta: Jurusan Sejarah FIB UGM, 2009).

Page 21: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

21

perempuan hanya sebatas pelengkap dalam kajian mengenai

Minangkabau, adapun bahasan yang sering diangkat hanya

sekitaran perempuan dalam sudut yang termarginalkan seperti

persoalan kekerasan dan pelecehan. Oleh karena itu, tesis ini

mencoba menghadirkan sisi lain dari realitas masa lalu yang

belum ada mengenai perempuan dan modernitas terhadap

perubahan adat perkawinan Minangkabau pada awal abad ke-20.

E. Kerangka Konseptual

Kajian sejarah perempuan yang di fokuskan pada

perubahan adat perkawinan Minangkabau, cenderung

terpinggirkan oleh tema-tema besar seperti tema sejarah politik

dan militer. Kedua jenis sejarah ini adalah sejarah tentang

kekuasaan dan keperkasaan, dua hal yang selalu menjadi milik

kaum laki-laki. Sebagaimana yang dikemukan Bambang

Purwanto, perempuan seolah-olah tidak pernah ada dalam proses

menyejarah Indonesia. Kalaupun perempuan ada di dalam sejarah

Indonesia, hal itu hanya sekedar menghadirkan perempuan

sebagai objek yang ada pada masa lalu, bukan masa lalu dilihat

dengan perspektif keperempuanan.38

Berbicara tentang perempuan dalam masyarakat

Minangkabau bukanlah hal yang mudah. Masalahnya bukan saja

38 Bambang Purwanto, op.cit., hlm. 30-31.

Page 22: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

22

sulit, tetapi juga rumit. Ironisnya, kedudukan ibu atau perempuan

yang ideal itu sering berhadapan dengan realita sehari-hari yang

jauh berbeda dan mungkin berlawanan. Taufik Abdullah (1970)

dalam “Some Notes on the Kaba Tjindua Mato: an Example of

Minangkabau Traditional Literature”. Memberikan uraian mengenai

perempuan dalam kebudayaan Minangkabau di mana sistem ideal

alam Minangkabau menjelaskan kedudukan tokoh-tokoh yang

berkuasa. Tokoh utamanya adalah Bundo Kanduang ialah ratu

yang kedudukannya tidak dibeli ataupun dipinta. Dia “rajo usali”

yang berdiri sendiri dan diciptakan bersama-sama alam

Minangkabau itu sendiri. Bundo Kanduang ialah sumber ilmu

pengetahuan dan kebijaksanaan dan dialah yang mengajarkan

adat istiadat kepada Dang Tuanku yang mempunyai kedudukan

sebagai “raja alam”. Dari kaba “Rancak Dilabuah” kita juga

mendapatkan informasi tentang sistem ideal Minangkabau dimana

kedudukan seorang ibu sangat penting. Kedua kaba ini

menggambarkan pentingnya seorang perempuan senior atau ibu di

alam Minangkabau, dan struktur hubungan yang biasa ditemui

yang menyangkut otoritas ialah ibu dan anak laki-lakinya yang

menjadi mamak. Akan tetapi sebaliknya, sekalipun seorang ibu

mempunyai posisi yang sangat penting dan terhormat ia tidak

mempunyai kedudukan yang formal dalam struktur kekuasaan

dan politik di dalam alam Minangkabau.

Page 23: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

23

Menurut adat Minangkabau perempuan digolongkan

menjadi tiga macam yaitu : simarewan, adalah perempuan yang

jauh dari kesopanan dalam setiap tingkah laku. mambang tali

awan, adalah perempuan yang tinggi hati, sombong, dan besar

mulut, dan parampuan adalah seorang perempuan baik gadis

maupun setelah menjadi ibu atau istri yang senantiasa

mempunyai sifat terpuji menurut adat yang dilengkapi dengan

segala kecakapan dan pengetahuan sesuai kemampuan seorang

perempuan.39

Dengan demikian, menulis sejarah perempuan dari sudut

pandang perubahan adat perkawinan Minangkabau dapat

menghadirkan realita masa lalu kehidupan masyarakat

Minangkabau. Kuntowijoyo memandang perkawinan sebagai salah

satu aspek dari kehidupan suatu masyarakat. Menurut Brouwer,

bahwa pelembagaan perkawinan di dunia barat dan sebagian

besar di luar dunia ini merupakan cara hidup bersama antara lak-

laki dan wanita yang diatur formil-yuridis dan sering juga secara

religius, sesuai dengan maksud kedua orang itu dan undang-

undang, dilakukan seumur hidup. Dasar hidup bersama itu ialah

nafsu birahi, produksi, kebutuhan bersaudara, dorongan

memelihara anak, dan keinginan mendidik anak-anak untuk

menjadi anggota yang baik dalam masyarakat. Bentuk perkawinan

39 Zurneli Zubir,op.cit.,hlm. 132.

Page 24: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

24

itu tidak berdasarkan hukum alam melainkan tergantung pada

kebudayaan setempat.

Sementara, Koentjaraningrat memandang perkawinan dari

sudut kebudayaan manusia, menyebutkan bahwa perkawinan

merupakan pengatur kelakuan manusia yang bersangkut paut

dengan kehidupan seksnya, ialah kelakuan-kelakuan seks,

terutama persetubuhan. Perkawinan menyebabkan seorang laki-

laki dalam pengertian masyarakat tidak dapat bersetubuh dengan

sembarang perempuan lain, tetapi hanya dengan satu atau

beberapa perempuan tertentu dalam masyarakatnya.

Adat perkawinan Minangkabau yang menggunakan sistem

eksogami, mengharuskan seseorang mencari jodoh diluar

lingkungan sosial, kerabat, golongan sosial, atau lingkungan

pemukiman. Dalam masyarakat Minangkabau, mencari jodoh ke

luar lingkungan kerabat matrilineal. Sistem ini tidak mengenal

pembayaran “jujur” atau “kawin jujur” seperti di Tapanuli. Seorang

yang telah berumah tangga tetap menjadi kerabat asalnya. Suami

dirumah istri disebut “urang sumando” (semenda) dan tidak

masuk ke dalam kerabat anak-anaknya. Pada saat perkawinan,

Page 25: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

25

suami dijemput oleh keluarga perempuan dengan upacara adat

untuk kemudian dibawa ke rumah istri. 40

Perkawinan merupakan salah satu bentuk aplikasi adat

dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Menyimak tambo

yang dipercayai sebagai awal pembentukan adat yang berkembang

dan dikembangkan di masyarakat Minangkabau, maka aturan-

aturan berkenaan dengan perkawinan memang tidak diceritakan

dengan jelas. Dalam cerita tambo tidak pernah mengungkap

bagaimana perkawinan yang seharusnya di masyarakat

Minangkabau.41 Sistem eksogami yang dipakai dalam adat

perkawinan Minangkabau menjadikan perkawinan sebagai urusan

komunal. Mulai dari mencari pasangan, membuat persetujuan,

pertunangan, upacara perkawinan, bahkan sampai kepada akibat-

akibat perkawinan itu sendiri. sesuai kebersamaan sebagai ciri

khas komunal, maka rumah tangga selain urusan yang sangat

pribadi menjadi urusan bersama pula.

Perubahan yang terjadi dalam adat perkawinan merupakan

pengaruh dari modernitas yang masuk dalam kehidupan

40 Yaswirman, Hukum Keluarga : Karakteristik dan Prospek

Doktrin Islam dan Adat Dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau (Yogyakarta: Grafindo Persada, 2013), hlm. 130-134.

41 Zainal Arifin, “Dualisme Praktik Perkawinan di Dua Nagari

Minangkabau, Disertasi (Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM,

2008), hlm. 5.

Page 26: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

26

masyarakat Minangkabau pada awal abad ke-20. Sebagaimana

ditulis oleh Jurgen Habermas dalam The Philosophical Discourse of

Modernity, modernitas lahir berdasarkan keinginan untuk

membedakan atau menjauhkan zaman sekarang dengan zaman

yang sudah lewat. Modernitas sebagai sebuah ide-ide untuk

menjadikan manusia bisa melampaui sejarah sendiri. Dengan kata

lain, modernitas ingin menaklukan apa yang tidak bisa ditaklukan

manusia sebelumnya.42 Sedangkan Inkeles menyatakan bahwa

modernitas adalah sebuah kesiapan menerima pengalaman baru

dan terbuka terhadap inovasi dan perubahan.

Taufik Abdullah melihat modernitas adalah sebuah proses

penyesuaian kepada lingkungan yang baru untuk mendorong

masyarakat melihat kebudayaannya sendiri. Walaupun,

modernisasi digerakkan oleh keinginan dalam ataupun tekanan

dari luar atau keduanya yang mana kelihatannya sebagai jalan

keluar dari jalan buntu yang diciptakan oleh perjuangan yang

susah payah, tetap harus dibatasi dengan jelas. Penyesuaian

masyarakat Minangkabau dengan keadaan keliling yang baru

tidak hanya ketegangan antara tradisi dan modernisasi,

42 Karen W.Washburn, ”Jilbab, Kesadaran Identitas Post

Kolonial dan Aksi Perempuan Jawa” dalam Monika Eviandaru,

dkk., Perempuan Postkolonial dan Identitas Komoditi Global

(Kanisius: Yogyakarta, 2001), hlm. 111.

Page 27: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

27

kontinuitas dan perubahan, tetapi lebih penting adalah sikap-

sikap baru terhadap tradisi itu sendiri dan penyelidikan untuk

satu dasar yang sesuai untuk modernisasi, kontinuitas dan

perubahan.43

Modernitas yang masuk dalam masyarakat Minangkabau

pastinya ada sisi negatif dan positifnya. Sebagian masyarakat

Minangkabau yang belum siap menerima perubahan menjadi

korban dari modernitas yang berkembang. Tetapi disisi lain

modernitas juga dapat dilihat dari sisi positif, yaitu melahirkan

perempuan elite Minangkabau yang muncul sebagai “agen

perubahan” dalam hal adat perkawinan.

Mereka menjadi penggerak dan pelopor dalam menyuarakan

ketidakadilan dalam adat perkawinan yang telah mengekang

kehidupan perempuan Minangkabau. Melalui perkumpulan,

pergerakan dan tulisan dalam suratkabar perempuan tampil di

depan publik. Bahwa perlunya pembaharuan dalam sistem adat

yang selama ini ada. Aturan-aturan dalam adat perkawinan mulai

melunak dan menyesuaikan dengan kemajuan masyarakat.

Seperti larangan kawin se-suku diperlakukan pada lingkungan

keluarga yang sangat terbatas saja. Selain itu, perubahan adat

43 Taufik Abdullah, “Modernization in Minangkabau :West

Sumatra in the early Decades of the Twentieeth Century” dalam buku Claire Holt, Culture and Politics in Indonesia (Ithaca: Cornel

University Press, 1972),hlm. 179.

Page 28: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

28

perkawinan juga ditandai dengan diberlakukannya undang-

undang perkawinan. Untuk menjaga kaum perempuan

Minangkabau dari kebiasaan-kebiasaan poligami dan perceraian

yang seringkali terjadi pada masyarakat Minangkabau.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang

di dapat dari sumber tertulis, sumber lisan, dan sumber visual.

Sumber tertulis (literacy) didapatkan dari catatan arsip, majalah,

surat kabar, buku-buku teks, skripsi, tesis, disertasi, jurnal

ilmiah, dan novel.

Pada tahap awal penelitian, penulis melakukan pencarian

data di ANRI, Jakarta, namun tidak banyak yang ditemukan

mengenai perempuan Minangkabau. Penulis hanya menemukan

beberapa foto perempuan Minangkabau dalam pakaian adat. Di

Perpusnas, Jakarta, penulis menemukan cukup banyak surat

kabar dan majalah yang terbit di Sumatera Barat. Surat kabar ini

dapat dikelompokkan menurut bahasannya, mengenai ekonomi,

agama, adat, pergerakan, dan kemajuan. Nagari dalam cakupan

kecilpun juga telah memiliki surat kabar: Barito Koto Gadang,

Berita Banoehampoe, dan Berita Koerai. Surat kabar untuk kaum

perempuan pun juga mulai menggeliat: Soenting Melajoe, Sarikat

Kaom Iboe Soematera, dan majalah Alsjarq. Tak hanya terbit di

Page 29: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

29

Sumatera Barat, beberapa surat kabar seperti Soeara

Minangkabau diterbitkan di Batavia oleh para perantau

Minangkabau. Sayangnya, beberapa tulisan dalam surat kabar

terbitan tahun ini banyak yang menggunakan nama pena sebagai

nama pengenalnya. Sehingga sulit untuk melacak siapa nama

penulis aslinya.

Beberapa sumber tertulis seperti buku, jurnal ilmiah, dan

laporan penelitian, penulis peroleh di Perpustakaan Daerah

Sumatera Barat, walaupun hal ini tidak banyak karena

banyaknya buku-buku lama yang hilang akibat gempa yang

mengguncang Sumatera Barat tahun 2009. Selain itu juga

diperoleh di perpustakaan Fakultas Sastra Unand dan

Perpustakaan Balai Bahasa Padang. Penelusuran ke daerah-

daerah yang kiranya bisa mendapatkan sumber penelitian juga

penulis lakukan. Koto Gadang merupakan nagari yang penulis

kunjungi untuk mencari informasi dan data mengenai

perkembangan kehidupan perempuan Minangkabau, karena Koto

Gadang merupakan salah satu nagari kecil yang maju dalam

pendidikan. Beberapa tokoh pergerakan banyak yang berasal dari

nagari ini.

Penelitian pustaka berupa tesis, disertasi juga penulis

peroleh di Perpustakaan Pusat UGM dan Perpustakaan Fakultas

Ilmu Budaya UGM. Volkstelling mengenai data penduduk

Page 30: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

30

Sumatera Barat pada masa kolonial dan Staadsblad yang

berhubungan dengan masyarakat Minangkabau yang berkaitan

dengan penelitian ini.

Selain sumber tulisan, penelitian ini juga didukung dengan

penelitian visual berupa film-film pendek menggambarkan

suasana kehidupan Minangkabau pada masa kolonial. Penelitian

lisan (oral history) melalui wawancara juga dilakukan untuk

mengungkap pengalaman perempuan-perempaun Minangkabau.

Hal ini guna membantu mendokumentasikan aspek-aspek

tertentu dari pengalaman sejarah yang cenderung hilang dari

sumber lainnya. 44 Walaupun kemungkinan besar, para informan

yang hidup pada masa ini jumlahnya tidak banyak, tetapi akan

sangat dibutuhkan guna menunjang keakuratan sumber.

Informasi lewat saksi hidup yang menceritakan kembali masa

lalunya akan menjadi hal yang menarik.

G. Sistematika Penulisan

Agar tesis ini runut dan mudah dipahami, maka penulis

membagi tulisan ini dalam 6 bab yang disusun secara sistematis.

Sebagai pengantar, bab I merupakan pintu masuk yang

44 Bambang Purwanto, “Sejarah Lisan dan Upaya Mencari

Format Baru Historiografi Indonesiasentris” dalam buku dari Samudera Pasai ke Yogyakarta Persembahan kepada Tengku Ibrahim Alfian (Jakarta: Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia,

2002), hlm. 52.

Page 31: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

31

memberikan gambaran mengenai Perubahan adat perkawinan

Minangkabau pada awal abad ke-20. Bab ini menghadirkan fakta-

fakta tentang perkawinan sebagai salah satu bagian kehidupan

penting dalam masyarakat Minangkabau.

Selanjutnya, masyarakat Minangkabau dan daya tahan

adat istiadatnya diuraikan pada bab II. Bab ini merupakan

landasan pembahasan pada bab-bab selanjutnya karena

memberikan gambaran awal mengenai alam Minangkabau dan

masyarakatnya, sistem matrilineal yang masih dijalankan oleh

masyarakat serta aturan adat dan hukum kolonial yang

mempengaruhi kehidupan masyarakat Minangkabau.

Bab III membahas kehidupan perempuan Minangkabau

pada awal abad ke-20 yang telah mengalami kemajuan.

Bagaimana perempuan Minangkabau mulai keluar dari sekat-

sekat yang selama ini membatasi mereka. Bab IV membahas

perempuan dan perubahan adat perkawinan dalam keluarga

Minangkabau. Adat perkawinan yang selama ini dijalankan oleh

masyarakat mulai mendapat pertentangan-pertentangan karena

dirasa tidak sesuai lagi.

Pada bab V membahas keluarga Minangkabau pada awal

abad ke-20 ditengah perubahan adat perkawinan. Bagaimana

perkawinan mempengaruhi perubahan keluarga Minangkabau,

dan apa saja bentuk perubahannya. Di akhir bab akan ditutup

Page 32: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79620/potongan/S2-2015... · dan kontinuitas sebuah keluarga Minangkabau. Kelahiran anak perempuan sangat

32

dengan kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan

yang diajukan.