Upload
lamkhuong
View
223
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Naskah lama merupakan salah satu sumber informasi kebudayaan daerah
masa lampau yang sangat penting. Apabila ditinjau dari segi lahir atau wujud yang
dapat dilihat atau diraba, naskah lama adalah benda budaya yang berupa hasil
karangan dalam bentuk tulisan tangan, namun bukanlah tulisan tangan yang tanpa
makna. Di dalamnya terkandung ide-ide, gagasan dan berbagai macam pengetahuan
tentang alam semesta menurut persepsi masyarakat yang bersangkutan, ajaran-ajaran
moral, filsafat, keagamaan dan unsur-unsur lain yang mengandung nilai-nalai luhur.
Naskah lama tidak lepas dari tradisi salin-menyalin naskah. Tradisi ini terjadi
karena penyalin ingin memiliki cerita dalam naskah tersebut atau karena naskah asli
mengalami kerusakan. Sebagai peninggalan masa lalu yang telah melewati kurun
waktu berpuluh-puluh bahkan ratusan tahun, naskah lama banyak mengalami
kerusakan. Kerusakan tidak hanya terjadi pada hal fisik yang berupa bahan tulis atau
tulisan itu sendiri, tetapi dapat juga dalam hal bahasa atau kandungan teksnya. Dua
hal terakhir banyak disebabkan oleh pergeseran pemahaman penyalin naskah dalam
proses penyalinannya. Adanya kesalahan-kesalahan yang menyimpang dari naskah
asli atau adanya varian-varian naskah tersebut merupakan alasan perlunya
penanganan naskah untuk penyelamatan naskah. Secara garis besar penanganan
naskah meliputi: penyelamatan, pelestarian, penelitian, pemberdayagunaan, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
peyebarluasan. Kegiatan pemberdayaan dan penyebarlauasan merupakan usaha yang
lebih prioritas, karena naskah merupakan sumber informasi dan pengetahuhan
terhadap kebudayaan masa lampau. Bidang ilmu yang erat kaitannya dengan usaha
penanganan naskah adalah filologi.
Mengingat kandungan naskah lama yang penting dan bermanfaat bagi
masyarakat, maka penelitian terhadap naskah lama sangat diperlukan. Pada umumnya
naskah lama khususnya naskah Jawa sulit dipahami oleh masyarakat karena tulisan
dan bahasa naskah jarang digunakan dalam kehidupan masa sekarang. Kondisi
tersebut diperparah dengan keadaan naskah yang umumnya terbuat dari bahan-bahan
yang mudah mengalami kerusakan. Kondisi tersebut merupakan alasan perlunya
naskah-naskah lama segera mendapatkan penanganan secara serius untuk mencegah
punahnya keberadaan naskah lama beserta isi yang terkandung di dalamnya.
Penelitian filologi sangat diperlukan sebagai upaya untuk mendapatkan naskah yang
bersih dari kesalahan dan tersusun kembali seperti semula atau mendekati aslinya,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dijadikan sumber data
penelitian lebih lanjut. Dengan kata lain cara kerja filologi diperlukan sebelum
naskah didayagunakan dan disebarluaskan untuk berbagai kepentingan. Menurut
Haryati Soebadio, bahwa tugas utama filolog adalah mendapatkan kembali naskah
yang bersih dari kesalahan, yang memberi pengertian sebaik-baiknya dan yang bisa
dipertanggungjawabkan pula sebagai naskah yang paling dekat dengan aslinya
(dalam Edwar Djamaris,2002: 7). Hal ini berarti bahwa, sebelumnya naskah
mengalami penyalinan untuk kesekian kalinya yang disesuaikan dengan kebudayaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
yang melahirkannya. Keadaan ini menunjukkan bahwa naskah perlu dibersihkan dari
tambahan yang diberikan dalam zaman-zaman kemudian, yang dilakukan pada waktu
kegiatan penyalinan naskah. Hal ini penting, supaya isi naskah tidak diinterpretasikan
secara salah.
Jenis naskah berdasarkan segi bahasa, ada bermacam-macam antara lain,
naskah Bali, Lombok, Bima, Aceh, Batak, Madura, Sunda, Melayu dan tidak
terkecuali adalah naskah Jawa. Naskah Jawa, menurut Gerardet-Sutanto (1983: v–vi),
dikelompokkan atas lima jenis, yaitu:
a. Kronik, Legenda dan Mite. Di dalamnya termasuk naskah-naskah babad,
pakem, wayang purwa, panji, pustaka raja dan silsilah.
b. Agama, Filsafat dan Etika. Di dalamnya termasuk naskah-naskah yang
mengandung unsur-unsur: Hinduisme, Budhisme, Islam, mistik Jawa,
Kristen, magik dan ramalan, sastra wulang.
c. Peristiwa kraton, hukum, peraturan-peraturan.
d. Buku teks dan penuntun, kamus ensiklopedi tentang linguistik, obat-
obatan, pertanian, antropologi, geografi, perjalanan, perdagangan, masak-
memasak dan sebagainya.
e. Seni dan pertunjukan seni. Di dalamnya termasuk tari Jawa, gamelan,
tembang Jawa, buku seni, cerita, fabel dan legenda, ikhtisar, periodisasi,
bunga rampai.
Berdasarkan pengelompokan naskah di atas, peneliti tertarik untuk meneliti
naskah yang masuk dalam kelompok b, dengan judul Sêrat Wédhasatmaka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Pemilihan jenis naskah tersebut karena naskah ini banyak tersebar di beberapa tempat
penyimpanan naskah baik milik pemerintah maupun koleksi pribadi.
Secara harfiah Sêrat Wédhasatmaka terdiri dari 3 kata yaitu: kata Sêrat,
berarti buku yang memuat cerita(karya sastra), wédha berarti ajaran, satmaka berarti
kehidupan(Poerwadarminta:1939:548-680) jadi Sêrat Wédhasatmaka memiliki arti
karya sastra yang memuat ajaran kehidupan. Sesuai dengan judulnya Sêrat
Wédhasatmaka ini berisi tentang piwulang awal terjadinya kehidupan, jiwa raga dan
ilmu kesempurnaan ‘ngèlmu kasampurnan’.
Langkah awal penelitian terhadap Sêrat Wédhasatmaka, yaitu melalui
penelusuran terhadap berbagai katalog naskah di antaranya :
1. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book in
the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta karya Girardet Sutanto
pada tahun 1983.
2. Javanese Language Manuscrips of Surakarta Central Java A Preliminary
Descriptive Catalogus Level I and II karya Nancy K. Florida pada tahun
1994
3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sonobudoyo
Yogyakarta karya T.E. Behrend pada tahun 1990.
4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3-B Fakultas Sastra
Universitas Indonesia, karya Jennifer Lindstay, R.M. Soetanto, dan Alan
Feinstein pada tahun 1998
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan Nasional
Republik Indonesia karya Jennifer Lindstay pada tahun 1994.
6. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 2 Keraton Yogyakarta
karya T.E. Behrend, dkk pada tahun 1994
7. Katalog Naskah-Naskah Perpustakaan Pura Pakualaman Yogyakarta karya
Hario Sena & Sri Ratna Sakti Mulya.
8. Daftar Naskah Perpustakaan Museum Radyapustaka Surakarta, Daftar
Naskah Perpustakaan Sasanapustaka Keraton Surakarta, Daftar Naskah
Perpustakaan Pura Mangkunagaran Surakarta, Daftar Naskah
Perpustakaan Pura Pakualaman Yogyakarta.
Setelah dilakukan inventarisasi naskah, maka selanjutnya adalah mengecek
dan mengambil data menurut informasi katalog-katalog di atas. Dari hasil
inventarisasi naskah ditemukan 6 naskah carik dengan judul Sêrat Wédhasatmaka
(selanjutnya disingkat SWS) yaitu sebagai berikut:
1. SWS Piwulang dari Hindustan, koleksi perpustakaan Sonobudoyo, Yogyakarta
dengan nomer katalog 64005 (SB 101) (Girardet-Sutanto, 1983).
2. SWS Piwulang dari Hindustan dalam bendel naskah Sêrat Pakêmpalan Warni-
warni koleksi perpustakaan Radya Pustaka Surakarta pada halaman 561-584
dengan nomor katalog 38553 (227) (Girardet-Sutanto, 1983).
3. SWS Piwulang dari Hindustan dalam bendel naskah Kêmpalan Sêrat Warni-
warni koleksi perpustakaan Pura Pakualam, Yogyakarta pada halaman 72-106
dengan nomor katalog Pi.12 (Hario Sena & Sri Ratna Sakti Mulya).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
4. SWS karangan Mpu Ciptasistawa, atas prakarsa Radèn Mas Arya Suganda dan
Sitarja di Pasuruhan dalam bendel naskah Sêrat Pakêmpalan Warni-warni
koleksi perpustakaan Radya Pustaka Surakarta pada halaman 585-623 dengan
nomor katalog 38553 (227) (Girardet-Sutanto, 1983)
5. SWS karangan Mpu Ciptasistawa, atas prakarsa Radèn Mas Arya Suganda dan
Sitarja di Pasuruhan dalam bendel naskah Hidayat Jati koleksi perpustakaan
Reksa Pustaka, Pura Mangkunegaran Surakarta pada halaman 251-268 dengan
nomor katalog MN 319 D.9 A 196 SMP 204/1 (Nancy K. Florida, 1996).
6. SWS karangan Mpu Ciptasistawa, atas prakarsa Radèn Mas Arya Suganda dan
Sitarja di Pasuruhan koleksi pribadi1.
SWS merupakan naskah jamak, selain naskah-naskah tersebut di atas,
ditemukan juga buku SWS cetak yang tersimpan di Museum Radya Pustaka
Surakarta, di Perpustakaan Sasana Pustaka, Kraton Surakarta, dan di Perpustakaan
Reksa Pustaka Pura Mangkunegaran. Buku cetak SWS ini juga berbentuk prosa
atau gancaran.
Dari hasil inventarisasi naskah, baik melalui informasi katalog ataupun
informasi dari luar katalog yang berkaitan dengan keberadaan naskah SWS ini,
peneliti berhasil mengumpulkan naskah SWS yang disebutkan di atas. Setelah naskah
dideskripsikan, dan dilakukan pemilihan, maka didapat beberapa informasi yaitu:
SWS merupakan naskah jamak dengan dua versi, ditulis dengan aksara Jawa, dan
wujudnya adalah carik (tulisan tangan), bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa
1 Naskah milik Ibu Ken Widyawati, Jalan Soekarno-Hatta no. 1 Salatiga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
ragam krama, dan berbentuk prosa, tetapi dari naskah yang ditemukan terdapat dua
katagori pengelompokan SWS berdasarkan bentuknya. Pengelompokan bentuk
tersebut sebagai berikut:
Tabel 1 Perbedaan bentuk diantara dua versi naskah SWS
SWS Piwulang dari Hindustan
(SB.101, SMP-RP 366, Pi.12)
SWS karangan Mpu Ciptasistawa
Atas prakarsa Radèn Mas Arya Suganda dan
Sitarja di Pasuruhan
(38553, MN 319 D.9 A 196 SMP 204/1,
koleksi pribadi)
Bagian Kutipan Naskah dan
Terjemahan
Bagian Kutipan Naskah dan
Terjemahan
A
W
A
L
Wondéning pinangkanipun
sêrat Wéddhasatmaka wau mijil
sangking gêgêbenganipun para
nimpuna ing tanah HIndustan,
ginêlarakên dhatêng para
pujangga ing tanah Eropah
tuwin tanah Amerikah ingkang
sami dados liding pakumpulan
téyosofi.
Terjemahan :
Asal serat wedhasatmaka tadi,
A
W
A
L
Punika Sêrat Wédhasatmaka ,
têgêsipun wédha, pêpakêm
ngèlmi, utawi wulang; têgêsipun
satmaka, gêsang. Dados
pikajêngipun têmbung
wédhasatmaka wau, inggih
punika pêpakêming ngèlmi, utawi
wulang tumraping agêsang, ginita
ing êmpu ciptasistawa, sing agnya
sang Subadha ing kitha
Pasuruan. Radèn Mas Arya
Sugônda lan Sitarja pinaringakên
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
tercipta dari pemikiran para
cendekiawan dari Hindustan,
disampaiakan kepada pujangga
di tanah Eropa dan Amerika
yang menjadikan tujuan
perkumpulan Theosofi.
ing para putra tuwin wandawa,
kinarya sarana pambukaning
tékad ingkang dados
pambèngkasing sangsaya,
satêmah wignya widada,
kotamanirèng dumadi, ing dalêm
kadadéanira. Purwanya
amangun warana wahya
sangking carita, catur basa
pralampita.
Terjemahan :
Ini adalah Sêrat Wedhasatmaka.
Wedha berarti pedoman ilmu atau
ajaran; Satmaka berarti hidup.
Jadi arti kata Wedhasatmaka
adalah pedoman hidup atau ajaran
dalam menjalani hidup,
disampaikan oleh guru yang saleh
dan baik, bernama Sang Subadha
di Kota Pasuruan. Radèn Mas
Arya Sugônda dan Sitarja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
memberikan kepada para putra
serta saudara, dipakai sebagai
pembuka tekad agar terlepas dari
kesusahan, dan akhirnya selamat,
keutamaan yang menjadi
takdirnya. Awalnya membangun
tirai, diambil dari cerita empat
bahasa perlambang.
Bab roh
kaliyan
badan
Tiyang gêsang punika kêdah
maspaos dhatêng gêsangipun.
Sampun ngantos kalintu sêrêp
tuwin pamanggih, nyumêrêpana
bédaning roh kaliyan badan.
Roh punika badan alus ingkang
sipat gêsang ingkang gadhah
èngêtan tuwin pikajêngan.
Wondèning badan inggih
raganing manusa ingkang
maujudaging punika. Wasana
roh wau lajêng manjing ing
badan dados ingkang
Bab
1
Bab 1
Pandangon. Aturan.
Nawung kridha.
Aja pisan kajêron béla tampa ,
wus sawêntara ingsun datan
anêmbrama, karana pinanduk
lêngênging driya, wit andulu
susilaning solahira, kadi bocah
wêton sangking praja, rinakêt
sang Mahèswara, téja-téja
sulêksana, téjané bocah kang lagi
tigas kawuryan , prapta ing
ngarsaningsun,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dipunwastani tiyangipun sajati
punika roh (jisim).
Terjemahan :
Orang hidup itu harus mengerti
terhadap hidupnya jangan
sampai keliru dalam mengerti
dan pemikiranya, mengertilah
bedanya roh dan badan. Roh
adalah badan halus yang bersifat
hidup yang memiliki ingatan
dan tujuan. Sedangkan badan
yaitu raga manusia yang terlihat
itu, akhirnya roh tadi lalu
bertempat di badan, jadi yang
disebut tiyang sajati adalah roh (
jisim ).
1. Sapa sinambat ing wangi ,
2. Lan ing ngêndi dunungira,
3. Saka ing ngêndi asalira,
4. Arsa marang ngêndi
sedyanira.
Mardi Basa
Mênawi Panduka arsa uninga
nama tuwin kawijilan kula amung
manut lan miturut suraosipun
wasita ingkang badhe
kagiyarakên asêsilih:
1. Si Marêm, ingkang botên
luwé,
2. Ingkang kula dunungi ing don
kasugihan, inggih sugih raja
bêrana,
3. Déné asal kula sangking
katulusan, sêgêr, waras ingkang
botên sakit,
4. Sêdyaning manah kula badhé
dhatêng kawasa wilujêng gêsang
kang kalawan langgêng.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Terjemahan :
Pandangan. Aturan.
Nawung kridha
Jangan terlalu dimasukkan ke
dalam hati, sementara saya tidak
membagi keselamatan, sebab
yang menyenang-kan hati, sejak
melihat tingkah lakumu yang
baik, seperti anak yang lahir dari
kerajaan, dekat dengan Sang
Mahèswara, anak yang tampan
wajahnya, cahaya anak yang
memperoleh kemuliaan ada di
hadapanku,
1. Siapa namamu?
2. Dan di mana tinggalmu?
3. Dari mana asalmu?
4. Akan di bawa ke mana niatmu?
Mardi Basa
Jika Anda hendak mendengar
nama dan kelahirannya, saya
hanya patuh dan menurut isi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
nasihat yang akan diterangkan
dengan nama:
1. Si Marêm yang tidak merasa
lapar,
2. Yang saya tempati dalam
kekayaan adalah kaya akan
harta benda (berupa intan,
emas, berlian),
3. Sedangkan saya berasal dari
keselamatan; sehat, segar-
bugar; dan tidak sakit,
4. Niat dalam hati saya kepada
yang kuasa untuk keselamatan
hidup yang abadi.
Berdasarkan informasi di atas, dilihat kondisi naskah yang terdiri dari dua
versi dan masing-masing versi memiliki perbedaan yang sangat jelas, tidak
dimungkinkan untuk diteliti secara bersamaan berdasarkan cara kerja filologi, maka
peneliti akan memfokuskan penelitian pada naskah dengan judul Sêrat
Wédhasatmaka yang menggunakan aksara Jawa carik dengan pokok bahasan ajaran
dari Hindustan. Untuk itu naskah yang tidak termasuk dalam fokus penelitian, tidak
dijadikan sebagai obyek penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Berdasarkan uraian di atas maka didapat naskah SWS sebagai data primer
dalam penelitian ini adalah:
1. SWS koleksi perpustakaan Sonobudoyo, Yogyakarta dengan nomer
katalog 64005 (SB 101) yang selanjutnya disebut dengan naskah A.
2. SWS dalam bendel naskah Sêrat Pakêmpalan Warni-warni koleksi
perpustakaan Radya Pustaka Surakarta pada halaman 561-584 dengan
nomor katalog 38553 (227) yang selanjutnya disebut dengan naskah B.
3. SWS dalam bendel naskah Kêmpalan Sêrat Warni-warni koleksi
perpustakaan Pura Pakualam, Yogyakarta pada halaman 72-106 dengan
nomor katalog Pi.12 yang selanjutnya disebut dengan naskah C2.
SWS merupakan naskah piwulang yang berbentuk prosa atau gancaran. Judul
SWS ini ada yang tertera di cover depan, di cover dalam, maupun di dalam teks.
1. Sêrat Wédhasatmaka, terdapat pada cover dalam naskah A
Judul SWS pada cover dalam
Gambar 1 Naskah A Berbunyi: “ Sêrat Wédasatmaka Jilid I
Judul SWS yang tertera pada teks
2 Naskah disalin dari naskah cetak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Gambar 2, naskah A
Berbunyi: “Punika sêrat Wéddhasatmaka têgêsipun wéddha ngilmi pakêm, satmaka gêsang, pikajêngipun papakêming ngagêsang”.
(hal. Pengantar) Terjemahan : “ini serat Wedhasatmaka, Wedha berarti ilmu ajaran , Satmaka hidup.
Harapannya menjadi pedoman kehidupan” 2. Pada Naskah B judul tertera dalam teks, menyebutkan Sêrat Wédhasatmaka.
Gambar 3 Naskah B Berbunyi: “Sêrat Wéddhasatmaka
Bab Kadhiri Sêrat piwulang têmbung Walandi lantaran têmbung Jawi”
(hal.561) Terjemahan: “ Serat Wedhasatmaka bab Kediri, serat ajaran dengan bahasa Belanda dengan
perantara bahasa Jawa”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Judul SWS yang tertera pada teks
Gambar 4 Naskah B Berbunyi: “Punika Sêrat Wéddhasatmaka têgêsipun wéddha : ngèlmi, pakêm :
Satmaka :gêsang, pikajêngipun papakeming agêsang…” (hal.561)
Terjemahan: Ini adalah Serat Wedhasatmaka, wedha berarti ilmu, satmaka berarti hidup, harapanya menjadi pedoman hidup..
3. Pada naskah C judul terdapat pada teks disebutkan Sêrat Wédhasatmaka
Gambar 5, naskah C Berbunyi: “Punika sêrat Wédhasatmaka, utawi pêpakêming agêsang. Têgêsipun wédha :
ngèlmi, pakêm, satmaka : gêsang…”. (hal.72)
Terjemahan: “Ini serat wedhasatmaka atau pedoman kehidupan. Wedha berarti ilmu, ajaran, pedoman; satmaka berarti kehidupan”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Alasan yang melatarbelakangi SWS dijadikan objek penelitian adalah
pertama, karena perlu adanya upaya penyelamatan naskah, mengingat semakin
lama keadaan naskah akan semakin rusak, sehingga amat disayangkan apabila
tidak ada upaya penyelamatan naskah. Kedua, dalam pandangan filologis di dalam
SWS ini terdapat banyak varian. Oleh karena itu perlu adanya kajian filologis guna
mendapatkan suntingan teks yang bersih dari kesalahan. Di dalam teks SWS ini
ditemui banyak sekali permasalahan-permasalahan filologis, mulai dari ejaannya,
gaya menulis pengarang, dan lain – lain. Berikut varian yang terdapat pada SWS:
Terdapat perbedaan jumlah jilid naskah, yaitu SWS B hanya terdapat satu jilid
naskah dan SWS A dan C terdapat dua jilid naskah.
Gambar 6, naskah A
Berbunyi : “ Sêrat Wéddhasatmaka jilid 2, ing jilid kapisan sampun kagêlarakên piwulangipun para nimpuna..”
( hal. 1 Jilid 2 ) Terjemahan: “ serat wedhasatmaka jilid 2, pada jilid pertama sudah dijelaskan dari ajaran
para cendekiawan…
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Gambar 7, naskah C Berbunyi : “ candhakipun jilid 2. Péling manawi badhé sagêd nampi piwulang ingkang
ginancaraken ing jilid 2, para maos kita rêmbagi, supados pikajênging piwulang ingkang kapratélakakên ing jilid punika, kamanah kalayan saèstu, sagêda amanjing ing manahipun.3
( hal. 36)
Terjemahan: “dilanjutkan jilid 2. Diingatkan jika dapat menerima ajaran yang dijelaskan pada jilid 2, pembaca harus ingat, supaya tujuan ajaran yang dijelaskan pada jilid ini bisa
masuk dalam hatinya”
a. Terdapat kolofon pada SWS B yang dapat dikatagorikan naskah disalin dari
naskah cetak.
Gambar 8, naskah C 3 Jilid 2 pada naskah C hanyalah uraian pembuka, melainkan tidak terdapat uraian isi naskah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Berbunyi : “Punika sêrat Wédhasatmaka, Utawi pêpakêming agêsang Jilid 1 rêgi 75 sèn
Kaêcap ing gasmotor déning tuwan P. Apan Asêrên Pandher példhê, Semarang, Taun 1903
( hal. 1 ) Terjemahan: “ini serat wedhasatmaka atau pedoman kehidupan, jilid 1 harga 75 sen.
Diterbitkan di gasmotor oleh Tuwan Pe Apan Aseren Pandher Paldhe, semarang, tahun 1903” Keterangan kolofon pada SWS cetak yang sama dengan SWS C.
Gambar 9, SWS Cetak Berbunyi: Sêrat Wédhasatmaka, Utawi pêpakêming tiyang agêsang
Jilid 1 rêgi 75 sèn Kaêcap ing gasmotor déning tuwan P. Apan
Asêrên Pandher példhê, Semarang, Taun 1903 ( cover depan )
Terjemahan: “ini serat wedhasatmaka atau pedoman kehidupan, jilid 1 harga 75 sen. Diterbitkan di gasmotor oleh Tuwan Pe Apan Aseren Pandher Paldhe, semarang, tahun 1903”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
b. Terdapat pergantian judul baru, sedangkan SWS belum selesai ditulis.
Gambar 10, naskah C Berbunyi : “Punika primbon bab lintang kumukus…”(hal.36)
Terjemahan: “ini primbon bab lintang kemukus…” c. Ketidakkonsistenan penyalinan atau penulisan
Ketidakkonsistenan dalam menulis kata saking dalam teks SWS
Gambar 11, naskah B Berbunyi : “… sêrat wéddhasatmaka wau mijil saking gêgêbênganipun para nimpuna
ing tanah Indhustan…” ( hal. 561 )
Terjemahan: “serat wedhasatmaka muncul dari pemikiran para cendekiawan di tanah Industan”
Gambar 12, naskah B Berbunyi : “…Upami pêksi mêsat sangking sêngkêranipun. …”
( hal. 563 ) Terjemahan:”….seumpama burung keluar dari sangkarnya…”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Ketidakkonsistenan dalam menuliskan kata manungsa dalam teks SWS
Gambar 13, naskah B Berbunyi : “…badan inggih raganing manusa …”.
( hal. 562 ) Terjemahan: “….badan yaitu raga manusia…”
Gambar 14, naskah B Berbunyi : “…Manungsanipun sajati kaliyan raganing manusa punika béda…”
( hal. 562 ) Terjemahan: “…manusia sejati dengan raga manusia itu berbeda…”
d. Teks pada SWS terdapat catatan tangan ketiga untuk membenaran
kesalahan suku kata dan kata.
Gambar 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Naskah A terdapat catatan ketiga yaitu kata malih diganti dengan kata déné dan kata raga, yang awalnya hanya ditulis ra, kemudian ditambahkan aksara ga ( g )
Berbunyi: “……malih déné……… raga….” (hal.3)
e. Terdapat perbedaan dalam pemilihan kata.
Gambar 16, naskah A Berbunyi : “Tiyang gêsang punika kêdah maspaos dhatêng gêsangipun sampun ngantos
kalintu sêrêp tuwin pamanggih, nyumêrêpana bédaning roh kaliyan badan…”. ( hal. 20 )
Terjemahan: “manusia hidup itu harus mengerti terhadap hidupnya, jangan sampai keliru pemahaman dan pemikiran, mengertilah perbedaan roh dengan badan…”
Gambar 17, naskah B Berbunyi : “Tiyang gêsang punika kêdah waspaos dhatêng gêsangipun, sampun ngantos
kalintu sêrêp tuwin pamanggih nyumêrêpana bédaning roh kaliyan…”. ( hal. 561 )
Terjemahan: “manusia hidup itu harus mengerti terhadap hidupnya, jangan sampai keliru pemahaman dan pemikiran, mengertilah perbedaan roh dengan badan…”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Gambar 18, naskah C Berbunyi : “ Tiyang gêsang punika kêdah waspaos dhatêng gêsangipun sampun ngantos
kaliru sêrêp uwin pamanggih, nyumêrêpana bédaning roh kaliyan badan…”. ( hal. 72 )
Terjemahan: “manusia hidup itu harus mengerti terhadap hidupnya, jangan sampai keliru pemahaman dan pemikiran, mengertilah perbedaan roh dengan badan…”
f. Terdapat lakuna yaitu bagian yang terlampaui atau kelewatan, baik huruf,
suku kata, kata, kelompok kata ataupun kalimat.
v Lakuna suku kata
Gambar 19 Naskah A, berbunyi: “….sarta wijang-wijanging jiwa raga…” (hal.pengantar)
Terjemahan: “….serata bagian-bagian jiwa raga…”
Gambar 20 Naskah B, berbunyi: “…sarta wijang-wijanging jiwa raga…”
(hal.1)
Terjemahan: “….serata bagian-bagian jiwa raga…”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Gambar 21 Naskah C, berbunyi: “…sarta wijang-wijanging waraga…”
(hal.1) Terjemahan: “….serata bagian-bagian raga…”
g. Terdapat Saut du meme au meme yaitu penghilangan suatu kata atau kalimat
karena kelupaan/terlampaui karena ada dua kata yang hampir sama.
Gambar 22 Berbunyi: “……Manawi panggraita ingkang awon sêkêdhik ingkang awon sêkêdhik kémawon
kabucala sanalika…” Terjemahan:…..jika angan-angan yang buruk sedikit saja sedikit saja dibuanglah segera..”
Alasan kedua perlunya SWS diteliti adalah isi dari SWS. SWS merupakan jenis
naskah piwulang. SWS menjelaskan awal mula kehidupan serta nasehat-nasehat untuk
jiwa dan raga yang seharusnya dimengerti oleh orang-orang yang mencari kehidupan
yang benar, Sêrat Wédhasatmaka tercipta dari pemikiraan para cendekiawan dari
Hindustan, yang disampaikan kepada sastrawan di tanah Eropa dan Amerika, yang
dijadikan sebagai pedoman perkumpulan penganut teosofi.
SWS terdiri dari dua jilid naskah, jilid pertama menceritakan enam macam roh
yang ada dalam tubuh manusia. Setiap roh memiliki warna dan fungsi yang berbeda,
selain itu penjenisan roh-roh diurutkan sesuai dengan tingkat kehalusan yaitu dari
kasar, sedikit halus sampai yang paling halus. Penamaan istilah-istilah roh disebutkan
dalam tiga bahasa, yaitu sansekerta, belanda, dan arab. Roh sejati yang merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
unsur kebaikan dari Tuhan disebutkan menjadi pusat diantara enam roh. Manusia
yang berperilaku baik maupun buruk akan digambarkan pada masing-masing roh.
Jika manusia berperilaku baik, maka akan sempurna hidupnya dan menempati
nirwana, sedangkan jilid kedua menceritakan pembagian manusia dalam dua katagori
bagian yaitu bagian luhur dan bagian bawah ‘andhap’ serta menjelaskan watak dasar
pada manusia, disebutkan ada tiga yaitu; atma, budi, pramana atau manas. Penjelasan
di atas dapat memberi gambaran bahwa SWS ini memuat ajaran-ajaran moral terhadap
manusia untuk selalu berbudi baik, berilmu, dan berprasangka baik. Berikut kutipan
di dalam SWS.
……manawi roh rokhaninipun tiyang ingkang sampurna, sampun kandha badaning manungsa, punika anandhakakên bilih sampun rinakêtan ing kamulyan, kagunan tuwin kabudayan. Kawasa wicaksana dhatêng saliring kang sinêja, sabab roh rohani wau mratandhani manawi tiyang langkung wicaksana roh rokhaninipun inggih mindhak sampurna jangkêp wijangi sarira, tur cayanipun wêning gumilang maya-maya.
Terjemahan: …..Jika roh rokhani (lapisan badan ketiga) manusia yang sempurna/selalu berbudi baik, menandakan bahwa manusia dekat dengan kemuliaan, kepandaian, dan kesejahteraan, serta dapat bijaksana kepada semua orang. Sebab roh rokhani menandakan jika manusia bertambah bijaksana juga akan mempengaruhi roh rokhani tersebut dan akan berwarna bening menyilaukan.
Badan yang ketiga ini memberikan penjelasan agar manusia selalu berbuat
baik, karena dengan selalu berbudi baik akan membawa manusia pada kemuliaan,
kepandaian dan kesejahteraan serta dapat bijaksana kepada semua orang. Manusia
saat ini selalu mencari ketiga hal tersebut dengan cara apapun. Misalnya manusia
yang ingin mencari kemuliaan dengan cara-cara yang tidak baik, mencari
kesejahteraan dengan melakukan pencurian, dsb. Hal ini tidak akan terjadi jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
manusia mau berbuat dan berbudi baik, karena semua itu didapat dari balasan Tuhan
kepada makhluknya. Siapa yang berbuat baik akan mendapatkan kebaikan, dan yang
berbuat buruk akan mendapatkan keburukan.
Manawi tiyang pinuju tilêm roh rokhaninipun mêdal sangking raga, déné manawi tiyang ingkang tilêm wau taksih bodho tanpa kasagêdan. Roh rokhaninipun inggih botên gadhah daya punapa-punapa, tansah lémbak-lémbak (migêl-migêl) kados mana katêmpuh ing angin, warninipun abrit utawi ijêm, buthêk tanpa cahya, saha botên sagêt pisah têbih kaliyan raga wadhagipun. Amargi botên kulina pisah têbih kados déné roh rokaninipun tiyang ingkang langkung pintêr, manawi tiyang ingkang tilêm wau sampun kathah nalar tuwin kawigyanipun, saèstu roh rokhaninipun inggih sagêt pisah têbih tinimbang tiyang bodho. Terjemahan: Jika manusia dalam keadaan tidur, roh rokhaninya keluar dari raga. Jika manusia yang tidur tidak berilmu atau bodoh roh rokhaninya juga tidak memiliki daya apa-apa, akan kesana-kemari tertiup angin dan berwarna merah atau hijau dan gelap tanpa cahaya serta tidak akan bisa lepas dari raganya. Hal ini disebabkan karena tidak terbiasa terpisah jauh, sedangkan roh rokhani orang yang berilmu atau pintar saat tertidur akan dapat pisah jauh daripada orang yang tidak berilmu.
Penjelasan di atas memberikan gambaran yang jelas bahwa manusia hidup di
dunia harus mamiliki ilmu. Manusia yang tidak berilmu diibaratkan akan mudah
tertiup angin, yaitu akan mudah mengalami kebingungan dalam menjalani hidupnya,
dan manusia yang berilmu atau pintar pastilah dapat teguh menjalani hidupnya.
Pramila para sujana kêdah èngêt, sampun ngantos kalêbêtan manah awon saking tiyang sanès, lêbêt wêdaling rêmbag, kaping kalihé ingkang prayogi sarta ingkang utami manawi manggih èngêtan ingkang saé dipunandhêman, ingkang awon nuntên kabucala, sampun ngantos manggèn. Manawi sampun lantih utawi kulina dhatêng manah saé, andadosakên santosaning roh rahmani, saya lami sangsaya botên purun tampi rêmbag awon. Terjemahan: untuk itu bagi orang yang pandai haruslah waspada, jangan sampai memiliki prasangka buruk kepada orang lain, semua yang diucapkan sebaiknya ucapan yang baik dan yang buruk segeralah dihilangkan. Jika manusia selalu berprasangka baik akan menjadikan ketentraman roh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
rahmani(lapisan badan yang keempat), dan semakin lama tidak akan melakukan ucapan dan perilaku yang buruk.
Berprasangka baik adalah kunci kententraman hidup. Seprti pada kutipan di
atas bahwa manusia yang hidup di dunia ini haruslah memiliki prasangka yang baik
kepada siapapun dan dilarang mempunyai hati yang buruk. Jika manusia memiliki
prasangka yang buruk segeralah dibuang demi menciptakan keharmonisan di dalam
hidupnya. Manusia yang terbiasa berprasangka baik dalam kehidupanya pastilah tidak
akan terpengaruh dengan hal-hal yang buruk.
Perkembangan manusia bersifat dinamis, baik peradaban ataupun budaya.
berkembang dapat dikatakan sebagai prestasi, di samping itu juga kemunduran pada
sisi tertentu. Sebuah realita masyarakat menggambarkan bahwa prestasi manusia
diukur dari berkembangnya teknologi. Tetapi di samping sebuah prestasi juga
dikatakan sebagai sebuah kemunduran, yaitu kemunduran nilai-nilai dalam hidup
manusia. Akibatnya kebahagiaan sebagai tujuan akhir manusia hanya dicapai dari
fisik atau materi. Sedangkan kebahagiaan batiniah yaitu ketentraman hidup menjadi
semakin jauh. SWS dengan penghayatannya mencoba menyeimbangkan dalam
mengatasi persoalan tersebut, yaitu dengan ajaran-ajaran yang dikandungnya.
Paparan di atas merupakan salah satu bagian kecil dari isi SWS, masih banyak
ajaran-ajaran lain tentang pendidikan moral, agama, spiritual dan sikap dalam hidup.
Piwulang dalam SWS masih relevan digunakan pada masa sekarang sebagai solusi
mengatasi permasalahan kehidupan, jika dihayati dan dilakukan sepenuhnya maka
yang menjadi cita-cita manusia, yaitu mencapai kebahagiaan ragawi dan suksmawi
akan bisa dicapai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Perkembangan manusia yang cepat, menciptakan banyak permasalahan-
permasalahan baru yang akhirnya menutup spiritualitas manusia itu sendiri. Oleh
karena itu etika dan moral manusia yang seutuhnya menjadi hal yang sangat penting.
SWS dalam ajarannya mencoba menawarkan solusi untuk memulihkan kembali tujuan
hidup manusia. Keadaan masyarakat sekarang ini, manusia membutuhkan ajaran-
ajaran spiritual untuk ketenangan hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada
naskah SWS baik secara filologis maupun isi. Kajian filologis digunakan untuk
membahas permasalahan-permasalahan filologis yang ada di dalam naskah SWS,
sedangkan kajian isi digunakan untuk mengupas kandungan isi dan ajaran teks SWS.
B. Batasan Masalah
Adanya berbagai bentuk permasalahan dalam SWS memungkinan naskah
tersebut untuk diteliti dari berbagai sudut pandang baik secara filologis, sastra, filsafat
ataupun moral. Oleh karena itu diperlukan pembatasan masalah untuk mencegah
semakin melebarnya pembahasan. Batasan masalah tersebut lebih ditekankan pada
dua kajian utama, yakni kajian filologis dan kajian isi. Kajian filologis digunakan
untuk mengupas permasalahan yakni uraian-uraian di dalam naskah melalui cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
kerja filologis, sedangkan kajian isi digunakan untuk mendeskripsikan ajaran moral
yang terdapat pada SWS.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian teks SWS adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana suntingan teks SWS yang asli atau dekat dengan aslinya serta teks
yang bersih dari kesalahan?
2. Ajara moral apa saja yang terdapat di dalam SWS ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. Menyajikan suntingan teks SWS yang asli atau dekat dengan aslinya serta teks
yang bersih dari kesalahan.
2. Mendeskripsikan ajaran moral yang terdapat dalam SWS.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni
manfaat praktis dan teoretis, sebagai berikut :
1. Manfaat Praktis
a. Menyelamatkan data dalam naskah SWS dari kerusakan dan hilangnya
data dalam naskah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
b. Mempermudah pemahaman isi teks SWS, sekaligus memberikan
informasi kepada masyarakat tentang isi yang terdapat di dalamnya.
2. Manfaat Teoritis
a. Memperkaya penerapan teori filologi terhadap naskah.
b. Membantu peneliti lain yang relevan untuk mengkaji lebih lanjut naskah
SWS khususnya dan naskah Jawa pada umumnya dari berbagai disiplin
ilmu.
c. Menambah kajian terhadap naskah Jawa yang masih banyak dan belum
terungkap isinya.
F. Sistematika Penulisan
I. Pendahuluan
Bab ini merupakan uraian tentang latar belakang masalah, batasan masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
II. Kajian Teori
Bab ini menguraikan pengertian filologi, objek penelitian filologi dan cara
kerja filologi, Sejarah Theosofi di Indonesia, pengertian piwulang: Etika dan
Pandangan Hidup Orang Jawa.
III. Metode Penelitian
Bab ini menguraikan bentuk dan jenis penelitian, sumber data dan data, teknik
pengumpulan data dan teknik analisis data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
IV. Pembahasan
Pembahasan diawali dengan pembahasan kajian filologi kemudian dilanjutkan
pembahasan kajian isi.
V. Penutup
Berisi kesimpulan dan saran, pada bagian akhir dicantumkan daftar pustaka,
lampiran-lampiran dalam naskah SWS.