44
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman obat tradisional saat ini banyak dikembangkan sebagai alternatif antimikroba untuk mengurangi peningkatan penggunaan antibiotik. Obat tradisional lebih mudah diterima oleh masyarakat karena selain sudah akrab, obat ini lebih murah dan lebih mudah didapat. Salah satu tanaman di Indonesia yang diterima baik oleh masyarakat adalah daun sukun. Daun sukun yang memilki nama ilmiah Artocarpus altilis merupakan tumbuhan yang mempunyai banyak manfaat, dibuktikan dengan riset yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Daun sukun sangat berguna bagi proses penyembuhan penyakit kardiovaskular, antidiabetes, antimikroba, antikanker, antiinflamasi, dan memperlancar buang air kecil (Indiani, 2013). Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa aktivitas ekstrak etanol daun sukun mampu menghambat perkembangbiakan bakteri dan jamur. Ekstrak etanol daun sukun dapat sebanding dengan antibiotik tetrasiklin dan antibiotik ketokonazol dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Bacillus substilis, dan jamur Candida albicans, Microsporum gypsium. Daya hambat daun sukun terhadap bakteri Escherichia coli, 791 lebih tinggi daripada antibiotik tetrasiklin. Sementara itu, daya hambat ekstrak daun

BAB I PENDAHULUAN Tanaman obat tradisional saat ini · PDF filemengandung zat aktif seperti flavonoid, tanin, saponin, steroid ... Klasifikasi Escherichia coli sebagai berikut. Domain

  • Upload
    ngotu

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman obat tradisional saat ini banyak dikembangkan sebagai

alternatif antimikroba untuk mengurangi peningkatan penggunaan antibiotik.

Obat tradisional lebih mudah diterima oleh masyarakat karena selain sudah

akrab, obat ini lebih murah dan lebih mudah didapat. Salah satu tanaman di

Indonesia yang diterima baik oleh masyarakat adalah daun sukun.

Daun sukun yang memilki nama ilmiah Artocarpus altilis merupakan

tumbuhan yang mempunyai banyak manfaat, dibuktikan dengan riset yang

dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Daun sukun sangat

berguna bagi proses penyembuhan penyakit kardiovaskular, antidiabetes,

antimikroba, antikanker, antiinflamasi, dan memperlancar buang air kecil

(Indiani, 2013).

Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa aktivitas ekstrak etanol

daun sukun mampu menghambat perkembangbiakan bakteri dan jamur.

Ekstrak etanol daun sukun dapat sebanding dengan antibiotik tetrasiklin dan

antibiotik ketokonazol dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia

coli, Bacillus substilis, dan jamur Candida albicans, Microsporum gypsium.

Daya hambat daun sukun terhadap bakteri Escherichia coli, 791 lebih tinggi

daripada antibiotik tetrasiklin. Sementara itu, daya hambat ekstrak daun

2

sukun terhadap bakteri Bacillus substilis, 889 lebih besar daripada tetrasiklin.

Ekstrak daun sukun juga menghambat perkembangan Candida albicans

(penyebab sariawan), 405 lebih tinggi daripada antibiotik ketokonazol

(Mardiana, 2012).

Hasil skrining fitokimia simplisia daun sukun menunjukkan adanya

senyawa golongan flavonoida, tanin, saponin, steroid/triterpenoid, dan

polifenol. Flavonoida, tanin, saponin, steroid/triterpenoid, dan polifenol

diketahui memiliki aktivitas antimikroba dengan mekanisme kerja yang

berbeda-beda (Murwani dkk., 2014).

Escherichia coli merupakan bakteri flora normal pada usus besar

tetapi juga memiliki faktor virulensi ekstra yang membuatnya patogenik.

Escherichia coli merupakan penyebab diare di negara berkembang.

Mikroorganisme ini menyebabkan sampai 25% kasus penyakit diare pada

bayi dan anak-anak. Diare merupakan keadaan Buang Air Besar (BAB) lebih

dari tiga kali dalam sehari dengan konsistensi encer (Puspitasari, 2006).

Penularan penyakit diare ini terjadi karena makanan dan minuman yang

terkontaminasi oleh bakteri seperti Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli

masuk kedalam tubuh melalui pangan dan dapat berkembang biak di dalam

saluran pencernaan dan menimbulkan gejala sakit perut, diare, muntah, mual,

dan gejala lain (Sudiarto, 2011). Pengobatan penyakit diare dapat diobati

dengan antibiotik. Antibiotik yang sering digunakan adalah ampicillin atau

khloramfenikol karena antibiotik ini termasuk dalam antibiotik yang

spektrumnya luas.

3

Namun, ada beberapa antibiotika merupakan senyawa sintetis (tidak

dihasilkan oleh mikroorganisme) yang juga dapat membunuh atau

menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik sintetis memiliki banyak

manfaat, tetapi penggunaannya telah berkontribusi terhadap terjadinya

resistensi. Efek samping dari antibiotik sintetik terhadap tubuh diantaranya

seperti reaksi alergi, mulai dari yang ringan seperti ruam, gatal sampai

pembengkakan bibir dan kelopak mata (Haryanto & Nugroho, 2006).

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Efektifitas Daun Sukun (Artocarpus altilis) Dalam

Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah yaitu.

1. Daun sukun (Artocarpus altilis) tumbuhan berkhasiat obat yang

mengandung zat aktif seperti flavonoid, tanin, saponin,

steroid/triterpenoid, dan polifenol sebagai antibiotik.

2. Efektifitas ekstrak etanol daun sukun dalam menghambat pertumbuhan

bakteri Escherichia coli .

4

C. Batasan Masalah

Agar masalah ini tidak meluas, maka peneliti membatasi masalah

yaitu.

1. Daun sukun (Artocarpus altilis) yang digunakan untuk penelitian ini

adalah daun sukun yang tua berwarna hijau.

2. Konsentrasi ekstrak etanol daun sukun yang digunakan adalah 100%,

90%, 80%, 70%, dan 60%.

3. Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara

maserasi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka rumusan masalah

adalah :

1. Apakah ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis) efektif dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli ?

2. Pada konsentrasi berapakah ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis)

mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli ?

E. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum:

Tujuan umum dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektifitas

ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis) dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli.

5

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui konsentrasi

ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian sebagai berikut.

1. Manfaat Bagi Peneliti

Mengembangkan kemampuan dalam pembuatan karya tulis ilmiah serta

memberikan pengetahuan tentang manfaat daun sukun dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.

2. Manfaat Bagi Mahasiswa

Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber belajar dan dasar penelitian

lebih lanjut.

3. Manfaat Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi kepada

masyarakat tentang manfaat ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus

altilis) sebagai antibakteri.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Sukun (Artocarpus altilis)

Selain sebagai bahan baku makanan, ternyata sukun juga berkhasiat

sebagai tanaman obat. Semua bagian tanamannya terbukti berkhasiat mulai

dari daun, buah, batang, hingga akar.

Klasifikasi tanaman sukun sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Filum : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Rosales

Family : Moraceae

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus altilis

1. Morfologi Tanaman Sukun (Artocarpus altilis)

Sukun menyukai iklim tropis, meliputi suhu 20-40o C. Tanaman sukun

tumbuh dengan baik di dataran rendah, ketinggian kurang dari 600 m

diatas permukaan laut. Tanaman sukun dapat tumbuh tinggi hingga 30 m,

bertajuk renggang, bercabang mendatar, dan berdaun besar yang tersusun

berselang-seling.

7

Ukuran daun sukun 20-40 cm x 20-60 cm dengan bentuk daun seperti

jari panjang, pertulangan menyirip tebal, dan permukaan kasar. Kulit buah

sukun berwarna hijau kekuningan dengan duri-duri yang berbentuk

polygonal, berat normal buah sukun 1-3 kg. Batang pohon sukun besar,

agak lunak dan bergetah banyak dengan permukaan yang kasar.

Akar tanaman sukun berakar tunggang yang dalam dan akar samping

yang dangkal. Akar samping tanaman sukun dapat tumbuh tunas yang

sering digunakan untuk bibit (Mardiana, 2012).

2. Manfaat Daun Sukun (Artocarpus altilis)

Daun sukun (Artocarpus altilis) mengandung senyawa saponin,

polifenol, tanin, asam hidrosianat, kalium, aseticolin, riboflavin, dan

phenol. Daun sukun mengandung senyawa flavonoid yaitu 8-geranyl-

4,57-trihydroxyflavone yang bersifat sebagai antidiabetes kuat. Sementara

itu, senyawa flavonoid geranyl daun sukun bermanfaat sebagai

antikanker.

Kandungan flavonoid juga terbukti sebagai antiinflamasi,

antiaterosklerosis, dan platelet. Daun sukun juga terbukti secara ilmiah

melindungi jantung. Riset Andi Mu’nisa dari bagian zoology, Departemen

Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Makassar, mengungkapkan

kandungan flavonoid tertingggi terdapat pada sukun tua, yaitu sebesar

(100,68 mg/g), daun sukun muda (87,03 mg/g), dan daun sukun tua yag

sudah gugur (42,89 mg/g) (Mardiana, 2012).

8

3. Kandungan Aktif Dalam Daun Sukun

Kandungan aktif dalam daun sukun antara lain flavonoid, tannin,

saponin, dan kuinon. Aktifitas antimikroba senyawa flavonoid terhadap

bakteri dilakukan dengan merusak dinding sel bakteri (Murwani dkk.,

2014).

Kandungan aktif daun sukun memiliki mekanisme kerja sebagai

berikut.

a. Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu dari sekian banyak senyawa

metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu tanaman yang bisa

dijumpai pada bagian daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga dan

biji.

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri adalah membentuk

senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler bakteri, sehingga

dapat merusak membran sitoplasma bakteri dan diikuti dengan

keluarnya senyawa intraseluler. Senyawa flavonoid bersifat lipofilik

sehingga mampu mengikat fosfolipid – fosfolipid pada dinding sel

bakteri. Dinding sel bakteri lisis dan senyawa dapat masuk ke dalam

inti sel bakteri. Pada inti sel senyawa akan berikatan dengan lipid

DNA bakteri sehingga menghambat replikasi DNA dan menyebabkan

perubahan kerangka mutasi pada sintesis protein.

9

b. Tanin

Tanin bekerja dengan cara berikatan pada adhesin faktor pada

bakteri dan membentuk kompleks dengan polisakarida dinding sel

bakteri, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut.

Selain itu sifat tanin yang dapat membentuk kompleks dengan ion

logam menyebakan tanin bersifat toksik bagi membran mikroba.

Tanin tersusun atas senyawa polifenol alami yang mengandung gugus

hidroksil yang merupakan metabolit sekunder tanaman tertentu.

c. Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah

terdeteksi dalam 90 suku tumbuhan, merupakan senyawa aktif

permukaan dan bersifat seperti sabun. Dapat dideteksi berdasarkan

dari kemampuannya untuk membentuk busa dan menghemolisis sel

darah merah. Senyawa aktif permukaan yang kuat sehingga

menurunkan tegangan permukaan sel yang mengakibatkan terjadinya

kerusakan dinding sel bakteri. Senyawa saponin yang meresap pada

permukaan sel akan mengakibatkan kebocoran membran sel, sehingga

sel kehilangan bahan-bahan esensialnya.

d. Kuinon

Kuinon memiliki kisaran antimikroba yang luas sebagai sumber

radikal bebas. Kuinon juga dapat membentuk kompleks dengan asam

amino nukleofilik dalam protein sehingga dapat menyebabkan protein

kehilangan fungsinya. Kuinon bereaksi dengan protein adhesin bulu-

10

bulu sel dan eksoenzim yang dilepaskan melalui membrane

mengakibatkan bakteri gagal melekat pada permukaan sel target

(hospes) dan dinding sel bakteri akan rusak (Murwani dkk., 2014).

B. Escherichia coli

1. Morfologi

Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang

pendek (kokobasil) yang memiliki ukuran sekitar 0,4-0,7 µm x 2 µm,

dengan diameter 0,7 µm dan bersifat anaerob fakultatif. Escherichia coli

membentuk koloni bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata

(Jawetz & Ernest, 1996).

Escherichia coli secara alami hidup dalam saluran pencernaan, tetapi

spesies tertentu dapat menyebabkan diare berdarah, diare seperti air atau

diare peradangan (traveler’s diarrhea) (Tjay & Rahardja, 2007).

Klasifikasi Escherichia coli sebagai berikut.

Domain : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

11

2. Manfaat dan Patologis

Escherichia coli adalah anggota flora normal usus, Escherichia coli

berperan penting dalam sintetis vitamin K, konversi pigmen-pigmen

empedu, asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan.

Escherichia coli termasuk dalam bakteri heterotrof yang memperoleh

makanan berupa zat organik dari lingkungannya karena tidak dapat

menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik diperoleh

dari sisa organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam

makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral. Di

dalam lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan

penyedia nutrisi bagi tumbuhan (Ganiswarna, 1995).

Escherichia coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam

saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. Escherichia coli

menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare.

Escherichia coli berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan

enterotoksin pada sel epitel (Jawetz & Ernest, 1996).

Beberapa penyakit yang disebabkan oleh Escherichia coli antara lain

yaitu:

a. Infeksi saluran kemih

Escherichia coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada

90% wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering

kencing, disuria, hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan

dengan saluran kemih bagian atas.

12

b. Diare

Escherichia coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di

seluruh dunia. Escherichia coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-

sifat virulensinya, dan setiap kelompok menimbulkan penyakit

melalui mekanisme yang berbeda. Ada beberapa kelompok galur

Escherichia coli yang patogen, yaitu :

1) Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC)

EPEC dapat menyebabkan diare pada anak-anak. EPEC

menyerang jaringan gastrointestinal tissues, khususnya pada bayi

yang baru lahir dan menyebabkan diare cair atau diare yang

disertai perdarahan pada bayi baru lahir karena produksi toksin.

2) Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC)

ETEC disebut juga traveler’s diarrhea, dengan gejala diare cair,

kram perut, dan demam. Beberapa serotype of Escherichia coli

(0169:H47,0148:H28).

3) Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC)

EIEC menyebabkan diare yang disertai perdarahan seperti diare

yang disebabkan oleh Shigella Escherichia coli juga dapat

menyerang jaringan epitel pada berbagai usia dan juga

menyebabkan mual, demam dan rasa kedinginan. Bakteri serotype

ini berhubungan dengan Shigella spp. Pada beberapa anak

menyebabkan haemolytic uraemic syndrome (HUS).

13

4) Escherichia coli Enterohemoragik (EHEK)

EHEK menyebabkan serangan diare berdarah haemolytic uraemic

syndrome (HUS). HUS ini ditandai dengan keadaan gagal ginjal

akut, anemia dan kekurangan trombosit dan juga gangguan

neurologis sampai stroke dan koma. Pada kondisi tertentu

memproduksi Vero toksin dan Shiga toksin. Contoh serotype yang

memproduksi shiga toksin adalah Escherichia coli 0157:H7 dan

Escherichia coli Enterohemoragik O10:H4.

5) Escherichia coli Enteroadherent (EAEC)

EAEC menyebakan diare pada anak-anak dan beberapa kejadian

pada traveler’s diarrhea pada orang dewasa menyebabkan infeksi

saluran kencing. Kelompok ini tersusun dari beberapa strain

Escherichia coli strains (contohnya : 0119 atau 055). Serotype ini

dapat menempel pada jaringan sel manusia seperti jaringan

gastrointestinal dan sel-sel lain. Sebagian dari grup ini dapat

menyebabkan diare ringan khususnya pada anak-anak.

Escherichia coli serotype lain walaupun dapat menempel, tidak

menyebabkan timbulnya penyakit. Seperti EAggEC, strain

Escherichia coli ini tidak menghasilkan shigatoksin atau tidak

menghasilkan secret yang merupakan toksin bagi makhluk hidup.

6) Escherichia coli Enteroagregatif (EAggEC)

EAggEC menyebabkan diare pada anak-anak di negara

berkembang paling sedikit selama 14 hari. Diare yang terjadi cair,

14

berlendir dan berdarah pada kondisi tertentu. EAggEC biasanya

menyebabkan demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi

(kurang dari 101 F atau 38.3 C) dan hamper tanpa disertai rasa

mual (Agustin, 2011).

c. Meningitis

Escherichia coli dan Streptococcus adalah penyebab utama

meningitis pada bayi. Escherichia coli merupakan penyebab pada

sekitar 40% kasus meningitis neonatal (Jawetz & Ernest, 1996).

C. Ekstrak

Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan

yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan

obat menggunakan pelarut yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari

pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya

(Anonim, 1995).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh

cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi

serbuk (Anonim, 1979).

Ekstraksi tergantung pada tekstur dan kandungan bahan dalam

tumbuhan. Senyawa atau kandungan dalam tumbuhan memiliki kelarutan

yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Pelarut-pelarut yang biasa

digunakan antara lain kloroform, eter, etanol, metanol, dan etilasetat.

15

Ekstraksi biasanya dilakukan secara bertahap dimulai dengan pelarut non

polar (kloroform atau n-heksana), semipolar (etilasetat atau dietil eter), dan

pelarut polar (etanol atau metanol).

D. Metode Ekstrak Maserasi

Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Istilah maceration

berasal dari bahasa latin macere, yang artinya “merendam”. Jadi maserasi

dapat diartikan sebagai proses dimana obat yang sudah halus memungkinkan

untuk direndam sampai meresap dan melunakkan susunan sel sehingga zat-

zat mudah larut akan melarut (Ansel, 1989).

Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari

akan menembus dinding sel atau masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif. Zat aktif tersebut akan larut karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Larutan yang lebih

pekat (di dalam sel) di desak keluar sel, masuk ke dalam larutan di luar sel.

Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara

larutan di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan cara penyarian dengan

maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan

mudah diusahakan (Anonim, 1979).

Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada

temperatur kamar terlindung dari cahaya. Pelarut akan masuk ke dalam sel

16

dari tanaman melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan diluar sel.

Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti

oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut

berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel

dan di dalam sel. Selama proses maserasi biasanya berkisar 2-14 hari

dilakukan pengadukan atau pengocokkan dan penggantian pelarut setiap hari.

Pengocokkan memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang

masuk ke seluruh simplisia yang sudah halus. Endapan yang diperoleh

dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Maserasi biasanya dilakukan pada

temperature 15o-20o C dalam waktu 3 hari sampai bahan-bahan yang larut,

melarut (Ansel, 1989).

Cairan yang biasa digunakan dalam metode maserasi dapat berupa air,

etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka

untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet yang

diberikan pada awal penyarian (Anonim, 1989).

Ekstraksi dengan metode maserasi memiliki keuntungan dan

kelemahan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Keuntungan

a. Alat yang digunakan sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam.

b. Biaya operasionalnya relatif rendah.

c. Prosesnya relatif hemat penyari.

17

2. Kelemahan

a. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif tidak semua

terekstraksi .

b. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.

E. Uji Antimikroba

Uji antimikroba atau uji resistensi ini digunakan untuk menentukan

farmakokinetik obat pada hewan atau manusia, untuk memonitor dan

mengontrol kemoterapi obat. Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehkan

suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien (Pratiwi, 2008). Uji

resistensi adalah pengujian untuk mengetahui kepekaan bakteri terhadap

antibiotik. Beberapa senyawa organik yang dihasilkan oleh mikroba dapat

bersifat sebagai zat membunuh atau memperlambat pertumbuhan bakteri

(Novel dkk., 2010).

Dikenal beberapa jenis resistensi terhadap bakteri yaitu :

1. Resistensi primer atau bawaan, yaitu resistensi alamiah terhadap kuman,

misalnya stafilokoki mengandung penisilinase yang dapat menguraikan

penisilin dan sefalonidin.

2. Resistensi sekunder atau diperoleh, yaitu resistensi akibat adanya kontak

antara kuman dan khemoterapika terbentuk secara spontan jenis bakteri

dengan ciri-ciri yang berlainan. Mutan-mutan ini memperbanyak diri dan

menjadi suku baru yang resisten. Adakalanya terbentuk mutan yang cepat

seperti pada kontak dengan Streptomisin, Isoniazid (INH) dan Rifampisin.

18

Adanya resistensi terjadi lambat, yaitu terjadi resistensi banyak tingkat

seperti Penisilin, Eritromisin dan Tetrasiklin.

3. Resistensi episomal yaitu membawa faktor genetika dari atau luar

kromosom (rangkaian pendukung sifat genetika). Episoma atau plasmid,

terdiri dari DNA dan dapat ditularkan pada bakterilain dengan

penggabungan atau kontak antar sel. Penularan factor R-resistensi terjadi

terutama di usus dengan penularan gen-gen dan tidak antar jenis bakteri

tetapi antar bermacam-macam bakteri seperti Escherichia coli dengan

jenis Salmonella, Klebsiella, Vibrio dan lainnya. Masuknya faktor R

menambah daya memperbanyak diri bakteri yang besar. Mutasi berikut

dari mutan bakteri yang resisten dapat menggunakan khemoterapetika

sebagai zat tumbuh, sebagai contohnya Penisilin, Streptomisin, Isoniazid

(INH) dan Khloramfenikol. Hal ini disebut ketergantungan bakteri

terhadap antibiotika tertentu.

4. Resistensi silang yaitu, bakteri resistensi terhadap suatu antibiotika

dengan semua derivatnya.

Adapun contohnya sebagai berikut:

a. Penisilin dengan Ampisil, Amoksilin.

b. Rifampisin dengan Rimamisin.

c. Berbagai jenis sulfonamida (Anief, 1994).

19

F. Metode Uji antimikroba

1. Metode Difusi

a. Metode Disc Diffusion

Metode ini digunakan untuk menentukan aktifitas agen antimikroba.

Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar

yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media

Agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan

pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan

media Agar.

b. Metode E-Test

Metode ini digunakan untuk Minimum Inhibitory Concentration

(MIC) atau Kadar Hambat Minimum (KHM), yaitu konsentrasi

minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat

pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip

plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah

hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media Agar yang

telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area

jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan

mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media Agar.

c. Ditch-Plate Technique

Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan

pada parit yang dibuat dengan cara memotong media Agar dalam

cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji

20

(maksimum 6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen

antimikroba .

d. Cup-Plate Technique

Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, dimana dibuat sumur

pada media Agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan

pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.

e. Gradient-Plate Technique

Metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media Agar secara

teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media Agar dicairkan dan

larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan

petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya

dituang diatasnya. Plate diinkubasi selama 24 jam untuk

memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media

mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah

mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai

panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin

dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan (Pratiwi,

2008).

2. Metode Dilusi

a. Metode Dilusi Cair

Metode dilusi cair atau broth dilution test (serial dilution) ini

mengukur Minimum Inhibitory Concentration (MIC) atau Kadar

Hambat Minimum (KHM) dan Minimum Bactericidal Concentration

21

atau Kadar Bunuh Minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah

dengan membuat seri pengenceran antimikroba pada medium cair

yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba

pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan

mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan

sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media tanpa

penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba dan diinkubasi

selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah

inkubasi ditetapkan sebagai KBM.

b. Metode dilusi padat

Metode dilusi padat atau solid dilution test ini serupa dengan dilusi

cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini

adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan

untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).

G. Media penanaman

1. Brain Heart infusion (BHI)

BHI adalah media penyubur yang berguna untuk pertumbuhan

berbagai macam bakteri baik bentuk cair maupun agar. Bahan utama

tediri dari beberapa jaringan hewan ditambah pepton, buffer fosfat, dan

sedikit detrosa. Penambahan karbohidrat memungkinkan bakteri dapat

menggunakan langsung sebagai sumber energy. Media BHI memeliki

komposisi antara lain brain infusion 200 g ; beef heart infusion 250 g ;

22

proteosea 10 g ; NaCl 5 g ; Na2PO4 2,5 g dengan kondisi pH 7,4 (Wijaya,

2006).

2. Eosin Methylene Blue (EMB)

Eosin Methylene Blue (EMB) adalah selektif yang digunakan untuk

isolasi dan identifikasi bakteri gram negatif. Eosin Y dan pewarna biru

metilena menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan

memungkinkan pertumbuhan bakteri gram negatif. Laktosa dan sukrosa

dimasukkan untuk memungkinkan diferensiasi isolat didasarkan pada

fermentasi laktosa. Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan

koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam, sedangkan

mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak berwarna.

Eosin Methylene Blue (EMB) komposisinya yaitu gelatin 10 g ;

laktosa 5 g ; sukrosa 5 g ; dipotasium fosfat 2 g ; eosin Y 0,4 g ; methylene

blue 65 mg dan agar 13,5 g.

3. Mueller Hinton (MH)

Pada penelitian ini dipilih Mueller Hinton agar karena media ini telah

direkomendasikan oleh food and drug administrasion (FDA) dan world

health organization (WHO) untuk tes antibakteri terutama bakteri aerob

dan facultative anaerobic bacteria untuk makanan dan materi klinis.

Media ini mengandung sulfonamida, trimethropin, dan inhibitor

tetrasiklin yang rendah serta memberikan pertumbuhan pathogen yang

memuaskan (Acumedia, 2001). Media MH memiliki komposisi yaitu

23

meat infusion 5 g ; casein hydrolisate 17,5 g ; amilum 1,5 g ; agar-agar

12,5 g dengan pH 7,2-7,6 (Wijaya, 2006).

24

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen atau

percobaan (experimen reserch) dengan pendekatan laboratorium yang

dilakukan dengan serangkaian percobaan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas

Muhammadiyah Palangka Raya dimulai bulan 2 Juni – 25 Juni 2014.

C. Instrument Penelitian

1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : Autoclave,

Alluminium foil, Pelubang, Lidi kapas, Kapas, Lampu spiritus, Gelas

beker, Hot plate, Incubator, Korek api, Lampu spiritus, Tabung reaksi,

Pipet ukur, Ball pipet, Pipet tetes, Mikropipet 200 µL, Tip kuning, Open,

Pisau, Gelas ukur, Penggaris, Cawan petri, Cawan porselen, Labu ukur,

Batang pengaduk, Waterbath, Erlenmeyer, Ose steril.

25

2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan yaitu : Bakteri Escherichia coli kode ATCC

29522 yang diambil dari Laboratorium Universitas Muhammadiyah

Palangka Raya, Daun sukun (Artocarpus altilis), BHI (Brain Heart

Infusion), MH (Mueller Hinton), Aquadest, Alkohol 95% , Standar Mac

Farland 0,5, NaCl steril 0,85%, H2SO4 1%, dan BaCl2 1%.

D. Prosedur Penelitian

1. Sterilisasi Alat dan Bahan

Peralatan yang perlu disterilkan terlebih dahulu seperti cawan petri,

tabung reaksi, pelubang, lidi kapas dengan cara memasukkan ke dalam

open selama 60 menit pada suhu 180oC dan bahan yang perlu disterilkan

seperti media agar Mueller Hinton, BHI, dan EMB dengan cara

memasukkan ke dalam autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC.

2. Pemilihan Sampel

Daun sukun (Artocarpus altilis) yang dipilih dalam penelitian ini adalah

daun sukun yang berwarna hijau tua.

3. Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) dengan metode

maserasi. Metode ini dilakukan dengan cara memotong daun sukun

kemudian dikeringkan, ditimbang sebanyak 100 gram dan menambahkan

pelarut (alkohol 95%) sebanyak 300 ml, rendam selama 24 jam dan diaduk

setiap 6 jam sekali. Ekstrak kemudian disaring dan ampas hasil ekstraksi

dicuci dengan pelarut yang sama sebanyak 300 ml, kemudian rendam

26

kembali selama 24 jam. Perendaman dilakukan sebanyak 3 kali. Setelah itu

disaring dan hasil penyaringan digabung dengan hasil penyaringan

sebelumnya. Uapkan dengan water bath sampai diperoleh ekstrak kental.

Kemudian ekstrak daun sukun diambil sebanyak 10 gram sebagai

konsentrasi 100%. Untuk mendapatkan berbagai konsentrasi ekstrak daun

sukun 100%, 90%, 80%, 70%, dan 60%.

4. Pembuatan Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis)

Ekstrak kental daun sukun diambil sebanyak 10 gram sebagai

konsentrasi 100%. Untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak daun sukun

90%, 80%, 70%, dan 60% maka perhitungan disetarakan hingga volume 10

ml.

a. Konsentrasi 90%

10 gram X 90% = 9,0 gram kemudian disetarakan dengan aquadest

hingga 10 ml.

b. Konsentrasi 80%

Untuk mendapatkan konsentrasi 80% dari konsentrasi 90%

menggunakan rumus :

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 90% = 10 ml x 80%

V1= %90

%8010mlx

V1 = 8,89 ml kemudian disetarakan hingga volume 10 ml

27

c. Konsentrasi 70%

Untuk mendapatkan konsentrasi 70% dari konsentrasi 80%

menggunakan rumus :

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 80% = 10 ml x 70%

V1= %80

%7010mlx

V1 = 8,75 ml kemudian disetarakan hingga volume 10 ml

d. Konsentrasi 60%

Untuk mendapatkan konsentrasi 60% dari konsentrasi 70%

menggunakan rumus :

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 70% = 10 ml x 60%

V1= %70

%6010mlx

V1 = 8,57 ml kemudian disetarakan hingga volume 10 ml

5. Pembuatan Media BHI

BHI ditimbang sebanyak 1,85 gram kemudian masukan ke dalam

Erlenmeyer tambahkan aquadest sebanyak 50 ml. Panaskan dengan hot

plate sampai larut. Kemudian tuang ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml,

dan tutup dengan kapas selanjutnya sterilkan dengan menggunakan

autoclaft selama 15 menit pada suhu 121oC. Setelah 15 menit media BHI

28

dikeluarkan, tunggu sampai dingin setelah itu tanam bakteri Escherichia

coli sebanyak satu ose, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.

6. Pembuatan Media Eosin Methylene Blue (EMB)

EMB ditimbang sebanyak 3,6 gram kemudian masukan ke dalam

Erlenmeyer tambahkan aquadest sebanyak 100 ml. Panaskan dengan hot

plate sampai larut. Kemudian sterilkan dengan autoclave pada suhu 121oC

selama 15 menit. Setelah disterilkan dinginkan beberapa saat lalu tuang

media EMB ke cawan petri steril kemudian dingin dan padat.

7. Pembuatan Media Mueller Hinton (MH)

Media Mueller Hinton (MH) dibuat dengan cara menimbang media MH

sebanyak 1,7 gram kemudian dilarutkan dalam 100 ml aquades sambil

dipanaskan hingga larut. Kemudian disterilisasi dengan autoclave pada

suhu 121oC selama 15 menit, selanjutnya periksa pH media dengan kertas

pH dan dituang pada cawan petri steril kemudian biarkan dingin dan padat.

8. Pembuatan Suspensi Bakteri

NaCl steril 0,85% masukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 3 ml.

Buat standar Mac Farland yaitu 0,05 ml H2SO4 1% + 9,95 ml BaCl2 1%,

siapkan koloni bakteri, nyalakan lampu spiritus. Masukkan koloni bakteri

menggunakan ose steril ke dalam NaCl 0,85% yang sudah dimasukkan ke

dalam tabung reaksi sebanyak 3 ml hingga kekeruhan suspensi bakteri

sama dengan standar Mac Farland.

29

9. Uji Pewarnaan Gram

Koloni bakteri Escherichia coli yang tumbuh pada media Eosin

Methylene Blue (EMB) agar diwarnai dengan pewarnaan gram untuk

memastikan bakteri yang tumbuh adalah Escherichia coli. Cara kerja nya

yaitu siapkan ose, kaca objek yang bersih dan kering, kemudian ambil 2 ose

larutan NaCl 0,85% dan teteskan diatas kaca objek. Lalu ambil koloni

bakteri pada media EMB agar sebanyak satu ose lalu homogenkan pada

kaca objek yang berisi larutan NaCl 0,85%. Keringkan pada suhu ruang.

Setelah itu lakukan fiksasi dengan melewatkan diatas api sebanyak 3x,

kemudian diwarnai dengan pewarna gram:

a. Warnai sediaan dengan gentian violet 3% dengan cara genangi sediaan

selama 3 menit, kemudian bilas dengan air mengalir.

b. Warnai dengan lugol selama 1 menit, kemudian bilas dengan air

mengalir.

c. Genangi dengan alkohol 96% selama 1 menit, kemudian bilas dengan

air mengalir.

d. Genangi dengan air fucksin selama 20 detik, kemudian bilas dengan air

mengalir.

e. Keringkan dan amati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x.

(Novel dkk., 2010)

30

10. Pembuatan Kontrol Positif

Timbang 0,01 mg khloramfenikol dengan cara keluarkan serbuk

khloramfenikol dari dalam kapsul, lalu masukkan kedalam labu ukur dan

tambahkan aquades 10 ml, kemudian homogenkan.

E. Pengujian Efektifitas Ekstrak Daun Sukun

Metode pengujian efektifitas ekstrak daun sukun terhadap pertumbuhan

bakteri Escherichia coli yang digunakan dalam pengujian ini adalah

menggunakan metode difusi (cup-plate technique) untuk menentukan aktivitas

agen antimikroba. Metode ini dilakukan dengan cara membuat sumur pada

media agar MH yang telah ditanami dengan bakteri Escherichia coli dan pada

sumur tersebut diberi ekstrak daun sukun 200 µL dengan berbagai konsentrasi

100%, 90%, 80%, 70%, dan 60%.

Penanaman pada lempeng agar dilakukan dengan mencelupkan lidi kapas

steril ke dalam biakan bakteri. Tekan-tekan kapas pada dinding tabung untuk

memeras kelebihan cairan. Kemudian swab atau gores pelan-pelan pada

seluruh permukaan media Mueller Hinton. Bakteri dibiarkan menempel pada

media selama 5 menit. Sebelum memasukkan ekstrak daun sukun pada cawan

petri yang berisi Escherichia coli, terlebih dahulu membuat lubang atau

sumuran pada media agar MH dalam cawan petri tersebut, kemudian masukkan

ekstrak daun sukun dengan berbagai konsentrasi ke dalam sumur pada media

MH. Masukkan ke dalam incubator selama 24 jam dengan suhu 37oC. Setelah

di inkubasi amati zona hambatan dan ukur diameternya dengan penggaris.

31

F. Pengujian Kontrol Positif

Media MH yang telah ditanam bakteri dan dibuat sumur dengan

pelubang. Kemudian masukkan antibiotik khloramfenikol ke dalam sumuran

dengan konsentrasi antibiotik 100%, lalu inkubasi selama 24 jam pada suhu

37oC. Setelah selesai amati zona hambatan dan ukur diameter nya

menggunakan penggaris.

G. Pengamatan

1. Pengamatan Utama

Pengujian Escherichia coli menggunakan metode difusi untuk

menentukan aktivitas agen antimikroba. Metode ini dilakukan dengan cara

membuat sumur pada media Mueller Hinton (MH) yang telah ditanami

dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba

yang akan diuji.

Agen antimikroba yang dipakai adalah ekstrak daun sukun dengan

konsentrasi 100%, 90%, 80%, 70%, dan 60%. Pengamatan dilakukan

dengan cara mengukur diameter dari daya hambat ekstrak daun sukun

terhadap bakteri Escherichia coli.

2. Pengamatan Pendukung

Untuk pengamatan pendukung perlakuannya sama seperti pengamatan

utama, perbedaannya pengamatan pendukung menggunakan

Kloramfenikol, karena antibiotik ini merupakan antibiotik dengan

spektrumyang luas dan sensitif terhadap Escherichia coli.

32

H. Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan cara

pengukuran diameter daya efektifitas ekstrak daun sukun terhadap bakteri

Escherichia coli pada cawan petri menggunakan penggaris dengan satuan

milimeter (mm).

33

Inkubasi selama 24 jam pada

suhu 37oC

Hari III: Tumbuh, lakukan

pewarnaan gram

Penanaman Bakteri Escherichia coli

Hari I

Penanaman pada media BHI

Inkubasi selama 24 jam

pada suhu 37oC

Hari II: Tumbuh

Penanaman Pada Media EMB

Membuat standar mac farland kemudian

penanaman pada media Mueller Hinton

dan melakukan uji hambatan dengan

ekstrak daun sukun

Skema 1. Penanaman Bakteri Escherichia coli

34

Proses Pembuatan Ekstrak Daun Sukun

Daun sukun dipotong – potong kecil

Daun sukun dikeringkan

Setelah kering, ditimbang

sebanyak 100 gram

Tambahkan pelarut alkohol

95% sebanyak 300 ml

Rendam selama 24 jam, dan

diaduk setiap 6 jam sekali

Saring, selanjutnya simplisia hasil ekstraksi

dicuci dengan pelarut yang sama dan rendam

selama 24 jam dan di aduk 6 jam sekali

Lakukan perendaman dan

penyaringan sebanyak 3x

Uapkan dengan waterbath

hingga diperoleh ekstrak kental

Skema 2. Proses Pembuatan Ekstrak Daun Sukun

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Pada penelitian efektifitas daun sukun (Artocarpus altilis) dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dilakukan uji sebagai

berikut:

1. Penanaman Pada Media Brain Heart Infussion (BHI)

Bakteri Escherichia coli dengan kode ATCC 25922 ditanam pada

media BHI kemudian di inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Hasil

positif ditandai dengan adanya kekeruhan pada media BHI.

2. Penanaman Pada Media Eosin Methylene Blue (EMB)

Bakteri Escherichia coli yang sudah ditanam pada media BHI

diambil 1 ose untuk ditanam di media EMB dengan cara di streak (goresan

T). Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Media EMB yang

digunakan untuk membedakan bakteri Escherichia coli dengan bakteri

yang lain. Hasil pada media EMB yaitu berwarna hijau metalik dengan inti

yang gelap, koloni berbentuk bundar, cembung, dan halus.

3. Pewarnaan Gram

Hasil dari pewarnaan gram yaitu didapatkan bakteri gram negatif,

koloni berbentuk batang pendek atau kokobasil.

36

4. Pengujian Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis) Dalam

Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli.

Pengujian ekstrak daun sukun terhadap bakteri Escherichia coli

dengan dibuat sumur pada media Mueller Hinton (MH) yang sudah

ditanami suspensi bakteri Escherichia coli, ekstrak daun sukun dimasukkan

ke dalam sumur media MH sebanyak 200 µL dengan konsentrasi yang

telah ditentukan. Setelah itu di inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.

Hasil pengujian ekstrak daun sukun dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli yang diperoleh dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 1. Hasil pengujian ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.

Hasil Pengujian Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis)

Pengulangan

Konsentrasi (mm)

100% 90% 80% 70% 60%

I 40 35 33 30 22

II 35 40 30 30 23

III 35 30 30 26 22

Rerata 36.67 mm 35.00 mm 31.00 mm 28.67 mm 22.33 mm

37

5. Uji Daya Hambat Antibiotik

Berdasarkan pada penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi

bahwa bakteri Escherichia coli dapat dihambat dengan antibiotik

Khloramfenikol sebagai kontrol positif untuk membuktikan bahwa adanya

pertumbuhan bakteri Escherichia coli pada pengujian ekstrak daun sukun

(Artocarpus altilis). Hasil dari pengujian kontrol positif dengan antibiotik

Khloramfenikol dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Hasil pengujian kontrol positif dengan menggunakan antibiotik Khloramfenikol terhadap bakteri Escherichia coli.

No. Kontrol Diameter Hambatan (mm)

1. Khloramfenikol 100 µL 35 mm

Antibiotik kloramfenikol dapat menghambat pertumbuhan

Escherichia coli dengan diameter 35 mm. berdasarkan CLSI (Clinical and

Laboratory Standart Institute) zona diameter kloramfenikol terhadap

bakteri Escherichia coli dengan dosis 30 µg adalah sensitif ≥ 18 mm,

intermediet 13 – 17 mm, dan resisten ≤ 12 mm. Tujuan uji pengamatan

pendukung ini dilakukan untuk membuktikan bahwa pada media Mueller

Hinton yang digunakan pada pengujian ekstrak daun sukun (Artocarpus

altilis) terdapat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.

38

B. Pembahasan

Metode yang digunakan untuk memperoleh ekstrak daun sukun

(Artocarpus altilis) adalah metode maserasi, metode ini menggunakan pelarut

organik pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam

isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel akan terjadi

pemecahan dinding sel dan membran sel karena perbedaan tekanan antara

bagian dalam dan luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam

sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan

sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pelarut yang

digunakan pada proses ekstraksi ini adalah etanol, etanol sering digunakan

sebagai pelarut karena mempunyai kelarutan yang relatif tinggi dan bersifat

inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lain. Tidak menggunakan

pelarut lain seperti methanol, karena methanol bersifat toksik bagi tubuh.

Penelitian efektifitas ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis)

menggunakan metode cup plate technique. Metode ini serupa dengan disc

diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar Mueller Hinton yang telah

ditanami dengan bakteri Escherichia coli. Hasil penelitian terhadap ekstrak

etanol daun sukun (Artocarpus altilis) untuk menghambat bakteri Escherichia

coli yaitu pada konsentrasi 100% rerata zona hambat dari pengulangan I – III

adalah 36,67 mm, pada konsentrasi 90% rerata zona hambat dari pengulangan I

– III adalah 35,00 mm, pada konsentrasi 80% rerata zona hambat dari

pengulangan I – III adalah 31,00 mm, pada konsentrasi 70% rerata zona

hambat dari pengulangan I – III adalah 28,67 mm, dan pada konsentrasi 60%

39

rerata zona hambat dari pengulangan I – III adalah 22,33 mm. Berdasarkan

standar CLSI, maka besar zona hambatan dapat di interpretasikan ke dalam

zona sensitif. Hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa sensitivitas suatu

bakteri terhadap senyawa antibakteri dapat ditentukan oleh diameter zona

hambat yang terbentuk, semakin besar diameternya maka semakin terhambat

pertumbuhannya.

Namun, dalam penelitian ini memiliki keterbatasan konsentrasi rendah

tidak dilakukan sehingga konsentrasi minimum yang efektif dalam

menghambat bakteri Escherichia coli tidak didapatkan.

Zona hambat yang terbentuk dikarenakan terdapat senyawa aktif

flavonoid, tanin, saponin dan kuinon yang terkandung dalam daun sukun

(Artocarpus altilis) yang berperan sebagai antimikroba atau antibiotika.

Senyawa flavonoid bekerja dengan cara merusak dinding sel bakteri. Dinding

sel yang terdiri atas lipid dan asam amino akan bereaksi dengan gugus alkohol

pada senyawa flavonoid sehingga dinding sel bakteri akan rusak dan senyawa

tersebut dapat masuk ke dalam inti sel bakteri. Pada inti sel bakteri senyawa

flavonoid ini akan bereaksi dengan DNA pada inti sel bakteri dan melalui

kepolaran antara lipid penyusun DNA dengan gugus alcohol pada senyawa

flavonoid akan terjadi reaksi yang mampu merusak struktur lipid dari DNA

bakteri sehingga inti sel akan lisis dan bakteri akan mengalami lisis dan mati.

Senyawa tanin juga tersusun atas senyawa polifenol alami yang

mengandung gugus hidroksil, maka mekanisme antimikrobanya sama dengan

senyawa flavonoid, merusak sel bakteri dengan memanfaatkan perbedaan

40

kepolaran antara sel lipid penyusun bakteri dengan gugus alkohol pada rantai

polifenol dari senyawa tanin. Walaupun struktur kimia dari flavonoid dan tanin

tidaklah sama.

Saponin senyawa aktif permukaan yang kuat sehingga menurunkan

tegangan permukaan sel yang mengakibatkan terjadinya kerusakan dinding sel

bakteri. Senyawa saponin yang meresap pada permukaan sel akan

mengakibatkan kebocoran membran sel, sehingga sel kehilangan bahan-bahan

esensialnya.

Kuinon bereaksi dengan protein adhesin bulu-bulu sel dan eksoenzim

yang dilepaskan melalui membrane mengakibatkan bakteri gagal melekat pada

permukaan sel target (hospes) dan dinding sel bakteri akan rusak.

Pengujian antibiotik sebagai kontrol positif dengan perlakuan yangs

sama seperti ekstrak daun sukun (Artocarpus alitlis) menggunakan antibiotik

kloramfenikol dengan konsentrasi 100 µg. Pada pengujian tersebut diameter

zona hambat antibiotik kloramfenikol adalah 35 mm. Penggunaan antibiotik

kloramfenikol karena antibiotik ini memberikan efek dengan cara bereaksi

pada sub unit 50S ribosom dan menghalangi aktivitas enzim peptidil

transferase. Enzim berfungsi untuk membentuk ikatan peptida antara asam

amino baru yang masih melekat pada tRNA dengan asam amino terakhir yang

sedang berkembang. Sebagai akibatnya, sintesis protein bakteri akan terhenti

seketika.

41

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat di simpulkan:

1. Ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) efektif dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Escherichia coli.

2. Pada konsentrasi 100% rerata zona hambat adalah 36,67 mm, pada

konsentrasi 90% adalah 35,00 mm, pada konsentrasi 80% adalah 31,00

mm, pada konsentrasi 70% adalah 28,67 mm, dan pada konsentrasi 60%

adalah 22,33 mm.

B. Saran

1. Kepada peneliti selanjutnya, diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih

lanjut mengenai senyawa dalam daun sukun yang lebih efektif sebagai

antimikroba.

2. Kepada peneliti selanjutnya, diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih

lanjut menggunakan metode ekstrak dengan konsentrasi minimum dan

bakteri yang berbeda.

42

LAMPIRAN I

Proses Pembuatan Ekstrak Daun Sukun

Gambar 1. Ekstrak yang sudah di saring Gambar 3. Ekstrak kental

Gambar 2. Ekstrak di uapkan di waterbath

Gambar 4. Ekstrak yang sudah di encerkan

43

LAMPIRAN II

Pembuatan Suspensi Bakteri

Gambar 1. Strain bakteri Escherichia

coli

Gambar 3. Bakteri Escherichia coli

pada media EMB

Gambar 2. Bakteri Escherichia coli pada

media BHI

Gambar 4. Suspensi bakteri Escherichia

coli

44

LAMPIRAN III

Pengujian Efektifitas Daun Sukun

Gambar 1. Penanaman bakteri Escherichia coli pada media MH

Gambar 3. Pengujian antibiotik

kloramfenikol

Gambar 2. Hasil pengujian ekstrak daun sukun

Gambar 4. Hasil pengujian ekstrak daun

sukun